Laporan BI2204
Laporan BI2204
OLEH:
Imaduddien Raihan Budiyanto
10618053
Kelompok 2
1.2. Tujuan
1. Menentukan letak metabolit sekunder sekunder tumbuhan Catharantus reseus,
Mentha, Tagetes, dan Citrus sp. secara histokimia.
2. Menentukan metabolit sekunder tumbuhan Catharantus reseus, Mentha, Tagetes, dan
Citrus sp. secara koloriometri.
3. Menentukan perbedaan struktur anatomi tumbuhan dikotil dan monokotil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Perbedaan Struktur Akar, Batang dan Daun pada Tumbuhan Monokotil dan
Dikotil
Tumbuhan dikotil (Magnoliopsida) dan monokotil (Liliopsida) termasuk dalam
kelompok tumbuhan berbunga (Angiospermae). Kedua jenis tumbuhan tersebut memiliki
bakal buah yang tertutup. Kedua tumbuhan tersebut juga merupakan tumbuhan kelas
tinggi yang sudah memiliki system vaskuler yang kompleks. Pwebendaan utama
padamonokotil dan dikotil adalah pada keping biji yang dihasilkan. Pada monokotil
dihasilkan biji berkeping satu sedangkan pada dikotil dihasilkan biji berkeping dua
(Beck, 2010).
Perbedaan yang lain pada monokotil dan dikotil adalah pada struktur akar, batang dan
daun. Pada akar dikotil struktur vaskulernya tesusun poliark dengan xylem di tengah dan
floem mengelilingi xylem sedangkan pada monokotil susunannya berupa pith yang
dikelilingi xylem dan floem.
Pada batang dikotil terdapat hipodermis berupa kolenkim sedangkan pada dikotil
berupa sklerenkim. Susunan vaskulernya juga berbeda pada dikotil tersusun rapi
membentuk cincin dengan floem di luar sedangkan pada monokotil tersebar.
Daun monokotil termasuk dalam kategori bivasial dengan posisi stomata diatas dan
dibawah bagian daun, sedangkan pada dikotil stomata hanya terletak pada bagian bawah
daun. Jaringan mesofil pada dikotil berdiferensiasi menjadi palisade dan bunga karang,
pada monokotil jaringan spons dan palisade cenderung sulit dibedakan (Beck, 2010).
3.2.2 Kolorimetri
Analisa Alkaloid (Reagen Dragendorff)
Sampel tanaman yang terdiri dari daun tapak dara, mint, buah mengkudu, dan
bunga cengkeh digerus masing-masing dengan etanol 96%. Diambil 5 tetes
ekstrak dari masing-masing sampel dan diletakkan di atas plat tetes. Kemudian
ditambahkan tiga tetes reagen Dragendorff. Sampel yang mengandung alkaloid
akan berwarna merah bata atau oranye.
Analisa Terpenoid (Reagen Liebermann-Buschard)
Sampel tanaman yang terdiri dari daun tapak dara, mint, buah mengkudu, dan
bunga cengkeh digerus masing-masing dengan etanol 96%. Diambil 5 tetes
ekstrak dari masing-masing sampel dan diletakkan di atas plat tetes. Kemudian
ditambahkan tiga tetes reagen Liebermaan-Buschard. Sampel yang
mengandung terpenoid akan berwarna coklat kehitaman.
Pertama, specimen diamati dibawah mikroskop dan difokuskan ke spesimen
sehingga terlihat dengan jelas. Perbesaran objektif yang digunakan adalah
yang paling kecil (4X). Lalu ukuran diafragma dikecilkan dengan memutar
pengatur diafragma sehingga kita dapat melihat bagian tepi lintang pandang
yang cukup jelas (tidak kabur). Kondenser digerakkan sehingga spesimen
maupun bagian tepi lintang pandang terlihat jelas (fokus). Kemudian lintang
pandang digerakkan ke tengah dengan pengatur kondensor. Kondensor diatur
kembali untuk menambah atau mengurangi kontras. Terakhir, intensitas
cahaya disesuaikan menggunakan pengatur cahaya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sayatan
Batang Mint
+ Reagen
Negatif
Jeffrey
Perbesaran
40x
Sayatan
Batang Mint
+ Reagen
Positif
Neutral Red
Perbesaran
40x
Gambar 3.3 Batang Mint +
Neutral Red (Dokumentasi Gambar 3.3. Sayatan melintang organ
batang muda (El-Khasoury et al., 2013)
Pribadi, 2020)
Sayatan
Daun Jeruk +
Reagen
Positif
Neutral Red
Perbesaran Gambar 3.5 Sayatan melintang organ
40x daun (Periyanagayam, et al., 2013)
Sayatan
Daun Jeruk +
Reagen
Positif
Jeffrey
Perbesaran Gambar 3.7 Sayatan melintang organ
40x daun (Periyanagayam, et al., 2013)
Sayatan
Batang
Tagetes +
Reagen Positif
Neutral Red
Perbesaran
40x
Gambar 3.8 Batang Gambar 3.9 Sayatan melintang organ
Tagetes+ Neutral Red batang (Lizarraga et al., 2017)
(Dokumentasi Pribadi,
2020)
Sayatan
Batang
Tagetes +
Reagen Positif
Jeffrey
Perbesaran
40x
Positif
Uji Daun Terpenoid
Tapak Dara dan
Alkaloid
Gambar 3.11. Uji Liebermann-
Gambar 3.10. Uji
Burchard Daun Tapak Dara
Dragendorff Daun Tapak (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Dara (Dokumentasi Pribadi,
2020)
Uji Daun Positif
Tagetes Alkaloid
Gambar
Uji Batang Positif
Tagetes 3.15. Alkaloid
Gambar 3.14. Uji
Uji Liebermann-Burchard
Dragendorff Batang
Tagestes (Dokumentasi Pribadi,
Tagestes (Dokumentasi
2020).
Pribadi, 2020).
Positif
Uji Kulit Terpenoid
Citrus dan
Gambar 3.16 Uji Alkaloid
Dragendorff Kulit Citrus Gambar 3.17 Uji Liebermann-
(Dokumentasi Pribadi, Burchard Kulit Citrus
2020). (Dokumentasi Pribadi, 2020).
Uji Akar
Tagetes
Gambar 3.20 Uji Gambar 3.21 Uji Liebermann-
Dragendorff Kulit Citrus Burchard Kulit Citrus
(Dokumentasi Pribadi, (Dokumentasi Pribadi, 2020).
2020).
Daun
Gambar 3.27 Akar Zea mays 10x Gambar 3.28 Akar Ranusulus 4x
(Dokumentasi Pribadi, 2020). (Dokumentasi Pribadi, 2020).
4.2 Pembahasan
Pada percobaan kali ini digunakan dua metode untuk menentukan senyawa
metabolit sekunder yang ada pada tumbuhan yang diamati. Metode pengujian pertama
adalah histokimia, metode ini memilki keunggulan dapat menentukan lokasi dimana
senyawa metabolit sekunder tersebut ada. Dengan menambahkan reagen Jeffrey atau
Neutral Red pada preparat sayatan maka akan terlihat lokasi metabolit sekunder pada
sel tumbuhan tersebut. Kelemahan dari metode ini terletak pada sulitnya membuat
preparat sayatan.sayatn yang dilakukan haruslah cukup tipis agar sel yang diamati
tidak bertumpuk-tumpuk. Metode kedua adalah kolorimetri, kelemahan yang dimiliki
metode ini adalah preparat harus diekstrak terlebih dahulu dan tidak dapat ditentukan
letak senyawa metabolit sekundernya. Kelebihannya adalah pada metode ini dapat
dilihat seberapa banyak konsentrasi senyawa tersebut pada ekstrak tumbuhan dengan
melihat perubahan warna dari reagen yang ditambahkan (Dey, 1989).
Berdasarkan hasil analisis histokimia dan kolorimetri didapatkan bahwa pada
batang mint (Mentha sp.) positif mengandung terpenoid, namun berdasarkan literatur
disebutkan bahwa mint seharusnya mengandung alkaloid dan terpenoid pada bagian
parenkimnya (Hasan, et al., 2012). Selanjutnya pada Tagetes sp. terlihat bahwa
tumbuhan tersebut positif mengandung alkaloid dan tidak mengandung terpenoid. Hal
ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa Tagetes erecta mengandung
metabolit sekunder berupa alkaloid, tonin, fenolik, dan falvonoid (Rajvashi dan
Dwivedi, 2017). Pada Catharanthus roseus terlihat bahwa semua uji menghasilkan
reaksi positif hal ini sesua dengan literatur yang menunjukkan bahwa Catharanthus
roseus mengandung alkaloid, terpenoid, fenol, tanin, saponin, quinin, dan sterol
(Purbasari dan Puspitasari, 2018). Terakhir pada Citus sp. pada jaringan mesofilnya
ditemukan bahwa terkandung senyawa terpenoid dan alkaloid, sesuai dengan literatur
bahwa pada Citrus hystrix terkandung senyawa alkaloid dan terpenoid (Arfonia,
2017).
Suatu senyawa metabolit sekunder dapat terletak pada suatu organ tumbuhan
dikarenakan terbentuknya suatu struktur sekretori pada organ tersebut. Pada Tagees
sp. dan Citrus sp. misalnya, terdapat struktur sekretori berupa rongga lisigen yang
tebentuk akibat lisisnya sel-sel yang menyebabkan adanya rongga. Contoh lain adalah
pada epidermis Mentha sp. bagian epidermisnya membentuk trikoma pendek.
Alkaloid yang terkandung pada Catharanthus roseus adalah vincristin, vinblastin,
vinorelbin, dan vindesin (Purabasari dan Puspitasari, 2018). Pada Tagetes erdapat
metabolit sekunder berupa lutein. Pada mint metabolit sekunder yang terkandung
adalah mnthol, methone, dan eucalyptol (Cirlini, et al., 2016). Terakhir pada Citrus
senyawa yang terkandung antara lain monoterpenoid dan sesaquiterpenoid (Arfonia,
2017).
Dalam pengelompokan tumbuhan monokotil dan dikotil dapat dibedakan melalui
beberapa perbedaaan. Perbdedaannya dapat terlihat pada struktur organ-organ pada
tumbuhan. Pada struktur akar terdapat perbedaan pada susunan vaskulernya,
pembuluh pada tumbuhan hampir terpusat di bagian tengah sehingga membentuk pola
seperti huruf “x”. Sedangkan pada tumbuhan monokotil letak xilem dan floemnya
tersusun teratur mengelilingi pith (Taiz and Zeiger, 2002).
Selanjutnya pada batang tumbuhan dikotil memiliki kambium intravaskuler yang
berkembang menjadi floem sekunder dan xylem sekunder sedangkan pada monokotil
tidak ada. Berkas pembuluh pada tumbuhan dikotil tersusun secara kolateral dan
radial dengan floem disebelah luar dan xylem di sebelah dalam. Hipodermis pada
batang dikotil merupakan kolenkim sedangkan pada monokotil merupakan
sklerenkim. Pada struktur daun tumbuhan monokotil stomata terletak pada bagian atas
(addaksial) dan bawah (abbaksial) sedangkan pada daun dikotil daunnya bersifat
dorsiventral yang artinya bagian addaksial dan abbaksialnya berbeda secara
morfologis (Taiz and Zeiger, 2002).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pada Tagetes sp. senyawa metabolit sekunder terletak ada pada bagian batang,
akar, daun dan bunga. Pada Citrus sp. senyawa metabolit sekunder terletak pada
daun jaringan mesofil. Pada Mentha terdapat senyawa metabolit sekunder pada
bagian parenkim.
2. Jenis metabolit sekunder pada Catharantus roseus, Mentha, Citrus sp. adalah
alkaloid dan terpenoid. Sedangkan pada Tagetes hanya terdapat senyawa alkaloid.
3. Pada Tumbuhan dikotil bagian akar susunan pembuluh vaskulernya membentuk
poliark, memiliki hipodermis kolenkim pada batang, dan daunnya memiliki
stomata hanya pada abbaksial (bagian bawah). Sedangkan pada Tumbuhan dikotil
bagian akar susunan pembuluh vaskulernya radial mengelilingi pith, memiliki
hipodermis sklerenkim pada batang, dan daunnya memiliki stomata pada bagian
addaksial dan abbaksial.
DAFTAR PUSTAKA
Arfonia, Maya. 2017. Telaah Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Jeruk (Citrus hystrix) di Kabupaten
Karawang. Pharmaxplore. 2(2).
Beck, C. B. 2010. An Introduction to Plant Structure and Development, Plant
Anatomy for The Twenty-First Century Second Edition. Cambridge:
Cambridge University Press.
Cirlini, Martina., Mena, Pedro., Tasotti, Micehele., Dall’asta, Chiara. 2016. Phenolic an Volative
Composition of a Dry Speromint (Mentha Spicata L.) Extract. Molecules. 21
Dey, P.M., Harborne, J.B. 1989. Methods in Plant Biochemistry. San Diego: Academic Press.
El-Kashoury, El-Sayeda, El-Askary, Hesham, Kandil, Zeinab,Salem, dan Mohamed. 2013. “Botanical and
Genetic Characterization of Mentha suaveolens Ehrh. Cultivated in Egypt”. Pharmacognosy Journal.
5(5) :228–237. DOI: 10.1016/j.phcgj.2013.10.002.
Gerdel, R. W.1928. The Colorimetric Determination of Total Phosporous in Plant Solutions.
Ohio Journal of Science 28(4) : 229-236.
Hasan A. M., Majeed, W.W.A., Al-Aroji, E.T.N., Fradi, A.J. 2017. Study at Alkaloids, Phenols,
and Terpenes of Mentha spicata as a Fungicide Againts Rhizoctonia Solani, Sclerotium and
Fusorium Oxysporum. International Journal of Advanced Biological Research. 7(2) : 345-
354
Hopkins, W. G. (1999). Introduction to plant physiology (No. Ed. 2). John Wiley and Sons.
Lizarraga, Emilio & Mercado, María & Galvez, Carolina & Ruiz, Ana & Ponessa, Graciela &
Catalan, Cesar. 2017. “Morpho anatomical characterization and essential oils of Tagetes
terniflora and Tagetes minuta (Asteraceae) growing in Tucumán (Argentina)”. Boletin de la
Sociedad Argentina de Botanica. 52. 55-68.
Mariska, I. (2013). Metabolit sekunder: Jalur pembentukan dan kegunaannya. Balai Besar
Litbang Bioteknologi & Sumber Daya Genetika Pertanian, Bogor.
Periyanagayam, K., Dhanalakhsmi S., & Karthikeyan V. 2013. “Pharmacognostical, Sem, and
Edax Profile of the Leaves of Citrus aurantium L. (Rutaceae)” Innovare Journal of Health
Sciences. 1(2) : 2-3
Purbasari, P.P., Puspitasari, E.D. Pengaruh Ekstrak Etanol dan Tapak Dara (Catharanthus
roseus) dan kolkisin terhadap Perkecambahan Biji Cabai Rawit Hibrida (Capsicum anuum).
Bioedukasi. 9.
Rajvanshi, S.H., Dwivedi, D.H. 2017.Pytocemichal Screening Studien of Bioacrive compounds
and African Marigold (Tagetes erectus). Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry.
6(4) : 524-527
Reece, J., & Campbell, N. (2011). Campbell biology. Boston: Benjamin Cummings.
Rudall, P. (2007). Anatomy of flowering plants. Cambridge: Cambridge University Press.
Taiz, L. and Zeiger. E. 2002. Plant Physiology Third Edition. Sunderland
Massachusetts: Sinauer Associates, Inc. Publishers.
Utomo, B., & Dalimunthe, A. (2016). Morfologi Perakaran Tumbuhan Monokotil Dan Tumbuhan
Dikotil. Peronema Forestry Science Journal, 5(3), 25-35.