Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 1: HUMANIORA

Skenario 3 : Memahami Pluralitas Sosial

drg. Dwi Kartika Apriyono, M.Kes

SEMESTER GANJIL 2018-2019

Oleh :
Ketua : Despiana Nursyifa K. (181610101019)
Notulen : Fitri Arida Sabhatina (181610101016)
Sekretaris meja : Ratna Indah Cahyani (181610101014)
Anggota : Intan Julita P. (181610101012)
Gilbert Edgar N. (181610101013)
Sausan Armaneta M. (181610101015)
Siti Aisyah (181610101017)
Nurwandani Meylinia F. (181610101018)
Nava Indira H. (181610101020)
Elsha Amirotul Labiba (181610101021)
Alvionika Nadyah Q. (181610101022)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini tepat waktu pada
waktunya. Makalah ini membahas mengenai pluralitas sosial. Adapun tujuan penyusunan
makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kelompok dari mata kuliah blok Humaniora.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. drg. Dwi Kartika Apriyono, M.Kes selaku dosen dan fasilisator yang telah
memberikan bimbingan kepada kami hingga terselesainya penyusunan laporan ini.
2. Anggota kelompok 2 yang telah berperan aktif dalam diskusi maupun pembuatan
tutorial ini.
Dalam tugas yang diberikan, kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan dari pada yang diharapkan. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk memperbaiki makalah kami. Akhir kata kami mengucapkan
terimakasih.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pluralisme merupakan pengakuan atas perbedaan, dan perbedaan itu
sesungguhnya sunatullah dan merupakan sesuatu yang nyata serta tidak bisa di
pungkiri. Penolakan terhadap pluralisme yang sunatullah itu menimbulkan
ketegangan dan bahkan konflik, karena meniadakan sesuatu yang nyata
merupakan pengingkaran terhadap kehendak Allah. Pluralisme pada tujuannya
tidak sebatas menghendaki pengakuan atas keperbedaan itu, melainkan juga
penghormatan atas kenyataan perbedaan. Untuk itu, sudah seharusnya diakui
dengan jujur bahwa masyarakat Indonesia memang berbeda-beda dan karenanya
segala perbedaan itu untuk dihormati. Kalau sikap seperti ini bisa dilakukan maka
tidak mungkin ada ketegangan yang berujung pada konflik. Konflik menurut
Syafa’atun Elmirzanah, terjadi karena terdapat ketegangan yang mungkin
disebabkan karena pengalamanpengalaman diskriminasi, ketidakadilan atau kesalah
pahaman yang berkaitan dengan status yang tidak sah dalam masyarakat, sehingga
terjadi pemaksaan keinginan antara satu bagian dengan bagian lainnya, dan masing-
masing ingin mendapatkan lebih dari yang seharusnnya didapatkan.

Berbagai peristiwa yang sempat menggejolak di sebagian wilayah


Indonesia beberapa tahun terakhir mengindikasikan telah terjadi pertentangan
menyangkut berbagai kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat. Dan
dalam berbagai pertentangan itu, isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)
begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan sehingga tercipta suasana konflik yang
cukup berbahaya dalam kehidupan masyarakat. Eskalasi pertentangan yang
dilapisi baju SARA seringkali menciptakan konflik kekerasan yang lebih
menegangkan dan meresahkan. Dalam suasana seperti ini agama seringkali
menjadi titik singgung paling sensitif dan ekslusif dalam pergaulan pluralitas
masyarakat. Masing - masing pihak mengklaim bahwa dirinyalah yang paling
benar, sedangkan pihak lain adalah yang salah. Persepsi bahwa perbedaan adalah
merupakan sesuatu yang buruk, suatu hal yang menakutkan, sudah begitu rupa
mendarah daging dalam jiwa umat beragama.
Akibat dari perseteruan tersebut adalah kesengsaraan semua pihak, yang
bertikai maupun yang tidak mengetahui apa-apa. Pada dasarnya akibat dari
konflik adalah kerugian yang menyeluruh di berbagai pihak. Rakyat kecil lagi-lagi
menjadi korban dan harus menanggung akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
konflik tersebut. Berbagai peristiwa itu telah memberi gangguan cukup serius
terhadap tekad bersama untuk membangun bangsa Indonesia yang toleran dalam
kehidupan antarpemeluk agama, toleran dalam kebudayaan, toleran dalam politik,
dan toleran dalam aspek-aspek kehidupan lainnya. Maka dari itu, kelompok kami
mencoba untuk memahami eksistensi pluralitas sosial di Indonesia.
B. Skenario
SKENARIO 3
Mahasiswa di Fakultas Kedokteran Gigi berasal dari berbagai daerah yang
mempunyai latar belakang status sosial-ekonomi, agama, dan budaya yang beraneka
ragam. Perbedaan itu rawan menimbulkan konflik sehingga pihak universitas
berusaha mencegah dengan cara memberikan pendidikan multikultural dalam
program Orientasi Kampus. Akan tetapi, ada saja kasus pemahaman yang keliru
antara agama dan budaya sehingga memunculkan aksi radikalisme dan terorisme
yang merebak di negeri ini. Pada suatu hari Galang mahasiswa dari salah satu daerah
berkelahi dengan Cecep, mahasiswa dari daerah lain. Perkelahian tersebut dipicu
saling ejek mengenai latar belakang etnis masing-masing. Ada pula Via salah
seorang mahasiswi yang dikenal suka pilih-pilih teman. Ia hanya mau bergaul
dengan teman-teman dari kelas sosial-ekonomi tinggi dan enggan berkomunikasi
dengan teman-teman lain. Ia pun sering pergi menghindari teman-teman dengan latar
belakang budaya tertentu dan berprasangka bahwa mereka adalah orangorang miskin
yang kasar. Apabila ia berada dalam satu kelompok dengan mereka, tak segan-segan
ia minta dipindahkan ke kelompok lain. Jika tetap harus berada di kelompok itu, ia
tak mau bekerja sama.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi dan hakikat
pluralitas sosial?
2. Bagaimana mahasiswa mampu memahami dan menerapkan cara menghargai
pluralitas sosial dalam kedokteran gigi?
3. Bagaimana mahasiswa mampu mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas
sosial?
4. Bagaimana mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara menyelesaikan
konflik yang diakibatkan pluralitas sosial?
5. Bagaimana mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan
multikulturalisme?
6. Bagaimana mahasiswa mampu memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan
terorisme?
D. Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas sosial
2. Untuk memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas sosial dalam
kedokteran gigi
3. Untuk mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial
4. Untuk mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang diakibatkan
pluralitas sosial
5. Untuk mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan multikulturalisme
6. Untuk memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan terorisme

