DISUSUN OLEH:
TAHUN 2020
MODUL PRAKTIKUM
DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN
ii
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT., yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya serta ridho-Nya sehingga modul Praktikum
Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Ikan ini dapat diselesaikan dalam waktu yang
tepat.
Modul Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Ikan ini disusun
dengan maksud untuk membantu mahasiswa program Studi Budidaya Perairan dan
Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, yang
mengambil mata kuliah Dasar-Dasar TeknologiPengolahan Ikan. Dengan adanya
modul praktiku ini, diharapkan mahasiswa mempunyai pedoman untuk
melaksanakan praktikum. Selain membaca modul ini mahasiswa, diharapkan
mencari buku-buku penunjang lain yang berhubungan dengan materi yang
dipraktikumkan.
Penusun menyadari, modul penuntun praktikum ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran demi menyempurnakan modul ini dimasa yang akan
datang. Akhir kata penyusun berharap modul ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
yang akan melakukan praktikum.
Penulis
iii
1. Praktikan wajib mengikuti praktikum sebanyak 100% pertemuan, asisten tidak
akan mengadakan praktikum susulan jika ada alas yang dikemukakan praktikan
tidak jelas dan tidak masuk akal.
2. Praktikan wajib hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.
3. Praktikan harus mengikuti responsi pada awal dan akhir praktikum. Jika nilai
dibawah 73 maka tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
4. Masing-masing praktikan membawa 2 lembar kertas A4 80 gr setiap pertemuan
berlangsung.
5. Masing-masing praktikan diharapkan membawa laporan sementara dengan
format yang telah ditentukan oleh asisten.
6. Praktikan telah mengenakan jas lab sebelum masuk kedalam laboratorium dan
menggunakan name tag. Jika tidak dibawa maka praktikan dilarang untuk
mengikuti praktikum.
7. Setiap praktikum, praktikan harus membawa alat dan bahan yang diperlukan.
Jika tidak dibawa maka dilarang untuk mengikuti praktikum.
8. Praktikan wajib melaporkan hasil praktikum dalam bentuk laporan sementara
pada saat selesai praktikum.
9. Penilaian bukan hanya terletak pada pembuatan laporan, tetapi keaktifan ketika
mengikuti praktikum akan dinilai.
10. Praktikan dilarang untuk :
a. Makan dan minum disaat praktikum berlangsung.
b. Mengobrol dan memancing keributan ketika praktikum berlaangsung.
c. Dilarang mengaktifkan segala bentuk alat komunikasi kecuali untuk
mendokumentasikan kegiatan praktikum dengan seizin asisten.
d. Dilarang mencontek, apabila ada praktikan yang kedapatan mencontek baik
saat response awal, akhir, uts, dan uas maka akan diberi nilai 0.
11. Jika terbukti meng-copast (copy-paste) laporan maka pada nilai akhir akan
diberikan nilai D atau E.
12. Kejujuran lebih dihargai.
13. Praktikan wajib melakukan draft laporan tetap praktikum dengan judul yang di
praktikumkan minimal 1X dalam 1 minggu, dan apabila ketika praktikum
minggu depannya tidak membawa laporan tetap yang telah diperiksa oleh
iv
asisten maka praktikan beserta kelompok nya dilaran masuk keruangan
praktikum.
14. Setiap selesai dilaksanakan praktikum asisten akan langsung bertanya kepada
praktikan tentang nama latin ikan yang digunakan.
15. Tata tertib ini bersifat mengikat selama menjadi praktikan Dasar-Dasar
Teknologi Hasil Perikanan dan tata tertib ini bersifat statis dan bila sewaktu-
waktu terdapat yang belum dijelaskan pada nomor-nomor sebelumnya dapat
bertambah dan tidak dapat berkurang.
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………
v
LEMBAR PENGESAHAN MODUL PRAKTIKUM DASAR-DASAR
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
TATA TERTIB PRAKTIKUM……………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
MATERI PRAKTIKUM
1. PENGAMATAN KEMUNDURAN MUTU IKAN………………….
2. PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN………………………….
3. PEMINDANGAN………………………………………………………
4. FERMENTASI IKAN PEDA…………………………………………
5. PENGASAPAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR…………………
6. OBSERVASI SANITASI PRODUK TRADISIONAL………………
A. PENDAHULUAN
vi
Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia yang
disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme setelah ikan mati. Fase
perubahan tersebut meliputi :
1. Pre-rigormortis : suatu fase antara disaat ikan sedang mengalami kematian
sampai ikan mati.
2. Rigormortis : suatu fase yang ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan
dan ikan yang berada pada fase ini menandakan bahwa ikan
dalam keadaan segar.
3. Post-rigormortis : suatu fase yang menyebabkan jaringan otot tidak dapat
mempertahankan fleksibilitas (kekenyalan), daging ikan
menjadi lunak kembali dan proses pembusukan akan segera
berlangsung.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Kemunduran Mutu Ikan
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali
dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat
diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati
ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka
akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan.
Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim,
kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak
bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor),
rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya
oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara
mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (Junianto, 2003).
Kemunduran mutu ikan tak dapat dipungkiri sebab ikan merupakan produk
yang high perishable (mudah rusak) sehingga memerlukan penanganan khusus.
Tingkat kemunduran ikan ditentukan sejak penangkapan, pengolahan sampai
penyajian. Proses kemunduran mutu ikan berlangsung cepat di daerah beriklim
tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi ditambah dengan proses penangkapan
yang tidak baik yang menyebabkan ikan mengalami kemunduran mutu sehinggga
vii
penanganan yang baik perlu dilakukan, penanganan ikaan yang baik bertujuan
untuk mengusahakan agar kesegaran ikan dapat dipertahankan atau kebusukan ikan
dapat ditunda (Junianto, 2003).
Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia
yang disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme setelah ikan mati.
Kemunduran mutu ikan digolongkan menjadi 3 tahap, yaitu prerigor, rigormortis,
dan postrigormotis. Berikut penjelasannya :
1.1.1. Pre-rigormortis
Tahap pre-rigormortis merupakan perubahan yang pertama kali terjadi
setelah ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau
transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia yang
berlangsung 2-4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari
glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.
Tahap prerigor terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak. Perubahan awal
yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti sehingga pasokan
oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti. Di dalam daging ikan mulai terjadi
aktivitas penurunan mutu dalam kondisi anaerobik. Pada fase ini terjadi penurunan
ATP dan keratin fosfat melalui proses aktif glikolisis. Proses glikolisis mengubah
glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan terjadinya penurunan pH
(Hadiwiyoto, 2003).
1.1.2. Rigormortis
Fase selanjutnya adalah rigormortis, menyatakan bahwa fase rigormortis
adalah tahap yang terjadi ketika ikan mengalami kekakuan (kekejangan). Fase ini
ditandai dengan terjadinya penurunan pH akibat akumulasi asam laktat. Faktor yang
mempengaruhi lamanya fase rigormortis yaitu jenis ikan, suhu, penanganan
sebelum pemanenan, kondisi stress pra kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu
penyimpanan prerigor . Nilai pH daging ikan selama fase rigormortis turun dari 7
sampai dengan 6 (Ilyas, 2002).
1.1.3. Post-rigormortis
viii
Fase post-rigormortis merupakan fase awal kebusukan ikan. Fase ini terjadi
ketika daging dan otot ikan secara bertahap menjadi lunak kembali. Hal ini
disebabkan terjadinya degradasi enzimatik di dalam daging ikan (Papa et al, 1997
diacu dalam Ocano-Higuera et al, 2011). Pada awalnya fase ini akan meningkatkan
derajat penerimaan konsumen (Ilyas, 2002).
ix
kandungan glikogen dalam daging. Pada ikan tak berlemak berkualitas rendah,
kandungan glikogen yang rendah menyebabkan peningkatan yang setara dalam pH
daging. Segera setelah mati, glikogen dalam daging diubah menjadi asam laktat
yang menentukan pH daging. Bakteri-bakteri yang menyebabkan pembusukan
lebih aktif dalam daging dengan kadar pH lebih tinggi(Afrianto, 1989).
x
transpran, dan baunya segar sudah menggumpal dan
menurut jenisnya. lengket.
Keadaan Perut dan Sayatan Perut tidak pecah, masih Perut sobek, sayatan daging
Daging utuh, dan warna sayatan kurang cemerlang dan jika
daging cemerlang serta jika dibelah daging mudah
ikan dibelah maka daging lepas.
melekat kuat pada tulang
terutama tulang rusuk
Bau Spesifik menurut jenisnya Bau menusuk seperti asam
segar seperti bau rumput asetat dan lama kelamaan
laut. akan menjadi busuk.
C. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa lebih memahami tingkat kemunduran
mutu ikan sehingga dapat membedakan sampai batas mana ikan layak untuk
dikonsumsi.
D. METODE
Bahan : Ikan (masing-masing 3 ekor).
Alat : Baskom, pisau, dan plastik.
E. CARA KERJA
Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum pengamatan kemunduran mutu
ikan secara organoleptik ini adalah sebagai berikut:
1. Ikan diamati kondisi fisiknya mulai dari mata, insang, tekstur daging, keadaan
kulit dan lendir, keadaan perut dan sayatan daging serta bau.
2. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel dibawah ini :
F.Hasil
Tabel 1.
Kelompok No. Sampel Ikan Segar Ikan Busuk Keterangan
xi
2. PENGGARAMAN DAN PENGERINGAN
A. PENDAHULUAN
xii
Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan diberbagai
negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media
pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi (Adawyah, 2007).
Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan
tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti
pengeringan ataupun dengan perebusan. Pada dasarnya, metode penggaraman ikan
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting),
penggraman basah (WetSalting) dan Kench Salting (Desroirer, 2008).
Penggaraman merupakan salah satu metode pengawetan ikan yang sudah
lama dikenal. Didalam proses penggaraman sendiri menggunakan beberapa
metode. Metode penggaraman sendiri terbagi menjai empat yaiut:
1. Dry Salting (Penggaraman kering) : bila ikan kontak langsung dengan kristal-
kristal garam.
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan
badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam
wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan
setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman
umumnya berjumlah 10 % sampai 35 % dari berat ikan yangdigarami. Pada waktu
ikan bersentuhan dengan kulit / daging ikan (yang basah/berair), garam itu mula-
mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan meresap kedalam
daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak langsung menyerap
air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin
banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang
(Suharto,1991).
2. Wet Salting or Brine Salting (Penggaraman Basah) : bila ikan tidak kontak
langsung dengan kristal-kristal garam, melainkan ikan direndam dengan larutan
garam.
xiii
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30 sampai 35 % (dalam
1liter air terdapat 30 sampai 35 gram garam). Ikan yang akan digaramidimasukkan
kedalam larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi
pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada
ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan. Dalam proses
osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya
kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk
kedalam tubuh ikan. Proses osmosis akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar
dan didalam tubuh ikan sudah seimbang dan merata (Suharto, 1991).
xiv
1. Garam mempunyai tekanan osmotic yang tinggu segingga menyebabkan sel
bakteri lisis
2. Garam bersifat hidroskopis
3. Bila NaCl terdisosiasi menjadi ion NA+ dan Cl- , akan berakibat toksik pada
mikroorganisme sehingga mikroorganisme akan mati.
4. Garam mampu menurunkan kelarutan oksigen dalam bahan pangan sehingga
menghambat pertumbuhan bakteri aerob.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum penggaraman dan pengeringan bertujuan untuk mengetahuipengaruh
penambahan berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan asin yang
dihasilkan serta mengetahui metode penggaraman.
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah pisau, talenan, baskom, nerca
analitik, desikator dan gelas ukur. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain
ikan sepat rawa (Trichogaster pectoralis), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan
kembung jantan (Rastrelliger kanagurta), ikan Lele (Clarias bathracus), ikan patin
(Pangasius pangasius), dan ikan gabus (Channa striata), ikan Sepat (Trichogaster
pectoralis) garam halus, air dan gel silica.
2. Cara Kerja
2.1 . Penggaraman Kering (dry salting )
1. Belah ikan dari arah dorsal bagian belakang (anal) sehingga membentuk
belahan seperti kupu-kupu.
xv
2. Buang isi perut (jeroan) serta insangnya dan garami ikan terebut sesuai
dengan keolmpok perlakuan, yaitu 5%, 10%, dan 15%. Caranya dengan
ditaburi secara merata pada ikan sesuai kelompok perlakuan dan masukkan
ke dalam baskom.
3. Keluarkan ikan-ikan tersebut dari baskom dan masukkan dalam desikator.
Masukkan ke dalam
desikator Digarami 5%, 10%, dan
15% selama 1 jam
Ikan asin
1. Belah ikan dari arah dorsal bagian belakang (anal) sehingga membentuk belahan
seperti kupu-kupu.
2. Buang isi perut (jeroan) serta insangnya dan garami ikan terebut sesuai dengan
keolmpok perlakuan, yaitu 5%, 10%, dan 15%. Caranya dengan membuat
larutan garam terlebih dahulu. Perlakuan masing-masing, buat sebaanyak 1000
xvi
ml atau 1 liter. Masukkan ikan tersebut kedalam larutan garam dan biarkan selam
60 menit atau 1 jam.
3. Angkat dan tiriskan ikan tersebut, selanjutnya lakukan dalam desikator dengan
menggunakan wadah nampan sampai kering.
Rendam dalam
Masukkan dalam larutan garam
desikator selama 60 menit
Ikan asin
D. Hasil
Tabel 1.
xvii
Kelompok/Ikan No. Sampel Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr)
Tabel 2.
Spesifikasi Nilai Kelompok
xviii
1 2 3 4 5 6 7
B K B K B K B K B K B K B K
Kemampuan
Bau
Rasa
Tekstur
Jamur ( ada)
Jamur
(tidak ada)
Keterangan:
1 = Sangat suka
2 = Suka
3 = Cukup suka
4 = Tidak suka
5 = Sangat tidak suka
3. PEMINDANGAN
xix
A. PENDAHULUAN
Pemindangan adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan
dalam suasana bergaram selama waktu tertentu. Setalah selesai pemasakan,
biasanya wadah di mana ikan disusun langsung disunakan sebagai wadah
penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan. Ikan pindang merupakan salah
satu hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan
tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program
peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang
lebih baik dari pada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai
cita-rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan asin
sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan pindang
dan ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang siap untuk dimakan
(ready to eat). Di samping itu juga praktis semua jenis ikan dari berbagai ukuran
dapat diolah menjadi ikan pindang (Santoso B, 1998).
