Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN VASKULAR Desember 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MITRAL STENOSIS

DISUSUN OLEH :
Eri Abdillah C014182054

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Akhtar Fajar M, Sp.Jp, FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 48 tahun 11 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Bone-bone

Tanggal Masuk : 07 Desember 2019

Tanggal Keluar :-

No. RM : 903843

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Sesak napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas dialami sejak 2 hari dan memberat 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Sesak dirasakan memberat dengan aktivitas. sering terbangun

malam hari karena sesak. Keluhan membaik bila meninggikan posisi

kepala dengan menambahkan bantal saat berbaring. Riwayat sesak

sebelumnya ada kurang lebih 3 tahun terakhir. Pasien juga mengeluhkan


berdebar-debar sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan

terus-menerus. Riwayat berdebar-debar sejak 1 tahun terakhir.

Riwayat mual & muntah (-), demam (-), batuk (-), ada bengkak pada kaki.

BAB dan BAK normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat sesak dirasakan + 3 tahun terakhir

b. Riwayat berdebar – debar ada sejak 1 tahun terakhir

c. Riwayat bengkak tidak ada

d. Riwayat dislipidemia tidak ada

e. Riwayat hipertensi ada

f. Riwayat diabetes mellitus disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung tidak ada

b. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tidak ada

c. Riwayat keluarga dengan hipertensi ada, bapak dan saudaraa

5. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok tidak ada

b. Riwayat minum alkohol tidak ada

III. FAKTOR RISIKO

Tidak ada
IV. PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis

Sakit sedang / gizi kurang / compos mentis

BB : 80 kg

TB : 155 cm

IMT : 33,33 kg/m2 (obese 2)

Tanda Vital

Tekanan darah : 129/73 mmHg

Nadi : 74 kali/ menit

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36.5o C

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Mata : Konjungtiva pucat (-), ikterus (-), edema palpebra (-)

Leher : JVP R+3 cmH2O, limfadenopati tidak ada dan tidak ada

pembesaran tiroid.

Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 6 kanan
Auskultasi : vesikuler, bunyi tambahan ronkhi basal bilateral,
wheezing -/-

Pemeriksaan jantung
Inpeksi : ictus cordis jantung tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan di ICS 4 garis midklavikula kanan,
dan batas jantung kiri di ICS 5 linea aksilaris anterior. Batas
jantung atas di ICS 2.
Auskultasi : BJ I/II irreguler, dan murmur diastolik 2/6 di apex

Pemeriksaan ekstremitas

Edema pretibial (+), hangat.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

(06/12/2019)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN

RUJUKAN

PT 28,7 10-14 detik

INR 3,09 -

APTT 30,9 22-30 detik

Glukosa GDS 169 140 mg/dl

Ureum 101 10-50 mg/dl

Kreatinin 2,45 L (<1.3); P (<1.1) mg/dl

SGOT 272 <38 U/L

SGPT 129 <41 U/L

Natrium 130 136 – 145 mmol/l

Kalium 4,4 3.5 – 5.1 mmol/l


Klorida 92 97 – 111 mmol/l

WBC 10,51x 103/ uL 4 – 10

RBC 4,74x 106/ uL 4–6

HGB 12,8 g/dL 12 – 16

PLT 146 x 103/uL 150 – 400

albumin 2,7 3,5 – 5,0 gr/dl

b. EKG

(08/12/2019)

Interpretasi

 Ritme : Supraventricular Rhytm

 Denyut Jantung : 75-100 kali per menit

 Regularitas : irregular
 Axis : Right Axis Deviasion

 QRS Kompleks : Poor R wave progression

 Segmen ST : tidak ada perubahan ST-T

 Gelombang T : T inverted II, III, AVF, V5, V6

 Kesimpulan : Atrial fibrilasi normo ventricular response

dan ischemic latero-inferior

C. Echocardiography (06/12/2019)

Conclusion :

 Preserved sistolic LV function , EF 52 %

 LVH concentric

 LA, RA and RV dilatation

 MS moderate ( wilkins score 1-2-2-1)

