Smart Ebook Textile Engineering 2017 PDF
Smart Ebook Textile Engineering 2017 PDF
Lembar Pengesahan
Bandung, 24 Maret 2017
Mengetahui,
Ketua Umum BP-Himatteks Politeknik STTT Ketua Departemen Pendidikan Himatteks
Periode 2016-2017 Politeknik STTT Periode 2016-2017
Giarto, AT, M. Si
NIP 196605041986021005
Lembar Pengesahan
Daftar Isi……………………………………………………………………………....... i
Kata Pengantar………………………………………………………………………… vi
Susunan Kepanitiaan……………………………………………………………….... vii
a. Anyaman Polos…………………………………………. 33
b. Anyaman Keper…………………………………………. 33
c. Anyaman Satin………………………………………….. 33
2. Cucukan………………………………………………………... 34
C. Teknologi Pertenunan…………………………………………….. 34
1. Gerakan Proses Pada Pertenunan………………………… 34
a. Gerakan Pokok…………………………………………. 34
b. Gerakan Sekunder……………………………………… 36
c. Gerakan Otomatisasi…………………………………… 36
2. Jenis Mesin Tenun…………………………………………... 36
a. Menggunakan Teropong (Shuttle)………………….... 36
b. Tanpa Teropong (Shuttless)…………………………... 37
3. Perhitungan……………………………………………………. 41
II. PERAJUTAN………………………………………………………………. 43
A. Klasifikasi Teknologi Perajutan………………………………….. 43
1. Jenis Jeratan Pada Kain Rajut Pakan……………………... 43
B. Mesin Rajut Datar…………………………………………………… 45
1. Bagian-Bagian Mesin………………………………………… 45
2. Janis Rajutan Datar…………………………………………… 45
a. Rajut Plain……………………………………………….. 46
b. Rajut Rib………………………………………………….. 47
c. Rajut Turunan Rib……………………………………….. 47
d. Aran……………………………………………………….. 48
e. Cable……………………………………………………… 48
3. Mekanisme Pembentukan Jeratan…………………………. 49
C. Mesin Rajut Bundar…………………………………………………. 49
1. Bagian-Bagian Mesin…………………………………………. 50
2. Perhitungan…………………………………………………….. 50
D. Mesin Rajut Lusi …………………………………………………….. 50
1. Bagian-Bagian Mesin…………………………………………. 51
2. Mekanisme Pembentukan Jeratan………………………….. 51
3. Jenis Jeratan Kain Rajut Lusi ………………………………... 51
4. Perhitungan…………………………………………………….. 53
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
karunia Nya, kami dapat melaksanakan pembuatan “Smart E-Book Textile Engineering”
yang merupakan salah satu program kerja dari Departemen Pendidikan Himatteks
Politeknik STTT Periode 2016-2017.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan dan penerbitan “Smart E-Book Textile Engineering”. Kami berharap semoga
“Smart E-Book Textile Engineering” dapat memberikan manfaat bagi seluruh mahasiswa
teknik tekstil dan tidak menutup kemungkinan buku ini dapat bermanfaat pula sebagai buku
referensi di industri tekstil.
Tiada gading yang tak retak, begitupun dengan buku ini. Oleh karena itu, masukan dan
saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan selanjutnya.
Pimpinan Redaksi
SUSUNAN KEPANITIAAN
BAB I
SERAT TEKSTIL
Serat merupakan material halus yang memiliki perbandingan panjang dan diameter yang
sangat besar. Serat adalah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang dan
kain.
I. SIFAT SERAT TEKSTIL
Beberapa sifat serat yang harus dimiliki agar dapat digunakan sebagai bahan tekstil
adalah:
A. Kehalusan Serat
Kehalusan dimaksudkan untuk menunjukan besar kecilnya diameter serat dan
kehalusan dapat mempengaruhi nomor benang serta fleksibilitas dari benang
atau kain yang dihasilkan.
D. Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan untuk kembali ke posisi semula dari serat tekstil
segera setelah beban tarik dihilangkan. Elastisitas akan berpengaruh pada
stabilitas dimensi yang dapat menentukan bahan tekstil mudah kusut ataupun
tidak.
Tabel 1.2 Nilai Moisture Regain Beberapa Serat Pada Kondisi Standar
No. Serat Kandungan Air (%)
1. Kapas 7 – 8,5
2. Wol 15 – 16
3. Sutera 10 – 11
4. Rayon 12 – 13
5. Poliester 0,4
6. Poliamida/Nilon 4,2
2
Gambar 1.1 Penggolongan Serat Berdasarkan Sumber
A. Serat Alam
1. Serat Kapas
a. Komposisi Serat
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji pohon kapas. Kandungan
terbesar dari serat kapas adalah selulosa sehingga serat kapas
digolongkan ke dalam serat selulosa. Berikut komposisi serat kapas.
Tabel 1.3 Komposisi Serat Kapas
Senyawa Kandungan (%)
Selulosa 94
Protein 1,3
Pectin 1,2
Lilin 0,6
Abu 1,2
Pigmen dan zat lain 1,7
b. Penampang Serat
- Membujur : Lurus berpilin
- Melintang : Berbentuk menyerupai ginjal
Melintang Membujur
Gambar 1.2 Morfologi Serat Kapas
c. Karakteristik Serat
Adapun karakteristik serat kapas sebagai berikut:
Tabel 1.4 Karakteristik Serat Kapas
Daya serap Hidrofilik (mampu menyerap air dengan baik)
Moisture regain 7 – 8,5 %
Elastisitas Kurang baik
Pembakaran Meneruskan pembakaran dan tidak meninggalkan abu
2-3 gram/denier. Kekuatan akan bertambah ketika serat
Kekuatan
basah
Mulur Berkisar antara 4-13%
Tidak tahan terhadap asam kuat, alkali, dan bahan kimia
Sifat kimia
yang berlebih
2. Serat Rami
a. Komposisi Serat
Serat rami merupakan serat yang mempunyai morfologi paling putih
diantara serat batanng lain. Hal ini karena kandungan lignin dalam rami
paling sedikit.
