Anda di halaman 1dari 46

PANDUAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN


HASIL PERIKANAN

DISUSUN OLEH:

SUSI LESTARI, S.Pi., M.Si.


DWI INDA SARI, S.Pi, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2020
MODUL PRAKTIKUM
DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN

Koordinator Praktikum : Dwi Inda Sari, S.Pi, M.Si

Asisten :1. Della Angriany


2. Aga Pangestu L

PROGRAM STUDITEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
KATA PENGANTAR

ii
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT., yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya serta ridho-Nya sehingga modul Praktikum
Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Ikan ini dapat diselesaikan dalam waktu yang
tepat.
Modul Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Ikan ini disusun
dengan maksud untuk membantu mahasiswa program Studi Budidaya Perairan dan
Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, yang
mengambil mata kuliah Dasar-Dasar TeknologiPengolahan Ikan. Dengan adanya
modul praktiku ini, diharapkan mahasiswa mempunyai pedoman untuk
melaksanakan praktikum. Selain membaca modul ini mahasiswa, diharapkan
mencari buku-buku penunjang lain yang berhubungan dengan materi yang
dipraktikumkan.
Penusun menyadari, modul penuntun praktikum ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran demi menyempurnakan modul ini dimasa yang akan
datang. Akhir kata penyusun berharap modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
yang akan melakukan praktikum.

Indralaya, Mei 2017

Penulis

TATA TERTIB PRAKTIKUM

iii
1. Praktikan wajib mengikuti praktikum sebanyak 100% pertemuan, asisten tidak
akan mengadakan praktikum susulan jika ada alas yang dikemukakan praktikan
tidak jelas dan tidak masuk akal.
2. Praktikan wajib hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.
3. Praktikan harus mengikuti responsi pada awal dan akhir praktikum. Jika nilai
dibawah 73 maka tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
4. Masing-masing praktikan membawa 2 lembar kertas A4 80 gr setiap pertemuan
berlangsung.
5. Masing-masing praktikan diharapkan membawa laporan sementara dengan
format yang telah ditentukan oleh asisten.
6. Praktikan telah mengenakan jas lab sebelum masuk kedalam laboratorium dan
menggunakan name tag. Jika tidak dibawa maka praktikan dilarang untuk
mengikuti praktikum.
7. Setiap praktikum, praktikan harus membawa alat dan bahan yang diperlukan.
Jika tidak dibawa maka dilarang untuk mengikuti praktikum.
8. Praktikan wajib melaporkan hasil praktikum dalam bentuk laporan sementara
pada saat selesai praktikum.
9. Penilaian bukan hanya terletak pada pembuatan laporan, tetapi keaktifan ketika
mengikuti praktikum akan dinilai.
10. Praktikan dilarang untuk :
a. Makan dan minum disaat praktikum berlangsung.
b. Mengobrol dan memancing keributan ketika praktikum berlaangsung.
c. Dilarang mengaktifkan segala bentuk alat komunikasi kecuali untuk
mendokumentasikan kegiatan praktikum dengan seizin asisten.
d. Dilarang mencontek, apabila ada praktikan yang kedapatan mencontek baik
saat response awal, akhir, uts, dan uas maka akan diberi nilai 0.
11. Jika terbukti meng-copast (copy-paste) laporan maka pada nilai akhir akan
diberikan nilai D atau E.
12. Kejujuran lebih dihargai.
13. Praktikan wajib melakukan draft laporan tetap praktikum dengan judul yang di
praktikumkan minimal 1X dalam 1 minggu, dan apabila ketika praktikum
minggu depannya tidak membawa laporan tetap yang telah diperiksa oleh

iv
asisten maka praktikan beserta kelompok nya dilaran masuk keruangan
praktikum.
14. Setiap selesai dilaksanakan praktikum asisten akan langsung bertanya kepada
praktikan tentang nama latin ikan yang digunakan.
15. Tata tertib ini bersifat mengikat selama menjadi praktikan Dasar-Dasar
Teknologi Hasil Perikanan dan tata tertib ini bersifat statis dan bila sewaktu-
waktu terdapat yang belum dijelaskan pada nomor-nomor sebelumnya dapat
bertambah dan tidak dapat berkurang.

DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………

v
LEMBAR PENGESAHAN MODUL PRAKTIKUM DASAR-DASAR
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
TATA TERTIB PRAKTIKUM……………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………

MATERI PRAKTIKUM
1. PENGAMATAN KEMUNDURAN MUTU IKAN………………….
2. PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN………………………….
3. PEMINDANGAN………………………………………………………
4. FERMENTASI IKAN PEDA…………………………………………
5. PENGASAPAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR…………………
6. OBSERVASI SANITASI PRODUK TRADISIONAL………………

FORMAT LAPORAN TETAP……………………………………………


CONTOH COVER/HALAMAN JUDUL………………………………...
CONTOH HALAM PENGESAHAN…………………………………….

1. PENGAMATAN KEMUNDURAN MUTU IKAN

A. PENDAHULUAN

vi
Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia yang
disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme setelah ikan mati. Fase
perubahan tersebut meliputi :
1. Pre-rigormortis : suatu fase antara disaat ikan sedang mengalami kematian
sampai ikan mati.
2. Rigormortis : suatu fase yang ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan
dan ikan yang berada pada fase ini menandakan bahwa ikan
dalam keadaan segar.
3. Post-rigormortis : suatu fase yang menyebabkan jaringan otot tidak dapat
mempertahankan fleksibilitas (kekenyalan), daging ikan
menjadi lunak kembali dan proses pembusukan akan segera
berlangsung.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Kemunduran Mutu Ikan
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali
dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat
diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati
ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka
akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan.
Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim,
kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak
bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor),
rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya
oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara
mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (Junianto, 2003).
Kemunduran mutu ikan tak dapat dipungkiri sebab ikan merupakan produk
yang high perishable (mudah rusak) sehingga memerlukan penanganan khusus.
Tingkat kemunduran ikan ditentukan sejak penangkapan, pengolahan sampai
penyajian. Proses kemunduran mutu ikan berlangsung cepat di daerah beriklim
tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi ditambah dengan proses penangkapan
yang tidak baik yang menyebabkan ikan mengalami kemunduran mutu sehinggga

vii
penanganan yang baik perlu dilakukan, penanganan ikaan yang baik bertujuan
untuk mengusahakan agar kesegaran ikan dapat dipertahankan atau kebusukan ikan
dapat ditunda (Junianto, 2003).
Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia
yang disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme setelah ikan mati.
Kemunduran mutu ikan digolongkan menjadi 3 tahap, yaitu prerigor, rigormortis,
dan postrigormotis. Berikut penjelasannya :
1.1.1. Pre-rigormortis
Tahap pre-rigormortis merupakan perubahan yang pertama kali terjadi
setelah ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau
transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia yang
berlangsung 2-4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari
glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.
Tahap prerigor terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak. Perubahan awal
yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti sehingga pasokan
oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti. Di dalam daging ikan mulai terjadi
aktivitas penurunan mutu dalam kondisi anaerobik. Pada fase ini terjadi penurunan
ATP dan keratin fosfat melalui proses aktif glikolisis. Proses glikolisis mengubah
glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan terjadinya penurunan pH
(Hadiwiyoto, 2003).

