Dewasa ini proses komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan mudah seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih dan modern. Tidak hanya dalam hal
berrkomunikasi, alat transportasi yang digunakan juga memungkinkan manusia dapat bepergian
dengan mudah ke seluruh penjuru negeri, kemajuan teknologi tersebut semakin memudahkan
manusia dalam mewujudkan keinginannya.
Teknologi komunikasi yang semakin canggih ini memudahkan manusia untuk mengenal dan
berhubungan erat dengan masyarakat di seluruh penjuru negeri, bahkan tanpa kita bepergian ke
luar negeri, kita sudah sangat sering menjumpai orang yang berbeda-beda budayanya.
Perkembangan jaringan komunikasi, ditambah lagi dengan adanya peningkatan jumlah orang
berkunjung dan menetap di negara lain baik sementara atau untuk selamanya. Oleh karena itu,
maka harus ditumbuhkan kesadaran akan perlunya memahami peran komunikasi lintas budaya.
Dewasa ini komunikasi lintas budaya sangat penting untuk dipelajari dan sudah menjadi bagian
bagi penduduk suatu negara. Pentingnya memahami dan mempelajari komunikasi antar budaya
ialah agar masyarakat tidak mudah melupakan jati diri mereka yang berasal dari leluhur mereka,
sehingga walaupun banyaknya budaya yang masuk ke dalam suatu negara, masyarakat dapat
bijak dalam menerika suatu budaya tersebut.
Teori komunikasi antarbudaya dikembangkan oleh seorang antropolog, Edward Hall yang
merupakan seorang antropolog budaya yang sangat berpengaruh di bidang komunikasi.
Dibuatnya pasukan perdamaian oleh John F. Kennedy pada awal 60an juga memimpin sebuah
peningkatan minat dan kebutuhan untuk pengetahuan tentang bagaimana orang-orang dari
berbagai budaya dapat berkomunikasi dengan efektif.
Komunikasi yang efektif dilakukan bertujuan untuk menjalin kerjasama dengan orang lain
seperti mitra kerja, pekerja sosial, dan segala hal yang saling menguntungkan lainnya. Tanpa
pemahaman antar budaya, seseorang yang tinggal dalam budaya kebudayaan orang lain hanya
akan mengalami frustasi bahkan mengalami kegagalan pada tujuan yang semestinya. Bangsa
yang berbeda melakukan cara yang berbeda pula, baik itu untuk penghormatan ataupun
mewujudkan persahabatan. Bangsa yang satu bahasa dalam berbahasa belum tentu saling
memahami. Maka kesadaran akan variasi kebudayaan, ditambah dengan kemauan untuk
menghargai variasi tersebut akan sangat mendorong hubungan dalam komunikasi lintas budaya.
Untuk itu pentingnya Indonesia dalam mempelajari komunikasi lintas budaya yaitu agar
masyarakat Indonesia tidak kehilangan jati diri mereka yang sudah ada sejak nenek moyangr
bangsa Indonesia yang sudah terkenal dengan budayanya yang santun dan berpakaian sopan,
karena pada dasarnya kebudayaan yang dimiliki oleh hallyu terutama dalam
bidang fashion banyak yang bertentangan dengan budaya asli Indonesia.
Ciri khas manusia ialah bahwa ia merupakan “Animal Symbolicum”, makhluk yang mengerti
serta membentuk simbol. Bagi binatang yang bertaraf lebih tinggi hanya akan mengenal ada
tanda saja, tetapi bagi manusia mengenal simbol. Manusia tidak dapat diartikan sebagai subtansi,
tetapi harus dimengerti melalui tingkah lakunya yang fungsional. Kita harus mempelajari
manusia melalui ciptaan-ciptaannya sebagai makhluk simbolis, karena dengan memanfaatkan
sistem simbol yang beraneka ragam, dapat melihat keanekaragamaan manusia dalam
memamandang dunianya.
Manusia Makhluk Simbolik dan Makhluk komunikasi.
