Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITY OF INDONESIA

INDIVIDUAL ASSIGNMENT

LEADERSHIP AND ORGANIZATIONAL BEHAVIOR

CASE STUDY 1

(BRIDGING THE TWO WORLDS – THE ORGANIZATIONAL DILEMMA)

ANITA ZAHRA ASDIANTI

1806248961

MAGISTER MANAGEMENT

FACULTY OF ECONOMY AND BUSINESS UNIVERSITY OF INDONESIA


CASE STUDY 1

BRIDGING THE TWO WORLDS – THE ORGANIZATIONAL DILEMMA

1. Latar Belakang

Aluminium Elements Corp. (AEC) merupakan perusahaan manufaktur yang sebagian besar
produknya berbahan aluminium dengan pelanggan utamanya adalah industri konstruksi.
Pada kasus ini, diketahui AEC mempekerjakan manajer customer service group, yang
bertanggung jawab untuk mengawasi hal-hal berkaitan dengan customer, logistic dan
pembelian bahan baku. Manager tersebut dibawahi oleh seorang Vice President bernama
George. Manager customer service menemukan beberapa masalah yang terjadi di AEC,
antara lain :

1. Manajemen menyelenggarakan meeting harian untuk membicarakan beberapa


masalah produksi, akan tetapi tidak ada orang dari shop floor (karyawan pabrik) yang
diundang ke meeting tersebut kecuali ada masalah spesifik tertentu. Hal ini juga
membuat para pekerja pabrik merasa mereka bukan bagian dari AEC.
2. Manajemen memiliki toilet dan ruang makan yang terpisah, serta fasilitas lainnya yang
tidak dimiliki karyawan pabrik.
3. Sebagian besar karyawan pabrik merasa para manajer tidak benar-benar punya sesuatu
untuk dipelajari dari karyawan pabrik.
4. Komunikasi dilakukan melalui memo yang panjang dan complex untuk menghindari
komunikasi langsung, sehingga sering terjadi salah paham.
5. Menurut karyawan pabrik (John), membicarakan masalah ke manajemen bukan suatu
cara penyelesaian masalah di AEC. Salah satu karyawan pabrik (Tony) merasa
manajemen hanya peduli pada jadwal produksi, bukan karyawan pabrik.
6. Para karyawan pabrik hanya menerima pekerjaan dan harus mereka selesaikan sesuai
dengan target yang telah ditetapkan oleh manajemen.

Melihat kondisi tersebut, sang manajer mengambil kesempatan untuk berbicara kepada para
karyawan pabrik. Sang manajer mencoba mendengarkan para karyawan pabrik,
mengidentifikasi asal mereka dan mencoba memahami mereka, ia juga mencoba terbuka pada
ide-ide baru. Pada akhirnya, para karyawan pabrik menerima sang manajer sebagai bagian dari
mereka. Hasil dari pendekatan yang dilakukanoleh manajer :

1. Peningkatan jadwal pekerjaan.


2. Mengurangi limbah material.
3. Meningkatkan efisiensi karena adanya perencanaan yang lebih baik.
2. Identifikasi Masalah
Dapat disimpulkan, masalah yang terjadi di AEC adalah :
1. Kurangnya komunikasi dan interaksi langsung antara manajemen dengan karyawan
pabrik.
2. Adanya jarak antara manajemen dengan karyawan pabrik (toilet dan ruang makan yang
terpisah).
3. Tidak adanya keterlibatan karyawan pabrik dalam pengambilan keputusan oleh
manajemen.
4. Adanya karyawan yang bersikap kontradiktif.
5. Kesalahan mengelola informasi sehingga menyebabkan persepsi buruk karyawan pabrik
terhadap manajemen.

3. Analisa Masalah
Menurut saya, masalah yang terjadi di AEC disebakan karena adanya value conflict dan
persepsi yang buruk.

1. Value Conflicts
Didukung oleh teori, menurut Kreitner dan Kinicki (2009:155) Ada tiga tipe konflik yang
terkait dengan sikap individu (individual’s attitude), kepuasan kerja, pergantian
karyawan, kinerja dan perilaku kontradiktif. Konflik nilai tersebut dibedakan
berdasarkan sumber dari konflik tersebut, yaitu :
a. Intrapersonal conflict; konflik yang berasal dari dalam diri orang tersebut. Dari kasus
AEC terlihat bahwa salah satu karyawan pabrik yaitu Tony, memiliki intrapersonal
conflict karena ia suka berkata kasar dan membuat beberapa karyawan tersinggung
dengan kata-katanya.
b. Interpersonal conflict; konflik antar individu. Dari kasus AEC terlihat bahwa salah
satu karyawan pabrik yaitu John, memiliki sejumlah pertemuan yang tidak
menyenangkan dengan George sang vice president. Sehingga George biasanya
mengirimkan memo untuk menghindari komunikasi secara langsung dengan John.
Hal ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman.
c. Individual-organization value conflict; konflik antara individu dengan organisasi.
Karena tidak adanya komunikasi langsung antara karyawan pabrik dengan
manajemen yang mana manajemen hanya berkomunikasi dengan karyawan pabrik
untuk memberikan pekerjaan/pesanan dengan tenggang waktu yang ditentukan,
dan juga setiap keputusan yang diambil manajemen tidak melibatkan karyawan
pabrik, sehingga membuat para karyawan pabrik merasa mereka bukan bagian dari
manajemen. Hal ini menyebabkan adanya konflik antara karyawan pabrik dengan
manajemen/organisasi.

1.1 Attitudes
Menurut Kreitner dan Kinicki (2009:160), attitude dapat didefinisikan sebagai
kecenderungan untuk merespon secara baik atau tidak baik terhadap suatu
objek/pekerjaan tertentu. Attitude mendorong kita untuk bertindak dengan cara
tertentu. Terdapat tiga komponen dari attitude :
a. Affective Component ; perasaan atau emosi yang dimiliki seseorang terhadap
suatu objek atau situasi.
b. Cognitive Component ; kepercayaan seseorang mengenai suatu objek atau
situasi.
c. Behavioral Component ; bagaimana seseorang bertindak terhadap seseorang
atau sesuatu.

Berdasarkan kasus AEC, sikap dari karyawan pabrik terhadap manajemen


dipengaruhi ketiga komponen tersebut.

1.2 Job Satisfaction


Menurut Kreitner dan Kinicki (2009:170), job satisfaction adalah respon afektif atau
emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan seseorang. Kepuasan kerja ini
memiliki hubungan dengan variable lainnya, yaitu :

Variables Related with Satisfaction Direction of Relationship Strength of Relationship

Motivation Positive Moderate

Job Involvement Positive Moderate

Organizational Commitment Positive Moderate

Absenteeism Negative Weak

Withdrawal Cognitions Negative Strong

Turnover Negative Moderate


Perceived Stress Negative Strong

Job Perfomance Positive Moderate

Berdasarkan kasus AEC, manajemen menyelenggarakan rapat harian untuk


membicarakan masalah produksi, akan tetapi tidak ada karyawan pabrik yang
diundang kedalam rapat tersebut. Sehingga, dapat terlihat bahwa job involvement
terhadap karyawan pabrik tidak ada. Hal tersebut dapat menyebabkan rendahnya
kepuasan kerja karyawan pabrik, karena job satisfaction memiliki hubungan postif-
moderate dengan job involvement.

1.3 Counterproductive Work Behaviors (CWB)


Menurut Kreitner dan Kinicki (2009:177), counterproductive work behaviors adalah
jenis perilaku yang membahayakan karyawan dan organisasi/perusahaan secara
keseluruhan.
Contoh dari counterproductive work behavior adalah :
a. Mistreatment of Others
Dalam kasus AEC, John merasa George tidak meperlakukannya dengan baik dan
merasa memiliki pertemuan yang tidak menyenangkan dengan George. John
selalu melihat sisi ngatif walaupun dia mendapat umpan balik positif.
b. Violence at Work
Tony sering membuat karyawan lainnya tersinggung dengan kata-katanya,
karena dia tidak pernah melihat segala sesuatu yang ada di kantor secara
positif.

2. Perception
Persepsi menurut Kreitner dan Kinicki (2009:185) adalah proses kognitif yang
memungkinkan kita untuk menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar. Namun
dalam kasus AEC, menurut saya ada permasalahan perilaku yang dipicu dari kegagalan
atau kesalahan memproses informasi yang menjadi persepsi seseorang. Persepsi
seseorang terhadap sesuatu turut mempengaruhi perilakunya. Dalam kasus ini, John
salah dalam memproses informasi dari memo yang diberikan George, yang mana dalam
memo tersebut George memuji kinerjanya dan akan mengirim John untuk mengikuti
seminar keterampilan agar John bisa mengembangkan kemampuannya dan
mendapatkan promosi. Akan tetapi, John marah dan merasa ia tidak bekerja cukup
baik.
4. Solusi/Rekomendasi
Beberapa solusi atau rekomendasi untuk kasus AEC :
1. Melakukan pendekatan kepada karyawan pabrik, seperti yang dilakukan oleh manajer
customer service yaitu berusaha mendengarkan dan memahami mereka. Selain itu,
mengembangkan kemampuan bekomunikasi secara efektif.
2. Menghilangkan batasan antara manajemen dengan karyawan pabrik dengan tidak
membedakan toilet dan ruang makan.
3. Melibatkan karyawan pabrik di setiap rapat harian (job involvement and employee
engagement). Hal ini karena keterlibatan kerja berhubungan positif dengan kepuasan
kerja, komitment terhadap perusahaan, dan berhubungan negative dengan keinginan
untuk keluar dari pekerjaan. Manajemen juga harus melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan, karena karyawan yang terlibat diharapkan untuk lebih bekerja
lebih keras dan lebih berkomitmen terhadap perusahaan.
4. Untuk membatasi perilaku kerja kontradiktif, perusahaan merekrut individu melalui tes
kepribadian untuk mencegah perekrutan karyawan yang berperilaku kontradiktif.
Kalaupun ada karyawan yang berperilaku kontradikfitf, perusahaan harus cepat
bertindak cepat mengatasinya misalnya dengan memberikan peringatan.
5. Untuk mencegah salah persepsi, seseorang harus mencerna informasi yang diberikan
dengan hati-hati dan menanyakan dengan baik maksud dari informasi tersebut, jadi
jangan berprasangka buruk dahulu.

5. Kesimpulan
Studi kasus Bridging the Two Worlds – The Organizational Dilemma dapat disimpulkan
bahwa masalah yang terjadi di AEC adalah kurangnya komunikasi dan interaksi langsung
antara manajemen dengan karyawan pabrik, adanya batasan antara manajemen dengan
karyawan, tidak dilibatkannya karyawan pabrik dalam setiap rapat dan pengambilan
keputusan serta adanya persepsi buruk terhadap manajemen. Hal ini disebabkan oleh
adanya konflik baik dalam diri individu, konflik antar individu maupun konflik antara
individu dengan perusahaan/organisasi, dan juga adanya kesalahan dalam memproses
informasi sehingga timbul persepsi yang buruk. Hal tersebut dapat diatasi dengan menjalin
komunikasi yang baik dengan para karyawan pabrik misalnya mendengarkan dan
memahami mereka, manajemen juga perlu melibatkan karyawan pabrik dalam mengambil
keputusan, perusahaan dapat membatasi tindakan kontradiktif dengan pencegahan dan
penindakan langsung serta individu harus mencerna informasi dengan baik untuk
mencegah salah persepsi.

Anda mungkin juga menyukai