1.1.2. Rigormortis
Fase selanjutnya adalah rigormortis, menyatakan bahwa fase rigormortis
adalah tahap yang terjadi ketika ikan mengalami kekakuan (kekejangan). Fase ini
ditandai dengan terjadinya penurunan pH akibat akumulasi asam laktat. Faktor yang
mempengaruhi lamanya fase rigormortis yaitu jenis ikan, suhu, penanganan
sebelum pemanenan, kondisi stress pra kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu
penyimpanan prerigor . Nilai pH daging ikan selama fase rigormortis turun dari 7
sampai dengan 6 (Ilyas, 2002).

1.1.3. Post-rigormortis

viii
Fase post-rigormortis merupakan fase awal kebusukan ikan. Fase ini terjadi
ketika daging dan otot ikan secara bertahap menjadi lunak kembali. Hal ini
disebabkan terjadinya degradasi enzimatik di dalam daging ikan (Papa et al, 1997
diacu dalam Ocano-Higuera et al, 2011). Pada awalnya fase ini akan meningkatkan
derajat penerimaan konsumen (Ilyas, 2002).

1.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Mutu Ikan


Banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemunduran pada ikan diantara
yaitu :
1.2.1. Dampak dari Spesies
Di semua masyarakat, spesies ikan tertentu sangat digemari dan karenanya
memiliki tingkat permintaan yang lebih tinggi dan harga yang lebih mahal dari yang
spesies lainnya. Sejarah menunjukkan bahwa perilaku berubah dengan sangat
perlahan sehingga preferensi semacam ini tetap ada. Preferensi pribadi biasanya
dipengaruhi oleh penampilan, rasa, adanya duri-duri kecil, tabu agama, dan
kebiasaan masyarakat. Spesies ikan tertentu disukai di satu belahan dunia, tetapi
tidak disukai dibelahan dunia lainnya. Sotong, misalnya, memiliki harga yang
sangat tinggi sebagai makanan di belahan Timur, tetapi di banyak tempat di
Amerika Serikat, sotong dianggap berguna sebagai umpan dan sedikit yang
digunakan untuk hal lain (Afrianto, 1989).
Tingkat pembusukan atau kerusakan bergantung pada spesies. Sudah menjadi
fakta yang diketahui secara luas bahwa, ketika didinginkan atau dibekukan, spesies-
spesies berlemak seperti ikan sarden dan makerel akan membusuk lebih cepat
daripada spesies-spesies tak berlemak seperti ikan kod. Selain itu, kod utuh akan
lebih cepat membusuk daripada spesies-spesies tertentu lainnya seperti halibut dan
flounder (Afrianto, 1989).

1.2.2.Kandungan Lemak Ikan


Kandungan lemak ikan laut dapat sangat berbeda-beda sepanjang tahun.
Perbedaan komposisi dalam satu spesies dapat menjadi penyebab adanya pengaruh
sekunder dalam hal kualitas. Ketika disimpan di tempat pendingin, ikan tak
berlemak dalam kondisi yang buruk jauh lebih cepat membusuk daripada spesimen-
spesimen spesies yang sama dalam kondisi baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan

ix
kandungan glikogen dalam daging. Pada ikan tak berlemak berkualitas rendah,
kandungan glikogen yang rendah menyebabkan peningkatan yang setara dalam pH
daging. Segera setelah mati, glikogen dalam daging diubah menjadi asam laktat
yang menentukan pH daging. Bakteri-bakteri yang menyebabkan pembusukan
lebih aktif dalam daging dengan kadar pH lebih tinggi(Afrianto, 1989).

1.2.3. Efek Ukuran


Pada umumnya, ikan besar dari suatu spesies tertentu dijual dengan harga
yang lebih tinggi. Konsumen siap untuk membayar lebih untuk udang besar,
kepiting, lobster, atau potongan bagian dari ikan besar karena mereka lebih
memuaskan secara tampilan dan dari segi tata boga. Namun tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa ikan yang lebih besar dari suatu spesies tertentu memilikirasa
yang lebih baik daripada angota-anggota spesies tersebut yang lebih kecil. Pengolah
membayar lebih untuk spesimen yang lebih besar karena persentase bagian yang
dapat dimakan lebih tinggi, biaya penanganan per unit beratnya berkurang, lebih
tahan lama dalam penyimpanan, dan lebih banyak produk masal yang dapat dibuat
dari specimen tersebut. Merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa
ikan besar lebih tahan lama dalam penyimpanan daripada ikan kecil. Salah satu dari
mekanisme pembusukan utama adalah penetrasi mikroorganisme dari permukaan
ke bagian dalam ikan (Afrianto, 1989).
Tabel 1. Ciri-Ciri Ikan Segar dan Ikan Busuk

Parameter Ikan Segar Ikan Busuk


Mata Pupil hitam menonjol Pupil mata kelabu tertutup
dengan kornea mata lendir seperti putih susu,
cembung atau cerah. bola mata cekung dan
keruh.
Insang Warna merah cemerlang Warna insang merah coklat
atau merah tua tanpa bahkan sampai keabu-
adanya lendir. Tidak abuan. Bau menyengat dan
tercium bau yang lendir tebal.
menyimpang (off odor)
Tekstur Daging Elastis dan jika ditekan Daging kehilangan
tidak meninggalkan bekas keelastisannya atau lunak
jari serta padat atau jika ditekan dengan jari,
kompak. maka akan meninggalkan
bekas dan lama hilang.
Keadaan Kulit dan Lendir Warnanya sesuai dengan Warna sudah pudar dan
aslinya dan cemerlang. memucat, lendir tebal dan
Lendir dipermukaan jernih,

x
transpran, dan baunya segar sudah menggumpal dan
menurut jenisnya. lengket.
Keadaan Perut dan Sayatan Perut tidak pecah, masih Perut sobek, sayatan daging
Daging utuh, dan warna sayatan kurang cemerlang dan jika
daging cemerlang serta jika dibelah daging mudah
ikan dibelah maka daging lepas.
melekat kuat pada tulang
terutama tulang rusuk
Bau Spesifik menurut jenisnya Bau menusuk seperti asam
segar seperti bau rumput asetat dan lama kelamaan
laut. akan menjadi busuk.

C. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa lebih memahami tingkat kemunduran
mutu ikan sehingga dapat membedakan sampai batas mana ikan layak untuk
dikonsumsi.

D. METODE
Bahan : Ikan (masing-masing 3 ekor).
Alat : Baskom, pisau, dan plastik.

E. CARA KERJA
Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum pengamatan kemunduran mutu
ikan secara organoleptik ini adalah sebagai berikut:
1. Ikan diamati kondisi fisiknya mulai dari mata, insang, tekstur daging, keadaan
kulit dan lendir, keadaan perut dan sayatan daging serta bau.
2. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel dibawah ini :

F.Hasil
Tabel 1.
Kelompok No. Sampel Ikan Segar Ikan Busuk Keterangan

xi
2. PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN

A. PENDAHULUAN

xii
Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan diberbagai
negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media
pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi (Adawyah, 2007).
Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan
tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti
pengeringan ataupun dengan perebusan. Pada dasarnya, metode penggaraman ikan
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting),
penggraman basah (WetSalting) dan Kench Salting (Desroirer, 2008).
Penggaraman merupakan salah satu metode pengawetan ikan yang sudah
lama dikenal. Didalam proses penggaraman sendiri menggunakan beberapa
metode. Metode penggaraman sendiri terbagi menjai empat yaiut:
1. Dry Salting (Penggaraman kering) : bila ikan kontak langsung dengan kristal-
kristal garam.
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan
badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam
wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan
setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman
umumnya berjumlah 10 % sampai 35 % dari berat ikan yangdigarami. Pada waktu
ikan bersentuhan dengan kulit / daging ikan (yang basah/berair), garam itu mula-
mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan meresap kedalam
daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak langsung menyerap
air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin
banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang
(Suharto,1991).

2. Wet Salting or Brine Salting (Penggaraman Basah) : bila ikan tidak kontak
langsung dengan kristal-kristal garam, melainkan ikan direndam dengan larutan
garam.

xiii
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30 sampai 35 % (dalam
1liter air terdapat 30 sampai 35 gram garam). Ikan yang akan digaramidimasukkan
kedalam larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi
pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada
ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan. Dalam proses
osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya
kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk
kedalam tubuh ikan. Proses osmosis akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar
dan didalam tubuh ikan sudah seimbang dan merata (Suharto, 1991).

3. Kombinasi : Perpaduan antars kedua metod yang dijelaskan sebelumnya, dimana


mula-mula dilakukan penggaraman kering selanjutnya ikan direndam ke dalam
larutan garam.

4. Kench Salting : Modifikasi dari penggaraman kering, dimana penggaraman


menggunakan wadah yang kedap air sehingga larutan yang terbentuk tidak
tertampung, melainkan dibuang dengan cara memodifikasi wadah. Bagian
bawah wadah di buat lubang-lubang kecil.
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering (dry
salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikan dicampur dengan
garam dan dibiarkan diataslantai atau geladak kapal, larutan air yang terbentuk
dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah
memerlukanjumlah garam yang lebih banyak dan proses penggaramanberlangsung
sangat lambat. Ada dua metode pengeringan yang biasa dilakukan yaitu :
Pengeringan alami dan pengeringan mekanis. Keuntungan pengeringan alami
antara lain adalah tidak memerlukan peralatan dan keterampilan khusus tetapi
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan tempat yang luas serta waktu pengeringan
(suhu) sulit dikendalikan. Keuntungan pengeringan mekanis antara lain : waktu
pengeringan (suhu) dapat dikendalikan dan tidak memerlukan tempat yang
luas. Kelemahanpengeringan mekanis antara lain membutuhkan sarana dan
keterampilan khusus (Tim,2009).

Mekanisme pengawetan dengan garam:

xiv
1. Garam mempunyai tekanan osmotic yang tinggu segingga menyebabkan sel
bakteri lisis
2. Garam bersifat hidroskopis
3. Bila NaCl terdisosiasi menjadi ion NA+ dan Cl- , akan berakibat toksik pada
mikroorganisme sehingga mikroorganisme akan mati.
4. Garam mampu menurunkan kelarutan oksigen dalam bahan pangan sehingga
menghambat pertumbuhan bakteri aerob.

Dalam praktiknya, metode penggaraman ikan dilanjutkan dengan


prosespengeringan yang akan menghasilkan ikan asin. (Dried salted fish)
pengeringan dengan menggunakan cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dan dibantu oleh cahaya
matahari atau panas.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum penggaraman dan pengeringan bertujuan untuk mengetahuipengaruh
penambahan berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan asin yang
dihasilkan serta mengetahui metode penggaraman.

C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah pisau, talenan, baskom, nerca
analitik, desikator dan gelas ukur. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain
ikan sepat rawa (Trichogaster pectoralis), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan
kembung jantan (Rastrelliger kanagurta), ikan Lele (Clarias bathracus), ikan patin
(Pangasius pangasius), dan ikan gabus (Channa striata), ikan Sepat (Trichogaster
pectoralis) garam halus, air dan gel silica.

2. Cara Kerja
2.1 . Penggaraman Kering (dry salting )
1. Belah ikan dari arah dorsal bagian belakang (anal) sehingga membentuk
belahan seperti kupu-kupu.

xv
2. Buang isi perut (jeroan) serta insangnya dan garami ikan terebut sesuai
dengan keolmpok perlakuan, yaitu 5%, 10%, dan 15%. Caranya dengan
ditaburi secara merata pada ikan sesuai kelompok perlakuan dan masukkan
ke dalam baskom.
3. Keluarkan ikan-ikan tersebut dari baskom dan masukkan dalam desikator.

Ikan disiangi dan


Dibelah membentuk
dicuci bersih
butterfly

Masukkan ke dalam
desikator Digarami 5%, 10%, dan
15% selama 1 jam

Ikan asin

Gambar 1. Diagram Alir Proses Penggaraman Kering (dry salting)

2.2. Penggaraman Basah (Wet saltig/brine salting)

1. Belah ikan dari arah dorsal bagian belakang (anal) sehingga membentuk belahan
seperti kupu-kupu.
2. Buang isi perut (jeroan) serta insangnya dan garami ikan terebut sesuai dengan
keolmpok perlakuan, yaitu 5%, 10%, dan 15%. Caranya dengan membuat
larutan garam terlebih dahulu. Perlakuan masing-masing, buat sebaanyak 1000

xvi
ml atau 1 liter. Masukkan ikan tersebut kedalam larutan garam dan biarkan selam
60 menit atau 1 jam.
3. Angkat dan tiriskan ikan tersebut, selanjutnya lakukan dalam desikator dengan
menggunakan wadah nampan sampai kering.

Ikan disiangi dan Dibelah membentuk


dicuci bersih butterfly

Rendam dalam
Masukkan dalam larutan garam
desikator selama 60 menit

Ikan asin

Gambar 2. Diagram Alir Proses Penggaraman Basah (wet salting)

D. Hasil
Tabel 1.

xvii
Kelompok/Ikan No. Sampel Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr)

Tabel 2.
Spesifikasi Nilai Kelompok

xviii
1 2 3 4 5 6 7
B K B K B K B K B K B K B K
Kemampuan
Bau
Rasa
Tekstur
Jamur ( ada)
Jamur
(tidak ada)

Keterangan:
1 = Sangat suka
2 = Suka
3 = Cukup suka
4 = Tidak suka
5 = Sangat tidak suka

3. PEMINDANGAN

xix
A. PENDAHULUAN
Pemindangan adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan
dalam suasana bergaram selama waktu tertentu. Setalah selesai pemasakan,
biasanya wadah di mana ikan disusun langsung disunakan sebagai wadah
penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan. Ikan pindang merupakan salah
satu hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan
tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program
peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang
lebih baik dari pada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai
cita-rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan asin
sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan pindang
dan ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang siap untuk dimakan
(ready to eat). Di samping itu juga praktis semua jenis ikan dari berbagai ukuran
dapat diolah menjadi ikan pindang (Santoso B, 1998).
Dibanding pengolahan ikan asin, pemindangan mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu: (1) cara pengolahannya sederhana dan tidak memerlukan alat
yang mahal, (2) hasilnya berupa produk matang yang dapat langsung dimakan tanpa
perlu dimasak terlebih dahulu, (3) rasanya cocok dengan selera masyarakat
Indonesia pada umumnya, (4) dapat dimakan dalam jumlah yang relatif banyak,
sehingga sumbangan proteinnya cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat.
Berbeda dengan pembuat ikan asin walaupun pindang di olah dengan
mempergunakan garam namun yang diperoleh hasil yang berbeda karena pada
pengolahan pindang selain penggaraman juga dikombinasikan dengan proses
pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).

B. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Pemindangan Garam
Pada teknik ini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun
berlapis-lapis didalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso tanah
(belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang cukup
lama (sekitar 4-6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang kecil

xx
bagian bawahh wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan selembar
kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis garam (Adawyah,
2007).

1.2. Pemindangan Air Garam (brine boiling)


Pada teknik ini, ikan ditaburi garam disusun diatas keranjang atau rak bambu
disebut naya. Beberapa naya diisi ikan dan disusun vertikal pada suatu kerangka
lalu dicelupkan kedalam air garam mendidih di dalam wadah yang terbuka dan lama
pembuatan relatif jauh lebih singkat daripada teknik pemindangan garam. Setelah
proses perebusan selesai, wadah dimana ikan tersusun diangkat, kemudian
direndam atau disiram dan didinginkan untuk siap didistribusikan dan dipisahkan
(Adawyah, 2007).

1.3. Jenis-jenis Ikan Pindang


Menurut Wibowo (1996), cara pemindangan ikan yang dilakukan sangat
bervariasi tergantung daerah, jenis ikan, dan kebiasaan pengolah. Akibatnya proses
dan mutu pindang yang dihasilkan sangat beragam. Karena itu, dapat dibuat
beberapa kelompok ikan pindang berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis
ikan, perlakuan atau bumbu yang ditambahkan, dan daerah asal (Ilyas, 1980).
Jumlah produk pemindangan masih lebih kecil jika dibandingkan dengan
produk hasil penggaraman dan pengeringan. Rendahnya jumlah hasil produksi
pemindangan disebabkan bebrapa masalah yang sering dihadapi, yaitu :

1) Ikan pindang memiliki daya tahan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
ikan asin;
2) Usaha pemindangan kebanyakan hanya dilakukan dalam skala kecil (industri
rumah tangga), dan teknologi yang dilakukan didapat secara turun temurun;
3) Sanitasi dan higiene kurang diperhatikan, terutama oleh industri rumah tangga.
Sehingga mutu dan daya tahan ikan pindang menjadi kurang baik.

Jenis-jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku ikan pindang
antara lain : bandeng (Chanos-chanos), tongkol (Ethynus affinis), cakalang
(Katsuwanus pelamis), layang (Decapterus ruselli), kembung (Rasterlliger

xxi
kanagurta), ikan mass (Ciprynus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan lain
sebagainya.

C. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menelaah pengaruh penggunaan
berbagai kosentrasi garam terhadap mutu organoleptik (penampakan, bau,
konsistensi dan rasa) ikan pindang yang dihasilkan.

D. BAHAN DAN ALAT


Bahan-bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah 2 ikan kembung
dan 8 ikan bandeng. Air teh dan garam sebagai bahan pembantu. Air teh digunakan
untuk menghilangkan bau tanah terutam pada ikan yang hidup di lumpur seperti
lele dan patin. Peralatan yang digunakan untuk praktikum ini terdiri dari pisau,
baskom, dan alumunium foil dan autoclave.

E. CARA KERJA
Cara kerja dalam praktikum pemindangan ini antara lain sebagai berikut:
1. Buang isi perut (jeroan) dan insang dengan cara membelah tubuh ikan bagian
bawah (abdominal) dari lubang anus mengarah ke depan.
2. Cuci ikan yang sudah disiangi tersebut sampai bersih.
3. Rendam ikan dengan air teh selama 10 menit yang berfungsi untuk
menghilangkan bau lumpur pada ikan.
4. Kemudian ikan dilumuri bumbu dan garam.
5. Proses pengolahan dengan menggunakan autoclave (secara modern) adalah
sebagai berikut sebelum ikan disusun dalam autoclave, air bersih dimasukkan ke
dalam autoclave sebanyak 1-2 liter. Ikan yang telah dibumbui dibungkus
alumunium foil sebanyak satu lembar satu persatu kemudian dimasukkan ke
dalam autoclave.
6. Rebus ikan-ikan tersebut samapai masak yang ditandai dengan retaknya pangkal
ekor.
7. Pendinginan, proses pendinginan dengan menggunakan autoclave dilakukukan
dengan cara autoclave didiamkan selama setengan jam sampai tidak

xxii
mengeluarkan suara mendesis agar uap yang ada di dalam panci keluar semua
dan tekanan dalam panci turun. Hal ini dilakukan untuk mencegah rusaknya
karet katup pengaman panas. Setalah dingin ikan diangkat satu persatu dengan
hati-hati kemudian diletakkan berjajar di atas rak besi untuk diangin-anginkan
pada suhu ruangan.
8. Uji mutu organoleptik terhadap ikan pindang dihasilkan yang meliputi
penampakan, bau, konsistensi, dan rasa.

F. METODE PRAKTIKUM
Lembaran pengujian organoleptik ikan pindang
● Penampakan
Spesifikasi Nilai
Utuh, bersih, rapih, sangat menarik 9
Utuh, bersih, rapih, menarik 8
Utuh, kurang rapih, bersih menarik 7
Utuh, kurang rapih, agak menarik, bersih 6
Utuh, kurang bersih 5
Tidak utuh, agak kotor 4
Tidak utuh, kurang menarik, kotor 3
Hancur, kurang menarik, kotor 2

● Bau
Spesifikasi Nilai
Harum, segar, spesifik jenis 9
Sangat enak, harum segar 8
Hampir netral 7
Agak tengik, tidak basi 5
Agak tengik, basi 4
Tengik, agak busuk 3
Busuk 1

● Konsistensi
Spesifikasi Nilai
Padat, kompak, cukup lembab 9

xxiii
Padat, kompak, agak lembab 8
Padat, kompak 7
Kurang kompak, lembab 6
Agak berair, mulai agak rapuh 5
Berair, mudah terurai 3
Berair/basah, lengket, membubur 1

● Rasa
Spesifikasi Nilai
Sangat enak sekali, gurih spesifik jenis 9
Sangat enak, gurih 8
Enak, gurih 7
Enak, kurang gurih 6
Netral, kurang gurih 5
Tidak enak,tidak gurih 4
Rasa basi 3
Tengik, busuk 1

4. FERMENTASI IKAN PEDA

A. PENDAHULUAN

xxiv
Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa dari bahan-bahan senyawa
kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan yang
terkontrol dengan bantuan mikroorganisme (Moeljanto, 1992). Pengolahan ikan
secara fermentasi memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bahan yang
digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan yang tidak memiliki nilai
ekonomis. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi didominasi oleh enzim
proteolisis yang mampu mengubah protein.
Fermentasi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau transformasi
yang nantinya akan mampu menghasilkan suatu produk dengan bentuk dan sifat
yang sama sekali berbeda (berubah) dari keadaan awalnya. Misalnya saja dalam
pengolahan terasi dan kecap ikan.
b. Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata
memiliki kemampuan atau daya awet pada produk yang diolah, misalnya dalam
pembuatan ikan peda.

Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada
prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut:
a. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan peda,
kecap ikan, terasi dan bekasem.
b. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan silase
ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format
c. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase
ikan menggunakan asam-asam kuat.
d. Fermentasi menggunakan bakteri, misalnya dalam pembuatan bekasem dan chao
teri.

B. TUJUAN

xxv
Praktikum fermentasi bertujuan untuk mengetahuipengaruh penambahan
berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan peda yang dihasilkan serta
mengetahui metode fermentasi.

C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Peda
Peda merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan yang dilakukan secara
tradisional karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Peda digolongkan
sebagai ikan asin basah. Pada proses pembuatannya, ikan peda sengaja dibiarkan
setengah kering sehingga proses fermentasi dan autolisis tetap berlangsung.Pada
proses fermentasi peda terjadi penguraian senyawa protein kompleks yang terdapat
pada tubuh ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang
berasal dari tubuh ikan sendiri atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam
kondisi terkontrol.
Penambahan garam dilakukan pada proses fermentasi. Garam berfungsi untuk
menciptakan kondisi terkontrol sehingga bakteri pembusuk pertumbuhannya
terhambat sedangkan ragi atau jamur dibiarkan tumbuh pesat. Pada proses
selanjutnya peran garam adalah sebagai pengawet, terutama saat penyimpanan.
Ikan peda terdiri dari dua jenis yaitu ikan peda putih dan merah (warnanya kecoklat-
coklatan).

Karakteristik ikan Peda


Peda yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain :
 Berwarna kecoklat-coklatan,
 Tekstur dagingnya maser,
 pH nya 6,0-6,4,
 Rasanya khas disebabkan adanya proses fermentasi.

Konsumen biasanya lebih menyukai peda merah. Peda merah kandungan lemaknya
tinggi sehingga akan memenuhi cita rasa peda. Warna kecoklat-coklatan
disebabkan oksidasi lemak yang terdapat pada tubuh ikan. Kandungan lemak peda
merah berkisar antar 714% yang akan memberikan rasa gurih. Tekstur peda
merahpun lebih maser dibandingkan peda putih. Bakteri yang terdapat pada ikan

xxvi
peda terutama jenis bakteri gram positif berbentuk koki, bersifat nonmotil, hidup
secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif, serta bersifat
proteolitik. Kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat indol dan oksigen negatif,
beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon untuk hidupnya.

Tahapan Fermentasi Ikan Peda


Mutu peda ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan, cara pengolahan, dan cara
penyimpanannya. Selama proses fermentasi, terjadi penurunan kadar air akibat
penambahan garam yang sifatnya menarik air dalam bahan.
1. Pada fermentasi tahap I, penambahan garam mengakibatkan penurunan kadar air
sampai waktu tertentu, dan tidak terjadi lagi penurunan kadar air hingga kadar
airnya stabil. Garam yang masuk ke dalam daging ikan akan menyebabkan
terjadinya perubahan kimia dan fisik, terutama protein. Garam akan mendenaturasi
protein dan mengakibatkan terjadinya koagulasi. Akibat dari proses itu, air akan
keluar dari tubuh ikan dan daging ikan akan mengkerut.
2. Pada fermentasi tahap II, akan terjadi pemecahan protein, lemak dan komponen
lainnya. Pada tahap itu, enzim yang berperan adalah enzim yang berasal dari
jaringan ikan. Aktivitas enzim selanjutnya akan merangsang aktivitas yang
dihasilkan oleh mikroba. Selama fermentasi, asam-asam amino akan mengalami
peningkatan akibat adanya pemecahan protein selama fermentasi. Pemecahan
disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu sendiri dan
enzim yang dihasilkan oleh mikroba.
Hasil degradasi protein dan lemak dapat menghasilkan senyawa yang
menimbulkan cita rasa dan bau khas pada peda. Hal ini disebabkan karena adanya
senyawa metil keton dan butil aldehid. Selain itu, kandungan asam amino nitrogen
yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa peda. Konsistensi maser pada peda
sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang tinggi dan adanya enzim proteolitik
yang akan mengubah tekstur ikan sehingga menjadi maser. Sedangkan warna merah
pada peda selain disebabkan bahan baku, enzim bakteri, juga disebabkan karena
selama fermentasi terjadi interaksi antara karbonil yang berasal dari oksidasi lemak
dengan gugus asam amino dan protein.

xxvii
D. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah Wadah, Pisau, Talenan, Baskom,
Keranjang, Plastik kemasan, Para—para penjemur. Sedangkan bahan yang
digunakan antara lain ikan kembung (Rastreligger sp), layang (Decapterus sp),
tawes (Puntius javanicus), mujaer (Tilapia mossambica), mas (Cyprinus carpio),
da n selar (Caranz sp) serta garam.

2. Cara Kerja
1. Ikan yang akan diolah menjadi ikan peda dipilih dan disortir menurut jenis,
ukuran, dan tingkat kesegaran.
2. Ikan disiangi dan dicuci bersih di bawah air mengalir.
3. Ikan yang telah dicuci ditiriskan, kemudian ditimbang.
4. Ikan disusun dalam wadah secara berlapis.
5. Taburi lapisan ikan dengan garam sebanyak 20%
6. Tutup wadah dan biarkan selama 1 minggu.
7. Keluarkan ikan dari wadah penggaraman, bersihkan ikan dari garam yang
menempel.
8. Jemur ikan sambil dibolak-balik selama 2 jam.
9. Masukkan ke dalam wadah yang bersih, tutup kembali, dan biarkan selama 1
minggu.
10. Jemur ikan peda yang telah difermentasi selama 6 jam.
11. Lakukan pengamatan terhadap perubahan ikan pada setiap tahapnya.
12. Catat setiap perubahan yang terjadi.
13. Timbang berat ikan peda yang dihasilkan.
14. Kemas ikan peda.

xxviii
E. HASIL PENGAMATAN
Lembaran pengujian organoleptik ikan peda
● Penampakan
Spesifikasi Nilai
Utuh, bersih, rapih, sangat menarik 9
Utuh, bersih, rapih, menarik 8
Utuh, kurang rapih, bersih menarik 7
Utuh, kurang rapih, agak menarik, bersih 6
Utuh, kurang bersih 5
Tidak utuh, agak kotor 4
Tidak utuh, kurang menarik, kotor 3
Hancur, kurang menarik, kotor 2

● Bau
Spesifikasi Nilai
Harum, segar, spesifik jenis 9
Sangat enak, harum segar 8
Hampir netral 7
Agak tengik, tidak basi 5
Agak tengik, basi 4
Tengik, agak busuk 3
Busuk 1

● Konsistensi
Spesifikasi Nilai
Padat, kompak, cukup lembab 9
Padat, kompak, agak lembab 8
Padat, kompak 7
Kurang kompak, lembab 6
Agak berair, mulai agak rapuh 5
Berair, mudah terurai 3
Berair/basah, lengket, membubur 1

● Rasa
Spesifikasi Nilai
Sangat enak sekali, gurih spesifik jenis 9
Sangat enak, gurih 8
Enak, gurih 7
Enak, kurang gurih 6
Netral, kurang gurih 5
Tidak enak,tidak gurih 4
Rasa basi 3
Tengik, busuk 1

xxix
5. PENGASAPAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR

A. PENDAHULUAN
Pengasapan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan
produk makanan yang mengandung protein tinggi misalnya ikan, daging dan keju.
Produk pangan dengan proses pengasapan memiliki kelebihan daya awet yang
tinggi, rasa dan aroma yang ditimbulkan juga sangat sangat khas. Daya awet yang
ditimbulkan dari komponen asap cair karena adanya kandungan yang bersifat
antimikrobial dan antioksidan yaitu senyawa aldehid, asam karboksilat dan fenol
(Leroi dan Joffraud 2000; Rorvik 2000).
Pengasapan menggunakan cara tradisional dengan cara pembakaran langsung,
memiliki beberapa kelemahan, yaitu kualitasproduk yang dihasilkan tidak
konsisten, terakumulasinya senyawa berbahaya misalnya tar dan benzopiren pada
produk, selain itu juga menyebabkan pencemaran udara, serta efisiensi pengasapan
sulit dikontrol. Metode untuk mengurangi kelemahan tersebut dilakukan dengan
cara menggunakan asap cair. Pengasapan asap cair memiliki kelebihan yaitumudah
diterapkan, flavor produk lebih seragam, lebih efisien dalam penggunaan bahan
pengasap dan senyawa karsinogenik berupa senyawa aromatic polisiklik yang
terbentuk dapat dieliminasi (Simon et al. 2005; Hattula et al. 2001).

B. Tujuan Praktikum
Praktikum Pengasapan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
berbagai macam konsentrasi asap cair terhadap mutu ikan asap yang dihasilkan
serta mengetahui metode pembuatan ikan asap.

C. Tinjauan Pustaka
1. Pengasapan
Pengasapan sebenarnya adalah suatu proses yang merupakan gabungan dari
penggaraman, pengeringan, dan pengasapan itu sendiri. Dengan penggaraman rasa
daging ikan menjadi lebih enak dan awet. Selain itu daging ikan semakin kompak
karena berkurangnya kadar air sehingga kegiatan mikroorganisme dapat dihambat.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dan mendapatkan tekstur yang

xxx
baik (Irawan, 1997). Proses pengasapan secara tradisional mempunyai kekurangan
antara lain : produk yang dihasilkan tidak seragam sehingga kenampakan menjadi
tidak menarik, kontrol suhu sulit dilakukan dan asapnya mencemari udara. Tujuan
pengasapan semula adalah baik, tetapi ternyata pengasapan dapat menghasilkan
senyawa-senyawa yang tidak aman bagi kesehatan. Beberapa senyawa bersifat
karsinogenik seperti benzo(a)pyrene terdapat dalam produk asap (Gangolli, 1986).
Untuk meningkatkan kualitas ikan asap, sudah dikembangkan pengasapan dengan
asap cair (liquid smoke).

2. Asap Cair
Asap cair merupakan bahan kimia yang diperoleh dari pengembunan asap hasil
penguraian senyawa-senyawa organik pada proses pirolosis. Asap cair dapat
diaplikasikan pada bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan
pangan. Asap cair mengandung beberapa komponen-komponen yang mendukung
sifat-sifat fungsionalnya dan berperan dalam pengawetan makanan antara lain
senyawa fenol, karbonil, dan senyawa asam.
Senyawa-senyawa tersebut berperan antara lain sebagai antioksi dan,
pembentukan warna coklat, serta sebagai anti bakteri atau anti jamur. Asap cair
dapat digunakan sebagai pengawet berbagai jenis makanan dengan menggunakan
beberapa cara seperti dioleskan pada makanan, disemprotkan, dan mencelupkan
makanan ke dalam asap cair. Asap cair aman digunakan oleh masyarakat dengan
penggunaan yang tepat Penggunaan asap cair lebih menguntungkan dari pada
menggunakan metode pengasapan langsung karena warna dan citarasa produk
dapat dikendalikan, produk karsinogen lebih kecil, dan proses dapat dilakukan
dengan cepat.
Asap Cair memiliki komponen utama yang terdiri dari 1,2-asam
benzendikarboksilat dan dietil 5 ester (Sari et al. 2007). Metode yang digunakan
dalam proses pengasapan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kualitas ikan asap. Kenampakan dan rasa yang spesifik pada ikan asap dipengaruhi
oleh kandungan fenol pada produk yang diasap. Akan tetapi, kandungan fenol yang
terlalu tinggi akan cenderung menghasilkan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
(PAH) yang bersifat karsinogenik.

xxxi
Pengasapan dengan menggunakan asap cair, menurut Swastawati (2007) dapat
menghasilkan produk yang seragam, rasa yang ditimbulkan dapat dikontrol,
memberikan cita rasa dan aroma yang konsisten, menghemat kayu, mengurangi
polusi dan mencegah deposit senyawa tar. Diantara banyak jenis senyawa PAH, ada
15 jenis yang diketahui bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya,
benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi sebagai senyawa PAH yang memiliki sifat
karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara
permanen dan menyebabkan mutasi pada gen (Elisabeth, dkk., 2000).
Benzo(a)pyrene dianggap sebagai indikator senyawa yang bersifat karsinogen pada
makanan asap. Kandungan benzo(a)pyrene dari ikan asap yang diolah dengan
pengasapan panas berkisar antara 0,5-3,5 μg/g, tergantung pada ukuran, preparasi
dan kondisi pengasapan (Doe 1998). Uni Eropa telah membatasi jumlah
benzo(a)pyrene dalam asap sebesar 5 ppb pada bahan yang diasapi secara
tradisional (Rozum 2009). Berdasarkan SNI No. 01-2725-2013 batas maksimal
kandungan benzo(a)pyrene dalam ikan asap adalah sebesar 5 ppb dan kandungan
air maksimal sebanyak 60 %.

D. Alat, Bahan dan Cara Kerja


Alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven, baskom, ember, pisau,
talenan, timbangan, para-para, nampan, termometer, plastik, gelas ukur, stopwatch.
Bahan yang digunakan untuk pengujian produk adalah ikan betok (Annabas
testudineus), ikan sepat (Trichogaster pectoralis), ikan lele (Clarisa bathracus).
ikan bandeng (Chanos chanos), ikan sarden (Sardinella lemuru), ikan kembung
(Rastrelliger kanagurta), ikan tongkol (Euthynnus affinis), dan ikan layur
(Trichiurus lepturus)
Untuk ikan asap dengan metode asap cair
1. ikan segar dicuci dan dilakukan penyiangan,
2. lalu dipotong menjadi bentuk butterfly.
3. kemudian direndam dalam larutan garam 1%, tiriskan,
4. kemudian direndam dalam larutan asap cair 4%, selama 10 menit, 20 menit, dan
30 menit.
5. lalu dipanaskan dengan suhu 85oC selama 2 jam

xxxii
6. kemudian dilakukan pendinginan.

E. HASIL PENGAMATAN
Lembaran pengujian organoleptik ikan peda

No Indikator Penilaian Organoleptik Nilai


KENAMPAKAN:
1

BAU:
2

RASA:
3

TEKSTUR:
4

Keterangan:
1 = Sangat Tidak Suka
2 = Tidak Suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat Suka

LEMBAR PENILAIAN SENSORIS IKAN ASAP

xxxiii
6. OVSERVASI SANITASI PRODUK TRADISIONAL

xxxiv
A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah kepulauan
kurang lebih 7.000 pulau besar dan pulau kecil, selain itu Indonesia juga memiliki
garis pantai terpanjang kedua didunia setelah Australia yang mencapai kurang lebih
81.000 km. Sebagai Negara yang dikelilingi laut, Indonesia memiliki sumber daya
perairan yang sangat besar, baik suberdaya hayati maupun non-hayati. Sumberdaya
perikanan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis ikan, crustacean, moluska,
makroalga dan mikroalga yang hidup di perairan darat maupun laut. Sumber daya
yang memiliki struktur tubuh ikan dikenal dengan istilah finfish, sedangkan
sumberdaya yang memiliki tubuh bercangkang seperti moluska dan krustacea
disebut shellfish.
Sumatera selatan merupakan salah satu propinsi di sumatera yang memiliki
wilayah perairan yang cukup luas baik perairan laut maupun perairan darat,
ssehingga potensi sumberdaya hayati perikanan disumatera selatan cukup besar.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sektor perikanan yang merupakan bagian
dari sektor pertanian merupkan penyumbang terbesar terhadap jumlah protein
hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat di Sumatera selatan.
Komoditas biologi, ikan dan hasil perikanan lainnya termasuk kedalam bahan
pangan yang mudah sekali mengalami kerusakan (perisable food), yang disebabkan
oleh aktifitas mikroba dan reaksi enzim. Oleh karena itu, penanganan dan
pengolahan merupakan salah satu cara yang dapat meminimalisir kemunduran mutu
tersebut.
Di Indonesia, pengolahan tradisional hasil perikanan dikelompokan menjadi
duayaitu pengolahan modern dan pengolahan tradisional. Termasuk kedalam
pengolahan perikanan secara modern antara lain pembekuan, pengalengan dan
sebagainya, sedangkan yang termasuk kedalam pengolahan secara tradisional
antara lain penggaraman, pengeringan, pemindangan, fermentasi dan pengasapa

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini antara lain:

xxxv
1. Mahasiswa diharapkan mengetahui berbagai jenis (spesies0 ikan (finfish)
maupun non ikan (seperti moluska, crustacea dan sebagainya).
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui berbagai jenis produk olahan hasil
perikanan baik produk tradisional maupun secara modern
3. Mahasiswa mengetahui kondisi mutu hasil perikanan tersebut yang terdapat
dipasar.

C. METODE
1. Cara Kerja
Mahasiswa langsung mendatangi pasar sesuai dengan pembagian kelompok
masing-masing. Selanjutnya melakukan observasi ke setiap pedagang yang
menjual hasil perikanan.

2. Hasil
A . Jenis Ikan Tawar, Payau dan Laut
Nama Ikan Habitat Hidup
Air Tawar Air Payau Air Laut

B. Jenis Non Ikan Tawar, Payau Maupun Laut


Nama Spesies Habitat Hidup
Air Tawar Air Payau Air Laut

xxxvi
D. Produk Olahan Secara Tradisional
1.
2.
3.
4.
5.