Tabel 1.5 Komposisi Serat Rami
Senyawa Kandungan (%)
Selulosa 75
Hemi selulosa 16
Pectin 2
Lignin 0,7
Lilin dan lemak 0,3
Zat terlarut dalam air 6
b. Penampang Serat
- Membujur : Menyerupai bentuk ginjal dengan lumen
yang lebih besar
- Melintang : Lurus dengan sedikit pilinan
Melintang Membujur
Gambar 1.3 Morfologi Serat Rami
c. Karakteristik Serat
Adapun karakteristik serat rami sebagai berikut:
Tabel 1.6 Karakteristik Serat Rami
Daya serap Hidrofilik dan Cepat kering
Moisture regain 12%
Elastisitas Kurang baik
Pembakaran Meneruskan pembakaran dan tidak meninggalkan abu
Kekuatan 3 – 9 gram/denier.
Mulur Berkisar antara 2-10%
Rusak terhadap asam kuat dan menggembung dalam
Sifat kimia
alkali
3. Serat Wol
a. Komposisi Serat
Serat wol didapat dari bulu domba, kambing ataupun biri-biri. Serat wol
memiliki kandungan protein yang sangat tinggi berikut komposisi serat
wol.
Tabel 1.7 Komposisi Serat Wol
Kandungan
Senyawa
(%)
Keratin 33
Minyak 28
Lemak 12
Mineral 1
b. Penampang Serat
- Membujur : Bergelombang
- Melintang : Bulat
Melintang Membujur
Gambar 1.4 Morfologi Serat Wol
c. Karakteristik Serat
Adapun karakteristik serat wol sebagai berikut:
Tabel 1.8 Karakteristik Serat Wol
Daya serap Hidrofilik (mampu menyerap air dengan baik)
Moisture regain 13%
Elastisitas Baik
Pembakaran Meneruskan pembakaran dan lekat pada serat
4. Serat Sutera
a. Komposisi Serat
Serat sutera merupakan serat alam yang berbentuk filamen. Serat
didapatkan pada saat ulat sutera akan berubah menjadi kepompong.
Berikut komposisi serat sutera
Tabel 1.9 Komposisi Serat Sutera
Senyawa Kandungan (%)
Fibroin (Serat) 76%
Serisin (Perekat) 22%
Lilin 1,5%
Garam-garam mineral 0,5%
b. Penampang Serat
- Membujur : Sedikit bergelombang
- Melintang : Bulat tidak beraturan
Melintang Membujur
Gambar 1.5 Morfologi Serat Sutera
c. Karakteristik Serat
Adapun karaktersitik serat sutera sebagai berikut.
Tabel 1.10 Karakteristik Serat Sutera
Daya serap Hidrofilik (mampu menyerap air dengan baik)
Moisture regain 11%
Elastisitas Baik
Pembakaran Meneruskan pembakaran dan tidak meninggalkan abu
4 – 4,5 gram/denier dalam keadaan kering
Kekuatan
3,5 – 4,0 dalam keadaan basah
Mulur Berkisar antara 20%
Sifat kimia Tidak tahan terhadap zat yang mengandung khlorin
B. Serat Buatan
1. Serat Rayon Viskosa
a. Penampang Serat
- Membujur : Lurus bergaris-garis
- Melintang : Bergerigi
Membujur Melintang
Gambar 1.6 Morfologi Serat Rayon Viskosa
b. Karakteristik Serat
Karena bahan baku rayon viskosa berasal dari alam (selulosa)
sehingga sifat rayon viskos mirip dengan serat selulosa lainnya.
Kelemahan serat rayon viskosa adalah kekuatan tarik dalam keadaan
basah mengalami penurunan kekuatan yang cukup besar. Berikut
karakteristik serat rayon
Tabel 1.11 Karakteristik Serat Rayon Viskosa
Daya serap Hidrofilik (mampu menyerap air dengan baik)
Moisture regain 12 – 13%
Elastisitas Kurang Baik. Sukar untuk kembali ke bentuk semula
Pembakaran Meneruskan pembakaran, terbakar habis dan meninggalkan abu
2. Serat Poliester
a. Penampang Serat
- Membujur : Lurus dan transparan
- Mellintang : Bulat Sempurna
Membujur Melintang
Gambar 1.7 Morfologi Serat Poliester
b. Karakteristik Serat
Serat poliester merupakan serat buatan yang berasal dari proses kimia..
Berikut karakteristik serat poliester.
Tabel 1.12 Karakteristik Serat Poliester
Hidrofobik (tidak mampu menyerap air dengan
Daya serap
baik)
Moisture regain 0,4%
Pada penariakan 8% dapat kembali ke bentuk
Elastisitas
semula 80%
Tidak meneruskan pembakaran, meleleh dan
Pembakaran meninggalkan bulatan keras serta mengeluarkan
asap hitam
Kekuatan 4,5 – 7 gram/denier dalam keadaan kering
Mulur Berkisar antara 11 – 25 %
Tidak tahan terhadap alkali kuat, tahan terhadap
Sifat kimia
asam, larut dalam metil salisilat dan m cresol
3. Serat Poliamida
a. Penampang Serat
- Membujur : Trilobal dan bulat
- Melintang : Lurus tidak beraturan
Membujur Melintang
Gambar 1.8 Morfologi Serat Poliamida
b. Karakteristik Serat
Serat poliamida dapat digunakan untuk tekstil pakaian misalnya kaos
kaki, pakaian dalam, baju oleh raga, sampai pada penggunaan teknik
seperti benang penguat ban, terpal, belt penarik dan lain sebagainya.
Berikut karakteristik serat poliamida
Tabel 1.13 Karakteristik Serat Poliamida
Hidrofobik (kurang mampu menyerap air dengan
Daya serap
baik)
Moisture regain 4%
Elastisitas Cukup baik
Pembakaran Terbakar meleleh dan memberikan sisa pembakaran
Kekuatan 4,3 – 8 gram/denier dalam keadaan kering
Mulur Berkisar antara 18 – 40 %
Sifat kimia Sangat tahan basa dan rusak oleh asam kuat
BAB II
BENANG TEKSTIL
I. PENOMORAN BENANG
Penomoran benang dapat menyatakan kehalusan benang. Kehalusan benang
dinyatakan dalam perbandingan antara panjang dan diameter benang.