 AR moderate, TR Moderate, PR Mild

VI. DIAGNOSIS

1. Acute lung oedema

2. Mitral stenosis severe

3. Atrial Fibrilasi Normoventriculare Response

4. Hiperkalemia

5. Hiponatremia

6. Elevated liver enzyme


7. AKI DD/Acute on CKD

8. Hypoalbuminemia

VII.TERAPI

 Oksigen 10 liter/menit via NRM

 NaCl 0,9% 500ml/24 jam/drips intravena

 Furosemide 10mg/jam/syringe pump

 Digoxin 0,25mg/24 jam/oral

 Ceftriaxone 2gr/24 jam/IV

 Maxilive 1 caps/12 jam/oral

 VIP Albumin 1 caps/8 jam/oral

VIII. RESUME

Perempuan 48 tahun masuk IGD PJT dengan keluhan sesak nafas. Sesak

nafas dialami sejak 2 hari dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah

sakit. Dypsneu on effort(+). PND(+). Orthopneu(+). Riwayat sesak

sebelumnya ada kurang lebih 3 tahun terakhir. Pasien juga mengeluhkan

berdebar-debar sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan

terus-menerus. Riwayat berdebar-debar sejak 1 tahun terakhir.

Riwayat mual & muntah (-), demam (-), batuk (-), BAB dan BAK normal.

Bengkak pada kaki ada.. Riwayat dislipidemia tidak ada. Riwayat

hipertensi ada dan diabetes tidak ada.


Dari pemeriksaan fisik : keadaan umum pasien masuk dengan sakit

sedang / obese 2 / compos mentis. Berat badan 80 kg, tinggi badan 155 cm,

IMT 33,3 kg/m3. Tekanan darah 129/73 mmHg, nadi 74 kali per menit,

frekuensi pernafasan 20 kali per menit, dan suhu 36,5oC. Konjuntiva tidak

anemis. Desakan vena sentral R + 3 cmH2O. Suara nafas vesikuler, rhonki

ada bilateral dan wheezing tidak ada. BJ I/II irreguler, dan murmur diastolik

2/6 di apex.

Pemeriksaan penunjang : Elektrokardiografi : atrial fibrilasi

normoventrikuler respon, HR 65-93 kali per menit, right axis deviation,

right ventrikel hypertrofi, T inversi pada lead II, III, aVF, V5, V6.

Ekokardiografi : Preserved sistolic LV function EF 52 %, LVH concentric,

LA, RA and RV dilatation, MS moderate ( wilkins score 1-2-2-1), AR

moderate, TR Moderate, PR Mild

. Laboratorium ada peningkatan enzim transaminase (SGOT 272 dan

SGPT 129)

Terapi pengobatan selama di rumah sakit: Oksigen 10 liter/menit via

NRM, NaCl 0,9% 500ml/24 jam/drips intravena, Furosemide

10mg/jam/syringe pump, Digoxin 0,25mg/24 jam/oral, Ceftriaxone 2gr/24

jam/IV, Maxilive 1 caps/12 jam/oral, VIP Albumin 1 caps/8 jam/oral


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

MITRAL STENOSIS
A. DEFINISI

Stenosis Mitral adalah obstruksi katup mitral yang menyebabkan aliran


darah dari atrium kiri ke ventikel kiri terganggu, baik akibat remaik (paling
sering) atau non rematik. (Kardiovaskuler, 2016)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KOMPLEKS MITRAL

Kompleks mitral adalah struktur dari katup jantung atrioventrikuler


menghubungkan atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup mitral memilki struktur yang
sangat kompleks. Dalam menjalankan fungsi normal, kompleks mitral terdiri atas
6 komponen, yaitu (1) dinding atrium kiri, (2) annulus, (3) daun katup, (4) korda
tendinea, (5) otot- otot papiler, dan (6) dinding ventrikel kiri.

