Anda di halaman 1dari 21

PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN DAN PENGARUHNYA

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Disusun Oleh :
Kelompok 10
Anggi Nur’aini Ikawati F1319005
Moyra Falla Fauzia F1319037
Zuldha Aulan Karima F1319069

S1 AKUNTANSI TRANSFER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

1
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 4
2. PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 5
2.1 Penciptaan Nilai ............................................................................................................... 5
2.2 Kinerja Tindakan Pasar .................................................................................................... 5
2.3 Pengukuran Akuntansi Kinerja ........................................................................................ 6
2.4 Investasi dan Operasi Myopia ........................................................................................ 10
2.5 Ukuran Kinerja Return On Investment (ROI) ................................................................ 12
2.6 Pengukuran Laba Residual Sebagai Solusi Yang Tepat Untuk Masalah Pegukuran ROI
13
2.7 Studi Kasus Implikasi Perilaku dari Pilihan Kebijakan Akuntansi Depresiasi Perusahaan
Penerbangan .............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 21

2
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan utama organisasi berorientasi laba adalah memaksimalkan nilai
pemegang saham atau nilai perusahaan dalam jangka pendek. Pengendalian hasil yang
ideal akan memberikan imbalan imbalan bagi karyawan terhadap kontribusi mereka
pada nilai perusahaan. Perusahaan harus mencari pengukuran yang mewakili tujuan
akhir dan mengambil jalan alternatif pengendalian hasil, baik untuk
mendorong perilaku yang diinginkan ketika proksi menimbulkan kesenjangan
maupun mengurangi konsekuensi yang tidak diinginkan yang mungkin timbul
akibat mengandalkan proksi.

Ringkasan pengukuran merefleksikan kumpulan/pengaruh bottom-line dari


berbagai area kinerja yang terdiri dari beberapa kategori pengukuran, yaitu :

1. Kategori pertama dari ringkasan pengaturan yang berisi pengukuran pasar


yang menggambarkan perubahan harga saham atau return pemegang saham.
2. Kategori kedua berisi pengukuran akuntansi yang didefinisikan baik dalam
istilah residual (seperti pendapatan bersih setelah pajak, laba operasi, laba
residu, atau tambahan nilai ekonomis) maupun rasio seperti ROI, ROE, atau
RONA.
3. Kategori ketiga terdiri dari kombinasi pengukuran. Kombinasi ini
dapat melibatkan penggunaan baik tipe ringkasan ukuran maupun
keduanya, ditambah beberapa pengukuran keuangan yang terpisah dan atau
pengukuran nonkeuangan.

Sebagian besar organisasi mendasarkan tingkat manajerial tinggi mereka pada


pengendalian hasil untuk menaikkan tingkat ringkasan pengukuran akuntansi pada
kinerja. Penggunaan pengukuran kinerja akuntansi sebagai proksi untuk perubahan pada
nilai perusahaan menciptakan beberapa masalah pengendalian yang signifikan.

3
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, didapat rumusan masalah
sebagai berikut:

a. Bagaimanakah yang dimaksud Penciptaan Nilai?


b. Apakah yang dimaksud Kinerja Tindakan Pasar?
c. Apa definisi Pengukuran Akuntansi Kinerja?
d. Apa yang dimaksud Investasi dan Operasi Myopia?
e. Bagaimanakah yang dimaksud Ukuran Kinerja Return On Investment (ROI)?
f. Bagaimanakah pengukuran laba residual sebagai solusi yang tepat untuk masalah
pengukuran ROI?
g. Bagaimanakah solusi dari kasus Implikasi Perilaku dari Pilihan Kebijakan
Akuntansi Depresiasi Perusahaan Penerbangan?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penciptaan nilai
b. Mengetahui definisi Kinerja Tindakan Pasar
c. Memahami definisi Pengukuran Akuntansi Kinerja
d. Mampu memahami mengenai Investasi dan Operasi Myopia
e. Memahami Ukuran Kinerja Return On Investment (ROI)
f. Mampu mengerti pengukuran laba residual sebagai solusi yang tepat untuk
masalah pengukuran ROI
g. Mampu memberikan solusi dan tanggapan atas kasus Implikasi Perilaku dari
Pilihan Kebijakan Akuntansi Depresiasi Perusahaan Penerbangan

4
2. PEMBAHASAN

2.1 Penciptaan Nilai


Nilai dari aset ekonomis dapat dihitung pada waktu tertentu dengan
mendiskontokan aliran kas masa depan yang diharap akan dihasilkan oleh perusahaan
berdasarkan nilai waktu dari uang dan risiko. Karyawan dapat meningkatkan nilai
dengan meningkatkan ukuran dari aliran kas masa depan perusahaan, dengan
mempercepat waktu dari aliran kas atau dengan membuat mereka lebih pasti atau tidak
terlalu berisiko.

Perubahan nilai perusahaan pada periode yang pasti disebut dengan


laba ekonomi. Memaksimalkan laba ekonomi merupakan cara alternatif untuk menyebut
dasar tujuan keuangan perusahaan yang berupaya untuk memaksimalkan nilai. Laba
ekonomi merupakan bentuk yang berbeda dari laba akuntansi, dan perbedaannya
tersebut memiliki implikasi pengendalian manajemen yang penting.

