Anda di halaman 1dari 50

YENI CAHYATI, S.Si, M.

Si

RADIOBIOLOGI
3
Radiobiologi
EDISI 2

YENI CAHYATI
Radiobiologi
EDISI 2
Penulis :
Yeni Cahyati

ISBN :
978-602-53092-5-0
Editor :
Elsa Budi Sihsilya

Penyunting :
Nanik Hamidah

Desain Sampul dan Tata Letak :


Zulkifli Imam Maulana

Penerbit :
LPPM STIKes Widya Cipta Husada

Redaksi :
Jl. Jend. Sudirman (Sidotopo) NO. 11
Kepanjen - Malang Kode Pos 65163
Telp. (0341) 395996
Email : pppm.stikeswch@yahoo.co.id

Distributor :
STIKes Widya Cipta Husada
Jl. Jend. Sudirman (Sidotopo) NO. 11
Kepanjen - Malang Kode Pos 65163
Telp. (0341) 395996
Email : stikes.wch@gmail.com

Cetakan pertama, oktober 2018


Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil‘alamin, Puji syukur kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hdayah-
Nya sehingga penyusunan buku ini dapat terselesaikan dengan
baik.Buku ini disusun untuk dengan harapan dapat menambah
ilmu dan pengetahuan bagi pembacanya. Penulis menyadari
bahwa penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna, maka
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga buku ini dapat
memberikan manfaat bagikita semua.

Malang, November 2018

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
............................................................................................ Err
or! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI......................................................................iii
BAB 1 RADIASI...............................................................1
1.1. Ionisasi..................................................................2
1.2. Foto Listrik............................................................2
1.3. Efek Compton...................................................... 3
1.4. Produksi Pasangan.............................................3
BAB 2 INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN...... 4
2.1. Reaksi Radikal Bebas Dengan PUFA............. 5
2.2. Reaksi Radikal Bebas Dengan Protein........... 6
2.3. Reaksi Radikal Bebas Dengan DNA................8
BAB 3 SERAPAN RADIASI OLEH MATERI............. 10
3.1. Proses Interaksi Elektron Dengan Media Yang
Dilalui.................................................................... 11
3.2. Prosentase Dosis Kedalaman...........................11
BAB 4 DOSIMETRI......................................................... 14
4.1. Dosis Serap..........................................................14
4.2. Dosis Ekivalen..................................................... 15

iii
4.3. Linier Energy Transfer (LET).............................17
BAB 5 EFEK RADIASI................................................... 19
5.1. Penyinaran........................................................... 19
5.2. Nilai Batas Dosis (NBD).....................................19
5.3. Keselamatan Radiasi..........................................22
5.4. Proteksi Radiasi Bagi Pekerja Radiasi............ 23
BAB 6 PEMANFAATAN ANTIOKSIDAN SEBAGAI
PENCEGAH EFEK RADIASI.........................26
6.1. Kanker...................................................................27
6.2. Radioterapi atau Terapi Radiasi....................... 27
6.3. Efek Radioterapi..................................................28
6.4. Menopause Dini.................................................. 29
6.5. Isoflavon Pada Kedelai...................................... 29
6.6. Penanggulangan Efek Radiasi Dengan
Konsumsi Isoflavon Pada Susu Kedelai..........31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 36

iv
BAB 1
RADIASI

Radiasi merupakan energi yang dipancarkan dalam bentuk


partikel atau gelombang.Radiasi terdiri dari beberapa jenis, dan
setiap jenis radiasi tersebut memiliki panjang gelombang masing-
masing.Radiasi dapat dibagi menjadi dua yaitu radiasi
elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik
adalah radiasi yang tidak memiliki massa.Radiasi
elektromagnetik terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro,
inframerah, cahaya tampak, sinar-X dan sinar gamma. Radiasi
partikel adalah radiasi berupa partikel dan memiliki massa,
misalnya partikel beta , alfa dan neutron.

Berdasar muatan listriknya, radiasi dapat dibagi


menjadi radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion
adalah radiasi yang apabila menumbuk atau menabrak sesuatu,
akan muncul partikel bermuatan listrik yang disebut ion.
Peristiwa terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini kemudian
akan menimbulkan efek atau pengaruh pada bahan, termasuk
benda hidup. Radiasi pengion disebut juga radiasi atom atau
nuklir.Yang termasuk ke dalam radiasi pengion adalah sinar-X,
sinar gamma, sinar kosmik, partikel beta, alfa dan neutron.

Partikel beta, alfa dan neutron dapat menimbulkan ionisasi


secara langsung. Meskipun tidak memiliki massa dan muatan
listrik, sinar-X, sinar gamma dan sinar kosmik juga termasuk ke
dalam radiasi pengion karena dapat menimbulkan ionisasi secara
tidak langsung.

Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat


menimbulkan ionisasi.Termasuk ke dalam radiasi non-pengion
adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya
tampak dan ultraviolet (BATAN, 2005).

1
1.1 Ionisasi
Ionisasi yaitu suatu proses keluarnya electron terluar dari
suatu atom. Energy ionisasi diperlukan oleh electron untuk
lepas dari ikatan atomnya. Besarnya energi ionisasi
dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu :
a.muatan positif inti,
b. jumlah elektron dalam,
c.jari-jariatom.
Dalam suatu golongan, makin ke bawah muatan inti akan
bertambah, jumlah elektron dalam juga bertambah,namun kulit
bertambah sehingga jari-jari bertambah, maka elektron terluar
makin mudah dilepaskan. Olehsebab itu energi ionisasi jelas
menurun, karena makin mudah elektron lepas, makin kecil
energi yangdiperlukan ( Rufiati, 2011).

1.2 Foto Listrik


Energi radiasi pada efek fotolistrik akan diserap
sepenuhnya oleh materi yang dikenai. Energi yang diserap
tersebut digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom
yang dikenai dengan energi kinetik yang hampir sama dengan
energi yang diterimanya. Elektron yang terlepas disebut
dengan fotoelektron. Efek fotolistrik terjadi pada energi
rendah, yaitu antara 0,01 MeV hingga 0,5 MeV (Widjaja,
1979).

Energi Radiasi
elektron terlepas

Gambar 1. Efek Fotolistrik

2
1.3 Efek Compton
Energi pada efek compton hanya diserap sebagian. Energi
radiasi digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom
(fotoelektron) dan sisanya energinya akan dihamburkan. Efek
compton terjadi apabila foton berinteraksi dengan elektron
bebas atau elektron pada kulit terluar dari atom(Widjaja, 1979).

elektron
terlepas
Energi Radiasi
Radiasi
hambur

Gambar .2 Peristiwa Efek Compton

1.4 Produksi Pasangan


Produksi pasangan terjadi pada energi radiasi yang sangat
tinggi, yaitu lebih dari 1,02 MeV. Radiasi dengan energi
sangat tinggi mendekati medan listrik atom atau inti dan
kemudian membentuk positron dan elektron.
Positron dan elektron dapat bersatu kembali melalui proses
anihilasi (musnah) menjadi fua sinar gamma dengan masing-
masing energi 0,51 MeV (Widjaja, 1979).

Energi Radiasi Positron

Elektron

Gambar .3 Produksi Pasangan

3
BAB 2
INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN

Kerusakan sel akibat paparan radiasi berlangsung melalui


empat tahapan, yaitu tahap fisik, fisiko-kimia, kimia-biologi dan
tahapan biologis. Pada tahapan fisik ini terjadi absorbsi energi
radiasi oleh sel yang memicu terurainya molekul air menjadi ion
positif H2O+ dan e- sebagai ion negatif, karena sel sebagian besar
terdiri atas air. Proses ini berlangsung sangat singkat dalam orde
10-16 detik yaitu,
H2O + γ H2O+ + e-
Ion-ion yang terbentuk sebelumnya memiliki kereaktifan
yang tinggi sehingga akan bereaksi dengan molekul air lainnya
dalam waktu yang singkat (proses fisika-kimia). Jika e- bereaksi
dengan air dan oksigen maka akan membentuk H2O-dan O2-
(radikal oksigen atau anion superoksida)(Wisnu, 1996;
Appollinaire, 2007)
H2O + e- H2O –
O2 + e-
O2-
Disosiasi ion H2O dan H2O akan membentuk unsur
+ -

radikal bebas radikal hidroksil (OH*) dan radikal hidrogen (H*)


H2O+ H+ + OH*
H2O -
H- + H*
Kombinasi radikal hidroksil dan interaksi radikal Hdengan
hidrogen oksida akan menghasilkan senyawa radikal bebas yaitu
hidrogen peroksida (H2O2)(Wisnu, 1996).
OH* + OH* H2O2
H* + H2O H2O2
Radikal bebas menyebabkan terjadinya kerusakan-
kerusakan terhadap molekul-molekul dalam sel, jenis
kerusakannya bergantung pada jenis molekul yang bereaksi.
Reaksi radikal bebas terhadap sel ini disebut sebagai proses
kimia-biologi(Verbruggen, 2012).
Diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal
hidroksil (OH*) merupakan senyawa yang paling berbahaya
karena reaktifitasnya sangat tinggi.(Suryohudoyo, 1993).

4
Sehingga radikal bebas juga sering disebut sebagai senyawa
oksigen reaktif (reactive oxygen species atau ROS).
Radikal bebas juga merupakan sebuah molekul atau atom
yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada
orbital terluarnya. Radikal bebas bersifat tidak stabil, sangat
reaktif dan dapat merebut elektron dari molekul lain untuk
memenuhi pasangan elektronnya. Dalam upaya memenuhi
kekurangan elektron, radikal bebas yang elektronnya tidak
berpasangan secara cepat akan menarik elektron dari
makromolekul biologis yang berada disekitarnya seperti asam
lemak tak jenuh ganda (PUFA), protein, dan asam
deoksiribonukleat (DNA). Jika makromolekul yang teroksidasi
dan terdegradasi merupakan bagian dari sel atau organel, akan
mengakibatkan kerusakan pada sel tersebut(Astuti, 2008). Proses
kerusakan tersebut sering disebut dengan tahapan biologis.

2.1 Reaksi Radikal Bebas Dengan PUFA


Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) merupakan
komponen penting fosfolipid dalam menyusun membran sel.
DNA merupakan piranti genetik sel sedangkan protein
memegang peranan penting seperti enzim, reseptor, antibodi
dan sitoskeleton.
Reaksi lipid terhadap radikal bebas menyebabkan reaksi
peroksidasi. Peroksidasi lemak selalu mengubah struktur
molekul lemak.Peroksidasi lipid diinisiasi dengan abstraksi
atom hidrogen dari rantai samping asam lemak tak jenuh
ganda (PUFA), menghasilkan radikal peroksil. Selain merusak
enzim reseptor protein intramembran, radikal peroksil juga
dapat mengabstraksi atom H+ dari asam lemak lain sehingga
proses peroksidasi lipid selanjutnya terinisiasi membentuk
semakin banyak peroksida lipid (Maulida, 2010). Selain itu
radikal bebas pada membran sel dapat menimbulkan
kerusakan pada senyawa lipid (fosfolipid dan glikolipid) yang
mengandung asam lemak tak jenuh (PUFA) yang sangat
rawan terhadap serangan radikal bebas. Reaksi radikal bebas
dengan senyawa lipid dapat menghasilkan reaksi berantai yang
disebut peroksida lipid. Reaksi radikal bebas dengan PUFA
5
akan menghasilkan lipid bebas (L*). Lipid bebas yang bereaksi
dengan oksigen akan membentuk radikal peroksilipid (LOO*).
Apabila radikal peroksilipid tersebut bereaksi dengan PUFA
lain maka akan membentuk lipid hidroperoksida (LOOH) dan
lipid bebas yang baru dan reaksi ini berlangsung terus menerus
(Miller, 1998; Murray, 2003).
LH + OH* L* + H2O
(Asam lemak) (Radikal lipid)

L*+ O2LOO*
(Radikal peroksilipid)

LOO* + LH L* + LOOH


(lipid hidroperoksida)
Hasil akhir dari peroksida lipid adalah terputusnya rantai
asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik
terhadap sel, antara lain berbagai macam aldehidaseperti
malondialdehida, 9-hidroksi-nonenal serta bermacam-macam
hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan pentana (C5H12) yang
jika bereaksi dengan sel dapat menyebabkan kerusakan
kerusakan pada membran sel sehingga membahayakan
kehidupan sel (Cochrane, 1991; Droge, 2002).

2.2 Reaksi Radikal Bebas dengan Protein


Radikal hidroksil dapat merusak protein karena dapat
mengadakan reaksi dengan asam-asam amino yang menyusun
protein tersebut. Diantara asam-asam amino penyusun protein
yang paling rawan adalah sistein karena mengandung gugusan
sulfidril (SH) dimana gugusan inisangat peka terhadap
serangan radikal bebas seperti radikal hidroksil :
RSH + OH* RS* + H2O
RS + RS 
* *
RSSR
Pembentukan ikatan disulfida (-S-S-) menimbulkan ikatan
intra atau antar molekul protein tersebut sehingga kehilangan
fungsi biologisnya (misalnya enzim kehilangan aktivitasnya)
(Halliwell, 1991; Sies, 1991).Asam amino berikatan secara
kovalen satu dengan yang lain dalam variasi urutan yang
6
bermacam-macam, membentuk suatu rantai polipeptida. Ikatan
peptida merupakan ikatan antara gugus α-karboksil dari asam
amino yang satu dengan gugus α-amino dari asam amino yang
lain. Ikatan peptida yang putus dapat menyebabkan perubahan
struktur protein sehingga menyebabkan penurunan nilai kadar
protein(Wirahadikusumah, 1977). Radikal bebas cenderung
akan bereaksi dengan atom H pada ikatan peptida, hal ini
dikarenakan atom H yang paling mudah bersenyawa dengan
radikal bebas dibandingkan dengan atom-atom yang lain.
Perubahan struktur yang terjadi akibat reaksi antara atom H
pada ikatan peptida dengan radikal bebas menyebabkan ikatan
peptida menjadi putus dan menghasilkan struktur-struktur baru.

Gambar 3.Struktur protein yang terdiri dari gugus


asam amino yang saling dihubungkan oleh ikatan peptida
(Suratmo, 2012).

Gambar 4. Reaksi radikal hidroksil dan radikal H yang


menyerangstruktur protein (a), perubahan strukturakibat reaksi
radikal bebasdengan ikatan peptida (b)(Suratmo, 2012).
7
2.3 Reaksi Radikal Bebas dengan DNA
DNA merupakan pembawa informasi genetik yang terdiri
atas gugus fosfat, gula deoksiribosa dan basa nitrogen (Adenin
(A), Guanin (G), Sitosin (C) dan Timin (T)). Antara satu basa
nitrogen dengan basa pasangannya dihubungkan oleh ikatan
hidrogen (dua ikatan hidrogen antara A dan T, tiga ikatan
hidrogen antara C dan G).

Gambar 5. Struktur untai komplementer DNA


menunjukkan ikatan hidrogen antar basa nitrogennya, adenin
(A) dengan timin (T) dan guanin (G) dengan sitosin (C)(Han,
2010).
Kerusakan pada DNA sebagai akibat paparan radiasi dapat
menyebabkan perubahan struktur molekul gula atau basa,
putusnya ikatan hidrogen antar basa, hilangnya gula atau basa
dan lainnya(Alatas, 2006).
Radikal bebas seperti hydroxyl radical(OH*) sangat reaktif
terhadap atom H pada ikatan hydrogen pada DNA agar
menjadi senyawa H2O yang stabil, selain itu radikal hidroksil
(OH*) tersebut jika berinteraksi dengan atom H pada gugus
fosfat DNA dapat menyebabkan terputusnya untai DNA yang
terdiri dari putusnya salah satu untai DNA, disebut single
strand break, atau putusnya kedua untai DNA, disebut double
strand breaks.Apabila ikatanhydrogen pada DNA rusak, maka

8
DNA tidak dapat melakukan proses replikasi. Replikasi DNA
berperan dalam pembentukan transkripsi kemudian sintesa
protein.Sintesa protein berfungsi untuk menghasilkan hormon,
enzim dan antibodi pada tubuh. Sehingga kerusakan DNA ini
dapat menghambat poliferasi sel serta pembentukan hormon,
enzim dan antibodi yang sangat diperlukan tubuh(Allen, 2000).