Penomoran benang digunakan untuk memudahkan dalam pemakaian dan
memudahkan dalam pembuatan benang. Perbandingan ini disebut dengan
nomor.
Satuan Panjang
1 hank = 7 lea = 840 yard = 768 m
1 yard = 3 feet = 0,9144 m = 36 inchi
1 lea = 120 yard = 109,73 m
1 feet = 12 inchi = 0,305 m
1 inchi = 2,54 cm = 0,0254 m
Satuan Berat
1 pound = 1 lbs = 16 ounces = 453,6 gram = 7000 grains
1 ounces = 28,35 gram = 437,5 grains
1 gram = 15,43 grains
1 kwintal = 100 kg
1 ton = 1000 kg
Contoh soal:
1. Benang kapas bernomor Ne1. Apa artinya Ne1?
Jawab : Untuk setiap berat 1 lbs, panjangnya 1 hank atau 1 x 840 yards.
2. Diketahui, panjang benang kapas 8400 yard dengan berat 0,5 lbs.
Berapakah Ne1?
Jawab :
𝐏 (𝐡𝐚𝐧𝐤) 8400 hank
Ne1 = = = 20
𝐔 𝐱 𝐁 (𝐥𝐛𝐬) 840 x 0,5 (lbs)
Jadi nomor benang, panjang 8400 hank dan berat 0,5 lbs adalah Ne1 20
Contoh soal:
1. Apa artinya Td 20?
Jawab : Untuk setiap panjang 9000 m beratnya 20 gram
Contoh:
Benang poliester Tex 24 sama dengan………. Denier
𝐔𝟏 𝐔𝟐
Jawab : =
𝐍𝟏 𝐍𝟐
1000 9000
=
24 N2
9000 x 24
Denier = = 216 denier
1000
Contoh:
1. Benang rayon Ne1 30 setara dengan Tex…………..
𝐔𝟏
Jawab : = U2 x N2
𝐍𝟏
1000 m/g
= 1 m/g x 30
N1
1000 m/g
Tex =
30
= 33,33
Jawab:
a. Benang Nilon ……. Tex
𝟓𝟗𝟏 591
Tex = = = 13,13
𝐍𝐞𝟏 45
b. Benang Poliester …… Denier
𝐃 𝟓𝟗𝟏
=
𝟗 𝐍𝐞𝟏
591 x 9
Denier = = 118,2
45
c. Benang Rayon Nm……
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝟓𝟗𝟏
=
𝐍𝐦 𝐍𝐞𝟏
1000 x 45
Nm = = 76,14
591
d. Benang Linen Ne2………..
U1 x N1 = U2 x N2
840 x 45 = 300 x Ne2
800 x 45
Ne2 = = 120
300
Contoh:
1. Terdapat benang A Ne1 20 dan benang B Ne1 30. Berapakah nomor
gintir dari kedua benang tersebut?
𝟏 𝟏 𝟏
Jawab : = +
𝐍𝐠 𝑵𝟏 𝑵𝟐
1 1 1 2+3 5
= + = =
Ng 30 20 60 60
60
Ng = = 12
5
Maka nomor gintirnya akan menjadi Ne1 12.
2. Berapa nomor gintir dari 2 buah benang yang terdiri dari benang kapas
Ne1 30 dan benang rayon Nm 50?
Jawab :
591 x 50
Ne1 = = 29,55
1000
𝟏 𝟏 𝟏
= +
𝐍𝐠 𝑵𝟏 𝑵𝟐
1 1 1
= +
Ng 30 29,55
1 29,55+30
=
Ng 886,5
1 59,55
=
Ng 886,5
Ng = 14,9
Maka nomor gintirnya akan menjadi Ne1 14,9 ≈ 15
BAB III
PEMINTALAN
I. PEMBUATAN SERAT
Pemintalan serat buatan adalah proses pembentukan polimer menjadi bentuk serat.
Metoda yang digunakan secara umum dikenal dengan teknik ekstrusi (extrution). Pada
metoda ini cairan larutan polimer ditekan pada suatu bejana sehingga keluar melalui
lubang spineret. Spineret adalah suatu bejana berlubang yang menyerupai saringan
dengan diameter lubang yang sangat kecil, umumnya dengan ukuran tiap lubang hanya
beberapa mikro.
Keterangan:
1. Bal Serat 6. Fine Opener
2. Bale Opener 7. Multi Mixer II
3. Kondensor 8. Deduster (Pembersih Debu)
4. Multi Mixer 9. Mesin Carding
2. Mesin Carding
a. Fungsi Mesin Carding
• Menguraikan serat menjadi serat-serat individu
• Membersihkan kotoran serat lebih lanjut
• Memisahkan serat pendek dengan serat panjang
• Membentuk sliver carding
4
2 3
1
6 7
5
e. Perhitungan
mnt
nπ∅(inchi) x t (60 jam ) x 453,6 x effesiensi
• Produksi (kg/jam) =
Ne x 36 x 840 x 1000
Ne keluar (𝑠𝑙𝑖𝑣𝑒𝑟)
• Actual Draft (AD) =
Ne masuk (𝑓𝑙𝑒𝑒𝑐𝑒)
100
= x MD atau
100− Limbah
Kecepatan Keliling Doffer
• Mechanical Draft (MD) =
Kecepatan Keliling Feed Roll
3. Mesin Drawing
a. Fungsi Mesin Drawing
• Meluruskan dan mensejajarkan serat-serat dalam sliver ke arah
sumbu dari sliver.
• Memperbaiki kerataan berat per satuan panjang, campuran atau
sifat-sifat lainnya dengan jalan perangkapan.
• Menyesuaikan berat sliver per satuan panjang dengan keperluan
pada proses berikutnya.
Keterangan:
1. Can ‘
2. Garpu Penghantar
(Spoon)
3. Rol Peregang
4. Can
d. Perhitungan
nπ∅ (inchi) x t x 453,6 x effesiensi
• Produksi/jam/delivery (kg) =
Ne x 36 x 840 x 1000
V Front Roll
• Main Draft =
V Middle Roll
V Middle Front
• Break Draft =
V Back Roll
V Front Roll
• Total Draft =
V Back Roll
n Coiler
• Twist/meter =
n Calender Roll
Nomor Keluar (Ne)
• Actual Draft (AD) = Rangkapan x
Nomor Masuk (Ne)
Kecepatan Permukaan Rol Penggilas
• Mechanical Draft (MD ) =
Kecepatan Permukaan Rol Penyuap
100−Limbah
= x AD
100
4. Mesin Combing
d. Perhitungan
nπ∅ x t x 453,6
• Produksi/jam/delivery = x effesiensi
Ne x 36 x 840 x 1000
Kecepatan Permukaan Rol Penggulung lap
• Mechanical Draft (MD) =
Kecepatan Permukaan Rol Pengilas
Kecepatan Permukaan Rol Pengeluaran
• Regangan =
Kecepatan Permukaan Rol Pemasukan
Berat noil
• Persentase noil = x 100% ,atau
Jumlah Berat noil+Sliver
Berat noil
= x 100%
Jumlah lap dari mesin ribbon lap
5. Mesin Roving
a. Fungsi Mesin Roving
Adapun fungsi dari mesin roving sebagai berikut:
• Peregangan (Drafting)
Peregangan adalah proses untuk memperkecil serat yang dilakukan
oleh tiga pasang rol peregang. Perbandingan kecepatan keliling dari
rol depan (front roll) > rol tengah (middle roll) > rol belakang (back
roll).
e. Perhitungan
Rpm Spindle x t x 453,6 x effesiensi
• Produksi/jam/spindle =
Twist per inchi x Ne x 36 x 840 x 1000
• Total Draft = Main Draft x Break Draft
Kecepatan Flyer per menit
• Twist/inchi = , atau
Delivery Front Roller (inchi⁄menit)
= α√Ne1 ,α roving tidak sama dengan α benang
Keterangan:
1
2
a) Bagian Penyuapan
1. Rak bobin
2. Penggangtung (Bobin 3
Holder)
3. Pengantar
b) Bagian Peregangan 4
4. Terompet pengantar 5
(traverse guide) 6
7
5. Rol peregang
8
6. Cradle 9
10
7. Penghisap (pneumafil) 11
c) Bagian Penggulungan 12
13
8. Lappet
9. Pengontrol baloning 14
10. Penyekat (separator)
11. Traveller
12. Ring
13. Spindle
14. Tin Roller
Gambar 3.18 Skema Mesin Ring Spinning
terpasang pada ring Bobin Benang yang terpasang pada spindel yang
digerakkan oleh tin roll.
d. Perhitungan
Rpm Spindle x t x 453,6 x effesiensi
• Produksi/jam/delivery =
TPI x Ne x 36 x 840 x 1000
Kecepatan Permukaan Rol Depan
• Mechanical Draft (MD) =
Kecepatan Permukaan Rol Belakang
Nomor keluar (Ne)
• Actual Draft (AD) =
Nomor masuk (Ne)
100
= x MD
100− Limbah
Kecepatan Putaran Rol Tengah
• Break Draft =
Kecepatan Putaran Rol Belakang
• Total Draft = Break Draft x Main Draft
Kecepatan Putaran Spindle Per Menit
• Twist/inchi (TPI) =
Kecepatan Permukaan Rol Depan Per Menit
= C x √Ne1
L
• g = , atau g = Nb – Ntr
πd
keterangan:
C : Konstanta antihan (Twist Multiplier)
g : Jumlah gulungan benang pada bobin per menit
Nb : Putaran bobin per menit
Ntr : Puraran traveller per menit
d : Diameter bobin
7. Open-End
c. Perhitungan
n Rotor
• Twist =
V Takeup
V Takeup
• Total Draft =
V Feeding
nπφ Opening Rol
• Kecepatan Opening Roller (m/menit) =
1000
Keterangan :
- TPI = α√Ne1
- Limbah apabila dijumlah dari blowing hingga winding <10%
- Effensi disesuaikan dengan mesin (biasanya 80 – 90%)
BAB IV
PEMBUATAN KAIN
I. PERTENUNAN
Pertenunan merupakan salah satu teknologi untuk membuat kain selain dengan
perajutan dan non woven. Struktur kain tenun merupakan hasil dari persilangan
antara benang lusi dan benang pakan. Lusi merupakan deretan benang kearah
panjang kain sedangkan pakan merupakan deretan benang kearah lebar kain.
Lusi
Pakan
A. Persiapan Pertenunan
1. Pengelosan (Winding)
a. Fungsi Pengelosan
• Mengubah bentuk gulungan.
• Memperbaiki mutu benang, baik dari segi kekuatan, kerataan,
kebersihan dan sambungan-sambungan yang kurang baik.
• Menambah atau meningkatkan efesiensi untuk proses selanjutnya.
b. Perhitungan
𝐧 √(𝛑𝐃𝟐 )+ (𝐬𝟐) 𝐱 𝟔𝟎 𝐱 𝐞𝐟𝐟𝐞𝐬𝐢𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐱 ∑ 𝐬𝐩𝐢𝐧𝐝𝐞𝐥 𝐱 𝟒𝟓𝟑,𝟔
Produksi/jam (gr) =
𝟏𝟎𝟎 𝐱 𝟕𝟔𝟖 𝐱 𝐍𝐞𝟏
keterangan:
S = Jarak alur (cm) n = Rpm mesin kelos
D = Diameter drum (cm)
2. Penggintiran (Twisting)
a. Fungsi Penggintiran
• Memperbesar diameter benang
• Meningkatkan kekuatan benang
• Memperbaiki kualitas atau kerataan benang
b. Proses Penggintiran
Penggintiran menurut prosesnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu
a) Penggintiran Langsung
Dua benang atau lebih ditarik dari cone masing-masing untuk
langsung digintir pada mesin tanpa proses perangkapan
sebelumnya.
b) Penggintian Tidak Langsung
Benang yang akan digintir mengalami proses perangkapan, yaitu
proses merangkap dua benang atau lebih dari masing-masing
cone dengan menggulungnya menjadi satu cone.
c. Perhitungan
𝐧 𝐬𝐩𝐢𝐧𝐝𝐥𝐞 𝐱 𝟐,𝟓𝟒 𝐱 𝐞𝐟𝐟𝐞𝐬𝐢𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐱 𝐭 𝐱 ∑ 𝐬𝐩𝐢𝐧𝐝𝐞𝐥 𝐱 𝟒𝟓𝟑,𝟔
• Produksi/jam/spindle =
𝟏𝟎𝟎 𝐱 𝟕𝟔𝟖 𝐱 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐱 𝐍𝐞𝟏
𝐧 𝐝𝐞𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐫𝐨𝐥𝐥 𝐱 𝛑 𝐱 ∅ 𝐝𝐞𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐫𝐨𝐥𝐥 𝐱 𝐞𝐟𝐟𝐞𝐬𝐢𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐱 𝐭 𝐱 ∑ 𝐬𝐩𝐢𝐧𝐝𝐞𝐥 𝐱 𝟒𝟓𝟑,𝟔
Atau =
𝟏𝟎𝟎 𝐱 𝟕𝟔𝟖 𝐱 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐱 𝐍𝐞𝟏
𝐧 𝐬𝐩𝐢𝐧𝐝𝐥𝐞
• TPI (twist per inchi) =
𝐧 𝐝𝐞𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐫𝐨𝐥𝐥 𝐱 𝛑 𝐱 ∅ 𝐝𝐞𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐫𝐨𝐥𝐥
𝟐 𝐱 𝐧 𝐬𝐩𝐢𝐧𝐝𝐥𝐞
• TPI untuk mesin TFO =
𝐧 𝐝𝐞𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐫𝐨𝐥𝐥 𝐱 𝛑 𝐱 ∅ 𝐝𝐞𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫𝐲 𝐫𝐨𝐥𝐥
Keterangan:
n spindle : Rpm spindle (Putaran/menit)
n delivery roll : Rpm delivery roll
∅ delivery roll : Diameter delivery roll (inchi
t : Waktu (60 menit/jam)
3. Penghanian (Warping)
Penghanian merupakan proses menggulung benang lusi dengan arah
gulungan sejajar pada beam hani atau beam lusi. Adapun persyaratan
gulungan benang yang baik pada beam tenun sebagai berikut:
• Benang yang digulung harus sama panjang dan sejajar
• Benang yang digulung pada beam harus seoptimal mungkin
• Gulungan benang pada beam hani mempunyai tegangan yang sama
• Panjang benang harus lebih panjang dari kain yang akan diproduksi
• Lebar benang pada beam tenun harus lebih lebar dari lebar cucukan sisir
tenun
Proses penghanian dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a. Penghanian Seksional (Sectional Warper)
Merupakan proses penghanian yang dilakukan dengan membagi
benang lusi menjadi setiap bagian atau per seksi terlebih dahulu
Keterangan:
1. Creel 5. Sisir Silang
2. Tensior 6. Beam Hani (Tambur)
3. Central Power Tensioner Control
4. Komputer 7. Sisir Ekspansi
Beam Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak
1 A A A B B B C C C
Beam Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak
2 A A A B B B C C C
Beam Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak
3 A A B B B B C C C
Beam Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak
4 A A B B B B C C C
Beam Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak
5 A A B B B C C C C
Beam Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak Corak
6 A A B B B C C C C
Gambar 4.3 Skema Jumlah Beam Dalam Satu Rapot Misalkan:
4. Penganjian (Sizing)
a. Fungsi Penganjian
Penganjian merupakan proses memberikan lapisan larutan kanji
pada benang. Adapun tujuan dari penganjian yaitu:
• Untuk meningkatkan daya tenun pada proses pertenunan
• Meningkatkan daya gesek dan mulur benang
• Menidurkan bulu-bulu pada benang
• Fleksibilitas
b. Proses Penganjian
Adapun perhitungan pada proses penganjian sebagai berikut:
• Size Pick Up (SPU %)
Size pick up menunjukan banyaknya kandungan kanji pada
benang. Dengan menggunakan rumus yaitu:
B. Rencana Tenun
Rencana tenun adalah suatu perencanaan yang memberikan petunjuk tentang
hubungan antara anyaman, cucukan, rencana ikatan dan cara pengangkatan
gun.
1. Anyaman
Anyaman adalah proses yang terbentuk antara benang ke arah panjang kain
(benang lusi) dan ke arah lebar kain (benang pakan). Anyaman dapat dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Anyaman Polos
Anyaman polos merupakan anyaman yang paling sederhana. Adapun
karakteristik dari anyaman polos sebagai berikut:
• Mempunyai rapot paling kecil dan anyaman sederhana
• Mempunyai jumlah silangan paling banyak
• Menggunakan gun minimum dua gun
• Anyaman yang paling tua dan sering digunakan karena mudah dan
sesuai untuk dberi rupa desain.
b. Anyaman Keper
Anyaman keper merupakan anyaman dengan terdapat garis-garis
dengan sudut yang berfariasi (defleksi). Adapun karakteristik anyaman
keper sebagai berikut:
• Pada permukaan kain terlihat garis miring yang tidak putus (defleksi)
terjadi karena adanya pengaruh antihan benang.
• Menggunakan gun minimum yaitu tiga gun
• Kenampakan permukaan atas dan bawah berlainan
Jumlah Efek Lusi
• Mempunyai rumus = / Angka Loncat
Jumlah Efek Pakan
• Garis miring menandakan arah defleksi (/) untuk keper kanan
sedangkan untuk keper kiri (\)
4
Gambar 4.7 Keper Lusi /1
1
c. Anyaman Satin
Anyaman satin merupakan anyaman yang menghasilkan kain yang licin
dan berkilau. Adapun karakteristik anyaman satin sebagai berikut:
• Hanya menonjolkan salah satu efek baik itu efek lusi maupun pakan
pada permukaan kain.
• Mempunyai rumus dengan aturan angka loncat yaitu:
- Angka loncat tidak sama dengan rapot anyaman
2. Cucukan
Berikut macam-macam jenis cucukan:
• Cucukan Lurus (1-2-3-4) • Cucukan Loncat (1-3-2-4)
C. Teknologi Pertenunan
Proses pembuatan tenun terjadi akibat adanya silangan antara benang lusi dan
benang pakan.
1. Gerakan Proses Pertenunan
a. Gerakan Pokok
a) Pembukaan Mulut Lusi (Shedding Motion)
Mulut lusi adalah ruang yang terbentuk karena adanya benang lusi
yang naik turun ataupun diam pada tempat terhadap ujung kain (fell).
Adapun syarat mulut lusi yang baik yaitu:
• Mulut lusi harus bersih
• Mudah dilewati media peluncuran pakan
• Tidak menimbulkan putus lusi
Gambar 4.9 (A) Mulut Lusi Bersih (B) Mulut Lusi TidaK Bersih
Shuttle
Projectile
Rigid
Rapier
Fleksible
Rapier
Air jet
Water jet
c) Pengetekan
Pengetekan merupakan merapatkan benang pakan yang telah
diluncurkan diantara benang lusi oleh peralatan sisir tenun. Setelah
dirapatkan maka benang lusi dan pakan akan saling menyilang satu
sama lain dan menjadi kain.
Gambar 4.11 (A) Shedding Motion (B) Picking Motion (C) Beating
Motion
b. Gerakan Sekunder
a) Gerakan Penguluran Benang Lusi
b) Gerakan Penggulungan Kain
c. Gerakan Otomatisasi
a) Gerakan penjaga lusi putus (warp stop motion)
b) Gerakan penjaga pakan putus (weft stop motion)
c) Gerakan penggantian teropong (shuttle change automatic)
Keterangan:
TMA : Titik Mati Atas
TMD : Titik Mati Depan
Tmba : Titik Mati Bawah
Tmbe : Titik Mati
Belakang
Keterangan :
a : a merupakan posisi dimana lade sedang berada ditengah dan
mulut lusi dalam keadaan tertutup atau sejajar (270° pada TMA)
b : b merupakan posisi penyetelan kain. Pada posisi ini kain
menempel pada mesin pada proses pengetekan (0° pada TMD)
c : 90° pada Titik Mati Bawah
d : d merupakan posisi sisir berada di kedudukan paling belakang
dekat dengan gun (180° pada TMBe)
e : e merupakan posisi mulut lusi terbuka (5° - 10° setelah TMA)
f : f merupakan posisi awal menjalankan mesin karena salah satu
kedudukan picking picking rol sedang diatas atau saat
peluncuran teropong (5° - 10° setelah TMBe)
Keterangan :
Keterangan:
0° atau 360° : Titik mati depan
10° – 20° : Cutter kiri memotong benang pakan
50° : Leno kanan dalam proses crossing time ataU
mulut leno tertutup
90° – 100° : Air keluar dari nozzle (jet angle)
100° : Hook pin terbuka lalu air mulai masuk benang lusi
(lead water)
110° : Clamper terbuka
170° : Mulut lusi benang terbuka maksimal
180° : Titik mati belakang
220° : Hook pin tertutup
230° – 240° : Benang pakan sampai ke pinggir kain
280° – 290° : Benang pakan menempel pada sisir (needle touch)
300° : Leno kiri dalam proses crossing time atau mulut leno tertutup
300° – 340° : Feeler touch aktif
350° : Mulut benang lusi dan clamper tertutup
Keterangan :
0° atau 360° : Pengetekan dan peluncuran griffer kanan
8° : Griffer pembawa diposisi awal 13 cm ke batang terakhir
sebelum ke mulut lusi
3. Perhitungan
a. Rumus pada penggulungan kain sebagai berikut
Pick Spacing : Panjang kain yang bisa digulung apabila roda gigi
rachet bergerak 1 roda gigi
Tetal pakan yang diinginkan x Roda Gigi Standar
• Pick Gear =
𝑘 𝑥 (1+% mengkeret)
IxHxDxF
• Pick Spacing = x kel H
AxCxExG
AxCzExG
• Konstanta tegangan lusi =
B x D x F x Kel H
AzExG
• Tetal pakan (Pick/inchi) = xC
B x D x F x Kel H
No.Lusi+No.Pakan
• Kontruksi kain tenun = x LK. A
Tetal Lusi+Tetal Pakan
put menit meter
Rpm (mnit) x 60( jam ) x 0,0254 ( inchi ) x effesiensi
• Produksi = Helai
Pick ( inchi )
II. PERAJUTAN
Teknologi perajutan merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk
membuat kain, selain dengan menggunakan teknologi pertenunan dan non woven.
Struktur kain rajut dibentuk oleh jeratan-jeratan benang yang bersambung satu
sama lain. Deretan jeratan kearah panjan kain disebut dengan wale (B-B),
sedangkan deretan jeratan kearah lebar kain disebut dengan course (A-A).
Perajutan
(Knitting)
Keterangan:
• Needle bed : Tempat dudukan jarum
• Brush : Sikat untuk membantu membuka lidah jarum
• Rising cam : Untuk menaikan jarum
• Stitch cam : Untuk menurunkan jarum
• Tension : Untuk pengatur tegangan benang
• Feeder : Alat penyuap benang
• Jarum lidah
• Sisir Pancing
b) Diagram block cam rajutan plain pada needle ned bagian belakang.
d) Diagram block cam rajutan plain pada needle ned bagian belakang.
𝑘𝑐 𝑘𝑤
cpi = wpi =
𝑙 𝑙
𝑘𝑠 𝑐𝑝𝑖 𝑘𝑐
s = = =R
𝑙2 𝑤𝑝𝑖 𝑘𝑤
keterangan :
R : Faktor bentuk jeratan s : Stitch density
cpi : Course per inchi l : Panjang jeratan
wpi : Wale per inchi
b. Rajut Rib
Rajut rib disebut juga sebagai jeratan double knit. Berbeda dengan rajut
plain, rajutan rib dihasilkan oleh jarum pada kedua needle bed,
pembentukan jeratannya sendiri terjadi secara bergiliran antar jarum
dari needle bed depan dan belakang. Rajutan rib dapat berupa 1x1, 2,1
ataupun 3x2.
a) Diagram block cam rajut rib
b) Full Cardigan, yaitu rajutan yang dalam satu raportnya terdiri dari
dua course rib cardigan dengan jeratan tuck yang berlawanan.
Adapun diagram proses kain rajut full cardigan yaitu sebagai
berikut:
d. Arran
e. Cable
Cable merupakan jeratan yang terjadi karena adanya pemindahan
jeratan (transfering stitches) kearah yang berlawanan.
a) Diagram Proses Cable 3x3
Perbedaan antara mesin rajut single knit dan double knit, yaitu terletak pada
posisi jarum yang digunakan. Pada mesin rajut bundar single knit seperti yang
terlihat pada gambar 4.22, jarum yang digunakan hanya pada posisi vertikal
atau disebut bagian silinder. Pada mesin rajut bundar double knit, jarum yan g
digunakan pada posisi vertikal dan horisontal atau disebut bagian dial.
Perbedaan mesin rajut bundar double knit rib dan interlock, yaitu terletak
pada posisi jarum silinder dan dial. Pada mesin rajut bundar rib seperti terlihat
pada gambar 4.23, posisi jarum dial dan silinder saling bersilangan satu sama
lain. Pada mesin rajut bundar interlock seperti terlihat pada gambar 4.24, posisi
jarum dial dan silinder saling berhadapan satu sama lain.
2. Perhitungan
• Jumlah Jeratan/Jam = ∑ jarum x ∑ feeder (UP) x rpm x waktu
Jumlah Jarum
• Gauge =
πd
∑Jarum x ∑feeder x Rpm x t x effesiensi
• Produksi (dalam panjang) =
𝐿𝑜𝑜𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝑓𝑜𝑜𝑡(𝐿𝑃𝐹)
• Produksi (m/jam) = Rpm x ∑Unit proses (UP) x t x eff x yarn length (m/put)
m
Produksi ( ) x 0,4536
jam
• Produksi (kg/jam) =
Ne1 x 768
1. Bagian-Bagian Mesin
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
5 4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 0
4. Perhitungan
Maksimal Lebar Kerja Mesin
• Jumlah Beam Hani =
Lebar Beam
• Jumlah Benang per Lebar Kerja = Lebar Kerja x Jumlah benang/inchi
Jumlah benang pada satu posisi beam
• Jumlah Benang per Beam =
Jumlah Beam
Panjang kain (m) x 𝑟𝑢𝑛 𝑖𝑛 (%)
• Panjang Penghanian =
100
π (D2 − d2 ) x Lebar beam
• Volume Penghanian (cm ) 3
=
4
∑ Feeder x Rpm x Yarn Length (m) x t x effesiensi x 0,4536
• Produksi = Ne1 x 768 x 100
• Berat Benang per Beam = No. benang (Ne/Nm) x ∑benang/beam x
Panjang
BAB V
d. Kolerasi Regain
Kolerasi berat
(100+Regain Standar)
Berat Standar = Berat Nyata x
(100+Regain Nyata)
b. Kotoran
Adanya daun, pasir, debu, kulit biji maupun sisa daun kering
mempengaruhi penentuan grade kapas karena akan berhubungan
dengan kualitas benang atau kain yang dihasilkan.
c. Persiapan
Menunjukan mutu hasil pengerjaan pemisahan serat kapas dari bijinya
(ginning).
3. Panjang Serat
Panjang serat kapas akan mempengaruhi kehalusan dan kekuatan serat.
Semakin panjang serat tersebut maka semakin halus dan kuat seratnya.
Panjang sangat bervariasi, contohnya kapas dengan panjang efektif 29 mm
terdiri dari serat dengan panjang 4 mm – 39 mm. cara pengujian panjang
serat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Tanpa Alat
Menggunakan cara hand stapling dan hasilnya berupa staple length.
b. Menggunakan Alat
Metode Array (Alat yaitu Baersorter/Doublesorter)
Dengan perhitungan sebagai berikut:
1) Mean Length (ML)
∑B xP
ML =
B
2) Upper Quartil Length (UQL)
a) Batas panjang serat dari serat yang terpanjang diperhitungkan
∑B
dari ¼ berat contoh ( )
4
b) Jumlah fraksi serat yang beratnya sama atau lebih dari berat
∑B
contoh ( )
4
c) Perbedaaan b dan a
C
d) Koreksi = x 2 mm
Berat fraksi yang berada dalam UQL
e) Batas yang lebih rendah dari frasi yang berada dalam UQL
f) UQL = (d) + (e)
3) Variansi
∑BP2
4) Variansi = – ML
B
5) Standar Deviasi
6) SD = √Variansi
7) Koefisien variasi
100
8) Koefisisen Variasi = SD x
ML
9) Upper half mean length (UHML)
a) Angka rata-rata panjang serat yang terpanjang diperhitungkan
∑B
dari ½ dari berat ( )
2
c. Fibrograph
Fibrograph merupakan alat untuk menguji panjang serat dan kerataan
panjang serat. Sistem penghitung yang akan mengingat jumlah serat
pada jarak 0,5 inchi dari jarum dan menghitung jumlah serat pada jarak
berbeda yang disebut dengan span length. Menghitung Uniformity Ratio
(UR) yaitu Span length 50% atau span length 2,5%.
Tabel 5.1 Standar Penilaian Kerataan Panjang Serat
b. Kehalusan Serat
Kehalusan serat kapas ditentukan oleh varietas, dan dalam satu varietas
kehalusan dipengaruhi oleh diameter dan persentase selulosa yang
dikandungnya
Keterangan :
Kr : Keriting serat per 25 mm
N : Jumlah puncak gelombang sisi kiri dan sisi kanan serat
A : Jarak antara titik rekat yang sesungguhnya
b. Rata-Rata Keriting Serat
Keriting serat individu
x =
Jumlah contoh uji
c. Standar Deviasi
∑ ni (xi−x)2
Sd =√
n−1
d. Koefisien Variasi
sd
Cv = x 100%
Ps
e. Persentase Crimp
Panjang Awal − Panjang Akhir
Crimp (%) = x 100%
Panjang Awal
∑ ni (xi−x)2
• Standar Deviasi (Sd) = √
n−1
sd
• Koefisien Variasi (Cv) = x 100%
𝑃𝑠
• Standar Deviasi dari persentase mulur
Deviasi Standar Mulur (cm)
• S (%) = x 100%
Panjang Awal (cm)
• Modulus Awal
10 x Beban pada mulur 10% (cN)
Modulus Awal (cN/tex) = Nomor Benang (tex)
• Twist Factor
Twist factor adalah bilangan yang ditetapkan untuk menentukan antihan
per meter yang sesuai, biasanya digunakan untuk benang filament.
Dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Kontanta Pengali Antihan (Α)
TPM =
Nomor Benang Dalam Tex (T)
• Twist Multiplier
Twist multiplier adalah bilangan yang ditetapkan untuk menentukan
antihan per inci yang sesuai, biasanya digunakan untuk benang staple
dan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
- TPI = Konstanta pengali antihan (α) x √Nomor benang (Ne1)
- Jumlah Antihan
1 Jumlah Putaran
Tpi = x
2 Jarak Jepit
- Jumlah Gintiran
Jumlah Putaran
TPI =
Jarak Jepit
• Koefisien Variasi
Sd
Cv = x 100%
t (p∶0,5)
Keterangan :
t (p : 0,5) : Jumlah gosokan pada peluang 0,5
7. Ketidakrataan Benang
Ketidakrataan benang adalah suatu ukuran mutu benang yang menyatakan
besarnya penyimpangan masa pada panjang tertentu, yang keberadaannya
tidak mungkin dapat dihindari. Ketidakrataan dapat dipengaruhi oleh:
a. Panjang Serat
Semakin panjang serat tersebut maka ujung serat semakin sedikit
sehingga benang pakan lebih rata
c. Kehalusan Serat
Makin halus serat maka makin rata benangnya. Kehalusan serat kapas
antara 2,5-6,0 micronaire.
b. Suhu
Jika suhu semakin tinggi maka crimp yang akan didapatkan pun akan
sebanding (suhu > , crimp >) namun jika suhu bertambah tinggi,
kekuatannya akan rendah (suhu >, crimp >, kekuatan <).
c. Waktu
Waktu pada proses tekstur adalah lamanya waktu pada pemanasan dan
pendinginan. Untuk mendapatkan benang dengan mutu yang baik
diperlukan waktu pemanasan yang cukup.
d. Tegangan
Tegangan benang dipengaruhi oleh Draw Ratio. Besar kecilnya tegangan
benang berpengaruh pada sifat rua dari benang, crimp, mulur, dan
kekuatan benang.
3. Tetal Benang
Tetal benang adalah kerapatan benang pada kain atau jumlah benang setiap
satuan panjang tertentu, misalnya jumlah benang tiap cm atau inci.
4. Mengkeret Benang
Apabila benang ditenun maka akan berubah panjangnya, hal ini karena
adanya silangan pada kain. Untuk menyatakan perubahan ukuran tersebut
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Crimp (%)
Panjang Benang (Pb) − Panjang Kain Tenun (Pk)
Crimp = x 100%
Panjang Benang (Pk)
b. Take Up (T)
Panjang Benang (Pb) − Panjang Kain Tenun (Pk)
Take Up = x 100%
Panjang Kain Tenun (Pk)
B. Kekuatan Kain
1. Pengjian Kekuatan tarik kain dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Pengujian Cara Cekau
Pengujian kekuatan tarik cara cekau umum dipakai untuk kain baik yang
dapat diurai (tidak dilapisi) dan kain yang dilapisi. Pengujian kekuatan
tarik cara cekau lebih menyerupai pemakaian kain yang sebenarnya.
2. Pengujian kekuatan sobek kain dapat dujii dengan tiga cara yaitu:
a. Kekuatan Sobek Kain Cara Trapesium
Kekuatan sobek kain cara trapesium dapat dilakuakn apabila sepotong
kain ditarik dan digunting pada bagian pinggir kain, dan contoh dipegang
dengan kedua tangan, lalu disobek mulai dari sobekan yang telah dibuat.
D. Pegangan Kain
Pengujian pegangan kain terdiri dari pengujian kekakuan kain dan drape kain.
Drape artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah waktu
dipakai.
1. Kekakuan Kain
a. Bending Length (C)
Bending length adalah panjang kain yang melengkung karena beratnya
sendiri pada suatu pemanjang tertentu. Hal ini merupakan ukuran kekakuan
yang menentukan mutu draping, dapat dirumuskan sebagai berikut:
cos 1/2θ
C= I( ) I : panjang pita kain yang menjulur keluar bidang datar
8 tg θ
c. Blending Modulus (Q
Nilai ini tergantung pada luas pita dan bisa dianggap sebagai kekakuan
yang sebenarnya. Dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
12 G x 10−6
Q=
g3
2. Langsai Kain (Drape)
As x Ad
F=
AD−Ad
Keterangan :
F : Koefisien drape
As : Luas proyeksi contoh setelah diatas cakra
Ad : Luas cakra penyangga
AD : Luas contoh
• Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat Asam Dan BasaCara ini
dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan
bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat.
DAFTAR PUSTAKA