Katup mitral memiliki diameter 4-6 cm². Kompleks mitral memiliki dua
daun katup, yaitu anteromedial dan posterolateral. Daun ini dikelilingi oleh cincin
fibrosa yang disebut dengan annulus. Daun anterior memiliki bagian yang lebih
kecil sekitar 1/3, sedangkan daun posterior memiliki bagian yang lebih luas.
Katup katup ini dijaga oleh tendon yang melekat di bagian posterior katup,
mencegah agar katup tidak prolaps. Tendon ini dinamakan chordae tendineae.
Chordae tendineae menempel ujungnya pada otot papilaris (papillary muscles)
dan pada katup. Otot papilaris sendiri merupakan penonjolan dari dinding
ventrikel kiri. Ketika ventrikel kiri berkontraksi , tekanan intraventrikuler
memaksa katup mitral untuk menutup. Tendon menjaga agar leaflet tetap sejajar
satu sama lain dan tidak bocor ke arah atrium. (Ramli & Karani, 2018)
C. ETIOLOGI
Etiologi stenosis katup mitral bisa terjadi baik secara kongenital maupun
didapat (acquired). Secara kongenital, stenosis mitral utamanya terjadi karenya
adanya abnormalitas dari kompleks mitral dan biasanya banyak terjadi pada bayi
dan anak. Sedangkan secara acquired (didapat) bisa berasal dari penyakit jantung
rematik/ rheumatic heart disease, myxoma atrium kiri, kalsifikasi mitral annulus,
dan formasi trombus. Namun penyakit jantung rematik adalah penyebab tersering
stenosis mitral di negara berkembang. (Neema, 2015)

D. PATOFISIOLOGI

Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral
pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuk sekat jaringan ikat
tanpa pengapuran yang mengakibatkan lubang katub mitral pada waktu diastol
lebih kecil dari normal.

Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya


alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri,
sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri waktu
diastol. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka akan terjadi bendungan pada
atrium kiri dan selanjutnya juga menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru.
Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial dan kemudian
mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menimbulkan
hemoptoe.

Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian


terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau
pulmonal.
Pada akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula, seperti
pada hati, kaki dan lain-lain. Bendungan yang berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi hati.

Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah dengan


takikardi. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena
pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan otot-
otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium.
Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan
terjadinya trombus di atrium kiri. (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2004)

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis pada stenosis mitral sangat bergantung pada seberapa


besar area katup. Semakin berat derajat stenosis, maka semakin berat pula gejala
yang dirasakan berkaitan dengan peningkatan tekanan atrium kiri dan peningkatan
tekanan vena pulmonal. Pada stenosis mitral derajat ringan, dispneu mungkin saja
tidak ada pada saat istirahat, namun dapat muncul pada saat beraktivitas karena
adanya peningkatan tekanan atrium kiri akibat meningkatnya aliran darah ke
jantung dan peningkatan heart rate. Adapula beberapa kondisi yang memperberat
gejala stenosis mitral antara lain demam, hipertiroid, kehamilan, aritmia seperti
atrial fibrilasi, olahraga dan stress emosional.

Pada stenosis mitral derajat berat, dispneu mungkin saja terjadi pada saat
istirahat, dapat pula terjadi orthopneu dan paroxysmal nocturnal dyspneu akibat
kongesti pulmonal yang semakin berat. Pada stenosis mitral yang lebih berat dapat
pula ditandai dengan adanya tanda gagal jantung kanan, seperti distensi vena
jugular, hepatomegali, ascites, dan edema perifer. Adanya kompresi pada nervus
laryngeus recurrent karena adanya pembesaran arteri pulmonal dapat pula
menimbulkan hoarseness (suara parau). Diagnosis stenosis mitral dapat pula
ditegakkan oleh salah satu komplikasi yang ditimbulkan misalnya : fibrilasi
atrium, tromboemboli, endokarditis infektif, atau hemoptisis yang telah dijelaskan
pada patofisiologi sebelumnya. (Lilly, 2011)

F. DIAGNOSIS

Sebagian besar penderita stenosis mitral menyangkal adanya riwayat


demam reumatik sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya demam
reumatik mungkin sudah terlalu lama (masa kanak-kanak), atau demam
reumatiknya secara klinis tidak memberikat keluhan yang mencolok.

Keluhan penderita merupakan keluhan sistemik dan dinamik yang amat


berkaitan dengan tingkat aktifitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya
lubang mitral. Pada wanita hal ini berkaitan dengan peningkatan aktifitas tubuh
misalnya pada kehamilan. Keluhan dapat berupa takikardia, dispneu, takipneu,
atau orthopneu dan denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung,
batuk darah atau tromboemboli serebral maupun perifer. Jika kontraksi ventrikel
kanan masih baik sehingga tekanan arteri pulmonalis masih tinggi maka keluhan
akan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal dan
interstisial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu atau tak efisien lagi untuk
menimbulkan tekanan tinggi pada arteri pulmonal maka keluhan akan beralih
pada bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi trikuspid,
dengan atau tanpa fibrilasi atrium.

Penentuan kelas fungsional amat penting karena akan menentukan ada


tidaknya indikasi pembedahan. Yang menjadi masalah adalah adanya kesulitan
karena keluhan sangat subjektif. Oleh karena itu, penentuan kelas fungsional
menjadi tidak mudah, terlebih dalam kenyataan sehari-hari kelas fungsional dapat
berubah dalam waktu relatif singkat tergantung dari faktor pencetusnya. (Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2004)
Pemeriksaan fisik

Stenosis mitral yang murni (isolated) dapat dikenal dengan terdengarnya bising
mid-diastolik yang bersifat kasar, bising mengenderang (rumble), aksentuasi
presistolik dan bunyi jantung satu yang mengeras. Jika terdengar bunyi tambahan
opening snap berarti katup masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka
mendadak saat diastol menimbulkan bunyi yang menyentak (seperti tali putus).
Interval bunyi jantung II dengan opening snap memberikan gambaran beratnya
stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitannya.
Pada fase lanjut, jika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru akan
terdengar ronkhi basah atau wheezing pada fase ekspirasi. Jika sampai
menimbulkan gagal jantung maka dapat ditemukan distensi vena jugular,
hepatomegali, asites, edema tungkai. Dapat pula mengganggu hati, sehingga dapat
menimbulkan ikterus, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral) dan sebagainya.
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004)

Elektrocardiogram

Perubahan elektrokardiogram pada penderita stenosis mitral tergantung pada


derajat stenosis, lamanya stenosis dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada
stenosis mitral umumnya memperlihatkan adanya pembesaran atrium kiri, jika
terdapat hipertensi pulmonal maka dapat terjadi hipertrofi ventrikel kanan.
Fibrilasi atrium mungkin ada. (Lilly, 2011)

Foto Thoraks

Gambaran foto thoraks pada stenosis mitral dapat berupa pembesaran atrium kiri,
pelebaran arteri pulmonal (karena peninggian tekanan), aorta yang relatif lebih
kecil dan pembesaran ventrikel kanan. Kadang-kadang terlihat perkapuran di
daerah katup mitral atau perikard. Pada paru terlihat tanda-tanda bendungan vena.
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004)
Ekokardiogram

Pemeriksaan echo merupakan pemeriksaan yang sangat penting peranannya dalam


diagnosis. Teknik ini mampu menentukan derajat stenosis katup mitral dengan
melihat area katup mitral dengan pengelompokan sebagai berikut : Mitral Valve
Area (MVA) <2 cm2 sebagai Mild Mitral Stenosis, MVA 1,1-1,5 cm2 sebagai
Moderate Mitral Stenosis, dan MVA <1,0 cm2 sebagai Severe Mitral Stenosis.
Dapat pula menentukan dimensi ruang-ruang jantung, ada tidaknya kelainan
penyerta terutama regurgitasi mitral, stenosis atau regurgitasi aorta, ada tidaknya
trombus pada atrium kiri. Untuk menentukan morfologi dan dinamik katup mitral
dan struktur suvalvar dapat dilakukan dengan cara Gerald I oleh Wilkins dan
kawan-kawan. (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004) (Lilly, 2011)