Gambar 6. Kerusakan pada struktur DNA akibat pajanan


radiasi pengion, terdiri dari putusnya ikatan hidrogen antar
basa nitrogen DNA, hilangnya basa, terputusnya satu untai
atau dua untai DNA (Alatas, 2006)
Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya perubahan
struktur DNA atau RNA yang menyebabkan terjadinya mutasi
atau sitotoksisitas. Radikal bebas juga dapat merangsang
pertumbuhan sel dengan cara merusak gen spesifik yang
mengontrol kecepatan pertumbuhan dan diferensiasi sel
(Maulida, 2010).

9
BAB 3
SERAPAN RADIASI OLEH MATERI

Absorbsi energi radiasi dapat terjadi pada saat energi


radiasi melewati suatu materi atau medium.Banyaknya energi
yang diserap per satuan massa sering disebut dengan dosis serap
radiasi.
Besar energi yang diterima
Dimana :
μ/ρ =Koefisien absorbs massa
W =energi pembentukan satu pasang ion
J =jumlah pasang ion per gram massa(Roekmantara, 1978)
Interaksi radiasi dengan suatu materi dapat dituliskan
dengan :
It< Io
Dimana It adalah intensitas akhir dan Io adalah intensitas
awal. Sedangkan pelemahan linear energi radiasi dalam materi,
yaitu :
It =Io e-μx

1 2 3 n

Io It

∆x
Gambar 7. Pelemahan linear energi radiasi dalam suatu
bahan

10
Sehingga,

dan,
dI
  μ dx
I
Jika harga batas untuk panjang lintasan bahan dari 0 sampai
x, maka :
 x
I I e
t o
Intensitas radiasi yang diteruskan merupakan fungsi dari
jumlahan koefisien pelemahan linear persatuan panjang, yaitu :

 N 
I t  I o exp  i xi 
(Lucato, 2012).  i 1 

3.1 Proses Interaksi Elektron Dengan Media Yang Dilalui


Elektron yang bergerak dan melewati suatu media maka
akan kehilangan energinya. Hal tersebut dapat terjadi karena :
a.Proses ionisasi
Proses ionisasi yaitu tubukan inelastik antara
elektron datang dengan elektron-elektron lain pada atom
yang ada pada media yang dilalui.
b. Radiasi Bremmstrahlung
Hilangnya energi terjadi karena radiasi hanya
terjadi apabila energi elektron yang dating tinggi
(Roekmantara, 1978).

3.2 Prosentase Dosis Kedalaman


Dosis radiasi yang akan diberikan ke suatu media
tergantung pada sinar, kedalaman, luas lapangan, jarak dari
sumber dan system kolimasi sinar (Khan, 2003).
11
Persentase dosis kedalaman biasa disebut dengan PDD.
Banyaknya persentase dosis kedalaman dapat ditentukan dari
dosis serap pada kedalaman d ke dosis serap pada kedalaman
do, sehingga dapat dituliskan :
t
tt 䐈䐈
t h
Dimana :
Dd =Dosis serap pada titik d
Ddo =Dosis serap pada titik maksimum

Central axis
pemukaan

Dd0
d Dd

Gambar 8. Hubungan Dd dengan Ddo

PDD sangat dipengaruhi oleh kedalaman penyinaran.


Dengan kedalaman yang berbeda maka nilai presentasenya
akan berubah (Gunilla, 1996). Sedangkan puncak dosis serap
sering disebut dengan dosis maksimum yang dapat
dirumuskan dengan :
t
t th h 䐈䐈
tt
12
Gambar 9. Grafik PDD pada luas lapangan penyinaran 10 x 10
cm (Gunilla, 1996).

13
BAB 4
DOSIMETRI

Dosimetri adalah ilmu yang mempelajari berbagai besaran


dan satuan dosis radiasi. Dosis radiasi merupakan kuantisasi dari
proses yang ditinjau sebagai akibat radiasi yang mengenai materi.
Pemanfaatan tenaga nuklir harus dilakukan secara tepat dan
hati-hati demi keselamatan, keamanan. Besaran radiasi antara lain
dosis serap, dosis ekivalen dan dosis efektif.
Dosis radiasi merupakan jumlah energi radiasi yang diserap
dalam material atau bahan. Jika dosis radiasi yang diberikan tidak
sesuai dengan dosis yang diberikan maka hasil yang diharapkan
tidak akan tercapai (Safitri; Fitri, 2010).

4.1 Dosis Serap


Dosis serap merupakan jumlah energi yang diserahkan
radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan
permassa bahan. Dosis serap juga merupakan banyaknya
energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium.
(Akhadi,2000) Secara matematis dosis serap dituliskan dalam
rumus:

Dimana :
dE : Energi yang terserap oleh medium (joule)
dm : Massa (kg)
D : Dosis serap (J.kg-1 )
Sedangkan laju dosis dapat diperoleh dari turunan dosis
serap terhadap waktu, yaitu :
t
t=
t
Dimana :
D : Laju dosis serap (Gy/s-1)
dD : dosis serap (J.kg-1 )
dt : waktu pada saat terjadi penyerapan (s-1)
(Akhadi,2000).
Satuan dosis serap adalah Gray (Gy) yaitu merupakan
satuan SI. Menurut SK. BAPETEN (1999) tentang ketentuan
14
keselamatan kerja terhadap radiasi dosis serap juga dinyatakan
dalam satuan rad. Dimana 1 rad sama dengan 0,01 Gy dan 1
Gy sama dengan 100rad.

4.2 Dosis Ekivalen


Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang harus tidak
melebihi batas dosis yang ditentukan. Batas dosis ekivalen
ditetapkan berdasar prinsip bahwa resiko total dianggap sama
dan tidak peduli apakah penyinaran rata untuk seluruh tubuh
atau hanya tertuju pada bagian tertentu saja. Sehingga dapat
ditulis :
Ʃ
t
W merupakan faktor bobot yang menggambarkan angka
banding antara resiko stokastik yang berasal dari organ T
terhadap resiko total bila seluruh tubuh menerima penyinaran
secara merata. H menyatakan batas ekuivalen dosis tahunan
yang diterima oleh organ T dan Hw B, L menyatakan batas
ekuivalen dosis tahunan untuk penyinaran merata pada seluruh
tubuh, yaitu 50 mSv ( 5000 mrem) (Wiryosimin, 1985).
Dosis ekuivalen itu sendiri merupakan besaran turunan
dosis serap yang mempertimbangkan faktor bobot radiasi (Wr).
Ʃ th gL
Dimana :
H : dosis ekuivalen
D : dosis serap
Wr : faktor bobot radiasi
Satuan dosis ekivalen adalah sievert (Sv).
1 sievert = 100 rem
Faktor bobot radiasi (Wr) merupakan kemampuan radiasi
untuk dapat menimbulkan kerusakan pada organ atau jaringan.

15
Tabel 1. Nilai Faktor bobot dari berbagai jenis radiasi

Jenis dan rentang energi


Faktor bobot radiasi (wR)
radiasi

Foton semua energi 1

Elektron dan muon, semua


2
energi

Neutron dengan energi (En) :

En ≤ 10 keV 5

10 keV < En ≤ 100 keV 10

100 keV < En ≤ 2 MeV 20

2 MeV < En ≤ 20 MeV 10

En> 20 MeV 5

Proton selain proton terpental


5
(recoil), energi > 2 MeV

Partikel-α, hasil belah inti berat 20

Sedangkan laju dosis ekivalen adalah besar dosis ekivalen per


satuan waktu.

t
Dimana :
dD : dosis ekivalen
16
dt : waktu
dengan satuan sievert/jam ( Radiology, 2013).

Tabel 2. Faktor bobot pada organ (BATAN, 2005)

Untuk penyinaran seluruh tubuh, maka dosis efektifnya


berupa penjumlahandosis efektif untuk masing-masing organ atau
jaringan.

4.3 Linier Energy Transfer (LET)


LET atau linear energy transfer, dinyatakan dalam keV/m,
difokuskan pada laju linear energi absorpsi oleh medium
selama partikel bermuatan bergerak dalam medium.
LET = (dE/dx),
Satuannya keV/  m, dE merupakan energirata-rata yang
diberikan pada medium oleh partikel bermuatan dengan energi
tertentu dalam lintasannya yang berjarak dx (BATAN,2012).