Dibanding pengolahan ikan asin, pemindangan mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu: (1) cara pengolahannya sederhana dan tidak memerlukan alat
yang mahal, (2) hasilnya berupa produk matang yang dapat langsung dimakan tanpa
perlu dimasak terlebih dahulu, (3) rasanya cocok dengan selera masyarakat
Indonesia pada umumnya, (4) dapat dimakan dalam jumlah yang relatif banyak,
sehingga sumbangan proteinnya cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat.
Berbeda dengan pembuat ikan asin walaupun pindang di olah dengan
mempergunakan garam namun yang diperoleh hasil yang berbeda karena pada
pengolahan pindang selain penggaraman juga dikombinasikan dengan proses
pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).
B. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Pemindangan Garam
Pada teknik ini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun
berlapis-lapis didalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso tanah
(belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang cukup
lama (sekitar 4-6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang kecil
xx
bagian bawahh wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan selembar
kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis garam (Adawyah,
2007).
1) Ikan pindang memiliki daya tahan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
ikan asin;
2) Usaha pemindangan kebanyakan hanya dilakukan dalam skala kecil (industri
rumah tangga), dan teknologi yang dilakukan didapat secara turun temurun;
3) Sanitasi dan higiene kurang diperhatikan, terutama oleh industri rumah tangga.
Sehingga mutu dan daya tahan ikan pindang menjadi kurang baik.
Jenis-jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku ikan pindang
antara lain : bandeng (Chanos-chanos), tongkol (Ethynus affinis), cakalang
(Katsuwanus pelamis), layang (Decapterus ruselli), kembung (Rasterlliger
xxi
kanagurta), ikan mass (Ciprynus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan lain
sebagainya.
C. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menelaah pengaruh penggunaan
berbagai kosentrasi garam terhadap mutu organoleptik (penampakan, bau,
konsistensi dan rasa) ikan pindang yang dihasilkan.
E. CARA KERJA
Cara kerja dalam praktikum pemindangan ini antara lain sebagai berikut:
1. Buang isi perut (jeroan) dan insang dengan cara membelah tubuh ikan bagian
bawah (abdominal) dari lubang anus mengarah ke depan.
2. Cuci ikan yang sudah disiangi tersebut sampai bersih.
3. Rendam ikan dengan air teh selama 10 menit yang berfungsi untuk
menghilangkan bau lumpur pada ikan.
4. Kemudian ikan dilumuri bumbu dan garam.
5. Proses pengolahan dengan menggunakan autoclave (secara modern) adalah
sebagai berikut sebelum ikan disusun dalam autoclave, air bersih dimasukkan ke
dalam autoclave sebanyak 1-2 liter. Ikan yang telah dibumbui dibungkus
alumunium foil sebanyak satu lembar satu persatu kemudian dimasukkan ke
dalam autoclave.
6. Rebus ikan-ikan tersebut samapai masak yang ditandai dengan retaknya pangkal
ekor.
7. Pendinginan, proses pendinginan dengan menggunakan autoclave dilakukukan
dengan cara autoclave didiamkan selama setengan jam sampai tidak
xxii
mengeluarkan suara mendesis agar uap yang ada di dalam panci keluar semua
dan tekanan dalam panci turun. Hal ini dilakukan untuk mencegah rusaknya
karet katup pengaman panas. Setalah dingin ikan diangkat satu persatu dengan
hati-hati kemudian diletakkan berjajar di atas rak besi untuk diangin-anginkan
pada suhu ruangan.
8. Uji mutu organoleptik terhadap ikan pindang dihasilkan yang meliputi
penampakan, bau, konsistensi, dan rasa.
F. METODE PRAKTIKUM
Lembaran pengujian organoleptik ikan pindang
● Penampakan
Spesifikasi Nilai
Utuh, bersih, rapih, sangat menarik 9
Utuh, bersih, rapih, menarik 8
Utuh, kurang rapih, bersih menarik 7
Utuh, kurang rapih, agak menarik, bersih 6
Utuh, kurang bersih 5
Tidak utuh, agak kotor 4
Tidak utuh, kurang menarik, kotor 3
Hancur, kurang menarik, kotor 2
● Bau
Spesifikasi Nilai
Harum, segar, spesifik jenis 9
Sangat enak, harum segar 8
Hampir netral 7
Agak tengik, tidak basi 5
Agak tengik, basi 4
Tengik, agak busuk 3
Busuk 1
● Konsistensi
Spesifikasi Nilai
Padat, kompak, cukup lembab 9
xxiii
Padat, kompak, agak lembab 8
Padat, kompak 7
Kurang kompak, lembab 6
Agak berair, mulai agak rapuh 5
Berair, mudah terurai 3
Berair/basah, lengket, membubur 1
● Rasa
Spesifikasi Nilai
Sangat enak sekali, gurih spesifik jenis 9
Sangat enak, gurih 8
Enak, gurih 7
Enak, kurang gurih 6
Netral, kurang gurih 5
Tidak enak,tidak gurih 4
Rasa basi 3
Tengik, busuk 1
A. PENDAHULUAN
xxiv
Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa dari bahan-bahan senyawa
kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan yang
terkontrol dengan bantuan mikroorganisme (Moeljanto, 1992). Pengolahan ikan
secara fermentasi memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bahan yang
digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan yang tidak memiliki nilai
ekonomis. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi didominasi oleh enzim
proteolisis yang mampu mengubah protein.
Fermentasi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau transformasi
yang nantinya akan mampu menghasilkan suatu produk dengan bentuk dan sifat
yang sama sekali berbeda (berubah) dari keadaan awalnya. Misalnya saja dalam
pengolahan terasi dan kecap ikan.
b. Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata
memiliki kemampuan atau daya awet pada produk yang diolah, misalnya dalam
pembuatan ikan peda.
Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada
prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut:
a. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan peda,
kecap ikan, terasi dan bekasem.
b. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan silase
ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format
c. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase
ikan menggunakan asam-asam kuat.
d. Fermentasi menggunakan bakteri, misalnya dalam pembuatan bekasem dan chao
teri.
B. TUJUAN
xxv
Praktikum fermentasi bertujuan untuk mengetahuipengaruh penambahan
berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan peda yang dihasilkan serta
mengetahui metode fermentasi.
C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Peda
Peda merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan yang dilakukan secara
tradisional karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Peda digolongkan
sebagai ikan asin basah. Pada proses pembuatannya, ikan peda sengaja dibiarkan
setengah kering sehingga proses fermentasi dan autolisis tetap berlangsung.Pada
proses fermentasi peda terjadi penguraian senyawa protein kompleks yang terdapat
pada tubuh ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim yang
berasal dari tubuh ikan sendiri atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam
kondisi terkontrol.
Penambahan garam dilakukan pada proses fermentasi. Garam berfungsi untuk
menciptakan kondisi terkontrol sehingga bakteri pembusuk pertumbuhannya
terhambat sedangkan ragi atau jamur dibiarkan tumbuh pesat. Pada proses
selanjutnya peran garam adalah sebagai pengawet, terutama saat penyimpanan.
Ikan peda terdiri dari dua jenis yaitu ikan peda putih dan merah (warnanya kecoklat-
coklatan).
Konsumen biasanya lebih menyukai peda merah. Peda merah kandungan lemaknya
tinggi sehingga akan memenuhi cita rasa peda. Warna kecoklat-coklatan
disebabkan oksidasi lemak yang terdapat pada tubuh ikan. Kandungan lemak peda
merah berkisar antar 714% yang akan memberikan rasa gurih. Tekstur peda
merahpun lebih maser dibandingkan peda putih. Bakteri yang terdapat pada ikan
xxvi
peda terutama jenis bakteri gram positif berbentuk koki, bersifat nonmotil, hidup
secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif, serta bersifat
proteolitik. Kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat indol dan oksigen negatif,
beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon untuk hidupnya.
xxvii
D. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah Wadah, Pisau, Talenan, Baskom,
Keranjang, Plastik kemasan, Para—para penjemur. Sedangkan bahan yang
digunakan antara lain ikan kembung (Rastreligger sp), layang (Decapterus sp),
tawes (Puntius javanicus), mujaer (Tilapia mossambica), mas (Cyprinus carpio),
da n selar (Caranz sp) serta garam.
2. Cara Kerja
1. Ikan yang akan diolah menjadi ikan peda dipilih dan disortir menurut jenis,
ukuran, dan tingkat kesegaran.
2. Ikan disiangi dan dicuci bersih di bawah air mengalir.
3. Ikan yang telah dicuci ditiriskan, kemudian ditimbang.
4. Ikan disusun dalam wadah secara berlapis.
5. Taburi lapisan ikan dengan garam sebanyak 20%
6. Tutup wadah dan biarkan selama 1 minggu.
7. Keluarkan ikan dari wadah penggaraman, bersihkan ikan dari garam yang
menempel.
8. Jemur ikan sambil dibolak-balik selama 2 jam.
9. Masukkan ke dalam wadah yang bersih, tutup kembali, dan biarkan selama 1
minggu.
10. Jemur ikan peda yang telah difermentasi selama 6 jam.
11. Lakukan pengamatan terhadap perubahan ikan pada setiap tahapnya.
12. Catat setiap perubahan yang terjadi.
13. Timbang berat ikan peda yang dihasilkan.
14. Kemas ikan peda.
xxviii
E. HASIL PENGAMATAN
Lembaran pengujian organoleptik ikan peda
● Penampakan
Spesifikasi Nilai
Utuh, bersih, rapih, sangat menarik 9
Utuh, bersih, rapih, menarik 8
Utuh, kurang rapih, bersih menarik 7
Utuh, kurang rapih, agak menarik, bersih 6
Utuh, kurang bersih 5
Tidak utuh, agak kotor 4
Tidak utuh, kurang menarik, kotor 3
Hancur, kurang menarik, kotor 2
● Bau
Spesifikasi Nilai
Harum, segar, spesifik jenis 9
Sangat enak, harum segar 8
Hampir netral 7
Agak tengik, tidak basi 5
Agak tengik, basi 4
Tengik, agak busuk 3
Busuk 1
● Konsistensi
Spesifikasi Nilai
Padat, kompak, cukup lembab 9
Padat, kompak, agak lembab 8
Padat, kompak 7
Kurang kompak, lembab 6
Agak berair, mulai agak rapuh 5
Berair, mudah terurai 3
Berair/basah, lengket, membubur 1
● Rasa
Spesifikasi Nilai
Sangat enak sekali, gurih spesifik jenis 9
Sangat enak, gurih 8
Enak, gurih 7
Enak, kurang gurih 6
Netral, kurang gurih 5
Tidak enak,tidak gurih 4
Rasa basi 3
Tengik, busuk 1
xxix
5. PENGASAPAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR
A. PENDAHULUAN
Pengasapan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan
produk makanan yang mengandung protein tinggi misalnya ikan, daging dan keju.
Produk pangan dengan proses pengasapan memiliki kelebihan daya awet yang
tinggi, rasa dan aroma yang ditimbulkan juga sangat sangat khas. Daya awet yang
ditimbulkan dari komponen asap cair karena adanya kandungan yang bersifat
antimikrobial dan antioksidan yaitu senyawa aldehid, asam karboksilat dan fenol
(Leroi dan Joffraud 2000; Rorvik 2000).
Pengasapan menggunakan cara tradisional dengan cara pembakaran langsung,
memiliki beberapa kelemahan, yaitu kualitasproduk yang dihasilkan tidak
konsisten, terakumulasinya senyawa berbahaya misalnya tar dan benzopiren pada
produk, selain itu juga menyebabkan pencemaran udara, serta efisiensi pengasapan
sulit dikontrol. Metode untuk mengurangi kelemahan tersebut dilakukan dengan
cara menggunakan asap cair. Pengasapan asap cair memiliki kelebihan yaitumudah
diterapkan, flavor produk lebih seragam, lebih efisien dalam penggunaan bahan
pengasap dan senyawa karsinogenik berupa senyawa aromatic polisiklik yang
terbentuk dapat dieliminasi (Simon et al. 2005; Hattula et al. 2001).
B. Tujuan Praktikum
Praktikum Pengasapan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
berbagai macam konsentrasi asap cair terhadap mutu ikan asap yang dihasilkan
serta mengetahui metode pembuatan ikan asap.
C. Tinjauan Pustaka
1. Pengasapan
Pengasapan sebenarnya adalah suatu proses yang merupakan gabungan dari
penggaraman, pengeringan, dan pengasapan itu sendiri. Dengan penggaraman rasa
daging ikan menjadi lebih enak dan awet. Selain itu daging ikan semakin kompak
karena berkurangnya kadar air sehingga kegiatan mikroorganisme dapat dihambat.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dan mendapatkan tekstur yang
xxx
baik (Irawan, 1997). Proses pengasapan secara tradisional mempunyai kekurangan
antara lain : produk yang dihasilkan tidak seragam sehingga kenampakan menjadi
tidak menarik, kontrol suhu sulit dilakukan dan asapnya mencemari udara. Tujuan
pengasapan semula adalah baik, tetapi ternyata pengasapan dapat menghasilkan
senyawa-senyawa yang tidak aman bagi kesehatan. Beberapa senyawa bersifat
karsinogenik seperti benzo(a)pyrene terdapat dalam produk asap (Gangolli, 1986).
Untuk meningkatkan kualitas ikan asap, sudah dikembangkan pengasapan dengan
asap cair (liquid smoke).
2. Asap Cair
Asap cair merupakan bahan kimia yang diperoleh dari pengembunan asap hasil
penguraian senyawa-senyawa organik pada proses pirolosis. Asap cair dapat
diaplikasikan pada bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan
pangan. Asap cair mengandung beberapa komponen-komponen yang mendukung
sifat-sifat fungsionalnya dan berperan dalam pengawetan makanan antara lain
senyawa fenol, karbonil, dan senyawa asam.
Senyawa-senyawa tersebut berperan antara lain sebagai antioksi dan,
pembentukan warna coklat, serta sebagai anti bakteri atau anti jamur. Asap cair
dapat digunakan sebagai pengawet berbagai jenis makanan dengan menggunakan
beberapa cara seperti dioleskan pada makanan, disemprotkan, dan mencelupkan
makanan ke dalam asap cair. Asap cair aman digunakan oleh masyarakat dengan
penggunaan yang tepat Penggunaan asap cair lebih menguntungkan dari pada
menggunakan metode pengasapan langsung karena warna dan citarasa produk
dapat dikendalikan, produk karsinogen lebih kecil, dan proses dapat dilakukan
dengan cepat.
Asap Cair memiliki komponen utama yang terdiri dari 1,2-asam
benzendikarboksilat dan dietil 5 ester (Sari et al. 2007). Metode yang digunakan
dalam proses pengasapan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kualitas ikan asap. Kenampakan dan rasa yang spesifik pada ikan asap dipengaruhi
oleh kandungan fenol pada produk yang diasap. Akan tetapi, kandungan fenol yang
terlalu tinggi akan cenderung menghasilkan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
(PAH) yang bersifat karsinogenik.
xxxi
Pengasapan dengan menggunakan asap cair, menurut Swastawati (2007) dapat
menghasilkan produk yang seragam, rasa yang ditimbulkan dapat dikontrol,
memberikan cita rasa dan aroma yang konsisten, menghemat kayu, mengurangi
polusi dan mencegah deposit senyawa tar. Diantara banyak jenis senyawa PAH, ada
15 jenis yang diketahui bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Salah satunya,
benzo(a)pyrene, telah diidentifikasi sebagai senyawa PAH yang memiliki sifat
karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara
permanen dan menyebabkan mutasi pada gen (Elisabeth, dkk., 2000).
Benzo(a)pyrene dianggap sebagai indikator senyawa yang bersifat karsinogen pada
makanan asap. Kandungan benzo(a)pyrene dari ikan asap yang diolah dengan
pengasapan panas berkisar antara 0,5-3,5 μg/g, tergantung pada ukuran, preparasi
dan kondisi pengasapan (Doe 1998). Uni Eropa telah membatasi jumlah
benzo(a)pyrene dalam asap sebesar 5 ppb pada bahan yang diasapi secara
tradisional (Rozum 2009). Berdasarkan SNI No. 01-2725-2013 batas maksimal
kandungan benzo(a)pyrene dalam ikan asap adalah sebesar 5 ppb dan kandungan
air maksimal sebanyak 60 %.
xxxii
6. kemudian dilakukan pendinginan.
E. HASIL PENGAMATAN
Lembaran pengujian organoleptik ikan peda
BAU:
2
RASA:
3
TEKSTUR:
4
Keterangan:
1 = Sangat Tidak Suka
2 = Tidak Suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat Suka
xxxiii
6. OVSERVASI SANITASI PRODUK TRADISIONAL
xxxiv
A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah kepulauan
kurang lebih 7.000 pulau besar dan pulau kecil, selain itu Indonesia juga memiliki
garis pantai terpanjang kedua didunia setelah Australia yang mencapai kurang lebih
81.000 km. Sebagai Negara yang dikelilingi laut, Indonesia memiliki sumber daya
perairan yang sangat besar, baik suberdaya hayati maupun non-hayati. Sumberdaya
perikanan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis ikan, crustacean, moluska,
makroalga dan mikroalga yang hidup di perairan darat maupun laut. Sumber daya
yang memiliki struktur tubuh ikan dikenal dengan istilah finfish, sedangkan
sumberdaya yang memiliki tubuh bercangkang seperti moluska dan krustacea
disebut shellfish.
Sumatera selatan merupakan salah satu propinsi di sumatera yang memiliki
wilayah perairan yang cukup luas baik perairan laut maupun perairan darat,
ssehingga potensi sumberdaya hayati perikanan disumatera selatan cukup besar.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sektor perikanan yang merupakan bagian
dari sektor pertanian merupkan penyumbang terbesar terhadap jumlah protein
hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat di Sumatera selatan.
Komoditas biologi, ikan dan hasil perikanan lainnya termasuk kedalam bahan
pangan yang mudah sekali mengalami kerusakan (perisable food), yang disebabkan
oleh aktifitas mikroba dan reaksi enzim. Oleh karena itu, penanganan dan
pengolahan merupakan salah satu cara yang dapat meminimalisir kemunduran mutu
tersebut.
Di Indonesia, pengolahan tradisional hasil perikanan dikelompokan menjadi
duayaitu pengolahan modern dan pengolahan tradisional. Termasuk kedalam
pengolahan perikanan secara modern antara lain pembekuan, pengalengan dan
sebagainya, sedangkan yang termasuk kedalam pengolahan secara tradisional
antara lain penggaraman, pengeringan, pemindangan, fermentasi dan pengasapa
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini antara lain:
xxxv
1. Mahasiswa diharapkan mengetahui berbagai jenis (spesies0 ikan (finfish)
maupun non ikan (seperti moluska, crustacea dan sebagainya).
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui berbagai jenis produk olahan hasil
perikanan baik produk tradisional maupun secara modern
3. Mahasiswa mengetahui kondisi mutu hasil perikanan tersebut yang terdapat
dipasar.
C. METODE
1. Cara Kerja
Mahasiswa langsung mendatangi pasar sesuai dengan pembagian kelompok
masing-masing. Selanjutnya melakukan observasi ke setiap pedagang yang
menjual hasil perikanan.
