BLOK 1: HUMANIORA
Oleh :
Ketua : Despiana Nursyifa K. (181610101019)
Notulen : Fitri Arida Sabhatina (181610101016)
Sekretaris meja : Ratna Indah Cahyani (181610101014)
Anggota : Intan Julita P. (181610101012)
Gilbert Edgar N. (181610101013)
Sausan Armaneta M. (181610101015)
Siti Aisyah (181610101017)
Nurwandani Meylinia F. (181610101018)
Nava Indira H. (181610101020)
Elsha Amirotul Labiba (181610101021)
Alvionika Nadyah Q. (181610101022)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini tepat waktu pada
waktunya. Makalah ini membahas mengenai pluralitas sosial. Adapun tujuan penyusunan
makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kelompok dari mata kuliah blok Humaniora.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. drg. Dwi Kartika Apriyono, M.Kes selaku dosen dan fasilisator yang telah
memberikan bimbingan kepada kami hingga terselesainya penyusunan laporan ini.
2. Anggota kelompok 2 yang telah berperan aktif dalam diskusi maupun pembuatan
tutorial ini.
Dalam tugas yang diberikan, kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan dari pada yang diharapkan. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk memperbaiki makalah kami. Akhir kata kami mengucapkan
terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pluralisme merupakan pengakuan atas perbedaan, dan perbedaan itu
sesungguhnya sunatullah dan merupakan sesuatu yang nyata serta tidak bisa di
pungkiri. Penolakan terhadap pluralisme yang sunatullah itu menimbulkan
ketegangan dan bahkan konflik, karena meniadakan sesuatu yang nyata
merupakan pengingkaran terhadap kehendak Allah. Pluralisme pada tujuannya
tidak sebatas menghendaki pengakuan atas keperbedaan itu, melainkan juga
penghormatan atas kenyataan perbedaan. Untuk itu, sudah seharusnya diakui
dengan jujur bahwa masyarakat Indonesia memang berbeda-beda dan karenanya
segala perbedaan itu untuk dihormati. Kalau sikap seperti ini bisa dilakukan maka
tidak mungkin ada ketegangan yang berujung pada konflik. Konflik menurut
Syafa’atun Elmirzanah, terjadi karena terdapat ketegangan yang mungkin
disebabkan karena pengalamanpengalaman diskriminasi, ketidakadilan atau kesalah
pahaman yang berkaitan dengan status yang tidak sah dalam masyarakat, sehingga
terjadi pemaksaan keinginan antara satu bagian dengan bagian lainnya, dan masing-
masing ingin mendapatkan lebih dari yang seharusnnya didapatkan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi dan hakikat
pluralitas sosial?
2. Bagaimana mahasiswa mampu memahami dan menerapkan cara menghargai
pluralitas sosial dalam kedokteran gigi?
3. Bagaimana mahasiswa mampu mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas
sosial?
4. Bagaimana mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara menyelesaikan
konflik yang diakibatkan pluralitas sosial?
5. Bagaimana mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan
multikulturalisme?
6. Bagaimana mahasiswa mampu memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan
terorisme?
D. Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas sosial
2. Untuk memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas sosial dalam
kedokteran gigi
3. Untuk mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial
4. Untuk mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang diakibatkan
pluralitas sosial
5. Untuk mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan multikulturalisme
6. Untuk memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan terorisme
E. Manfaat
1. Memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas sosial
2. Memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas sosial dalam kedokteran
gigi
3. Mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial
4. Mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang diakibatkan pluralitas
sosial
5. Mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan multikulturalisme
6. Memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan terorisme
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pluralitas
Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak (jamak),
sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah suatu paham atau teori yang
menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi. ( Pius A. P, M. Dahlan,
Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1, H.604.)
Pluralitas merupakan realitas sosiologi yang mana dalam kenyataannya
masyarakat memang plural. Plural pada intinya menunjukkan lebih dari satu dan isme
adalah sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dengan demikian
pluralisme adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk atau banyak dalam
segala hal diantaranya sosial, budaya, politik dan agama. ( Mabadiul Chomsah,
Pluralism Dalam Perspektif Islam )
2. Pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia
yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Pendidikan multikultural menekankan sebuah
filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada
prinsipprinsip persamaan (equality), saling menghormati dan menerima serta
memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan sosial. ( ADDIN, Vol.