17
Harga LET tergantung pada energi dan muatan
partikel.Muatan tinggi dan energi rendah mempunyai LET
tinggi.

Tabel 3. LET of Ionizing Particles of Radiobiological


Interest
Particle Charge Energy (MeV) LET
(keV/ʯm)
Elektron -1 0,001 12,3
0,010 2,30
0,100 0,42
1,00 0,25
200 kVp x ray 0,4-36
Cobalt 60 0,2-2
gamma rays

Proton +1 Small 92
2 16
5 8
10 4

Alpha +2 Small 260


5 95

Neutron 0 2,5 15-80


14,1 (peak at 20)
3-30
(peak at 7)

18
BAB 5
EFEK RADIASI

5.1. Penyinaran
Penyinaran dalam radiasi dibedakan menjadi dua, yaitu
penyinaran eksterna adan penyinaran interna. Penyinaran
eksterna yaitu penyinaran yang disebabkan oleh sumber diluar
tubuh. Sedangkan penyinaran interna yaitu penyinaran yang
disebabkan oleh sumber di dalam tubuh. Penyinaran eksterna
dapat dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu
yang panjang dan intensitasnya dapat bervariasi dengan waktu.
Dan penyinaran interna zat radioaktif akan dimasukkan ke
dalam tubuh dan jumlahnya dapat divariasi dengan waktu.
Penyinaran tunggal yaitu penyinaran eksterna dalam jangka
waktu pendek, atau penyinaran interna yang diakibatkan oleh
masuknya zat radioaktif dalam tubuh dalam suatu jangka
waktu pendek. Selain penyinaran tunggal terdapat istilah
penyinaran seluruh tubuh dan penyinaran lokal. Penyinaran
seluruh tubuh yaitu penyinaran yang dianggap merata pada
seluruh tubuh. Sedangkan penyinaran lokal yaitu penyinaran
yang hanya sebagian mengenai bagian tubuh atau organ
tertentu saja (SK. BAPETEN, 1999).

5.2. Nilai Batas Dosis (NBD)


Radiasi pengion untuk batasan tertentu jika mengenai tubuh
manusia dapat membahayakan. Efek radiasi dapat dibagi
menjadi beberapa macam, yaitu efek non stokastik dan efek
stokastik.
Efek non stokastik biasa disebut dengan efek deterministik.
Pada efek ini tingkat keparahan tergantung pada dosis radiasi
yang diberikan. Sehingga diperlukan batas ambang. Ciri-ciri
efek deterministik adalah :
a. Mempunyai dosis ambang radiasi
b. Umumnya timbul tidak begitu lama setelah kena radiasi
c. Ada penyembuhan spontan, ter-gantung kepada tingkat
keparahan
d. Besarnya dosis radiasi mem- pengaruhi tingkat keparahan
19
Sedangkan efek stokastik terjadi karena dosis yang diterima
dapat menimbulkan efek walupun tidak mengenal batas
ambang, sehingga walaupun radiasi yang diberikan kecil
resikonya akan selalu ada. Ciri-ciri efek stokastik adalah :
a. Tidak ada dosis ambang radiasi.
b. Timbulnya setelah melalui masa tenang yang lama.
c. Tidak ada penyembuhan spontan.
d. Tingkat keparahan tidak dipengaruhi oleh dosis radiasi.
e. Peluang atau kemungkinan terjadinya tergantung pada
besarnya dosis radiasi.

Radiasi pengion yangmengenai sel tubuh manusia dapat


berakibat sel tubuh dapat rusak, namun dimungkinkanadanya
penyembuhan spontan, sel tubuh mati,kerusakan jaringan, sel
tubuh berubah sifat,mutasi atau bersifat ganas (efek genetik)
(Prayitno ; Sulianto, 2009)
Nilai batas dosis (NBD) merupakan jumlah penyinaran
eksterna selama masa kerja dan dosis terikat yang berasal dari
permukaan zat radioaktif selama masa tersebut. Menurut SK.
BAPETEN (1999) dalam keputusan kepala badan pengawas
tenaga nuklir Nomor 01/ka-bapeten/v-99 tentang ketentuan
keselamatan kerja terhadap radiasi Batas Masukan Tahunan
(BMT) untuk seseorang tertentu, adalah radioaktivitas yang
apabila masuk ke dalam tubuhnya akan menyebabkan dosis
terikat sebesar NBD.
Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam
radiasi. Berdasar ICRP NO. 26 tentang ketentuan nilai batas
dosis dimaksudkan untuk mengatur nilai penyinaran dan dosis
radiasi tertinggi yang dapat diterima oleh pekerja radiasi yang
didasarkan pada jumlah dosis yang berasal dari radiasi
eksterna dan interna yaitu 50 mSv/tahun.

Nilai NBD di Indonesia ditetapkan berdasarkan :


a. Ditetapkan berdasarkan SK. Kepala BAPETEN No.
01/Ka-BAPETEN/V-1999.

20
b. Didasarkan atas rekomendasi ICRP No. 26 Tahun 1977
dan Safety SeriesInternational Atomic Energy
Agency(IAEA) No. 9 Tahun 1983.

Tabel 4. Nilai Batas Dosis di Indonesia berdasar ICRP No. 26


tahun 1997
Batasan Pekerja Umum
(mSv) (mSv)
1. Penyinaran untuk
seluruh tubuh ( efek
stokastik)
a. Seluruh tubuh 50 5
b. Wanita hamil 15 -
c. Janin 10 -
2. Penyinaran lokal
(efek stokastik dan
deterministik)
a. Rata-rata untuk 500 50
setiap organ
b. Lensa mata 150 15
c. Kulit, tangan, 500 50
lengan dan kaki

NBD berdasarkan ICRP No. 60 tahun 1990 belum di acu


di Indonesia. Penentuan NBD berdasarkan ICRP No. 60 ini, tidak
diperhitungkan dengan dosis yang diperoleh dari kegiatan medik.
Adapun ketentuan NBD nya sebagai berikut :
a. Untuk pekerja radiasi, yaitu :
 20 mSv/tahun secara rata-rata selama 5 tahun
 Penerimaan maksimum setahun 50 mSv dengan
memperhitungkan penerimaan dosis di tahun
berikutnya.
 Untuk lensa mata 150 mSv/tahun
 Untuk tangan, kaki, kulit 500mSv/tahun
b. Siswa dan magang (usia 16 hingga 18 tahun)
 6 msv/tahun
21
 50 msv/tahun untuk lensa mata
 150 msv/tahun untuk tangan, kaki, kulit
c. Keadaan khusus
 Masa rata-rata dapat diperpanjang menjadi 10
(sepuluh) tahun
 Untuk sementara NBD dapat diubah asal di bawah
50 mSv/tahun dan tidak boleh selama 5 tahun
d. Masyarakat
 1 mSv/tahun
 Kondisi khusus boleh 5 mSv/tahun asal rerata selama
5 tahun adalah 1 mSv/tahun
 15 mSv/tahun untuk lensa mata
 5 mSv/tahun untuk kaki, tangan, kulit (Prayitno;
Sulianto, 2009)

5.3 Keselamatan Radiasi


Keselamatan radiasi bertujuan untuk melindungi seseorang,
keturunannya, dan juga anggota masyarakat secara
keseluruhan terhadap kemungkinan terjadinya akibat biologi
yang merugikan dari radiasi. Akibat ini disebut somatik
apabila dialami oleh seseorang, dan genetik apabila dialami
oleh keturunannya.
Beberapa akibat efek radiasi misalnya katarak pada lensa
mata, kerusakan sel pada sumsum tulang merah yang
mengakibatkan kelainan darah, kerusakan sel kelamin yang
mengakibatkan kemandulan, kerusakan non-malignan pada
kulit. Agar efek radiasi tidak terjadi, diperlukan adanya nilai
batas dosis bagi setiap jaringan tubuh.
Tujuan keselamatan radiasi adalah :
a. Membatasi peluang terjadinya akibat stokatik atau risiko
akibat pemakaian radiasi yang dapat diterima oleh
masyarakat.
b. Mencegah terjadinya akibat non-stokastik dari radiasi
yang membahayakan seseorang.

