Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan Penciptaan Manusia
Artinya : “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepadaKu”. [Adz-Dzariyat: 56]
Ayat ini mengindikasikan tentang tujuan penciptaan manusia sebagai
hamba Allah. Indikasi ini dapat dipahami dari klausa kata “Li ya’budun” yang
berarti agar mereka mengabdi kepada-Ku.[2]Maksudnya Allah menciptakan
manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada Allah, bukan
karena Allah membutuhkan manusia. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas: Atinya, melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik
secara sukarela maupun terpaksa”. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Sedangkan Ibnu Juraij menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.[3]
Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan tuannya, lebih-lebih
lagi jika diberi dan dikurniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan
keamanan oleh tuannya. Oleh itu, kita mesti melakukan segala arahan dengan
penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada tuan kita.
Kata kunci ‘penyerahan’ ini yang menjadi intipati kepada Islam yaitu penyerahan
secara keseluruhan terhadap Allah SWT. Mereka yang dipandang oleh Allah
dengan pangkat ‘Hamba’ ini pasti beroleh keuntungan di dunia dan di akhirat.
Tanggungjawab sebagai abdi merupakan suatu tanggungjawab individu atau
fardhu ain. Ia meliputi kepada kemestian untuk memahami lapangan akidah dan
tauhid, syariat dan akhlak.[4]
§ Untuk menjadi Khalifah
Dari segi bahasa, khalifah bermaksud pengganti. Ia menjelaskan bahawa Allah
mengamanahkan manusia sebagai ‘pengganti’ untuk mentadbir bumi dengan
merujuk kepada manual dan panduan daripadaNya. Mengingat kejadian yang
diabadikan dalam Al-Qur’an, ketika Allah Swt berdialog dengan malaikat soal
rencana menciptakan khalifah di bumi.
Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentu itu
lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan
diantara mereka adalah orang-orang fasik.” [Ali Imran: 110]
Ketika manusa lengah terhadap tujuan ini, yakni tujuan mereka diciptakan di
dunia, maka Allah mengutus Rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya untuk
mengingatkan mereka terhadap tujuan ini. Kemudian pelaksanaan ibadah itu
diperinci dalam kitab-Nya dan dalam sunnah Rasul-Nya karena keadaan manusia
yang tidak mengetahui bentuk dan tatacara ibadah yang dicintai Allah dan
diridahi-Nya. Oleh karena itu, di antara tujuan diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah mengajarkan tatacara atau bentuk ibadah yang diridhai Allah
subhaanahu wa Ta’ala setelah mengajak manusia hanya beribadah dan
menyembah kepada Allah ‘Azza wa Jalla saja. Dari sini, kita ketahui tidak
dibenarkannya mengada-ada dalam beribadah kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’ala, karena yang mengetahui tatacara yang diridhai Allah adalah utusan-Nya
yang mendapatkan wahyu dari-Nya, yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Selanjutnya, apabila manusia keluar dari tujuan mereka diciptakan, maka berarti
ia telah bersikap melampaui batas dan tidak memenuhi kewajibannya. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
Oleh karena itu, hidup manusia di dunia bukanlah sekedar untuk makan, minum,
dan bersenang-senang. Ia tidaklah sama seperti hewan yang tidak terkena beban
untuk beribadah, dimana hidup mereka (hewan-hewan) hanya makan, minum, dan
bersenang-senang saja. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya
Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di
dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan Jahannam adalah
tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 12)
Maka dari itu, isilah hidup ini dengan beribadah dan bertakwa kepada-Nya.
Ibadah adalah istilah untuk semua perkara yang dicintai Allah dan diridhai-Nya
baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tampak (dengan lisan dan anggota
badan) maupun yang tersembunyi (dengan hati).