E. Manfaat
1. Memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas sosial
2. Memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas sosial dalam kedokteran
gigi
3. Mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial
4. Mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang diakibatkan pluralitas
sosial
5. Mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan multikulturalisme
6. Memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan terorisme
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pluralitas
Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak (jamak),
sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah suatu paham atau teori yang
menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi. ( Pius A. P, M. Dahlan,
Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1, H.604.)
Pluralitas merupakan realitas sosiologi yang mana dalam kenyataannya
masyarakat memang plural. Plural pada intinya menunjukkan lebih dari satu dan isme
adalah sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dengan demikian
pluralisme adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk atau banyak dalam
segala hal diantaranya sosial, budaya, politik dan agama. ( Mabadiul Chomsah,
Pluralism Dalam Perspektif Islam )

2. Pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia
yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Pendidikan multikultural menekankan sebuah
filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada
prinsipprinsip persamaan (equality), saling menghormati dan menerima serta
memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan sosial. ( ADDIN, Vol.
7, No. 1, Februari 2013 )

3. Status Sosial-Ekonomi
Status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang menunjukan pada
kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan material yang dimiliki (Baswori &
Juariyah, 2010).Lebih dari itu, Santrock (2007) menyebutkan bahwa status sosial
ekonomi dapat dipandang sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan
karakteristik pekerjaan, pendidikan ekonomi. ( Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1
April 2015 )
4. Etnis
Menurut Ratcliffe, kelompok etnis memiliki kesamaan asal usul dan nenek
moyang, memiliki pengalaman atau pengetahuan masa lalu yang sama, mempunyai
identitas kelompok yang sama, dan kesamaan tersebut tercermin dalam lima faktor,
yaitu (1) kekerabatan, (2) agama, (3) bahasa, (4) lokasi pemukinan kelompok, dan (5)
tampilan fisik.
Darity mendifinisikan bahwa etnik adalah kelompok yang berbeda dari
kelompok yang lain dalam suatu masyarakat dilihat dari aspek budaya. Dengan kata
lain, etnik adalah kelompok yang memiliki ciri-ciri budaya yang membedakannya dari
kelompok yang lain. Ciri khas budaya yang membedakannya dari kelompok etnis yang
lain terlihat dalam aspek: kekhasan sejarah, nenek moyang, bahasa dan simbol-simbol
yang lain seperti: pakaian, agama, dan tradisi. ( BAHASA, ETNISITAS DAN
POTENSINYA TERHADAP KONFLIK ETNIS, Berlin Sibarani )

5. Konflik
Menurut Kilman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam
diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah
dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau
stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono, 1993: p.4).
( KONFLIK, KONSEP TEORI DAN PERMASALAHAN OLEH: ANDRI
WAHYUDI )

6. Aksi Radikalisme
Radikal berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar. Dalam bahasa Inggris
kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan
fundamental. Sedangkan radicalism artinya doktrin atau praktik penganut paham
radikal atau paham ekstrim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme
diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara keras
atau drastis. ( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 354. )
7. Aksi Terorisme
Aksi teror dapat dimaknai sebagai upaya menciptakan ketakutan, kengerian
atau kekejaman oleh seseorang, kelompok atau golongan. Aksi teror
dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yang mengancam keselamatan jiwa orang
lain, yang menyebabkan rasa takut yang akut sehingga membuat rasa tak aman.
Unsur paling menonjol dari berbagai definisi terorisme adalah
dipergunakannya ancaman kekerasan, tindakan kekerasan dan nondiskriminatif,
sementara dalam hal menyangkut unsur motivasi politisnya, sangat bervariasi. Selain
motivasi politik, terorisme juga bisa dipicu soal fanatisme keagamaan. Dengan
konsep itulah, maka kasus pembajakan dan penghancuran suatu pesawat terbang,
tidak selalu merupakan tindakan terorisme, jika tindakan tersebut didasari keinginan
untuk memperoleh santunan asuransi jiwa.Terorisme dirumuskan dalam Konvensi
PBB tahun 1937sebagai “segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung
kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang
tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas”. ( Jurnal Keamanan Nasional
Vol. III, No. 2, November 2017 )
BAB III
PEMBAHASAN

