Anda di halaman 1dari 3

B.

Pembagian Hukum Islam

1. Pembagian Hukum dari Perspektif Ushul

Ketentuan syari’ terhadap mukallaf (orang yang telah dibebabani hukum) ada tiga bentuk,
yaitu tuntutan, pilihan dan wadh’i. Ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk tuntutan disebut
hukum tafliki, yabng dalam bentuk pilihan disebut takhyiri, sedang yang mempengaruhi
perbuatan taklifi disebut hukum wadh’i.

Ketentuan syari’ yang dikemukakan dalam tuntutan terbagi dua, yaitu tuntutan untuk
dikerjakan dan tuntutan untuk ditinggalkan. Masing-masing dari dua tuntutan ini ada yang
mengikat dan asa pula yang tidak mengikat. Tuntutan yang mengikat menimbulkan hukum
wajib, sedang yang tidak mengikat menimbulkan hukum makruh. Sementara ketentuan syari’
yang dinyatakan dalam bentuk pilihan (takhyiri) menimbulkan hukum mubah.

2. Hukum Taklifi

Dimaksud dengan hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan hukum yang menuntut para
mukallaf untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Hukum taklifi terbagi menjadi empat,
yaitu wajib, mandub, haram dan makruh.

a. Wajib

Dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum Islam adalah ketentuan yang menuntut
para mukallaf untuk melakukannya dengan tuntutan yang mengikat, serta diberi pahala bagi yang
melaksanakannya dan ancaman dosa bagi yang meninggalkannya.

Tuntutan tersebut biasanya dinyatakan dengan kalimat yang bermaksan wajib atau
fardhu, seperti pada surah an-Nisa ayat 24 :

‫يض ًة‬ َ ‫َف َما ٱسْ َتمْ َتعْ ُتم ِب ِه ِم ْنهُنَّ َفٔـََٔا ُتوهُنَّ أُج‬
َ ‫ُورهُنَّ َف ِر‬
Artinya : “Istri-istri yang telah kamu campuri di antara mereka berikanlah mas kawinnya
sebagai pemberian wajib”.

Kemudia adakalanya pula dinyatakan dengan bentuk perintah, seperti pada syat 43 surah
al-Baqarah yang artinya :

‫ِين‬ ٰ ‫ُوا َم َع‬


َ ‫ٱلرَّ ِكع‬ ۟ ‫ٱلز َك ٰو َة َوٱرْ َكع‬ ۟ ‫ص َل ٰو َة َو َءا ُت‬
َّ ‫وا‬ ۟ ‫َوأَقِيم‬
َّ ‫ُوا ٱل‬
Artinya : Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku’.”

b. Mandub

Dimaksud dengan mandub adalah ketentuan-ketentuan syari’ tentang berbagai amaliah


yang harus dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat. Pelakunya diberi imbalan
pahala tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkannya. Ketentuan-ketentuan tersebut pada
umumnya dinyatakan dengan shighat thalab, namun disertai karinah yang menunjukkan bahwa
tuntutan tersebut tidak mengikat.

Mandub dibagi tiga, yaitu sunnah mu’akkadah, za’idah dan fadhilah.

1. Sunnah Mu’akkadah adalah ketentuan syara’ yang tidak mengikat tetapi sangat penting,
karena Rasululullah saw senantiasa melakukannya, dan hamper tidak pernah
meninggalkannya. Seperti azan sebelum salat, dua salat ‘id dan lainnya.
2. Sunnah za’idah adalah ketentuan syara’yang tidak mengikat dan tisak sepenting sunnah
mu’akkadah, karena Rasulullah Saw biasa melakukannya dan juga pernah
meninggalkannya. Seperti puasa pada hari senin dan kamis serta bersedekah kepada fakir
miskin.
3. Sunnah fadhilah adalah mengikuti tradisi Rasulullah saw dari segi kebiasaan-kebiasaan
kulturalnya. Seperti cara beliau makan, minum, dan sebagainya.

c. Haram

Dimaksud dengan haram adalah tuntutan Syari’ kepada mukallaf untuk meninggalkannya
sebagai tuntutan yang mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang menaatinya, dan balasan dosa
bagi yang melanggarnya. Tuntutan tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat larangan
(an-nahyi), misalnya dengan kata-kata, seperti pada ayat 3 surah al-Ma’idah yang artinya :

‫ير َو َمٓا أ ُ ِه َّل ل َِغي ِْر ٱهَّلل ِ ِب ِه‬ ِ ‫ت َع َل ْي ُك ُم ْٱل َم ْي َت ُة َوٱل َّد ُم َو َلحْ ُم ْٱلخ‬
ِ ‫ِنز‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
Artinya: “diharamkan bagi kamu bangkai, darah dan daging babi, dan apa-apa yang
disembelih selain nama Allah”

Haram ada dua, yaitu haram zati dan haram ‘aradhi. Haram zati adalah perbuatan-
perbuatan yang telah diharamkan oleh Syari’ semenjak perbuatan itu lahir. Misalnya, zina, jual
beli bangkai, pernikahan antara mahram, pencurian, salat tanpa bersuci, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan haram ‘aradhi adalah perbuatan-perbuatan yang pada awalnya
tidak haram, namun menjadi haram. Misalnya, jual beli dengan cara menipu, cerai bid’ah,
melakykan pernikahan dengan maksud menyakiti dan sebagainya.
d. Makruh

Yang dimaksud dengan makruh adalah perbuatan yang bila ditinggalkan, orang yang
meninggalkannya mendapat pahala, tapi orang yang tidak meninggalakannya tidak mendapat
dosa (‘iqab). Misalnya mengambil dan memberi dengan tangan kanan, wanita ikut mengantar
jenazah dan lain sebagainnya. Pada umumnya, ulama membag makruh pada dua bagian yaitu:
1. Makruh tanzih, yaitu segala perbuatan yang meninggalkan lebih baik daripadamengerjakan,
seperti contoh-contoh tersebut diatas.
2. Makruh tahrim, yaitu segala perbuatan yang dilarang, tetapi dalil yang melarangnya itu
zhanny, bukan qath’i. Misalnya, bermain catur, memakan kala dan memakan daging
ular(menurut mazhab hanafiyah dan malikiyah).

Anda mungkin juga menyukai