Dengan demikian, ibadah itu ada yang bisa dilakukan oleh hati, ada yang bisa
dilakukan oleh lisan dan ada yang bisa dilakukan oleh anggota badan. Contoh
ibadah yang dilakukan oleh hati adalah berniat ikhlas, mencintai kebaikan
didapatkan orang lain, memiliki ‘aqidah yang benar dsb. Contoh ibadah yang
dilakukan oleh lisan adalah membaca Al Qur’an, berdzikr, bershalawat kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata jujur dsb. Sedangkan contoh ibadah
yang dilakukan oleh anggota badan adalah berbakti kepada orang tua, membantu
orang lain, menyambung tali silaturrahim, berbuat baik kepada teman dan
tetangga dsb. Dan ada ibadah yang dilakukan secara sekaligus oleh hati, lisan dan
anggota badan, yaitu shalat. Oleh karena itu, shalat adalah ibadah yang paling
utama sebagaimana akan diterangkan setelah ini.
Di antara sekian ibadah, yang paling utama dan paling dicintai Allah setelah
tauhid adalah shalat pada waktunya. Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Aku bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apa yang paling dicintai Allah Ta’ala?”
Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa?” Beliau
menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa?”
Beliau menjawab: “Berjihad fii sabiilillah.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ketiga hal ini mesti ada pada seseorang, yakni ketika kita beribadah, kita harus
memiliki rasa cinta kepada Allah Ta’ala, memiliki rasa takut dan rasa berharap[1].
Oleh karena itu, kecintaan saja yang tidak disertai dengan rasa takut dan
kepatuhan, seperti cinta kepada makanan dan harta, tidaklah termasuk ibadah.
Demikian pula rasa takut saja tanpa disertai dengan cinta, seperti takut kepada
binatang buas, maka itu tidak termasuk ibadah. Tetapi jika suatu perbuatan di
dalamnya menyatu rasa takut dan cinta maka itulah ibadah. Dan ibadah tidak
boleh ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.
Ada tiga golongan yang keliru dalam menilai ibadah, yaitu sbb:
1. Golongan yang mengira bahwa ibadah itu hanya sebatas di masjid saja,
sehingga ia memisahkan antara urusan dunia dengan agama/ibadah dan antara
urusan negara dengan agama.
Ibadah dalam Islam tidak hanya dilakukan di masjid saja, bahkan di luar masjid
pun ada ibadah.
Bergaul dengan manusia mengikuti perintah Allah Ta’ala, maka mengerjakannya
adalah ibadah. Contohnya:
Berbakti kepada orang tua,
Berbuat baik kepada orang lain, seperti kepada teman dan tetangga.
Bersilaturrahim,
Beramr ma’ruf dan bernahi munkar
Bersedekah,
Menyantuni anak yatim, orang miskin, janda dan ibnus sabil (musafir yang
kehabisan bekal),
Membantu orang lain,
Menyingkirkan hal yang mengganggu jalan.
Menjaga lisan dan tangan kita dari mengganggu orang lain,
Bekerja untuk menafkahi diri, istri dan anaknya dari rezeki yang halal.
Keutamaan beribadah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ك اشلغلل لولللم ٍ لوإاال تللفلعلل لم ل ل،ك
ل ا
ت يللدلي ل ك اغلنىَ لوألاساد فللقلر ل
صلدلر ل لياَ البلن آلدلم تلفلارلغ لااعلباَلداتي أللم ل ل:ال تللعاَللىَ يلاقوال
ل ل إاان ا
ألاساد فللقلر ل
ك
Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam! Luangkanlah waktu
untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi kecukupan pada hatimu
dan menutupi kekuranganmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku akan
memenuhi kedua tangan-Mu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutupi
kefakiranmu.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim, dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1914)
Rosul – rasul diutus oleh Allah Swt. Dengan maksud dan tujuan yang sam, yakni
mengajak manusia beribadah kepada Allah dan memurnikan keimanan hanya
kepada – Nya, serta memberi peringatan bagi mereka yang lalai. Allah Swt.
Berfirman :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya: Bahwa sanya tidak ada tuhan (yang hak disembah)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al – Anbiya’:
25)
“Dan Kami telah mengutus rasul pada tiap – tiap umat (untuk menyerukan) :
Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”,...(QS. An – Nahl: 36)
Dari ayat diatas, jelah bahwa tujuan utama diutusnya para rosul adalah untuk
menyeru manusia untuk beriman kepada Allah.