Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kultur Sel Primer dan Cell Line


Kultur sel merupakan proses multifaset dimana sel diisolasi dari hewan, tumbuhan,
bakteri, dan manusia yang pertumbuhannya dikontrol dalam kondisi lingkuangan buatan yang
secara umum berbeda dari lingkungannya alaminya. Sel dapat diisolasi secara langsung dari
tubuh organisme dan dipisahkan secara enzimatik atau mekanik. Kultur sel secara umum
kultur sel dilakukan secara in vitro di laboratorium dengan kondisi yang asepstis. Sel tersebut
dapat diangkat dari jaringan secara langsung dan dipilih secara enzimatik, melalui suatu
teknik yang berarti sebelum dikultur, atau mungkin juga diambil dari cell line atau cell stain
yang sudah disediakan. Kultur sel sudah dilakukan sejak awal tahun 20-an dan digunakan
sebagai sarana belajar mengenai sel hewan secara in vitro1.
Kultur sel primer adalah langkah utama dari kultur sel dimana sel diperoleh dan diisolasi
dari jaringan langsung kemudian dikembangbiakan pada lingkungan yang sesuai nutrisi, pH
lingkungan dan temperature lingkungannya. Hasil dari kultur sel primer akan dilanjutkan
untuk disubkultur ke media pertumbuhan baru yang menyediakan banyak nutrisi untuk
pertumbuhan selanjutnya dikenal sebagai subkultur sel2.
Cell line adalah kultur sel yang terbentuk secara permanen dengan kemampuan
berkembang biak tanpa batas dalam medium dan ruang yang mendukung. Cell line memiliki
perbedaan dengan cell strain karena cell line memiliki hayflick limit yang menyebabkan
menjadi immortal. Hayflick limit adalah kemampuan populasi sel normal untuk membelah
sebelum mencapai batas untuk berhenti membelah disebabkan oleh telomer mencapai titik
kritis. Cell line diperoelh dari kultur primer yang pertama kali berhasil untuk disubkultur 2.
Cell line dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok continuous cell culture dan
finite cell culture. Continuous cell culture adalah cell line yang memiliki kemampuan untuk
melakukan penggadaan populasi dalam jumlah yang tidak terbatas atau disebut sel immortal.
Cell line jenis ini umumnya adalah aneuploid dan sering memiliki nomor kromosom diploid
atau tetraploid. Finite cell culture adalah cell line yang memiliki kemapuan yang terbatas
untuk menggandakan populasi sel setelah proilferasi selesai dilakukan. Pada Tabel 2.1
berikut merupakan beberapa karakter yang membedakan antara continuous cell culture
dengan finite cell culture3.
Tabel 2.1. Perbedaan continuous cell culture dengan finite cell culture

Karakter Finite Continuous(transformed)


Ploidi Euploid, Diploid Aneuploid, Hetroploid
Transformasi Normal Pertumbuhan immortal dan
tumorigenik
Ketergantungan Ya Tidak ada
Anchorage
Kontak Ya Tidak ada
penghambatan
Keterbatasan Ya Berkurang atau tidak ada
kepadatan
proliferasi sel
Mode pertumbuhan Monolayer Monolayer atau suspension
Maintainance Cyclic Steady state possible
Kebutuhan serum Tinggi Rendah
Efisiensi kloning Rendah Tinggi
Marker Jaringan spesifik/khusus Chromosomal, enzymatic,
antigenic
Laju pertumbuhan Lambat (24-96 jam) Cepat (12-24 jam)
Hasil Rendah Tinggi

Karakteristik pertumbuhan sel di dalam kultur dapat diamati menggunakan kurva


pertumbuhan kultur sel tersebut. Secara umum kurva pertumbuhan sel menunjukkan fase
pertumbuhan sel dalam bentuk kurva sigmoid (Gambar 2.1) berikut.

Gambar 2.1. Kurva Sigmoid Pertumbuhan Sel


Berdasarkan Gambar 2.1, fase pertumbuhan kultur sel terdiri dari empat fase, yaitu:
a. Fase Lag
Pada tahap ini sel-sel tidak melakukan pembelahan. Selama periode ini sel-sel
beradaptasi dengan kondisi lingkungan kultur, dan lama waktu pada fase ini
tergantung pada fase pertumbuhan cell line pada saat disubkultur sebelumnya.
b. Fase pertumbuhan logaritmik (Log)
Pada tahap ini sel-sel aktif melakukan proliferasi dan jumlah sel memngkat secara
eksponensial sehingga kepadatannya tinggi. Populasi sel berada pada kondisi yang
sangat aktif pada fase ini, oleh karena itu pada tahap ini sangat dianjurkan untuk
menuji fungsi selular sel. Setiap cell line memperlihatkan aktivitas kinetika proliferasi
sel yang berbeda-beda pada tahap ini. Pada fase akhir log kondisi kultur mulai
menunjukkan kepadatan sel berlebihan, penuaan sel dan apoptosis sel.
c. Fase stasioner
Sel-sel mengalami perlamabatan pada proliferasinya karena populasi sel yang menjadi
konfluem. Siklus sel aktif menurun mejadi 0-10% dan sel rentan mengalami
kerusakan pada tahap stasioner. Pada fase ini terjadi penumpukan metabolit sekunder
yang dapat menggangu pertumbuhan sel tersebut.
d. Fase penurunan
Sel-sel mengalami kematian dan pengurangan jumlah sel yang secara ekstrim.
Kematian sel terjadi karena sel telah mencapai tahap akhir siklus sel alamiahnya 3.

Kanker
Kanker adalah penyebab utama kematian di negara maju secara ekonomi dan penyebab
utama kedua kematian di negara berkembang Kanker merupakan penyakit yang dikarakterisasi
oleh pertumbuhan tak terkendali dan penyebaran sel yang abnormal. Pemicu kanker dapat
disebabkan baik oleh faktor eksternal (asap rokok, zat kimia, radiasi dan organism penginfeksi)
maupun faktor internal (mutasi genetik, hormon, sistem imun dan mutasi pada sistem
metabolism). Kanker terjadi akibat adanya sel yang kehilangan kontrol genetik dan bertindak
sebagai aberrant precursor. Sel ini kemudian tumbuh dan berkembang, sehingga populasi sel
meningkat. Sel kanker tumbuh secara tidak beraturan dan menjadi berbeda dengan sel normal.4
Berdasarkan perilaku klinis kanker (neoplasma) dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu benign (jinak) dan malignant (ganas). Klasifikasi ini didasarkan pada sifat biologis tumor
yang ditentukan oleh derajat diferensiasi tumor dan kecepatan tumbuh sel. Benign atau tumor
jinak memiliki kecepatan pertumbuhan lambat sedangkan malignant memiliki kecepatan
pertumbuhan yang sangat tinggi. Malignant sering disertai invasi dan metastasis sehingga sering
disebut kanker.4 Kanker atau disebut juga karsinoma disebabkan oleh rusaknya mekanisme
pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel yang
diatur oleh gen, sehingga diduga kuat bahwa faktor genetik merupakan pencetus utama
terjadinya kanker.4 Menurut Hanahan dan Weinberg (2011), sel kanker secara genotif
mempunyai ciri-ciri yang menyebabkan pertumbuhannya bersifat malignant dan merupakan
manifestasi dari enam perubahan esensial fisiologi sel, yaitu mempunyai kemampuan untuk
mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya sendiri, tidak sensitif terhadap sinyal
antipertumbuhan;, mempunyai kemampuan untuk menghindari program apoptosis, mempunyai
kemampuan untuk mengadakan replikasi yang tidak terbatas, memiliki kemampuan
angiogenesis sehingga mampu bertahan hidup, mampu mengadakan invasi ke jaringan
sekitarnya dan membentuk metastasis.4 Pada dasarnya sinyal pertumbuhan diperlukan oleh sel-
sel normal untuk melakukan proliferasi, dengan demikian sel-sel normal tidak dapat
berkembang tanpa adanya rangsangan sinyal ini. Sinyal pertumbuhan dalam melakukan
aksinya, akan ditransmisikan ke dalam sel melalui reseptor transmembran yang mengikat
molekul tertentu seperti diffusible growth factor, komponen matriks ekstraselular dan molekul
adhesi antar sel. Sel kanker dapat memproduksi faktor pertumbuhan sendiri. Sel kanker tidak
bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan proliferasi yang
disebabkan oleh beberapa onkogen dalam sel kanker beraksi seperti sinyal pertumbuhan dalam
sel normal. Pada sel kanker, ekspresi reseptor transmembran juga berlebihan yang
menyebabkan sinyal pertumbuhan menjadi lebih responsif, sehingga pertumbuhan sel kanker
menjadi tak terkendali.4

Cell Line MCF-7


MCF-7 merupakan cell line yang terbentuk dari efusi pleura di Michigan Cancer
Foundation pada tahun 1973, yang sampai saat ini secara umum digunakan sebagai model
xenograft kanker payudara. Cell line ini berasal dari metastatis tumor lanjut, sel ini bersifat
non-invasive dan mewakili sebagai model tahap awal penyakit karena ditemukan Estrogen
fungsional dan ketergantungan estrogen untuk pertumbuhan baik secara in vitro maupun in
vivo. MCF-7 merupakan tipe sel epitel yang diisolasi dari breast adenocarcinoma manusia 2.
Media pertumbuhan sel ini terdiri atas DMEM, 10 % FBS,2 mM glutamine, 1 %
penicillin/streptomycin dan 10 µl /ml insulin (Invitrogen). MCF-6 tumbuh optimal pada suhu
inkubasi 37 °C dengan atmosfir CO2 5 % (Gibco, 2016). MCF-7 memiliki ciri positif
Estrogen (ER), positif reseptor progesteron (PR), dan luminal subtype molekular. MCF-7
memiliki sifat yang kurang agresif dan tidak invasive. Sel MCF-7 menujukkan aneuploidi
ekstensif dengan variasi jumlah kromsom antara 60 – 140 berdasarkan hasil pengujian. Sel
MCF-7 digunakan dalam banyak penelitian positif estrogen pada sel kanker payudara.
Penelitian mengamati respon resistensi obat anti-estrogen. Sel MCF-7 mulai digunakan
sebagai terapi antihormone karena sel MCF-7 mudah dikultur. Pertumbuhan kanker payudara
tidak hanya dikendalikan oleh estrogen dan progesterone tapi juga oleh plasma membrane
yang berasosia dengan faktor pertumbuhan (growth factor). Faktor pertumbuhan berupa
epidermal growth factor receptor diaktivasi oleh epidermal growth factor (EGF) the human
epidermal growth receptor-2 (HER2) 5.

Cell Line MDA-MB-231


MDA-MB-231 merupakan cell line epithelial yang diperoleh dari efusi pleira pada pasien
wanita berumur 51 tahun dengan metastatik adenocarcionama mamalia. Karakteristik cell
line adalah sangat agresif, invasive dan tidak memiliki reseptor estrogen, progesterone dan
HER2 atau disebut tripel negatif kanker payudara. Aktivitas MDA-MB-231 untuk
menginvasi dimediasi oleh degradasi proteolitik pada matriks ekstraseluler. Triple negative
kanker payudara menjadikan MDA-MB-231 diklasifikasikan sebagai cell line dasar kanker
payudara. Cell line ini tumbuh optimum pada suhu inkubasi 37 °C dengan atmosfir CO2 5 %
dengan media Leibovitz L-15 medium yang disuplementasi 2mM glutamin dan 15 % fetal
bovine serum (FBS). MDA-MB-231 harus ditumbuhkan dengan densitas 1-3 x104 sel/ cm2
dan disubkultur saat 70-80% sel konfluen 6.

Teknik Kultur Sel


Kultur sel mamalia harus dilakukan sesuai prosedur karena kultur sel ini sangat sensitif
terhadap lingkungan selama periode pertumbuhannya. Teknik kultur sel yang baik meliputi
beberapa tahapan berikut.
a. Teknik aseptik
Teknik ini dibutuhkan untuk memastikan semua aktivitas kultur sel di;akukan secara
aseptis untuk mencegah kontaminasidari bakteri, fungi, mycoplasma dan cross-
contaminansi antar cell line. Bahan yang mendukung teknik ini adalah 70 %
isopropanol, sodium hypochlorite, desinfektan. Alat-alat yang menunjang operator
bekerja secara septik yaitu, alat pelindung diri (APD) (sarung tangan steril, jas
laboratorium, sepatu laboratorium, pelindung kepala) dan biology safety cabinet.
b. Resusitasi Cell line beku
Tahap ini bertujuan untuk mencairkan cell line beku untuk digunakan sebagai kultur.
Tahapan pencairan (thawing) ini sangat vital mengingat viabiitas cell line sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah
medium, 70 % isopropanol, DMSO, pewarna Trypan (untuk pewarnaan). Lalat yang
dibuthkan adalah APD, container untuk mentransfer ampul beku cell line , water bath,
biology safety cabinet, incubator, mikroskop fase kontras inverted, haemocytometer,
sentrifugator, pipete, rak ampul, dan tissue.
c. Subkultur adherent cell line
Adherent cell line akan tumbuh secara in vitro dengan membentuk permukaan yang
menutupi semua area medium. Pada tahap ini cell line harus disubkultur untuk
menghindari kematian sel. Kultur sel dipindahkan ke medium baru dengan
menambhakn tripsin untuk menghilangkan adhesi kultur sel pada flask. Bahan-bahan
yang dibutuhkan adalah medium, 70 % isopropanol, PBS tanpa Ca2+/Mg2+ , 0.25%
trypsin/EDTA, soyabean trypsin inhibitor, pewarna Trypan (untuk pewarnaan). Alat
yang dibutuhkan adalah APD, container untuk mentransfer ampul beku cell line, water
bath, biology safety cabinet, inkubator, mikroskop fase kontras inverted,
haemocytometer, sentrifugator, pipete, rak ampul, dan tissue.
d. Penghitungan Jumlah Sel
Jumlah sel yang diperoleh dari transfeksi, thawing, subkulutr, harus dihitung jumlahnya
terlebih dahulu sebelum digunakan lebih lanjut. Penghitungan sel ini menggunakan
haemocytometer, dimana sel diwarna oleh trypan blue untuk memudahkan proses
penghitungan sel. Hitung jumlah sel yang hidup dan jumlah sel yang mati sehingga
diperoleh persentase viabilitas sel.
e. Teknik Cryopreservation
Tahap ini bertujuan untuk menjaga viabilitas sel selama periode penyimpanan pada
suhu rendah yang ekstrim( -80°C dan > -80°C di dalam liquid nitrogen). Medium untuk
cryopreservation terdiri dari medium DMEM, 90% FBS, dan 10% DMSO atau
glycerol. DMSO dan glycerol bertindak sebagai agen cryopreservation yang mencegah
sel mengalami kerusakan akibat suhu rendah yang ekstrim. DMSO bekerja dengan cara
mencegah terbentuknya kristal es pada sel yang dapat menyebakan sel menjadi pecah,
mengatur konsentrasi garam yang mengendap, memperlambat laju pendinginan. Sel
yang sudah dipanen akan diresuspen di media cryopreservation selanjutnya disimpan di
freezer dengan suhu yang bertingkat yaitu -20°C selama 0- 2jam , -80°C selama 2 jam-
semalaman, dan dipindahkan ke liquid nitrogen7.
Dafpus

1. Thermo Fisher Scientific: Cell Culture Basics Handbook. UK: Gibco;2015:


www.lifetechnologies.com/cellculturebasics

2. Welsh, J. Animal model for studying Prevention and Treatment of Breast Cancer. 2013.
Cancer.p:997-1018

3. Sigma-aldrich. Fundamental Techniques in Cell Culture Laboratory Handbook-3rd


Edition. 2018

4. Menchetner, E., Kyshtoobayeva, A., Zonis, S., Kim, H., Stroup, R., Garcia, R., Parker,
R.J., and Fruehauf, J.P., 1998, Levels of Multidrug Resistance (MDR1) P-Glycoprotein
Expression by Human Breast Cancer Correlate with in Vitro Resistance to Taxol and
Doxorubicin, Clinical Cancer Research, 4:389-398

5. Comsa, S., Cimpean, A. M., dan Raica, M. The Story of MCF-7 Breast cancer Line: 40
years of experience in research.2015. Cancer Researh: 35, p: 3147-3154

6. ECACC. Cell line profile MDA-MB-231 Catalogue. 2017. European Collection of


Authenticated Cell Culture: public Health England

7. Sigma-aldrich. Fundamental Techniques in Cell Culture Laboratory Handbook-2nd


Edition. 2016

Anda mungkin juga menyukai