E. Produk Olahan Secara Modern


1.
2.
3.
4.
5.

DAFTAR PUSTAKA

xxxvii
Adawyah, 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Afrianto dan Liviawaty,1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
Desroirer, N. W. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan .Jakarta. Uip.

Hadiwiyoto, T. 2003. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas
Gizi dan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ilyas, 1980. Teknologi Pengolahan Pindang. Lembaga Penelitian Teknologi


Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian Departemen
Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Santoso B, 1998. Ikan Pindang. Penebar Swadaya, Jakarta

Suharto.1991. Teknologi Pengawetan Pangan.Jakarta. Bineka Cipta .

Tim penyusun. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil
Pertanian. Fakultas Pertanian. UNSOED.

Ilyas. S. 2002. Teknologi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV Paripurna. Jakarta.


Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

xxxviii
FORMAT LAPORAM AKHIR
PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

COVER HALAMAMAN JUDUL


HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

PENGAMATAN KEMUNDURAN MUTU IKAN


a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN

PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN


a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN

PEMINDANGAN
a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN

FERMENRASI PEDA
a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN

PENGASAPAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR


a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN

xxxix
e. KESIMPULAN DAN SARAN

OBSERVASI PASAR
a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

CONTOH COVER/HALAMAN JUDUL

xl
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
DASAR-DASAR TEKINOLOGI HASIL PERIKANAN

JUDUL PRAKTIKUM

Nama praktikan
Nim:

PROGRAM STUDY TEKNOLOGI HASI PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

xli
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI HASIL
PERIKANAN

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Akhir Praktikum Dasar-dasar
Teknologi Hasil Perikanan

Nama praktikan
Nim

Indralaya, April 2017

Mengetahui,

Asisten I Asisten II

Yulia Sari M. Ramadoni Al dino


NIM. 05061281520052 NIM. 05061281520052

Dosen Koordinator Praktikum Dasar-dasar Teknologi Hasil Perikanan

Dwi Indah Sari, S.Pi, M.Si


NIP. 198809142015105201

KETENTUAN FORMAT
LAPORAN TETAP

xlii
Ketentuan umum pembuatan laporan resmi Praktikum Mata kuliah Dasar-
dasar Teknologi Hasil Perikanan, adalah sebagai berikut:

1. Ukuran log UNSRI pada cover laporan 4cm x 4cm dan hitam putih
2. Menggunakan huruf Times New Roman Font 12, kertas A4 80 gsm
3. Margin pengetikan : 4 kiri, 3 atas, 3 kanan, 3 bawah
4. Laporan di Staples 3.
5. Laporan individu, konsultasi dengan asisten sampai laporan di Acc
6. Format Laporan disusun sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang (minimal 1 lembar)
1.2 Tujuan
BAB 2 TIjauan Pustaka
2.1 Sistematika Ikan
2.2
2.3
2.4
(Point 2.2, 2.3, 2.4 akan diberitahu oleh asisten setelah selesai praktikum)
BAB 3 Pelaksanaan Praktikum
3.1 Waktu dan tempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Cara kerja
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
4.2 Pembahsan ( minimal 1 lembar)
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka ( minimal tahun 2002)
Lampiran

xliii
SCORE SHEET ORGANOLEPTIK IKAN SEGAR

Jenis Produk : Nama :


Tanggal :

Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
Berilah tanda (V) pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang duji.
Kode
SPESIFIKASI NILAI
Contoh
RUPA

MATA
- Cerah bola mata menonjol, kornea jernih 9
- Cerah bola mata rata, kornea jernih 8
- Agak cerah, bola mata rata, pupil keabu-abuan, kornea agak 7
jernih
- Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak 6
keruh
- Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea 5
- Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, 4
kornea keruh
- Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh 3
- Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal 2

INSANG
- Wanra merah cemerlang, tanpa lender 9
- Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender 8
- Warna merah agak kusam, tanpa lender 7
- Merah agak kusam, sedikit lender 6
- Mulai ada di kolorasi merah muda, merah cokelat, sedikit lendir 5
- Mulai ada di kolosi, sedikit lender 4
- Warna merah cokelat, lendir tebal 3
- Warna merah cokelat, atau kelabu, lendir tebal 2
- Warna putih kelabu, lendir tebal sekali 1

DAGING DAN PERUT


- Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada 9
pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah
terang, daging perut dagingnya utuh bau isi perut segar.
- Sayatan daging cemerlang berwarna asli, tidak ada pemerahan 8
sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang,
dinding perut dagingnya utuh bau isi perut netral
- Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada 7
pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal
mulai pudar, dinding perut dagingnya utuh, bau netral
- Sayatan masih cemerlang, didua perut agak lembek kemerahan 6
pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu.
- Sayatan daging mulai pudar, kedua perut lunak, pemerahan pada 5
tulang belakang bau seperti susu

xliv
- Sayatan daging tidak cemerlang, didua peruk lunak, pemerahan 4
sepanjang tulang belakang rusuk mulai lembek, bau perut mulai
asam
- Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada tulang 3
belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak
- Sayatan daging kusam, sekali warna merah jelas, sepanjang 2
tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk

BAU
- Segar bau rumput laut, bau spesifik menurut jenis 9
- Bau segarm bau rumput mulai hilang 8
- Tidak berbau, netral 7
- Bau susu, belum ada bau asam, ada bau-bau ikan asin/bau Cold 6
Storage
- Bau susu asam, bau susu kental 5
- Bau asam, asetat, bau rumput atau bau sabun 4
- Bau amoniak mulai tercium 3
- Bau amoniak kuat, ada bau, H2S 2
- Bau busuk, bau indol 1

TEKSTUR
- Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari 9
tulang belakang
- Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek 8
daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai
dengan jenisnya
- Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit 7
menyobek daging dari tulang belakang
- Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah 6
menyobek daging dari tulang belakang
- Agak lunak belum ada bekas jari bila ditekan mudah menyobek 5
daging dari tulang belakang
- Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang mudah 4
menyobek daging dari tulang belakang
- Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, tetapi cepat hilang, mudah 3
menyobek daging dari tulang belakang
- Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, miudah sekali 2
menyobek daging dari tulang belakang
- Sangat lunak, bekas jari tidak menghilang bila ditekan, mudah 1
sekali menyobek daging dari tulang belakang

xlv
KETENTUAN FORMAT
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI HASIL PERIKANANAN

Nama : Hari / Tanggal :10/03/2017


NIM : Asisten : 1. Yulia Sari

Kelompok :
05061281520052

Judul Praktikum : 2. M. Ramadoi A 05061281520052

ACC :

A. Tujuan :

B. Hasil :

xlvi

Anda mungkin juga menyukai