2. Hasil
A . Jenis Ikan Tawar, Payau dan Laut
Nama Ikan Habitat Hidup
Air Tawar Air Payau Air Laut
xxxvi
D. Produk Olahan Secara Tradisional
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
xxxvii
Adawyah, 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Afrianto dan Liviawaty,1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
Desroirer, N. W. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan .Jakarta. Uip.
Tim penyusun. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil
Pertanian. Fakultas Pertanian. UNSOED.
xxxviii
FORMAT LAPORAM AKHIR
PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
PEMINDANGAN
a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN
FERMENRASI PEDA
a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN
xxxix
e. KESIMPULAN DAN SARAN
OBSERVASI PASAR
a. PENDAHULUAN
b. TINJAUAN PUSTAKA
c. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
d. HASIL DAN PEMBAHASAN
e. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
xl
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
DASAR-DASAR TEKINOLOGI HASIL PERIKANAN
JUDUL PRAKTIKUM
Nama praktikan
Nim:
xli
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI HASIL
PERIKANAN
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Akhir Praktikum Dasar-dasar
Teknologi Hasil Perikanan
Nama praktikan
Nim
Mengetahui,
Asisten I Asisten II
KETENTUAN FORMAT
LAPORAN TETAP
xlii
Ketentuan umum pembuatan laporan resmi Praktikum Mata kuliah Dasar-
dasar Teknologi Hasil Perikanan, adalah sebagai berikut:
1. Ukuran log UNSRI pada cover laporan 4cm x 4cm dan hitam putih
2. Menggunakan huruf Times New Roman Font 12, kertas A4 80 gsm
3. Margin pengetikan : 4 kiri, 3 atas, 3 kanan, 3 bawah
4. Laporan di Staples 3.
5. Laporan individu, konsultasi dengan asisten sampai laporan di Acc
6. Format Laporan disusun sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang (minimal 1 lembar)
1.2 Tujuan
BAB 2 TIjauan Pustaka
2.1 Sistematika Ikan
2.2
2.3
2.4
(Point 2.2, 2.3, 2.4 akan diberitahu oleh asisten setelah selesai praktikum)
BAB 3 Pelaksanaan Praktikum
3.1 Waktu dan tempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Cara kerja
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
4.2 Pembahsan ( minimal 1 lembar)
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka ( minimal tahun 2002)
Lampiran
xliii
SCORE SHEET ORGANOLEPTIK IKAN SEGAR
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
Berilah tanda (V) pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang duji.
Kode
SPESIFIKASI NILAI
Contoh
RUPA
MATA
- Cerah bola mata menonjol, kornea jernih 9
- Cerah bola mata rata, kornea jernih 8
- Agak cerah, bola mata rata, pupil keabu-abuan, kornea agak 7
jernih
- Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak 6
keruh
- Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea 5
- Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, 4
kornea keruh
- Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh 3
- Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal 2
INSANG
- Wanra merah cemerlang, tanpa lender 9
- Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender 8
- Warna merah agak kusam, tanpa lender 7
- Merah agak kusam, sedikit lender 6
- Mulai ada di kolorasi merah muda, merah cokelat, sedikit lendir 5
- Mulai ada di kolosi, sedikit lender 4
- Warna merah cokelat, lendir tebal 3
- Warna merah cokelat, atau kelabu, lendir tebal 2
- Warna putih kelabu, lendir tebal sekali 1
xliv
- Sayatan daging tidak cemerlang, didua peruk lunak, pemerahan 4
sepanjang tulang belakang rusuk mulai lembek, bau perut mulai
asam
- Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada tulang 3
belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak
- Sayatan daging kusam, sekali warna merah jelas, sepanjang 2
tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk
BAU
- Segar bau rumput laut, bau spesifik menurut jenis 9
- Bau segarm bau rumput mulai hilang 8
- Tidak berbau, netral 7
- Bau susu, belum ada bau asam, ada bau-bau ikan asin/bau Cold 6
Storage
- Bau susu asam, bau susu kental 5
- Bau asam, asetat, bau rumput atau bau sabun 4
- Bau amoniak mulai tercium 3
- Bau amoniak kuat, ada bau, H2S 2
- Bau busuk, bau indol 1
TEKSTUR
- Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari 9
tulang belakang
- Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek 8
daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai
dengan jenisnya
- Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit 7
menyobek daging dari tulang belakang
- Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah 6
menyobek daging dari tulang belakang
- Agak lunak belum ada bekas jari bila ditekan mudah menyobek 5
daging dari tulang belakang
- Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang mudah 4
menyobek daging dari tulang belakang
- Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, tetapi cepat hilang, mudah 3
menyobek daging dari tulang belakang
- Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, miudah sekali 2
menyobek daging dari tulang belakang
- Sangat lunak, bekas jari tidak menghilang bila ditekan, mudah 1
sekali menyobek daging dari tulang belakang
xlv
KETENTUAN FORMAT
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI HASIL PERIKANANAN
Kelompok :
05061281520052
ACC :
A. Tujuan :
B. Hasil :
xlvi