STEP 1 (Mengklarifikasi istilah)


1. Konflik
- Suatu perselisihan karena perbedaan pendapat 2 individu sehingga melakukan
suatu perkelahian dan saling menjatuhkan dengan tujuan agar ingin menang
- Terjadi karena tidak toleransi dengan sekitar dan meiliki pandangan berbeda
dan cenderung ingin mempertahankan. Dapat berupa konflik batin dan fisik
- Bersifat inheren, konflik selalu ada dalam ruang dan waktu, terjadi karena 3 :
perbedaan persepsi, pendapat, ketidaksamaan kepentingan
- Proses sosial dimana seorang pihak ingin menyingkirka pihak lain
- Bisa terjadi antara invidiu dan kelompok, atau kelompok dengan kelompok
- Individu- indiivi du = perbedaan paham, individu-kelompok=gaji bawahan
yang protes kepada atasan ,kelompok-kelompok = konflik antar kampung
2. Etnis
- Suatu golongan manusia yang menggolongkan
- Suatu penggolan masyarakat atas dasar kesamaan budaya
- Mebentuk suku berdasarkan kesamaan asal usul
- Persamaan adat istiadat, keturunan, bahasa
3. Multikultural
- Keberagaman suatu budaya
- Pendidikan multikultural = keberagaman
- Pendidikan multikultular = proses mengembangkan perilaku dan sikap dengan
memberikan pengajaran berupa menghormati dan toleransi
- Multikulturas dampak negatif = dapat fanatik, dapat memunculkan
pertentangan karena tidak menerima persamaan
- Dampat positif = dapat timbul toleransi
- Prinsip equality atau kesamaan dalam pendidikan multikultural
- Pandangan mengesamping perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat
4. Prasangka
- Pemikiran yang timbul dari pikiran dan hati dari individu tentang suatu hal
- Gagasan dan pendapat namun belum mengetahui fakta yang benar
5. Terorisme
- Memberikan suatu ancaman dan ketidaknyamanan untuk mempengaruhi
seseorang dengan menekan masyarakat agar tidak nyaman
- Terere = gemetar, suatu usaha untuk menciptakan kengerian kepada golongan
- Suatu pengambilalihan / pengambilan hak untuk orang lain, hak untuk bebas
- Pelaksanaan tiba-tiba, korban biasanya warga sipil
- Puncak dari aksi kekerasan, serangan2 yang terorganisir untuk memberikan
rasa takut, kerugian nyawa harta benda
- Tujuannya untuk memperoleh efek poliltik
- Biasanya menggunakan bom
6. Radikalisme
- Suatu ideologi yang ingin melakukan perubahan sosial dan politik dengan cara
ekstrem
- Ciri ciri = melakukan penolakan terhadap pemerintahan secara terus menerus,
memiliki keyakinan kuat bahwa pahamnya benar, menggunakan cara kekerasan
dalam mewujudkan apa yang diinginkan,
- Paham keagamaan dengan fanatisme tinggi dengan kekerasan
- Terorisme merupakan perwujudan dari radikalisme
- Merenggut HAM, memaksakan seseorang untuk masuk ke agama mereka,
sasarna terbanyak yaitu mahasiswa
- Pasal 29 ayat 1, ayat 2
- Radikal = contohnya perebutan wilayah, suatu perebutan wilayah akan
melakukan terorisme, contoh di gaza
- Radikalisasi = radix : akar atau pohon
- Tindakan yang menginginkan perubahan dalam tempo singkat
7. Pluralitas
- Plural = lebih dari 1, ciri dari multikulturalisme
- Interaksi sosial dimana banyak terjadi keanekaragaman budaya namun ada
toleransi sehingga bisa bersatu
8. Status sosial-ekonomi
- Privasi atau kedudukan individu atau kelompok
- Posisi suatu individu yang berhubungan dengan ruang lingkup sosial dan
ekonomi sehingga terjadi suatu pembagian dalam suatu masyarakat
- Berhubungan dengan pergaulan sosial juga
- Dapat menimbulkan konflik karena ada kesenjangan
- Ada karena bisa dari lahir
- Kemampuan dimana suatu seseorang mampu atau tidak dalam mencukupi
hidupnya
- Pendidikan juga bisa dijadikan tolak ukur, pengahragaan di masyarakat
9. Kasus
- Suatu permasalahan yang timbul karena faktor tertentu, dibuthkan penyelesaian
bersama
10. Budaya
- Hasil cipta rasa karsa manusia
- Suatu karakterisik suatu suku
- Tidak selalu tentang adat istiadat, dapat berupa apa yang diciptakan oleh
manusia, dapat bersifat dinamis dan fleksibel
- Tujuh : bahasa, sistem pengetahuan, teknologi, pencaharian hidup, religi,
sistem kekerabatan
- Selalu bersifat baik, anggapan baik tergantung pada kelompok itu sendiri dan
diwariskan dari generasi ke generasi

STEP 2 (Menetapkan permasalahan)