2.2 Kinerja Tindakan Pasar


Salah satu cara untuk mengukur perubahan nilai adalah dengan menggunakan
pengukuran pasar dari kinerja yang didasarkan pada perubahan nilai pasar atau
perusahaan. Nilai yang diciptakan dapat diukur secara langsung pada periode tertentu
sebagai jumlah dari pembayaran dividen untuk pemegang saham pada
periode pengukuran yang ditambah atau dikurangi dengan perubahan pada nilai pasar
saham.

Untuk perusahaan publik yang sahamnya dijual secara aktif pada


aktivitas perdagangan dan pasar modal, nilai pasar dari perusahaan biasanya dilihat
sebagai pengukuran yang paling mendekati pengukuran yang tidak sempurna
dari nilai intrinsik sesungguhnya dari sebuah perusahaan. Pengukuran pasar
memiliki daya tarik yang kuat karena secara relative memberikan indikasi
langsung terhadap perubahan nilai perusahaan. Jika perubahan nilai pasar diukur oleh
harga transaksi sekarang yang secara aktif diperdagangkan, pasar yang efisien,
pengukuran pasar juga memiliki kelebihan lain. Untuk perusahaan dagang publik, nilai

5
pasar tersedia dalam dasar yang tepat waktu. Namun, pengukuran pasar memiliki
beberapa keterbatasan, diantaranya :

 Pengukuran pasar terkendala masalah pengendalian, dimana pengukuran pasar


dapat dipengaruhi secara signifikan oleh beberapa manajer puncak
dalam organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat keputusan yang
penting.
 Nilai pasar tidak selalu menggambarkan kinerja yang sesungguhnya, meskipun
nilai hanya mewakili ekspektasi, dan hal ini dapat berisiko untuk insentif dasar
yang diperkirakan karena perkiraan tersebut mungkin bukan yang
sesungguhnya.
 Pengukuran kinerja pasar berpotensi gagal mencapai kesesuaian, dimana
pasartidak selalu memberikan informasi yang baik mengenai rencana
perusahaan danprospeknya, baik itu aliran kas masa depan maupun risikonya

2.3 Pengukuran Akuntansi Kinerja


Secara tradisional, sebagian besar organisasi telah berdasarkan evaluasi manajer
mereka dan manfaat berat pada standar berbasis akuntansi, pengukuran ringkasan
keuangan. Berdasarkan akuntansi, ringkasan atau pengukuran kinerja bottom-line terbagi
dalam dua bentuk dasar: pengukuran residual(atau pengukuran akuntansi laba), seperti
pendapatan bersih, laba operasi, pendapatan sebelum pajak, depresiasi, dan amortisasi
(EBITDA), laba residual, atau pengukuran rasio (pengukuran return akuntansi), seperti
Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Return on Net Assets (RONA),
atau Risk Adjusted Return On Capital (RAROC). Pengukuran ini biasanya berasal dari
aturan yang ditetapkan dengan standar untuk tujuan pelaporan keuangan.

Ringkasan pengukuran berbasis akuntansi memiliki beberapa keunggulan.


Keuntungan tersebut antara lain memuaskan berbagai kriteria pengukuran. Pertama,laba
akuntansi dan return dapat diukur tepat waktu (dalam periode yang pendek) relatif
dengan tepat dan objektif. Aturan akuntansi untuk menetapkan arus kas masuk dan arus
kas keluar bahkan dengan periode pengukuran yang sangat singkat telah
ditetapkan dan dijelaskan secara rinci oleh pembuat aturan akuntansi seperti

6
International Accounting Standard Board (IASB) atau US Financial Accounting
Standard Boards (FASB). Oleh sebab itu sangat mungkin untuk mengukur laba
akuntansi pada periode jangka pendek , misalnya sebulan, dengan presisi yang cukup.
Presisi bersumber dari keberadaan aturan akuntansi sehingga orang yang berbeda
ditugaskan untuk mengukur laba dari sebuah entitas pada periode waktu tertentu akan
mencapai hasil dalam jumlah yang kisarannya sama. Lebih lanjut, auditor independen
menyediakan pengujian objektif dari perhitungan akuntansi. Objektivitas merupakan hal
yang sangat penting ketika insentif dihubungkan dengan pengukuran karena hal itu
mengeliminasi atau paling tidak mengurangi dengan tajam potensi argument mengenai
metode pengukuran.

Kedua, apabila dibandingkan dengan kuantitas lain yang dapat diukur secara tepat
dan objektif berdasarkan dasar ketepatan waktu, seperti aliran kas, pengiriman, atau
penjualan, pengukuran akuntansi paling tidak secara konseptual sesuai dengan tujuan
organisasi untuk memaksimalkan laba. Dalam hal ini, laba akuntansi menyediakan
keunggulan melebihi aliran kas karena akuntansi berbasis akrual didesain untu
menyediakan kesesuaian yang lebih baik dari aliran kas masuk dan keluar sepanjang
waktu.

Ketiga, pengukuran akuntansi biaya biasanya dapat dikendalikan secara penuh


oleh manajer yang kinerjanya sedang dievaluasi. Pengukuran dapat disesuaikan dengan
keterbatasan otoritas pada beberapa level manajer, mulai dari CEO hingga turun sampai
manajer level rendah. Seperti entitas manajer yang biasanya bertanggung jawab untuk
sedikit item laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan yang dapat mereka
kendalikan dibandingkan dengan manajer yang memiliki lebih banyak otoritas lebih
tinggi pada hierarki keorganisasian. Oleh karena itu, kinerja laba dari entitas dalam
organisasi hamper dipastikan lebih terkendali oleh entitas manajer bila dibandingkan
dengan perubahan dalam seluruh harga saham perusahaan. Laba akuntansi juga tidak
sama sekali dipengaruhi beberapa factor yang tidak dapat dikendalikan seperti yang
didiskusikan sebelumnya bahwa memengaruhi harga saham.

Keempat, pengukuran akuntansi harus dimengerti. Akuntansi adalah program


standar dalam setiap sekolah bisnis, dan manajer telah sangat mengenal dengan apa yang

7
dihasilkan oleh pengukuran serta bagaimana mereka dapat terpengaruh. Jadi,
pengukuran kinerja akuntansi bukan sebuah hal yang mahal. Perusahaan harus
mengukur dan melaporkan hasil keuangan untuk pengguna di luar, terutama pemegang
saham dan kreditur.

Pada beberapa jenis perusahaan, pengukuran laba akuntansi pada dasarnya tidak
berarti.Sebuah contoh yang baik adalah perusahaan start-up. Perusahaan-perusahaan ini
hampir pasti melaporkan kerugian akuntansi awal yang signifikan dalam siklus hidup
mereka. Dalam kasus ini, yang meliputi hampir semua perusahaan start-up, manajer
seharusnya tidak memberikan perhatian yang besar pada laba akuntansi (atau kerugian)
jangka pendek karena perlu untuk berfokus pada pengurangan tingkat kesesuaian dalam
jangka panjang antara pendapatan dan nilai perusahaan.

Secara umum, kesesuaian pengukuran atau korelasi antara laba akuntansi dan
nilai perusahaan, meningkat sejalan degan lamanya periode pengukuran. Ketika
pendapatan ekonomi berubah, perubahan sering merefleksikan hanya beberapa waktu
sesudah pengukuran laba. Seberapa banyak perubahan nantinya tergantung pada apa
yang menyebabkan perubahan pendapatan ekonomi dan apa jenis aturan pengukuran
akuntansi yang digunakan.

Ada berbagai alasan mengapa pengukuran laba akuntansi gagal untuk


merefleksikan pendapatan ekonomi secara sempurna. Banyak hal yang mempengaruhi
laba akuntansi tetapi bukan pendapatan ekonomi, dan sebaliknya. Pertama, sistem
akuntansi adalah system yang berorientasi pada transaksi. Laba akuntansi terutama
penjumlahan dari pengaruh transaksinya yang terjadi selama periode tertentu. Sebagian
besar perubahan nilai yang tidak mengakibatkan transaksi tidak diakui dalam
pendapatan.

Kedua, laba akuntansi sangat tergantung pada pemilihan metode pengukuran.


Beberapa metode pengukuran sering tersedia untuk peristiwa ekonomi yang sama.
Pilihan akuntansi penyusutan (garis lurus vs saldo menurun ganda) merupakan salah
satu contoh.

8
Ketiga, laba akuntansi berasal dari aturan pengukuran yang bias konservatif.
Aturan akuntansi memerlukan pengakuan lambat keuntungan dan pendapatan tapi cepat
pengakuan beban dan losses. Misalnya, aturan akuntansi menentukan kriteria yang ketat
yang harus dipenuhi sebelum pendapatan (dan laba yang terkait) dapat diakui, dan
pengeluaran untuk aset tidak berwujud umumnya dibebankan segera.

Keempat, perhitungan laba mengabaikan beberapa nilai-nilai ekonomi dan


perubahan nilai yang dirasa tidak dapat diukur secara akurat dan objektif. Investasi
utama kategori aset tidak berwujud perusahaan, seperti penelitian langsung, sumber daya
manusia, sistem informasi, dan goodwill pelanggan, dibebankan segera. Jenis aset tidak
muncul dineraca.

Kelima, keuntungan mengabaikan biaya investasi modal kerja. Manajer kadang-


kadang meningkatkan penjualan dan keuntungan mereka dengan membuat investasi
yang buruk dalam persediaan tambahan, biaya yang tidak muncul pada laporan laba
rugi.

Keenam, laba mencerminkan biaya modal yang dipinjam, tetapi mengabaikan


biaya modal ekuitas. Perusahaan memperoleh pendapatan riil hanya ketika
pengembalian modal lebih besar daripada biaya yang modal, dan mengabaikan biaya
melebih-lebihkan modal perbedaan antara return dan biaya (yaitu, laba). Kelalaian ini
serius karena modal biasanya lebih mahal daripada pinjaman modal.

Ketujuh, laba akuntansi mengabaikan risiko dan perubahan risiko. Perusahaan,


atau entitas dalam perusahaan, yang belum mengubah pola atau waktu arus kas masa
depan yang diharapkan mereka, tetapi telah membuat arus kas lebih pasti (kurang
berisiko) telah meningkatkan nilai ekonomi mereka,dan sebaliknya. Nilai ini perubahan
tidak tercermin dalam laba akuntansi.

Berbagai alasan mengapa laba akuntansi dan pendapatan ekonomi berbeda telah
menyebabkan beberapa kritikus untuk membuat pernyataan yang kuat terhadap
penggunaan kinerja akuntansi langkah-langkah. Kebanyakan manajer, bagaimanapun,
telah menemukan bahwa keuntungan dari pengukuran akuntansi melebihi keterbatasan
mereka, dan mereka terus menggunakannya. Tapi mereka harus sadar yang memotivasi

9
manajer untuk memaksimalkan dan menghasilkan laba akuntansi atau pendapatan
akuntansi, daripada pendapatan ekonomi, dapat menciptakan sejumlah masalah
perpindahan perilaku. Miopia mungkin yang paling berpotensi merusak. Manajer yang
fokus pada akuntansi keuntungan atau return diukur dalam jangka pendek cenderung
sangat peduli dengan peningkatan (atau mempertahankan) bulanan, kuartalan, atau
tahunan keuntungan. Singkatnya, kemudian, kegagalan utama ukuran akuntansi kinerja
adalah dalam hal dari kriteria kesesuaian untuk evaluasi. Tindakan Akuntansi tidak
mencerminkan baik perubahan nilai ekonomi entitas, khususnya dijendela pengukuran
lebih pendek.

2.4 Investasi dan Operasi Myopia


Pengukuran kinerja akuntansi dapat menyebabkan manajer untuk bertindak secara
myopia baik dalam membuat keputusan investasi maupun operasi. Manajer yang terus
memerhatikan tanggung jawab pada laba jangka pendek atau return mungkin
menyebabkan manajer mengurangi atau menunda investasi yang menjanjikan
pembayaran pada periode pengukuran di masa depan walaupun ketika investasi ini
memiliki NPV (net present value) positif dan sesui dengan kriteria lain untuk
membuatnya berharga. Ini adalah myopia investasi.

Myopia investasi dapat bersumber langsung dari dua masalah dalam pengukuran
akuntansi seperti yang dijelaskan diatas : bias konservatif mereka dan ketidakpedulian
terhadap asset tidak berwujud dengan pembayaran masa depan yang utama. Aturan
akuntansi tidak memperbolehkan perusahaan untuk mengenali keuntungan mereka
sampai mereke menyadarinya, hal ini terjadi sampai aktivitas mengjasilkan- pendapatan
penting (Seperti penjualan) telah terjadi dan pendapatan dapat diukur dari tujuan dengan
cara beragam. Pada sisi lain, aturan dibutuhkan perusahan untuk mulai mengenali biaya
ketika investasi dibuat. Laba yang berada dibawah perkiraan pada periode pengukuran
awal diperbesar karena aturan akuntansi sengaja dibuat konservatif. Proyek dengan
return yang tidak pasti dan nilai likuiditas yang sedikit seperti proyek penelitian dan
pengembangan serta pelatihan karyawan seharusnya dibebankan selama periode yang
umumnya lebih pendek daripada saat ketika return disadari.

10
Pengaruh motivasi dari aturan pengukuran yang salah merugikan karena manajer
yang termotivasi untuk menghasilkan laba akuntansi atau return tidak dapat membuat
investasi yang bernilai(dalam jangka pendek). Dengan tidak membuat investasi yang
bermanfaat, manajer mengurangi beban pada periode berjalan dan tidak mengalami
kehilangan pendapatan sampai periode mendatang. Bahkan lebih buruk lagi, pencarian
keuntungan dan pendapatan jangka pendek kadang-kadang mendorong manajer untuk
melakukan praktik manajemen laba yang manipulatif, seperti tidak membukukan dengan
segera "biaya operasional", melainkan menekankan ke masa depan sebagai "investasi
modal”.

Manajer juga dapat meningkatkan keuntungan periode berjalan dan return dengan
merusak goodwill yang telah dibangun dengan pelanggan, pemasok, karyawan, dan atau
masyarakat pada umumnya. Mereka dapat memaksa karyawan untuk bekerja lembur
yang berlebihan pada akhir periode pengukuran untuk menyelesaikan produksi sehingga
produk dapat dikirimkan dan pendapatan dan laba dapat dilaporkan. Tetapi jika produk
berkualitas lebih rendah, kepuasan pelanggan (dan penjualan masa depan) dapat
berkurang, biaya perbaikan lapangan atau hasil pelanggan bisa meningkat, dan beberapa
karyawan mungkin kehilangan motivasi dan ingin keluar dari pekerjaan. Trik lain yang
umum yang dikenal adalah channel stuffing (praktik bisnis ketika sebuah perusahaan
mengembangkan angka penjualan dengan memaksa lebih banyak produk melalui
saluran distribusi sehingga mampu dijual keseluruh pelosok dunia) yang melibatkan
dorongan penjualan jangka pendek dengan menjangkau harga yang murah pada
distributor, mendorong mereka untuk membebani hal yang berpotensi untuk merusak
penjualan berikutnya. Contoh dari myopia operasi seringkali disebut sebagai “shipping
bricks and other tricks”

Myopia investasi hanya terjadi dalam bisnis investasi di mana sedang dilakukan
di masa mendatang, tapi myopia operasi adalah masalah potensial untuk semua bisnis,
bahkan mereka dengan, horison operasi tampaknya, hanya singkat. Setiap bisnis dapat
memperlakukan pelanggan secara insensitive, misalnya dengan menolak untuk
mengembalikan uang ketika produk yang dijual tidak memenuhi harapan. Tindakan

11
seperti itu, bagaimanapun, akan merugikan kinerja masa depan jika pelanggan
mengalihkan bisnis mereka ke produk pesaing.

2.5 Ukuran Kinerja Return On Investment (ROI)


ROI merupakan rasio dari laba akuntansi yang dihasilkan oleh divisi dibagi
dengan investasi yang ada dalam divisi. Perusahaan yang terbagi menjadi divisi-divisi
biasanya menggunakan beberapa bentuk dari berbagai kemungkinan pengukuran ROI
untuk mengevaluasi kinerja divisi. ROI juga bermanfaat untuk
menghubungkan kinerja pada berbagai tingkat organisasi.
Bentuk sesungguhnya dari tipe rasio ROI yakni bahwa
perusahaanmenggunakannya secara luas. Bentuk yang paling sering digunakan adalah
ROI, ROE, ROCE, RONA. Pada rasio-rasio ini baik pembilang maupun penyebut dapat
mencakup seluruh atau hanya sub bagian dari item yang merefleksikan laporan
keuangan perusahaan.
Tipe pengukuran ROI digunakan secara luas karena memberikan beberapa
keunggulan yang signifikan, diantaranya :
 ROI menyediakan sebuah pengukuran yang komprehensif yang
menggambarkan tradeoff yang harus dibuat antara pendapatan, biaya, dan
investasi.
 ROI memberikan bilangan pembagi yang dapat digunakan untuk
membandingkan return pada bisnis yang berbeda.
 Pengukuran ROI telah digunakan selama ini pada berbagai tempat, dan hampir
semua manajer memahami apa yang digambarkan oleh pengukuran dan
bagaimana mereka dapat terpengaruhi
Masalah yang Disebabkan oleh Tipe Pengukuran ROI
Ketergantungan penuh pada pengukuran ROI dalam sistem pengendalian hasil
dapat menyebabkan beberapa masalah. Salah satu masalah terkait dengan pembilang
dalam pengukuran ROI, yaitu mengenai laba akuntansi. ROI memiliki keterbatasan
pengukuran laba, seperti kecenderungan untuk menghasilkan myopia manajemen.
Keterbatasan lainnya adalah tendensi pengukuran yang menyebabkan
suboptimalisasi. Suboptimalisasi adalah posisi dimana mendorong manajer untuk

12
membuat investasi yang membuat divisi mereka terlihat baik meskipun investasi tidak
sesuai dengan kepentingan terbaik perusahaan. Keterbatasan yang lain adalah timbulnya
sinyal kinerja yang menyesatkan. Sinyal kinerja yang menyesatkan adalah posisi atau
kondisi dimana aset yang ditunjukkan pada laporan keuangan tidak menunjukkan nilai
yang sesungguhnya yang tersedia bagi manajer terhadap return sekarang.

2.6 Pengukuran Laba Residual Sebagai Solusi Yang Tepat Untuk Masalah
Pegukuran ROI
Laba residual dihitung dengan mengurangkan laba dari perubahan modal untuk
aset bersih yang ada pada pusat investasi. Sebuah perusahaan konsultasi, Stern Stewart
& Company merekomendasikan sebuah pengukuran yang disebut Economic Value
Added (EVA) yang mengkombinasikan beberapa modifikasi dari model standar
akuntansi pada tipe pengukuran laba residual.
Secara ringkas EVA mungkin memiliki kesesuaian karakteristik yang
lebih baik pada beberapa industri ketika serangkaian penyesuaian yang dipilih dengan
hati-hati (dan tidak terlalu rumit) dibuat untuk pengukuran laba akuntansi secara
tradisional. EVA juga menunjukkan fitur dari pengukuran umum laba residual. Mungkin
tidak mengejutkan dapat dikatakan bahwa EVA menjadi obat mujarab bagi pengukuran,
dan idealnya, seperti yang kita diskusikan, hal ini sulit untuk dipenuhi oleh tipe
pengukuran manapun.

2.7 Studi Kasus Implikasi Perilaku dari Pilihan Kebijakan Akuntansi


Depresiasi Perusahaan Penerbangan
Kasus Behavioral Implications of Airline Depreciation Accounting Policy
Choices memaparkan tentang pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh
manajer. Para manajer dari beberapa perusahaan memilih serangkaian kebijakan yang
relatif “konservatif”, sementara yang lain memilih yang relatif “liberal”. Konservatisme
menyebabkan tertundanya pengakuan penerimaan atau keuntungan tertentu dan/atau
percepatan pengakuan beban atau kerugian tertentu. Efek dari konservatisme yakni
bahwa laba akan dilaporkan di kemudian hari dan lebih lama dibandingkan dengan
penggunaan kebijakan akuntansi yang lebih liberal.

Untuk menentukan apakah perusahaan penerbangan cenderung konservatif atau


liberal dalam pemilihan kebijakan akuntansi, salah satu area yang dapat ditinjau adalah
area akuntansi aset tetap (Property, Plant, and Equipment – PP&E). Aset tetap

13
umumnya mencakup lebih dari 50% dari total aset suatu perusahaan penerbangan.
Menariknya, kebijakan akuntansi aset tetap perusahaan penerbangan sangat bervariasi.