7, No. 1, Februari 2013 )
3. Status Sosial-Ekonomi
Status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang menunjukan pada
kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan material yang dimiliki (Baswori &
Juariyah, 2010).Lebih dari itu, Santrock (2007) menyebutkan bahwa status sosial
ekonomi dapat dipandang sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan
karakteristik pekerjaan, pendidikan ekonomi. ( Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1
April 2015 )
4. Etnis
Menurut Ratcliffe, kelompok etnis memiliki kesamaan asal usul dan nenek
moyang, memiliki pengalaman atau pengetahuan masa lalu yang sama, mempunyai
identitas kelompok yang sama, dan kesamaan tersebut tercermin dalam lima faktor,
yaitu (1) kekerabatan, (2) agama, (3) bahasa, (4) lokasi pemukinan kelompok, dan (5)
tampilan fisik.
Darity mendifinisikan bahwa etnik adalah kelompok yang berbeda dari
kelompok yang lain dalam suatu masyarakat dilihat dari aspek budaya. Dengan kata
lain, etnik adalah kelompok yang memiliki ciri-ciri budaya yang membedakannya dari
kelompok yang lain. Ciri khas budaya yang membedakannya dari kelompok etnis yang
lain terlihat dalam aspek: kekhasan sejarah, nenek moyang, bahasa dan simbol-simbol
yang lain seperti: pakaian, agama, dan tradisi. ( BAHASA, ETNISITAS DAN
POTENSINYA TERHADAP KONFLIK ETNIS, Berlin Sibarani )
5. Konflik
Menurut Kilman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam
diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah
dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau
stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono, 1993: p.4).
( KONFLIK, KONSEP TEORI DAN PERMASALAHAN OLEH: ANDRI
WAHYUDI )
6. Aksi Radikalisme
Radikal berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar. Dalam bahasa Inggris
kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan
fundamental. Sedangkan radicalism artinya doktrin atau praktik penganut paham
radikal atau paham ekstrim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme
diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara keras
atau drastis. ( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 354. )
7. Aksi Terorisme
Aksi teror dapat dimaknai sebagai upaya menciptakan ketakutan, kengerian
atau kekejaman oleh seseorang, kelompok atau golongan. Aksi teror
dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yang mengancam keselamatan jiwa orang
lain, yang menyebabkan rasa takut yang akut sehingga membuat rasa tak aman.
Unsur paling menonjol dari berbagai definisi terorisme adalah
dipergunakannya ancaman kekerasan, tindakan kekerasan dan nondiskriminatif,
sementara dalam hal menyangkut unsur motivasi politisnya, sangat bervariasi. Selain
motivasi politik, terorisme juga bisa dipicu soal fanatisme keagamaan. Dengan
konsep itulah, maka kasus pembajakan dan penghancuran suatu pesawat terbang,
tidak selalu merupakan tindakan terorisme, jika tindakan tersebut didasari keinginan
untuk memperoleh santunan asuransi jiwa.Terorisme dirumuskan dalam Konvensi
PBB tahun 1937sebagai “segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung
kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang
tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas”. ( Jurnal Keamanan Nasional
Vol. III, No. 2, November 2017 )
BAB III
PEMBAHASAN
5. Mengapa agama dan budaya selalu dikaitkan dengan konflik radikalisme dan
terorisme?
- Agama memiliki massa yang sangat banyak, sumber dayanya banyak sehingga
untuk melakukan tindakan terorisme dapat dilakukan dengan mudah
- Agama itu sensitif dan melekat pada diri kita, kaum radikal berpendapat bahwa
penyebabnya salah menafsirkan, bentuk radikal yaitu terorisme
- Fanatisme, adanya kaum mayoritas dan minoritas, kaum mayoritas melakukan
tindak kekerasan kepada kaum minoritas
- Fanatisme juga bisa karena ingin ideologinya diakui terhadap suatu negara
- Agama sebagai media untuk menyalurkan kekuasaan
Toleransi
Konflik Tentram
Radikalisme Terorisme
Step 5 (Menentukan tujuan pembelajaran)
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas sosial
2. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas sosial
dalam kedokteran gigi
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang
diakibatkan pluralitas sosial
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan
multikulturalisme
6. Mahasiswa mampu memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan terorisme
-
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang
diakibatkan pluralitas sosial
- Penangan konflik dengan pendekatan sosiologis budaya justru akan menghasilkan
konsensus yang “langgeng” karena cara ini lebih bersifat persuasi dan edukasi
dengan menekankan pemahaman yang rasional (rational) serta penyadaran
(verstehan). Untuk hal ini dapatlah dilakukan dengan langkah-langkah yang perlu
ditempuh antara lain adalah:
(a). Perlunya “pemetaan masalah”, apa yang menjadi faktor penyebab timbulnya
penolakan dan penerimaan konsep pluralisme. Dalam hal ini pemerintah
bekerjasama dengan berbagai komponen masyarakat dari berbagai suku, agama dan
kelompok masyarakat harus duduk bersama melakukan inventarisasi faktor-faktor
apa saja yang menjadi hambatan atau kendala dalam membangun toleransi terhadap
pluralitas (kebhinekaan) yang telah menjadi keniscayaan bangsa Indonesia .
(b) Perlunya pendidikan Multikulturalisme, perlunya dirumuskan konsep, kurikulum
dan sosialisasi serta internalisasi melalui lembaga pendidikan yang menyangkut
menumbuhkan semangat toleransi pada pluralisme sebagai langkah jangka panjang
untuk mencegah timbulnya konflik/gesekan sosial, budaya dan agama yang
kemudian berkembang dalam dimensi politik yang dapat mengancam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
(c) Pendidikan Hak Asasi Manusia, hak asasi manusia sebagai hak dasar setiap
warganegara yang dikembangkan harus beriringan dengan Kewajiban Asasi
Manusia. Hak asasi manusia yang selalu berdasar kepada pembelaan sebagai
menifestasi kebebasan manusia dalam berekspresi harus seimbang dengan
kewajiban asasi manusia agar mampu mencegah cara pandang kebebasan yang boleh
berbuat semena-mena dengan mengatasnamakan kebebasan berkreasi, yang
implementasinya menabrak batas-batas etika-moral yang telah hidup (menjadi
pegangan) di tengah masyarakat.
(d) Membangun strategi kebudayaan yang berbasis keIndonesiaan, artinya
perumusan strategi kebudayaan yang dilakukan oleh tokoh kebudayaan
(cendikiawan, budayaan, agamawan) dengan semangat pluralisme itu harus
didasarkan kondisi obyektif masyarakat Indonesia yangsosialistis religius bukan
liberalis sekulerisme.
(e) Penegakkan Hukum dan Keteladanan pemimpin, untuk menghindari sikap
anarkis dalam menuntut dan menggugat persoalan yang berkaitan penolakan atas
perbedaan karena dianggap menyinggung/menghina/menyimpang atas suatu
keyakinan atau nilai oleh kelompok lainnya, maka penegakkan hukum (law
enforcement) harus benar-benar dilaksanakan baik menyangkut si pelanggar hukum
maupun yang menggugat dengan cara-cara penyelesaian dengan kekerasan.
Keteladanan Pemimpin, hanya pemimpin bagai matahari akan di dengar–disegani
bahkan diteladani. ( JURNAL ILMU HUKUM, VOL 4 NO 2, SEPTEMBER 2011 )
Dengan memasuki suatu jenjang pendidikan akan membantu seorang manusia atau
rakyat Indonesia dalam menyikapi multikuluralisme karena mereka akan
bersosialisasi dengan manusia dari berbagai tempat sehingga budaya mereka akan
dibawa ketempat manusia lain. ( Jurnal Pendidikan dan Belajar SD, Vol.1, No. 1,
Juli 2017 )
KESIMPULAN
Pluralitas adalah suatu pandangan hidup yang mengakui dan menerima keberagaman
yang ada di masyarakat. Pluralitas tersebut mengakui adanya suatu hal yang tidak sama.
Perbedaan pluralitas dan pluralisme adalah pluralitas lebih mengarah pada sifat
keanekaragaman, sedangkan pluralisme merupakan paham mengenai adanya kemajemukan.
Masyarakat yang benar-benar memiliki karakteristik plural benar-benar meyakini
bahwa masing-masing pihak berada dalam posisi yang sama. Sebagai warga negara
mempunyai hak, kedudukan, kewajiban dan tanggung jawab yang sama. Pluralisme
menunjukkan kepada wahana untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
berkompetensi secara jujur, terbuka dan adil.
Faktor utama terciptanya pluralitas suku bangsa adalah keadaan geografis. Wilayah
Indonesia terdiri dari kurang lebih 3000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1000 mil dari
Utara ke Selatan, Indonesia terletak antara samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, sangat
mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
Pemecahan konflik dan pencegahan konflik harus bersifat holistik, sistemik yakni;
dengan memberdayakan peran nilai universalitas agama, konsep kekerabatan budaya
tradisonal, pemberdayaan sosial, ekonomi dan pendidikan umat. Agama dan perlunya
keteladanan para pemimpin. Peran pemerintah, institusi masyarakat, tokoh masyarakat
seharusnya terus menerus melakukan dialog serta merumuskan konsep pluralisme yang
mampu mengantisipasi terhadap perkembangan masyarakat yang semakin modern dengan
tetap berakar dari jati diri bangsa yang telah teruji melalui pelaksanaan pluralisme yang non
asimilasi.
Pendidikan multikultural merupakan suatu hal yang penting karena dapat menjadi
cerdas dalam menghadapi masalah budaya pluralitas, membangun kita untuk bersikap
demokratis, untuk memahami diri secara mendalam, mengurangi tingkat diskriminasi
mewujudkan bangsa yang kuat sehingga tercipta kesejahteraan. Radikalisme dan terorisme
adalah hal yang bertolak belakang dengan nilai demokrasi. Menyikapi masalah radikalisme
dan terorisme adalah dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama manusia,
mendahulukan kepentingan bersama dan orang lain, menyelesaikan masalah secara mufakat,
menjunjung tinggi supremasi hukum, mengutamakan kesatuan dan persatuan.
DAFTAR PUSTAKA
Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1,
H.604
Mabadiul Chomsah, Pluralism Dalam Perspektif Islam
ADDIN, Vol. 7, No. 1, Februari 2013
Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015
BAHASA, ETNISITAS DAN POTENSINYA TERHADAP KONFLIK ETNIS,
Berlin Sibarani
KONFLIK, KONSEP TEORI DAN PERMASALAHAN OLEH: ANDRI
WAHYUDI
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 354.
Jurnal Keamanan Nasional Vol. III, No. 2, November 2017
Tadris, Volume 4, Nomor 2, 2009
Harmonical Communication; Dr. Mukti Ali, M.Hum.
Jurnal POLITIKA, Vol. 5, No.2, Oktober 2014
Ali Maschan Moesa [2007: 11]
Azzuhri, Muhandis. Jurnal: KONSEP MULTIKULTURALISME DAN
PLURALISME DALAM PENDIDIKAN AGAMA [Upaya Menguniversalkan Pendidikan
Agama dalam Ranah Keindonesiaan]. 2012. Vol 10 No 1.
JURNAL ILMU HUKUM, VOL 4 NO 2, SEPTEMBER 2011
Jurnal Pendidikan, Sosiologi, Antropologi Vol. 2 No. 1, maret 2018
Jurnal Pendidikan dan Belajar SD, Vol.1, No. 1, Juli 2017
Jurnal RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA DARI MASA KE
MASA [Tinjauan dari Perspektif Kewarganegaraan] oleh Yosaphat Haris Nusarastriya Vol
4, No 2 tahun 2017