1. Bagaimana pluralitas sosial bisa terjadi?
2. Faktor yang menimbulkan keberagaman budaya?
3. Bagaimana cara bekerja sama ditengah keragaman?
4. Bagaimana dampak pluralisme di Indonesia?
5. Mengapa agama dan budaya selalu dikaitkan dengan konflik radikalisme dan
terorisme?
6. Bagaimana cara menyelesaikan sebuah konflik?
7. Mengapa pendidikan multikultural itu penting?
STEP 3 (Menganalisis masalah)
1. Bagaimana pluralitas sosial bisa terjadi?
2. Faktor yang menimbulkan keberagaman budaya?
- Migrasi penduduk merupakan salah satu faktor, pernikahan antar budaya
- Kondisi geografis suatu wilayah, luar jawa volume berbicara yang tinggi
- Akulturasi = timbulnya budaya baru
- Pendidikan, tingkat pendidikan yang beragam

3. Bagaimana cara bekerja sama ditengah keragaman?


- Kita harus menghormati yang satu dengan yang lain, rasa toleransi pada tiap
individu
- Menerima jika banyak budaya selain kita, tidak membedakan teman
- Toleransi, menghormati antar kelompok dimulai karena itu, akan ada
koordinasi yang positif
- Kita harus menumbuh kembangkan sikap tolerasnsi, menganggap bahwa suatu
perbedaan adalah hal yang wajar, dan menanamkan kepada diri kita rasa
nasionalisme yang besar seperti contohnya adalah bhinneka tunggal ika.
- Menjalin komunikasi yang baik dan efektif
- Memahami dan menerapkan nilai nilai pancasila bahwa meskipun kita berbeda
beda tapi tetap satu jua
- Mencintai budaya kita dahulu setelah itu kita bisa menghargai budaya yang lain
- Kita harus bisa beradaptasi dengan budaya yang lain
- Memiliki pola pikir terbuka seperti mampu menghargaii orang lain dan
berinteraksi dengan tujuan untuk memperlajari sesuatu yang baru dari orang
lain

4. Bagaimana dampak pluralisme di Indonesia?


- Keberagaman budaya
- Bisa menimbulkan konflik
- Fanatisme
- Muncul perbedaan pendapat
- Muncul kubu – kubuan
- Akulturasi budaya yang dapat menciptakan budaya baru
- Jika indonesia kaya akan budaka maka bisa dipromosikan kepada negara lain
- Adanya saling menghargai diantara sesama manusia yang berbeda latar
belakang suku, ras, agama.
- Dengan adanya perbedaan budaya di masyarakat maka dapat memberi ruang
untuk berkembang dan menentukan pilihan cara dan tujuan hidupnya
- Bisa memaksimalkan potensi suku di indonenia yang berdampak baik terhadap
nasional

5. Mengapa agama dan budaya selalu dikaitkan dengan konflik radikalisme dan
terorisme?
- Agama memiliki massa yang sangat banyak, sumber dayanya banyak sehingga
untuk melakukan tindakan terorisme dapat dilakukan dengan mudah
- Agama itu sensitif dan melekat pada diri kita, kaum radikal berpendapat bahwa
penyebabnya salah menafsirkan, bentuk radikal yaitu terorisme
- Fanatisme, adanya kaum mayoritas dan minoritas, kaum mayoritas melakukan
tindak kekerasan kepada kaum minoritas
- Fanatisme juga bisa karena ingin ideologinya diakui terhadap suatu negara
- Agama sebagai media untuk menyalurkan kekuasaan

6. Bagaimana cara menyelesaikan sebuah konflik?


- Harus mengetahui akar masalah dari sebuah konflik
- Setelah mengetahui, dapat dilakukan cara mediasa dengan melakukan jasa
perantara, dapat juga dengan cara kompromi, persetujuan bagaimana cara
menyelesaikan konflik
- Apabila tidak bisa dengan cara halus, bisa dilakukan cara yang tegas

7. Mengapa pendidikan multikultural itu penting?


- Bisa saling menghargai
- Mempelajari berbagai keberagaman, dan menghargai keberagaman
- Menumbuhkan rasa bangga, rasa toleransi, dan rasa peduli kepada sesama
sehingga kesatuan dan keutuhan dapat terjaga
- Mencegah timbulnya aksi radikalisme dan terorisme
- Menanamkan kesadaran dan pemahaman sejak dini, dapat menumbuhkan sikap
tenggang rasa
- Pembelajaran sikap kedewasaan dengan cara saling menghargai, bahan untuk
berkembang akan jadi lebih baik, tau mana yang benar dan salah,
memaksimalkan potensi suku yang ada
- Dapat menumbuhkan rasa kesetaraan dan kesederajatan serta mengajarkan
bagaimana cara bersikap dan bertindak, dapat memahami dan menghargai antar
sesama sehingga tercipta toleransi agar damai dan tentram

Step 4 (Mind mapping)

Bangsa Indonesia Pluralitas

Bhinneka Tunggal lka

Toleransi

Konflik Tentram

Radikalisme Terorisme
Step 5 (Menentukan tujuan pembelajaran)
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas sosial
2. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas sosial
dalam kedokteran gigi
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang
diakibatkan pluralitas sosial
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan
multikulturalisme
6. Mahasiswa mampu memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan terorisme

Step 6 (Belajar Mandiri)

Step 7 (Menarik kesimpulan berdasarkan LO)