Kasus Behavioral Implications of Airline Depreciation Accounting Policy


Choices memberikan contoh praktik depresiasi pesawat terbang yang digunakan di
empat perusahaan penerbangan utama. Berikut ini rincian kebijakan depresiasi dari
empat perusahaan penerbangan utama:

Delta Airlines AMR Corporation


< th Th 1986- > th < th ≥ Th
1986 1993 1993 1999 1999
Estimated Useful Life (year) 10 15 20 20 25
Residual Value (% of cost) 10% 10% 5% 5% 10%
Depreciation Expense per year
9,00% 6,00% 4,75% 4,75% 3,60%
(% Cost)
Annual Depreciation Expense
for $100 gross value of Aircraft $9,00 $6,00 $4,75 $4,75 $3,60
(in Dollars)

Singapore Airlines
Th 1989- Lufthansa
< th 1989 2001 > 2001
Estimated Useful Life (year) 8 10 15 12
Residual Value (% of cost) 10% 20% 10% 15%
Depreciation Expense per year (%
Cost) 11,25% 8,00% 6,00% 7,08%
Annual Depreciation Expense for
$100 gross value of Aircraft (in $11,25 $8,00 $6,00 $7,08
Dollars)

Fakta-fakta pendukung yang digunakan dalam kasus ini adalah:

1.Sebuah pesawat terbang dapat mengudara tanpa batas dengan asumsi pesawat
terbang tersebut dipelihara dengan layak.
2.Biaya pemeliharaan pesawat terbang cenderung meningkat sepanjang waktu.

14
Tampilan 1 di atas menunjukkan suatu fungsi khusus terkait biaya yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan badan pesawat jet komersial yang disebut
“maturity factor” dan jumlah jam terbang kumulatif pesawat “cumulative flight
hours”.
3.Masa manfaat ekonomis dari pesawat terbang terbatas, tetapi sulit diestimasi.
Beberapa pesawat terbang DC-3 masih menerbangkan rute-rute muatan
komersial meskipun mulai beroperasi tahun 1935. Namun, pesawat terbang ini
dan penerusnya (seperti Boeing 707 yang mengudara pertama kali pada tahun
1957), tidak lagi kompetitif untuk digunakan dalam pasar penumpang.
4.Harga pesawat terbang baru cenderung meningkat sepanjang waktu. Nilai pasar
wajar untuk pesawat terbang yang dioperasikan menurun sepanjang waktu,
kecuali pesawat terbang tersebut menjadi usang akibat suatu terobosan
teknologi baru, nilainya menurun perlahan-lahan. Beberapa nilai pesawat
terbang tetap terjaga pada 90% atau lebih dari nilainya semula meskipun sudah
digunakan dalam beberapa dekade. Nilai pesawat terbang yang sudah
dioperasikan berfluktuasi secara signifikan tergantung pada permintaan dan
penawaran pasar dalam industri perjalanan udara dan produksi pesawat terbang,
inovasi teknologi, dan perubahan dalam hukum (misalnya pengaturan polusi
suara atau pengurangan pajak yang diperbolehkan). Meskipun demikian, sangat
jarang nilai pasar pesawat terbang yang sudah dioperasikan turun di bawah 50%
dari harga perolehannya.
5.Di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, peraturan tentang depresiasi yang
diizinkan demi keperluan pajak cukup berbeda dengan keperluan pelaporan
keuangan. Peraturan pajak mengizinkan akuntansi konservatif untuk menjamin
perusahaan tidak perlu membayar pajak sebelum memperoleh kas dari
pelanggan. Perusahaan seharusnya dan telah memanfaatkan peraturan tersebut

15
serta mendepresiasikan pesawat terbang secepat mungkin untuk menunda
kewajiban pajak.

Analisis Kasus
Perubahan kebijakan akuntansi depresiasi yang dilakukan di empat perusahaan
penerbangan utama tersebut memberikan dampak terhadap jumlah laba yang diperoleh
perusahaan. Hubungan perubahan kebijakan akuntansi dengan jumlah laba yang diperoleh
perusahaan dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Dari bagan tersebut dapat kita lihat pengaruh perubahan kebijakan akuntansi depresiasi.
Perubahan beban depresiasi (Administrative Expense) mempengaruhi Cost of Sales dan Fixed
Investment. Perubahan Cost of Sales dan Fixed Investment berdampak secara sistemik terhadap
Profit dan Asset Turnover. Yang pada akhirnya akan mempengaruhi Return on Investment.

Analisis terhadap kasus Behavioral Implications of Airline Depreciation Accounting Policy


Choices dimulai dengan menganalisis perbedaan yang signifikan dari keempat perusahaan
penerbangan tersebut dalam menghitung beban penyusutan. Keempat perusahaan penerbangan
tersebut menggunakan metode penyusutan garis lurus. Nilai sisa (Salvage Value) dan masa
manfaat pesawat terbang dari keempat perusahaan tersebut berbeda karena adanya perbedaan
waktu.

Keempat perusahaan tersebut menyusutkan pesawat terbang menggunakan masa manfaat dan
nilai sisa yang berbeda. Alasan yang mendukung perbedaan tersebut:

1. Perbedaan penggunaan metode keempat perusahaan didasarkan pada jenis armada dan
tujuan bisnis perusahaan.

2. Jenis armada – baru-baru ini ada banyak kemajuan teknologi dalam industri pesawat
terbang. Airbus dan Boeing telah memperkenalkan jenis pesawat baru yang mengklaim
bahwa pesawat terbarunya tersebut mempunyai periode waktu yang lebih tinggi

16
dibandingkan jenis pesawat sebelumnya. Jenis pesawat terbaru tersebut mampu
menambah armada untuk jenis pesawat terbang yang memberikan opsi untuk
menyusutkan armada tersebut dalam periode waktu yang lebih lama.

3. Penggunaan dan perbaikan – untuk perusahaan yang menggunakan pesawat terbang


dalam periode waktu yang lebih pendek dan perbaikan yang lebih tinggi, mungkin
perusahaan akan tertarik untuk meningkatkan rata-rata periode penggunaan dan juga
beban penyusutan yang lebih rendah.

4. Alasan lain adalah untuk meningkatkan laba perusahaan dengan adanya beban
penyusutan yang lebih kecil. Yang perlu ditekankan di sini bahwa ada lebih banyak
asumsi lain yang digunakan.

Berdasarkan tujuan perusahaan, perbedaan perlakuan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
telah sesuai. Setiap perusahaan mempunyai alasan tersendiri untuk menghitung penyusutan
berdasarkan pemikiran dan rasionalisasi dari manajemen perusahaan.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa pilihan metode pengukuran merupakan salah satu
alasan mengapa pengukuran laba akuntansi gagal untuk merefleksikan pendapatan ekonomi
secara sempurna. Seperti dalam contoh ini, pilihan atau perubahan jangka waktu penyusutan aset
dan nilai residual akan berpengaruh terhadap pencatatan laba akuntansi selama tahun tersebut.
Contoh dalam kasus adalah bagaimana AMR Corporation mampu mengurangi beban depresiasi
sekitar $158 juta setelah melakukan perubahan masa manfaat dan nilai residual dari aset tetapnya
sehingga laba akuntansi perusahaan menjadi lebih tinggi. Padahal, peningkatan laba akuntansi
tersebut belum tentu diikuti dengan peningkatan pendapatan ekonomi yang sebenarnya.
Meskipun setiap perusahaan mempunyai alasan tersendiri untuk menghitung penyusutan
berdasarkan pemikiran dan rasionalisasi dari manajemen perusahaan, pilihan atau perubahan
akuntansi depresiasi perlu dicermati dengan melihat beberapa alasan yang telah dikemukakan di
atas.

Perubahan tersebut juga mempengaruhi Return on Investment sebagaimana telah dijelaskan


sebelumnya. Masalah yang umum terjadi terkait dengan ukuran kinerja Return on Investment
adalah mendorong manajer untuk mempertahankan aset lebih lama dari umur ekonomis yang
sebenarnya dan tidak berinvestasi pada aset baru yang akan menaikkan penyebut dari
perhitungan Return on Investment. Namun pembuktian hal ini membutuhkan analisis yang lebih
mendalam terkait kemampuan keuangan perusahaan mengingat harga pesawat terbang baru
cenderung meningkat sepanjang waktu.

Pada contoh dalam kasus, tiga dari empat perusahaan mengadopsi perubahan akuntansi
depresiasi dengan memperpanjang masa manfaat pesawat terbangnya. Memang, sebuah pesawat
terbang dapat mengudara tanpa batas dengan asumsi pesawat terbang tersebut dipelihara dengan
layak. Hal yang perlu diperhatikan adalah biaya pemeliharaan pesawat terbang cenderung

17
meningkat sepanjang waktu. Apakah pengurangan biaya depresiasi yang timbul akibat
perubahan akuntansi depresiasi lebih besar dibandingkan dengan penambahan biaya
pemeliharaan yang akan dibebankan di masa mendatang? Tentu pertimbangan ini menjadi
penting mengingat perusahaan diharapkan menghasilkan keuntungan secara berkesinambungan,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Mengingat masa manfaat ekonomis dari suatu pesawat terbang terbatas tetapi sulit diestimasi,
perubahan masa manfaat dan nilai residual mungkin tidak sesuai karena beberapa jenis pesawat
terbang tidak lagi kompetitif untuk digunakan dalam pasar penumpang di masa yang akan
datang. Contoh dalam kasus adalah masih digunakannya pesawat yang pertama kali beroperasi
pada tahun 1957 atau bahkan sebelumnya, yakni tahun 1935 meskipun tidak lagi kompetitif.
Dapat dipahami bahwa pesawat terbang yang tidak lagi kompetitif akan memiliki jam terbang
yang lebih sedikit dibanding pesawat terbang baru yang dimiliki oleh perusahaan tetapi keduanya
memiliki beban penyusutan yang sama atau hampir sama. Hal ini tentu saja tidak akan terlihat
dalam jangka pendek kecuali terdapat terdapat terobosan teknologi baru dan akan membuat laba
jangka pendek perusahaan lebih tinggi dari pada laba yang akan diperoleh di masa yang akan
datang.

Pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah meskipun dibanyak negara peraturan
pajaknya mengizinkan akuntansi ultra-konservatif untuk menjamin perusahaan tidak perlu
membayar pajak sebelum memperoleh kas dari pelanggan, nyatanya dalam kasus ini aturan
tersebut tidak banyak digunakan oleh perusahaan. Perusahaan cenderung untuk tidak
mendepresiasikan pesawat terbang secepat mungkin untuk menunda kewajiban pajak karena hal
tersebut akan membuat laba menjadi lebih kecil. Penghematan atas beban penyusutan terasa
lebih menguntungkan bagi perusahaan dibanding penghematan atas pajak karena dalam jangka
pendek laba perusahaan menjadi lebih tinggi.

Jika dilihat dari alasan-alasan manajemen melakukan perubahan kebijakan penyusutan, dapat
disimpulkan bahwa manajer cenderung berorientasi pada pencapaian laba jangka pendek, yang
sering dikenal dengan myopia perusahaan. Myopia adalah tendensi untuk membuat manajer
berfokus pada jangka pendek secara berlebihan atau myopic. Adanya myopia inilah yang
menyebabkan kemungkinan potensial yang paling merusak. Hal inilah yang mendorong manajer
untuk lebih mengkhawatirkan kenaikan atau laba jangka pendek baik laba bulanan, kuartalan
maupun tahunan sedangkan orientasi jangka panjang perusahaan sering terabaikan.

Contoh perubahan:

Perubahan kebijakan yang telah dilakukan oleh Singapore Airlines. Pada awalnya perusahaan
menganut kebijakan dengan melakukan depresiasi selama masa manfaat 8 tahun sampai nilai sisa
10 persen dari biaya perolehan awal. Kemudian perusahaan melakukan perubahan kebijakan
yaitu mengestimasikan masa manfaat pesawat terbang selama 10 tahun dengan nilai sisa 20
persen dari biaya perolehan awal.

18
Contoh yang tidak mengalami perubahan kebijakan:

Lufthansa Airlines secara konsisten melakukan kebijakan penyusutan menggunakan metode


garis lurus dengan estimasi masa manfaat pesawat terbang selama 12 tahun dan nilai residual 15
persen dari biaya perolehan aset.

Pertimbangan keuangan dalam perubahan kebijakan akuntansi depresiasi

Kinerja keuangan dari keempat perusahaan tersebut berbeda. Delta Airlines ingin mengurangi
beban penyusutan dari 6% per tahun menjadi 4,75% per tahun. Kebijakan baru AMR
Corporation yaitu mengubah tarif penyusutan dari 4,75% menjadi 3,60% per tahun. Sedangkan
untuk Singapore Airlines telah melakukan tiga kali perubahan kebijakan. Semula perusahaan
menggunakan tarif penyusutan 11,25% namun pada tahun 1989-2001 tarifnya berubah menjadi
8,00%. Perubahan terakhir yaitu 6,00% per tahun dari awal tahun 2001.

Asumsi depresiasi Singapore Airlines sangat berbeda dari Delta’s maupun AMR Corporation.
Hal ini berhubungan dengan strategi perusahaan secara keseluruhan:

 Apabila jumlah depresiasi suatu perusahaan tinggi, hal ini akan berpengaruh pada net
income yang rendah. Perusahaan akan membayar pajak berdasar net income yang rendah
sehingga penghematan pembayaran pajak dapat dirasakan oleh perusahaan dengan
perubahan asumsi depresiasi.

 Perusahaan menargetkan penjualan aircraft pada fair market value dimana nilai aircraft
tersebut lebih tinggi 20% dari residual cost setelah 10 tahun.

Kesimpulan Analisis Kasus


Dari uraian analisis kasus yang telah disampaikan di atas, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1) Pengukuran kinerja yang sering dipakai adalah pengukuran pasar dan pengukuran
akuntansi.
2) Manajer perusahaan memiliki kecenderungan untuk berorientasi pada pencapaian laba
jangka pendek, yang sering dikenal dengan myopia perusahaan. Myopia adalah tendensi
untuk membuat manajer berfokus pada jangka pendek secara berlebihan sehingga orientasi
jangka panjang perusahaan sering terabaikan.
3) Salah satu cara yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meningkatkan laba
perusahaan dalam jangka pendek adalah dengan mengubah kebijakan akuntansi terkait
depresiasi aset tetap. Cara yang biasa digunakan sebagaimana contoh di atas adalah dengan
memperpanjang estimasi masa manfaat aset tetap dan memperbesar nilai sisa. Tujuannya
adalah agar beban depresiasi aset tetap menjadi lebih kecil sehingga pendapatan bersih
perusahaan meningkat. Dengan pendapatan bersih yang tinggi, manajer berharap akan
mendapatkan insentif yang tinggi pula dari perusahaan.

19
Saran
Berdasarkan hasil analisis kasus sebagaimana telah diuraikan di atas, saran yang dapat
kami berikan dalam rangka mengatasi permasalahan myopic tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Mengurangi tekanan terhadap manajer untuk laba jangka pendek agar manajer tidak hanya
berorientasi pada laba jangka pendek, tetapi juga memikirkan laba atau investasi jangka
panjang.
2) Menggunakan kajian pratindakan sebelum melakukan pengambilan keputusan untuk
melakukan perubahan kebijakan akuntansi tentang depresiasi aset tetap.
3) Memperpanjang jangkauan kinerja yang diukur dan dihargai.
4) Mengubah apa yang diukur (proksi-proksi lain bagi penciptaan nilai bagi pemegang saham
selain laba akuntansi)
5) Mengganti atau melengkapi pengukuran akuntansi dengan nilai-nilai nonkeuangan yang
mendorong kinerja (menggunakan kombinasi sistem pengukuran misalnya)

20
DAFTAR PUSTAKA
Merchant, Kenneth A. and Stede, Wim A. Van. 2007. Management Control Systems:
Performance Measurement, Evaluation and incentives (second edition). London:
Prentice Hall.

21

Anda mungkin juga menyukai