0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
27 tayangan22 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang sanad dan ijazah dalam ilmu hadits dan Al-Quran. Sanad merupakan rantai perawi yang menghubungkan antara perawi satu ke perawi lainnya hingga ke penulis kitab. Sanad Al-Quran dan Hadits memiliki kedudukan tertinggi. Ijazah berarti izin dari guru kepada murid untuk meriwayatkan atau mengajarkan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Terdapat beberapa cara unt
Dokumen tersebut membahas tentang sanad dan ijazah dalam ilmu hadits dan Al-Quran. Sanad merupakan rantai perawi yang menghubungkan antara perawi satu ke perawi lainnya hingga ke penulis kitab. Sanad Al-Quran dan Hadits memiliki kedudukan tertinggi. Ijazah berarti izin dari guru kepada murid untuk meriwayatkan atau mengajarkan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Terdapat beberapa cara unt
Dokumen tersebut membahas tentang sanad dan ijazah dalam ilmu hadits dan Al-Quran. Sanad merupakan rantai perawi yang menghubungkan antara perawi satu ke perawi lainnya hingga ke penulis kitab. Sanad Al-Quran dan Hadits memiliki kedudukan tertinggi. Ijazah berarti izin dari guru kepada murid untuk meriwayatkan atau mengajarkan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Terdapat beberapa cara unt
• Sanad artinya sandaran, sanad kitab atau riwayat artinya
mata rantai yang menyambungkan kita dari satu perawi ke
perawi lain hingga ke penulis kitab. • Sanad Al-Quran adalah sanad tertinggi karena disandarkan kepada Allâh c. • Sanad Hadits adalah sanad yang tertinggi kedua setelah Al- Quran karena disandarkan kepada Nabiyullâh Muhammad g. • Setelah kedua sanad itu, maka ada sanad atau ijazah ilmiah dari kitab-kitab, di antaranya adalah sanad Tuhfatul Athfâl. • Fungsi Sanad dan Periwayatan 1. Salah satu pintu gerbang ilmu 2. Penjagaan terhadap lafazh dari sebuah Matn/ Khabar 3. Sanad dan Keberkahan (Lil-Barakah) 4. Menjaga cara baca (tajwid) dan variasi qiraatnya (khusus sanad atau periwayatan Al-Quran) 5. Sunnah para ulama Salaf dan Khalaf 6. Menjaga sifat dan karakter perawi yang shahih, sehingga senantiasa dekat dengan Allâh 7. Menjadi pemicu untuk memperdalam sisi dirayah اإلجازة • Dalam ilmu riwayah, ijazah bermakna izin dari seorang guru untuk meriwayatkan atau menyampaikan sebuah berita atau periwayatan. • Izin tersebut diberikan dari seorang guru kepada muridnya disebabkan muridnya ini tidak sempurna dalam as-sama’ atau al-‘aradh. Atau bahkan muridnya ini tidak mengamalkan as-sama’ atau al-‘aradh sama sekali. • Sehingga agar periwayatan ini tetap sah diriwayatkan kepada orang lain, maka gurunya memberikan ijazah. اإلجازة في القرآن • Dalam konteks Al-Quran atau qirâah, maka ijazah, selain berfungsi sebagai izin untuk menjaga dan meriwayatkan lafazh-lafazh Al- Quran sebagaimana pada hadits, juga berfungsi sebagai tazkiyyah (rekomendasi) seorang Syaikh atas muridnya. • Seorang Syaikh tidak akan memberikan ijazah Al-Quran kepada muridnya kecuali ia telah yakin bahwa muridnya ini bisa melafazhkan ayat-ayat Al-Quran dengan tepat sesuai dengan kaidah dan standar ilmu tajwid. • Jadi, dalam ijazah Al-Quran terdapat dua fungsi penjagaan: pertama, menjaga lafazh-lafazh Al-Quran (dari sisi tulisan/ rasm dan makna). Kedua, menjaga cara membaca lafazh-lafazh tersebut (dari sisi qirâah). اإلجازة في القرآن • Di kalangan para ulama qirâât, dikenal dua jenis ijazah dalam Al-Quran. Pertama, ijazah qirâah. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya karena muridnya telah mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ (cara-cara meriwayatkan yang sah) dengan bacaan yang baik, namun masih memiliki kekurangan dari sisi pendalaman teoritis (ilmu tajwid atau qirâât) atau belum memenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh Syaikhnya. Sehingga Syaikhnya memberikan ijazah qirâah (izin untuk membaca Al-Quran di depan umum) tanpa iqrâ (menerima bacaan atau meriwayatkan). اإلجازة في القراءة • Di kalangan para ulama qirâât, dikenal dua jenis ijazah dalam Al-Quran. Pertama, ijazah qirâah. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya karena muridnya telah mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ (cara-cara meriwayatkan yang sah) dengan bacaan yang baik, namun masih memiliki kekurangan dari sisi pendalaman teoritis (ilmu tajwid atau qirâât) atau belum memenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh Syaikhnya. Sehingga Syaikhnya memberikan ijazah qirâah (izin untuk membaca Al-Quran di depan umum) tanpa iqrâ (menerima bacaan atau meriwayatkan). اإلجازة في اإلقراء • Kedua, ijazah qirâah wal iqrâ. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya setelah muridnya mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ dengan bacaan yang baik dan telah teruji dari sisi pendalaman teoritisnya (ilmu tajwid atau qirâât) dan telah memenuhi syarat-syarat khusus yang telah ditetapkan oleh Syaikhnya seperti hafalan yang kuat, hafalan mutûn (kitab-kitab kecil) dalam ilmu tajwid dan qirâât, memahami persoalan waqf dan ibtida (tata cara berhenti dan memulai bacaan Al-Quran), atau selainnya, dimana masing- masing Syaikh terkadang memberikan syarat yang berbeda- beda. اإلجازة وشرط التعليم • Dengan memohon pertolongan Allâh kami menjawab: ijazah bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk mengajar Alquran. Ijazah diberikan dari seorang guru kepada muridnya sesuai dengan apa yang dilihat guru tersebut. Namun bukan berarti seseorang yang belum mendapatkan izin resmi dari gurunya tidak boleh mengajar Al-Quran sama sekali. • Seseorang yang belum mendapatkan ijazah dari gurunya tetap boleh mengajar. Bahkan, wajib menyampaikan ilmu yang ia miliki, sebagaimana sabda Rasul: َْنْ َولَوْْآية َ ُ َ ْ ِّ • بلِّغواْْع • “Sampaikanlah oleh kalian, dariku, walau satu ayat saja.” [HR. Al- Bukhârî] اإلجازة وشرط التعليم • Adapun bagi seseorang yang telah mendapatkan ijazah, maka perlu diperhatikan adab- adabnya, sebelum mengijazahkan kepada orang lain, di antaranya: 1. Tidak memperjual belikan ijazah, 2. Menahan diri dari mengijazahkan bila ada orang yang lebih ‘alî sanadnya di wilayah tersebut, 3. Menahan diri dari mengijazahkan bila ada orang yang lebih senior di wilayah tersebut, walau sanadnya sama (satu tingkat), 4. Kalaupun pada akhirnya mesti mengijazahkan, maka hendaknya mengabarkan kepada murid-muridnya keberadaan orang yang lebih tinggi sanadnya atau yang lebih senior itu, sehingga murid-muridnya terpacu untuk terus belajar dan tidak mencukupkan diri pada ijazah yang diberikan. 5. Hendaknya menjaga kejujuran dalam periwayatan, dengan mengabarkan siapa gurunya dan bagaimana cara mengambil ijazah yang dahulu pernah dilakukannya. Hal ini sebagai bentuk dari amanah ilmiah dan menjauhkan diri dari tadlîs (penipuan terhadap riwayat). 6. Hendaknya meneliti jalur-jalur periwayatan dan sanad yang ia dapatkan, agar terhindar dari kekeliruan atau kesalahan, dan menjaga jalur sanadnya tetap shahih. • Beberapa cara meriwayatkan/ menurunkan sanad: 1. As-Sama’, yakni mendengar matn dari gurunya secara langsung. Menurut para Ulama Ahli Riwayah, cara ini merupakan cara terbaik dan menduduki derajat tertinggi dalam periwayatan. 2. Al-‘Aradh, yakni murid yang membacakan kepada gurunya, baik bil-hifzh ataupun bin-nazhar. Para Ulama Ahli Qiraah kebanyakan lebih menyukai cara ini daripada yang pertama. 3. Al-Ijâzah, yakni guru memberikan izin kepada muridnya, baik secara khusus ataupun secara umum, tanpa sama’i atau ‘aradh. Jadi, guru langsung memberikan izin, baik secara lisan ataupun tulisan. 4. Al-Munâwalah. Syaikh (guru) memberikan naskah periwayatan asli atau naskah yang sama kedudukannya dengan naskah asli atau kitabnya dengan atau tanpa disertai lafazh ijazah kepada muridnya. Para ulama sepakat mengenai kesahihan cara meriwayatkan ini, dimana sebagian di antara mereka menyetarakan al- munâwalah dengan al-ijâzah, bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat al- munâwalah lebih tinggi kedudukannya daripada al-ijâzah. 5. Al-Mukâtabah. Syaikh (guru) memberikan naskah matn riwayat yang ditulisnya atau ditulis oleh orang lain yang merujuk kepada matn yang disusunnya, dengan atau tanpa lafazh ijazah, kepada muridnya, baik secara langsung (murid yang ada di hadapannya), atau secara tidak langsung dengan perantara seseorang yang terpercaya. Status periwayatan ini sama dengan al-ijâzah bila disertai lafazh ijazah, dan para ulama berbeda pendapat bila tidak disertai lafazh ijazah, dimana sebagian besar ulama berpendapat shahih meriwayatkan melalui cara ini. • CARA MENGAMBIL IJAZAH AL-QURAN 1. Talqin, yaitu menggabungkan as-sama’ dan al-‘aradh sekaligus secara sempurna (kâmilan) 30 juz. Syaikh (guru) membacakan Al-Quran kepada muridnya, kemudian muridnya mengulangi bacaan tersebut sambil dikoreksi. Namun, cara ini sudah jarang dilakukan zaman sekarang. Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa mempraktikkan bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). 2. Al-‘Aradh. Yakni murid membacakan Al-Quran secara sempurna 30 juz kepada gurunya, baik ifrad (satu riwayat) atau bil jama' (membaca dengan menggabungkan beberapa qirâât dalam satu bacaan). Cara ini merupakan cara yang banyak diamalkan para ulama kontemporer. Yang lebih utama adalah membaca dengan hafalan secara sempurna, namun sebagian ulama qirâât menerima setoran bacaan tanpa hafalan, selama memenuhi kaidah hukum-hukum tajwid. Al-Imam As-Suyûthi dalam Al-Itqan Fii Ulûmil Qurân mengatakan bahwa hafalan bukanlah syarat mendapatkan ijazah. Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa mempraktikkan bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). 3. As-Samâ’, yaitu menyimak keseluruhan 30 juz Al-Quran dari Syaikhnya. Seorang murid menyimak bacaan gurunya dari awal sampai akhir, tanpa mengulangi bacaan tersebut. Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa mempraktikkan bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). Cara ini merupakan cara yang populer diamalkan para ulama terdahulu. Dengan cara ini seorang murid bisa melihat dan menyimak bagaimana cara membaca Al-Quran yang tepat. 4. Al-Ikhtibâr. Seorang guru menguji bacaan muridnya pada sebagian tempat Al-Quran, baik dari sisi ketepatan makhraj dan sifat huruf, hukum-hukum tajwid, waqf dan ibtida, atau variasi qirâât. Bila lulus, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). 5. Biba'dhil Quran. Seorang murid membaca sebagian surat atau ayat Al-Quran, kemudian gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra), untuk seluruh Al-Quran, bukan hanya ayat atau surat yang dibacanya saja. • Termasuk kategori ini (biba’dhil quran) adalah apabila ada beberapa murid yang membaca Al-Quran secara munâwabah atau bit tanâwub (berkelompok secara bergiliran). Setelah selesai membaca 30 juz secara bergiliran, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra) untuk seluruh Al-Quran, bukan hanya surat atau ayat yang dibacanya saja. 6. Al-ijâzah. Seorang guru langsung memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra), tanpa mendengar bacaan muridnya (al- ‘aradh), dan tanpa membacakan Al-Quran kepada muridnya (as-sama’). Hal ini didasari atas pengetahuan dan keyakinan gurunya terhadap kemampuan muridnya. • Para ulama qirâât berbeda pendapat mengenai keshahihan ijazah untuk tiga nomor terakhir (al-ikhtibar, biba’dhil quran, dan al-ijâzah). Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan shahih secara mutlak. Pendapat kedua, sah dengan syarat penerima ijazah (mujâz) telah menerima ijazah sebelumnya dengan salah satu dari tiga cara yang pertama (talqin, al-‘aradh, atau as-sama’). • Apakah Sanad ‘Alî Selalu Berbanding Lurus dengan Kepakaran? • Dalam ilmu riwayah, sanad atau periwayatan yang dipegang seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan kepakaran atau kedalaman pemahaman yang dimilikinya. Tidak ada jaminan bahwa seorang perawi yang sanadnya‘alî telah memiliki kepakaran dalam seluruh kitab yang ia riwayatkan. • Oleh karena itu, bila seseorang ingin mencari riwayah, maka carilah sanad ‘alî, karena demikianlah sunnahnya, tanpa perlu melihat kepakaran dan kedalaman pemahamannya. Adapun bila seseorang ingin mencari pemahaman yang mendalam (dirayah), maka lihatlah kepakaran seseorang, tanpa harus melihat sanad yang dipegangnya. • Dalam periwayatan, bukan tidak mungkin orang yang mendengar (murid) bisa jadi lebih paham daripada orang yang meriwayatkan (guru), sebagaimana isyarat dari Rasûlullâh g: َ َ ُْ َ ْع ُلْمِّن ْه َ ُ َ َّ َّ َ َ َ ُ َّ ْ َ نْٱلشاه َِّْدْ َع ْ سْأنْ ُي َبل ِّ ْغْ َمنْْه َْوْأو ْ ِّ ِِّلُ َبلِّغْٱلشاه ِّْدْٱلغائ ْ ِّ بْفإ • • “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir diantara kalian. Bisa jadi yang menyaksikan itu menyampaikan kepada orang yang lebih paham daripada dirinya.” [HR. Al- Bukhârî, Ahmad, dan Ad-Dârimî] • Juga sabda Rasûlullâhَ g: َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ ِّْ ب ْ َحام ْ َ ِّل ْف ِّقهْ ْلي ْس ْ َّ ل ْ َمنْ ْه َْو ْأفق ُْه ْمِّن ُْه ْ َو ُر ِّْ ب ْ َحام ْ ِّ ِّل ْف ِّقهْ ْإ ْ َّ ّت ْ ُي َبلِّغ ُْه ْف ُر ْ َّ حفِّظ ُْه ْ َح ٱّلل ْٱم َرأْ ْ َس ِّم َْع ْم َِّّنا ْ َح ِّديثا ْف ُْ ْ ّضْ ن • َ ْبِّفقِّيه • “Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadits dariku lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada orang lain yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu merupakan orang yang tidak terlalu memahaminya.” [HR. Abû Dâwûd, At-Tirmidzî, Ahmad, dan Ad-Dârimi] • Syarat Perawi yang Diterima Riwayatnya 1. Islam, 2. Baligh, 3. Adil, 1. Taqwa, dan 2. Muru`ah. 4. Dhabith, 1. Melalui Hafalan, 2. Melalui Tulisan. • Sanad Tuhfatul Athfâl kepada penulisnya • Walhamdulillaah, Kami telah membaca kitab ini kepada Syaikh Muhammad Yahya Jum'an Al-Yamani, Syaikh Mahmoud El-Said Alu Zurainah, dan KH. Muhammad Qudsi Al-Garuti dengan sanad mereka kepada Syaikh Sulaiman Al- Jamzuriy hafizhahuumullaahu Ta’aala. • Dan juga telah menyampaikan serta mengabarkan kepada kami: Syaikh Muhammad Kurayyim Said Rajih, Syaikh Muhammad Al-Badawi, Syaikh Muhammad Ibrahim Ali Ath-Thawwab, Syaikh Ibrahim Al-Mu'allim, Syaikhah At- Tinaazhar An-Najuli, dan Syaikh Abdul Fattah Madkur Bayumi dengan sanad mereka kepada penulisnya. • Serta melalui jalur ijazah 'ammah dari para Masyayikh yang lain, seperti: Ustadz Rikrik Aulia Rahman, Syaikh Taufiq 'Ali An-Nahas, Syaikh Walid Idris Al-Muniisi, Syaikh Manshur Banut Al-Lubnaniy, Syaikh Muhammad Idris As-Sindi, Syaikh Dr. Hasan Asy-Syafi'i, Syaikh Rif'at Fawzi, Syaikh Abul Hajjaj Yusuf Al-Ardani, dll. • Menurut penelitian para pakar ilmu riwayah seperti Asy-Syaikh Hasan Mushthafa Al-Warrâqi r, tidak ada ijazah khusus dalam kitab ini kecuali terputus pada Asy-Syaikh Al-Mutawalli r. Sehingga kebanyakan Ulama hanya menetapkan sanadnya pada beliau, tidak meneruskannya ke atas. • Adapun melalui jalur Ahli hadits (ijazah ‘ammah), maka ada sanad dari beberapa jalur, di antaranya yang paling masyhur adalah dari Asy-Syaikh ‘Alî Taufîq An-Nahhâs dari orangtua beliau dari Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthî’i, dari Asy-Syaikh Abdurrahmân Asy-Syirbînî, Asy-Syaikh Hasan Ath-Thawîl, dan Asy-Syaikh Muhammad Al-Basyûnî; ketiganya dari Asy- Syaikh Ibrâhîm As-Saqa. • Dan lebih tinggi satu tingkat Asy-Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i meriwayatkan langsung dari Asy-Syaikh Ibrâhîm As-Saqa (w. 1298), dari Syaikh Nashr Al-Hûrînî (w. 1291 H), dari Syaikh Sulaiman Al-Jamzûriy j. • Ijazah tertulis untuk Daurah Tajwidul Quran Syarh Tuhfatul Athfâl: Ijazah riwayah/ sanad Menyetorkan hafalan Matn Tuhfah sekali duduk Ijazah dirayah/ littadris Menyetorkan hafalan Matn Tuhfah sekali duduk Ujian tulis dan lisan/ praktik • Ijazah akan diberikan oleh: • Nama Lengkap : Rd. Laili Al Fadhli • Nama Panggilan : Deden / Fadhli • Kun-yah : Abu Ezra • TTL : Subang, 04 Januari 1987 • Alamat Tinggal : Jln. Teratai IV no.99 Kelurahan Depok Jaya, Kec. Pancoran Mas, Kota Depok • Aktivitas Saat ini : – Belajar (khususnya ilmu tajwid & Al-Quran) – Pembina Online Tajwid & Bekal Akhirat – Pengajar Al-Quran & Studi Islam