Laboratorium

Tidak ada gambaran yang khas, pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk


membantu penentuan adanya reaktivasi rheuma. (Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2004)

Penyadapan jantung dan angiografi

Tujuan penyadapan jantung pada stenosis mitral adalah mengukur tekanan di


ruang ruang jantung untuk menilai derajat hipertensi pulmonal, menentukan
gradien lewat katup mitral (kurva simultan wedge dan ventrikel kiri atau kurva
simultan atrium kiri dan ventrikel kiri jika dilakukan pungsi transeptal), adanya
regurgitasi mitral (kurva wedge pulmonal), adanya regurgitasi atau stenosis
trikuspid (kurva atrium kanan).
Angiokardiografi dilakukan dengan tujuan terutama menentukan bentuk anatomik
ruang - ruang jantung terutama ventrikel kiri, menghitung rasio jarak mitral
subvalvular (mitral subvalvular distance ratio = MSDR), dan adanya regurgutasi
mitral, aorta atau trikuspid. (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004)

G. TATALAKSANA

Mengatasi keluhan atau akibat adanya obstruksi katup mitral

a. Atrial Fibrilasi

Pada mitral stenosis severe hingga 40% pasien akan mengalami

atrial fibrilasi. Tingkat respon ventrikel apabila meningkat akan

mengurangi waktu diastolik dari ventrikel dan akan semakin

meningkatkan tekanan di dalam atrium. Hal tersebut akan memperburuk

gejala yang sudah ada. Sehingga dibutuhkan pengontrolan terhadap denyut

jantung untuk mengurangi gejala yang ada. Denyut jantung dapat dikontrol

dengan obat – obatan di bawah ini :

1) Digitalis

2) Digoksin 1 x 0.12,5 - 0,25 mg

3) Bisoprolol 1 x 1.25 - 10 mg

b. Dispneu

Dispneu atau sesak nafas merupakan keluhan paling utama yang

muncul pada mitral stenosis yang bergejala. Diuretik digunakan untuk

mengurangi ini dan long-acting nitrates juga dapat memperbaik gejala

yang ada. Diuretik yang dapat digunakan adalah :

1) Hidroclorthiazide 12,5 - 50 mg
2) Furosemide 40 - 120 mg

3) Spironolactone 12,5 - 50 mg

Diuretik yang sering digunakan ialah tiazid, furosemid dan


spironolakton. HCT harganya murah, sayang sekali selalu menyebabkan
hipokalemia dan hipomagnesemia. Dosis kecil yaitu 12,5 mg/hari dengan
substitusi kalium dapat mengurangi efek samping. Spironolakton akihir-
akhir ini mendapat perhatian khusus bukan karena memiliki efek
potassium sparing yang tidak menyebabkan hipokalemia, akan tetapi obat
ini adalah antagonis reseptor aldosteron. Saat ini diketahui bahwa
perangsangan reseptor aldosteron yang terdapat di jantung dan pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya fibrosis miokard (remodelling) dan
kekakukan pembuluh darah.
Dosis spironolakton dianjurkan tidak melebihi 25 mg karena dapat
menyebabkan hiperkalemia, apalagi bila dikombinasi dengan ACE-
inhibitor.
Furosemid adalah loop diuretik yang kuat, mula kerja untuk diuresis
sudah tampak dalam 30 menit dengan masa kerja 4-6 jam. Obat ini masih
memperlihatakan efek diuresisnya walaupun glomerular filtration rate
turun di bawah 25 ml/jam dan aman digunakan untuk penderita gagal
ginjal.
Pemberian furosemid secara kronis dapat terjadi proses adaptasi
seperti peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem RAA, peninggian
pelepasan arginin vasopresin.
Kontraindikasi pemberian diuretik adalah: tamponade jantung, infark
miokard ventrikel kanan, hepatic failure, hipokalemi dan hipersensitif.
Sehingga pemberian furosemid harus memperhatikan kadar elektrolit
terutama kadar kalium. Pemberian diuretik biasanya dibarengi dengan
pemberian suplemen elektrolit untuk mencegah terjadinya ketidak
seimbangan elektrolit. Target K serum adalah 4.0-5.0 meq. Suplemen
elektrolit yang dapat diberikan adalah :
1) KCl / infus ( tidak boleh >20 meq / jam )

2) Kalium oral : KSR, AsparK

c. Pembentukan Trombus

Berbagai bukti penelitian telah membenarkan bahwa antikoagulasi

pada mitral stenosis dengan atrial fibrilasi, kejadian embolik sebelumnya,

dan atau dengan trombus pada atrium menunjukkan bahwa harus dengan

pemberian anti koagulasi warfarin (target INR 2-3) atau heparin.

1) Warfarin diberi sesuai target INR 2-3 pada pasien dengan fibrilasi

atrial persisten / paroksismal

Tindakan Intervensi

a. Indikasi intervensi

1) MS simtomatik

2) MS dengan area katup mitral <1.5cm2

3) MS dengan atrial fibrilasi

Bila symptom tidak jelas atau tidak sesuai dengan temuan ekokardiografi,

dapat dilakukan uji latih beban jantung.

b. Jenis intervensi

1) Intervensi non bedah /komisurotomi mitral perkutan (KMP)

2) Intervensi bedah : reparasi katup atau penggantian katup

3) Konversi elektrik pada AF

4) Intervensi Non Bedah / komisurotomi mitral perkutan (KMP)


Kontra indikasi KMP: Thrombus di atrium kiri, Regurgitasi mitral

derajat sedang atau berat, Kalsifikasi berat bikomisura, tanpa ada fusi

komisura, Bersamaan dengan kelainan katup aorta berat, Kombinasi

stenosis/ regurgitasi trikuspid berat, Bersamaan dengan PJK yang

memerlukan bedah pintas koroner.

5) Reparasi Katup Mitral

Dilakukan pada MS yang secara teknis memungkinkan dilakukan

reparasi katup mitral (komisurotomi, valvulotomi, anuloplasti,

rekonstruksi korda/ muskulus papilaris).

6) Penggantian Katup Mitral

Katup bioprotesa : Penderita muda usia< 20 tahun / anak, Wanita yang

masih ingin hamil, Adakontra indikasi pemakaian antikoagulan (misal:

orang tua).

Katup mekanik : Laki-laki, Wanita yang sudah mempunyai anak

cukup, Penderita dianjurkan memakai antikoagulan sepanjang umur,

Penderita yang operasi kedua kali. (Kardiovaskuler, 2016)

H. KOMPLIKASI MITRAL STENOSIS

Komplikasi mitral stenosis antara lain : fibrilasi atrium, trombus atrium kiri,
tromboemboli, kejadian cerebrovaskuler, hipertensi pulmonal, edema pulmonal,
infeksi tractus respiratorius, gagal jantung kanan, efusi pleura, efusi pericard,
regurgitasi trikuspid dan endokarditis infektif. (Riaz, Kaleem, & Abbas, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2004). Buku Ajar Kardiologi.


Jakarta: Balai Penerbit.
Kardiovaskuler, P. D. (2016). Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical
Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (1st ed.). Jakarta.
Lilly, L. S. (2011). Pathophysiology of Heart Disease (5th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Neema, P. (2015). Pathophysiology of Mitral Valve Stenosis. MAMC Journal of
Medical Science, 1(1), 25-27.
Ramli, D., & Karani, Y. (2018). Anatomi dan Fisiologi Kompleks Mitral. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(2), 103-114.
Riaz, A., Kaleem, M., & Abbas, H. (2015). Frequency of Different Complications
of Mitral Stenosis. Journal of Cardiovascular Disease, 13(3), 81-84.
Guyton, A. & Hall, J. E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9 penyunt.
Jakarta: ECG.
.

Anda mungkin juga menyukai