Fonologi Bahasa Indonesia PDF
Fonologi Bahasa Indonesia PDF
Penulis:
1. Dr. Agusniar Dian Savitri.
2. Drs. Krisanjaya, M.Hum.
ISBN: 978-602-392-474-5
e-ISBN: 978-602-392-475-2
Penelaah Materi: Dr. Liliana Muliastuti
Pengembang Desain Instruksional: Hendra Setiawan, S.S., M.Pd.
Penyunting : 1. Brillianing Pratiwi, S.S.
2. Nunung Supratmi, S,Pd., M.Pd.
Perancang Kover dan Ilustrasi : 1. Aris Suryana S
2. Nursuci Leosaputri, A.Md.
Penata Letak : Heru Junianto, S.Kom.
Penerbit:
Universitas Terbuka
Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan - 15418
Banten – Indonesia
Telp.: (021) 7490941 (hunting); Fax.: (021) 7490147
Laman: www.ut.ac.id.
Edisi kedua
Cetakan pertama, Februari 2019
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Dasar-dasar Fonologi.......................................................................... 1.14
Latihan ............................................................................................... 1.23
Rangkuman ...................................................................................... 1.25
Tes Formatif 2 ................................................................................... 1.25
Kegiatan Belajar 3:
Tujuan Fonologi. ................................................................................ 1.28
Latihan ............................................................................................... 1.31
Rangkuman ...................................................................................... 1.32
Tes Formatif 3 ................................................................................... 1.33
Kegiatan Belajar 2:
Alat-alat Ucap..................................................................................... 2.9
Latihan ............................................................................................... 2.14
Rangkuman ...................................................................................... 2.15
Tes Formatif 2 ................................................................................... 2.16
iv
Kegiatan Belajar 3:
Klasifikasi Bunyi Bahasa................................................................... 2.19
Latihan ............................................................................................... 2.22
Rangkuman ...................................................................................... 2.23
Tes Formatif 3 ................................................................................... 2.24
Kegiatan Belajar 2:
Ko nto id ..... ...... ...... ...... ........ ...... ...... ...... ...... ... ....... 3.11
Latihan ............................................................................................... 3.19
Rangkuman ...................................................................................... 3.20
Tes Formatif 2 ................................................................................... 3.22
Kegiatan Belajar 3:
SemiVokal......................................................................................... 3.25
Latihan ............................................................................................... 3.28
Rangkuman ...................................................................................... 3.28
Tes Formatif 3 ................................................................................... 3.29
Kegiatan Belajar 2:
Distribusi Fonem................................................................................ 4.11
Latihan ............................................................................................... 4.29
Rangkuman ...................................................................................... 4.31
Tes Formatif 2 ................................................................................... 4.32
Kegiatan Belajar 3:
Variasi Fonem..................................................................................... 4.34
Latihan ............................................................................................... 4.39
Rangkuman ...................................................................................... 4.41
Tes Formatif 3 ................................................................................... 4.41
Kegiatan Belajar 2:
Struktur Bunyi Bahasa....................................................................... 5.10
Latihan ............................................................................................... 5.14
Rangkuman ...................................................................................... 5.14
Tes Formatif 2 ................................................................................... 5.16
Kegiatan Belajar 2:
Perubahan Fonem. ............................................................................. 6.16
Latihan ............................................................................................... 6.23
Rangkuman ...................................................................................... 6.25
Tes Formatif 2 ................................................................................... 6.26
Hakikat Fonologi
Achmad H.P.
Krisanjaya
PEN D A HU L UA N
Jika Anda sudah memahami tujuan yang akan dicapai melalui modul ini,
pelajarilah dengan cermat. Pelajarilah terlebih dahulu setiap materi kegiatan
dengan baik. Jika Anda sudah memahami konsep, uraian, dan contoh-contoh
yang diberikan, mulailah berlatih mengerjakan soal latihan. Kerjakanlah
semua latihan sampai selesai. Usahakan tidak melihat kunci jawabannya
terlebih dahulu. Jika Anda belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam soal latihan dengan baik, bacalah kembali materi yang disampaikan
1.2 Fonologi Bahasa Indonesia
atau Anda dapat juga membaca rangkumannya. Jika Anda sudah dapat
menjawab dengan benar, berarti Anda telah memahami modul ini.
Selamat belajar.
PBIN4102/MODUL 1 1.3
Kegiatan Belajar 1
Hakikat Fonologi
untuk fonologi bisa dipersempit lagi sebagai subdisiplin ilmu bahasa yang
mempelajari fungsi bahasa. Ini berarti bahwa fonologi mengkaji bunyi-bunyi
bahasa, baik bunyi-bunyi itu kelak berfungsi dalam ujaran atau bunyi-bunyi
secara umum. Di samping mempelajari fungsi, perilaku, serta organisasi
bunyi sebagai unsur-unsur linguistik, fonologi mempelajari juga yang lebih
netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur-
unsur fisiologikal, anatomikal, dan psikologikal, serta neurologikal manusia
yang membuat atau memproduksi bunyi-bunyi itu. Bidang linguistik yang
terakhir ini disebut fonetik. Fonetik mengkaji bunyi-bunyi bahasa secara
kongkret, sedangkan fonologi lebih abstrak, dalam arti secara konsep
menentukan fungsi bunyi itu dalam pembeda makna kata. Jika diikuti
pandangan Roger Lois di atas, nyatalah bahwa fonologi memiliki dua
cakupan, yakni cakupan arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, fonologi
mempelajari bunyi-bunyi bahasa baik bunyi-bunyi umum atau pembeda
makna. Dalam arti luas, fonologi mencakup kajian fonetik dan fonemik.
Istilah fonemik digunakan oleh ahli bahasa Amerika (L. Pike), sedangkan
ahli bahasa Inggris menyebutnya sebagai fonologi. Dalam arti sempit,
fonologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi bunyi dan perilaku
bunyi suatu bahasa.
Uraian di atas juga diperkuat oleh pernyataan Verhaar (1981) bahwa
untuk banyak ahli linguistik dewasa ini fonetik itu dianggap termasuk dalam
fonologi sehingga kedua taraf kajian terhadap bunyi bahasa, yaitu fonetik dan
fonologi (fonemik) termasuk dalam fonologi.
Sebagai suatu ilmu, fonologi di samping mempunyai objek, juga
memiliki premis-premis dan hipotesis-hipotesis. Premis adalah sejenis
pokok-pokok pikiran tentang sifat-sifat bunyi secara umum (universal).
Dalam hal ini terdapat dua premis bunyi bahasa, yaitu:
1. Bunyi-bunyi bahasa cenderung membentuk pola-pola semetris.
2. Bunyi-bunyi bahasa cenderung saling pengaruh-mempengaruhi.
(3) data
(4) tata
(5) jari
(6) cari
(7) gilas
(8) kilas
yang membedakan makna kedua kata tersebut? yang jelas perbedaan makna
kedua kata itu bukan disebabkan oleh adanya bunyi /-ala/, melainkan oleh
adanya bunyi /b/ dan /p/. Oleh karena itu, Anda sekarang dapat menentukan
fungsi dari bunyi /b/ dan /p/ itu, yaitu sebagai pembeda makna. Andapun
dapat menyatakan bahwa ternyata bunyi /b/ dan /p/ itu sebagai bunyi yang
berbeda.
Untuk pasangan kata (3) dan (4), terdapat dua bunyi yang berbeda yaitu
/d/ dan /t/, dalam lingkungan yang sama, yaitu bunyi /-ata/. Jika Anda teliti
kedua kata tersebut maknanya sungguh berbeda. Perbedaan makna kedua
kata tersebut bukan disebabkan oleh bunyi /-ata/, melainkan oleh bunyi /d/
dan /t/. Jadi dapat Anda nyatakan bahwa fungsi bunyi /d/ dan /t/ pada
pasangan kata di atas sebagai pembeda makna, atau dapat pula dikatakan
bahwa bunyi /d/ dan /t/ sebagai bunyi yang berbeda.
Akan halnya dengan pasangan kata (5) dan (6), bunyi-bunyi yang
berbeda adalah /j/ dan /c/. Kedua bunyi ini menempati lingkungan bunyi /-
ari/. Apakah makna kedua kata itu berbeda? Tentulah makna kedua kata itu
yaitu jari dan cari, berbeda. Perbedaan makna kedua kata itu bukan
disebabkan oleh adanya bunyi /-ari/, melainkan oleh bunyi /j/ dan /c/.
Nyatalah kepada Anda bahwa fungsi bunyi /j/ dan /c/ adalah sebagai
pembeda makna. Kedua bunyi itupun merupakan bunyi yang berbeda.
Pada pasangan kata (7) dan (8), terdapat bunyi yang sama yaitu /-ilas/,
yang menjadi lingkungan yang sama bagi bunyi /g/ dan /k/. Sebagaimana
halnya pada pasangan-pasangan kata yang lain, bunyi /g/ dan /k/ tersebut
berfungsi sebagai pembeda makna antara kata /gilas/ dan /kilas/. Kedua bunyi
tersebut yakni /g/ dan /k/ merupakan bunyi yang berbeda.
Dari keempat pasangan kata tersebut, nyatalah bahwa bunyi-bunyi
tersebut ada dalam lingkungan yang sama, sehingga merupakan pasangan
minimal bagi bunyi-bunyi yang berbeda walaupun secara fonetis mirip.
Di samping pasangan-pasangan kata atau pasangan-pasangan minimal di
atas, yang dapat digunakan sebagai landasan kerja mencari fonem, ada juga
gejala-gejala lain yang dapat Anda catat dari pemakaian kata sehari-hari.
Anda catat misalnya bunyi /k/ dan /b/, atau bunyi /u/ dan /i/. Bunyi-bunyi
tersebut dalam pelaksanaan ujaran memiliki letak atau posisi di awal, di
tengah, atau di akhir kata. Bunyi-bunyi tersebut akan mengalami perubahan
lafal, yang disebabkan oleh bunyi-bunyi yang ada di sekelilingnya yang
saling mempengaruhi. Untuk bunyi /k/ misalnya, pada awal kata /kuli/ bunyi
/k/ dilafalkan lepas dan naik [k ] pada tengah kata /aksara/. Pada akhir kata,
1.8 Fonologi Bahasa Indonesia
bunyi /k/ dilafalkan melemah seperti Hamzah [?] pada kata “adik”. Ini
menunjukkan bahwa bunyi /k/ dalam realisasi ujaran dilafalkan sebagai [k >]
lepas, [k<] tahan, dan [?] melemah, dalam posisi yang berbeda-beda. Namun
sesungguhnya bunyi [k>], [k<] dan [?] berasal dari satu bunyi yang sama yaitu
/k/.
Bagaimana halnya dengan bunyi /b/? Pada awal kata bunyi /b/ dilafalkan
melepas [b>], seperti pada kata /baru/. Pada tengah kata, bunyi /b/ dilafalkan
tertahan [b>], seperti pada kata /abdi/, dan dilafalkan melemah, tak bersuara
[p] pada akhir kata /bap/. Hal ini menunjukkan bahwa bunyi /b/ dalam
realisasi ujaran dilafalkan sebagai [b>], [b>], dan [p], yang sesungguhnya
berasal dari satu bagi yang sama yaitu /b/.
Untuk bunyi /u/ pada awal kata dilafalkan sebagai [u], demikian pula
pada akhir kata, dilafalkan sebagai [u], seperti pada kata /ubi/ dan /abu/. Pada
tengah kata bunyi /u/ dilafalkan sebagai [o], seperti pada kata /arus/. Jadi
realisasi bunyi /u/ dalam ujaran muncul dilafalkan sebagai [u] dan [o].
Sesungguhnyalah [u] dan [o] itu berasal dari bunyi yang sama yaitu [u].
Bunyi /i/ dalam realisasi ujaran memiliki lafal yang berbeda. Pada awal
dan akhir kata bunyi /i/ dilafalkan sebagai [i], seperti pada kata /isi/. Akan
tetapi, pada posisi di tengah kata yang diapit oleh bunyi konsonan, lafalnya
menjadi [I], seperti pada kata /kusIr/. Nyatalah bahwa realisasi bunyi /i/
dalam ujaran memang dilafalkan sebagai [i] dan [I], yang sesungguhnya
berasal dari bunyi yang sama yaitu /i/.
Terjadinya perubahan lafal itu karena bunyi-bunyi itu menempati posisi
yang saling mengecualikan satu sama lain. Kondisi ini mendasari kesimpulan
kita bahwa bunyi-bunyi yang dalam posisi saling mengecualikan
dikategorikan sebagai bunyi yang sama. Jadi [b > ], [b< ], dan [p]
sesungguhnya dari bunyi /b/. Bunyi [k>], [k<] dan [?] berasal dari bunyi yang
sama yaitu /k/. Bunyi [u] dan [o] berasal dari bunyi yang sama yaitu /u/,
sedangkan bunyi [i] dan [I] berasal dari bunyi yang sama yaitu /i/.
Pernyataan tentang adanya pasangan minimal yang dapat digunakan
untuk menentukan fonem suatu bahasa dan pernyataan tentang letak atau
posisi bunyi yang saling mengecualikan, yang dapat digunakan untuk
menentukan anggota fonem suatu bahasa, menjadi dasar bagi kegiatan
penelitian bagi bahasa dalam bidang fonologi. Ini pula yang menandai bahwa
fonologi sebagai ilmu yang mendasarkan pekerjaan pada premis-premis dan
hipotesis-hipotesis.
PBIN4102/MODUL 1 1.9
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
9) Salah satu premis umum tentang bunyi menyatakan bahwa bunyi bahasa
cenderung….
A. bervariasi
B. berpola simetri
C. berubah-ubah
D. bersistem
10) Salah satu hipotesis kerja yang melandasi kegiatan menemukan fonem,
menggunakan kontras dalam pasangan….
A. minimal
B. komplementer
C. mutlak
D. bervariasi
Kegiatan Belajar 2
Dasar-dasar Fonologi
A. JENIS FONETIK
B. ALAT BICARA
Secara umum alat bicara manusia memiliki fungsi utama yang bersifat
biologis, misalnya, paru-paru untuk bernafas, mulut dan seisinya untuk
makan. Kita perlu mengenal nama-nama dan fungsi alat-alat bicara untuk
bisa memahami bagaimana bunyi bahasa itu diproduksi, dan nama-nama
bunyi itu pun diambil dari nama-nama alat ucap itu. Beberapa alat
ucap/bicara yang perlu Anda kenal antara lain:
a. paru-paru;
b. pangkal tenggorok;
1.16 Fonologi Bahasa Indonesia
c. rongga kerongkongan;
d. langit-langit lunak;
e. langit-langit keras;
f. gusi dalam;
g. gigi;
h. bibir;
i. lidah.
Tiap-tiap alat bicara di atas secara garis besar perlu dijelaskan keadaan
dan fungsinya sebagai penghasil bunyi bahasa.
a. Paru-paru
Fungsi pokok paru-paru adalah untuk pernafasan. Mekanisme pernafasan
dengan paru-paru dengan cara mengembang dan mengempiskan ruang paru-
paru. Gerakan mengembangkan dan mengempiskan ini dikerjakan oleh otot-
otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada, secara terus-menerus dan teratur.
Arus udara dari paru-paru inilah yang menjadi sumber syarat mutlak
terjadinya bunyi bahasa.
b. Pangkal Tenggorok
Pangkal tenggorok atau laring (larynx) adalah rongga pada ujung pipa
pernafasan. Salah satu komponen yang penting dalam laring ini adalah
adanya sepasang pita suara. Sepasang pita suara ini dapat membuka lebar,
membuka, menutup, dan menutup rapat. Celah di antara dua pita suara
disebut glotis. Dalam menghasilkan bunyi bahasa terdapat empat posisi
glotis, yaitu (1) terbuka lebar, (2) terbuka, (3) tertutup, dan (4) tertutup rapat.
g. Gigi (Dentum)
Gigi terbagi atas gigi atas dan gigi bawah, yang berfungsi penuh sebagai
artikulator adalah gigi atas, bekerja sama dengan bibir bawah atau ujung
lidah. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi disebut dental.
h. Bibir (Labium)
Bibir terbagi dua, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Dalam menghasilkan
bunyi bahasa sebagai artikulator pasif adalah bibir atas, dan bibir bawah
sebagai artikulator aktif. Bekerja sama dengan gigi atas bibir bawah
membentuk bunyi labiodental, sedangkan kedua bibir membentuk bunyi
bilabial.
i. Lidah
Dalam pembentukan bunyi bahasa, lidah sebagai artikulator aktif
mempunyai peranan yang amat penting. Terdapat lima bagian lidah yaitu
akar lidah, pangkal lidah, tengah lidah, daun lidah, dan ujung lidah. Bekerja
sama dengan bagian atap mulut, bagian lidah ini membentuk bunyi bahasa.
1.18 Fonologi Bahasa Indonesia
1. Bunyi Vokoid
Bunyi vokoid dihasilkan dengan pelonggaran udara yang keluar dari
paru-paru, tanpa mendapatkan hambatan atau halangan. Penghasilan vokal,
selain oleh hambatan dan gerakan lidah. Dalam gerakan bibir menghasilkan
vokal, terdapat dua posisi yang bulat atau tidak bulat. Yang tergolong posisi
bibir bulat yaitu [u], [o], [ ]. Yang tergolong posisi bibir tidak bulat yaitu [i],
[e], [a], dan []. Dalam gerakan lidah, dikenal dua macam gerakan lidah,
yaitu gerakan lidah naik turun, dan gerakan lidah maju mundur. Gerak lidah
naik turun menghasilkan tiga posisi yaitu: tinggi, sedang, rendah. Dari tiga
posisi itu dihasilkan vokoid tinggi yaitu [i], [u], vokoid sedang, yaitu [e], [o],
[ ], sedangkan posisi rendah, menghasilkan vokoid rendah, yaitu [a]. Dari
gerakan lidah maju mundur diperoleh tiga posisi vokoid yaitu vokoid depan
[i], [e], [], vokoid pusat [], [a] dan vokoid belakang [u], [o], [ ]. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan bagan berikut ini.
1.20 Fonologi Bahasa Indonesia
2. Bunyi Kontoid
Kontoid adalah bunyi bahasa yang pembentukannya aliran udara
menemui berbagai hambatan atau penyempitan. Ciri kontoid lebih banyak
ditentukan oleh sifat hambatan, tempat hambatan atau penyempitan arus
udara. Ukuran untuk memerikan kontoid, yaitu titik artikulasi, posisi glotis,
dan cara hambatan.
Titik artikulasi adalah pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator
pasif. Dari keadaan ini diperoleh kontoid: bilabial: [b], [p], [m], [w],
labiodental: [v], [f], apikodental: [], [ ], lamino alveolar: [d], [t], [n], [z],
[s], [l], [r], lamino palatal: [j], [c], [Š], [ n ], [y], [ ], dorsovelar: [g], [k],
[x], [ŋ], faringal [h], dan glotal: [?].
Posisi glotis yaitu keadaan pita suara, apakah terbuka atau tertutup. Jika
glotis tertutup, akan menghasilkan kontoid bersuara, yaitu [b], [d], [g], dan
jika posisi glotis terbuka, dihasilkan kontoid tak bersuara, misalnya [p], [t],
[k].
Ukuran cara hambatan, menghasilkan jenis-jenis kontoid: hambat [a, d,
g, p, t, k], frikatif [v, f, z, s, x, h], afrikat [j], [c], nasal [m, n, ñ, ŋ], getaran
[r], sampingan [l].
Untuk lebih jelasnya, perhatikan bagan berikut
ŋ
PBIN4102/MODUL 1 1.21
3. Semi-Vokoid
Bunyi bahasa dikategorikan ke dalam semi vokoid, karena bunyi bahasa
ini memiliki ciri kontoid dan ciri vokoid. Bunyi-bunyi kategori ini adalah [w]
dan [y]. Pada waktu berstatus kontoid bunyi [w] dan [y], dilafalkan nyata,
seperti pada kata [wajib] atau [yakin]. Pada waktu berstatus vokoid, bunyi
[w], dan [y], dilafalkan sebagai bunyi glide, seperti pada kata [ju wal] atau
[biyar].
E. DASAR-DASAR FONEMIK
1. Fonem
Sudah dijelaskan bahwa objek kajian fonetik adalah bunyi pada
umumnya atau disebut fon, sedangkan kajian fonemik yakni bunyi bahasa
yang membedakan makna. Dalam fonetik misalnya dipelajari bunyi [u] yang
berbeda ucapannya seperti pada kata “busur, buku, bakul”, atau meneliti
bunyi [i] seperti pada kata “isi”, “indah”, “pasir” apakah membedakan makna
atau tidak. Jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi itu disebut fonem.
Jadi, fonem adalah bunyi bahasa yang fungsional, yaitu yang membedakan
makna kata.
2. Identifikasi Fonem
Untuk menentukan apakah sebuah bunyi itu fonem atau bukan, kita
harus mencari bunyi itu pada sebuah kata yang menyandang bunyi tersebut,
lalu membandingkannya dengan kata lain yang mirip. Jika ternyata kedua
kata berbeda maknanya, maka bunyi tersebut merupakan fonem, karena
bunyi itu membedakan makna kedua kata tersebut. Anda bisa mengambil
contoh kata-kata yang mirip, misalnya:
/lupa/
/r u p a /
1.22 Fonologi Bahasa Indonesia
Ternyata kedua kata itu berbeda maknanya, karena adanya perbedaan bunyi
/r/ dan /l/. Dalam keadaan ini Anda dapat menyimpulkan bahwa bunyi /r/ dan
/l/ adalah fonem yang berbeda, karena kedua bunyi itu ternyata membedakan
makna kedua kata tersebut.
Identitas sebuah fonem tersebut di atas hanya berlaku dalam satu bahasa
tertentu saja. Artinya, diidentifikasikannya fonem /r/ dan /L/ pada pasangan
kata /Lupa/ dan /rupa/ hanya berlaku dalam bahasa Indonesia, dan tidak
berlaku untuk bahasa yang lain.
Beberapa fonem sebuah bahasa ada yang memiliki beban fungsional
yang tinggi dan ada pula yang rendah. Fonem yang memiliki beban
fungsional yang tinggi yakni banyak ditemui pada kata-kata miring yang
mengandung fonem tersebut. Sebaliknya, memiliki beban fungsional rendah
apabila fonem itu tidak banyak pada pasangan kata yang mirip.
3. Alofon
Realisasi fonem dalam pelaksanaan ujaran banyak mengalami perubah-
an. Fonem /b/ misalnya pada kata /baru/ dan /abu/ diucapkan tetap sebagai
[b]. Akan tetapi pada kata /sabtu/, fonem /b/ diucapkan sebagai /p/. Jadi,
realisasi fonem /b/ dalam pelaksanaan ujaran bisa menjadi [b] dan [p].
Realisasi [b] dan [p] atas fonem /b/ itu yang sering disebut dengan alofon.
Fonem-fonem yang lain juga memiliki alofon, misalnya fonem /u/ pada kata
/buku/ diucapkan sebagai [u]. Akan tetapi, pada kata /subur/, fonem /u/
diucapkan sebagai [o]. Dengan demikian fonem /u/ memiliki alofon [u] dan
[o]. Demikian seterusnya untuk fonem-fonem yang lain. Hal ini akan dibahas
dalam modul yang lain.
4. Klasifikasi Fonem
Kriteria klasifikasi fonem sebenarnya sama dengan kriteria klasifikasi
bunyi secara fonetis. Jika klasifikasi bunyi secara fonetis kita memperoleh
bunyi-bunyi vokoid, kontoid, dan semi vokoid. Maka untuk klasifikasi fonem,
kita memperoleh bunyi-bunyi atau fonem vokal, konsonan, dan semi vokal.
Ciri untuk vokal sama dengan ciri untuk vokoid, misalnya kita mengenal
vokoid depan [i] dan [e], yang berdasarkan kriteria gerak lidah maju mundur.
Untuk vokal kita juga bisa mengenal fonem vokal depan yaitu [i] dan [e].
Untuk konsonan, kriterianya sama dengan kriteria kontoid. Kita mengenal
misalnya fonem bilabial /b/, /p/, /m/, labiodental /v/, /f/, /w/, palatal /j/, /c/,
PBIN4102/MODUL 1 1.23
/n/, /y/, velar /g/, /k/, /n /. Demikian seterusnya. Untuk semivokal, kriterianya
sama dengan kriteria vokoid. Kita mengenal misalnya fonem /w/ dan /y/.
5. Khasanah Fonem
Yang dimaksud dengan khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang
terdapat dalam satu bahasa. Berapa jumlah fonem yang memiliki suatu
bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain.
Berapa khazanah fonem bahasa Indonesia? Dalam hal ini, ada yang
menghitung sejumlah 24, yaitu 18 konsonan, dan 6 vokal. Jika ditambahkan
fonem /x/ dan /sy/, maka seluruhnya ada 26 fonem, dan diftong sejumlah tiga
buah yaitu /ai/, /au/, dan /oi/.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
1) Saling berbicara dan mendengar satu sama lain, merupakan hal yang
normal dalam…
A. kehidupan bangsa
B. kehidupan manusia
C. kehidupan makhluk
D. kehidupan masyarakat
1.26 Fonologi Bahasa Indonesia
10) Khasanah atau inventarisasi fonem suatu bentuk didasari oleh adanya
fonem….
A. vokal
B. konsonan
C. vokal dan konsonan
D. diftong
Kegiatan Belajar 3
Tujuan Fonologi
S etiap ilmu atau kajian, akan ada suatu sasaran atau tujuan yang
menggambarkan proses atau hasil kajian. Fonologi adalah sebagai suatu
sub disiplin dalam ilmu bahasa atau linguitik yang membicarakan tentang
“bunyi bahasa”. Sebagaimana halnya ilmu induknya yaitu linguistik, fonologi
ada kaitannya dengan ilmu-ilmu lain, sehingga melahirkan interdisipliner,
misalnya antara fonologi dengan ilmu kedokteran, terapi wicara dan lain-lain.
Dalam modul linguistik umum, Anda telah mempelajari adanya
pembidangan linguistik. Ada bidang linguistik yang disebut mikrolinguistik,
dan bidang makrolinguistik. Bidang mikrolinguistik mempelajari, mengkaji
atau menganalisis struktur internal bahasa. Dari segi struktur internal bahasa,
Anda kenal misalnya; fonologi, morfologi, dan sintaksis. Bidang
makrolinguistik mempelajari dan menganalisis atau mengkaji kaitan antara
linguistik dengan ilmu-ilmu lain. Dengan sosiologi, misalnya terdapat kajian
yang disebut sosiolinguistik. Dengan psikologi, misalnya terdapat kajian
yang disebut psikolinguistik. Dengan antropologi, muncul kajian
antropolinguistik. Selain pembidangan linguistik atas mikrolinguistik dan
makrolinguistik, ada juga pembidangan linguistik atas tujuan studinya yaitu
linguistik teoritis dan linguistik terapan.
Linguistik teoritis berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa
atau bahasa-bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-
faktor yang berada di luar bahasa, hanya untuk menemukan kaidah-kaidah
yang berlaku dalam objek kajiannya itu. Jadi, kegiatannya hanya untuk
kepentingan teori belaka.
Berbeda dengan linguistik teoretis, maka linguistik terapan berusaha
mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau hubungan bahasa dengan
faktor-faktor di luar bahasa untuk kepentingan memecahkan masalah-
masalah praktis yang terdapat di dalam masyarakat.
Sehubungan dengan tujuan studi linguistik ini, maka tujuan fonologi atau
studi fonologi dibedakan atas tujuan teoritis dan tujuan praktis.
PBIN4102/MODUL 1 1.29
A. TUJUAN TEORITIS
B. TUJUAN PRAKTIS
tulisan. Salah satu prinsip ejaan yang baik adalah bahwa satu fonem
dilambangkan oleh satu simbol. Tentu dalam hal ini tidak mudah
dilaksanakan. Dalam bahasa tertentu misalnya bahasa Inggris, prinsip satu
fonem satu grafem ini sulit dilaksanakan.
Tujuan praktis yang lain dari kajian fonologis ini adalah untuk
pengajaran bahasa. Dalam kaitannya dengan pembelajaran menulis, terutama
dalam tata tulis pengetahuan dan penguasaan kaidah-kaidah ejaan sangat
diperlukan. Hal lain yang dapat diungkap dari tujuan praktis kajian fonologis
yaitu penyusunan kamus. Sebagai suatu produk kebahasaan, kamus tidak
dapat dilepaskan dengan pengetahuan tentang bunyi-bunyi bahasa (fonem)
suatu bahasa.
LAT IH A N
3) Anda harus memahami terlebih dahulu apa yang dikaji dalam fonetik,
sehingga Anda akan dapat menentukan apa yang dilakukan seorang ahli
fonetik.
4) Anda harus memahami terlebih dahulu apa yang dikaji dalam fonologis,
sehingga Anda akan dapat menentukan apa yang dilakukan seorang ahli
fonologis.
5) Jawaban Anda harus terfokus pada penjelasan tentang tujuan teoretis
studi fonetik
6) Anda harus mengetahui apa yang dikaji dalam fonetik teoretis, kemudian
hubungkan dengan pita suara. Sehingga Anda dapat menjelaskan fungsi
pita suara bagi fonetik teoretis.
7) Untuk dapat menjelaskan, Anda harus memahami tujuan praktis studi
fonetik.
8) Untuk dapat menjawab dengan baik, Anda harus memahami terlebih
dahulu apa yang dikaji dalam fonetik, kemudian Anda hubungkan
dengan pengajaran bahasa bagi penderita tunawicara.
9) Anda harus menyebutkan prinsip ejaan yang baik.
10) Anda dapat menjawab dengan baik bila Anda telah mampu menjawab
latihan nomor 9, dari jawaban tersebut Anda jelaskan kesulitan
pelaksanaan prinsip ejaan.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 3
Tes Formatif 1
1) B karena jawaban A (masyarakat) untuk ilmu sosiologi, jawaban C
(alam) untuk ilmu biologi, dan jawaban D (jiwa) untuk ilmu
psikologi.
2) C karena jawaban A (morfologi) mempelajari kata, jawaban B
(semantik) mempelajari makna kata, dan D (fonologi) mempelajari
bunyi bahasa
3) A karena sintaksis mempelajari kalimat, fonologi mempelajari bunyi
bahasa secara abstrak, dan fonemik mempelajari bunyi bahasa
secara konkret
4) D karena bentuk kata dipelajari dalam morfologi, makna kata
dipelajari dalam semantik
5) C dalam arti luas fonologi mempelajari bunyi-bunyi bahasa sebagai
pembeda makna
6) B karena jawaban A, C dan D adalah arti fonetik
7) D jawaban sudah jelas
8) C karena jawaban A, B dan D bukan pengertian premis umum
9) B karena jawaban A, C, dan D bukan merupakan premis umum
tentang bunyi
10) A karena jawaban B, C dan D bukan merupakan hipotesis kerja
menemukan fonem.
Tes Formatif 2
1) B karena hanya manusia yang dapat saling berbicara dan
mendengarkan
2) D karena tanpa alat bicara manusia tidak dapat berkomunikasi secara
lisan.
3) B karena jawaban A, C, dan D tidak termasuk yang dipelajari dalam
anatomi dan fisiologi
4) B ujaran dipandang sebagai gejala fisik yang berupa gelombang bunyi
yang menjadi dasar adanya fonetik artikulatoris
5) C karena fonetik auditoris yang mempelajari bagaimana mekanisme
penerimaan bunyi bahasa oleh telinga kita
6) A karena jawaban B, C, dan D tidak terdapat dalam laring
PBIN4102/MODUL 1 1.37
7) B karena lidah bekerja sama dengan bagian atap mulut bagian lidah ini
membentuk bunyi bahasa
8) D identifikasi fonem dilakukan dengan cara mencari pasangan-
pasangan kata yang mirip yang bunyi-bunyi itu ada di dalamnya
9) C suku kata merupakan penentu variasi fonem atau alofon
10) C khasanah atau inventarisasi fonem suatu bahasa adalah jumlah suatu
fonem yang ada dalam suatu bahasa yang didasarkan pada
klasifikasi vokal dan konsonan.
Tes Formatif 3
1) A Linguistik teoretis berusaha mengadakan penyelidikan terhadap
bahasa
2) A Linguistik terapan berusaha mengadakan penyelidikan bahasa atau
hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk
memecahkan masalah
3) D jawaban A, B, dan C bukan tujuan teoretis studi fonetik
4) D jawaban A, B, dan C bukan tujuan praktis studi fonetik
5) C jawaban A, B, dan D bukan tujuan teoretis studi fonemik
6) A jawaban B, C, dan D bukan tujuan praktis studi fonemik
7) A bagi pengajaran bahasa, fonetik diperlukan untuk tujuan latihan
berbicara, penyembuhan penderita tunawicara
8) D jawaban A, B, dan C bukan tujuan praktis studi fonemik
9) B karena dalam kegiatan melatih kemampuan menulis, pengetahuan
ejaan sangatlah diperlukan
10) D jawaban A, B, dan C bukan prinsip ejaan yang baik
1.38 Fonologi Bahasa Indonesia
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan (Peny.) 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Parera, Jos Daniel. 1983. Fonetik dan Fonemik. Ende, Flores: Nusa Indah.
Fonetik
Achmad H.P.
Krisanjaya
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Fonetik
P ernahkah Anda mengetahui apa itu fonetik? Ya, pada Modul 1 yang lalu
Anda telah mendapatkan uraian tentang hakikat fonologi. Kalau begitu
apa itu fonetik? Menurut Verhaar (1996: 19) fonetik adalah cabang ilmu
linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi-bunyi bahasa. Ada dua segi dasar
fisik, yaitu segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan
bunyi-bunyi bahasa; dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah dihasilkan.
Menurut dasar yang pertama, fonetik disebut fonetik organik atau fonetik
artikulatoris karena menyangkut penghasil bunyi-bunyi bahasa.
Fonetik akustik
Bagan 2.1
Jenis-Jenis Fonetik
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
2) Cara bunyi bahasa dihasilkan oleh alat ucap manusia dipelajari di dalam
fonetik ….
A. auditoris C. akustik
B. biologis D. artikulatoris
4) Cara bunyi bahasa diterima oleh pendengar melalui alat pendengaran dan
syaraf dipelajari dalam fonetik ….
A. fisiologis C. artikulatoris
B. auditoris D. akustik
Kegiatan Belajar 2
Alat-alat Ucap
T ahukah Anda bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan? Ya, bagus! Hal
itu dapat dijawab karena pada KB 1 yang lalu Anda telah menguasai
bagaimana proses terjadinya bunyi. Lalu apa saja alat ucap manusia yang
digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa? Berikut ini akan disajikan
fungsi dan cara kerja alat ucap manusia untuk berbicara tersebut. Secara garis
besar, alat-alat bicara untuk menghasilkan bunyi bahasa adalah paru-paru,
pangkal tenggorokkan, rongga kerongkongan, langit-langit lunak, langit-
langit keras, gusi, gigi, bibir, dan lidah.
A. PARU-PARU
Bagan 2.2
Proses Terjadinya Bunyi
Pangkal tenggorok atau laring (larynx) adalah rongga pada ujung pipa
pernafasan. Menurut susunannya rongga ini terdiri atas empat komponen
yaitu: tulang rawan krikoid, dua tulang rawan aritenoid, sepasang pita suara,
dan tulang rawan tiroid. Tulang rawan krikoid berbentuk seperti lingkaran
sebagai tumpuannya terletak di belakang. Bentuk dua tulang rawan aritenoid
adalah kecil seperti piramid dan terletak di atas tulang rawan krikoid. Sistem
otot aritenoid dapat bergerak rnengatur gerakan pada sepasang pita suara.
Pita suara bagian muka terkait pada tulang rawan tiroid, sedangkan bagian
belakang pada tulang rawan aritenoid. Sepasang pita suara dapat membuka
lebar, membuka, menutup, dan menutup rapat. Pita suara ini berfungsi utama
sebagai pintu klep yang mengatur pengawasan arus udara antara paru-paru
dengan mulut atau hidung. Tulang rawan tiroid dapat dilihat berbentuk
menonjol. Pada kaum laki-laki sebenarnya tidak begitu mempunyai peranan
yang berarti dalam pembentukan bunyi bahasa.
⚫ PBIN4102/MODUL 2 2.11
yang dihasilkan oleh langit- langit keras (palatum) disebut palatal. Bunyi
yang dihasilkan oleh ujung lidah (apex) disebut apikal sedangkan bunyi yang
dihasilkan dengan hambatan tengah lidah (medium) disebut medial.
Gabungan yang pertama menjadi apikopalatal, sedangkan gabungan yang
kedua menjadi medio-palatal.
Gusi dalam adalah bagian gusi tempat letak akar gigi depan atas bagian
belakang, terletak tepat di atas serta di belakang gigi yang melengkung ke
dalam menghadap lidah. Gusi dalam dikenal pula dengan nama lain yaitu
gusi belakang, ceruk gigi, lengkung kaki gigi, dan lekuk gigi. Di dalam
pembentukan bunyi bahasa, gusi ini bertindak sebagai artikulator pasif,
sedangkan artikulator aktifnya adalah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan
oleh gusi disebut alveolar. Bunyi yang dihasilkan dengan hambatan ujung
lidah dengan gusi disebut bunyi apiko-alveolar. Bunyi yang dihasilkan oleh
daun lidah (lamina) disebut laminal. Gabungan dari keduanya menjadi bunyi
lamino-alveolar.
Pada dasarnya gigi terbagi atas dua bagian yaitu gigi bawah dan gigi
atas. Meskipun gigi bawah dapat digerakkan ke bawah dan ke atas namun
dalam pembentukan bunyi bahasa, gigi bawah tidak banyak berperan. Yang
berfungsi penuh sebagai artikulator atau dasar artikulasi adalah gigi atas
bekerja sama dengan bibir bawah atau ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan
oleh gigi (denta) disebut dental. Bunyi yang dihasilkan oleh bibir (labia)
disebut labial. Bunyi yang dihasilkan dengan hambatan gigi atas dengan bibir
bawah disebut labio-dental. Bunyi yang dihasilkan dengan hambatan gigi
atas dengan ujung lidah disebut apiko-dental.
Seperti halnya dengan gigi, bibir terbagi menjadi dua yaitu bibir bawah
dan atas. Fungsi pokok kedua bibir adalah sebagai pintu penjaga rongga
mulut. Di dalam pembentukan bunyi bahasa bibir bertindak sebagai
artikulator pasif bekerja sama dengan bibir bawah sebagai artikulator
⚫ PBIN4102/MODUL 2 2.13
aktifnya. Bibir bawah dapat pula bertindak sebagai artikulator aktif dan
bekerja sama dengan gigi atas untuk menghasilkan bunyi labio-dental.
I. LIDAH
Bagan 2.3
Alat-alat Bicara
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
1) Arus udara yang menjadi syarat mutlak terjadinya bunyi bahasa berasal
dari ….
A. larynx C. pharynx
B. velum D. paru-paru
Kegiatan Belajar 3
Bunyi bahasa dapat dibedakan atas bunyi nasal (sengau) dan bunyi oral.
Dasar pembedaan ini adalah pada keluarnya atau disertai tidaknya udara
2.20 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
melalui rongga hidung. Kalau udara keluar atau disertai keluarnya udara
lewat rongga hidung, dengan cara menurunkan langit-langit lunak beserta
ujung anak tekaknya, maka bunyi itu disebut bunyi nasal atau sengau.
Sebaliknya, kalau langit-langit lunak beserta ujung anak tekak menaik
menutupi rongga hidung sehingga udara hanya melalui rongga mulut saja
maka bunyi yang dihasilkan disebut bunyi oral. Vokal nasal banyak terdapat
dalam bahasa Aceh dan Perancis. Vokal nasal dalam bahasa Aceh contohnya:
[ â, î, ê, û ]. Vokal nasal dalam bahasa Perancis misalnya on [ â ], en [ a]
dalam matin 'pagi' [mat n]. Konsonan dibedakan atas konsonan nasal, seperti
[ m, n, n, ŋ ] dan konsonan oral atau nonnasal seperti: [ p, b, k, g, t, d ].
Bunyi dapat dibedakan atas bunyi rangkap dan bunyi tunggal. Bunyi
rangkap ialah bunyi yang terdiri atas dua bunyi dan terdapat dalam satu suku
kata. Kalau terdapat di dalam dua suku kata yang berbeda maka itu bukan
bunyi rangkap tapi bunyi tunggal saja. Bunyi rangkap vokal disebut diftong
sedangkan bunyi tunggal vokal disebut monoftong.
Diftong berciri keadaan posisi lidah pada waktu mengucapkan bunyi
vokal yang satu dengan yang lain saling berbeda. Bunyi rangkap konsonan
⚫ PBIN4102/MODUL 2 2.21
disebut gugus konsonan atau klaster dengan ciri diartikulasikan atau tempat
artikulasi kedua konsonan itu saling berbeda. Diftong dapat dibedakan lagi
atas diftong naik dan diftong turun. Diftong naik di antaranya terdapat dalam
bahasa Indonesia. Diftong naik dalam bahasa Indonesia ialah: [oi], [aI ], dan
[au].
Diftong merupakan vokal yang pada saat pengujarannya berubah
kualitasnya. Di dalam sistem tulisan, diftong biasa dilambangkan oleh dua
huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi [aw] pada
kata harimau adalah diftong sehingga < au > pada suku kata -mau tidak dapat
dipisahkan menjadi ma-u.
Diftong tidak sama dengan deretan vokal. Tiap-tiap vokal pada deretan
vokal mendapat hembusan nafas yang sama atau hampir sama. Kedua vokal
itu termasuk dalam dua suku kata yang berbeda. Bunyi deretan < au > dan <
ai > pada kata daun dan main misalnya, bukan merupakan diftong karena
baik < a > maupun < u > atau < i > masing-masing dapat keluar melalui
samping lidah dan menimbulkan desis.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 3
4) Bunyi bahasa yang dihasilkan dengan arus udara keluar dari paru-paru
adalah ….
A. klaster C. suprasegmental
B. egresif D. ingresif
10) Berdasarkan keluar atau tidaknya udara melalui rongga hidung dikenal
bunyi....
1. tunggal
2. oral
3. nasal
Tes Formatif 1
1) C. Jawaban A merupakan cabang linguistik yang mengkaji proses
terjadinya bunyi. Jawaban B mengkaji bunyi sebagai pembeda
makna. Jawaban D merupakan sifat dari fonetik.
2) D. Jawaban A mengkaji mekanisme telinga menerima bunyi bahasa
sebagai getaran udara. Jawaban B bukan jenis fonetik. Jawaban C
mengkaji bunyi bahasa sebagai gejala fisis.
3) C Jawaban A mengkaji mekanisme telinga menerima bunyi bahasa
sebagai getaran udara. Jawaban B dan D mengkaji mekanisme alat-
alat bicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi.
4) B Jawaban A dan C mempelajari mekanisme alat-alat bicara yang ada
dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi. Jawaban D mempelajari
bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai getaran udara.
5) A Jawaban B tidak ada hubungan. Jawaban C untuk fonetik akustik.
Jawaban D untuk alat bicara.
6) A Jawaban B untuk fonetik organis. Jawaban C untuk fonetik
auditoris. Jawaban D adalah nama lain dari fonetik artikulatoris.
7) D Jawaban A bukan cabang fonetik. Jawaban B lebih banyak berkaitan
dengan fisika dalam laboratorium fonetis. Jawaban C lebih banyak
berkaitan dengan neurology ilmu kedokteran.
8) B Jawaban A dan D apabila pita suara dirapatkan. Jawaban C tidak ada
bunyi bebab.
9) B. Pilihan 2 tidak termasuk ke dalam bagian fonetik artikulatoris,
akustik, maupun auditoris.
10) D. Semua Pilihan ada dalam cabang ilmu fonetik.
Tes Formatif 2
1) D Karena tanpa paru-paru tidak akan terjadi bunyi bahasa.
2) B Jawaban A dan C adalah tulang rawan. Jawaban C adalah proses
bergetarnya pita suara.
3) D Faring aritnya rongga kerongkongan. Jadi bunyi yang dihasilkan
disebut faringal.
4) C Dorsum artinya pangkal lidah sehingga bunyi yang dihasilkan
disebut dorsal.
2.28 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Tes Formatif 3
1) B Pilihan A, C, dan D tidak terdapat proses artikulatoris.
2) C Pilihan A adalah bunyi sengau. Pilihan B adalah bunyi rangkap.
Pilihan C adalah bunyi yang memiliki proses artikulatoris.
3) D Pilihan A dan C merupakan bunyi berdasarkan derajat kenyaringan.
Pilihan B bunyi tanpa disertai ketegangan kekuatan arus udara.
4) B. Pilihan A dan C tidak berkaitan dengan arus udara dari paru-paru.
Pilihan D menunjukkan arus udara masuk dalam menghasilkan
bunyi bahasa.
5) A Pilihan B bunyi berdasarkan jumlah dalam satu atau dua suku kata.
Pilihan C bunyi berdasarkan derajat kenyaringan. Pilihan D bunyi
berdasarkan arah arus udara.
6) A Proses artikulasi hanya terdapat dalam konsonan.
7) D. Pilihan A berarti gugu konsonan, pilihan C berarti suku kata, dan
pilihan B adalah vokal tunggal.
8) C
9) A. Vokal dan konsonan adalah bunyi berdasarkan tidaknya hambatan.
Sedangkan diftong adalah bunyi berdasarkan jumlah fonemnya.
10) C. Pernyataan 1 berdasarkan jumlah bunyi di dalam satu suku.
⚫ PBIN4102/MODUL 2 2.29
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk, 1998. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Vokoid
Achmad H.P.
Krisanjaya
PEN D A HU L UA N
F onetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi-
bunyi bahasa. Fonetik memiliki tiga cabang yaitu artikulatoris, akustik,
dan auditoris. Ketiga cabang fonetik tersebut telah Anda peroleh pada Modul
2 yang lalu. Nah, setelah Anda menguasai Modul 2 tersebut maka pada
Modul 3 ini Anda akan mendapatkan berbagai uraian, contoh, dan latihan
tentang tulisan fonetis. Pada Modul 3 ini Anda akan mendapatkan kajian
perihal tulisan fonetis itu sendiri secara mendalam, mencakup vokoid,
kontoid, dan semivokoid. Jadi adalah benar jika Anda diharuskan menguasai
terlebih dahulu Modul 1 dan Modul 2 sebagai dasar bagi Modul 3 ini.
Ikutilah urutan kegiatan belajar di dalam Modul 3 ini. Jika Anda melakukan
pengacakan belajar menurut urutan kegiatan belajar yang dianjurkan, maka
Anda akan mendapat kesulitan.
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat memahami
pengertian fonetik, alat-alat ucap, bunyi bahasa, serta klasifikasi bunyi
bahasa. Secara khusus, setelah mempelajari modul ini diharapkan Anda
dapat:
1. menyebutkan pengertian vokoid,
2. menggolongkan vokoid bahasa Indonesia,
3. menyebutkan pengertian kontoid,
4. menggolongkan kontoid bahasa Indonesia,
5. menyebutkan pengertian semivokoid, dan
6. menggolongkan semivokoid bahasa Indonesia.
3.2 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Kegiatan Belajar 1
Vokoid
Perbedaan vokal atas panjang dan pendek ini menyangkut lama atau
kuantitas dari pelafalan vokal. Lamanya pelafalan adalah relatif. Misalnya,
[u] dalam kata Inggris full adalah pendek sedangkan [u] dalam kata Inggris
fool adalah panjang.
Semua vokal yang telah dibahas di atas adalah vokal yang pelafalannya
tidak melibatkan perubahan bentuk mulut selama pelafalan tersebut.
Contohnya di dalam pelafalan [a] bentuk mulut sama dari permulaan sampai
akhir. Vokal seperti itu disebut vokal tunggal.
Bahasa Indonesia memiliki enam fonem vokal yaitu /i/, /e/, //, /a/, /u/,
dan /o/ (Alwi dkk, 1998). Meskipun bentuk bibir mempengaruhi kualitas
vokal, dalam bahasa Indonesia bentuk ini tidak memegang peranan penting.
Melalui Bagan 1 akan terlihat vokal bahasa Indonesia berdasarkan parameter
3.4 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Bagan 3.1
Vokal Bahasa Indonesia
Nah, berikut ini akan diuraikan dan diberi contoh alofon dari fonem
vokal bahasa Indonesia. Fonem /i/ adalah vokal tinggi-depan dengan kedua
bibir agak terentang ke samping. Fonem /u/ juga merupakan vokal tinggi,
tetapi yang meninggi adalah belakang lidah (vokal tinggi belakang). Vokal
itu diucapkan dengan kedua bibir agak ke depan dan sedikit membundar.
Contoh kedua vokal ini masing-masing adalah /iman/, /tina/, /pinta/, /pagi/
dan /upah/, /juga/, /jumpa/, /maju/.
Fonem /e/ dibuat dengan cara daun lidah dinaikkan tetapi agak lebih
rendah daripada untuk /i/ tadi. Vokal sedang-depan itu diiringi dengan bentuk
bibir yang netral. Artinya, tidak terentang dan juga tidak membundar.
Perbedaan antara /e/ dan /i/ dalam hal tingginya kenaikan lidah mirip dengan
perbedaan antara /u/ dan /o/. Bedanya, /o/ dan /u/ adalah vokal belakang.
Bentuk bibir pada waktu mengucapkan /o/ kurang bundar jika dibandingkan
dengan /u/. Berbeda halnya dengan /e/ dan /o/, fonem // adalah vokal
sedang-tengah. Bagian lidah yang agak dinaikkan adalah bagian tengah, dan
bentuk bibir juga netral. Contoh dari ketiga vokal itu adalah sebagai berikut.
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.5
/ejaan/ /ntah /
/perak/ /bsar/
/sore/ /lmpr/
/remeh/ /srta/
Fonem /i/ dilafalkan [l] jika terdapat pada suku kata tertutup dan suku itu
tidak mendapat tekanan yang lebih keras daripada suku lain, contohnya:
ban-ting [bantIŋ] bandingkan dengan sik-sa [sIksa]
ki-rim [kirIm] pe-rik-sa [prIksa]
Fonem /e/ mempunyai dua alofon yaitu [e] dan []. Fonem /e/ dilafalkan
[e] jika terdapat pada 1) suku kata terbuka, atau 2) suku kata itu tidak diikuti
oleh suku yang mengandung []. Fonem /e/ dilafalkan [] jika terdapat pada
suku kata akhir tertutup. Contohnya:
3.6 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Fonem // hanya mempunyai satu alofon, yakni []. Alofon itu terdapat
pada suku kata yang buka maupun tutup.
Contohnya adalah
e-nam [nam]
en-tah [ntah]
per-gi [prgi]
Fonem /u/ mempunyai dua alofon yaitu [u] dan [U]. Fonem /u/
dilafalkan [u] kalau terdapat pada 1) suku kata terbuka, atau 2) suku kata
tertutup yang berakhir dengan /m/, /n/, atau /ŋ/ dan suku ini mendapat
tekanan yang keras. Jika /u/ terdapat pada suku kata tertutup dan suku itu
tidak mendapat tekanan yang keras, maka fonem /u/ dilafalkan [U].
Contohnya:
u-pah [upahl
tu-kang [tukaŋ]
ban-tu [bantul
pun-cak [púñca?]
bung-su [búŋsu]
wa-rung [warUŋ]
rum-put [rumpUt]
Kalau tekanan kata berpindah kepada /U/, maka /u/ yang semula dilafalkan
sebagai [U] akan menjadi [u], misalnya:
[ampUn] [peŋampúnan]
[kumpUl] [kumpúlan]
Fonem /o/ mernpunyai dua alofon, yaitu [o] dan [ ]. Fonem /o/
dilafalkan [o] jika terdapat pada 1) suku kata terbuka dan 2) suka kata itu
tidak diikuti oleh suku lain yang mengandung alofon [ ]. Fonem /o/
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.7
dilafalkan [ ] jika terdapat pada suku tertutup atau suku terbuka yang diikuti
oleh suku yang mengandung [ ]. Contoh:
to-ko [toko] bandingkan dengan ro-kok [r k ?]
ro-da [roda] po-jok [p j ?]
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Fonem /e/ dibuat dengan cara daun lidah dinaikkan tetapi agak lebih
rendah daripada untuk /i/ tadi. Perbedaan antara /e/ dan /i/ dalam hal
tingginya kenaikan lidah mirip dengan perbedaan antara /u/ dan /o/ yang
akan dijelaskan nanti. Contohnya /ejaan/, /ntah/, /perak/.
Vokal rendah di dalam bahasa Indonesia adalah /a/ dan merupakan
vokal tengah pula. Vokal itu diucapkan dengan cara bagian tengah lidah
agak merata dan mulut pun terbuka lebar. Contoh: /aku/, /batu/, dan
/pita/.
Fonem /i/ mempunyai dua alofon yaitu [i] dan [I]. Fonern /i/
dilafalkan [i] jika terdapat pada 1) suku kata terbuka, atau 2) suku kata
tertutup yang berakhir dengan fonem /m/, /n/, atau /ŋ/ dan juga mendapat
tekanan yang lebih berat daripada suku kata lain.
Fonem /e/ mempunyai dua alofon, yaitu [e] dan []. Fonem /e/
dilafalkan [e] jika terdapat pada 1) suku kata buka, atau 2) suku kata itu
tidak diikuti oleh suku yang mengandung []. Fonem /e/ dilafalkan []
jika terdapat pada suku kata akhir tertutup.
Fonem // hanya mempunyai satu alofon, yakni []. Alofon itu
terdapat pada suku kata yang buka maupun tutup. Fonem /u/ mempunyai
dua alofon, yaitu [u] kalau terdapat pada 1) suku kata buka, atau 2) suku
kata tertutup yang berakhir dengan, /m/, /n/, atau /ŋ/ dan suku ini
mendapat tekanan yang keras. Jika /u/ terdapat pada suku kata tertutup
dan suku itu tidak mendapat tekanan yang keras, maka fonem /u/
dilafalkan [U].
Fonem /a/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu [a]. Fonem /o/
mempunyai dua alofon, yaitu [o] dan [ ]. Fonem /o/ dilafalkan [o] jika
terdapat pada 1) suku kata terbuka dan 2) suka kata itu tidak diikuti oleh
suku lain yang mengandung alofon [ ]. Fonem /o/ dilafalkan [ ] jika
terdapat pada suku tertutup atau suku terbuka yang diikuti oleh suku
yang mengandung [ ].
TES F OR M AT IF 1
2) Fonem /e/ diucapkan dengan daun lidah lebih rendah daripada fonem....
A. /a/ C. /u/
B. /i/ D. /o/
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.9
6) Pada kata rumpun fonem /u/ pada suku -pun dilafalkan dengan....
A. [U] C. [u]
B. [ú] D. [ú]
Kegiatan Belajar 2
Kontoid
A pakah bunyi vokal dan konsonan dihasilkan dengan cara yang sama? Ya,
benar! Bunyi konsonan dibuat dengan cara yang berbeda dengan bunyi
vokal. Bunyi vokal telah Anda pelajari pada bagian terdahulu. Pada
pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat yaitu (1) keadaan pita suara,
(2) sentuhan atau pendekatan dari berbagai alat ucap, dan (3) cara alat ucap
itu bersentuhan atau berdekatan. Untuk kebanyakan bahasa, pita suara selalu
merapat dalam melafalkan vokal. Pada waktu pelafalan konsonan, pita suara
itu mungkin merapat, tetapi mungkin juga merenggang. Dengan kata lain,
suatu konsonan dapat dikategorikan sebagai konsonan yang bersuara
misalnya [b] dan [d], atau yang tak bersuara contohnya [p] dan [t].
Konsonan di dalam bahasa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan
tiga faktor yaitu: 1) keadaan pita suara, 2) daerah artikulasi, dan 3) cara
artikulasinya. Berdasarkan keadaan pita suara, konsonan dapat bersuara atau
tak bersuara. Berdasarkan daerah artikulasinya, konsonan dapat bersifat
bilabial, labiodental, alveolar, palatal, velar, atau glotal. Berdasarkan cara
artikulasinya, konsonan dapat berupa hambat, frikatif, nasal, getar, atau
lateral. Di samping itu, ada lagi yang berwujud semivokal.
Alwi dkk. (1998) menyatakan bahwa terdapat dua puluh dua konsonan
fonem dalam bahasa Indonesia. Cara memberi nama konsonan adalah dengan
menyebut cara artikulasinya dulu, kemudian daerah artikulasinya, dan
akhirnya keadaan pita suara. Konsonan /p/, misalnya, adalah konsonan
hambat bilabial yang tak bersuara, sedangkan ljl adalah konsonan hambat
palatal yang bersuara.
3.12 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Bagan 3.3
Artikulasi Konsonan [t, d]
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.13
Konsonan hambat palatal tak bersuara /c/ dan yang bersuara /j/ dilafalkan
dengan daun lidah ditempelkan pada langit-langit keras untuk menghambat
udara dari paru-paru dan kemudian dilepaskan. Contohnya adalah:
/jari/ jari /cari/ cari
/ajar/ ajar /acar/ acar
/mañjur/ manjur /mañcur/ mancur
Bagan 3.4
Artikulasi Konsonan [c, j]
Bagan 3.5
Artikulasi Konsonan [k, g]
3.14 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Konsonan frikatif alveolar bersuara /z/ dibentuk dengan cara yang sama
dengan pembentukan /s/, tetapi dengan pita suara yang bergetar. Contohnya:
Bagan 3.6
Artikulasi Konsonan /m/
[pintu] pintu
[tupay] tupai
[tatap>] tatap
[sedap>] sedap
Fonem /b/ hanya mempunyai satu alofon, yakni [b] yang posisinya selalu
mengawali suku kata. Di dalam kata, posisinya dapat juga di tengah. Contoh:
[baru]
[tambal]
[tabrak]
Apabila huruf <b> terdapat pada akhir kata maka grafem itu dilafalkan [p>].
Namun, bunyi [b] muncul kembali jika kata yang berakhir dengan huruf <b>
itu kemudian diikuti oleh akhiran yang mulai dengan vokal. Misalnya:
[adap>] berbeda dengan [pradaban]
[wajip>] [kwajiban]
Fonem /t/ mempunyai dua alofon yaitu [t] dan [t>]. Alofon [t>]
dihasilkan dengan cara ujung lidah masih tetap melekat pada gusi untuk
beberapa saat. Alofon [t] terdapat pada awal suku kata, sedangkan [t>] pada
akhir suku kata.
Contohnya adalah
[timpa] timpa
[satay] satai
[lompat>] lompat
[tmpat>] tempat
Fonem /d/ hanya mempunyai satu alofon, yakni [d] yang posisinya selalu
di awal suku kata. Pada akhir kata <d> dilafalkan [t>], tetapi berubah
menjadi [d] jika diikuti oleh akhiran yang mulai dengan vokal. Contohnya
adalah
[duta] duta
[murtat>] murtad [kmurtadan] kemurtadan
[mawlUt>] Maulud [mawludan] Mauludan
3.18 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Fonem /k/ mempunyai tiga alofon yakni (1) alofon lepas [k] yang
terdapat di awal suku kata, (2) alofon taklepas [k>l, dan (3) alofon hambat
glotal tak bersuara [?] keduanya terdapat di akhir suku kata. Alofon [k>]
bervariasi bebas dengan [?].
Misalnya:
[kaki] kaki [pak>sa] paksa [bapa?] bapak
[kuraŋ] kurang [ik>lIm] iklim [tida?] tidak
[ankat>] angkat [lak>sana] laksana
Fonem /g/ hanya mempunyai satu alofon, yakni [g] yang terdapat pada
awal suku kata. Pada akhir suku dan akhir kata huruf < g > dilafalkan [k>].
Contohnya adalah
[gula] gula
[lagu] lagu
[bdUk>] bedug
[gud k>] gudeg
Fonem /f/ mempunyai satu alofon, yakni [f] yang memiliki posisi pada
awal atau akhir suku kata. Misalnya
[fak>] fak
[arif] arif
Fonem /s/ mempunyai satu alofon, yakni [s] yang terdapat pada awal
atau akhir suku kata, misalnya [sama], [pasti], [malas]. Fonem /z/
mempunyai satu alofon, yakni [z] yang terdapat pada awal suku kata.
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.19
Misalnya [zat >], [zni], [izIn] . Fonem / s / mempunyai satu alofon, yakni [s]
yang terdapat hanya pada awal suku kata, misalnya [ s ukur], [a s Ik>].
Fonem /x/ mempunyai satu alofon, yakni [x] yang terdapat pada awal
dan akhir suku kata, misalnya [xas], [axlr], [tarlx] untuk khas, akhir, tarikh.
Fonem /h/ mempunyai dua alofon, yakni [h] yang bersuara dan [h] yang tidak
bersuara. Di antara dua vokal, banyak orang yang melafalkan /h/ sebagai [h].
Di posisi lain /h/ dilafalkan sebagai [h]. Contoh: [hari], [tahu], dan [tahu]
untuk hari, tahu ‘mengetahui’ dan tahu ‘sejenis makanan terbuat dari
kedele’. Pada kata tertentu, /h/ kadang-kadang dihilangkan.
Dalam untaian tuturan /h/ di akhir kata kadang-kadang tidak diucapkan.
Contoh di tengah kata, misalnya [liat], [jait] untuk lihat dan jahit, misalnya
[bua], [mara] untuk buah dan marah.
Fonem /m/ mempunyai satu alofon, yakni [m] yang terdapat pada awal
atau akhir suku kata, misalnya [makan], [malam]. Fonem /n/ mempunyai satu
alofon, yakni [n] yang terdapat pada awal atau akhir suku kata, misalnya
[nakal], [pantay], [ikan]. Fonem / n / mempunyai satu alofon, yakni [ n ] dan
hanya terdapat pada awal suku kata, misalnya [ñiur], [ñoña], [ñañi].
Fonem /ŋ/ mempunyai satu alofon, yakni [ŋ] yang terdapat pada awal
atau akhir suku kata. Contoh: [palaŋ], [aŋkut], [ŋarai]. Fonem /r/ mempunyai
satu alofon yakni [r]. Alofon [r] terdapat pada awal dan akhir suku kata dan
diucapkan dengan getaran pada lidah yang menempel di gusi. Pada orang-
orang tertentu, [r] dapat bervariasi dengan [R], bunyi getar uvular, misalnya
[raja] atau [Raja], [karya] atau [kaRya].
Fonem /l/ mempunyai satu alofon yakni [l] yang terdapat pada awal atau
akhir suku kata, misalnya [lama], [palsu], [aspal]. Huruf konsonan rangkap
<ll> pada Allah dilafalkan sebagai [l], yaitu bunyi [l] yang berat yang
dibentuk dengan menempelkan ujung lidah ke gusi sambil menaikkan
belakang lidah ke langit-langit lunak atau menariknya ke arah dinding faring.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Pelafalan konsonan didasarkan atas tiga faktor yang terlibat yaitu (1)
keadaan pita suara, (2) sentuhan atau pendekatan dari berbagai alat ucap,
dan (3) cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan. Konsonan di
dalam bahasa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan tiga faktor,
yaitu: 1) keadaan pita suara, 2) daerah artikulasi, dan 3) cara
artikulasinya. Berdasarkan keadaan pita suara, konsonan ada yang
bersuara atau tak bersuara. Berdasarkan daerah artikulasinya, konsonan
dapat bersifat bilabial, labiodental, alveolar, palatal, velar, atau glotal.
Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dapat berupa hambat, frikatif,
nasal, getar, atau lateral.
Di dalam bahasa Indonesia ada dua puluh dua konsonan fonem.
Konsonan hambat alveolar /t/ dan /d/ umumnya dilafalkan dengan
menempelkan ujung lidah pada gusi untuk menghambat udara yang
berasal dari paru-paru dan kemudian melepaskan udara itu.
Konsonan hambat palatal tak bersuara /c/ dan yang bersuara /j/
dilafalkan dengan cara daun lidah ditempelkan ke langit-langit keras
untuk menghambat udara dari paru-paru dan kemudian dilepaskan.
Konsonan hambat velar /k/ dan /g/ dihasilkan dengan menempelkan
belakang lidah ke langit-langit lunak. Udara dihambat di sini lalu
dilepaskan.
Konsonan frikatif tak bersuara labiodental dibuat dengan bibir
bawah didekatkan ke bagian bawah gigi atas sehingga udara dari paru-
paru dapat melewati lubang yang sempit di antara gigi dan bibir dengan
menimbulkan bunyi desis. Konsonan frikatif alveolar tak bersuara /s/
dihasilkan dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi atas sambil
melepaskan udara lewat samping lidah sehingga menimbulkan bunyi
desis.
Konsonan frikatif alveolar bersuara /z/ dibentuk dengan cara yang
sama dengan pembentukan /s/, tetapi dengan pita suara yang bergetar.
Konsonan frikatif palatal tak bersuara /s/ dibentuk dengan menempelkan
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.21
Fonem /s/ mempunyai satu alofon, yakni [s] yang terdapat hanya
pada awal suku kata. Fonem /x/ mempunyai satu alofon, yakni [x] yang
terdapat pada awal dan akhir suku kata. Fonem /h/ mempunyai dua
alofon, yakni [h] yang bersuara dan [h] yang tidak bersuara.
Fonem /m/ mempunyai satu alofon, yakni [m] yang terdapat pada
awal atau akhir suku kata. Fonem /n/ mempunyai satu alofon, yakni [n]
yang terdapat pada awal atau akhir suku kata. Fonem / n / mempunyai
satu alofon, yakni [ n ] dan hanya terdapat pada awal suku kata. Fonem
/ŋ/ mempunyai satu alofon, yakni [ŋ] yang terdapat pada awal atau akhir
suku kata.
Fonem /r/ mempunyai satu alofon yakni [r]. Fonem /l/ mempunyai
satu alofon yakni [l] yang terdapat pada awal atau akhir suku kata. Huruf
konsonan rangkap <ll> pada Allah dilafalkan sebagai [l], yaitu bunyi [l]
yang berat yang dibentuk dengan menempelkan ujung lidah ke gusi
sambil menaikkan belakang lidah ke langit-langit lunak atau menariknya
ke arah dinding faring.
TES F OR M AT IF 2
8) Fonem /b/ dilafalkan [b] jika kata yang berakhiran dengan huruf <b>
diikuti akhiran yang dimulai dengan vokal misalnya....
A. [lpas] C. [tahápan]
B. [malam] D. [kwajiban]
Kegiatan Belajar 3
SemiVokal
Bagan 3.7
Artikulasi Semi-Vokal Bilabial [w]
3.26 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara
tidak keluar melalui rongga mulut.
2) Bibir bawah dibentangkan didekatkan pada bibir atas tetapi tidak sampai
rapat.
3) Pangkal lidah dinaikkan mendekati langit-langit lunak, ketinggiannya
sama dengan posisi pengucapan vokal [u].
4) Oleh karena posisi 2) dan 3) di atas, maka udara yang ke luar dari paru-
paru sedikit terhambat.
5) Posisi kedua bibir .hampir sama dengan pembentukan vokal [u].
Perbedaannya, dalam mengucapkan [u], posisi bibir bulat. Dalam [w] ini
posisi kedua bibir itu agak terbentang.
6) Pita-pita suara ikut bergetar.
Semivokal [w] dapat juga dilafalkan bibir bawah bekerja sama dengan gigi
atas, yang terjadi adalah [w] labiodental.
Bagan 3.8
Artikulasi Semivokal Palatal [y]
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.27
Keterangan:
1) Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara
tidak ke luar melalui rongga hidung tetapi ke luar melalui rongga mulut.
2) Tengah lidah menaik mendekati langit-langit keras, tetapi tidak sampai
rapat. Ketinggian lidah ini, jika dibandingkan dengan [i], [y] sedikit lebih
tinggi.
3) Karena 2) maka udara yang ke luar dari paru-paru sedikit terhambat.
4) Pita-pita suara ikut bergetar.
Fonem /y/ mempunyai satu alofon, yakni [y]. Pada awal suku kata, /y/
berperilaku sebagai konsonan, tetapi pada akhir suku kata berfungsi sebagai
bagian dari diftong. Contoh:
[yakln] yakin
[yak>ni] yakni
[santay] santai
[ramay] ramai
Semivokal [y] dalam bahasa Indonesia hanya berdistribusi di awal dan tengah
saja.
3.28 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 3
6) Pada akhir suku kata bunyi [w] dilafalkan sebagai diftong, misalnya pada
kata....
A. waktu C. kalau
B. mawas D. wadah
Tes Formatif 1
1) A, pilihan B, C, dan D salah karena /a/ merupakan vokal rendah dan
madya.
2) B, /i/ adalah vokal tinggi, /e/ vokal rendah.
3) D, /a/ adalah vokal rendah
4) C, periksa, karena di tengah-tengah konsonan berbunyi /I/ bukan /i/
5) D, pilihan A dan B salah karena akan menjadi [e] sedangkan pada
pilihan C akan menjadi [].
6) A, [U] perhatikan kembali Bagan 1 Vokal Bahasa Indonesia, posisi [U]
7) B, diikuti suku yang mengandung [ ]
8) D, semua menentukan kualitas vokal
9) C, vokal tengah dan rendah, tetapi bukan vokal depan (menurut
dimensi horizontal depan-belakangnya)
10) D, dimensi horizontal membagi vokal atas depan, madya, dan
belakang, jadi semuanya benar.
Tes Formatif 2
1) D, pilihan A, B, dan C tidak berdasarkan cara artikulasinya.
2) B, 22 fonem, bunyi [?] glottal adalah alofon dari fonem /k/; lihat Bagan
2 Konsonan Bahasa Indonesia.
3) A, hambat alveolar
4) C, pilihan A menghasilkan bunyi apikoalveolar, pilihan B bunyi frikatif
tak bersuara, pilihan D menghasilkan bunyi palatal tak bersuara, jadi
yang benar kata geram.
5) B, positif → positip; hindarilah positip karena keliru.
6) A, /m/, pilihan B, C dan D tidak benar.
7) C, kecuali kantin karena tidak mengandung konsonan getar alveolar /r/
8) D, [kwajiban]; pilihan A, B dan C tidak betul, tidak mengandung
fonem /b/
9) D, 1, 2 dan 3 semuanya benar
10) B, nasal didasarkan atas arus udara dialirkan sebagian melalui rongga
hidung (cara artikulasi).
3.32 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Tes Formatif 3
1) D, konsonan; pilihan A, B dan C salah.
2) C, pilihan A dan B adalah klasifikasi untuk konsonan sedangkan
pilihan D merupakan klasifikasi untuk vokal
3) B, pilihan A dan C tidak berkaitan dengan bunyi bersuara, pilihan D
artikulasi untuk vokal.
4) D, pilihan A dan B tidak dapat menghasilkan bunyi bahasa. Pilihan C
menunjukkan bunyi semivokal bilabial.
5) A, konsonan; contohnya waru, wakil, wanita.
6) C, kalau; pilihan A, B dan D tidak ada diftong, tapi konsonan w.
7) A, tengah lidah langit-langit keras; lihat kembali penjelasan semivokal
palatal [y]
8) B, tidak ada distribusi pada akhir suku. Jadi pilihan A, C, dan D salah.
9) C, yakin; pilihan A, B dan D mengandung diftong
10. B, pilihan A, C, dan D salah karena semivokal [y] tidak dapat
berdistribusi di akhir suku kata.
⚫ PBIN4102/MODUL 3 3.33
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk, 1998. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Fonemik
Achmad H.P.
Krisanjaya
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belaj ar 1
Pengertian Fonemik
Uraian dan contoh tentang perbedaan fonetik dan fonemik secara singkat
di atas secara visual dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Beda Fonetik dan Fonemik
B. PENGERTIAN FONEMIK
(1) a. sapa
b. sapi
(2) a. sula
b. sela
(3) a. larang
b. sarang
(4) a. jalar
b. nalar
(5) a. rentang
b. bentang
tanda garis miring, yaitu /- - /, sedang untuk menuliskan fon (satuan bunyi
fonetik), biasanya digunakan tanda garis siku, yaitu [- -].
Dari uraian, contoh dan pembahasan singkat di atas dapat disimpulkan
bahwa fonem adalah satuan bunyi yang terkecil yang memiliki fungsi
membedakan makna. Atau satuan bunyi yang terkecil dalam suatu bahasa
yang bersifat fungsional, atau disebut juga bersifat distingtif (pembeda
makna). Ilmu atau studi atau kajian bahasa yang objeknya fonem disebut
fonemik.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
5) Data fonetis secara akurat dapat diolah untuk menemukan fonem suatu
bahasa dengan menggunakan prosedur....
A. fonetisasi
B. labialisasi
C. fonemisasi
D. gramatikasasi
6) Data fonetis secara akurat dapat diolah untuk menemukan fonem suatu
bahasa dengan menggunakan prosedur pasangan ….
A. optimal
B. maksimal
C. minimal
D. komplementer
Kegiatan Belajar 2
Distribusi Fonem
Perlu dipahami, bahwa yang dimaksud dengan tutur adalah kata atau
perkataan. Dalam hal distribusi ini yang dimaksud tutur adalah kata (Parera,
1986). Untuk lebih memudahkan memahami distribusi fonem vokal dalam
hubungannya dengan tutur, berikut disajikan tabel.
Tabel 4.2
Distribusi Fonem Vokal dalam Hubungan Tutur
Medial/
Vokal/ Inistial/ Medial/ tengah Final/
tengah dalam
Diftong awal antar tutur akhir
tutur
/i/ /ikan/ /pintu/ /puri intan/ /api/
/e/ /eja/ /bebek/ /metode eja/ /sore/
/ / / mas/ /rmas/ /batu ndapan/ /tip /
/a/ /arus/ /lontar/ /antar agama/ /roda/
/u/ /unggas/ /gunting/ /batu ungu/ /baru/
/o/ /obat/ /balon/ /toko obat/ /toko/
/ai/* /ain/ /syaitan/ /huruf ain/ /pantai/
/au/* /aula/ /saudara/ /ruang-aula/ /harimau/
/oi/* - /boikot/ - /amboi/
Catatan:
*) = diftong
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.13
Distribusi vokal dan diftong dalam hubungannya dengan tutur atau antar
tutur sebagaimana dapat Anda teliti pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa
hampir seluruh vokal tunggal berada dalam semua posisi, kecuali untuk
ketiga diftong.
Vokal /i/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /ikan/
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /pintu/, menempati posisi
tengah antara tutur, seperti pada kata/ puri intan/, dan menempati posisi akhir
tutur, seperti pada kata /api/
Vokal /e/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /eja/,
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /bebek/, menempati posisi
tengah antar tutur, seperti pada kata /metode eja/, dan menempati posisi akhir
tutur, seperti pada kata /sore/.
Vokal // menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /mas/,
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /rmas/, menempati posisi
tengah antartutur, seperti pada kata /batu ndapan/, dan menempati akhir
tutur, seperti pada kata /tip/.
Vokal /a/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /arus/,
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /lontar/, menempati posisi
tengah antartutur, seperti pada kata /antar agama/, dan menempati posisi
akhir tutur, seperti pada kata /roda/.
Vokal /u/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /unggas/,
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /gunting/, menempati posisi
tengah antartutur, seperti pada kata /batu ungu/, dan menempati posisi akhir
tutur, seperti pada kata /baru/.
Vokal /o/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /obat/,
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /balon/, menempati posisi
tengah antartutur, seperti pada kata /toko obat/, dan menempati posisi akhir
tutur, seperti pada kata /toko/.
Diftong /ai/ menempati awal tutur, seperti pada kata /ain/, menempati
posisi tengah tutur, seperti pada kata /syaitan/, menempati posisi tengah
antartutur, seperti pada kata /huruf ‘ain/, dan menempati posisi akhir tutur,
seperti pada kata /pantai/.
Diftong /au/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /aula/,
menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /saudara/, menempati tengah
antartutur, seperti pada kata/ruang aula/, dan menempati posisi akhir tutur,
seperti pada kata /harimau/.
4.14 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Diftong /oi/ menempati posisi tengah tutur, seperti pada kata /boikot/,
menempati posisi akhir tutur, seperti pada kata /amboi/. Untuk diftong /ai/ ini
tidak terdapat pada posisi awal tutur dan posisi tengah intern tutur.
Tabel 4.3
Distribusi Fonem Vokal dalam Hubungan Morfem
Antar
Vokal/ Morfem bebas morfem Morfem terikat
Diftong bebas
Awal Tengah Akhir Tengah Awal Tengah Akhir
/i/ /indah/ /sabit/ /kuli/ /rambut - - -i
ikal/
/e/ /elok/ /sewa/ /turne/ /garis - - -
edar/
// /ndap/ /sumbr/ /metod/ /batu -el ter- be-
ndapan/ -em ber- pe-
-er se-
me-
ke-
/a/ /adil/ /salam/ /bala/ /mata -an -kan -
angin/
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.15
Antar
Vokal/ Morfem bebas morfem Morfem terikat
Diftong bebas
Awal Tengah Akhir Tengah Awal Tengah Akhir
/u/ /umur/ /susu/ /susu/ /panjang - - -
umur/
/o/ /otak/ /tolak/ /soto/ /resep - - -
obat/
/ai/ /ain/ /syaitan/ /lantai/ /wajib - - -
ain/
/au/ /aurat/ /saudara/ /kacau/ /ruang - - -
aula/
/oi/ - /boikot/ /amboi/ - - - -
Vokal /a/ dalam hubungan dengan morfem bebas menempati posisi awal,
seperti kata /adil/, posisi tengah, seperti pada /salam/, dan pada posisi akhir,
seperti pada kata /bala/. Menempati posisi tengah dalam hubungan antar
morfem, seperti pada kata /mata angin/. Dalam hubungan dengan morfem
terikat vokal /a/ menempati posisi awal, seperti pada imbuhan /-an/, posisi
tengah, seperti pada akhiran /-kan/, sedangkan posisi akhir morfem terikat
tidak ada.
Vokal /u/ menempati posisi awal, tengah, dan akhir dalam hubungan
dengan morfem bebas, seperti pada kata /umur/, /susur/, dan /susu/. Dalam
hubungan antara morfem, vokal /u/menempati posisi tengah, seperti pada
kata /panjang umur/.
Vokal /o/ menempati posisi awal, tengah dan akhir dalam hubungan
morfem, seperti pada kata /otak/, /tolak/, dan /soto/, dan menempati posisi
tengah dalam hubungan antarmorfem, seperti pada kata /rsep obat/.
Diftong /ai/ menempati posisi awal morfem bebas, posisi tengah morfem
bebas, dan posisi akhir dalam morfem bebas, seperti pada kata /ain/, /syaitan/,
dan /lantai/, sedangkan dalam hubungan dengan morfem terikat, tidak
terdapat posisi diftong /ai/, sedangkan dalam morfem, ada dalam posisi
tengah, yaitu/wajib ain/.
Diftong /au/ dalam hubungan morfem bebas, terdapat dalam semua
posisi, yaitu posisi awal, seperti kata /aurat/pada posisi tengah seperti pada
kata /saudara/, pada posisi akhir pada kata /kalau/ untuk antarhubungan
morfem diftong /au/ terdapat pada posisi tengah, yaitu /wajib ain/.
Diftong /oi/ dalam hubungan morfem bebas hanya menempati posisi
tengah dan akhir, seperti pada kata /boikot/ dan /amboi/. Dalam hubungan
antarmorfem dan morfem terikat diftong /oi/ tidak terdapat posisi.
dapat pula disusul oleh konsonan atau gugus konsonan. Puncak silaba dapat
pula diisi oleh diftong. Konsonan apa saja atau gugus konsonan apa saja yang
mendahului puncak disebut tumpu atau onset, dan yang mengikuti puncak
disebut koda. Selanjutnya Samsuri (1982) membagi suku (silaba) atas empat
jenis. Jenis silaba itu adalah:
1) Suku minimum, yang terdiri atas sebuah vokal sebagai puncak (V).
2) Tumpu + puncak, yang terdiri atas tiga jenis bawahan:
a) Sebuah konsonan + puncak (KV)
b) Dua buah konsonan + puncak (KKV)
c) Tiga buah konsonan + puncak (KKKV)
3) Puncak + koda (VK)
4) Tumpu + puncak + koda, terdiri atas tiga jenis bawahan.
a) Sebuah konsonan + puncak + koda (KVK)
b) Dua buah konsonan + puncak + koda (KKVK)
c) Tiga buah konsonan + puncak + koda (KKKVK)
Pola/Jenis /i/ /e/ // /a/ /u/ /o/ /ai/ /au/ /oi/
Silaba
N i+tu e+lak e +lus a+kal u+sir o+lah - au+la -
VK in+dah et+no+ en+dap ak+sa+ra un+tung om+pong ain - -
lo+gi
KV ki+lang fe+mi+na ke +sal ku+sam ku+ra ko+tor syai+tan ka+lau boi-kot
KVK tin+ta e+fek ter+ka kar+tu sur+ga la+por - - -
KVKK - teks - kli+maks - - - - -
KVKKK - - - - - - - - -
KKV kri-tik kre+do - pra-sas-ti - - - -
KKVK - - - prak+tis - - - -
KKKV - - - - - - - -
KKKVK skrip-si - - - - - - -
KKVKK - - - - - - -
Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.19
Distribusi vokal dan diftong dalam hubungan silaba atau suku kata
sebagaimana dapat Anda teliti pada Tabel 4.4, secara umum posisi vokal
selalu sebagai inti silaba atau puncak silaba. Seperti ternyata pada Tabel 4.4
posisi vokal sebagai puncak ada dalam posisi tanpa konsonan, diawali satu
konsonan, dua konsonan, tiga konsonan, diikuti satu konsonan, dua konsonan
atau tiga konsonan. Simbol-simbol untuk posisi ini dapat Anda cermati pada
Tabel 4.4.
Vokal /i/ menempati posisi sebagai puncak tanpa konsonan (v) seperti
pada kata /i + tu/, didahului satu konsonan (KV), seperti pada kata /ki+lang/,
diikuti satu konsonan /VK/, seperti pada kata /in+dah/, diawali dan diikuti
oleh satu konsonan (KVK) seperti kata /tin + ta/, didahului dua konsonan
(KKV), seperti pada kata /kri+tik/, dan didahului oleh 3 konsonan dan diikuti
satu konsonan (KKKVK), seperti pada /skripsi/.
Vokal /e/ menempati posisi puncak tanpa konsonan, seperti pada kata
/e+lak/, diikuti satu konsonan (VK), seperti pada kata /et+no+lo+gi/,
didahului satu konsonan (KV) seperti pada kata /fe+mi+na/, didahului dan
diikuti satu konsonan, seperti pada kata /e+fek/, didahului satu konsonan dan
diikuti dua konsonan, seperti pada kata /teks/, didahului dua konsonan
(KKV), seperti kata /kre+do/.
Vokal // terdapat pada posisi puncak tanpa konsonan (V), seperti pada
kata /+lus/, diikuti satu konsonan, seperti pada kata /n+dap/, didahului satu
konsonan (KV), seperti pada kata /k+sal/, didahului dan diikuti satu
konsonan (KVK), seperti kata /ter+kait/.
Vokal /a/ menempati puncak tanpa konsonan (V), seperti pada kata
/a+kal/, diikuti satu konsonan (VK) pada kata /ak+sa+ra/, didahului satu
konsonan (KV) pada kata /ka+ram/, didahului dan diikuti satu konsonan
(KVK), seperti pada kata /kar+tu/, didahului satu konsonan dan diikuti dua
konsonan (KVKK), seperti pada kata /kli+maks/, didahului dua konsonan
(KKV), seperti pada kata /pra+sas+ti/, didahului dua konsonan dan diikuti
satu konsonan (KKVK), seperti pada kata /prak+tis/.
Vokal /u/ berposisi sebagai puncak suku tanpa diikuti atau didahului
konsonan (v) seperti pada kata /u+sir/, diikuti satu konsonan (VK) seperti
pada kata /un+tung/, didahului satu konsonan (KV), seperti pada kata /ku+ra/,
diapit oleh satu konsonan (KVK), seperti pada kata (sur+ga), diikuti satu
konsonan, dan diikuti dua konsonan (KVKK), seperti pada kata (suks+ma).
Vokal /o/ menempati posisi puncak tanpa konsonan (V), seperti pada
kata /o+bat/, diikuti satu konsonan (VK), seperti pada kata /om+pong/,
4.20 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
didahului satu konsonan (KV), seperti pada kata (ko+tor), diapit satu
konsonan /KVK seperti pada kata /la+por/.
Diftong /ai/ menempati posisi puncak diikuti satu konsonan (VVK),
seperti pada kata /ain/, didahului satu konsonan (KVV), seperti pada kata
/syaitan/.
Diftong /au/, pada posisi tanpa konsonan (VV), seperti pada /au+la/,
didahului satu konsonan (KVV), seperti pada kata /ka+lau/.
Diftong /oi/ pada posisi puncak didahului satu konsonan (KVV), seperti
pada kata /boi+kot/.
Tabel 4.5
Distribusi Fonem Konsonan dalam Hubungan Tutur
Konsonan /b/ dalam tutur menempati tiga posisi, yaitu posisi awal,
seperti pada kata /bola/, posisi tengah, seperti pada kata /aba/, dan posisi
akhir, seperti pada kata /sbab/. Posisi tengah antar tutur ditunjukkan oleh
kata /kayu bakar/
Konsonan /p/ menempati semua posisi dalam hubungan tutur, yaitu
posisi awal, seperti kata /pola/, posisi tengah, seperti kata /kapar/, dan posisi
akhir, seperti kata /siap/. Dalam antartutur dalam posisi tengah, dengan
contoh /pasar pagi/.
Konsonan /d/ hanya menempati posisi awal dan tengah dalam tutur,
seperti kata /dari/, dan /pandai/. Untuk posisi akhir tutur, tidak terdapat
konsonan /d/ itu. Untuk posisi tengah antartutur, misalnya kata /deru debu/.
Konsonan /t/ dalam hubungan tutur menempati semua posisi, awal,
tengah, dan akhir. Pada posisi awal, seperti pada kata /tari/, posisi tengah,
seperti pada kata /pintar/, dan posisi akhir tutur, seperti pada kata /rapat/.
Untuk antartutur konsonan /t/ menempati posisi tengah, seperti pada kata
/ruang tunggu/.
Konsonan /g/ menempati semua posisi pada hubungan dengan tutur,
yaitu posisi awal, seperti pada kata /galah/, posisi tengah pada kata /pagi/,
posisi akhir pada kata /gudeg/. Dalam hubungan antartutur konsonan /g/
menempati posisi tengah, seperti pada kata /sakit gula/.
Konsonan /k/ dalam hubungan tutur menempati semua posisi, seperti
posisi awal pada kata /kalah/, posisi tengah, pada kata/akar/, posisi akhir pada
kata /politik/. Dalam antartutur konsonan /k/ terdapat pada posisi tengah,
seperti pada kata /surat kabar/.
Konsonan /f/ menempati semua posisi dalam hubungan tutur. Pada posisi
awal, seperti pada kata /fakultas/, posisi tengah, pada kata /lafal/, dan posisi
akhir pada kata /positif/. Dalam hubungan antartutur fonem /f/ menempati
posisi tengah, seperti pada kata /pagi fajar/.
Konsonan /v/ dalam hubungan tutur, hanya menempati posisi awal saja,
seperti pada kata /visa/, untuk posisi tengah dan akhir tidak ada. Dalam
hubungan dengan tutur konsonan /v/ menempati posisi tengah, seperti pada
kata /lafal vokal/.
Konsonan /s/ menempati semua posisi dalam hubungan dengan tutur.
Pada posisi awal, seperti pada kata /saya/, posisi tengah, pada kata /masa/,
dan posisi akhir seperti pada kata /nanas/; untuk hubungan antara tutur
konsonan /s/ menempati posisi tengah, seperti pada kata /satu sisi/.
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.23
Konsonan /sy/, tidak banyak posisi yang ditempati. Atau pun dengan
kata-kata yang sangat terbatas. Dalam hubungan tutur fonem /sy/, menempati
posisi awal, seperti pada kata /syah/, dan posisi tengah, seperti pada kata
/masyarakat/. Untuk posisi akhir fonem /sy/, tidak didapati. Dalam hubungan
dengan antartutur konsonan /sy/, terdapat pada posisi tengah, seperti pada
kata /tlah syah/.
Konsonan /kh/ menempati tiga posisi dalam tutur, yaitu posisi awal pada
kata /khas/, posisi tengah pada kata /akhir/, dan posisi akhir pada kata
/tarikh/. Pada antartutur terdapat pada posisi tengah, seperti kata /apa khabar/.
Konsonan /h/ menempati semua posisi, yaitu /habis/ untuk posisi awal,
/paha/ untuk posisi tengah, dan /parah/ untuk posisi akhir. Posisi tengah
antartutur pada kata /sudah habis/.
Konsonan /j/ menempati posisi awal pada kata /jari/, posisi tengah pada
kata /ajar/, sedangkan posisi akhir tidak ada. Dalam hubungan antartutur
konsonan /j/ dalam posisi tengah, seperti pada kata /sudah jadi/.
Konsonan /c/ menempati posisi awal dan di tengah dalam tutur, seperti
pada kata /cari/, posisi awal, dan /acar/, pada posisi tengah. Pada akhir tutur
tidak ada. Dalam antartutur konsonan /c/ dalam posisi tengah, seperti pada
kata /anak cacat/.
Konsonan /m/ terdapat dalam semua posisi, awal pada kata /makan/,
tengah pada kata /simpan/, dan /diam/ pada posisi akhir. Untuk antartutur,
dalam posisi tengah seperti pada kata /ruang makan/.
Konsonan /n/ menempati semua posisi dalam tutur, awal, tengah, dan
akhir, seperti pada kata /nama/, /pintu/, dan /kantin/. Posisi tengah antartutur
seperti pada kata /kartu nama/.
Konsonan /ny/ hanya menempati posisi awal, tengah, dalam tutur, seperti
pada kata /nyiur/, /pnyu/. Dalam posisi tengah antartutur, seperti pada kata
/pohon nyiur/.
Konsonan /ng/ terdapat pada semua posisi dalam tutur, seperti kata
/ngarai/ untuk posisi awal, kata /karangan/, untuk posisi tengah, dan /karang/
untuk posisi akhir. Dalam hubungan antartutur, pada posisi tengah, dengan
contoh kata /lembah ngarai/.
Konsonan /r/ menempati posisi awal, seperti kata /raja/, tengah seperti
kata /gardu/, dan akhir pada kata /sabar/. Dalam hubungan antartutur,
konsonan /r/ menempati posisi tengah, seperti kata /rumah raja/.
Konsonan /L/ menempati tiga posisi dalam tutur, yaitu posisi awal, seperti
pada kata /lama/, posisi tengah, seperti pada kata /malam/, dan posisi akhir pada
4.24 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
kata /mahal/. Dalam hubungan antartutur, konsonan /L/ menempati posisi tengah,
seperti pada kata /naskah lama/.
Konsonan /w/ menempati posisi awal tutur, seperti pada kata /waktu/,
tengah tutur /awal/ dan akhir tutur /kalaw/. Dalam antartutur, /w/ menempati
posisi tengah seperti kata /sudah waktu/.
Konsonan /y/ dalam tutur menempati posisi awal, seperti kata /yakin/,
posisi tengah, seperti pada kata /kayu/, dan /sungay/ untuk posisi akhir.
Sedangkan pada antartutur konsonan /y/ menempati posisi tengah, seperti
pada kata /anak yatim/.
Dalam bahasa Indonesia sesungguhnya terdapat banyak gugus konsonan
atau kluster. Namun untuk keperluan Kegiatan Belajar 2 ini tidak semua
kluster disajikan. Di samping itu ada juga kluster yang terdiri atas tiga
konsonan yang disajikan pada halaman berikut (spr, str, skr).
Kluster /bL/ dalam hubungan tutur hanya menempati posisi awal dan
tengah, seperti kata /blangko/ untuk posisi awal, kata /gamblang/, untuk posisi
tengah, sedangkan posisi akhir tutur tidak ada.
Kluster (pL) memiliki posisi awal tutur, seperti pada kata /pleno/, posisi
tengah, seperti pada kata /taplak/, sedangkan posisi akhir tidak ada. Dalam
posisi tengah antar tutur, seperti contoh kata /rapat pleno/.
Kluster /gL/ pada posisi awal tutur, seperti kata /global/, posisi tengah
pada kata /isoglos/. Dalam antar tutur pada posisi tengah, pada kata /dunia
global/.
Kluster /kl/, awal tutur pada kata /klinik/, pada posisi tengah, pada kata
/iklan/, dan pada akhir tutur tidak ada. Dalam antartutur, posisi tengah, pada
kata /ke klinik/.
Kluster /fL/, awal tutur, seperti pada kata /flanel/, posisi tengah pada
kata /inflasi/, tengah antartutur, pada kata /papan flanel/.
Kluster /sL/ pada posisi awal tutur, seperti pada kata /slogan/, posisi
tengah seperti pada kata /asli/ dan dalam antartutur posisi tengah pada kata
/kota slipi/.
Kluster /br/, awal tutur, seperti pada kata /brahmana/, tengah tutur,
seperti pada kata /obral/, tengah tutur, seperti pada kata /obral/, tengah
antartutur pada kata /dua brangkas/.
Kluster /pr/, awal tutur, seperti pada kata /pria/, posisi tengah, seperti
pada kata /april/. Dalam antartutur posisi tengah pada kata /dua pria/
Kluster /tr/, awal tutur pada kata /tragedi/, tengah tutur pada kata /mitra/.
Tengah antartutur, pada kata /ada tragedi/.
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.25
Kluster /dr/, awal tutur, pada kata /drama/, pada tengah tutur /adres/.
Dalam antartutur posisi tengah pada kata /seni drama/.
Di samping itu ada beberapa kluster dengan tiga konsonan, misalnya
/spr/, /str/, /skr/.
Kluster /str/, seperti awal tutur /strategi/, tengah tutur /instruksi/.
Kluster /spr/, awal tutur, pada kata /sprei/, pada posisi lainnya tidak ada.
Kluster /skr/, pada awal tutur, misalnya /skripsi/, dan pada tengah tutur, pada
kata /manuskripsi/.
Konsonan /j/ dan /c/ hanya mempunyai posisi awal saja, seperti pada
kata /a+jar/ dan /a+car/.
Konsonan nasal /m/ dan /n/ memiliki posisi awal dan akhir silaba, seperti
pada kata /ma+sam/ dan /nu+san+ta+ra/.
Konsonan nasal /ny/ hanya menempati awal silaba, seperti pada kata
/nya+ris/, dan konsonan nasal /ng/ terdapat pada awal silaba, seperti pada
/Le+ngang/, demikian pula untuk posisi akhirnya.
Untuk konsonan /L/ dan /r/ keduanya menempati posisi awal dan akhir
silaba, seperti pada kata /La+taL/, dan /ra+dar/.
Untuk konsonan /w/ dan /y/ dalam hubungan silaba hanya menempati
posisi awal suku saja, seperti pada kata /wa+jar/, dan /ya+kin/.
Sebagaimana halnya konsonan tunggal, gugus konsonan atau kluster
menempati awal dan akhir silaba. Berikut ini disajikan beberapa contoh
kluster dalam hubungan dengan silaba.
/bl/, menempati posisi awal silaba, seperti kata /blangko/. Kluster /pl/
memiliki posisi awal suku, seperti pada kata /ta+plak/.
Kluster /pr/, /tr/, dan /dr/ memiliki posisi awal silaba. Seperti pada kata
/pro+kla+ma+si/, /tra+ge+di/, dan /dra+ma/.
Selain itu /ks/ memiliki posisi awal dan akhir silaba, seperti pada kata
/ksa+tri+a/ dan /teks/.
Kluster yang terdiri atas tiga konsonan, misalnya /str/, /spr/, /skr/, posisi-
posisinya dalam silaba, seperti terlihat pada contoh-contoh: /stra+te+gi/,
/spre+i/, /skripsi/.
a. Distribusi Vokal
Dalam hubungannya dengan konsonan, secara garis besar vokal
menunjukkan adanya tiga posisi atau letak, yaitu prakonsonan,
interkonsonan, dan pascakonsonan.
4.28 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
b. Distribusi Konsonan
Dalam hubungan dengan vokal, secara garis besar terdapat tiga posisi,
yaitu pravokalis, intervokalis, dan paskavokalis. Untuk lebih memahami
uraian distribusi konsonan dalam hubungan dengan vokal, berikut disajikan
contoh:
LAT IH A N
1) Distribusi fonem adalah letak atau posisi suatu fonem dalam satuan
yang lebih besar.
2) Terdapat empat cara dalam menentukan distribusi fonem yaitu (1)
berhubungan dengan tutur (2) hubungan dengan morfem, (3) hubungan
dengan silaba, dan (4) hubungan dengan vokal atau konsonan.
3) Distribusi fonem berhubungan dengan tutur, maksudnya posisi atau
letak suatu fonem dalam suatu kata sebagai satuan tutur.
4) Distribusi fonem berhubungan dengan morfem maksudnya letak atau
posisi suatu fonem berada baik dalam baik dalam morfem bebas
maupun morfem terikat.
5) Terdapat persamaan antara distribusi fonem dalam tutur dan distribusi
fonem dalam morfem bebas. Hal ini dikarenakan satuan tutur itu berupa
kata dari morfem bebas.
Contoh:
dalam tutur dalam morfem bebas
/t/ /tulis/ /tulis/
/atas/ /atas/
/ikut/ /ikut/
/p/ /pala/ /pala/
/apa/ /apa/
/siap/ /siap/
/u/ /ulang/ /ulang/
/surat/ /surat/
/arus/ /arus/
/a/ /aman/ /aman/
/aman/ /aman/
/salam/ /salam/
6) Dalam setiap silaba vokal berfungsi sebagai puncak silaba, atau inti
silaba. Hal ini dikarenakan kualitas vokal lebih nyaring atau tingkat
sonoritasnya lebih tinggi daripada konsonan.
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.31
R A NG KU M AN
1. Distribusi fonem adalah letak atau posisi suatu fonem dalam suatu
satuan yang lebih besar yaitu tutur, morfem, atau kata.
2. Dalam satuan yang lebih besar dari fonem itu, terdapat tiga posisi
untuk setiap fonem, yaitu posisi awal (inisial), posisi tengah
(medial), dan posisi akhir (final).
3. Sebuah fonem berdistribusi awal apabila letaknya terdapat pada
awal satuan itu dan disebut berdistribusi medial, apabila fonem itu
terletak di tengah satuan itu, serta berdistribusi final, bila fonem itu
terletak pada akhir satuan itu.
4. Terdapat empat cara menentukan distribusi suatu fonem, yaitu
dalam tutur, dalam morfem dan, dalam silaba, serta hubungan
urutan vokal atau konsonan.
5. Dalam hubungan dengan silaba, fonem-fonem itu dapat berposisi
sebagai tumpu (awal silaba), inti atau puncak silaba, dan koda (akhir
suku).
6. Setiap vokal hanya berfungsi sebagai inti atau puncak silaba.
7. Setiap konsonan hanya berfungsi sebagai tumpu atau koda.
8. Tidak setiap konsonan menempati distribusi akhir (final).
4.32 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
TES F OR M AT IF 2
1) Tiap fonem dalam suatu tutur memiliki distribusi dalam suatu satuan
bahasa, yang berarti…
A. Uraian dari suatu fonem C. Posisi atau letak fonem
B. Bagian dari suatu fonem D. Makna suatu fonem
3) Salah satu cara dalam menentukan distribusi fonem adalah silaba atau …
A. kelompok kata C. kalimat
B. kata D. suku kata
5) Vokal yang berdistribusi awal dan akhir tutur terdapat pada kata…
A. antene C. antara
B. gerhana D. ketombe
10) Konsonan yang terdapat pada posisi intervokalis terdapat pada kata…
A. aman C. amin
B. ampun D. umpan
Kegiatan Belajar 3
Variasi Fonem
A. VARIASI ALOFONIS
Vokal /i/ mempunyai dua alofon (dua variasi fonem), yaitu [i] dan [I].
vokal /i/ dilafalkan [i] jika terdapat pada suku kata buka (opened sylabic),
atau suku kata tutup (closed sylabic) yang diakhiri dengan fonem nasal /m/,
/n/, /ŋ/.
Contoh untuk hal ini adalah [tari], dan [gigi], untuk suku buka, dan
[simpan], [pintar], [singgah] untuk suku tutup.
Vokal /i/ dilafalkan sebagai [I] bila terdapat pada suku tutup.
Contoh [tarI?] dan [gigIh]
Vokal /e/ memiliki dua alofon, yaitu [e] dan []. Vokal /e/ dilafalkan [e]
bila terdapat pada suku kata buka, seperti pada kata [se+rong], [so+re]. Vokal
4.36 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
/e/ dilafalkan [] jika terdapat pada suku kata tutup akhir, seperti pada kata
[nn?], [bb?]
Vokal // hanya memiliki satu alofon saja yang terdapat pada suku kata
tutup dan suku kata tutup akhir, seperti pada kata [nam], [ntah], [prgi],
dan [bkrja].
Vokal /u/ mempunyai dua alofon, yaitu /u/ dan /U/. Vokal /u/, jika
terdapat pada suku kata buka atau suku kata tutup yang berakhir dengan
konsonan nasal /m/, /ŋ/, atau /n/, seperti pada kata [upah], [tukaŋ], [bantu].
Vokal /u/ dilafalkan /U/ jika terdapat pada suku kata tutup, seperti pada kata
[waruŋ], [rumpUn], [laŋsuŋ].
Vokal /a/ dilafalkan sebagai [a], dan tidak memiliki alofon, baik pada
suku kata buka maupun suku tutup, seperti pada kata [aman], [susah].
Vokal /o/ mempunyai dua alofon, yaitu [o], dan [ ]. Vokal /o/ dilafalkan
[o] jika terdapat pada suku kata buka, seperti pada kata [soto], [toko]. Vokal
/o/ dilafalkan [ ] jika terdapat pada suku tutup, seperti pada kata [t k h], [p
h n].
tak lepas dan global [?] pada iklim kata atau akhir suku, seperti pada kata
[pak<sa], [tida?].
Fonem /g/ mempunyai dua alofon, yaitu [g], dan [k]. Dilafalkan sebagai
[g] pada awal suku atau awal kata, seperti [gula], [ragu], dan dilafalkan
sebagai [k] bila terdapat pada akhir kata, seperti pada kata [gudk ].
Fonem [f] memiliki satu alofon, yaitu [f], pada posisi awal, tengah, dan
akhir suku atau akhir kata, seperti pada kata [faktual], [infak] dan [positif].
Fonem /s/ memiliki satu alofon, yaitu [s] yang terdapat pada awal,
tengah, dan akhir kata, seperti pada contoh [sama], [pasti] dan [ruas].
Fonem /z/ mempunyai satu alofon, yaitu [z] yang terdapat pada awal
suku kata, seperti pada contoh [zakat], [izin].
Fonem [sy] memiliki satu alofon, yaitu [sy] tiada awal suku kata, seperti
pada kata [syukur], [masyarakat].
Fonem /h/ mempunyai dua alofon, yaitu [h] bersuara, pada awal dan
akhir suku kata seperti [harus], [rumah], dilafalkan sebagai [h] tak bersuara
dalam posisi intervokalik, seperti pada kata [tahu], [tahi].
Fonem /c/, mempunyai satu alofon, yaitu [c] yang terdapat pada awal
suku kata, seperti [cu + ci]
Fonem /j/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu [j], yang terdapat pada
awal kata, seperti kata [jan + ji]. Pada sebuah kata pungut dari bahasa Arab,
fonem /j/ beralofon [j] pada akhir suku kata, seperti kata [mi’raj].
Fonem /m/ mempunyai satu alofon yang terdapat pada awal, tengah, dan
akhir kata, yaitu dilafalkan [m], seperti pada kata [malang], [sumpah], dan
[salam].
Fonem [n] mempunyai satu alofon, yaitu [n], yang terdapat pada awal,
tengah, dan akhir kata, seperti pada kata [nama], [anak], dan [ikan].
Fonem [n] mempunyai satu alofon, yaitu [n] yang diikuti fonem /j/, /c/,
dan /s/ yang dalam ejaan dilambangkan sebagai <n>, seperti pada kata
[panjang], [inci], [mansyur].
Fonem /c/ mempunyai satu alofon, yakni [r] terdapat pada awal, tengah,
dan akhir kata seperti kata [raja], [kartu], dan [pusar].
Fonem /L/ mempunyai satu alofon [L] yang terdapat pada awal, tengah,
dan akhir kata, seperti pada kata [lama], [salju], [mahal].
Fonem /w/ hanya mempunyai satu alofon, yaitu [w], seperti pada awal,
tengah kata, pada contoh [wajar], [jawab]. Pada akhir satu bagian dari
diftong [kalauw].
4.38 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Fonem /y/ mempunyai satu alofon, yaitu [y], yang terdapat pada awal
dan tengah kata, seperti [yakin], [payung], dan pada akhir suku sebagai
bagian dari diftong [lantaiy].
B. VARIASI BEBAS
Variasi antara /o/ dan / / serta /e/ dan // pada pasangan minimal ini
tidak mengubah makna, artinya maknanya tetap sama.
Variasi /u/ dan / /
Variasi bebas antara /u/ dan / / terdapat pada pasangan minimal.
talur
tl r
Variasi /u/ dan / / pada pasangan minimal di atas tidak mengubah
makna, artinya tetap sama.
Variasi /i/ dan / e / atau //
Variasi bebas antara /i/ dan /e/ atau / / terdapat pada pasangan minimal.
/kmarin/ / kmren/
/kmarn/
Variasi bebas antara /i/ dan / e / atau // pada pasangan minimal di atas,
tidak mengubah makna, artinya maknanya tetap sama.
LAT IH A N
10) Fonem /L/ dan /d/ bukan variasi bebas pada pasangan
[latar]
[datar]
karena membedakan makna.
R A NG KU M AN
1. Variasi fonem terjadi karena posisi atau letak suatu fonem dalam
suatu kata atau suku kata yang merupakan lingkungannya.
2. Variasi fonem disebut juga variasi alofonis, yaitu alofon atau
realisasi fonem dalam suatu lingkungan.
3. Variasi bebas adalah variasi fonem, yang tidak mengubah makna
pada suatu lingkungan tertentu.
4. Variasi bebas dapat terjadi karena ketidaksengajaan atau karena
dialek.
TES F OR M AT IF 3
Tes Formatif 1
1) D secara umum, lihat kembali Rangkuman Kegiatan Belajar 1
2) D tertentu membedakan makna, fonem berfungsi membedakan makna
dalam bahasa tertentu.
3) A karena bunyi-bunyi hambat [b, d, g] tidak bervariasi seperti bunyi-
bunyi pada jawaban B dan C sedangkan jawaban D terlalu khusus.
4) C bunyi lateral termasuk kajian fonemik karena ada pada hampir
semua bahasa dan berfungsi membedakan makna, bervariasi.
5) C fonemisasi, yaitu teknik atau cara menemukan status fonem.
6) C pasangan minimal, yaitu pasangan yang mengkontraskan bunyi
terkecil yang membedakan makna.
7) D satu bunyi yang tidak sama, yaitu yang membedakan makna,
jawaban A, B, C salah.
8) C perwujudan segmentasi kalimat atas satuan bunyi yang terkecil.
9) B /s/ dan /m/ karena dua bunyi terkecil inilah yang berbeda makna.
10) B balas dan belas, jawaban A, C dan D tidak betul.
Tes Formatif 2
1) C jawaban A, B dan D tidak tepat
2) D lihat rangkuman butir 4 sebelum tes formatif 2
3) D silaba artinya sama dengan suku kata
4) B yang menentukan batasan suatu silaba adalah ritme
5) C yaitu vokal a, jawaban A, B dan D memiliki vokal awal dan akhir
yang berbeda
6) B jawaban A, C dan D konsonan awal dan tengah berbeda
7) B jawaban A, C dan D bukan diftong
8) C mengandung 3 unsur silaba yaitu onset, puncak dan koda.
9) B vokal a pada taksir diapit oleh dua konsonan, t dan k jawaban A, C,
dan D tidak betul.
10) A konsonan m diapit oleh dua vokal yaitu a dan i, jawaban B, C, dan D
tidak betul.
⚫ PBIN4102/MODUL 4 4.45
Tes Formatif 3
1) D kata/suku kata yaitu lingkungan terdekat dengan satuan bunyi
terkecil, jawaban A, B, C tidak betul.
2) C saling mengecualikan, jawaban A, B dan D tidak tepat. Lihat
Petunjuk Jawaban Latihan nomor 3.
3) C // hanya memiliki satu alofon.
4) C yang pasti mempunyai dua alofon ialah /u/
5) C [e] dan []. Lihat penjelasan variasi alofonis pada Kegiatan Belajar
3, khususnya tabel alofon vokal dengan contohnya.
6) D /k/, yaitu /k/, /k>/ dan /?/ sedangkan konsonan lain tidak sampai
sebanyak ini memiliki alofon.
7) B [k] pada posisi akhir, bukan pada posisi lain seperti jawaban A, C,
dan D.
8) A [ijazah], jawaban B, C, dan D bukan contoh yang benar.
9) C [watas] dan [batas]. Lihat kembali uraian Variasi Bebas sebelum
latihan.
10) B pengaruh dialek; jawaban A, C dan D tidak betul.
4.46 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Glosarium
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan (Peny.) 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Parera, Jos Daniel. 1983. Fonetik dan Fonemik. Ende, Flores: Nusa Indah.
Bunyi Bahasa
Achmad H.P.
Krisanjaya
PEN D A HU L UA N
S audara, Modul 5 ini merupakan kelanjutan dari Modul 4 yang telah Anda
pelajari sebelumnya. Pada Modul 1 yang lalu Anda telah memperoleh
hakikat dan dasar-dasar fonologi, pada Modul 2 Anda telah memperoleh
hakikat fonetik, pada Modul 3 Anda telah memperoleh tulisan fonetis, pada
Modul 4 yang baru saja berlalu Anda telah memperoleh hakikat fonemik, dan
pada Modul 5 ini Anda akan memperoleh tata bunyi dan struktur bunyi
bahasa.
Setelah menyelesaikan modul ini Anda diharapkan memiliki kemampuan
sebagai berikut,
1. dapat menyebutkan tata bunyi bahasa Indonesia.
2. dapat menjelaskan ejaan di dalam bahasa Indonesia.
3. dapat menjelaskan struktur bunyi bahasa Indonesia.
4. dapat menerapkan kluster dan diftong di dalam silaba bahasa Indonesia.
Kemampuan Anda untuk dapat memahami tata bunyi dan struktur bunyi
ini penting. Anda kelak harus dapat menjelaskan perbedaan antara fonem,
alofon, dan grafem serta hubungan di antaranya. Sebagai guru nanti Anda
juga harus dapat menjelaskan pola suku kata bahasa Indonesia yang asli
maupun pungutan, serapan, dan pinjaman. Kemampuan Anda menguasai hal
tersebut menjadikan fonologi sebagai ilmu yang memberikan manfaat, kelas
menjadi menarik, dan menyenangkan. Jadi, Anda harus menguasai terlebih
dahulu Modul 1 hingga Modul 4 sebagai dasar bagi Modul 5 ini. Ikutilah
urutan kegiatan belajar di dalam Modul 5 ini. Jika Anda melakukan
pengacakan belajar menurut urutan kegiatan belajar yang dianjurkan maka
Anda akan mendapat kesulitan.
5.2 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Kegiatan Belajar 1
J ika Anda berhenti di tempat pengisian bahan bakar atau SPBU, Anda akan
menjumpai tulisan di bawah ini.
DILARANG MEROKOK
Nah, tahukan Anda ada berapa fonem pada tulisan yang merupakan larangan
di atas? Ada berapa huruf? Apakah ada bunyi nasal di sana? Ya, mari kita
coba membahasnya.
Orang sering mengacaukan konsep fonem dengan huruf, begitu juga
hubungan antara keduanya. Jangan lupa bahwa fonem adalah satuan bunyi
bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk
menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus
dicari pasangan minimalnya. Caranya adalah mencari dua buah kata yang
mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda, sedangkan yang lainnya sama.
Apabila ternyata pada kedua kata itu memiliki makna yang berbeda, maka
kedua kata itu adalah dua buah fonem yang berbeda.
Jadi, pada tulisan di atas kita menemukan empat fonem vokal, yaitu /i/,
/a/, //, dan / / serta enam fonem konsonan /d/, /l/, /r/, /m/, /n/, dan /k/.
Sebaliknya, kita menemukan tujuh huruf konsonan, yaitu <d, g, k, I, m, n, r>
dan empat huruf vokal, yaitu < a, i, e, o >. Selain itu, kita juga menjumpai
ada satu nasal yaitu /n/.
Ketahuilah bahwa fonem merupakan konsep yang abstrak. Di dalam
pertuturan fonem direalisasikan dalam bentuk alofon-alofon, tentu saja yang
sesuai dengan lingkungan tempat kehadiran fonem itu. Di dalam kajian
fonologi, alofon-alofon yang merupakan realisasi sebuah fonem, dapat saja
dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik.
Transkripsi fonetik adalah penulisan pengubahan menurut bunyi, dan
tandanya adalah [...]. Di dalam transkripsi fonetik ini setiap alofon, termasuk
unsur-unsur suprasegmentalnya, dapat digambarkan secara tepat. Adapun
transkripsi fonemik adalah penulisan pengubahan menurut fonem, dan
tandanya adalah /.../. Di dalam transkripsi fonemik penggambaran bunyi-
bunyi itu menjadi kurang akurat. Hal ini dikarenakan alofon-alofon yang
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.3
bunyinya jelas tidak sama dari sebuah fonem dilambangkan dengan lambang
yang sama. Di sini yang dilambangkan adalah fonemnya, bukan alofonnya.
Sebagai contoh, alofon [o] dan [ ] dari fonem /o/ bahasa Indonesia
dilambangkan dengan huruf yang sama, yaitu huruf <o>. Coba bandingkan
pelafalan huruf <o> pada kata toko dan tokoh. Begitu juga alofon [k] dan [?]
dari fonem /k/ dilambangkan dengan huruf yang sama, yaitu huruf <k>. Coba
bandingkan pelafalan huruf <k> pada kata makna dan fak.
Lalu apa itu transkripsi ortografis? Transkripsi ortografis adalah
penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku
pada suatu bahasa. Jadi transkripsi ortografis pada dasarnya adalah penulisan
pengubahan menurut huruf dan ejaan suatu bahasa. Transkripsi ortografis
lebih tidak akurat lagi daripada dua hal yang telah kita bahas.
Dari berbagai uraian terdahulu Anda jadi tahu bahwa bahasa Indonesia
mengikuti kaidah kebahasaan seperti yang ada pada bahasa umumnya. Akan
tetapi, kaidah bahasa yang satu tidak sama dengan kaidah bahasa yang lain.
Di dalam hal penulisan, kita memiliki kaidah tersendiri. Itu karena pada
hakikatnya setiap masyarakat mengembangkan kaidah bahasanya masing-
masing. Pada akhirnya hal itu akan membedakan bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain. Pengaturan bunyi menjadi kata atau suku kata dan
penggunaan aspek suprasegmental kita tentukan secara konvensi.
Seperti Anda ketahui, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua dalam
urutan pemerolehannya bagi sebagian besar orang Indonesia yang digunakan
dalam berbagai situasi. Pada situasi yang tak resmi, banyak orang Indonesia
menggunakan bahasa daerahnya. Sebagai akibat masyarakat diglosia, bahasa
Indonesia mengenal diasistem, yaitu adanya dua sistem atau lebih dalam tata
bunyi, karena tata bunyi sebagian bahasa daerah di Indonesia cukup besar
perbedaannya dengan bahasa Indonesia. Gejala diasistem dalam bahasa
Indonesia dapat diterima orang dalam batas tertentu. Misalnya pelafalan kata
toko sebagai [toko] atau [t k ] kelihatannya biasa saja. Demikian pula kata
kebun yang diucapkan sebagai [kbun] atau [kbon], juga biasa.
Nah, sekarang apakah Anda mengerti hakikat ejaan? Pengertian ejaan
dalam arti khusus adalah pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf,
baik berupa huruf demi huruf maupun huruf yang telah disusun menjadi kata,
kelompok kata, atau kalimat. Dalam arti umum ejaan memiliki pengertian
keseluruhan ketentuan yang mengatur perlambangan bunyi bahasa, termasuk
pemisahan dan penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunaan
tanda baca.
5.4 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Nah sekarang tahukah Anda apa saja yang tercakup di dalam ejaan. Di
dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dirinci hal-hal sebagai berikut.
1. Pemakaian huruf
a. Huruf abjad.
b. Huruf vokal.
c. Huruf konsonan.
d. Huruf diftong.
e. Gabungan huruf konsonan.
f. Pemenggalan kata.
2. Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
a. Huruf kapital atau huruf besar.
b. Huruf miring.
3. Penulisan kata
a. Kata dasar.
a. Kata turunan.
b. Bentuk ulang.
c. Gabungan kata.
d. Kata ganti -ku, kau-,-mu, dan –nya.
e. Kata depan di, ke, dan dari.
f. Kata si dan sang.
g. Partikel.
h. Singkatan dan akronim.
i. Angka dan lambang bilangan.
4. Penulisan unsur serapan
5. Pemakaian tanda baca
a. Tanda titik.
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.5
b. Tanda koma.
c. Tanda titik koma.
d. Titik dua.
e. Hubung.
f. Pisah.
g. Elipsis.
h. Tanya.
i. Seru.
j. Kurung.
k. Kurung siku.
l. Petik.
m. Petik tunggal.
n. Garis miring.
o. Penyingkat (apostrof).
Sekarang, tahukan Anda apa itu suku kata? Suku kata adalah bagian kata
yang diucapkan dalam satu hembusan nafas dan umumnya terdiri atas
beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan nafas:
satu untuk da- dan satunya lagi untuk -tang. Karena itu, datang terdiri atas
dua suku kata. Tiap-tiap suku terdiri atas dua dan tiga bunyi.
Suku kata dalam bahasa Indonesia selalu memiliki vokal yang menjadi
puncak suku kata. Puncak itu dapat didahului dan diikuti oleh satu konsonan
atau lebih, meskipun dapat terjadi bahwa suku kata hanya terdiri atas satu
vokal atau satu vokal dengan satu konsonan. Beberapa contoh suku kata
adalah sebagai berikut.
pergi per-gi kepergian ke-per-gi-an
ambil am-bil dia di-a
Jika Anda lihat di atas, ada suku, seperti -gi dalam pergi dan di- dalam
dia. Suku kata yang berakhir dengan vokal, (K)V, seperti itu disebut suku
kata terbuka dan suku kata yang berakhir dengan konsonan, (K)VK, disebut
suku kata tertutup.
5.6 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT I F 1
9) Bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan nafas dan umumnya
terdiri atas fonem disebut....
A. ejaan C. transkripsi
B. grafem D. suku kata
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.9
Kegiatan Belajar 2
Bagan 5.1
Diftong Naik Bahasa Indonesia
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.11
rumah ru-mah
merumahkan me-ru-mah-kan
ambil am-bil
dia di-a
5.12 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
Kata di dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih,
misalnya ban, bantu, membantu, memperbantukan. Seberapa pun panjangnya
suatu kata, wujud suku yang membentuknya akan mempunyai struktur dan
kaidah pembentukan yang lebih sederhana. Masih ingat bukan? Suku kata
yang berakhir dengan vokal, (K)V disebut suku terbuka dan suku kata yang
berakhir dengan konsonan, (K)VK disebut suku tertutup.
Di dalam bahasa Indonesia suku kata dapat terdiri atas
1) satu vokal (V), misalnya tu-a, a-ku,
2) satu vokal dan satu konsonan (VK), misalnya am-bil, ke-il-mu-an,
3) satu konsonan dan satu vokal (KV), ma-sa-lah, mur-ka,
4) satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan (KVK), misalnya pak-sa,
ru-sak,
5) dua konsonan dan satu vokal (KKV), misalnya dra-ma, slo-gan,
6) dua konsonan, satu vokal, dan satu konsonan (KKVK), misalnya trak-
tor, kon-trak,
7) satu konsonan, satu vokal, dan dua konsonan (KVKK), misalnya mo-
dern, teks-til,
8) tiga konsonan dan satu vokal (KKKV), misalnya stra-te-gi,
9) tiga konsonan, satu vokal, dan satu konsonan (KKKVK), misalnya in-
struk-si,
10) dua konsonan, satu vokal, dan dua konsonan (KKVKK), misalnya kom-
pleks,
11) satu konsonan, satu vokal, dan tiga konsonan (KVKKK), misalnya
korps.
Di atas Anda telah mendapatkan struktur kluster dalam suku kata. Jangan
terkecoh dengan deretan konsonan yang bukan kluster. Deretan dua konsonan
yang biasa dalam bahasa Indonesia, misalnya
/mp/ empat, pimpin, tampuk,
/mb/ ambil, gambar, ambang,
/nt/ untuk, ganti, pintu,
/nd/ indah, pendek, pandang,
/nc/ lancar, kunci, kencang.
Apa manfaat dari mengetahui struktur bunyi bahasa di atas? Ya, paling
tidak Anda akan mengetahui bagaimana pemenggalan kata itu. Memang pada
dasarnya pemenggalan kata berhubungan dengan kata sebagai satuan tulisan
sedangkan penyukuan kata bertalian dengan kata sebagai satuan bunyi
bahasa. Yang perlu diingat, pemenggalan tidak selalu berpedoman pada lafal
kata.
Faktor lain yang penting adalah kesatuan pernapasan pada kata tersebut.
Kata nakal misalnya jika dilihat dari segi pola sukunya kelihatannya layak
untuk dipenggal menjadi nak dan al karena dalam bahasa Indonesia pola
suku kata KVK (nak) dan VK (al) memang ada. Tetapi, jika kita
memperhatikan hembusan nafas waktu mengucapkan kata itu akan dirasakan
bahwa hembusan nafas yang pertama berakhir pada na, sedangkan hembusan
yang kedua tidak dimulai dengan al, tetapi dengan kal. Karena itu, pemisahan
yang benar adalah na-kal dan bukan nak-al.
Kita harus pula menghindari pemenggalan pada akhir kata yang hanya
terdiri atas satu huruf saja. Dengan demikian, meliputi dapat dipenggal
menjadi me-liputi, tetapi tidak boleh menjadi meliput-i karena huruf -i
menjadi berdiri sendiri. Aturan mengenai pemenggalan kata ini dapat Anda
5.14 Fonologi Bahasa Indonesia ⚫
LAT IH A N
Kata Pemenggalan
abdimu …-…-…
berarti …-…-…
menangani …-…-…-…
dengan …-…
bendungan …-…-…
R A NG KU M AN
Pada waktu melafalkan diftong, posisi lidah bunyi yang satu dengan
yang lain saling berbeda menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian
lidah yang bergerak, serta langit-langitnya. Diftong dapat diklasifikasi-
kan menjadi tiga, yaitu diftong naik, diftong turun, dan diftong memusat.
Diftong naik atau menutup dihasilkan dengan cara vokal yang kedua
diucapkan dengan posisi lidah lebih tinggi daripada vokal yang pertama,
strukturnya semakin tertutup. Bahasa Indonesia memiliki tiga jenis
diftong naik, yaitu 1) diftong naik-menutup-maju [aI], misalnya dalam
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.15
TES F OR M AT IF 2
1) Vokal kedua diucapkan dengan posisi lidah lebih tinggi daripada vokal
pertama menghasilkan diftong ….
A. turun C. memusat
B. naik D. maju
3) Deretan dua konsonan atau lebih yang tergolong ke dalam satu suku kata
yang sama terdapat pada kata ….
A. praktis C. cipta
B. harga D. aksi
4) Suku kata yang memiliki struktur dua konsonan dan satu vokal terdapat
pada kata ….
A. traktor C. slogan
B. kontrak D. modern
5) Suku kata yang memiliki struktur tiga konsonan, satu vokal, dan satu
konsonan terdapat pada kata ….
A. strategi C. instruksi
B. kompleks D. struktur
6) Konsonan rangkap pada akhir suku kata tidak ada dalam bahasa
Indonesia sehingga pada pelafalannya dihilangkan satu konsonan,
misalnya ….
A. mars C. korps
B. lift D. ons
7) Jika terdapat tiga konsonan dalam satu suku kata maka, konsonan
pertama selalu ….
A. /s/ C. /t/
B. /p/ D. /r/
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.17
Tes Formatif 1
1) C fonem, fungsional berarti membedakan arti, misalnya bunyi a pada
apa dan i pada api
2) B fonem, secara fungsional seperti contoh Tes Formatif 1 nomor 1 di
atas.
3) A Pilihan B merupakan suku kata, pilihan C adalah pelambangan
fonem.
4) B Pilihan A merupakan realisasi fonem dalam ujaran, pilihan C adalah
suku kata, sedangkan pilihan D adalah menurut fonemnya.
5) D Pilihan A untuk transkripsi fonetik, pilihan B transkripsi ortografis,
sedangkan pilihan C untuk huruf.
6) A transkripsi fonemik: penulisan pengubahan menurut fonem,
tandanya adalah /…/.
7) D Pilihan B tidak ada dalam fonologi, pilihan A dan C menurut bunyi
dan fonemnya.
8) C ejaan: pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf.
9) D suku kata: bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan nafas.
10) D suku kata terbuka ialah suku kata yang berakhir dengan vokal (K)V
yaitu be pada bekas.
Tes Formatif 2
1) B diftong naik, pilihan D bukan merupakan jenis diftong. Pilihan A
justru kebalikan daripada pilihan B.
2) D pakai pilihan A dan C merupakan diftong naik menutup mundur
sedangkan pilihan B bukan diftong bahasa Indonesia.
3) A pilihan B, C, dan D bukan kluster tetapi merupakan deret konsonan.
4) C slo pada slogan, KKV-KVK
5) C pilihan A dan D memiliki pola KKKV sedangkan pilihan B
memiliki pola KKVKK.
6) B lift diucapkan lif sering terjadi.
7) A Pilihan B dan C menjadi konsonan urutan kedua sedangkan pilihan
D adalah konsonan urutan ketiga.
⚫ PBIN4102/MODUL 5 5.19
Glosarium
Daftar Pustaka
PEN D A HU L UA N
P ada modul sebelumnya Anda telah mempelajari tatabunyi dan ejaan serta
struktur bunyi bahasa. Pada modul ini akan Anda pelajari bagaimana
bunyi-bunyi bahasa itu dianalisis dan diuraikan. Bunyi-bunyi yang secara
fonetik banyak itu harus dapat ditentukan menjadi bunyi-bunyi yang
fungsional saja dalam suatu bahasa.
Bunyi-bunyi itu ada kalanya tetap sebagai bunyi tunggal, ada pula yang
mengalami perubahan baik bermakna maupun tak bermakna.
Dalam modul ini akan Anda pelajari bagaimana bunyi-bunyi dianalisis
dan diuraikan. Bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu melakukan perubahan atau
pertukaran dalam pelaksanaan ujaran.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menganalisis
fonemis bahasa Indonesia.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan:
a. Analisis dan varians fonem
(1) analisis fonem.
(2) varians fonem.
b. Perubahan fonem
(1) asimilasi fonemis.
(2) desimilasi fonemis.
6.2 Fonologi Bahasa Indonesia
Kegiatan Belajar 1
A. ANALISIS FONEM
Cara yang paling mudah untuk menerapkan hipotesis kerja itu ialah
dengan mencari pasangan minimal. Dari pasangan minimal itu agar segera
dapat diketahui, bahwa bunyi-bunyi yang miring. Secara fonetis mirip, jika
terdapat di dalam pasangan minimal menunjukkan fonem-fonem yang
berbeda. Pasangan-pasangan berikut memperlihatkan dengan segera, bahwa
bunyi-bunyi yang berbeda di dalam pasangan-pasangan itu merupakan
fonem-fonem yang berlainan.
[paran] “parang” - /p/
[baran] “barang” - /b/
[tiri] “tiri” - /t/
[diri] “diri” - /d/
[sari] - /i/
[sate] - /e/
(2) Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat di dalam distribusi
yang komplementer, harus dimasukkan ke dalam kelas-kelas bunyi
(fonem) yang sama.
Hipotesis (1) memilah bunyi-bunyi menjadi fonem-fonem yang
berlainan, sedangkan hipotesis (2) merupakan kebalikannya, yakni
menyatukan bunyi-bunyi menjadi fonem yang sama. Misalnya, dalam
bentuk-bentuk [kata], [tida?], dan [sukar] berada dalam distribusi yang
komplementer. Fonem /k/ yang berada di awal kata dan di tengah kata
diucapkan [k], tetapi di akhir kata cenderung diucapkan glotal [?]. Dalam hal
ini, bunyi [k] dan [?] pada kondisi tersebut termasuk fonem yang sama /k/.
Bunyi [?] merupakan alofon dari fonem /k/.
Di samping itu dalam bentuk-bentuk yang lain, misalnya [mpaŋ],
[tatap], [sIsa], [sIs oran], yang menerangkan bahwa pepet [] yang secara
fonetis mirip dengan bunyi [I] terdapat di tempat yang tidak pernah
ditempati oleh bunyi [I], dan begitupun sebaliknya bunyi [I] tidak pernah di
dalam lingkungan bunyi [ ] yang ditempati. Dengan kata lain bunyi [ ] dan
[ ] berada dalam distribusi yang saling mengecualikan atau berdistribusi
komplementer. Dengan distribusi komplementer ini fonem [] dan [I]
hendaknya digolongkan ke dalam kelas bunyi yang sama atau fonem yang
sama. Norma fonem dari kedua bunyi itu hendaklah dipilih yang secara
6.6 Fonologi Bahasa Indonesia
distribusi paling sedikit dibatasi. Dalam hal ini [] lebih terbatas distribusinya
daripada [I]. Oleh karena itu, [] lalu ditetapkan sebagai fonem dan [I]
merupakan salah satu dari variannya.
Dari uraian di atas Anda pastilah memahami bahwa cara-cara analisis
fonem dengan menggunakan hipotesis kerja (1) menemukan fonem, dan
hipotesis kerja (2) menemukan alofon, yang dilandasi dua premis tentang
bunyi, dapat dijadikan dasar untuk melakukan uraian fonem suatu bahasa.
B. URAIAN FONEM-FONEM
[keras] [paras]
[t ras] [bras]
[lima] [tanah]
[satu] [akal]
[sudu] [timah]
[tanah] [hati]
Pertama
Kita catat bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip:
[p] – [b] [c] – [j] [ ] - [I]
[t] – [d] [n] – [ŋ]
[l] – [r] [k] – [g]
[m] – [n] [] – [a]
Kedua
Bunyi selebihnya yang secara fonetis tidak mirip adalah [s], [h], [I], [n]
Ketiga
Penerapan hipotesis kerja (1), dengan dasar kontras karena lingkungan
yang sama, bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dikategorikan sebagai
fonem yang berbeda.
[pagi]
[bagi]
/p/ dan /b/ adalah fonem yang berbeda.
[tari]
[dari]
/t/ dan /d/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[curang]
[jurang]
/c/ dan /j/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
6.8 Fonologi Bahasa Indonesia
[kita]
[gita]
/k/ dan /g/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[akal]
[akar]
/L/ dan /r/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[timah]
[tanah]
/m/ dan /n/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[tanah]
[tŋah]
/n/ dan /ŋ/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[sraŋ]
[saraŋ]
/ / dan /a/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
Keempat
Penerapan hipotesis kerja (2), dengan dasar lingkungan yang komplementer,
anggaplah bunyi-bunyi secara fonetis mirip itu sebagai fonem yang sama.
[sba?] [sIsa]
[sraŋ]
[tnah]
[bras]
[kras]
Dari data di atas [I] terdapat di antara /S/ bunyi sibilan, sedangkan [] di
lingkungan yang lain. Keduanya terdapat dalam lingkungan yang saling
mengecualikan (komplementer), dan karenanya merupakan fonem yang
sama. Norma fonem adalah [], dengan alofon atau varian-varian [ ] dan [].
Kelima
Bunyi-bunyi yang tidak kontras maupun dalam distribusi komplementer
yaitu /s, /n/, /i/, /u/ dianggap berstatus fonem.
PBIN4102/MODUL 6 6.9
Dari uraian kelima tahap dari data yang terbatas di atas, diperoleh
fonem-fonem /p, b, t, d, c, k, g, L, r, m, n, ŋ, s, h/ untuk konsonan, dan /, a, i,
u/ untuk vokal.
Contoh:
Data Bahasa Palembang
[tgp] “tegap”
[tkp] “mendekap”
[sbat] “memukul”
[spat] “sepat”
[pde] “pedih”
[pte] “petai”
[ba?] “ayah”
[bak] “bak”
[cagi] “cari”
[jagi] “jari”
[ nmu ] “menemukan”
[ mu ] “mengulum”
[ kcp] “kecap”
[ kacap] “banjir”
[ moton] “membakar”
[ mot ŋ] “memotong”
Pertama
Kita catat bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip.
[g] – [k] [c] – [j]
[p] – [b] [n] – [n]
[d] – [t] [] – [a]
[?] – [k] [o] – []
6.10 Fonologi Bahasa Indonesia
Kedua
Tidak ada
Ketiga
Penerapan hipotesis kerja (1), dengan dasar, kontras karena lingkungan
yang sama, bunyi-bunyi yang secara fonetik mirip dikategorikan sebagai
fonem-fonem yang berbeda.
[ tqp] “tegap”
[ tkp] “mendekap”
/g/ dan /k/ adalah fonem, fonem yang berbeda.
[ spat ] “sepat”
[ sbat ] “memukul”
/p/ dan /b/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[ pde] “pedih”
[ pte ] “petai”
/d/ dan /t/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[ba?]
[bak]
/?/ dan /k/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[ cagi ] “cari’
[ jagi ] “jari”
/c/ dan /j/ adalah fonem-fonem yang berbeda.
[ nmu ] “mendapatkan”
[ŋamu] “mengulum”
/ n / dan / ŋ / adalah fonem-fonem yang berbeda.
[ kcap] “kecap”
[ kacap] “banjir”
/ / dan / a / adalah fonem-fonem yang berbeda.
[ moton] “membakar”
[ m t n] “memotong”
/o/ dan / / adalah fonem-fonem yang berbeda.
PBIN4102/MODUL 6 6.11
Keempat
Tidak ada
Kelima
Jadi fonem-fonem bahasa Palembang dengan data yang terbatas itu
setelah dilakukan uraian-uraian fonem diperoleh fonem konsonan: /g, k, p, b,
d, t, k, ?, c, j, n /. Sedangkan fonem vokalnya / , a, o, /
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Terdapat dua hipotesis kerja dalam rangka analisis dan uraian fonem
suatu bahasa.
(1) Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip harus dimasukkan ke
dalam fonem yang berbeda, bila dalam lingkungan kontras
minimal.
(2) Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip harus dianggap sebagai
fonem yang sama. Apabila bunyi-bunyi itu terdapat dalam
lingkungan komplementer.
TES F OR M AT IF 1
C. dapat berubah
D. fungsional dalam bahasa
Kegiatan Belajar 2
Perubahan Fonem
A. ASIMILASI FONEMIS
1. Asimilasi Progresif
Asimilasi progresif terjadi bila bunyi yang berasimilasi itu terletak di
belakang bunyi yang mempengaruhi. Jadi awalnya maju ke depan ke arah
bunyi yang mempengaruhi. Dalam bahasa Indonesia sampai sekarang belum
dijumpai contoh asimilasi progresif. Ada beberapa contoh dari bahasa
Belanda dan Inggris.
Dalam bahasa Belanda
- Ik eet vis Ik eet fis
Bunyi (v) bersuara menjadi /f/ tak bersuara karena
paragraf /t/ tak bersuara yang terletak di depan /v/.
Dalam bahasa Inggris dapat kita berikan contoh sebagai berikut:
helped helpt
Pada contoh di atas kata helpd adalah bentuk lampau (past tense) dari
kata help “tolong”. Bunyi [d] apiko alveolar bersuara pada kata tersebut
berasimilasi dengan bunyi /t/ apiko alveolar tak bersuara.
2. Asimilasi Regresif
Sebaliknya pada asimilasi regresif bunyi yang berasimilasi itu terletak di
depan bunyi yang mempengaruhinya, atau bunyi yang mempengaruhinya
terletak di belakang bunyi yang berasimilasi.
Sebagai contoh dapat kita lihat pada bentuk-bentuk di bawah ini:
al – salam (Arab) assalam
in-moral (Inggris) unmoral
ad simu latio (Yunani) assimilasi
Pada contoh di atas masalahnya seolah-olah perpaduan bunyi /n/ dan /p/
menimbulkan bunyi /m/. Dalam kasus ini dimaksudkan bunyi /n/ yang
diasosiasikan itu memihak kepada bunyi /m/ yang sama-sama artikulasi
bilabial dengan bunyi [p].
3. Asimilasi Resiprokal
Asimilasi resiprokal adalah akibat saling pengaruh antara dua fonem
yang berurutan, yang menyebabkan kedua fonem menjadi fonem yang lain
dari semula.
Kasus atau contoh asimilasi resiprokal ini sebenarnya tidak banyak
dijumpai. Dalam bahasa Batak Toba:
[brŋ] “bereng” melihat, apabila diikuti kata [hamu] “hamu” kamu,
menjadi brŋ hamu, maka dari / ŋ / dan / h / itu terjadi fonem /k/
sehingga kata “brŋ hamu “ menjadi “brŋ kamu“ (lihatlah oleh
kamu)".
B. DISIMILASI
Kata /cinta/ dan /cipta/ keduanya dari kata Sanskerta /citta/. Jadi dari
bunyi t-t jadi /citta/ menjadi n-t pada /cinta/ dan p-t jadi /cipta/.
- Kata /lauk-laku/ bunyi /L-L/ berubah menjadi /L-p/ lauk-pauk/.
- Kata /ramah-ramah/, bunyi /r-r/ menjadi /r-t/, /ramah-tamah/
PBIN4102/MODUL 6 6.19
Pada modul fonemik telah Anda pelajari “variasi bebas”, seperti dalam
pasangan “kemarin dan kemaren” variasi bebas di sini berarti bahwa
tatafonem boleh diganti oleh fonem lain dalam kata tertentu, kata yang sama,
sehingga tidak ada oposisi akibat pergantian fonem itu.
Variasi semacam itu dapat pula ditemui dalam fenomena hilangnya
fonem. Menurut tempatnya atau posisinya dalam kata proses hilangnya fonem
ini ada yang diawal kata, ditengah kata, atau di akhir kata.
Hilangnya fonem pada awal kata disebut juga aferesis. Gejala aferesis ini
misalnya pada kata:
hutang - utang
hutan - utan
emas - mas
abang - bang
aku - ‘ku
Ada juga fonem yang dihilangkan terdapat di tengah kata. Gejala ini
disebut sinkop, dan terdapat pada beberapa kata:
sahaya - saya
tahadi - tadi
silahhkan - silakan
matahari - matari
bertemunya dua kata. Gejala ini nampaknya mewujudkan bentuk baru yang
berupa singkatan. Gejala ini disebut oleh Verhaar (1981) disebutnya sebagai
kontraksi. Gejala kontraksi ini terdapat contohnya dalam beberapa bahasa.
Misalnya bahasa Inggris
Shall not - shan’t
Will not - won’t
Can not - can’t
It is - it’s
Has not - hasn’t
D. MODIFIKASI VOKAL
Bahasa Jawa
ombo + ne - ambane “luas” – “luasnya”
dowo + ne - dawane “panjang” – “panjangnya”
sego + ne - segane “nasi” – “nasinya”
Bahasa Turki
at - ather “kuda” – “kuda-kudaan”
oda – odalar “kamar” – “kamar-kamar”
el – eller “tangan” – “tangan-tangan”
ev – efler “rumah” – “rumah-rumah”
E. METATESIS
1. Metatesis vokal
Terjadinya metatesis vokal, umumnya disebabkan oleh kebiasaan
mengucapkan bunyi vokal yang salah dalam sebuah kata. Secara fonetis hal
ini terjadi karena pengaruh posisi lidah yang memproduksi bunyi vokal
sering berdekatan. Dari segi keragaman bahasa, perubahan letak bunyi vokal
ini dapat pula disebabkan oleh pengaruh ucapan bahasa daerah atau dialek-
dialek tertentu.
a. Metatesis vokal /i/ dan /e/
Gejala ini sering kita jumpai dalam ucapan dan dalam bentuk tulisan.
Beberapa contoh diantaranya adalah sebagai berikut:
/hakikat/ /hakekat/
/nasihat/ /nasehat/
/pihak/ /pehak/
/pirang/ /perang/
2. Metatesis konsonan
Dalam gejala metatesis konsonan ini posisi atau letak konsonan saling
bertukar sehingga membentuk kata baru, tetapi tidak membedakan makna.
Karena itu sebenarnya metatesis ini termasuk salah satu jenis atau tipe variasi
bebas. Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
/brantas/ /bantras/
/kerikil/ /kelikir/
/lemari/ /almari/
/arba/ /rabu/
/arbab/ /rebab/
/lajur/ /jalur/
/lorong/ /relung/
terdapat pada posisi akhir, dan ketika diucapkan menjadi [t], fonem dental tak
bersuara. Kontras antara /d/ dan /t/ dalam hal ini dinetralkan. Untuk
melambangkan kedua bunyi itu diberikan lambang /D/, yang mempunyai
alofon [d] dan [t]. Jadi lambang arkifonemnya adalah /harD/.
Dalam bahasa Jerman, juga terdapat contoh /Rad/ dan /Rat/ dibunyikan
sama, yakni [ra:t]. Dengan demikian oposisi /d/ pada /Rad/ dan /t/ pada /Rat/
dinetralkan, dan dilambangkan dengan arkifonem /D/, sehingga menjadi
/RaD/.
Netralisasi dan arkifonem, terjadi pada kata /sbab/ yang dilafalkan
[sbap] oposisi /b/ dan /p/ dinetralkan, dan dilambangkan dengan lambang
arkifonem /B/, sehingga menjadi /sebaB/.
LAT IH A N
10) Metatesis adalah pertukaran letak atau posisi fonem-fonem dalam sebuah
kata yang tidak mengubah makna, walaupun timbul bentuk baru. Oleh
karena itu metatesis disebut pola variasi bebas.
Contoh:
/Lajur/ /jalur/
/padma/ /padam/
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
A. arkifonem C. modifikasi
B. netralisasi D. harmoni vokal
Tes Formatif 1
1) C bunyi bahasa secara fonetis tidak terbatas jumlahnya
2) D karena satuan bunyi terbentuk berdasarkan fungsi yang
membedakan makna.
3) B alat ucapnya atau artikulasinya.
4) B bilabial termasuk bunyi hambat.
5) A lihat kembali Kegiatan Belajar 1: dalam Bahasa Indonesia terdapat
sistem sepasang konsonan hambat dan nasal.
6) A artikulasinya sama, lihat peta artikulasi
7) B artikulasinya sama, lihat peta artikulasi
8) B artikulasinya sama, lihat peta artikulasi
9) C jika dibandingkan hanya bunyi /s/ dan /L/ yang berbeda
10) A jawaban B, C dan D tidak tepat.
Tes Formatif 2
1) D berdekatan bila dilihat peta artikulasinya
2) A perhatikan definisi asimilasi regresif, fonem sebelumnya
menyesuaikan dengan fonem sesudahnya.
3) C regresif: fonem sebelumnya menyesuaikan diri dengan fonem
sesudahnya.
4) B variasi bebas, maknanya sama, tidak membedakan makna.
5) A apokop ialah gejala hilangnya fonem (/t/) pada akhir kata pelangi.
6) D afaresis, yaitu hilangnya fonem (/h/) pada awal kata.
7) C sinkop, yaitu hilangnya fonem di tengah kata, dalam hal ini fonem
/h/
8) D kontraksi, yaitu hilangnya fonem akibat pertemuan 2 kata bagai+ini
begini
9) B karena dibatalkan oposisi/kontrasnya sama dengan dinetralkan,
misalnya /jiliD/ lambang /D/ beralofon /d/ dan /t/ yang dinetralkan.
10) B misalnya kata /sbab/: oposisi /b/ dan /p/ dinetralkan menjadi
/sebaB/; /B/ adalah arkifonem.
PBIN4102/MODUL 6 6.29
Glosarium
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan (Peny.). 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Parera, Jos Daniel. 1983. Fonetik dan Fonemik. Ende, Flores: Nusa Indah.