Anda di halaman 1dari 8

SEDIAAN INJEKSI

PENGAWASAN DALAM PROSES (IPC/IN PROCESS CONTROL)


1. Pemeriksaan pH (FI V <1071>, hal 1563-1564)
a) Tujuan : Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui
kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b) Alat : pH meter
c) Prinsip : Pengukuran pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari
pasangan elektroda menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi.
d) Prosedur :
- pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku.
Larutan dapar baku yang dipilih ada dua, di mana pH larutan uji
diperkirakan berada diantara pH kedua larutan dapar baku tersebut dan
mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan pH larutan uji.
- pH meter yang telah dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.

2. Pemeriksaan Bahan Partikulat ( FI V <751>, hal 1494-1504)


a) Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran
tertentu dalam sediaan injeksi
b) Metode :
 Uji Hitung Partikel Secara Hamburan Cahaya;\
 Uji Hitung Partikel Secara Mikroskopik
c) Prinsip :
 Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahanya larutan uji.
 Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel yang terlihat
dengan mikroskop.
d) Prosedur :
 Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya kemudian
dibandingkan dengan larutan baku.
 Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu
membran tersebut diamati di bawah mikroskop. Jumlah partikel dengan
dimensi linear efektif 10 mikrometer atau lebih dan sama atau lebih besar
dari 25 mikrometer dihitung.
e) Interpretasi :
 Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang
dikandung yang memiliki diameter ≥10 µm ≤ 6000 dan yang memiliki
diameter ≥25 µm ≤ 600 per wadah.
 Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang
dikandung yang memiliki diameter ≥10 µm ≤ 3000 dan yang memiliki
diameter ≥25 µm ≤ 300 per wadah.

3. Uji Kejernihan (Larutan Parenteral, hal 201-203) (untuk injeksi berupa larutan)
a) Tujuan : Memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat yang dapat
terlihat secara visual.
b) Prosedur : Bulk sediaan diperiksa secara visual dengan mengamati
kejernihan larutan dari samping dan dari permukaan larutan.
c) Interpretasi : Memenuhi syarat bila larutan jernih dan bebas partikulat yang
terlihat secara visual.

UJI MUTU FARMASETIK SEDIAAN AKHIR

EVALUASI FISIK
1. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (FI V <1131>, hal 1570)
a) Tujuan : Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera
pada penandaan.
b) Prinsip : Penentuan volum dilakukan dengan cara mengambil sampel
dengan alat suntik hipodermik dan memasukkan ke dalam gelas
ukur yang sesuai.
c) Interpretasi : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila
diuji satu per satu.

2. Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi (FI V <751>, hal 1494-1504)


Uji ini dapat digunakan untuk semua injeksi volume kecil yang dikemas dalam
wadah beretiket, yang dinyatakan berisi 100 ml atau kurang, dosis tunggal atau
ganda, sebagai larutan atau larutan hasil rekontitusi zat padat steril, apabila pada
masing masing monografi dicantumkan batas bahan partikulat.

3. Penetapan pH (FI V <1071>, hal 1563-1564)

4. Uji kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, hal 191)


a) Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
b) Prosedur :
 Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah
yang bocor maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena
perbedaan tekanan diluar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat
dipakai untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
 Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, yaitu dengan ujungnya
dibawah. Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada
kebocoran maka larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah
menjadi kosong.
 Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa
dengan memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang
kemudian divakumkan. Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar.
Harus dijaga agar jangan sampai larutan yang telah keluar, diisap kembali
jika vakum dihilangkan.
f) Interpretasi : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru dan kertas saring atau kapas tidak basah. (Dipilih sesuai
prosedur yang ditulis)

5. Uji kejernihan dan warna (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-202)
a) Tujuan : Untuk memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik harus jernih
dan bebas dari kotoran.
b) Prosedur : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang sehelai
papan yang separuhnya dicat bewarna hitam dan separuh lagi
dicat berwarna putih. Latar belakang hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan berlatar
putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap.
c) Interpretasi : Memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.

6. Keseragaman sediaan (FI V <991>, hal 1526-1528)


a) Tujuan : Menjamin keseragaman sediaan
b) Metode : (1) Keseragaman kandungan; (2) Keragaman Bobot
c) Prinsip : Menetapkan kadar sediaan satu per satu sesuai penetapan kadar
dalam masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain dalam
Uji Keseragaman Kandungan.
d) Interpretasi :
Persyaratan untuk keseragaman sediaan dipenuhi jika nilai penerimaan dari 10
unit pertama dosis tunggal lebih kecil atau sama dengan L 1%. Jika nilai
penerimaan lebih besar dari L 1% lakukan pengujian 20 satuan berikutnya dan
hitung nilai penerimaan. Persyaratan terpenuhi jika nilai penerimaan akhir dari
30 satuan lebih kecil atau sama dengan L 1% dan tidak satupun lebih kecil dari
[1-L2*0,01]M atau tidak lebih dari [1+L2*0,01]M seperti yang dinyatakan
dalam perhitungan nilai penerimaan pada masing-masing Keseragaman
kandungan atau pada Keseragaman bobot. Kecuali dinyatakan lain pada
masing-masing monografi, L1 sama dengan 15,0 dan L2 sama dengan 25,0.

Injeksi Suspensi dan Injeksi Emulsi


Evaluasi sediaan suspensi atau emulsi steril mengacu pada evaluasi sediaan suspensi
atau emulsi nonsteril, hanya diperlukan uji sterilitas.
Catatan : lihat JSS suspensi dan emulsi

Injeksi Rekonstitusi
1. Waktu rekonstitusi
a) Tujuan : Menjamin sediaan mudah direkonstitusi dengan pengocokan
sedang.
b) Prinsip : Menentukan waktu rekonstitusi yang diperlukan sejak cairan
pembawa dimasukkan ke dalam vial sampai serbuk terlarut
sempurna.
c) Interpretasi : Waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik.

2. Kesempurnaan dan Kejemihan Melarut (FI IV Hal 12)


Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari pabrik untuk sediaan kering
steril.
a) Padatan melarut sempuma, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak larut.
b) Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari
volume sama pengencer atau Air Murni dalam wadah serupa dan diperiksa
dengan cara yang sama.

3. Bahan Partikulat
Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan kering
steril: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara
visual.
EVALUASI KIMIA
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan
(dibuku FI IV atau buku resmi lainnya)
1. Identifikasi
● Metode utama : tulis nama metodenya (dijurnal: bagian analisis)
● Prinsip :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)
● Prosedur :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)

a) Penetapan kadar
● Metode utama : tulis nama metodenya (dijurnal: bagian analisis)
● Prinsip :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)
● Prosedur :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)

EVALUASI BIOLOGI
1. Uji sterilitas ( FI V <71>, hal 1341-1348)
a) Tujuan: Menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril memenuhi
persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-
masing monografi.
b) Persiapan:
 Penyiapan media
 Uji kesesuaian : uji sterilitas media, uji fertilitas media, penyimpanan
c) Prosedur:
 Inokulasi langsung ke dalam media uji.
 Teknik penyaringan membran.
d) Interpretasi:
Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat
sterilitas. Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak
memenuhi syarat sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah
disebabkan oleh hal yang tidak berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan
tidak absah jika satu atau lebih kondisi dibawah ini dipenuhi:
 Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas
menunjukkan ketidaksesuaian.
 Pengkajian prosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan
ketidaksesuaian.
 Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif
 Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji,
pertumbuhan mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari
kesalahan pada bahan uji, atau teknik pengujian yang digunakan pada
prosedur uji sterilitas.
Jika pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan
yang sama dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba
pada uji ulang, maka contoh memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan
pertumbuhan mikroba pada uji ulang, makacontoh tidak memenuhi syarat uji
sterilitas.
2. Uji endotoksin bakteri (FI V <201>, hal 1406-1411): jika dipersyaratkan di
monografi
a) Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada
didalam atau pada bahan uji.
b) Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate"
(LAL), terdapat dua teknik uji, teknik pemebentukan jendal gel dan teknik
fotometrik. Teknik fotometrik mencakup metode turbidimetri, yang
didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat endogen
dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah
terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Dilakukan salah satu
dari teknik tersebut, kecuali jika dinyatakan lain pada monografi.
c) Sebelumnya dilakukan persiapan :
 Depirogenasi alat
 Penyiapan baku pembanding dan baku kontrol endotoksin
 Penentuan pengenceran maksimum yang absah (PMA)
d) Interpretasi : memenuhi syarat jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI V <61>, hlm. 1336-1339)
a) Tujuan : Untuk semua produk injeksi dosis ganda atau produk lain yang
mengandung pengawet, harus menunjukkan efektivitas antimikroba
baik sebagai sifat bawaan dalam produk maupun yang dibuat
dengan penambahan pengawet. Efektivitas antimikroba juga harus
ditunjukkan untuk semua produk dosis ganda sediaan topikal, oral
dan sediaan lain seperti tetes mata, telinga, hidung, irigasi dan
cairan dialisis.
b) Prinsip : Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui efektivitas
pengawet pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri
bioligik yang berisi sampel dari inokula pada suhu 22,5 ± 2,5°C.
c) Prosedur : Pengujian dapat dilakukan dalam tiap lima wadah asli bila volume
sediaan tiap wadahnya mencukupi dan wadah sediaan dapat
ditusuk secara aseptik (dengan jarum dan alat suntik melalui tutup
karet elastomerik), atau dalam lima wadah bakteriologi bertutup
steril, berukuran mencukupi untuk volume sediaan yang
dipindahkan. Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang
telah disiapkan dan diaduk. Volume suspense inokula yang
digunakan antara 0,5% dan 1,0% dari volume sediaan. Kadar
mikroba uji yang ditambahkan pada sediaan seperti halnya kadar
akhir sediaan uji setelah diinokulasi antara 1 x 105 dan 1 x 106
koloni/ml. Inkubasi wadah yang sudah diinokulasi pada 22,5º ±
2,5º.
d) Interpretasi : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :

4. Penetapan potensi antibiotika (untuk zat aktif antibiotik) (FI V <131>, hlm.
1392-1399) khusus jika zat aktif adalah antibiotik
a) Tujuan : Untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan injeksi. Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua
kriteria, yaitu konsentrasi hambat minimum (KHM) dan diameter
hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme,
tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah
harga KHM, makin kuat potensinya. Pada umumnya antibiotik yang
berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter
hambat yang besar.
b) Metode : Turbidimetri dan Lempeng-silinder
5. Uji pirogen <231> (FI V, hal. 1412-909): untuk sediaan dengan volume injeksi >
10 ml
a) Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi
b) Prinsip : Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan
uji secara I.V. dan ditujukan untuk sediaan yang dapat
diroleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak
lebih dari 10ml per kg dalam jangka waktu tidak lebih dari 10
menit
c) Interpretasi: Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
apabila tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º
atau lebih, lanjutkan pengujian dengan mengunakan 5 ekor
kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-
masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

6. Kandungan zat antimikroba<441> (FI V hal 1423-1426): khusus pengawet


tertentu
Metode I → Kromatografi gas : benzil alkohol, klorbutanol, fenol, ester metil,
etil, propil dan butil asam p-hidrobenzoat
Metode II → Polarografi: fenil raksa II nitrat, timerosal
a) Tujuan : Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan
ditujukan untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk
menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak
lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
b) Prinsip :Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan KG atau
polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
c) Persyaratan: Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba tidak lebih
dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.

Anda mungkin juga menyukai