3. Uji Kejernihan (Larutan Parenteral, hal 201-203) (untuk injeksi berupa larutan)
a) Tujuan : Memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat yang dapat
terlihat secara visual.
b) Prosedur : Bulk sediaan diperiksa secara visual dengan mengamati
kejernihan larutan dari samping dan dari permukaan larutan.
c) Interpretasi : Memenuhi syarat bila larutan jernih dan bebas partikulat yang
terlihat secara visual.
EVALUASI FISIK
1. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (FI V <1131>, hal 1570)
a) Tujuan : Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera
pada penandaan.
b) Prinsip : Penentuan volum dilakukan dengan cara mengambil sampel
dengan alat suntik hipodermik dan memasukkan ke dalam gelas
ukur yang sesuai.
c) Interpretasi : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila
diuji satu per satu.
5. Uji kejernihan dan warna (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral hal 201-202)
a) Tujuan : Untuk memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik harus jernih
dan bebas dari kotoran.
b) Prosedur : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang sehelai
papan yang separuhnya dicat bewarna hitam dan separuh lagi
dicat berwarna putih. Latar belakang hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan berlatar
putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap.
c) Interpretasi : Memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.
Injeksi Rekonstitusi
1. Waktu rekonstitusi
a) Tujuan : Menjamin sediaan mudah direkonstitusi dengan pengocokan
sedang.
b) Prinsip : Menentukan waktu rekonstitusi yang diperlukan sejak cairan
pembawa dimasukkan ke dalam vial sampai serbuk terlarut
sempurna.
c) Interpretasi : Waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik.
3. Bahan Partikulat
Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan kering
steril: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara
visual.
EVALUASI KIMIA
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan
(dibuku FI IV atau buku resmi lainnya)
1. Identifikasi
● Metode utama : tulis nama metodenya (dijurnal: bagian analisis)
● Prinsip :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)
● Prosedur :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)
a) Penetapan kadar
● Metode utama : tulis nama metodenya (dijurnal: bagian analisis)
● Prinsip :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)
● Prosedur :mengacu pada bab V.5.1 (DITULIS ULANG LAGI YA
KAWAN!!!!!)
EVALUASI BIOLOGI
1. Uji sterilitas ( FI V <71>, hal 1341-1348)
a) Tujuan: Menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril memenuhi
persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-
masing monografi.
b) Persiapan:
Penyiapan media
Uji kesesuaian : uji sterilitas media, uji fertilitas media, penyimpanan
c) Prosedur:
Inokulasi langsung ke dalam media uji.
Teknik penyaringan membran.
d) Interpretasi:
Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat
sterilitas. Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak
memenuhi syarat sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah
disebabkan oleh hal yang tidak berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan
tidak absah jika satu atau lebih kondisi dibawah ini dipenuhi:
Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas
menunjukkan ketidaksesuaian.
Pengkajian prosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan
ketidaksesuaian.
Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif
Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji,
pertumbuhan mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari
kesalahan pada bahan uji, atau teknik pengujian yang digunakan pada
prosedur uji sterilitas.
Jika pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan
yang sama dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba
pada uji ulang, maka contoh memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan
pertumbuhan mikroba pada uji ulang, makacontoh tidak memenuhi syarat uji
sterilitas.
2. Uji endotoksin bakteri (FI V <201>, hal 1406-1411): jika dipersyaratkan di
monografi
a) Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada
didalam atau pada bahan uji.
b) Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate"
(LAL), terdapat dua teknik uji, teknik pemebentukan jendal gel dan teknik
fotometrik. Teknik fotometrik mencakup metode turbidimetri, yang
didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat endogen
dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah
terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Dilakukan salah satu
dari teknik tersebut, kecuali jika dinyatakan lain pada monografi.
c) Sebelumnya dilakukan persiapan :
Depirogenasi alat
Penyiapan baku pembanding dan baku kontrol endotoksin
Penentuan pengenceran maksimum yang absah (PMA)
d) Interpretasi : memenuhi syarat jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing-masing monografi.
3. Uji efektivitas pengawet antimikroba (FI V <61>, hlm. 1336-1339)
a) Tujuan : Untuk semua produk injeksi dosis ganda atau produk lain yang
mengandung pengawet, harus menunjukkan efektivitas antimikroba
baik sebagai sifat bawaan dalam produk maupun yang dibuat
dengan penambahan pengawet. Efektivitas antimikroba juga harus
ditunjukkan untuk semua produk dosis ganda sediaan topikal, oral
dan sediaan lain seperti tetes mata, telinga, hidung, irigasi dan
cairan dialisis.
b) Prinsip : Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui efektivitas
pengawet pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri
bioligik yang berisi sampel dari inokula pada suhu 22,5 ± 2,5°C.
c) Prosedur : Pengujian dapat dilakukan dalam tiap lima wadah asli bila volume
sediaan tiap wadahnya mencukupi dan wadah sediaan dapat
ditusuk secara aseptik (dengan jarum dan alat suntik melalui tutup
karet elastomerik), atau dalam lima wadah bakteriologi bertutup
steril, berukuran mencukupi untuk volume sediaan yang
dipindahkan. Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang
telah disiapkan dan diaduk. Volume suspense inokula yang
digunakan antara 0,5% dan 1,0% dari volume sediaan. Kadar
mikroba uji yang ditambahkan pada sediaan seperti halnya kadar
akhir sediaan uji setelah diinokulasi antara 1 x 105 dan 1 x 106
koloni/ml. Inkubasi wadah yang sudah diinokulasi pada 22,5º ±
2,5º.
d) Interpretasi : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :
4. Penetapan potensi antibiotika (untuk zat aktif antibiotik) (FI V <131>, hlm.
1392-1399) khusus jika zat aktif adalah antibiotik
a) Tujuan : Untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses
pembuatan injeksi. Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua
kriteria, yaitu konsentrasi hambat minimum (KHM) dan diameter
hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme,
tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah
harga KHM, makin kuat potensinya. Pada umumnya antibiotik yang
berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter
hambat yang besar.
b) Metode : Turbidimetri dan Lempeng-silinder
5. Uji pirogen <231> (FI V, hal. 1412-909): untuk sediaan dengan volume injeksi >
10 ml
a) Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi
b) Prinsip : Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan
uji secara I.V. dan ditujukan untuk sediaan yang dapat
diroleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak
lebih dari 10ml per kg dalam jangka waktu tidak lebih dari 10
menit
c) Interpretasi: Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
apabila tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º
atau lebih, lanjutkan pengujian dengan mengunakan 5 ekor
kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-
masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.