Pembatasan akibat radiasi dapat dicapai dengan cara


mengusahakan agar semua penyinaran dibuat serendah
22
mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial, asal syarat nilai batas dosis tidak dilampaui. Dengan
demikian, meskipun seseorang menerima penyinaran secara
terus menerus selama hidupnya atau selama usia kerjanya,
dosis ambang tidak akan tercapai (SK. BAPETEN,1999).
Berdasarkan SK. BAPETEN (1999) dalam keputusan
kepala badan pengawas tenaga nuklir Nomor : 01/ka-
bapeten/v-99 NBD untuk wanita dalam usia subur tidak lebih
dari 13 mSv (1300 mrem) dalam jangka waktu 13 minggu dan
tidak melebihi NBD untuk pekerja radiasi.
NBD wanita hamil jumlah penerimaan dosis pada janin,
terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat
melahirkan, diusahakan serendah- rendahnya dan sama sekali
tidak boleh melebihi 10 mSv (1000 mrem).
Pada penyinaran lokal yaitu hanya pada bagian khusus
dari tubuh, NBD ditetapkan sebagi berikut :
a. batas dosis efektif adalah 50 mSv (5000 mrem) dalam
setahun
b. dosis rata-rata pada setiap organ atau bagian jaringan
yangterkena harus tidak melebihi 500 mSv (50000
mrem) dalamsetahun.
c. batas dosis untuk lensa mata adalah 150 mSv (15000
mrem)dalam setahun.Batas dosis untuk kulit adalah
500 mSv (50000 mrem)alam setahun.Apabila
penyinaran berasal dari kontaminasiradioaktif pada
kulit, batas ini berlaku untuk dosis yang
dirataratakanpada setap permukaan seluas 100 cm2
dan batas dosis untuk tangan, lengan, kaki, dan
tungkai adalah 500 mSv (50000 mrem) dalam setahun.

5.4 Proteksi Radiasi Bagi Pekerja Radiasi


Untuk menjaga para pekerja radiasi dari pengaruh radiasi
maka terdapat ketentuan dalam bekerja, yaitu :
a. Pembatasan penyinaran
b. Pemonitoran dan pencatatan dosis radiasi
c. Pengawasan kesehatan pekerja radiasi.

23
Pembatasan penyinaran meliputi pembagian daerah kerja,
klasifikasi pekerja radiasi dan pemeriksaan serta pengujian
perlengkapan proteksi radiasi dan alat ukur radiasi menurut
SK. BAPETEN (1999).
Daerah radiasi dibedakan menjadi daerah radiasi sangat
rendah, daerah radiasi rendah, daerah radiasi sedang dan
daerah radiasi tinggi.
Daerah Radiasi Sangat Rendah, yaitu daerah kerja
yangmemungkinkan seseorang pekerja menerima dosis 1 mSv
(100mrem) atau lebih dan kurang dari 5 mSv (500 mrem)
dalam satutahun. Daerah Radiasi Rendah, yaitu daerah kerja
yang memungkinkanseorang pekerja menerima dosis 5 mSv
(500 mrem) atau lebih dankurang dari 15 mSv (1500 mrem)
dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai
terhadap organ tertentu. Daerah Radiasi Sedang, yaitu daerah
kerja yang memungkinkan seseorang yang bekerja secara tetap
pada daerah itu menerima dosis 15 mSv (1500 mrem) atau
lebih dan50 mSv (5000 mrem) dalam satu tahun untuk seluruh
tubuhatau nilai yang sesuai terhadap organ tertentu dari tubuh.
Sedangkan daerah Radiasi Tinggi, yaitu daerah kerja yang
memungkinkan seseorang yang bekerja secara tetap dalam
daerah itu menerima dosis 50 mSv (5000 mrem) atau lebih
dalam satu tahun atau nilai yang sesuai terhadap organtertentu
dari tubuh.
Pekerja radiasi dapat juga diklasifikasikan menjadi dua
kategori, yaitu A dan B. Kategori A jika pekerjja menerima
dosis sama dengan ataulebih besar dari 15 mSv (1500 mrem)
per tahun. Sedangkan kategori B jika pekerja menerima dosis
lebih kecil dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun.
Untuk mneingkatkan proteksi radiasi diperlukan pula
pemeriksaan dan pengujian perlengkapan proteksi radiasi dan
alat ukur radiasi. Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
meliputi :
a. Pemeriksaan secara teliti terhadap rencana
pemasanganpelengkapan prokteksi radiasi alat ukur
radiasi.

24
b. Pemeriksaan kebenaran pemasangan baru dari segi
proteksiradiasi.
c. Pengujian berkala mengenai keefektifan teknik dari
pelengkapan proteksi radiasi.
d. Pengujian berkala terhadap kesesuaian dan kebenaran
pemakaianalat ukur radiasi.

25
BAB 6
PEMANFAATAN ANTIOKSIDAN SEBAGAI PENCEGAH
EFEK RADIASI

Jumlah penderita kanker di negara berkembang jauh lebih


besar, dikarenakan rendahnya taraf sosial ekonomi yang berakibat
kurangnya skrining untuk deteksi dini penyakit ini (Suryanti,
2009). Menurut Panigoro (2012) terdapat beberapa jenis kanker
yang frekuensinya tinggi di Indonesia. Jenis kanker terbanyak di
Indonesia adalah kanker payudara, kanker leher rahim, kanker
paru, kanker usus, kanker hati dan kanker nasofaring.
Terapi kanker ditentukan berdasarkan stadium dari
penyakit. Umumnya pada stadium awal secara efektif dilakukan
tindakan pembedahan, baik konisasi maupun histerektomi radikal,
sedangkan pada stadium lanjut terapi radiasi merupakan pilihan
utama ( Suryanti, 2009).
Terapi radiasi atau radioterapi merupakan jenis terapi
dengan menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan
sel-sel kanker. Sel normal maupun sel kanker dapat terpengaruh
oleh radiasi pada saat melakukan radioterapi. Radiasi akan
merusak sel-sel kanker hingga proses multiplikasi ataupun
pembelahan sel-sel kanker terhambat ( Kreshnamurti, 2012).
Terapi radiasi adalah salah satu perawatan paling sering
digunakan untuk penderita kanker (Meirow, 2001).Terapi radiasi
selain dapat menghancurkan sel kanker juga memiliki efek
samping (Kreshnamurti, 2012). Efek radiasi tergantung pada
dosis radiasi. Semakin tinggi dosis yang diterima penderita maka
semakin tinggi efek samping yang akan dialami. Efek samping
terapi radiasi merupakan efek jangka panjang. Efek terapi radiasi
bermacam-macam hal tersebut dikarenakan lokasi kangker yang
berbeda. Salah satu efek yang tidak bisa dihindari oleh penderita
kanker adalah menopause dini jika terapi radiasi mengenai
daerah ovarium atau testis (Meirow, 2001).
Menopause merupakan ketidak mampuan seseorang untuk
bereproduksi lagi. Menopause umumnya terjadi pada usia 40
hingga 50 tahun. Menopause terjadi pada wanita, dan ditandai
dengan mulai berhentinya haid (Larasati,2012).
26
Jika Menopause terjadi pada wanita dengan usia dibawah
45 tahun maka wanita tersebut mengalami menopause dini.
Menopause dini berhubungan dengan kadar estrogen yang
dihasilkan oleh tubuh. Menopause dapat terjadi karena
berkurangnya kadar estrogen dalam tubuh. Estrogen merupakan
hormon yang mempengaruhi tingkat kesuburan wanita (Winarti,
2010).
Estrogen dalam tubuh dapat digantikan dengan isoflavon
yang terdapat pada kedelai (Winarti, 2010). Isoflavon merupakan
salah satu jenis fitoestrogen yang memiliki struktur kimia serupa
dengan estradiol isoflavon yang terdapat pada kedelai dapat
meniru peranan dari estrogen dalam tubuh (Winarti, 2010).

6.1 Kanker
Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel
(proliferasi) yang tidak mengikuti aturan atau abnormal.
Proliferasi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Hiperplasia, yaitu proliferasi sel yang berlebihan
b. Hipertrofi, yaitu peningkatan ukuran sel yang
menghasilkan pembesaran organ tanpa ada pertambahan
jumlah sel.
c. Metaplasia, yaitu perubahan dari satu jenis tipe sel yang
membelah menjadi tipe lain.
d. Displasia, yaitu kelainan perkembangan seluler, produksi
dari sel abnormal yang mengiringi hiperplasia dan
metaplasia. (Siregar, 2007)
Kanker yang sering terjadi pada wanita dan pada
pengobatannya sangat mempengaruhi organ reproduksi adalah
kanker serviks. Kanker serviks sering terjadi pada wanita di
negara berkembang. Skrining dari penyakit kanker diperlukan
sejak usia reproduktif(Suryanti, 2009).

