Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemifacial spasm adalah suatu gangguan gerak yang ditandai dengan
kontraksi tonik-klonik otot-otot wajah bagian atas dan bawah yang dipersarafi
oleh nervus facialis ipsilateral.(1,2)

Angka kejadian pasti dari hemifacial spasm tidak dapat ditentukan karena
banyaknya kesalahan diagnosa dan kurangnya penelitian mengenai hemifacial
spasm. Dari data penelitian terakhir, diketahui bahwa prevalensi hemifacial spasm
adalah sebesar 9.8 – 11 per 100,000 penduduk dengan angka kejadian tertinggi
(3,4)
pada usia 44 tahun . Prevalensi di Asia belum diketahui, namun diduga lebih
tinggi daripada prevalensi neuralgia trigeminal.(3)

Hemifacial spasm disebabkan oleh adanya lesi iritatif dari nervus facialis
(N. VII) dan sangat mirip dengan neuralgia trigeminal. (2) Sebanyak 95% dari
kejadian hemifacial spasm adalah primer, dengan penyebab vaskuler dan sebesar
5% adalah sekunder yang dapat diakibatkan oleh Bell’s palsy, cerebropontine
angle tumor, malformasi arteri venous dan juga lesi batang otak.(1) Pada
hemifacial spasm primer akibat vaskuler, arteri yang sering terlibat adalah arteri
cerebral anterior inferior, arteri cerebral posterior inferior dan juga arteri cereberal
superior dan arteri basilaris.
Pada hemifacial spasm sekunder, gangguan dapat terjadi di sepanjang
nervus VII, dimulai dari kanalis auditoris internus sampai ke foramen
stilomastoideus yang menyebabkan gangguan fungsi saraf dan atau iritasi pada
jalan nervus VII. Gangguan pendengaran dan parese otot-otot wajah lebih sering
ditemukan pada hemifacial spasm sekunder, dibandingkan dengan hemifacial
spasm primer.(4)
Hemifacial spasm biasanya dimulai dengan kontraksi ireguler pada daerah
m. orbicularis oculli yang kemudian menyebar keseluruh otot yang dipersarafi
oleh nervus VII. Kejadian hemifacial spasm selalu bersifat unilateral dengan
gerakan ireguler yang dapat terjadi untuk beberapa detik sampai beberapa menit
dengan adanya periode tenang. Gejala hemifacial spasm diperburuk dengan
adanya hipertensi dan peningkatan emosi. Hasil pemeriksaan fisik menunjukan
tidak adanya kelainanan neurologis lainnya.(2) Jika tidak ditangani, kontraksi
involunter dapat terjadi pada semua otot wajah sekaligus sehingga menunjukan
gambaran “Tonus phenomenon”. (4)
Modalitas penatalaksanaan untuk hemifacial spasm adalah injeksi Botulinum
toxine A (BTX-A) sebagai penatalaksanaan non invasive dan Microvascular
Decompression (MVD) sebagai terapi definitif. (4)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hemifacial spasm adalah suatu gangguan gerak yang ditandai dengan


kontraksi tonik-klonik otot-otot wajah bagian atas dan bawah yang dipersarafi
oleh nervus fasialis ipsilateral.(1,2)

2.2 Nervus Facialis

Nervus fasialis sebenarnya adalah saraf motorik, tetapi dalam perjalanannya


ke tepi, nervus intermedius menggabungkan diri padanya. Nervus intermedius
tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut
sensorik khusus yang menghantarkan impuls pengecapan 2/3 bagian anterior lidah
ke nukleus traktus solitarus.(6)(7)
Nervus Facialis memiliki 2 komponen. Komponen yang lebih besar murni
motorik dan mempersarafi otot-otot ekspresi wajah. Komponen ini sesuai dengan
nervus facialis. Komponen ini disertai oleh saraf yang lebih tipis, nervus
intermedius yang mengandung serabut aferen viseral dan somatik, serta serabut
eferen viseral.(6)

Gambar 2.2.1 Perjalanan perifer nervus facialis(6)

3
Nukleus komponen motorik nervus facialis terletak dibagian ventrolateral
tegmentum pontis. Nukleus ini dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu
kelompok dorsal dan ventral. (6,7)
1. Kelompok dorsal, yang menerima impuls-impuls dari korteks serebri
dengan melalui traktus kortikobulbaris kanan dan kiri (bilateral). Sel-sel
mononeuron ini mensarafi m. frontalis, m. zigomatikum, belahan atas m.
orbicularis oculi dan bagian atas otot wajah.
2. Kelompok Ventral, yang menerima impuls dari korteks serebri kontralateral.
Serabut-serabut yang berindukan sel-sel motoneuron dari kelompok ini
mensarafi otot-otot disekeliling mulut di sisi ipsilateral yaitu belahan bawah
m. orbicularis oculi, otot wajah bagian bawah dan m. platisma.

Gambar 2. Letak N. Facialis dan N. Cranialis sekitarnya terhadap pembuluh


darah dibatang otak

Neuron nukleus motorik ini analog dengan sel-sel kornu anterior medula
spinalis, tetapi secara embriologi berasal dari lengkung brankhialis kedua. Serabut
radiks nukleus ini memiliki perjalanan yang rumit. Di dalam batang otak, serabut
ini berjalan memutari nukleus abdusens (membentuk yang disebut genu internum
nervus facialis) sehingga membentuk penonjolan kecil didasar ventrikel keempat

4
(kolikulus facialis). Kemudian serabut ini membentuk berkas yang padat, yang
berjalan di ventrolateral menuju ujung kaudal pons dan kemudian keluar dari
batang otak, menembus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle dan
kemudian memasuki meatus akustikus internus bersama dengan nervus
intermedius dan nervus cranialis VIII atau vestibulocochlearis. Didalam meatus,
nervus facialis dan nervus intermedius terpisah dari nervus kranialis VIII dan
berjalan kearah lateral ke kanalis facialis menuju ganglion genikulatum. Setinggi
ganglion, kanalis facialis menurun curam (genu eksternum nervus facialis). Pada
bagian ujung bawah kanalis facialis, nervus facialis keluar dari tengkorak melalui
foramen stilomastoideus. Masing-masing serabut motoriknya kemudian
didistribusikan ke seluruh regio wajah (beberapa diantaranya berjalan melalui
glandula paratiroidea terlebih dahulu). Serabut-serabut tersebut mempersarafi
semua otot ekspresi wajah yang berasal dari lengkung brankhialis kedua yaitu m.
Orbicularis oris, m. Orbicularis oculi, m. Businator, m. occipitalis, m. frontalis
dan otot-otot yang lebih kecil didaerah ini, dan juga m. stapedius, m.platisma,
m.stilohiodeus, dan venter posterior m.digastrikus.(7)
Nervus facialis yang melintasi jaringan glandula parotis bercabang-cabang
lagi untuk mensarafi seluruh otot wajah. Adapun otot-otot tersebut yang
mempunyai arti klinis penting adalah; (6,7)
1. Muskulus frontalis untuk mengangkat alis, megerutkan dahi,
mengerutkan kulit antar alis dan mengangkat kulit pangkal hidung.
2. Muskulus orbicularis oculi merupakan otot sfingter kelopak atas dan
bawah.
3. Muskulus orbicularis oris merupakan otot sfingter mulut.
4. Muskulus kwardatus labii superioris mengangkat bibir atas dan
melebarkan lubang hidung.
5. Muskulus levator anguli oris mengangkat sudut mulut.
6. Muskulus zigomatikus mengangkat sudut mulut kearah oksipital
7. Muskulus buksinator mengempiskan pipi.
8. Muskulus kwardatus labii inferior menarik sudut mulut kebawah dan
kesamping

5
9. Muskulus levator menti mengangkat dan menjungurkan bibir bawah
10. Muskulus depresor anguli oris, menarik sudut mulut ke bawah. Gerakan
ini dapat diperkuat oleh muskulus platisma.

2.3 Epidemiologi

Angka kejadian pasti dari hemifacial spasm tidak dapat ditentukan karena
banyaknya kesalahan diagnosa dan kurangnya penelitian mengenai hemifacial
spasm. Dari data penelitian terakhir, diketahui bahwa prevalensi hemifacial spasm
adalah sebesar 9.8 – 11 per 100,000 penduduk dengan angka kejadian tertinggi
pada usia 44 tahun(3,4), dan perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan
ratio 1,5-2:1. Prevalensi di Asia belum diketahui, namun diduga lebih tinggi
daripada prevalensi neuralgia trigeminal.(3)

2.4 Etiologi

Hemifacial spasm disebabkan oleh adanya lesi iritatif dari nervus facialis
(N. VII) dan sangat mirip dengan neuralgia trigeminal. (2) Sebanyak 95% dari
kejadian hemifacial spasm adalah primer, dengan penyebab vaskuler dan sebesar
5% adalah sekunder yang dapat diakibatkan oleh Bell’s palsy, cerebropontine
angle tumor, malformasi arteri venous dan juga lesi batang otak. (1) . Hemifacial
spasm primer terjadi akibat abnormalitas pembuluh darah berupa distensi, dilatasi,
atau deviasi. Arteri yang sering terlibat adalah arteri cerebellaris inferior anterior,
arteri cerebellaris inferior posterior dan juga arteri cerebellaris superior dan arteri
basilaris. Berdasarkan pola kompresi vaskuler hemifacial spasm dapat dibedakan
menjadi 6 katagori yaitu:(1,4)

1. Tipe Loop, dimana pembuluh darah berjalan mengelilingi dan menjepit


nervus.(2)
2. Tipe Arachnoid, dimana trabekula arachnoid antara pembuluh darah dan
batang otak sempit yang menjerat nervus(3)

6
3. Tipe perforator, dimana jeratan nervus oleh cabang-cabang arteri
perforate yang menempel di batang otak(4)
4. Tipe cabang, dimana nervus terperangkap antara pembuluh darah dan
cabang-cabangnya(5)
5. Tipe sandwich, dimana nervus terjepit diantara dua pembuluh darah
yang berbeda(6)
6. Tipe tandem, dimana pembuluh darah menekan pembuluh darah lain
yang juga sedang menekan saraf.
Pada hemifacial spasm sekunder, gangguan dapat terjadi di sepanjang
nervus VII, dimulai dari kanalis auditoris internus sampai ke foramen
stilomastoideus yang menyebabkan gangguan fungsi saraf dan atau iritasi pada
jalan nervus VII. Gangguan pendengaran dan parese otot-otot wajah lebih sering
ditemukan pada hemifacial spasm sekunder, dibandingkan dengan hemifacial
spasm primer.(4)

Gambar 3. Gambaran kompresi pembuluh darah pada N. Facialis


2.5 Patofisiologi

Hampir semua kasus hemifacial spasm berhubungan dengan kompresi

7
vaskuler nervus VII pada daerah Root Exit Zone (REZ).

Patofisiologi hemifacial spasm dapat dibagi menjadi(1) :


1. Hemifacial spasm berasal dari saraf.
Terjadi akibat kompresi nervus facialis (N. VII) saat keluar dari kranial,
di daerah batang otak oleh pembuluh darah yang menyebabkan
demyelinisasi aksonal atau degenerasi N. VII dan mengeluarkan impuls
listrik abnormal yang mengakibatkan kontraksi otot-otot yang dipersarafi
oleh N. VII.
2. Hemifacial spasm yang berasal dari Nucleus Facialis.
Lesi nucleus facialis akan mencetuskan impuls listrik abnormal,
kontraksi levator palpebral, sehingga mata berkedip-kedip.
Patofisiologi hemifacial spasm yang dapat diterima adalah adanya suatu
kelainan berupa kerusakan myelin yang terjadi pada facial nerve root exit zone
dan ephaptic transmission yang merupakan saluran bagi jalannya impuls sensorik.
(4)
Daerah ini didefinisikan sebagai suatu zona transisi antara oligo dendrites dan
sel schwann. Daerah ini hanya dilindungi oleh membrane arachnoidea saja
sehingga mudah terkompresi. Gangguan pada daerah ini mencapai 23% dari
prevalensi kejadian hemifacial spasm, sedangkan 77% yang lainnya diakibatkan
oleh kompresi dari daerah yang lebih proksimal dimana nervus facialis keluar dari
sulcus pontomedularis. (4)
2.6 Manifestasi Klinis

Hemifacial spasm biasanya dimulai dengan kontraksi ireguler pada daerah


m. orbicularis oculli yang kemudian menyebar keseluruh otot yang dipersarafi
oleh nervus VII. Kejadian hemifacial spasm hampir selalu bersifat unilateral,
hanya < 1% kasus yang bilateral, ditandai dengan gerakan ireguler yang dapat
terjadi untuk beberapa detik sampai beberapa menit dengan adanya periode
tenang. Gejala hemifacial spasm diperberat dengan stress, fatiq, ansietas,
perubahan posisi kepala, adanya hipertensi dan peningkatan emosi. Pada
hemifacial spasm tipe sekunder, gerakan sinkinesia sterutama jalan pada saat

8
pasien berbicara atau makan. Asimetris wajah akibat paralisis nervus fasialis
ringan juga dapat terlihat terutama pada kasus hemifasialis spasm sekunder yang
mengalami demielinisasi nervus fasialis.
Hemifacial Spasm dapat terjadi pada wajah bagian atas maupun bawah,
tetapi pada umumnya diawali dengan kontraksi tonik-klonik didaerah mata (90%
pada m. orbikularis okuli). Seiring dengan perjalanan penyakitnya, kontraksi
abnormal tersebut ke area pipi dan/atau area perioral (mm. orbikularis oris dan
mm. zigomatikus) serta area frontalis, corrugator, mentales, dan platisma. Pada
hemifacial spasm primer, kontraksi umumnya hanya melibatkan otot-otot fasialis
bagian bawah, seperti mm. periokular saja atau kadang menyebar ke platysma
Hasil pemeriksaan fisik menunjukan tidak adanya kelainanan neurologis
lainnya.(2) Jika tidak ditangani pada tahap lanjut, kontraksi involunter dapat terjadi
pada semua otot wajah sekaligus sehingga menunjukan gambaran “Tonus
phenomenon” (pasien tampak seperti menyeringai dengan mata setengah tertutup).

2.7 Penegakan Diagnosis

Diagnosis hemifacial spasm ditegakan secara klinis. Fenomena tanda


Babinsky II atau brow lift sign, merupakan manuver pemeriksaan yang memiliki
sensitifitas (86%) dan spesifitas (100%) tinggi untuk penegakan diagnosis.
Fenomena ini dikatakan positif jika terjadi elevasi alis ipsilateral saat kontraksi
m.frontalis ipsilateral terhadap spasme fasialis, yang menunjukan spasme asinkron
antara m.frontalis dan m.orbicularis oculi. Pada keadaan normal saat m.orbicularis
oculi berkontraksi seharusnya m.frontalis sisi yang sama/ipsilateral rileks,
sehingga alis dan dahinya turun. Namun pada hemifacial spasm, m.frontalis
justru berkontraksi kearah berlawanan, sehingga terlihat sinkron. (10)

9
Gambar 2.8 Perbedaan kontraksi otot-otot wajah saat menutup mata kiri.
(a)penutupan mata fungsional (alis pada sisi mata alis pada sisi mata yang tertutup akan menurun,
sedangkan alis pada sisi kontralateral akan terangkat); b blefarospams; c hemifasial spasm (pada
sisi mata yang tertutup alis cenderung terangkat.

Pemeriksaan neurologis rutin perlu dikerjakan pada setiap pasien dengan


keluhan hemifasial spasm untuk menyingkirkan defisit neurologis fokal.
Pemeriksaan Electromyografi (EMG), Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
juga Computed Tomography (CT) dapat digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis lain. Pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk melihat
adanya kompresi vaskuler. Teknik MRI yang lebih advance, seperti fusion
magnetic resonance/MR yang menggabungkan antara MRI statis dengan MR
angiografi 3 dimensi dapat memvisualisasikan anatomi spesifik pada area pintu
keluar N. Fasialis, terutama untuk kandidat tindakan operatif.(10)

Pemeriksaan EMG dapat digunakan untuk membedakan dari gangguan


motorik lainnya, pada EMG akan tampak bangkitan spontan dengan frekuensi
tinggi. Pemeriksaan CT angiografi dapat digunakan untuk menentukan rencana
bedah mikro. Studi terbaru juga mulai merubah hemodinamik menggunakan
pemeriksaan ultrasonografi dupleks yaitu rerata kecepatan aliran darah di AICA
dan PICA sisi yang terkena hemifacial spasm tampak lebih tinggi dibandingkan
dengan si/si kontralateral.(4)
2.8 Diferensial diagnosa
2.8.1 Blepharospasm

Blepharospasm adalah suatu keadaan tertutupnya kelopak mata dengan

10
sangat keras yang terjadi secara involunter dan biasanya diakibatkan oleh spasm
dari M. Orbicularis oculi yang dapat berakibat kepada buta fungsional dan
melibatkan kedua sisi wajah bilateral bersamaan. Meskipun memiliki
pathogenesis yang berbeda, namun blepharospasm dan juga hemifacial spasm
menyebabkan kontraksi berlebihan dari M. Orbicularis oculi.(3)

2.8.2 Craniofacial Tics

Gangguan gerakan berupa tic yang cukup berat adalah Gilles de la


Tourrete syndrome. (4)

2.8.3 Ocular Myokimia

Tics adalah suatu tindakan pengulangan, berulang dan bersifat


involunter, baik dalam bentuk gerakan maupun suara. (4)

2.8.4 Dyskinesia

Dyskinesia adalah gangguan berupa gerakan yang tidak terkendali pada


lidah bibir dan wajah. Dalam beberapa kasus pasien juga mengalami pergerakan
pada kaki, tangan, jari tangan dan jari kaki. Dyskinesia dapat terlihat pada
penderita parkinson dan kondisi serupa lainnya.(4)

2.8.5 Neuralgia Trigeminal


Neuralgia Trigeminal juga dinamai TIC Douloureux. Pada dasarnya
neuralgia ini adalah suatu bagkitan nyeri atau nyeri paroksismal sepanjang salah
satu cabang nervus V biasanya ramus II atau II yang timbul karena terangsangnya
suatu Trigger Zone disekitar mulut. Sewaktu bangkitan dapat pula tampak
gangguan vasomotorik seperti kulit jadi merah, keringat, bengkak, dan
lakrimasi/salivasi yang bertambah. Waktu bangkitan wajah penderita disisi
neuralgia berada dalam keadaan kejang. Oleh karena itu neuralgia Trigeminal
disebut TIC Douloureux.(7)
Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang disebutkan
diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi. Seperti

11
diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu
dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut
dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab,
infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab
Neuralgia trigeminal(9)
Patofisiologi utama dari penyakit ini belum diketahui secara jelas. Melihat
gejala klinis dari penyakit ini, gejala yang terutama dirasakan adalah nyeri pada
area penjalaran nervus trigeminal. Oleh karena itu, neuralgia trigeminal
digolongkan dalam nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik sendiri mekanismenya
belum jelas. Biasanya nyeri trigeminal ini disebabkan karena postherpetik
(postherpetik neuralgia), post traumatik dan post operatif. (9)
Neuralgia trigeminal didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan
neurologis terhadap nervus trigeminus. Pada saat ini belum ada tes yang dapat
diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia trigeminal. Diagnosa neuralgia
trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik
yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri,
kapan dimulainya nyeri, menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya,
respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada
penyakit herpes atau
tidak, dan sebagainya. (9)
Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan,
penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek
kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus
trigeminus bilateral. Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot
masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Pada neuralgia trigeminal
biasa didapatkan sensibilitas yang terganggu pada daerah wajah. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI kepala. (7,9)
Penatalaksanaan Neuralgia Trigeminal adalah pengobtan deng dilantin atau
tegretol sewaktu-waktu dapat memperingan penderitaan pasien. Bila tidak berhasil
dapat dipertimbangkan dengan pembedahan trigeminotomi , traktotomi medullar,
dekompresi radiks N. V, dan dekompresi mikrovaskuler.(7)

12
2.9 Penatalaksanaan

Penanganan hemifacial spasme terdiri dari obat-obatan farmakologis oral,


tindakan operatif (dekompresi mikrovaskular) dan injeksi lokal toksin botulinum
(Botulinum neurotoxin/BoNT).
Obat farmakologi oral yang biasa digunakan dimana obat tersebut
digunakan untuk membantu menegurangi spasme adalah :
a. Antikonvulsan (Carbamazepin, Klonazepam, atau gologan
benzodiazepine lainnya )
b. Golongan Gamma-aminobutyrre acid (GABA), seperti baclofen,
gabapentin, pregabalin
Tindakan operatif yang paling sering dilakukan adalah kompresi
mikrosvaskular, yaitu tindakan memisahkan pembuluh darah (arteri/vena) yang
menekan nervus. Injeksi Botulinum toxine A (BTX-A) sebagai penatalaksanaan
non invasive dan Microvascular Decompression (MVD) sebagai terapi definitif.
Injeksi BTX-A merupakan suatu modalitas pengobatan yang efektif dan aman
yang dapat digunakan untuk mengatasi suatu hemifacial spasm dan juga
blepharospasm. BTX-A dapat diberikan secara subkutan maupun intramuscular.(3)
Cara kerja BTX-A adalah dengan menghentikan pelepasan acethylcholin pada
celah synaps yang diperantai oleh kalsium. Onset dari efek BTX-A dimulai dari
hari ke 3-5 setelah injeksi dan kemudian memuncak pada bulan ke 3-6, oleh
karena itu injeksi BTX-A diulangi sebanyak 2-4 kali dalam satu tahun. Dari hasil
penelitian dapat dinyatakan bahwa injeksi di daerah pretarsal lebih efektif dan
memiliki risiko terhadap komplikasi yang lebih rendah.(3,4)

13
Gambar 2.8.1 Lokasi injeksi BTX-A(4,5)

Injeksi BTX-A biasanya dilakukan pada m. orbicularis oculi, m. corrugator


supercilii, m. zygomaticus mayor, m. buccinator, dan m. depressor angulioris.
Komplikasi yang dapat terjadi dari injeksi BTX-A adalah ptosis yang terjadi
akibat difusi toksin pada jaringan sekitar lokasi penyuntikan, gangguan visus dan
juga diplopia yang progresif dan memburuk. Injeksi yang berulang juga dapat
menyebabkan terjadinya atrofi otot. Untuk mencegah terjadinya disabilitas yang
dapat memperburuk kualitas hidup pasien, maka daerah yang paling sering
digunakan sebagai lokasi penyuntikan adalah pada m. orbicularis oculi pada
daerah pre septal.(4,5)

Gambar 2.8.2 Pembagian daerah pada M. Orbicularis oculi. (4,5)

Tabel 1 Dosis injeksi BTX-A(10)

14
Lokasi Injeksi Dosis
M. Frontalis 6-8 unit
M. Procerus 5 unit
Kelopak mata atas M. Orbcularis Oculi, injeksi 2 unit tiap sisi
dikedua sisi
Kelopak mata bawah M. Orbcularis Oculi, 2 unit tiap sisi
injeksi dikedua sisi
M. Kantus lateral 4-6 unit
fM. Zigomatikus mayor 2 unit
M. Masseter injeksi kedua sisi 2 unit

Microvascular Decompression (MVD) adalah terapi yang paling efektif


untuk jangka panjang, dengan angka keberhasilan sebesar 90%. Selama proses
operasi, fungsi Nervus VIII harus tetap dimonitor. Sebesar 88% pasien mengalami
perbaikan gejala dalam kurun waktu 24 jam setelah operasi. Hasil penelitian juga
membuktikan bahwa pasien dengan platysmal spasm memiliki risiko menderita
hemifacial spasm yang menetap setelah operasi. Pasien dengan skor House-
Brackmann grade III dan IV berisiko menderita spasm yang menetap lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang memiliki skor House-Brackmann I dan II.

Tabel.2.8 Skor House-Brackmann(4,5)

15
2.10 Prognosis

Penyembuhan sempurna dari hemifacial spasm didapatkkan pada 85-93%.


Hemispasial spasm berkurang pada 9% dan tidak berubah pada 6%. Setelah
operasi MVD mungkin dapat terjadi episode hemifacial spasm yang ringan , yang
biasanya menghilang pada hari ke 2-3 post operasi. Hasil dari MVD tergantung
dari durasi dari gejala dan usia, durasi yang lebih singkat memberikan prognosis
yang lebih baik, semakin tua usia semakin buruk.

16
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Hemifacial spasm adalah suatu kontraksi ireguler unilateral yang terdiri
dari klonik singkat dan spasm otot tonikwajah, yang dipersarafi oleh nervus
facialis ipsilateral.(1,2)
Hemifacial spasm disebabkan oleh adanya lesi iritatif dari nervus facialis
(N. VII) dan sangat mirip dengan neuralgia trigeminal. (2) Sebanyak 95% dari
kejadian hemifacial spasm adalah primer, dengan penyebab vaskuler dan sebesar
5% adalah sekunder yang dapat diakibatkan oleh Bell’s palsy, cerebropontine
angle tumor, malformasi arteri venous dan juga lesi batang otak.(1)
Hemifacial spasm biasanya dimulai dengan kontraksi ireguler pada daerah
m. orbicularis oculli yang kemudian menyebar keseluruh otot yang dipersarafi
oleh nervus VII. Kejadian hemifacial spasm selalu bersifat unilateral dengan
gerakan ireguler yang dapat terjadi untuk beberapa detik sampai beberapa menit
dengan adanya periode tenang. Hasil pemeriksaan fisik menunjukan tidak adanya
kelainanan neurologis lainnya.(2)
Modalitas penatalaksanaan untuk hemifacial spasm adalah injeksi
Botulinum toxin A (BTX-A) sebagai penatalaksanaan non invasive dan
Microvascular Decompression (MVD) sebagai terapi definitif.(4)

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Airlangga DIPSFKU. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Machfoed MH, Hamdan M,
Machin A, Wardah R, editors. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
(UAP); 2011.

2. Gilroy J. Baic Neurology. 2nd ed. Singapore: McGRAW-HILL


INTERNATIONAL EDITIONS; 1992. 357 p.

3. Kong D-S, Park K. Hemifacial spasm: A Neurosurgical Perspective. J Korean


Neurosurg [Internet]. 2007;12-17

4. Lu AY, Yeung JT, Gerrard JL, Michaelides EM, Sekula RF, Bulsara KR.
Hemifacial spasm and Neurovascular Compression. Sci World J [Internet].
2014;1-8

5. Frei K, Truong DD, Dressler D. Botulinum Toxin Therapy of Hemifacial spasm :


Comparing Different Therapeutic Preparations. Eur J Neurol. 2006;13(204):30–5.

6. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Duus;Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.


Suwono Wita. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007;148-51.

7. Ngoerah I Gst. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Ngurah AA Bagus, Saraswati


Oka, Laksmidewi Putri.Bali. Udayana University Press.2017;75-77.

8. Sagita, Sadikin Dian. Pemeriksaan Klinis Neurologis. Rahman Muhamad.


percetakan Universitas Indonesia. 2013;270-74

9. Nurmiko, T.J, et al. Trigeminal Neuralgia-Patophysiology, diagnosis, and current


treatment. British Journal of Anaesthesia. United Kingdom : 2011;18-19
10. Buku Ajar Neurologi. Dapertemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2017

18

Anda mungkin juga menyukai