Anda di halaman 1dari 26

Referat

GAMBARAN RADIOLOGI RUPTUR BULI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Magdalena Lubis 1707101030116
Putri Rahmadhani 1707101030012
Fidhiyah Ramadhani 130611045

Pembimbing:
dr. Nurhayani Dwi Susanti, Sp.Rad

BAGIAN/SMF RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Referat Ilmiah yang
berjudul ”Ruptur Buli”. Penyusunan referat ini merupakan salah satu tugas
dalam menjalani Kepanitraan Klinik Senior pada bagian/SMF Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Banda Aceh. Penulis menyadari
bahwa penyusunan tugas ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan bimbingan
serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Nurhayani Dwi Susanti,
Sp.Rad yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas referat ini.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan referat ini,
namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta dapat memberikan sumbangan
pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

Banda Aceh, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3


2.1 Definisi........................................................................................ 3
2.2 Etiologi........................................................................................ 3
2.3 Epidemiologi............................................................................... 4
2.4 Patofisiologi................................................................................. 4
2.5 Diagnosis..................................................................................... 5
2.6 Klasifikasi.................................................................................... 5
2.7 Tatalaksana.................................................................................. 7
2.8 Prognosis..................................................................................... 8

BAB III GAMBARAN RADIOLOGI.................................................... 9


3.1 Foto Polos Abdomen................................................................... 9
3.2 X-Ray ......................................................................................... 10
3.3 CT Cystographic.......................................................................... 12

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma genito-urinary termasuk salah satu kondisi gawat darurat dan lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Ruptur pada buli merupakan kasus
yang jarang terjadi, hanya terdapat 1,6% kasus dari keseluruhan trauma tumpul
abdomen dengan angka kematian tinggi (10-34%). Penelitian yang dilakukan
Kinzie tahun 2013 di Texas menemukan insiden ruptur buli sebesar 0,36% kasus
dalam 10 tahun.
Walaupun angka kejadiannya rendah, ruptur buli perlu perhatian khusus
dari klinisi, karena kegagalan mendiagnosis ruptur buli akan menyebabkan
komplikasi yang berat sehingga dibutuhkan deteksi dini dan penanganan awal
yang tepat.
Berdasarkan penyebabnya, ruptur buli diklasifikasikan menjadi traumatik
dan non traumatik. Penyebab ruptur non traumatik berupa keganasan maupun
idiopatik. Sedangkan 85-96% penyebab ruptur dilaporkan akibat trauma.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering ruptur buli. Sebanyak 60-
90% cedera buli disebabkan trauma tumpul abdomen yang berkaitan dengan
fraktur pelvis. Penyebab lainnya berupa trauma penetrasi dan iatrogenik saat
pembedahan. Tingkat keparahan ruptur bervariasi bergantung pada distensi buli,
kondisi buli yang penuh akan lebih berisiko cedera apabila terjadi benturan pada
area suprapubik. Ruptur buli terbagi menjadi kontusio buli, ruptur intraperitoneal,
dan ruptur ekstraperitoneal. Angka kejadian ruptur ekstraperitoneal sebanyak
60%, ruptur intraperitoneal 30%, dan 10% merupakan gabungan keduanya.
Kontusio buli merupakan memar pada dinding buli disertai hematoma perivesika
tanpa adanya ektravasasi urine ke rongga intraperitoneal atau ekstraperitoneal.
Menurut guideline American Urological Association (AUA), pada kasus
ruptur buli yang tidak berkomplikasi dapat dilakukan terapi konservatif. Stabilitas
hemodinamik adalah syarat utama dalam tatalaksana konservatif trauma traktus
urinarius. Terapi ini meliputi drainase kateter, tirah baring total sampai hematuria
teratasi, dan observasi ketat tanda vital dan perdarahan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan darurat
bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila ditanggulangi dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara
anatomi buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis
sehingga jarang mengalami cedera.

2.2 Etiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak terjadi karena kecelakaan lalulintas atau
kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen dari fraktur tulang pelvis
mencederai kandung kemih. Kemungkinan cedera kandung kemih dapat
bervariasi berdasarkan dari isi kandung kemih, sehingga apabila kandung kemih
penuh lebih mungkin untuk terjadinya cedera dibandingkan pada saat kandung
kemih kosong. Fraktur tulang pelvis dapat menimbulkan kontusio atau ruptur
kandung kemih, pada kontusio kandung kemih hanya terjadi memar pada dinding
buli-buli dengan hematuria tanpa eksravasasi urin.

Ruptur dinding ekstraperitoneal kandung kemih biasanya akibat tertusuk


fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh.
Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. Trauma tumpul
kandung kemih dapat menyebabkan rupture kandung kemih terutama bila
kandung kemih penuh atau terdapat kelainan patologik seperti tuberkulosis, tumor
atau obstruksi sehingga menyebabkan ruptur. Trauma vesika urinaria tajam
akibat luka tertusuk atau luka tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui
daerah suprapubik ataupun transperineal. Penyebab lain adalah instrumentasi
urologik missal perforasi iatrogenik pada kandung kemih pada reseksi
transurethral sistoskopi (TUR).

2
2.3 Epidemiologi
Penyebab trauma kandung kemih paling sering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor, di mana kedua sabuk pengaman mengkompresi kandung
kemih. Sekitar 60 - 90 % (rata-rata 80 %) dari pasien cedera kandung kemih
akibat trauma tumpul biasanya disertai dengan fraktur tulang panggul dan 30%
dari pasien dengan fraktur tulang panggul terdapat cedera pada kandung kemih,
termasuk kontusio kandung kemih. Sekitar 25% dari ruptur intraperitoneal
kandung kemih terjadi pada pasien tanpa fraktur panggul. Ruptur intraperitoneal
tercatat sekitar sepertiga dari cedera kandung kemih . Sedangkan untuk ruptur
ekstraperitoneal tercatat 60 % dari sebagian besar cedera kandung kemih dan
biasanya berhubungan dengan fraktur panggul. (AJR).

2.4 Patofisiologi
Kandung kemih dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehinggaketika
terjadi fraktur pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka fragmen dari
fraktur pelvis dapat mencederai kandung kemih dan dapat terjadi ruptur
ekstraperitoneal. Apabila terdapat urin yang terinfeksi dapat mengakibatkan abses
dalam pelvis dan infeksi pelvis yang berat. Pada saat kandung kemih terisi penuh
kemudian tiba – tiba terjadi benturan atau pukulan langsung ke perut bagian
bawah dapat menyebabkan gangguan pada kandung kemih. Jenis gangguan
biasanya adalah gangguan intraperitoneal.

Ruptur intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan atau kompresi pada perut
bagian bawah pasien dengan kandung kemih yang penuh sehingga menyebabkan
peningkatan mendadak tekanan intraluminal kandung kemih kemudian
menyebabkan pecahnya puncak yang merupakan bagian terlemah dari kandung
kemih. Puncak dari lengkungan kandung kemih ditutupi oleh peritoneum, maka
cedera yang terjadi di daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi intraperitoneal.
Jika diagnosis segera ditegakkan dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala
yang dapat ditemukan selama beberapa hari, tetapi jika terdapat urin yang
terinfeksi, maka akan cepat berlanjut menjadi peritonitis dan akut abdomen.

3
4
2.5 Diagnosis
Setelah pasien mengalami cedera pada abdomen bagian bawah, pasien
mengeluh nyeri di daerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin
pasien tidak dapat miksi. Gambar klinis tergantung dari etiologi trauma, bagian
kandung kemih yang mengalami cedera yaitu intraperitoneal atau ekstraperitoneal,
adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat
trauma. Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukan
kontras ke dalam kandung kemih sebanyak 300 – 400 ml secara gravitasi (tanpa
tekanan) melalui kateter peruretra.

2.6 Klasifikasi
Cedera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American Association for
the Surgery of Trauma (AAST) - Organ Injury Scale (OIS) menjadi 5 grade.

Grade (AAST) : Jenis Cedera Deskripisi Kerusakan


Kontusio dan hematoma

Hematoma Intramural Laserasi


sebagian dari dinding buli -
I Laserasi
buli
Laserasi dari dinding

II Laserasi ekstraperitoneal buli –

buli < 2 cm
Laserasi dari dinding

III Laserasi ekstraperitoneal > 2 cm

atau intraperitoneal < 2

cm
Laserasi ekstraperitoneal

IV Laserasi > 2 cm
Laserasi intraperitoneal

atau ekstraperitoneal yang


meluas ke dalam kandung

5
V Laserasi kemih leher atau muara
uretra trigonum.

Tabel 2.1 American Association for the Surgery of Trauma (AAST) - Organ Injury Scale
(OIS)

Gambar 2.1 Grade I


Gambar 2.2 Grade II
Kontusio dan hematoma intramural Laserasi dari dinding
Laserasi sebagian dari dinding buli – buli ekstraperitoneal buli – buli
< 2 cm

Gambar 2.3 Grade III Laserasi dari dinding ekstraperitoneal > 2 cm atau
intraperitoneal < 2 cm

6
Gambar 2.4 Grade IV Gambar 2.5 Grade V
Laserasi ekstraperitoneal > 2 cm Laserasi intraperitoneal atau
ekstraperitoneal yang meluas ke dalam
leher kandung kemih atau muara
uretra (trigonum).

Selain itu dari Konsensus Societe Internationale D'Urologie


mengklasifikasikan cedera kandung kemih menjadi empat jenis dengan tidak
memperhitungkan panjang atau luas dari laserasi dinding kandung kemih, yaitu :

1. Tipe 1 adalah memar kandung kemih

2. Tipe 2 yaitu ruptur dinding intraperitoneal

3. Tipe 3 yaitu ruptur dinding ekstraperitoneal

4.Tipe 4 yaitu gabungan antara ruptur dinding intraperitoneal dan Ektraperitoneal

2.7 Penatalaksanaan
Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dengan pemberian
cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, baru dilakukan reparasi buli
– buli. Prinsip pemulihan ruptur kandung kemih adalah penyaliran ruang
perivesikal , pemulihan dinding, penyaliran kandung kemih dan perivesikal, dan
jaminan arus urin melalui kateter.

7
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan
tujuan untuk memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan
buli-buli sembuh setelah 7 - 10 hari. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan
eksplorasi laparatomi untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan
cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi, terjadi ekstravasasi urin ke rongga
intraperitoneum dan dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum
dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter
sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi.

Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi


minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian
ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan
kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian kegagalan
penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga
perivesika sebesar 12 %. Oleh karena itu jika bersamaan dengan rupture buli-buli
terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknyadilakukan
penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi. Untuk memastikan bahwa
buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan
masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma.
Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

2.8 Prognosis
Prognosis akan baik jika penatalaksanaan dilakukan secara segera.
Cystosomy suprapubic tube bisa dilepas setelah 10 hari. Pasien dengan laserasi
yang memanjang sampai ke area neck bladder mungkin untuk terjadi
inkontinensia sementara. Di waktu pelepasannya, kultur urin diperlukan untuk
melihat kemungkinan terjadinya infeksi yang nantinya dibutuhkan terapi
selanjutnya.

8
9
BAB III
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Indikasi untuk pencitraan adalah Gross hematuria dengan fraktur pelvis


merupakan indikasi mutlak untuk mengevaluasi kandung kemih pada pasien
trauma karena pasien tersebut memiliki kemungkinan resiko tinggi cedera. Morey
et al, melaporkan bahwa dari 53 pasien dengan cedera kandung kemih, semua
mengalami hematuria dan 85% mengalami fraktur tulang panggul. Quagliano et
al, melaporkan bahwa 32% pasien dengan fraktur panggul dan gross hematuria
ditemukan memiliki cedera kandung kemih. Gross hematuria tanpa fraktur
panggul dan mikrohematuria dengan fraktur panggul dianggap indikasi relatif
untuk mengevaluasi kandung kemih dengan pencitraan yang direkomendasikan
pada pasien dengan gejala klinis seperti nyeri suprapubik atau kesulitan buang air
kecil. (AJR) .

3.1 Foto Polos Abdomen


Udara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar-X yang dipancarkan
dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang dengan elemen kalsium
yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang dipancarkan sehingga pada film
akan tampak putih. Diantara udara dengan tulang misalnya jaringan lunak akan
menyerap sebagian besar sinar X yang dipancarkan sehingga menyebabkan
keabu-abuan yang cerah bergantung dari ketebalan jaringan yang dilalui sinar X. 

Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar
sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil. Sedikit
udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level yang minimal
bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga dapat djumpai pada
lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari
2,5 cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan
bawah. 

10
Gambar 3.1 Foto Radiografi Polos Abdomen Normal

3. 2 X-Ray

a. Radioanatomi

Sistogram yang normal berupa garis lingkar, dindingnya rata bundar dan oval.

Gambar 3.2.1 Buli-buli yang terisi penuh oleh kontras

b. Cystography

Sistografi adalah pencitraan pada buli – buli dengan memakai kontras.


Melalui sistoskop / kateter dimasukkan kontras pada vesika urinaria dan dapat
menilai apakah terdapat filling defect, robekan buli-buli yang terlihat sebagai
ekstravasasi kontras ke luar buli – buli, adanya divertikel. Cystography memiliki

11
tingkat akurasi 85 - 100% untuk mendeteksi cedera kandung kemih dan idealnya
harus dilakukan dengan bimbingan dari fluoroscopic. (AJR)

Gambar 3.2.2 Ruptur Ekstraperitoneal Vesika Urinaria. Tampak ekstravasasi (tanda


panah) terlihat di luar kandung kemih pada pelvis pada pemeriksaan sistogram.

Gambar 3.2.3 Ruptur Intraperitoneal Vesika Urinaria. Pada gambaran sistogram


menunjukkan kontras yang mengisi di sekitar usus

12
3.3 CT Cystographic

Computed tomografi (CT) cystography telah dianjurkan sebagai pengganti


sistografi konvensional pada pasien dengan dugaan trauma kandung kemih. CT
cystography dapat diterapkan untuk mengklasifikasi cedera kandung kemih
berdasarkan tingkat cedera dinding dan lokasi anatomi dan menunjukkan
gambaran karakteristik untuk setiap jenis cedera. (Jonathan P. Vaccaro, MD •
Jeffrey M. Brody, MD)

Quagliano et al, melaporkan sensitifitas dan spesifitas 95% dan100%,


masing, untuk kedua cystography CT dan cystography konvensional. Penulis lain
telah melaporkan sensitivitas tinggi yang samadan spesifisitas untuk CT
cystography. (AJR) Temuan CT Cystographic pada trauma vesika urinaria
berdasarkan tipe, yaitu:

1. Tipe 1: Kontusio Vesika Urinaria

Kontusio kandung kemih diartikan sebagai cedera seluruh atau sebagian


dari mukosa kandung kemih. Walaupun pasien dating dengan hematuria, tetapi
temuan pada sistrografi konvensional dan CT sistografi normal. Data statistik
yang dapat diandalkan mengenai prevalensi tipe ini tidak tersedia.

2. Tipe 2: Ruptur intraperitoneal

Ruptur dinding intraperitoneal kandung kemih terjadi pada sekitar 10%


-20% dari cedera kandung kemih umumnya. Cedera ini biasanya merupakan
pukulan langsung ke kandung kemih yang distensi. Peningkatan mendadak
tekanan intravesikular menyebabkan pecahnya kubah dinding intraperitoneal
kandung kemih. CT cystography menunjukkan bahan kontras intraperitoneal di
sekitar lumen usus, antara lipatan mesenterika, dan di saluran paracolic

13
Gambar 3.3.1 Ruptur intraperitoneal pada seorang pria 53 tahun yang mengalami

kecelakaan kendaraan bermotor.

(a) CT cystogram menunjukkan penampilan klasik dari ruptur intraperitoneal,


dengan ekstravasasi kontras antara lumen usus kecil (panah) dan fasia
pararenal anterior (panah).

(b) CT cystogram menunjukkan penipisan yang heterogen di daerah kubah


kandung kemih pecah (panah).

(c) Pada CT cystogram, terdapat hematoma intravesical (tanda panah) dan


suatu fokus udara yang kecil diperlihatkan selama pengisian kandung
kemih terlihat sebagai pengisian defek.

14
3. Tipe 3: Cedera Interstitial

Cedera kandung kemih interstisial jarang terjadi dan didefinisikan sebagai


laserasi intramural atau laserasi sebagian dari ketebalan dengan serosa yang utuh
(Gambar 5). Akibatnya, CT cystography mungkin menunjukkan bahan kontras
pada intramural tanpa adanya ekstravasasi (Gambar 6).

Gambar 3.3.2

(5) Cedera interstisial pada seorang pria 41 tahun yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor. CT cystogram menunjukkan penebalan fokus lenticular dari
dinding kandung kemih disebabkan oleh hematoma interstisial dan kemungkinan
adanya gangguan otot (panah hitam). Fraktur multiple pelvis juga ditemukan
(tanda panah putih).

(6) Cedera interstisial pada wanita 23 tahun yang mengalami luka tusuk tunggal
disebabkan sendiri di daerah suprapubik. Pada pemeriksaan klinis, awalnya luka
dianggap hanya dangkal. Pada CT cystogram menunjukkan adanya fokus dari
bahan kontras intramural (tanda panah hitam), di daerah posterior luka pada perut
(tanda panah putih) dengan adanya cairan di dalam ruang prevesical
ekstraperitoneal (ruang retzius).

15
4. Tipe 4: Ruptur Ekstraperitoneal

Ruptur ekstraperitoneal adalah jenis yang paling umum dari cedera


kandung kemih (80% -90% kasus). Hal ini biasanya disebabkan oleh trauma
tembus, trauma tumpul, mekanisme diduga adalah laserasi langsung ke dalam
kandung kemih oleh fragmen tulang pelvis. Jalur ekstravasasi kontras adalah
berubah - ubah. Ekstravasasi hanya terbatas di ruang perivesical pada ruptur
ekstraperitoneal yang sederhana (Tipe 4a) (Gambar 4.3.3), sedangkan pada
rupture ekstraperitoneal kompleks, bahan kontras melampaui ruang perivesical
(Tipe 4b) dan dapat membedah ke berbagai bidang dan ruang fasia

Gambar 3.3.3

Ruptur ekstraperitoneal sederhana pada wanita tua berusia 47 tahun yang


mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. CT cystogram menunjukkan
ekstravasasi kontras terbatas pada ruang perivesical sampai daerah
ekstraperitoneal pelvis (panah). Ekstravasasi kontras menunjukkan gambaran khas
yaitu seperti "molar gigi".

16
Gambar 3.3.4

8) Ruptur ekstraperitoneal komplek pada wanita 37 tahun yang mengalami


kecelakaan kendaraan bermotor. CT cystogram menunjukkan ekstravasasi
bahan kontras di paha karena terjadi gangguan pada fasia inferior dari
diafragma urogenital (membran perineal). Bahan kontras juga dapat
terlihat pada otot adduktor dari kedua kaki (tanda panah padat), di ruang
perivesical, dan berbatasan dengan bagian lateral vagina (tanda panah
terbuka) . Fraktur simfisis pubis dan ramus pubis inferior kiri juga tercatat
(tanda panah).

(9) Ruptur ekstraperitoneal komplek pada seorang pria 23 tahun yang


mengalami kecelakaan mkendaraan bermotor.

(a) CT cystogram menunjukkan ekstravasasi ekstraperitoneal perivesicular


dengan gambaran khas seperti gigi geraham (tanda panah putih) (terlihat
pada gambar 7). Terdapat perluasan ke dalam otot rektus abdominis
seperti lapisan lemak superfisial (fasia dari camper) dan lapisan membran
lebih dalam (fasia scarpa) dari fasia subkutan (panah hitam) .

17
(b,c) CT cystograms (gambar 9c diperoleh pada tingkat yang lebih rendah
daripada gambar 9b ) menunjukkan diastasis dari simfisis pubis (tanda
panah di gambar 9b) dengan gangguan diafragma urogenital , yang
memungkinkan bahan kontras untuk meluas langsung ke membran
subkutan lebih dalam bagian fasia dan di sekitar fasia sub- dartos skrotum
(tanda panah) .

(10) Ruptur ekstraperitoneal kompleks pada seorang pria 38 tahun yang terluka
karena jatuh dari bangunan.

(a) CT cystogram menunjukkan beberapa fraktur tulang pelvis ( tanda


panah) , yang menyebabkan gangguan pada fascia superior dari diafragma
urogenital atau diafragma urogenital sendiri dan bahan kontras memenuhi
sampai meluas

ke dalam skrotum .

18
(b) Pada CT cystogram , bahan kontras di skrotum tetap terkandung di
dalam fasia dartos (tanda panah hitam ), sedangkan bahan kontras juga
meluas ke otot abductor kiri (tanda panah putih) .

(11) Ruptur ekstraperitoneal kompleks pada seorang pria 76 - tahun yang ditabrak
mobil saat dia berjalan,

(a) Pada CT cystogram, bahan kontras terlihat di ruang properitoneal


(jaringan subserosa ekstraperitoneal) dari kuadran kanan bawah (tanda
panah).

(b) CT cystogram menunjukkan bahan kontras perivesical di pelvis


ekstraperitoneal (tanda panah).

5. Tipe 5: Ruptur kombinasi

Ruptur Kombinasi kandung kemih terdiri dari cedera intraperitoneal dan


ekstraperitoneal yang bersamaan. Prevalensi rupture kombinasi kandung kemih
adalah 5% -12% yang dilaporkan baik karena penetrasi dan trauma tumpul. CT
cystography biasanya menunjukkan pola ekstravasasi yang khas untuk kedua jenis
cedera ini.

Gabungan ruptur intraperitoneal dan ekstraperitoneal pada seorang pria 23 tahun


yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor.

19
(a) CT cystogram menunjukkan bahan kontras bebas yang
menggambarkan dari lumen usus kecil, sebuah temuan yang merupakan
karakteristik dari suatu ruptur intraperitoneal.

(b) CT cystogram menunjukkan bahan kontras menyindir dirinya ke dalam


ruang paravesical dan pararectal dari panggul ekstraperitoneal (tanda
panah lurus). Fraktur ramus pubis juga terlihat (tanda panah melengkung).

20
BAB IV
KESIMPULAN

Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan


darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak
ditanggulangi dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat,
peritonitis dan sepsis. Penyebabnya bisa karena trauma sehingga menimbulkan
fraktur atau rupturnya suatu organ. Keluhan yang dialami pasien berupa lemas,
nyeri pada kepala dan nyeri ketika kencing. Untuk menegakkan diagnosa dapat
dilakukan dengan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium yang bertujuan
untuk mengetahui komplikasi lain. Untuk mengetahui fraktur atau rupture
vesika urinaria batu dilakukan dengan pemeriksaan radiologi, seperti foto Ct
Scan, USG Abdomen dan pemeriksaan sistografi. Tatalaksana rupture bully
dapat dilakukan dengan tindakan operatif dan dengan konservatif.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kinzie, A, & Alan, H.. Blunt Traumatic Bladder Rupture: A 10-year


Perspective.2013,Vol.79.Diambildarifile:///C:/Users/Windows
%207/Downloads/Blunt_Traumatic_Bladder_Ruptur.pdf.

2. Simon, L. V., & Burns, B. (2018). Bladder, Rupture. Dalam StatPearls.


TreasureIsland(FL):StatPearlsPublishing.Diambildarihttp://www.ncbi.nlm.
nih.gov/books/NBK 470226/.

3. D.J. Summerton, N. Djakovic, & N. Lumen. Guidelines on Urological


Trauma. 2014.

4. Mc Annich J.W. dan Lue T.F., 2013, Smith and Tanagho’s General
Urology, Ed. 18 Chapter 18, California: Mc Graw Hill, pp. 289-292.

5. Purnomo, Basuki B., 2015, Dasar-Dasar Urologi, Ed. 3, Jakarta: CV


Sagung Seto, pp.

6. Rachmadani Parvati dan Philip, 2009, Imaging of Genitourinary Trauma,


American Journal of Roentgenology, Philadelphia: Department of
Radiology, University of Pennysylvania, pp.1514-1523.

7. Frank H N. Altas of Human Anatomy 25t Edition. 25th ed. Jakarta: EGC;
2014. 20 p.

8. Snell, Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC;


2011. 749 p.

9. Chalouhy CE. Kidney Anatomy: Overview, Gross Anatomy, Microscopic


Anatomy. Medscape [Internet]. 2017; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1948775-overview#showall

10. Eroschenko V. Atlas Histology di Fiore dengan Korelasi Fungsional.


Jakarta: EGC; 2010.

11. Guyton C HE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC;
2013.

12. Lauralee S. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;
2011. 552 p.

13. Sjamsuhidajat, R., 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong,
Ed.3 Jakarta: EGC, pp. 884-885.

22
14. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2011. 283 p.

15. Patel PR. Lecture Notes Radiologi. Edisi Kedu. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2012.

16. Grainger RG, Allison DJ, Adam A, Dixon AK. Diagnostic Radiology.
Edisi Ke-4. Phiadelphia: Elsevier Inc.; 2011.

17. Armstrong P, Wastie M. Pembuatan Gambar Diagnostik. Jakarta: EGC;


2009.

23

Anda mungkin juga menyukai