6.2 Radioterapi Atau Terapi Radiasi


Radioterapi atau terapi radiasi adalah jenis terapi yang
menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-
sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa
dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel
27
kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-
sel kanker akan terhambat (Tjokronagoro, 2001).
Terapi radiasi dari kanker ditentukan berdasarkan stadium
dari penyakit. Umumnya pada stadium awal secara efektif
dilakukan tindakan pembedahan, baik konisasi maupun
histerektomi radikal, sedangkan pada stadium lanjut
radioterapi merupakan pilihan utama ( Suryanti, 2009).
Radioterapi merupakan jenis terapi dengan menggunakan
radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Sel
normal maupun sel kanker dapat terpengaruh oleh radiasi pada
saat melakukan radioterapi. Radiasi akan merusak sel-sel
kanker hingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel
kanker terhambat ( Kreshnamurti, 2012).
Sel-sel kanker akan mati dan tumor akan mengecil jika
diberikan terapi secara rutin. Sel-sel kanker yang mati akan
hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh.
Sel-sel sehat sebagian besar akan bisa pulih kembali dari
pengaruh radiasi. Kelemahan radioterapi akibat kerusakan
yang terjadi pada sel-sel yang sehat dapat menyebabkan
terjadinya efek samping radiasi.
Dosis dari radiasi yang diberikan pada radioterapi
ditentukan dari ukuran, luas, tipe dan stadium tumor yang
akan dihancurkan (Tjokronagoro, 2001).

6.3 Efek Radioterapi


Radioterapi memiliki efek samping yang terjadi selama
radioterapi, radiasi yang diberikan melalui tubuh pasien dan
tidak tertinggal di dalam tubuh sehingga pasien tidak bersifat
radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi yang
dipengaruhi dan sel-sel normal yang terpapar radiasi akan
segera memulihkan diri beberapa jam setelah terkena paparan
( Kreshnamurti, 2012).
Efek samping dari radioterapi akan hilang dengan
sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Beberapa kasus
setelah menjalani radioterapi akan terjadi efek samping yang
berkepanjangan karena radiasi menyebabkan kerusakan pada

28
organ dalam yang berhubungan atau berdekatan dengan
tempat tumor (Siduhutomo,2008).
Efek radioterapi dapat dibagi menjadi dua, yaitu efek
biologis dan efek berdasar waktu. Efek biologis radioterapi
dibagi lagi menjadi tiga yaitu efek somatik, efek stokastik dan
efek genetik.
Efek radiasi juga tergantung pada dosis radiasi. Semakin
tinggi dosis yang diterima pasien maka semakin tinggi efek
samping yang akan dialami (Siduhutomo,2008). Efek radiasi
berdasarkan dosis dibagi menjadi dua, yaitu efek deterministik
dan efek stokastik (BATAN, 2000).
Efek samping radioterapi merupakan efek jangka panjang,
adapun salah satu efek yang tidak bisa dihindari oleh penerima
paparan radiasi dari radioterapi adalah menopause dini.
Menopause dini dapat terjadi jika terapi radiasi mengenai
daerah ovarium atau testis (Siduhutomo,2008).

6.4 Menopause Dini


Salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap
wanita adalah datangnya menopause.Menopause merupakan
keadaan biologis yang wajar yang ditandai dengan
berhentinya menstruasi. Menopause, yaitu mulai usia antara 40
sampai 50 tahun.
Menopause merupakan fase terakhir, dimana pendarahan
haid seorang wanita berhenti sama sekali. Fase ini terjadi
secara berangsur-angsur yang semakin hari semakin jelas
penurunan fungsi kelenjar indung telurnya (ovarium) (Larasati,
2012).
Jika Menopause terjadi pada wanita dengan usia dibawah
45 tahun maka wanita tersebut mengalami Menopause dini.
Menopause dini berhubungan dengan kadar estrogen yang
dihasilkan oleh tubuh. Menopause dapat terjadi karena
berkurangnya kadar estrogen dalam tubuh (Winarti, 2010).

6.5 Isoflavon Pada Kedelai


Kedelai merupakan makanan yang kaya akan isoflavon.
Isoflavon termasuk pada salah satu jenis polifenol atau
29
flavonoid. Isoflavon kedelai tergolong dalam fitoestrogen
nonsteroidal, yang terbukti memiliki sifat potensial dalam
perlindungan dan pencegahan berbgai penyakit degeneratif,
yaitu kardiovaskuler, kanker dan osteoporosis (Winarti,2010).

Gambar 10. Struktur kimia isoflavon (Ayuningtyas, 2009)

Isoflavon pada kedelai terbukti dapat meniru peranan


hormon estrogen. Isoflavon dapat berfungsi sebagai estrogen
selektif dalam pengobatan, yaitu sebagai anti kanker.

30
Isoflavon memiliki fungsi ganda terhadap Menopause,
yaitu :
1. Anti estrogenik effect pada saat hormon estrogen
berlebihan, yang dapat menurunkan resiko kanker
payudara pada pre-menopoussal woman.
2. Efek estrogenik pada saat jumlah estrogen mengalami
penurunan, yang berfungsi mencegah penyakit
kardiovaskuler, osteoporosis dan sistem vesomotor pada
wanita pre dan post menopousal (Winarti,2010).

6.7 Pananggulangan Efek Radiasi Dengan Konsumsi


Isoflavon Pada Susu Kedelai
Hormon estrogen merupakan hormon steroid kelamin yang
diproduksi oleh kelenjar endokrin pada sistem reproduksi
wanita.Hormon estrogen berperan dalam perubahan habitus
seorang anak perempuan menjadi wanita dewasa, dan
menjelang akhir masa reproduksi produksi hormon estrogen
mulai menurun (Anwar, 2005).
Hasil penelitian pada mencit (Mus musculus) menunjukkan
rata-rata kadar estrogen mencit (Mus musculus)betina dewasa
normalnya adalah 15,35 ng/ml (Cahyati, 2013). Kadar
estrogen pada dasarnya dapat mengalami peningkatan maupun
penurunan. Kadar estrogen meningkat pada saat ovulasi,
obesitas, penyakit jantung, permasalahan pencernaan,
kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, dan atropi testis.
Kadar estrogen juga dapat mengalami penurunan, yaitu pada
saat menopause, kerja berlebih, disfungsi ovarium, infertilitas,
sindroma turner, amenorea akibat hipopituitari, anoreksia
nervosa dan stress (Anwar, 2005).
Pada Gambar 11 dapat dilihat efek paparan radiasi Co-60
terhadap kadar estrogen mencit (Mus musculus)yang disertai
konsumsi isoflavon dari susu kedelai.

31
Gambar 11. Hubungan Paparan Radiasi dengan Kadar Estrogen
Mencit (Mus musculus) ( konsumsi 0 mg;
konsumsi 44 mg; konsumsi 86 mg; konsumsi 131 mg
dan konsumsi 181 mg)

Pada Gambar 6.2 terlihat penurunan kadar estrogen mencit


(Mus musculus). Semakin besar dosis radiasi yang diberikan
mengakibatkan penurunan kadar estrogen yang cukup besar
pula. Hasil yang maksimal terlihat pada konsumsi 44 mg/hari
dan 131 mg/hari susu kedelai. Konsumsi susu kedelai
sebanyak 44 mg/hari mampu meningkatkan kadar estrogen
dalam tubuh mencit (Mus musculus) meskipun dikenai
paparan radiasi Co-60. Kenaikan kadar estrogen dapat terjadi
karena sifat isoflavon yang merupakan fitoestrogen
fitoestrogen yaitu meniru peranan hormon
estrogen(Ayuningtyas, 2009). Isoflavon pada susu kedelai juga
merupakan antioksidan alami yang dapat menghambat
timbulnya radikal bebas yang merusak sel biologis ovarium
(Miladiyah, 2004) sehingga penurunan kadar estrogen dari
mencit(Mus musculus) dapat dikendalikan.
Pada konsumsi susu kedelai 131 mg/hari juga merupakan
dosis konsumsi isoflavon yang baik karena terlihat adanya
kemampuan isoflavon pada susu kedelai untuk menahan
radikal bebas yang timbul akibat paparan radiasi Co-60. Hal