1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi dan hakikat pluralitas
sosial
- Pluralitas sosial adalah moral universal kemanusiaan yang tidak diskriminatif dan
juga memandang orang lain dengan rasa hormat, toleran, dan mau bekerja sama.
( Narul Ilmi, 2003 )
- Hakikat dari pluralitas sosial sesungguhnya adalah keterlibatan manusia dalam
kenyataan yang majemuk yang menjadikan hal tersebut menjadi positif
( Tadris, Volume 4, Nomor 2, 2009 )
- Pluralitas adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi antar kelompok yang
menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain
( Harmonical Communication; Dr. Mukti Ali, M.Hum. )

2. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan cara menghargai pluralitas


sosial dalam kedokteran gigi
- Menghargai perbedaan dalam kebersamaan. Masyarakat yang benar-benar
memiliki karekteristik plural benar-benar meyakini bahwa masing-masing pihak
berada dalam posisi yang sama. Mereka meyakini bahwa tidak ada kelompok
masyarakat yang unggul dari kelompok masyarakat lain dalam beberapa hal.
Sebagai warga negara mempunyai hak, kedudukan, kewajiban dan tanggung jawab
yang sama. Perbedaan yang ada bukan dipahami sebagai ancaman terhadap
eksistensi suatu kelompok. Pluralisme menunjukkan kepada wahana untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berkompetensi secara jujur,
terbuka dan adil. Karakteristik ini berkaitan dengan upaya menghilangkan
pendapat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada kelompok ordinate yang
mendominasi kelompok subordinate, kelompok mayoritas merasa lebih unggul
dari kelompok minoritas. Proses memahami, menyadari dan memfasilitasi
perubahan cara pandang kita terhadap dinamika pluralitas masyarakat menjadi
salah satu kunci keberhasilan memelihara dan mengembangkan kerukunan antar
manusia. Setelah itu kita membutuhkan sikap toleransi. Sikap toleransi merupakan
sikap menghargai pendapat dan keyakinan orang lain dari berbagai macam sendi
yang berkaitan dengan permasalahan pluralitas agama, budaya dan pendapat yang
tidak sejalan dengan kita. ( Jurnal POLITIKA, Vol. 5, No.2, Oktober 2014 )
- Sikap yang sehat dalam menghadapi pluralitas adalah:
(1) akomodatif, dalam arti adanya kesediaan menampung berbagai aspirasi dari
berbagai pihak,
(2) selektif, dalam arti memilih kepentingan yang paling bermanfaat (anfa’) dan
masalah (ashlah),
(3) intergratif, dalam menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut secara
proporsional dan,
(4) kooperatif, dalam arti kesediaan untuk hidup bersama dengan siapapun dan mau
bekerja sama yang bersifat keduniaan (mu’amalah) dan bukan bersifat ritual.
( Ali Maschan Moesa [2007: 11] )

3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab dan dampak dari pluralitas sosial


- Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau "plural society", (Nasikun,
1989: 31) bahkan ada yang menyebut "dual society". Kemajemukan masyarakat
Indonesia disebabkan oleh keadaan intern tanah air dan bangsa Indonesia sendiri.
Faktor-faktor penyebab pluralitas masyarakat Indonesia adalah : (1) keadaan
geografis, yang merupakan faktor utama terciptanya pluralitas suku bangsa.
Wilayah Indonesia terdiri dari kurang lebih 3000 mil dari Timur ke Barat dan lebih
dari 1000 mil dari Utara ke Selatan. (2) Indonesia terletak antara samudera
Indonesia dan Samudera Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama
di dalam masyarakat Indonesia. Pengaruh pertama kali yang menyentuh masyarakat
Indonesia berupa pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dari India sejak 400 tahun
sesudah Masehi". Pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen mempengaruhi
kebudayaan Indonesia yang pluralistic (Ichtiyanto, 2005: 47-48). Dampak dari
pluralitas adalah adanya toleransi agama dan kerukunan antar umat beragama.
Sedangkan dampak buruknya adalah rentan terhadap konflik yang ada.

Kemunculan pluralisme dianggap sebagai penawaran yang simpatik karena


menawarkan teologi yang amat toleran bahwa semua agama mengandung
kebenarannya sendiri-sendiri dan sama-sama menyelamatkan. Pluralisme lebih
dapat diterima karena bersifat terbuka dan menerima dengan hangat semua agama
sehingga dirasa jawaban yang paling tepat untuk mengatasi konflik yang sering
terjadi atas nama agama. ( Azzuhri, Muhandis. Jurnal: KONSEP
MULTIKULTURALISME DAN PLURALISME DALAM PENDIDIKAN
AGAMA [Upaya Menguniversalkan Pendidikan Agama dalam Ranah
Keindonesiaan]. 2012. Vol 10 No 1. )

-
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara menyelesaikan konflik yang
diakibatkan pluralitas sosial
- Penangan konflik dengan pendekatan sosiologis budaya justru akan menghasilkan
konsensus yang “langgeng” karena cara ini lebih bersifat persuasi dan edukasi
dengan menekankan pemahaman yang rasional (rational) serta penyadaran
(verstehan). Untuk hal ini dapatlah dilakukan dengan langkah-langkah yang perlu
ditempuh antara lain adalah:

(a). Perlunya “pemetaan masalah”, apa yang menjadi faktor penyebab timbulnya
penolakan dan penerimaan konsep pluralisme. Dalam hal ini pemerintah
bekerjasama dengan berbagai komponen masyarakat dari berbagai suku, agama dan
kelompok masyarakat harus duduk bersama melakukan inventarisasi faktor-faktor
apa saja yang menjadi hambatan atau kendala dalam membangun toleransi terhadap
pluralitas (kebhinekaan) yang telah menjadi keniscayaan bangsa Indonesia .
(b) Perlunya pendidikan Multikulturalisme, perlunya dirumuskan konsep, kurikulum
dan sosialisasi serta internalisasi melalui lembaga pendidikan yang menyangkut
menumbuhkan semangat toleransi pada pluralisme sebagai langkah jangka panjang
untuk mencegah timbulnya konflik/gesekan sosial, budaya dan agama yang
kemudian berkembang dalam dimensi politik yang dapat mengancam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
(c) Pendidikan Hak Asasi Manusia, hak asasi manusia sebagai hak dasar setiap
warganegara yang dikembangkan harus beriringan dengan Kewajiban Asasi
Manusia. Hak asasi manusia yang selalu berdasar kepada pembelaan sebagai
menifestasi kebebasan manusia dalam berekspresi harus seimbang dengan
kewajiban asasi manusia agar mampu mencegah cara pandang kebebasan yang boleh
berbuat semena-mena dengan mengatasnamakan kebebasan berkreasi, yang
implementasinya menabrak batas-batas etika-moral yang telah hidup (menjadi
pegangan) di tengah masyarakat.
(d) Membangun strategi kebudayaan yang berbasis keIndonesiaan, artinya
perumusan strategi kebudayaan yang dilakukan oleh tokoh kebudayaan
(cendikiawan, budayaan, agamawan) dengan semangat pluralisme itu harus
didasarkan kondisi obyektif masyarakat Indonesia yangsosialistis religius bukan
liberalis sekulerisme.
(e) Penegakkan Hukum dan Keteladanan pemimpin, untuk menghindari sikap
anarkis dalam menuntut dan menggugat persoalan yang berkaitan penolakan atas
perbedaan karena dianggap menyinggung/menghina/menyimpang atas suatu
keyakinan atau nilai oleh kelompok lainnya, maka penegakkan hukum (law
enforcement) harus benar-benar dilaksanakan baik menyangkut si pelanggar hukum
maupun yang menggugat dengan cara-cara penyelesaian dengan kekerasan.
Keteladanan Pemimpin, hanya pemimpin bagai matahari akan di dengar–disegani
bahkan diteladani. ( JURNAL ILMU HUKUM, VOL 4 NO 2, SEPTEMBER 2011 )

5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya Pendidikan


multikulturalisme
- Pendidikan multikulturalisme merupakan proses pengembangan sikap dan tata
laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara – cara mendidik
yang menghargau pluralitas dan heterogenitas secara humanistik.
( Jurnal Pendidikan, Sosiologi, Antropologi Vol. 2 No. 1, maret 2018 )
- Kehidupan masyarakat di Indonesia sangat beragam dengan multikultur, berupa
ras, etnisitas, agama dan adat isitadat dalam suatu modal pembangunan bangsa.
Tetapi juga sekaligus suatu tantangan tersendiri dalam usaha untuk mengelola
serta menjadi ancaman karena keberagaman menjadi ‘bom waktu’ yang sewaktu –
waktu akan meledak akibat adanya gesekan, pertentangan, bahkan muncul berupa
konflik yang menjurus pada proses pertumpahan darah bahkan usaha penghilangan
nyawa manusia.

Dengan memasuki suatu jenjang pendidikan akan membantu seorang manusia atau
rakyat Indonesia dalam menyikapi multikuluralisme karena mereka akan
bersosialisasi dengan manusia dari berbagai tempat sehingga budaya mereka akan
dibawa ketempat manusia lain. ( Jurnal Pendidikan dan Belajar SD, Vol.1, No. 1,
Juli 2017 )

6. Mahasiswa mampu memahami dan menyikapi masalah radikalisme dan


terorisme
A. Radikalisme dan Terorisme
Radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme. Radikalisme
merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat
revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis
lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Ada beberapa ciri yang
bisa dikenali dari sikap dan paham radikal. 1) intoleran (tidak mau menghargai
pendapat &keyakinan orang lain), 2) fanatik (selalu merasa benar sendiri;
menganggap orang lain salah), 3) eksklusif (membedakan diri dari umat Islam
umumnya) dan 4) revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan
untuk mencapai tujuan).
Memiliki sikap dan pemahaman radikal saja tidak mesti menjadikan
seseorang terjerumus dalam paham dan aksi terorisme. Ada faktor lain yang
memotivasi seseorang bergabung dalam jaringan terorisme. Motivasi tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Faktor domestik, yakni kondisi
dalam negeri yang semisal kemiskinan, ketidakadilan atau merasa Kecewa
dengan pemerintah. Kedua, faktor internasional, yakni pengaruh lingkungan luar
negeri yang memberikan daya dorong tumbuhnya sentiment keagamaan seperti
ketidakadilan global, politik luar negeri yg arogan, dan imperialisme modern
negara adidaya. Ketiga, faktor kultural yang sangat terkait dengan pemahaman
keagamaan yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal
(harfiyah). Sikap dan pemahaman yang radikal dan dimotivasi oleh berbagai
faktor di atas seringkalimenjadikan seseorang memilih untuk bergabung dalam
aksi dan jaringan terorisme.
Lalu apa itu terorisme? Banyak ragam pengertian dalam mendefinisikan
terorisme. Dari beragam definisi baik oleh para pakar dan ilmuwan maupun
yang dijadikan dasar oleh suatu negara, setidaknya memuat tiga hal: pertama,
metode, yakni menggunakan kekerasan; kedua, target, yakni korban warga sipil
secara acak, dan ketiga tujuan, yakni untuk menebar rasa takut dan untuk
kepentingan perubahan sosial politik. Karena itulah, definisi yang dijadikan
dasar oleh negara Indonesiadalam melihat terorisme pun tidak dilepaskan dari
tiga komponen tersebut.