Manusia saat diciptakan sudah diberi kemampuan untuk mengenal lambang dalam mengelola
alam semesta ini. Sebagai makhluk lambang maka manusia juga merupakan makhluk simbolik
untuk mengenali sesuatu dengan simbol-simbol. Sebagai contoh : masyarakat sudah sepakat jika
mereka menemukan lampu merah menyala diperempatan jalan, maka yang berkendaraan akan
berhenti, di Salatiga bendera hitam menandakan kedukaan, sementara bagi masyarakat Solo
mereka menggunakan bendera kuning sebagai simbol duka.
Definisi Komunikasi
Berikut merupakan definisi komunikasi dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Menginformasikan, pada tahap ini tujuan yang diharapkan hanya sebatas transfer pengetahuan
saja. Contoh : saat mengikuti perkuliahan, seminar, menonton TV(berita/informasi media
elektronik), dan sebagainya.
2. Meyakinkan, pada tahap ini komunikasi tidak hanya sekedar transfer pengetahuan yang
menjadi seseorang dari tidak tahu menjadi tahu tetapi sudah sampai pada menyakinkan
komunikan. Contoh : pada saat kuliah mahasiswa yang kurang mengerti(materi yang didapatkan)
sebaiknya aktif bertanya kepada dosen tersebut.
3. Membujuk, setelah komunikan yakin tentang pesan yang diterima maka dia akan terbujuk
untuk melakukan tindakan seperti apa yang diharapkan komunikator, komunikan merasa
tergerak untuk melakukan, bahkan kalau keyakinan yang diterima sangat kuat seolah-olah
menjadikan dirinya tidak tenang kalau tidak melakukan. Contoh : Seorang dosen yang meminta
mahasiswa untuk lebih aktif dalam menulis karya ilmiah dengan meminta mahasiswa mengikuti
lomba program kreatifitas mahasiswa, kemudian mahasiswa yang mengikuti lomba tersebut akan
ditambah nilai plus.
4. Menginspirasi, tujuan komunikasi pada tahap ini merupakan tujuan yang ideal kalau bisa
dicapai, karena pesan yang disampaikan komunikator tidak hanya sebatas diterima sebagai
pengetahuan dan pengalaman baru tetapi bisa menjadi sumber inspirasi bagi komunikan untuk
melakukan sesuatu yang lebih. Contoh: seorang dosen yang memberikan informasi secara detail
tentang kegiatan PKM kepada mahasiswa supaya mahasiswa mau berperan serta dalam suatu
kegiatan tersebut.
5. Menghibur, tidak boleh dilupakan bahwa setiap orang membutuhkan rasa aman, nyaman,
tidakterancam.
5.Contoh: menciptakan suasana yang menyenangkan saat berbicara dengan orang lain atau
mengetahui.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif·
Beberapa factor yang mempengaruhi komunikasi agar efektif yaitu :
1. Komunikator : Percaya diri, sebagai komunikator kepercayaan diri menjadi penting karena
pada saat proses komunikasi berlangsung komunikan menaruh perhatian kepadanya dan sangat
berharap ada keuntungan yang didapat.
2. Komunikan : Siapa, jenjang pendidikan, profesi, berapa jumlah orang, baerapa usia rata-rata,
ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dimunculkan tatkala kita akan berbicara kepada
komunikan.
3. Pesan : Penguasaan pesan,keterikatan dengan pesan.
4. Media : Ketepatan pemilihan media.
5. Feedback : Positif, negatif.
Jenis Komunikasi
Jenis-jenis komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi tertulis adalah proses penyampaian pesan secara tidak langsung kepada
komunikan. Kelebihan : memberikan catatan-catatan dan referensi yang resmi dan otentik, kita
dapat mempersiapkan terlebih dahulu pesan yang akan disampaikan dengan cermat dan
sistematis. Kelemahan : kita memperoleh umpan baliknya tidak secara langsung.
2. Komunikasi tidak tertulis adalah proses penyampaian pesan secara langsung kepada
komunikan. Kelebihan : memberi pertukaran pesan yang cepat dengan umpan balik secara cepat.
Kelemahan : kita perlu menjaga keserasian antara ucapan yang kita lontarkan dengan ekspresi
dan bahasa tubuh kita.
B. Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat
perhatiannya terletak pada cara manusia berkomunikasi dengan melintasi komunitas manusia
dengan menggunakan kode-kode pesan secara verbal maupun non-verbal. Komunikasi antar
budaya merupakan komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan
yang berbeda-beda, bisa berbeda secara ras, etnis, atau sosio-ekonomi, atau gabungan dari semua
perbedaan ini.
6komunikasi adalah budaya dan budaya adalah komunikasi karena pada dasarnya budaya
berkembang melalui proses komunikasi dan sebaliknya dalam berkomunikasi tersirat perilaku
budaya seseorang. Manifestasi budaya tidak akan dapat ditransmisikan tanpa komunikasi. Oleh
karena itu, Fiske (20110) menyatakan bahwa komunikasi menjadi sentral bagi keberlangsungan
kehidupan budaya; tanpa komunikasi kebudayaan jenis apapun akan mati. komunikasi
antarbudaya adalah proses penyampaian pesan secara lisan, tulisan ataupun simbol-simbol antar
pribadi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
1. Tujuan Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya dilatarbelakangi dengan beberapa hal (Litvin,
1977)
Dunia semakin menyusut, memahami keanekaragaman semakin penting, karena dengan
„‟menyusutnya‟‟ dunia pertemuan orang-orang berlainan budaya sangat dimungkinkan.
Semua budaya berfungsi penting bagi penganut budayanya, tidak ada budaya yang tidak bernilai
bagi penganutnya.
Nilai-nilai setiap masyarakat “sebaik” nilai-nilai masyarakat lainnya, oleh karenanya memahami
nilai budaya lain sangat penting dilakukan saat berkomunikasi. Setiap individu atau
masyarakat berhak menggunakan nilai-nilai yang menjadi muatan budayanya.
Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya
mendasar yang berbeda dan patut dihormati.
Pemahaman atas nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk memahami nilai budaya lain.
Memperkecil kecurigaan dan rasa khawatir terhadap “ancaman” dari budaya lain.
Dapat menyenangkan dan menumbuhkan kepribadiaan yang matang. Terampil dan
meningkatkan komunikasi monokultrural dan multikultural.
Adanya perbedaan kebudayaan menuntut kebutuhan komunikasi yang saling memahami.
Komunikasi yang efektif akan tercipta kalau ada pemahaman antar budaya.
2. Model Komunikasi Lintas Budaya
Keterangan skema antara budaya A atau B dengan budaya C :
Seorang komunikator akan melakukan komunikasi dengan budaya lain hendaknya komunikator
meninggalkan sejenak budayanya untuk berusaha menyesuaikan dengan budaya komunikan,
dengan demikian pada saat kita melakukan proses komunikasi kita sudah ada dalam suatu
budaya, satu pandangan, satu perspektif. Contoh : apabila ada orang Sumba yang dibesarkan
dalam budaya Sumba, lalu pergi
7merantau ke Jawa (Salatiga) untuk kuliah, meskipun dia sudah cukup lama berbaur dengan
budaya Jawa tetapi budaya Sumbanya tidak akan hilang.
Keterangan skema antara Budaya A dan budaya B :
Pada skema di atas terlihat perubahan antara budaya A dan budaya B lebih kecil dan jaraknya
pun lebih dekat dibandingkan dengan jarak dan perubahan budaya A atau budaya B dan budaya
C. Contoh : budaya orang Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat) banyak kemiripan
dan masing-masing hampir memiliki bentuk yang sangat sama jika digambarkan.
3. Komunikasi Lintas Budaya diEra Globalisasi
Beberapa ciri dari era globalisasi informasi :
Masyarakat global ditandai dengan semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Globalisasi informasi menembus batas-batas budaya.
Kemajuan teknologi komunikasi memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan
satu dengan yang lain, sehingga jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi.
Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan kita
kepada tranformasi. Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi.
John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang perubahan
masyarakat industry kemasyarakat informasi, diantaranya :
Masyarakat informasi merupakan realitas ekonomi
Inovasi dibidang komnikasi dan teknologi computer akan menambah langkah perubahan dalam
penyebaran informasi dan percepatan informasi.
Teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industry yang secara
perlahan melahirkan aktifitas dalam proses produksi yang baru.
Didalam masyarakat informasi, individu yang meinginkan kemampuan menulis dan membaca
yang lebih bagus, bias mendapatkan system pendidikan yang lebih bagus dari system yang
terdahulu.
Keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan
sentuhan yang tinggi pula.
Perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi yang semakin canggih memberi kemudahan dan
kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada.
Semakin tajamnya kesejangan atau gap antara negaraindustri dengan Negara berkembang.
8
C. Jenis-jenis konteks budaya komunikasi
Ada beberapa konteks komunikasi budaya di dunia ini. Masing-masing jenis harus kita ketahui
barang sedikit sehingga kita tidak terhindar dari konflik hanya karena salah menangkap makna
komunikasi dari orang yang mempunyai budaya komunikasi lain. Ada dua jenis budaya dalam
berkomunikasi, yaitu high culture context dan low culture context. Kedua jenis konteks
berkomunikasi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut (Nishimura et al., 2009):
a. High Context Culture (budaya dengan konteks tinggi): budaya ini sangat bergantung pada
isyarat non-verbal dan halus dalam komunikasi. Apa yang disampaikan belum tentu maknanya
seperti yang terungkapkan. Dalam budaya Jawa, hal yang seperti ini sangat sering digunakan.
Orang berkomunikasi dengan sanepa, isyarat mata, bahasa tubuh, dan lain-lain.
b. Low Context Culture (budaya dengan konteks rendah): budaya yang ini sangat bergantung
pada kata-kata untuk menyampaikan makna dalam komunikasi. Apa yang disampaikan,
maknanya dengan dengan ucapan verbal. Oleh karena itu, biasanya orang dengan budaya seperti
ini akan betul-betul memperhatikan apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya.
Variasi komunikasi antar budaya
Komunikasi verbal : Dalam komunikasi verbal, pilihan kata yang digunakan dapat memengaruhi
baik tidaknya komunikasi kita. Meskipun disuatu daerah kata-kata yang digunakan dianggap
normal, ada kemungkinan ditempat lain kata-kata tersebut dianggap kurang sopan atau kasar,
sehingga ada kemungkinan akan menyebabkan ketersinggungan. Volume dan nada suara juga
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi kita. Volume suara yang keras bisa
menandakan ketegasan, yang lemah berarti kurang tegas. Nada suara tinggi secara umum
dianggap sedang marah dan lain sebagainya.
Non-verbal : tidak kalah menentukan dalam keberhasilan berkomunikasi adalah komunikasi non-
verbal. Pada saat kita berkomunikasi dengan orang lain harus diperhatikan: ruang pribadi
(beberapa kebudayaan tidak suka apabila kita berbicara terlalu dekat jaraknya, sementara yang
lain lebih suka kalau saling berdekatan), sentuhan (sentuhan di beberapa bagian tubuh
merupakan penghinaan bagi beberapa budaya, sentuhan antara lelaki dan perempuan juga harus
diperhatikan), ekspresi wajah (bisa menunjukkan emosi kita), kontak mata (orang-orang
berkebudayaan barat lebih menginginkan kita untuk menatap mata mereka apabila sedang
berbicara karena itu menunjukkan keseriusan kita), sikap tubuh (termasuk cara duduk, posisi
tangan ketika berbicara, dll).
9 Culture shock (gegar budaya)
Culture shock (gegar budaya) adalah satu hal yang juga perlu diperhatikan ketika seseorang,
termasuk dosen, akan melakukan studi lanjut ke luar negeri. Gegar budaya sering menjadi batu
sandungan seorang dosen ketika sedang melaksanakan tugas belajar di luar negeri. Culture shock
seringkali dianggap sebagai hal yang wajar bagi sebagian besar orang, namun hal tersebut tidak
boleh dianggap remeh karena dapat memicu timbulnya depresi akut bagi sebagian orang. Culture
shock sangat berkaitan dengan keadaan dimana ada kekhawatiran dan galau berlebih yang
dialami orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing. Biasanya, orang yang mengalami
culture shock adalah mereka yang relatif labil dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang
berbeda dengan yang biasanya terdapat di tanah air, seperti lingkungan rumah, jenis makanan
yang berbeda, suasana kampus dan perkuliahannya, pergaulan dengan orang-orang yang tidak
sesuai harapan dikenal menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya gejala culture shock.
Tahapan timbulnya culture shock, yaitu:
1. The honeymoon phase (fase bulan madu)
Dalam fase ini, orang yang sedang studi lanjut di luar negeri biasanya akan merasa bahagia
setibanya di negara yang baru, apalagi negara yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.
Biasanya, semua hal yang baru terasa menarik dan menyenangkan.
2. The crisis phase (fase krisis)
Dalam fase ini, perbedaan di negara baru mulai terasa tidak pas atau membosankan. Hal yang
tidak pas ini bias berupa makanannya (kesulitan mencari makanan yang sesuai dengan lidah,
kesulitan mencari bahan makanan yang halal, dll), bahasa yang susah dimengerti (terutama di
negara yang tidak berbahasa Inggris), pergaulan dengan lingkungan yang baru serta kebiasaan-
kebiasaan baru serta mulai kesepian karena jauh dengan kerabat. Dalam fase ini sering sekali
terjadi benturan-benturan seperti yang dianalogikan dengan dua gunung es bertabrakan di atas.
3. The adjustment phase (fase penyesuaian)
Fase ini sangat penting karena sukses tidaknya kita melewati masa gegar budaya tergantung dari
kemampuan kita untuk melakukan penyesuaian. Dalam fase ini, diharapkan dosen yang sedang
studi lanjut sudah mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan di negara baru dan mencari jalan
untuk melakukan penyesuaian.
4. Bi-cultural phase (fase dwi budaya)
10Setelah sukses melewati fase-fase sebelumnya, dosen yang studi lanjut di luar negeri akan
mengalami fase ini. Yang bersangkutan sudah bisa merasa nyaman hidup dengan dua
kebudayaan sekaligus (bias menyesuaikan). Meskipun demikian, harus ada keseimbangan antara
memahami kebudayaan asing tanpa meninggalkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Karena gegar budaya ini adalah persoalan “non-teknis” yang dapat menghambat kesuksesan
seorang dosen melaksanakan studi lanjut di luar negeri, adalah penting untuk mengetahui
beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai antisipasi atau meminimalisisr dampak gegar budaya.
Dari beberapa pengalaman, ada beberapa cara untuk mengatasi culture shock ini:
1. Menambah wawasan mengenai negara tujuan kuliah. Cara terbaik adalah dengan membaca
buku panduan tentang negara tujuan, bertanya kepada orang yang pernah tinggal di sana,
maupun browsing informasi di internet. Jangan pernah dibayangkan bahwa kehidupan di luar
negeri seperti yang kita lihat di film maupun di televise. Hal tersebut untuk menghindari
kekecewaan maupun kesalahpahaman karena apa yang kita bayangkan tidak sesuai dengan
kenyataan.
2. Mencari informasi mengenai budaya, kebiasaan hidup, olahraga yang populer di negara tujuan
hingga topik pembicaraaan sehari-hari serta bahasa tubuh yang biasa digunakan di negara
tersebut.
3. Setibanya di negara tujuan, segera berusaha mengenali kehidupan setempat dan ketahui
tempat-tempat penting seperti kantor pos, took makanan, dokter, dan kantor pelayanan
mahasiswa internasional. Jika ada sesuatu ada yang tidak berjalan sesuai rencana, harus berani
bertanya tentang keadaan dan adat di tempat baru. Dibiasakan untuk membaca koran lokal
sehingga tahu topik pembicaraan yang sedang hangat dan bisa didiskusikan. Hal ini dapat
membantu mempercepat penyesuaian pergaulan dengan lingkungan yang baru.
D. Contoh Kasus Komunikasi Lintas Budaya
Berikut ini merupakan contoh kasus komunikasi lintas budaya yang terjadi di beberapa daerah
sebagai berikut:
Di Spanyol, orang berjabat tangan paling lama antara lima sampai dengan tujuh ayunan,
melepas jabat tangan segera dapat diartikan sebagai suatu bentuk penolakan. Sedangkan di
Perancis, orang berjabat tangan cukup dengan hanya sekali ayunan atau gerakan.
Post authorBy Ambar
Komunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam dunia bisnis khususnya mereka yang
berkecimpung di dunia bisnis berskala internasional untuk mencapai kesuksesan di tengah
semakin kompetitifnya pasar di era globalisasi seperti sekarang ini. Untuk itu, suatu perusahaan
perlu mengembangkan strategi serta keterampilan dalam komunikasi bisnis. Tak jarang para
manajer yang bekerja pada perusahaan internasional cenderung untuk mengabaikan hambatan
tak kasat mata akibat adanya perbedaan budaya dalam komunikasi bisnis.
Baca juga :
Komunikasi Internasional
Komunikasi bisnis lintas budaya menuntut organisasi atau perusahaan untuk lebih sensitif
terhadap adanya perbedaan budaya. Menghormati hak terhadap budaya oleh konsumen dalam
berbagai budaya dan pasar, para pemasar hendaknya memahami bahwa konsumen mereka
memiliki hak terhadap budaya masing-masing. Jika seorang pemasar ingin sukses dalam
pemasaran lintas budaya maka mereka harus menghormati nilai-nilai serta hak yang dimiliki oleh
konsumen.
a. Pengertian Budaya
Edward T. Hall, mendefinisikan budaya sebagai dasar dari proses komunikasi yang menciptakan
iklim bagi studi komunikasi antar budaya dalam ranah komunikasi bukan ranah antropologi.
P. Joint dan M. Warner (1996) mendefinisikan budaya sebagai sebuah pola yang diterima dari
berbagai asumsi tentang bagaimana sebuah kumpulan orang seharusnya berpikir, bertindak, dan
rasakan sebagaimana yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Geert Hofstede (1997) menyatakan bahwa terdapat dua macam budaya, yaitu budaya organisasi
dan budaya bangsa yang memiliki perbedaan dalam tataran nilai serta praktis. Nilai diperoleh
dari pengalaman kehidupan seperti keluarga dan sekolah di awal kehidupan seseorang.
Ssedangkan praktis diperoleh dari pengalaman sosial misalnya bekerja. Dalam tingkatan
organisasi, perbedaan budaya tampil sebagian besar dalam tataran praktis dibandingkan dengan
nilai (He dan Liu, 2010 : 5)
b. Perbedaan Budaya
Untuk memahami perbedaan budaya, berikut diulas secara singkat mengenai budaya konteks
tinggi dan budaya konteks rendah, konsep wajah, serta dimensi-dimensi budaya (Jandt, 2009 :
399-401).
Satu konsep yang sangat berguna untuk memahami perbedaan budaya dalam komunikasi bisnis
adalah dengan konsep yang dikenalkan oleh Edward T. Hall (1976) yang membedakan budaya
konteks rendah dengan budaya konteks tinggi. Budaya dengan makna lebih kecil ditentukan oleh
konteks karena sebagian besar pesan di-encode dalam bahasa sendiri dinamakan konteks rendah.
Dalam budaya konteks rendah pesan-pesan verbal dinilai tinggi serta memiliki spesifikasi yang
tinggi serta rinci.
Sementara itu, budaya dengan lebih sedikit dikatakan atau ditulis karena banyaknya makan
dalam sebuah lingkungan atau telah dibagikan oleh orang dinamakan dengan konteks tinggi.
Dalam budaya konteks tinggi, sangat sedikit pesan-pesan yang dikode secara eksplisit. Budaya
konteks tinggi lebih sensitif terhadap pesan-pesan nonverbal dan lebih seperti menyajikan sebuah
konteks dan latar belakang. Dalam budaya konteks tinggi, orang membawa lebih dekat dengan
pentingnya konteks yang dibagi. Pesan bisa jadi hilang dalam budaya konteks rendah.
(Baca : Komunikasi Nonverbal)
2. Konsep wajah
Terkait dengan konsep budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah adalah konsep wajah.
Wajah dapat dipahami dalam dua cara. Pertama, wajah merujuk pada rasa percaya diri terhadap
orang lain dalam hal karakter moral. Dan kedua, wajah merujuk pada prestise atau reputasi
seseorang yang dicapai dalam hidup. Dalam budaya konteks tinggi seperti China, komunikasi
terjalin secara tidak langsung atau implisit dan lebih seperti menggunakan perantara karena
harmoni sosial dan pengelolaan wajah adalah krusial.
Komunikasi yang dilakukan melalui perantara dapat mengeliminasi terjadinya konfrontasi tatap
muka dan mengurangi resiko kehilangan muka. Terdapat lebih dari negosiasi wajah dan
kesamaan wajah atau pengelolaan wajah lainnya. Dalam konteks budaya rendah seperti Amerika
Serikat, terdapat lebih dari negosiasi wajah secara langsung dan lebih mengelola wajah sendiri.
3. Dimensi-dimensi Budaya
Dimensi lintas budaya telah menjadi salah satu faktor penting untuk memahami berbagai macam
lingkungan ekomoni dan bisnis. Geert Hofstede (1980) mempublikasikan hasil studinya
mengenai berbagai macam dimensi budaya yaitu individualisme, maskulinitas, kekuatan jarak,
dan penghindaran ketidakpastian. Konsep ini telah diterapkan ke berbagai macam bidang seperti
psikologi lintas budaya, manajemen internasional dan bisnis, komunikasi lintas budaya, dan lain-
lain.
Dimensi ini merujuk pada bagaimana individu memandang atau mendefinisikan dirinya sendiri
dan hubungannya dengan orang lain dari strukturnya longgar hingga yang terintegrasi dengan
kuat. Dalam budaya individualis, minat individu berada di atas minat kolompok. Budaya
individualis menekankan pada arahan diri dan pencapaian diri, misalnya adalah Negara Kanada.
Sedangkan, dalam budaya kolektif, minat kelompok berada di atas minat individu. Budaya
kolektif menekankan pada kesetiaan pada kelompok dan konformitas, misalnya adalah
Indonesia. Dimensi individualisme dan kolektivisme adalah dimensi budaya yang umumnya
digunakan sebagai landasan teori dalam berbagai penelitian komunikasi lintas budaya dalam
bidang komunikasi, psikologi, dan antropologi (Baca : Etnografi Komunikasi).
6.Kekuatan Jarak
Kekuatan jarak mengindikasikan tingkat dimana kekuatan didistribusikan secara seimbang dalam
sebuah masyarakat dan derajat penerimaan masyarakat terhadap distribusi tersebut. Budaya
dengan kekuatan jarak yang tinggi dan pengaruh terkonsentrasi pada beberapa orang
dibandingkan dengan seluruh polpulasi. Negara dengan kekuatan jarak yang tinggi cenderung
otoriter dan berkomunikasi dengan interaksi yang terbatas dan penguatan perbedaan diantara
orang-orang. Negara dengan kekuatan jarak tinggi misalnya Malaysia, sedangkan Negara dengan
kekuatan jarak rendah misalnya Israel.
7. Penghindaran Ketidakpastian
Penghindaran ketidakpastian adalah tingkat dimana orang dalam suatu budaya merasa terancam
oleh situasi yang tidak dikenal dan diketahui dan merasa membutuhkan aturan yang tertulis
maupun tidak tertulis. Dalam dunia bisnis, hal ini membuat orang membutuhkan kerja keras
karena aturan, presisi, dan puntualitas dinilai. Negara dengan tingkat penghindaran
ketidakpastian tinggi misalnya Yunani dan Negara dengan tingkat penghindaran ketidakpastian
rendah misalnya Singapura.
Pada orientasi jangka panjang, konsisten dengan penghematan, ketekunan pada hasil, dan
keinginan untuk berada pada sisi sub-ordinat bagi sebuah tujuan. Sedangkan dalam orientasi
jangka pendek, konsisten dengan pemborosan dan ketekunan pada hasil yang cepat. Negara
dengan tingkat orientasi jangka panjang yang tinggi misalnya Tiongkok. Sedangkan, Negara
dengan tingkat orientasi jangka pendek misalnya Inggris Raya.
A.Kesalahpahaman
Norma dapat diartikan sebagai berbagai aturan untuk menentukan apakah suatu perilaku dapat
diterima dan sesuai dengan budaya. Masing-masing budaya memiliki seperangkat norma dan
memiliki seperangkat perilaku yang sesuai atau dapat diterima. Mereka yang bekerja dalam
lingkungan multikultur selalu gagal untuk memahami berbagai norma dari budaya lain. Hal ini
tentunya dapat mengganggu proses komunikasi serta menimbulkan rasa cemas.
D. Stereotyping
Sterotipe merupakan penilaian tentang seseorang. Infromasi yang kurang valid tentang seseorang
dapat menimbulkan kesalahan pemilihan dalam komunikasi bisnis lintas budaya. Stereotipe
budaya yang berlebihan dapat menyebabkan meningkatnya rasa cemas. Stereotipe adalah faktor
utama terjadinya perbedaan pendapat tentang budaya orang lain sehingga menimbulkan
miskomunikasi.
E. Etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan penilaian tentang budaya sendiri atau kelompok perilaku sebagai
patokan untuk melawan kelompok yang lain. Etnosentrime dapat meningkatkan tingkat
kecemasan.
Sebagaimana komunikasi antar budaya, maka untuk mengatasi berbagai hambatan dalam
komunikasi bisnis lintas budaya salah satunya adalah dengan meningkatkan kompetensi
komunikasi lintas budaya dalam sebuah organisasi atau perusahaan untuk mencapai berbagai
tujuan dengan tetap menghormati nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan yang dimiliki oleh
orang lain atau pihak lain. Sebuah organisasi bisnis hendaknya mengembangkan kompetensi
lintas budaya sebagai cara mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi bisnis lintas
budaya.
Baca juga :
Komunikasi Organisasi
Komunikasi Kepemimpinan
Komunikasi Informal
Sensitivitas lintas budaya – aspek kasih sayang komunikasi lintas budaya dapat diidentifikasi
sebagai sensivitas antar budaya yang berkembang dalam rangka menimbulkan kemampuan
individu untuk menghargai perbedaan budaya yang ada. Sehingga individu dapat
mengembangkan konsep diri, netralitas, dan kepemilikan diri.
Kesadaran lintas budaya – merupakan aspek kognitif komunikasi lintas budaya. Kesadaran antar
budaya menghasilkan kesadaran budaya dan kesadaran diri.
Pelatihan pengetahuan lintas budaya – karyawan perlu untuk menyadari dan mengakui
keberadaan perbedaan diantara budaya yang ada dalam hal nilai-nilai, kepercayan, persepsi, dan
interpretasi. Karyawan hendaknya diberikan dasar-dasar pelatihan lintas budaya yang dapat
membuat mereka sadar terhadap lintas budaya dalam dunia kerja atau bisnis.
Pelatihan bahasa – hambatan bahasa adalah masalah terbesar dalam kelompok yang bersifat
multi-kultural. Pelatihan bahasa hendaknya diberikan kepada mereka yang memiliki kesempatan
untuk melakukan kontak dengan orang asing (Baca : Bahasa sebagai Alat Komunikasi)
Penegakan kebijakan yang saling menguntungkan – sebuah organisasi hendaknya tetap bertahan
pada keuntungan yang sama bagi semua budaya dalam dunia kerja atau bisnis. Karyawan
hendaknya mendapatkan keuntungan yang sama seperti karyawan lainnya yang memiliki budaya
yang berbeda sehingga tercipta situasi yang saling menguntungkan.
Baca juga :
Komunikasi Pembelajaran
Dengan mempelajari komunikasi bisnis lintas budaya, kita dapat mengetahui serta memahami
berbagai pengertian tentang budaya serta perbedaan budaya, komunikasi bisnis lintas budaya,
hambatan-hambatan dalam komunikasi bisnis lintas budaya dan cara mengatasinya.
Demikianlah uraian singkat tentang komunikasi bisnis lintas budaya. Semoga menambah
pengetahuan serta wawasan kita mengenai seluk beluk komunikasi bisnis lintas budaya dan dapat
menerapkannya dalam dunia kerja atau bisnis.