32
tersebut terlihat saat diberi paparan radiasi awal 1,5 Gy
mengalami kenaikan 0,02 ng/ml estrogen. Kenaikan tersebut
merupakan respon yang diberikan oleh tubuh mencit (Mus
musculus) akibat adanya rangsangan berupa radiasi Co-60
sehingga sistem pertahanan tubuh mulai bereaksi. Enzim
pertahanan dan isoflavon sebagai antioksidan akan
mendetoksifikasi radikal bebas akibat paparan radiasi Co-60
dan mencegah kerusakan sel berlebih (Astuti,2008). Setelah
penyinaran pertama, mulai terlihat penurunan estrogen akibat
paparan radiasi yaitu disetiap kenaikan dosis 1,5 Gy.
Penurunan tersebut karena adanya peningkatan radikal bebas
yang terus menerus dari paparan Co-60 sehingga terjadi
peningkatan pemakaian enzim antioksidan dan akibatnya
kerusakan sel pun tidak dapat dihindari (Astuti,2008).
Pada konsumsi susu kedelai 86 mg/hari dan 181 mg/hari
kurang berpengaruh pada kenaikan estrogen pada mencit yang
diberi paparan radiasi Co-60. Kadar estrogen dalam tubuh
mencit tersebut sangat tergantung pada jumlah estrogen
reseptor, letak estrogen reseptornya, dan banyaknya isoflavon
dari susu kedelai yang mampu berikatan dengan estrogen
reseptor. Apabila kemampuan ikatan antara isoflavon sebagai
fitoestrogen dengan estrogen reseptor kurang optimal maka
isoflavon akan tidak menunjukkan potensinya dalam
peningkatan kadar estrogen yang telah turun (Winarsi., 2004).
Isoflavon atau fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor
estrogen sebagai bagian dari aktivitas hormonal.Pada saat
kadar estrogen menurun, akan terdapat banyak kelebihan
reseptor estrogen yang tidak terikat dan meskipun afinitasnya
rendah isoflavon masih dapat berikatan dengan reseptor
tersebut. Jika tubuh mendapatkan suplai isoflavon atau
fitoestrogen yang cukup, maka akan terjadi pegaruh
pengikatan isoflavon dengan reseptor estrogen sehingga akan
dapat meningkatkan kadar estrogen (Hernawati, 2013).
Berdasarkan Gambar 6.2 penurunan kadar estrogen pada
mencit (Mus musculus) juga dapat diakibatkan oleh adanya
efek stokastik dan deterministik dari paparan radiasi Co-60.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa kedua efek
33
tersebut merupakan efek radiasi yang dipengaruhi oleh dosis
radiasi.
Dosis radiasi merupakan jumlah energi radiasi yang
terserap oleh bahan persatuan massa. Radiasi jika diberikan
dengan dosis yang berlebihan maka akan mengakibatkan
kerusakan (Safitri; Lenni, 2010). Efek stokastik pada
penelitian ini akan timbul setelah kurun waktu tertentu karena
memerlukan proses yang cukup lama. Efek stokastik yang
terjadi akibat kerusakan ovarium dapat mengakibatkan
terjadinya disfungsi organ, dan mengakibatkan kelenjar
endokrin tidak menghasilkan estrogen yang cukup.
Kerusakan sel tersebut juga terjadi akibat tidak
seimbangnya pemebentukan radikal bebas (ROS) dengan
aktivitas pertahanan enzim antioksidan. Sistem pertahanan
tidak mampu mendetoksifikasi radikal bebas. Kondisi tersebut
dapat terjadi pada kasus infeksi, penuaan dan infertilitas. Salah
satu enzim yang berperan dalam antioksidan disini adalah
superoksid dismutase (SOD).
Enzim SOD terdapat dalam sitosol dan mitokondria.Enzim
ini dapat mengkonversi 2 molekul superoksida menjadi
hidrogen peroksida dan oksigen. Dismutasi anion superoksida
menjadi hidrogen peroksida dan oksigen ini sering disebut
sebagai pertahanan pertama terhadap stress oksidatif karena
superoksida merupakan inisiator kuat berbagai reaksi
berantai( Maulida, 2010).
Sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas dibedakan
menjadi dua, yaitu sistem pertahanan preventif dan sistem
pertahanan melalui mekanisme pemutusan reaksi rantai radikal
bebas. Sistem pertahanan preventif dilakukan oleh antioksidan
sekunder, sedangkan pemutusan reaksi berantai radikal bebas
dilakukan oleh antioksidan primer.
Antioksidan primer mengakhiri reaksi radikal bebas dengan
mendonorkan hidrogen atau elektron kepada radikal bebas dan
mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan
primer dapat menunda atau menghambat tahap inisiasi
bereaksi dengan radikal bebas atau dengan menghambat tahap

34
propagansi dengan bereaksi dengan radikal peroksi atau
radikal alkokosi dengan reaksi sebagai berikut:

AH + R* menjadi A* + RH

AH + ROO* menjadi A* + ROOH

AH + RO* menjadi A* + ROH

Dari Reaksi Antioksidan Primer dengan Radikal Bebas di


atas dapat diketahui bahwa AH merupakan senyawa
antioksidan yang dapat mendonorkan atom hidrogennya
sedangkan A* merupakan turunan antioksidan yang lebih
stabil.ROO merupakan radikal peroksil, R adalah radikal asam
lemak jenuh dan RH adalah lemak atau minyak tak jenuh.
Antioksidan primer merupakan substansi yang berperan
sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menghambat
mekanisme radikal bebas pada proses oksidasi. Contohnya
adalah tokoferol dan asam askorbat.

Sedangkan antioksidan sekunder berfungsi dengan cara


mendekomposisikan peroksida lemak kedalam produk akhir
yang stabil. Radikal -radikal antioksidan dapat saling bereaksi
membentuk produk non radikal.Mekanismenya dapat terjadi
memalui pengikatan ion-ion logam, scavenger oksigen,
dekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk-bentuk non
radikal. Proses tersebut dibagi menjadi dua tahap, yaitu inisiasi
dan propagasi.
Inisiasi : R* + AH --- RH + A*

Propagasi : ROO* + AH - ROOH + A*

(Reaksi Penghambatan Antioksidan Sekunder)

35
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Rineka Cipta.


Jakarta.
Alatas, Z. 2006. Efek Pewarisan Akibat Radiasi Pengion. Buletin
ALARA. 8(2).
Allen, R. G., Tressini, M. 2000. Oxidative Stress and Gene
Regulation. Free Radical Biol Med. 28: 463-499.
Anwar, R. 2005. Sintesis, Fungsi dan Interpretasi Pemeriksaan
Hormon Reproduksi. Bagian obstetri dan ginekologi.
Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.
Appollinaire, T., James, K. Friel. 2007. Human Milk has Anti-
Oxidant Properties to Protect Premature Infants. Current
Pediatric Reviews. 3: 45-51.
Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai dan Potensinya Sebagai
Penangkap Radikal Bebas. Teknologi Industri dan Hasil
Pertanian 13.
Ayuningtyas, A. 2009. Makalah kimia dasar, isoflavon dalam
kedelai memberi banyak manfaat bagi tubuh. Jurusan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Industri
Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.
BATAN. 2000. Materi Diklat Petugas Proteksi Radiasi Bidang
Radiodiagnostik. Jakarta
BATAN. 2005. Pengenalan Radiasi. http://www.batan.go.id/
pusdiklat/elearning/Proteksiradiasi/pengenalan_radiasi/judu
l.htm. diakses Desember 2005.
BATAN, 2012. Glosarium.http://www.batan.go.id/Kamus/l.php
sejak 4 Jan '12 diakses 4 Januari 2012.
Cahyati, Yeni. 2013. Efek Radiasi Pada Penurunan Estrogen
Yang Disertai Konsumsi Isoflavon Untuk Mencegah
Menopause Dini Pada Terapi Radiasi. NATURAL B.
Vol 2 No. 2 Oktober 2013. Malang
Cochrane, G. C. 1991. Cellular Injury by Oxidants. Am.J.Med. 91:
suppl. 3C, paper 3C-24S.
Droge, W. 2002. Free Radicals In The Physiological Control Of
Cell Function. Physiol Rev. 82: 47-95.

36
Gunilla, Carleson Bentle.1996. Radiation Therapy Planning,
second edition, Mc Graw-Hill. New York.
Halliwell, B. 1991. Reactive Oxygen Species in Living System :
Source, Biochemistry and Role in Human Diseases.
Am.J.Med: suppl. 3C, paper 3C-14S.
Han, W., Yu. K. N 2010. Ionizing Radiation, DNA Double
Strand Break and Mutation. Advances in Genetics
research. 4: 1-13.
Hernawati. 2013. Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat
Pemberian Isoflavon Dari Tanaman Kedelai. Jurusan
Pendidikan Biologi. FPMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia.
Larasati, T. 2012. Kualitas Hidup Pada Wanita Yang Sudah
Memasuki Masa Menopause. . Fakultas Psikologi.
Universitas Gunadarma.
Lucato. 2012. Spektrum Elektromagnetik Penginderaan Jauh.
DOI: www.Pengertian-definisi.blogspot.com. diakses
tanggal 20 Oktober 2012
Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Nomor
01/KaBAPETEN/V-99TentangKetentuan Keselamatan
Kerja TerhadapRadiasiKepala Badan Pengawas Tenaga
Nuklir.
Khan m,Faiz. 2003. The Physics of Radiation Therapy, third
edition,Lippincott Williams and Wilkins. New York.
Kreshnamurti, I. 2012. Radioterapi Pada Kanker Serviks.
Departemen Obstetri Dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Maulida, F. 2010. Efek ekstrak daun krokot (portulaca oleracea l.)
Terhadap Kadar Alanin Transaminase (alt) Tikus Putih
(rattus norvegicus) Yang Diberi Minyak Goreng deep
frying.Fakultas Kedokteran . Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Meirow, D. 2001. The effects of radiotherapy and chemotherapy
on female reproduction. Human reproduction update. 7
535-543.
Miladiyah, I. 2004. Isoflavon Kedelai Sebagai Alternatif Terapi
Sulih Hormon (TSH). Kedokteran Yarsi 12: 94-99.
37
Miller. 1998. Effect Of Dietary Patterns On Measures Of Lipid
Peroxidation: Results From A Randomized Clinical
Trial.Circulation. 98: 2390-2395.
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayes, P. A., Rodwell, V. W
2003. Harper’s Biochemistry. 6th Edition, Lange Medical.
California.
Panigoro, S. S. 2012. Kanker – kanker Yang Paling Banyak
Menyerang Orang Indonesia. DOI: www.
health.detik.com. diakses tanggal 27 Juni 2012
Prayitno, Budi dan Sulianto. 2009. Analisis Dosis Pembatas
Untuk Pekerja Radiasi DiInstalasi Radiometalurgi.
BATAN.Yogyakarta.
Radiology. 2013. Dosis Ekivalen (H).
http://radiology.web.id/2013/06/dosis-ekivalen-h/. Diakses
Juni 2013.
Roekmantara,Roestan.1978. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional.Jakarta.
Rufiati, Etna. 2011.Kecenderungan Energi Ionisasi
Pertama.http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uac
t=8&ved=0CFwQFjAF&url=http%3A%2F%2Fskp.unair.a
c.id%2Frepository%2FGuruIndonesia%2FKecenderungan
Energi_EtnaRufiati_16546.pdf&ei=KGNLU47lNdPe8AW
Q9oHYAg&usg=AFQjCNHoYGozufYFu8TRSm_XGhUa
t_4fA&sig2=JMUN63NANEpFPeXXx6oxQ. Diakses 16
Oktober 201.
Safitri, Rini dan Fitri Lenni. 2010. Kajian pemanfaatan radiasi
sinar gamma (co-60)Pada sistem pengawetan
makananStudi kasus pada serbuk cabai. SIGMA, Vol. 13,
No. 2, Juli 2010: 115-122.
Siduhutomo, A. 2008. Efek radioterapi. DOI:
www.bidadariku.com. diakses tanggal 15 Maret 2012

Sies, H. 1991. Oxidative Stress : From Basic Research to Clinical


Applications. Am.J.Med. 91: suppl. 3C, paper 3C-31S.
Siregar, G. 2007. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Usus
Besar. Pidato pengukuan guru besar. Medan.
38
Suratmo. 2012. Reaksi Radikal Bebas dengan Suatu Materi,.
Kimia FMIPA Universitas Brawijaya. Malang.
Suryanti, N. 2009. Metastasis ovarium dari kanker serviks
stadium ia-iib yang dilakukan radikal histerektomi di rsu
dr. Soetomo tahun 2003-2005. obstetri dan ginekologi. 17
83-86.
Suryohudoyo, P. 1993. Oksidan, Antioksidan dan Radikal Bebas.
Universitas Airlangga Press. Surabaya.
Tjokronagoro, M. 2001. Biologi Sel Tumor Maligna. Fakultas
Kedokteran UGM. Yogyakarta.
Verbruggen, A. 2012. Health Effects of Ionizing Radiation. K.U
Lauren. USA.
Widjaja, E. D. 1979. Radioterapi. Dian Rakyat. Jakarta.
Winarsi, H., D. Muchtadi, F. R. Zakaria dan B. Purwantoro. 2004.
Respon Hormonal -Imunitas Wanita Premenopause Yang
Diintervensi Minuman Fungsional Berbasis Susu Skim
Yang Disuplementasi Dengan 100 mg Isoflavon Kedelai
Dan 8 mg Zn-sulfat (SUSUMENO). Teknol. dan Industri
Pangan. XV: 28-34.
Winarti, S. 2010. Makanan fungsional, . Graha ilmu. Yogyakarta.
Wirahadikusumah, M. 1977. Biokimia : Protein, Enzim dan Asam
Nukleat. ITB press. Bandung.
Wiryosimin, S. 1985. Aspekkeselamatan radiasi dalam
kedokterannuklir. ABK.Pengetahuan Nuklir.Jurusan Fisika
ITB. Bandung.
Wisnu, A. W. 1996. Radioekologi. Andi. Yogyakarta.

39
GLOSARIUM

Absorpsi :
Transfer energi dari radiasi ke bahan.
ALARA :
Singkatan ungkapan as low as reasonably achievable
Anihilasi :
(musnah) menjadi fua sinar gamma dengan masing-masing energi
0,51 MeV
Displasia :
yaitu kelainan perkembangan seluler, produksi dari sel abnormal
yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia.
Dosimetri :
Ilmu yang mempelajari berbagai besaran dan satuan dosis radiasi.
Dosis serap :
Jumlah energi yang diserahkan radiasi atau banyaknya energi
yang diserap oleh bahan permassa bahan
Estrogen :
Hormon yang mempengaruhi tingkat kesuburan wanita
Hiperplasia :
Proliferasi sel yang berlebihan
Hipertrofi :
Peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ
tanpa ada pertambahan jumlah sel.
Ionisasi :
Suatu proses keluarnya electron terluar dari suatu atom.
Kanker :
Suatu proses pembelahan sel (proliferasi) yang tidak mengikuti
aturan atau abnormal.
LET atau linear energy transfer :
Dinyatakan dalam keV/  m, difokuskan pada laju linear energi
absorpsi oleh medium selama partikel bermuatan bergerak dalam
medium.
Menopause :
Ketidak mampuan seseorang untuk bereproduksi lagi.
Metaplasia :
40
Perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe
lain.
Nilai batas dosis (NBD) :
Jumlah penyinaran eksterna selama masa kerja dan dosis terikat
yang berasal dari permukaan zat radioaktif selama masa tersebut.
PDD :
Persentase dosis kedalaman biasa disebut dengan
Penyinaran eksterna :
Penyinaran yang disebabkan oleh sumber diluar tubuh.
penyinaran interna :
Penyinaran yang disebabkan oleh sumber di dalam tubuh.
PUFA :
Asam lemak tak jenuh ganda DNA merupakan pembawa
informasi genetik
Radiasi :
Merupakan energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau
gelombang
Radiasi Bremmstrahlung :
Hilangnya energi terjadi karena radiasi hanya terjadi apabila
energi elektron yang dating tinggi
Radiasi pengion :
Radiasi yang apabila menumbuk atau menabrak sesuatu, akan
muncul partikel bermuatan listrik yang disebut ion.
Radiasi non-pengion :
Radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi.
Radioterapi atau terapi radiasi :
Jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk
menghancurkan sel-sel kanker
ROS :
Senyawa oksigen reaktif

41

Anda mungkin juga menyukai