Dalam UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Terorisme disebutkan : Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan situasi teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal,dengan cara merampas harta benda orang lain, atau mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-oyek vital strategis atau lingkungan
hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
B. Radikalisme di Indonesia
Menurut data hasil penelitian indeks kerentanan radikalisme di Indonesia
pada tahun 2011 yang dirilis oleh Birru, L. (2011) di Media Center pada 15
Oktober adalah 43,6. Indeks radikalisme ini diperoleh dari hasil penelitian
kerentanan radikalisme terhadap 33 provinsi dengan jumlah responden sebanyak
4.840.
Sampai kapan konflik akan terus terjadi di Indonesia? Potensi konflik
antar elemen masyarakat di Indonesia masih akan cukup tinggi pada lima hingga
sepuluh tahun mendatang (Kompas, Jumat 10 Februari 2012). Selain karena
kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya sejahtera, situasi ini juga terjadi
karena demokrasi di negeri ini masih belum matang.
Radikalisme hampir selalu disebabkan oleh faktor eksternal dan internal
yang terjadi secara simultan sebagai faktor penentu terciptanya proses
radikalisasi. Sedangkan fanatisme hampir selalu merupakan proses internal
terciptanya keyakinan di dalam hati yang bahkan tidak terlalu membutuhkan
rangsangan dari eksternal. Aksi-aksi radikalisme muncul karena disebabkan
oleh adanya sikap tidak menerima perbedaan. Perbedaan yang muncul di
masyarakat dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap eksistensi kaum radikal.
C. Cara menyikapi Radikalisme dan Terorisme
Dari sudut perspektif kewarganegaraan, maka radikalisme merupakan
masalah bagi demokrasi karena radikalisme bertolak belakang dengan nlai-nilai
demokrasi. Setiap negara demokrasi dapat dipastikan adalah negara hukum
sehingga radikalisme dan terorisme sebenarnya juga merupakan masalah serius
dalam negara hukum. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi sangat besar
peranannya membentuk karakter masyarakat baru yang diharapkan setelah
reformasi. Masyarakat baru itu terbentuk melalui proses perubahan sikap
individu warga negara yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan rasa
hormat serta tanggung jawab yang juga ditandai oleh hal-hal berikut: (Sri
Wuryan dan Syaifullah: 2009).
1. Menjunjung tinggi harkat, derajat dan martabat manusia sebagai sesama
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa
2. Mendahulukan kepentingan bersama tanpa mengabaikan kepentingan pribadi
atau golongan
3. Menghargai pendapat orang dan tidak memaksakan pendapat kepada pihak atau
orang lain
4. Menyelesaikan masalah secara musyawarah untuk mencapai kata mufakat, yang
diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Menjunjung tinggi supremasi hukum dengan cara menaati norma hukum dan
norma lainnya secara bertanggungjawab.
6. Melaksanakan prinsip kebebasan disertai dengan tanggung jawab sosial
kemasyarakatan
7. Mengutamakan persatuan dan kesatuan atau integrasi nasional
8. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang diskriminatif atas dasar agama, ras,
keturunan, jenis kelamin, status sosial, golongan politik.
9. Melaksanakan fungsi peran kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan
secara kritis dan objektif
Berhubung terorisme sangat berkaitan dengan pola pikir dan bertindak,
maka bagaimana seharusnya berpikir yang berorientasi Pancasila dan
bagaimana seharusnya hidup bersama sebagai masyarakat yang menjunjung
tinggi nilai religiusitas, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan
dipahami dan dihayati. Tanpa hal tersebut maka ketrampilan dalam hidup
berbangsa dan bernegara akan jatuh pada semangat yang bertentangan dengan
pola berpikir dan nilai-nilai Pancasila, seperti pola pikir yang sempit,picik,
negatif, kurang menerima keberadaan pihak lain, egosentris, eksklusif,
memaksakan kehendak, dan main hakim sendiri.
Romo Franz Magnis-Suseno (2015) pernah mengatakan bahwa rasa
kebangsaan hanya akan dapat pertahankan kalau satu syarat dipenuhi yaitu
adanya kesediaan saling menerima dan saling mengakui dalam kekhasan
masing-masing. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kesediaan untuk saling
menerima dalam perbedaan itulah merupakan komitmen inti bangsa Indonesia
dalam Pancasila (Kompas, 5 Juni 2015:-6).
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri, ialah perbuatan dan tindakan
seseorang atau kelompok dalam masyarakat kerapkali ditentukan oleh emosi
(perasaan). Di dalam emosi itu acapkali tersembunyi rasa ketakutan yang
membuat manusia tidak memperhitungkan atau tidak mengkalkulasi
konsekuensi dari apa yang diperbuatnya. (Notohamidjojo,2011:239). Lain dari
pada itu menghadapi perubahan dan dinamika masyarakat hendaknya seseorang
bersikap rasionil dan menjauhkan sikap emosionil yaitu attitude yang terbawa
emosi.
Untuk mencegah terjadinya radikalisme pertama-tama yang harus
dilakukan ialah seseorang wajib berusaha tidak terseret oleh pernyataan-
pernyataan yang menyesatkan. Sikap demikian harus mendasari seseorang
dalam beberapa hal seperti membaca surat kabar, berdiskusi, mendengarkan
pidato, atau mendengarkan dan melihat radio serta televisi
(Notohamidjojo,2011:239). Lebih lanjut Notohamidjojo (2011) mengingatkan
bahwa menghadapi peristiwa-peristiwa di masyarakat perlu melakukan refleksi,
berpikir dengan tenang dan secara rasionil agar tidak menjadi korban dari
pernyataan-pernyataan yang dapat merugikan.
( Jurnal RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA DARI MASA
KE MASA [Tinjauan dari Perspektif Kewarganegaraan] oleh Yosaphat Haris
Nusarastriya Vol 4, No 2 tahun 2017 )
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Pluralitas adalah suatu pandangan hidup yang mengakui dan menerima keberagaman
yang ada di masyarakat. Pluralitas tersebut mengakui adanya suatu hal yang tidak sama.
Perbedaan pluralitas dan pluralisme adalah pluralitas lebih mengarah pada sifat
keanekaragaman, sedangkan pluralisme merupakan paham mengenai adanya kemajemukan.
Masyarakat yang benar-benar memiliki karakteristik plural benar-benar meyakini
bahwa masing-masing pihak berada dalam posisi yang sama. Sebagai warga negara
mempunyai hak, kedudukan, kewajiban dan tanggung jawab yang sama. Pluralisme
menunjukkan kepada wahana untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
berkompetensi secara jujur, terbuka dan adil.
Faktor utama terciptanya pluralitas suku bangsa adalah keadaan geografis. Wilayah
Indonesia terdiri dari kurang lebih 3000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1000 mil dari
Utara ke Selatan, Indonesia terletak antara samudera Indonesia dan Samudera Pasifik, sangat
mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
Pemecahan konflik dan pencegahan konflik harus bersifat holistik, sistemik yakni;
dengan memberdayakan peran nilai universalitas agama, konsep kekerabatan budaya
tradisonal, pemberdayaan sosial, ekonomi dan pendidikan umat. Agama dan perlunya
keteladanan para pemimpin. Peran pemerintah, institusi masyarakat, tokoh masyarakat
seharusnya terus menerus melakukan dialog serta merumuskan konsep pluralisme yang
mampu mengantisipasi terhadap perkembangan masyarakat yang semakin modern dengan
tetap berakar dari jati diri bangsa yang telah teruji melalui pelaksanaan pluralisme yang non
asimilasi.
Pendidikan multikultural merupakan suatu hal yang penting karena dapat menjadi
cerdas dalam menghadapi masalah budaya pluralitas, membangun kita untuk bersikap
demokratis, untuk memahami diri secara mendalam, mengurangi tingkat diskriminasi
mewujudkan bangsa yang kuat sehingga tercipta kesejahteraan. Radikalisme dan terorisme
adalah hal yang bertolak belakang dengan nilai demokrasi. Menyikapi masalah radikalisme
dan terorisme adalah dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama manusia,
mendahulukan kepentingan bersama dan orang lain, menyelesaikan masalah secara mufakat,
menjunjung tinggi supremasi hukum, mengutamakan kesatuan dan persatuan.
DAFTAR PUSTAKA
Pius A. P, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arkola, 1994), Cet. Ke-1,
H.604
Mabadiul Chomsah, Pluralism Dalam Perspektif Islam
ADDIN, Vol. 7, No. 1, Februari 2013
Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015
BAHASA, ETNISITAS DAN POTENSINYA TERHADAP KONFLIK ETNIS,
Berlin Sibarani
KONFLIK, KONSEP TEORI DAN PERMASALAHAN OLEH: ANDRI
WAHYUDI
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 354.
Jurnal Keamanan Nasional Vol. III, No. 2, November 2017
Tadris, Volume 4, Nomor 2, 2009
Harmonical Communication; Dr. Mukti Ali, M.Hum.
Jurnal POLITIKA, Vol. 5, No.2, Oktober 2014
Ali Maschan Moesa [2007: 11]
Azzuhri, Muhandis. Jurnal: KONSEP MULTIKULTURALISME DAN
PLURALISME DALAM PENDIDIKAN AGAMA [Upaya Menguniversalkan Pendidikan
Agama dalam Ranah Keindonesiaan]. 2012. Vol 10 No 1.
JURNAL ILMU HUKUM, VOL 4 NO 2, SEPTEMBER 2011
Jurnal Pendidikan, Sosiologi, Antropologi Vol. 2 No. 1, maret 2018
Jurnal Pendidikan dan Belajar SD, Vol.1, No. 1, Juli 2017
Jurnal RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA DARI MASA KE
MASA [Tinjauan dari Perspektif Kewarganegaraan] oleh Yosaphat Haris Nusarastriya Vol
4, No 2 tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai