Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HEPATITIS

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Tantia Ismi Nitalia, S.Kep
NIM 182311101148

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

9
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HEPATITIS
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Stase Keperawatan Gadar dan Kritis

Oleh:
Tantia Ismi Nitalia, S.Kep
NIM 182311101148

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Lapora Pendahuluan berikut dibuat oleh:


Nama : Tantia Ismi Nitalia, S.Kep
NIM : 182311101148
Judul : Laporan Pendahuluan Pada Klien dengan Dengue Hemorragic
Fever (DHF) di Ruang Instalasi Gawar Darurat (IGD) RSD dr
Soebandi Jember
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Agustus 2019
Tempat : Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember
Jember , Agustus 2019

Kepala Ruang/ CI Pembimbing Akademik


Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember FKep Universitas Jember

(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Resume berikut dibuat oleh:


Nama : Tantia Ismi Nitalia, S.Kep
NIM : 182311101148
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Agustus 2019
Tempat : Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember
Jember , Agustus 2019

Kepala Ruang/ CI Pembimbing Akademik


Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember FKep Universitas Jember

(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Lapora Pendahuluan berikut dibuat oleh:


Nama : Tantia Ismi Nitalia, S.Kep
NIM : 182311101148
Judul : Laporan Pendahuluan Pada Klien dengan Hepatitis di Ruang
Instalasi Gawar Darurat (IGD) RSD dr Soebandi Jember
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Agustus 2019
Tempat : Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember
Jember , Agustus 2019

Kepala Ruang/ CI Pembimbing Akademik


Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember FKep Universitas Jember

(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Resume berikut dibuat oleh:


Nama : Tantia Ismi Nitalia, S.Kep
NIM : 182311101148
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Agustus 2019
Tempat : Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember

Jember , Agustus 2019

Kepala Ruang/ CI Pembimbing Akademik


Ruang IGD RSD dr Soebandi Jember FKep Universitas Jember

(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP.
BAB 1. KONSEP TEORI

1.1 Pengertian
Hati merupakan sistem utama yang terlibat dalam pengaturan fungsihati.
Hati adalah salah satu organ tubuh terbesar dalam tubuh, yang terletak dibagian
teratas dalam rongga abdomen disebelah kanan dibawah diafragma dan hati secara
luas dilindungi oleh iga-igaHati menerima 25% dari seluruh cairan yang beredar
pada sirkulasi tubuh manusia. Hati merupakan organ parenkim yang sering
menjadi sasaran akibat penyakit sistemik. Hati menjadi organ metabolik komplek
dengan fungsi sintesis dan detoksifikasi. Letak dan ukuran hati dalam sistem
sirkulasi, menjadikannya organ yang sering terlibat pada penyakit sistemik,
gangguan sirkulasi, dan inflamasi (Daulay dkk., 2017).
Hepatitis adalah suatu penyakit peradangan hati yang umumnya disebabkan
oleh virus, yang dewasa ini banyak diderita baik orang dewasa mau pun anak-
anak (Handarko dan Alamsyah, 2015). Hepatitis merupakan peradangan hepar
yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah
karena infeksi virus yang sampai saat ini telah diidentifikasi 5 tipe virus hepatitis
yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling
banyak ditemukan. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (hepatitis
A), kronik (hepatitis B dan C) ataupun kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B
dan C) (Kemenkes RI, 2015; Lestari, 2015).

1.2 Klasfikasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
2015 jenis Hepatitis Virus terdiri dari (Kemenkes RI, 2015) :
a. Hepatitis A, disebabkan oleh Virus Hepatitis A (VHA)
Virus Hepatitis A (VHA) merupakan serotipe tunggal diseluruh dunia
yang sering menimbulkan infeksi akut dan tidak menyebabkan infeksi kronis
serta antibodi yang terbentuk menghasilkan imunitas atau kekebalan jangka
panjang terhadap kemungkinan infeksi VHA dimasa yang akan datang.
Merupakan anenteric non enveloped RNA picornavirus dengan ukuran RNA
2-7nm dari genus picorna viridae hepatovirus yang dapat dinonaktifkan
dengan cahaya ultraviolet atau pemanasan. Penyebaran virus ini melalui feco
to oral yaitu melalui makanan dan minuman yangterkontaminasi dengan feses
penderita hepatitis A. Beberapa jalur penularan VHA diantaranya melalui air
yang terkontamiasi, makanan yang terkontamiasi oleh tangan yang
mengandung virus, ikan yang tidak dimasak dari air yang telah
terkontaminasi, buah-buahan dan sayuran yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi, penggunaan obat-obatan injeksi dan non injeksi, aktifitas
seksual baik anal maupun oral. masa inkubasi hepatitis A akut bervariasi
antara 14 hari sampai 49 hari, dengan rata-rata 30 hari (Lestari, 2015).
b. Hepatitis B, disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB
Virus Hepatitis B (VHB) merupakan double stranded DNA a42nm dari klass
Hepadnaviridae. Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-
rata 60-90 hari). Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik
yang tergantung usia penderita. Sebagian infeksi akut VHB pada orang
dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran
HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas
untuk infeksi berikutnya. Secara umum penularan VHB melalui antara lain
kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal dengan
penderita dengan HbsAg positif, melalui oral seks dengan penderita HbsAg
positif yaitu melalui saliva yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital,
kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik, tranfusi
darah, transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun
waktu menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi,
dimana bayi yang dilahirkan dari ibu yang infeksius diberikan imunoglobulin
dalam 24 jam pertama sebelum disusui. Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang
boleh disusui oleh ibu yang infeksius.
c. Hepatitis C, disebabkan oleh Virus Hepatitis C (VHC) adalah penyakit infeksi
yang bisa tak terdeteksi pada seseorang selama puluhan tahun dan perlahan-
lahan tapi pasti merusak organ hati. Cara penularan terutama melalui darah
hubungan seksual dan perinatal. Masa inkubasinya 15-160 hari dengan rata-
rata 50 hari. Resiko penularannya pada pengguna obat suntik, pasien
hemodialisis, pekerja layanan keehatan, hubungan seksual, resipien infeksi.
Biasanya orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari
bahwa dirinya mengidap penyakit ini, karena memang tidak ada gejala- gejala
khusus. Beberapa orang berpikir bahwa mereka hanya terserang flu.
Pencegahan hepatitis C dengan menghindari faktor resiko karena sampai saat
ini belum tersedianya vaksin untuk hepatitis C.
d. Hepatitis D, disebabkan oleh Virus Hepatitis D (VHD)
Nama virusnya RNA HDV/agen delta atau HDV (delta) dengan agen virus
RNA untai tunggal, dapat terjadi pada semua usia. Cara penularan terutama
darah tapi sebagian melalui hubungan seksual dan parenteral. Masa
inkubasinya 30-60 hari, 21-140 hari rata-rata 40 hari yang terjadi pada semua
usia. Resiko penularan pada pengguna obat IV, penderita hemovilia dan
resipien konsentrat faktor pembekuan. Hepatitis D terdapat pada beberapa
kasus hepatitis B. Karena memerlukan antigen permukaan hepatitis B untuk
replikasinya, maka hanya penderita hepatitis B yang beresiko terkena hepatitis
D. Gejala hepatitis D serupa hepatitis B kecuali pasiennya lebih cenderung
untuk menderita hepatitis fulminan dan berlanjut menjadi hepatitis aktif yang
kronis serta sirosis hati. Hepatitis D dicurigai ketika pasien sakit akut dengan
gejala baru atau berulang dan sebelumnya telah mengalami hepatitis B atau
sebagai carrier hepatitis B. tidak ada vaksin tetapi secara otomatis orang akan
terlindungi jika telah diberikan imunisasi hepatitis B.
e. Hepatitis E, disebabkan oleh Virus Hepatitis E (VHE)
Masa inkubasinya 15-60 hari, rata-rata 40 hari. Resiko penularannya pada air
minum terkontaminasi dan wisatawan pada daerah endemis. Gejalanya ringan
menyerupai gejala flu, sampai icterus. Penularan melalui fecal oral seperti
hepatitis A. Pengobatannya belum ada pengobatan antivirus. Pencegahannya
dengan menjaga kebersihan lingkungan, terutama kebersihan makanan dan
minuman. Vaksinasi hepatitis E belum tersedia.
Berdasarakan cara penularannya, Hepatitis virus dibagi menjadi :
a. Hepatitis Virus yang penularannya melalui fecal oral untuk Hepatitis A dan
Hepatitis E;
b. Hepatitis Virus yang penularannya melalui parenteral untuk Hepatitis B,
Hepatitis C, dan Hepatitis D

1.3 Etiologi
Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan hati yang
dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi parasit, protozoa, bakteri dan
virus), gangguan metabolisme, obat-obatan, alkohol yang menyebabkan
kerusakan pada sel hati manusia (Betharina dkk., 2017).
a. Obat-obatan, bahan kimia, dan racun.
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan
hepatitis akut.
b. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
c. Infeksi virus.
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode Fekal-oral Parenteral Parenteral Parenteral Fekal-
transmisi melalui seksual, jarang perinatal, oral
orang lain perinatal seksual, memerlukan
orang ke koinfeksi
orang, dengan type B
perinatal

Keparah-an Tak Parah Menyebar Peningkatan Sama


ikterik luas, dapat insiden kronis dengan D
dan berkem-bang dan gagal hepar
asimto- sampai kronis akut
matik

Sumber Darah, Darah, saliva, Terutama Melalui darah Darah,


virus feces, semen, melalui darah feces,
saliva sekresi saliva
vagina

1.4 Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-
sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darahdan
terbawa sampai ke hati. Di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). Akibat kerusakan ini makaterjadi penurunan
penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati
adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh
mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan
berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun.
Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat
menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga
merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol
yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi
pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba atau palpasi hati.
Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik (pewarnaan kuning yang tampak
pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin) mulai nampak
Albumin merupakan salah satu protein yang dihasilkan oleh hati. Kerusakan
pada sel-sel hati yang berkepanjangan dapat menyebabkan terganggunya fungsi
hati dalam mensintesis protein penting salah satunya adalah albumin. Jika
gangguan fungsi sintesis berlangsung lama, maka kadar protein plasma akan
menurun, hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan albumin serum.
Terdapat beberapa fungsi dari albumin bagi tubuh yaitu untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma, membantu metabolisme dan transportasi senyawa dalam
tubuh terutama substansi lipofilik, anti inflamasi, keseimbangan asam basa, dan
mempertahankan integritas mikrovaskular. Pada penurunan albumin yang
signifikan dapat terjadi perubahan bagi tubuh salah satunya penimbunan cairan di
jaringan intertisial akibat dari penurunan fungsi albumin dalam mempertahankan
tekanan onkotik plasma yang dapat dilihat sebagai edema jaringan hingga asites.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati. pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut
dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang
akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupunjumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati, selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.

1.5 Tanda dan Gejala


a. Hepatitis A
1. Masa Tunas. Lamanya viremia (masa dimana virus berada di dalam aliran
darah) pada hepatitis A 2-4 Minggu.
2. Fase pra-ikterik/prodromal. Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat
berlangsung 2-7 hari, gambaran sangat bervariasi secara individual seperti
ikterik, urin berwarna gelap, lelah/lemas, hilang nafsu makan, nyeri & rasa
tidak enak di perut, tinja berwarna pucat, mual dan muntah, demam
kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada
otot, diare dan rasa tidak enak di tenggorokan. Dengan keluhan yang
beraneka ragam ini sering menimbulkan kekeliruan pada waktu
mendiagnosis, sering diduga sebagai penderita influenza, gastritis maupun
arthritis.
3. Fase Ikterik. Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya
setelah demam turun penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning
pekat seperti air teh ataupun tanpa disadari, tinja berwarna pucat, orang
lain yang melihat sclera mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan.
Pada fase ini kuningnya akan meningkat, menetap, kemudian menurun
secara perlahan-lahan, hal ini bisa berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada
stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan pasien merasa lebih
baik. Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning
yang nyata dan bisa berlangsung lama dan
4. Fase penyembuhan. Fase penyembuhan dimulai dengan menghilangkan
sisa gejala tersebut diatas, ikterus mulai menghilang, penderita merasa
segar kembali walau mungkin masih terasa cepat capai
Umumnya, masa penyembuhan sempurna secara klinis dan biokimia
memerlukan waktu sekitar 6 bulan.
b. Hepatitis B
Tanda dan gejala dari penyakit Hepatitis B sangat bervariasi. Namun pada
stadium prodromal sering ditemukan kemerahan kulit dan nyeri sendi,
hilangnya nafsu makan, mual kadang disertai dengan muntah, lemah, lesu,
pusing, sakit perut terutama disekeliling atau disekitar hati, urine berwarna
gelap, kulit dan mata berwarna kuning (jaundice), nyeri sendi dan otot,
kadang- kadang timbul gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu,
gatal-gatal di kulit, biasanya ringan dan sementara. Jarang ditemukan demam,
adapaun deman akan semubuh dalam waktu 2 minggu.
c. Hepatitis C
Gejala yang biasa dirasakan antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit
kepala, sakit perut atau hilangnya selera makan.
d. Hepatitis D
Fase ikterik (1-7 minggu) kelemahan, mual disertai BAB dgn warna pucat,
urine berwarna gelap, ikterik (+), serum Bilirubin mengalami peningkatan
e. Hepaitis E
1. Fase Prodromal (Pre Ikterik). Timbul 1 minggu sebelum ikterus.
Manifestasi klinis: malaise, anoreksia, sakit kepala, demam, athralgia,
arthritis, ruam kulit, dyscomfort perut kanan atas, lemah
2. Fase Ikterik: Berlangsung 2-4 minggu. Manifestasi klinis: jaundice /
ikterik, demam, pruritus, nafsu makan masih menurun, dark color urine,
clay color stool, hepatomegali (kadang), splenomegali
3. Fase Penyembuhan: Pada kasus yang tidak mengalami komplikasi dimulai
1-2 minggu setelah fase ikterus Berlangsung selama 2-6 minggu.
Manifestasi klinis: Keluhan mudah lelah, True feces color, Ikterus
berkurang, Splenomegali mengecil, hepatomegali normal dalam beberapa
minggu kemudian

1.6 Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Untuk mendeteksi adanya hepatitis dapat dilakukan serangkaian
pemeriksaan berupa tes biokimia hati, tes serologi dan pencitraan (Betharina
dkk., 2017).
a. Pada pemeriksaan tes biokimia hati yang sering dipakai adalah alanin amino
transferase (ALT) yang dulu disebut serum glutamine piruvat transaminase
(SGPT) dan aspartat amino transferase (AST) yang dulu bernama serum
glutamine oxaloasetat transaminase (SGOT), glutamil transpeptidase,
bilirubin dan juga protein (albumin, globulin, dan fibrinogen). Enzim gama
glutamil transpeptidase (gama-GT) dan alkali fosfatase dapat digunakan
sebagai penanda obstruksi pada canaliculi jaringan hati. Jika ada obstruksi
maka kadarnya akan meningkat Protein serum termasuk dalam panel tes
diagnostik penyakit hati. Tujuan tes protein serum adalah untuk melihat
defisiensi protein penyakit hati. Fungsi protein plasma diantaranya
mempertahankan tekanan osmotik plasma. Pemeriksaan Bilirubin serum
menyatakan hasil di atas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
b. Pemeriksaan tes serologi yang sering dilakukan pada penderita hepatitis
adalah pemeriksaan HBsAg dan anti HCV. Pemeriksaan HBsAg sendiri
sebagai penegak diagnosis hepatitis B yang sangat sensitif untuk menyatakan
adanya antigen hepatitis B. Pendekatan paling baik untuk mendiagnosa
hepatitis C sendiri adalah tes anti HCV.
c. Pemeriksaan ultrasonography (USG) juga dapat dilakukan. Pada
pemeriksaan USG belum dapat terlihat perubahan ekostruktur hepar dalam
tingkat rendah karena kerusakan hepatosit ataupun peradangan belum dapat
terlihat dari pemeriksaan USG, perubahan tersebut akan terlihat apabila proses
peradangan berlanjut dan menimbulkan kerusakan. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan laboratorium lebih lanjut, untuk memastikan diagnosis.
Pemeriksaan serologi dan ultrasonografi memiliki keuntungan dan juga
kekurangan masing masing dalam mendeteksi kelainan hati.Hepatitis kronis dapat
menyebabkan sirosis hati yang merupakan tingkat terakhir dari banyaknya
penyakit hepatitis, sehingga menentukan perbedaan antara penyakit hati kronis
dan sirosis sangatlah penting.

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada kasus Hepatitis antara lain (Kemenkes RI, 2015) :
a. Hepatitis A
Penanganan Hepatitis A pada penderita, adalah :
1. pengobatan, tidak spesifik, utamanya meningkatkan daya tahan tubuh
(istirahat dan makan makanan yang hygienis dan bergizi), rawat inap
hanya diperlukan bila penderita tidak dapat makan dan minum serta
dehidrasi berat;
2. Isolasi tidak diperlukan;
Selain dilakukan pengobatan terhadap kasus Hepatitis A, perlu didukung
penanganan terhadap perilaku dan lingkungan, seperti:
1. disinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari penderita;
2. imunisasi pasif pada orang yang terpajan cairan tubuh penderita;
b. Hepatitis B
1. Penanganan pada Ibu hamil
a) bila hasil pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi reaktif, maka
pasien dirujuk ke rumah sakit yang telah mampu melakukan
tatalaksana Hepatitis B dan C terdekat.
b) penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan
c) pembiayaan secara mandiri, atau menggunakan BPJS atau asuransi
lainnya.
d) hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah
sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik
(feedback).
e) bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas nonreaktif, maka ibu
hamil tersebut dianjurkan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada
tidaknya antibodi.
f) bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non- reakif, maka
dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali secara mandiri.
2. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B reaktif
a) bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B (HbsAg) reaktif, maka
dianjurkan agar diberikan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg),
vitamin K, vaksinasi hepatitis B hari ke-0 (HB 0) diberikan sesegera
mungkin kurang dari 24 jam setelah kelahiran, diikuti vaksinasi
hepatitis B berikutnya sesuai jadwal program imunisasi nasional.
b) setelah bayi berusia di atas 9 bulan, perlu dilakukan pemeriksaan
HBsAg dan anti-HBs pada bayi tersebut.
3. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B non-reaktif.
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan hepatitis B non-reaktif, maka
diberikan vitamin K dan HB 0 sesegera mungkin (dianjurkan agar
diberikan kurang dari 24 jam) setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis
Bberikutnya sesuai jadwal program imunisasi nasional.
4. Penanganan kasus terpajan Hepatitis B
Selain penanganan kasus yang ditemukan pada deteksi dini Hepatitis B,
maka penanganan kasus yang ditemukan dapat juga dilakukan pada saat
orang terpajan virus Hepatitis B, yaitu mereka yang mengalami inokulasi
langsung atau kontak mukosa langsung dengan cairan tubuh penderita
Hepatitis B, maka profilaksis yang digunakan adalah HBIG single dose
0,06 mL/kg BB, yang diberikan sesegera mungkin. Penderita lalu harus
menerima imunisasi Hepatitis B, dimulai dari minggu pertama setelah
pajanan. Bila pajanan yang terjadi adalah kontak seksual, maka pemberian
dosis HBIG 0,06 mL/kg BB harus diberikan sebelum 14 hari setelah
pajanan, dan diikuti dengan imunisasi. Pemberian vaksin Hepatitis B dan
HBIG bisa dilakukan pada waktu bersamaan, namun di lokasi injeksi yang
berbeda
5. Pengobatan Hepatitis B
Pada pasien hepatitis B kronik yang baru terdiagnosis, beberapa
pemeriksaan perlu dilakukan sebelum langkah terapi dipertimbangkan. Hal
ini bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, apabila diperlukan.
Sembilan puluh lima persen pasien hepatitis akut dewasa akan mengalami
resolusi dan serokonversi spontan tanpa terapi antiviral. Maka, pada
kondisi ini terapi umumnya bersifat tidak spesifik, utamanya
meningkatkan daya tahan tubuh (istirahat dan makan makanan yang
bergizi). Rawat inap hanya diperlukan bila pasien tidak dapat makan dan
minum serta terjadi dehidrasi berat. Pada pasien dengan hepatitis akut
fulminan, pemberian antiviral seperti lamivudin bisa memperpendek fase
simtomatik dan mempercepat perbaikan klinis dan biokimia,namun tidak
mencegah perkembangan hepatitis B akut menjadi hepatitis B kronik.
BAB 2. CLINICAL PATHWAY

Pengaruh alcohol, virus


hepatitis, dan toksin

Inflamasi pada hepar

Gangguan sel-sel darah Hipertermi Peregangan kapsula hati


normal pada sel hepar
Perasaan tidak nyaman di Hepatomegali
kuadran kanan atas

Anoreksia
Nyeri akut
Disfungsi Motilitas
Gastrointestinal

Gangguan metabolisme Obstruksi


karboidrat lemak dan protein Kerusakan konjugasi
Gangguan ekskresi empedu
Bilirubin tidak sempurna
Glikogenesis glukoneogenesis dikeluarkan melalui duktus
menurun menurun Retensi bilirubin hepatikus

Regurgitasi pada duktuli Bilirubin direk meningkat


Glikogen dalam hepar empedu intra hepatik
berkurang
Icterus
Bilirubin direk meningkat
Glikogenolisis menurun
Akumulasi amonia dan
Peningkatan garam racun metabolik
Glukosa dalam darah berkurang empedu dalam darah toxin metabolik

Pruritus
Cepat lelah
ketidakstabilan
kadar glukosa Gangguan rasa nyaman Ensepalopaty hepatik
darah
Intoleransi
aktivitas Risiko perfusi Penurunan kesadaran
cerebral tidak
efektif

tak
BAB 3. PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Primary Survey
1. Airway
Memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas atau kepatenan jalan
napas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas
pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tanda-tanda terjadinya obstruksi
jalan nafas pada pasien antara lain: adanya snoring atau gurgling, stridor atau
suara napas tidak normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu
pernafasan/paradoxical chest movements, dan sianosis. Bukti adanya
gangguan pada saluran pernapasan atas dan ptensial dalam peyebab obstruksi
adalah adanya muntahan, perdarahan, gigi lepas atau hilang, trauma wajah.
Pada pasien dengan Hepatitis biasanya tidak terjadi gangguan pada jalan napas
karena keadaan pada hepatitis tidak mengganggu saluran pernapasan.
2. Breathing
Pengkajian pada pernapasan dilakukann untuk menilai keadekuatan
pernapasan pada pasien. Pernapasan normal bila frekuensi napas 18 -24 kali
permenit disertai dengan ekspansi dada maksimal, dan pengembangan dada
simetris antara kanan dan kiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah inspeksi
adanya sianosis, penetrating injury, flail chest, subcutaneous emphysema,
perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumothorax, auskultasi
dilakukan untuk memeriksa adanya suara abnormal pada dada seperti rochi
ataupun wheezing.
3. Circulation
Pada status sirkulasi perlu diperhatikan tanda dan gejala syok. Diagnosis syok
didasarkan pada temuan klinis seperti : hipotensi, takikardia, takipnea,
hipotermia, pucat, ektremitas dingin, penurunan capillary refil dan penurunan
produksi urin. Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan nadi, pemeriksaan perdarahan, palpasi nadi radial dengan menilai
kualitas denyutan, mengidentifikasi rate, dan regularity. Pada pemeriksaan
sirkulasi, status sirkulasi dikatakan normal bila tekanan darah sistol antara 100
– 120 mmHg dan tekanan darah diastol antara 60-80 mmHg. Selain itu,
didapatkan pemeriksaan CRT < 3 detik, denyut nadi teratur dan tekanan nadi
kuat, serta tidak terdapat pucat serta akral hangat. Pada pemeriksaan
circulation pasien Hipertensi didapatkan Bradikardi ( hiperbilirubin berat ),
Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa.
4. Disability
Primary survey pada disability dikaji menggunakan skala AVPU:
A : Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V : Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P : Respon to Pain olny (dinilai pada semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U : Unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
Selain itu, disability dapat juga dinilai melalui penilaian status kesadaran
pasien menggunakan GCS, dimana nilai GCS normal adalah 15-14.
Pada pasien dengan DHF, biasanya pasien mengeluhkan nyeri pada
persendian. Biasanya pasien dapat merespon stimulus nyeri dan masih bisa
berbicara dengan jelas hanya saja biasanya suara yang dikeluarkan berupa
rintihan.
5. Exposure
Biasanya ditemukan odema/ascites. Kulit berwarna kuning icterus.

b. Secondary Survey
1. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
status perkawinan, agama, pekerjaan, tanggal masuk RS
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada pasien hepatitis biasanya mengeluh nyeri, mual dan muntah, panas,
perut kembung,diare dan nafsu makan menurun.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit hepatitis, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lain.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien hepatitis adalah nyeri pada perut
bagian atas, perut kembung, nafsu makan menurun dan diare.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita hepatitis atau
sakit lain
e) Genogram
Adalah gambar bagan riwayat keturunan atau struktur anggota keluarga dari
atas hingga ke bawah yang didasarkan atas tiga generasi sebelum pasien.
Berikan keterangan manakah symbol pria, wanita, keterangan tinggal
serumah, yang sudah meninggal dunia serta pasien yang sakit.
f)Review Of Sistem (ROS)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai
kesakitan, konjungtiva anemis, Suhu badan 38,50 C
2) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping
hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
3) Sistem kardiovaskuler : TD 110/70mmHg , tidak ada oedema, tidak
ada pembesaran jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan.
4) Sistem urogenital : Urine berwarna gelap
5) Sistem muskuloskeletal : kelemahan disebabkan tidak adekuatnya
nutrisi (anoreksia)
6) Abdomen :
Inspeksi : abdomen ada benjolan
Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan
Palpasi : pada hepar teraba keras
Perkusi : hypertimpani
g) Pengkajian 11 Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
 Apakah kondisi sekarang menyebabkan perubahan persepsi terhadap
kesehatan?
 Bagaimana pemeliharaan kesehatan klien setelah mengalami
gangguan ini?
2) Nutrisi/ metabolic
 Bagaimana asupan nutrisi klien sejak terkena gangguan?
 Apakah klien mau memakan makanannya?
3) Pola eliminasi
 Bagaimana pola BAB klien sejak gangguan mulai terasa?
 Apa konstipasi atau diare?
 Bagaimana pola BAK klien?
 Apakah kencing lancar, tidak bisa kencing, sakit
4) Pola aktivitas dan latihan
Meliputi kemampuan ADL sepertii makan minum, mandi, toileting,
mobilisasi di tempat tidur, kemampuan berpindah, serta ambulasi
ROM apakah pasien melakukannya secara mandiri atau dengan
bantuan orang lain atau bantuan alat. Adapaun skor yang dapat
diberikan berkaitan dengan pola akivitas dan latihan seperti: 4:
mandiri, 3: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 1: dibantu orang lain
dan alat, 0: tergantung total.
5) Pola tidur dan istirahat
 Bagaimana pola tidur klien, apakah mengalami perubahan?
 Bagaimana istirahanya, dapatkah klien beristirahat dengan tenang?
6) Pola kognitif-perseptual
 Bagaimana perasaan klien terhadap panca indranya?
 Apakah klien menggunakan alat bantu?
7) Pola persepsi diri/konsep diri
 Bagaimana perasaan klien tentang kondisinya saat ini?
8) Pola seksual dan reproduksi
 Apakah klien mengalami gangguan pada alat reproduksinya?
 Apakah klien mengalami gangguan saat melakukan hubungan
seksual? (jika sudah menikah)
9) Pola peran-hubungan
 Apakah setelah sakit, peran klien di keluarga berubah?
 Bagaimana hubungan klien dengan orang sekitar setelah sakit?
10) Pola manajemen koping stress
 Apakah klien merasa depresi dengan keadaannya saat ini?
11) Pola keyakinan-nilai
 Apakah klien selalu rajin sembahyang?
 Apakah hal tersebut dipengaruhi oleh gangguan ini?
c. Pemeriksaan Penunjang (Wijaya dan Putri, 2013).
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat.Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian
tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang
terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan
yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati
2. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
3. Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis
oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
4. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
5. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
6. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
7. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
8. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
9. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin
menimbulkan bilirubinuria.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang biasanya dapat diangkat dalam kasus Hepatitis
adalah sebagai berikut.
NO Dx Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan konsumsi oksigen
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
Gangguan metabolisme karboidrat lemak dan protein
4. Disfungsi Motilitas Gastrointestinal berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplei dan kebutuhan Oksigen, kelelahan
6. Risiko perfusi jaringan cerebral tak efektif b/d akumulasi amonia
dan racun metabolik di otak
3.3 Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor suhu tubuh dan tanda-tanda vital
selama … x 24 hipotermia klien 2. Monitor warna kulit dan suhu
berkurang, dengan kriteria : 3. Monitor intake dan otput cairan
1. Penurunan suhu tubuh (36,50-37,50C) 4. Selimuti pasien dengan selimut tipis dan pakaian tipis
2. Berkeringat saat demam 5. Anjurkan pasien minum banyak air (250 ml setiap 2
3. Perubahan warna kulit (tidak jam)
kemerahan) 6. Anjurkan pasien banyak istirahat, bila perlu batasi
4. Perubahan frekuensi pernapasan (12- aktivitas
20x/menit) 7. Ajarkan cara melakukan kompres hangat pada pasien
5. Perubahan frekuensi nadi radial (80- saat pasien demam tinggi
100x/menit) 8. Kolaborasi pemberian obat (antipiretik, antibiotik)
6. Penurunan gelisah (tenang) atau cairan IV
7. Melaporkan kenyamanan suhu 9. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (darah lengkap,
urin)
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri yang meliputi lokasi,
selama … x 24 Nyeri Akut teratasi dengan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau
kriteria : beratnya nyeri dan faktor pencetus nyeri.
1. Pasien mampu menyampaikan faktor 2. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang diraskan
penyebab nyeri 3. Observasi tanda-tanda vital pasien
2. Nyeri terkontrol 4. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
3. Pasien mampu menyampaikan tanda ketidaknyamanan
dan gejala nyeri 5. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien diakukan
4. Pasien mampu menyampaikan strategi dengan pemantauan ketat
untuk mengontrol nyeri. 6. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta

13
jenis relaksasi yang tersedia (misanya, music, bernapas
dengan ritme,dan relaksasi otot progresif)
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa distraksi
dengan lampu yang redup dan suhu lingkungan yang
nyaman, jika memungkinkan
8. Dorong pasien untuk mengambi posisi yang nyaman
dengan pakaian loggar dan mata tertutup
3. Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor kadar glukosa darah sesuai dengan indikasi
kadar glukosa selama … x 24 Ketidakstabilan kadar 2. Berikan sumber karbohidrat sederhana sesuai
darah glukosa darah teratasi dengan kriteria indikasi
hasil: 3. Instruksikan pasien dan orang terdekat mengenai
1. Kadar glukosa darah dalam kisaran tanda dan gejala, faktor resiko dan penanganan
normal hipoglikemia
2. Tidak ada gemetar
3. Tidak mengalami kelemahan
4. Tidak pusing
5. Tidak mengalami sakit kepala
6. Tidak mengalami penurunan/ kenaikan
kadar glukosa darah
4. Disfungsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan makanan yang sudah terpilh (sudah
Motilitas selama … x 24 Disfungsi Motilitas dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Gastrointestinal Gastrointestinal teratasi dengan kriteria 2. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
hasil : 3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
1. Nafsu makan tidak terganggu 4. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi
2. Tidak ada nyeri perut yang dibutuhkan
3. Tidak ada mual dan muntah 5. Anjurkan makan sedikit namun sering
6. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
7. Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan
dan sesudah makan
5. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
aktivitas selama … x 24 jam pasien menunjukkan 2 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Intoleransi aktivitas berkurang dengan 3 Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas
kriteria hasil: 4 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
1. Vital sign dalam batas normal (N=80- 5 Ajarkan klien mengenai pengelolaan dan manajemen
100x/m, T=36,5-37,5℃, TD=120/90 waktu untuk mencegah kelelahan
mm Hg, RR=12-20x/m) 6 Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
2. Mentoleransi aktivitas mengurangi kelelahan fisik (Farmakologi dan non
3. Kelelahan berkurang farmakologi)
4. Mampu Bergerak dengan mudah 7 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
8 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
9 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
6. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji penyebab penurunan kesadaran
jaringan cerebral selama … x 24 Risiko perfusi jaringan 2. Monitor tingkat kesadaran
tak efektif cerebral tak efektif berkurang dengan 3. Kaji orientasi pasien
kriteria hasil: 4. Monitor GCS
1. Kesadaran compos mentis 5. Kolaborasi perubahan kondisi kesadaran pasien
2. GCS 4.5.6 6. pantau vital sign, status ABC pasien
3. Orientasi Baik
4. Tidak terjadi kejang
DAFTAR PUSTAKA

Betharina, N., F. Hendriyono, dan Mashuri. 2017. Perbedaan hasil laboratorium


penderita hepatitis b. Berkala Kedokteran. 13(1):41–46.

Daulay, D. G., S. Supriatmo, dan A. B. Sinuhaji. 2017. Hepatitis akibat penyakit


sistemik. Sari Pediatri. 8(4):294.

Handarko, J. L. dan Alamsyah. 2015. Implementasi fuzzy decision tree untuk


mendiagnosa penyakit hepatitis. UNNES Journal of Mathematics. 4(2):15–
164.

Kemenkes RI. 2015. Permenkes Permenkes RI No 53 Tahun 2015 Tentang


Penanggulangan Hepatitis Virus. Indonesia

Lestari, R. I. 2015. Pengaruh hepatitis terhadap kehamilan. Jurnal Agromed


Unila. 2(2):77–80.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis


Keperawatan Indonsesi (SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Intervnesi


Keperawatan Indonsesi (SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Luaran Keperawatan


Indonsesi (SLKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wijaya, A. S. dan Y. M. Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai