Anda di halaman 1dari 15

FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No.

ALTERNATIF STRATEGI PENANGGULANGAN MASALAH WAXY


PARAFIN PADA TUBING SUMUR YANG MEMPRODUKSIKAN
MINYAK PARAFINIK

Eva Faza Rif`Ati 1


1
Widyaiswara Muda Pusdiklat Migas

ABSTRAK

Masalah piping di lapangan minyak di Indonesia pada umumnya akibat dari


tersumbatnya aliran minyak karena adanya scale atau mineral lainnya. Hal ini disebabkan
karena terdapat perubahan sifat fisik dari minyak baik itu pour point, viskositas atau
lainnya. Teknologi yang berkembang saat ini dalam hal mengatasi permasalahan tersebut
yaitu dengan penambahan air panas, penginjeksian gas ke dalam crude oil, yang berfungsi
untuk peningkatan pour point dari crude oil yang akan di produksikan atau menambahkan
bahan insulasi pada pipa tubing terdeposit agar terhambatnya proses heat transfer pada
lingkungan luar pipa tubing. Pada perkembangan selanjutnya peneliti akan meninjau
analisa desain insulation pada tubing produksi sumur parafinik yang tidak lagi flowing
(artificial lift) sehingga seorang engineer dapat memperkirakan desain thickness insulation
dan jenis insulasi pada tubing produksi agar pour point dari crude oil yang ditransportasikan
dapat terjaga dan tidak mengakibatkan wax deposit (kebuntuan pada pipa produksi), atau
pada jarak ke berapa pada pipa mulai diberikan insulation pada tubing produksi yang
gunanya mempertahankan temperatur crude oil agar tetap berada diatas temperatur WAT
nya. Verifikasi data pada tubing akan menghasilkan data pendukung untuk penentuan laju
alir crude oil dengan plot excell yang digunakan untuk menentukan tebal deposit wax dari
perhitungan heat transfer pada pipeline. Hasil dari verifikasi perhitungan excell tersebut
akan diselesaikan dengan bahasa pemrograman matematik sehingga memberikan suatu
simpulan bahwa penurunan verifikasi persamaan kehilangan panas pada satuan massa
aliran minyak dapat dijadikan pedoman untuk memperoleh model desain insulation tubing
produksi pada sumur parafinik yang non flowing.

I. PENDAHULUAN
untuk diproduksi. Minyak dengan range
A. Latar Belakang API gravity antara 30-20 tersebut bila
Lapangan minyak di Indonesia diproduksi mempunyai kecenderungan
ditargetkan oleh pemerintah untuk untuk membeku saat berada di permukaan
memproduksi minyak sesuai dengan bila temperatur sekeliling pipa transportasi
target produksi yang telah ditetapkan per di bawah temperatur pour point minyak.
tahunnya. Demi mengejar target tersebut, Kondisi minyak tersebut akan menjadikan
beberapa perusahaan perminyakan permasalahan tersendiri di teknologi
berusaha dapat memproduksi lapangan produksi, khususnya pada saat minyak
minyak meskipun reservoir di lapangan diproduksikan.
tersebut merupakan minyak black oil.
Minyak black oil yang umumnya memiliki B. Permasalahan
API gravity dengan kisaran antara 30 – 20
Pembahasan karya tulis ini ini dibatasi
merupakan minyak yang cukup viscous pada permasalahan tentang
wax
1
FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No.
1

depositpada sumur produksi non flowing terganggu, seperti terjadinya perubahan


yang karakteristik minyak crude nya temperatur atau tekanan, maka parafin
adalah parafinik. akan mengkristal atau mulai mengendap.
Parafin mengendap bisa juga disebabkan
C. Tujuan hilangnya fraksi volatil (volatile light end) di
Karya tulis ini bertujuan untuk crude oil (1), dimana fraksi volatil di dalam
mendapatkan analisa desain tubing crude oil seolah-olah bertindak sebagai
insulation, jenis dan tebal insulasi, yang pelarut bagi parafin wax. Ketika fluida
dapat mengatasi hambatan sumur campuran ini mulai didinginkan, maka
parafinik yang non flowing akibat adanya setiap komponen wax akan terpisah
pembentukan deposit wax pada pipa (menjadi tidak terlarut) sampai akhirnya
produksi. komponen wax yang memiliki berat
molekul tinggi akan memadat (solidify).
II. TINJAUAN PUSTAKA Peristiwa dimana pertama kali
A. Perilaku Fasa Wax terbentuknya kristal wax pada temperatur
Komponen wax ini dapat terlarut di tertentu ini disebut dengan onset of wax
crude oil (minyak mentah) dan di crystallization atau lebih dikenal dengan
kondensat dalam bentuk fasa liquid. istilah cloud point atau wax appearance
Kelarutan parafin wax ini sangat sensitif temperature (WAT).
terhadap perubahan temperatur. Ketika temperatur fluida reservoir turun
Perubahan temperatur adalah faktor yang sampai suhu T, hidrokarbon parafin yang
mempengaruhi proses pembentukan memiliki temperatur pembentukan solid
kristal-kristal wax. Parafin wax tetap (solidification temperature) lebih besar dari
terlarut di crude oil pada saat di reservoir T akan berkecenderungan mengendap
dan mengalami kesetimbangan dengan (precipitate) dan terpisah dari larutannya.
crude oil secara termodinamika. Sama Berikut adalah skema ilustrasi
halnya dengan peristiwa pengendapan termodinamika dari wax deposit : (1)

aspalten, saat kesetimbangan


termodinamika mulai

Reservoir

Wax deposition Hydrodynamic flow

Hydrocarbon

Critical Point
Pressure

Temperature

Gambar 1 Diagram PVT


2
FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No.
1

Pada gambar ilustrasi - gel strength


termodinamika pembentukan kristal wax Umumnya pengukuran WAT dan
diatas nampak bahwa pada garis putus- PP (atau CP) dilakukan terhadap contoh
putus dengan satu titik merupakan daerah minyak yang terdapat di tangki timbun dan
mulai terbentuknya deposit wax. Kurva hasil pengukuran digunakan untuk
diatas dikenal dengan wax deposition mengestimasi metode
envelope (WDE). pengangkutan/transportasi minyak di
Leontaritis et.al memberikan review pipeline (flow assurance). Operasional di
yang menarik tentang teknik pengukuran lapangan akan lebih mudah dan murah
wax deposit. Author tersebut juga bila minyak sejak awal memiliki
menyatakan adanya suatu permasalahan karakteristik temperatur ambient diatas
yang serius di lapangan dengan adanya WAT dan PP (atau CP).
wax saat dilakukan produksi, sehingga Komponen paraffin wax dalam
sering di temui adanya plugging crude oil umumnya merupakan masalah
(penyumbatan) di pipeline tubing, serta di yang cukup pelik yang dihadapi produser,
beberapa peralatan surface production. transporter dan refiner migas. Pada
Dikarenakan terlalu banyaknya wax umumnya komponen volatile yang
deposit di sistem perpipaan maka kegiatan terkandung dalam crude oil akan
pigging akan lebih sering dilakukan. Kristal teruapkan sehingga konsentrasi fraksi
wax ketika muncul akan mengubah berat crude oil naik, hal ini menyebabkan :
perilaku aliran suatu fluida minyak dari 1. Pressure drop, turunnya drive
kondisi Newtonian menjadi non-Newtonian efficiencies
(1)
. Kristal wax juga akan menyebabkan 2. Aliran fraksi berat menurun, aliran
viskositas dari minyak yang mengalir di crude oil melambat menyebabkan
pipeline menjadi lebih tinggi, yaitu dengan kemungkinan deposit wax cepat
meningkatnya konsumsi energi dan terbentuk.[13].
menurunnya kapasitas dari pemompaan.
Disamping itu wax deposit juga B. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
meningkatkan kekasaran (roughness) dari Wax Deposit
pipa serta berkurangnya luas permukaan Mekanisme dan keberadaan wax
pipa bagian dalam (cross sectional area) deposisi pada sistem yang mengalir
sehingga mengakibatkan meningkatnya (seperti aliran minyak parafinik dalam
pressure drop di sistem pipeline(1). suatu pipa) telah di teliti oleh banyak
Ada dua parameter utama yang peneliti. Berbagai metode telah di adopsi
mempengaruhi kelarutan wax di dalam untuk mempelajari fenomena dari deposisi
minyak pada kondisi ambient yaitu wax tersebut. Ada tiga faktor yang ikut
temperatur dan komposisi, sedangkan berkontribusi terhadap adanya deposit wax
tekanan memiliki pengaruh yang sangat di sistem yang mengalir (Bott and
kecil terhadap pembentukan wax di Gudmundsson (1977)), yaitu laju alir (flow
minyak bila dibandingkan dengan dua rate), perbedaan temperatur, dan laju
parameter diatas (1). Kuna et.al (2000) pendinginan, serta properti dari
menyatakan dalam studinya bahwa aliran permukaan.
minyak crude yang mengandung wax
(waxy crude oil) umumnya properti yang C. Flow Rate
diukur adalah : Pada aliran laminer, deposit wax
- wax appearance temperatur (WAT)
meningkat dengan meningkatnya laju
- pour point temperatur (PP) atau cloud
aliran. Hal ini bisa dijelaskan dengan
point temperatur (CP)

3
FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No.
1

keberadaan banyaknya partikel yang perbedaan temperatur antara bulk


terdeposit di permukaan. Saat laju aliran surfacedengan sebuah permukaan yang
meningkat hingga mencapai rejim dingin. Wax deposit akan terbentuk saat
turbulen, deposisi wax berkurang karena temperatur permukaan berada dibawah
efek dari shear dispersion. Shear temperatur minyak dan temperatur cloud
dispersion merupakan dominan utama point minyak.
pada aliran turbulen di semua stages nya. Awalnya, laju deposit wax sangat
Sedangkan perilaku aliran pada sistem besar tapi kemudian secara perlahan
yang mengalir dinyatakan dalam bilangan melambat ketika semakin banyak wax
Reynold. yang terdeposit di permukaan pipa.
Wax yang terdeposit pada laju alir Ketebalan lapisan wax di permukaan pipa
yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan meningkat, dan lapisan ini bertindak
lebih kompak. Dengan kata lain, hanya seolah-olah sebagai isolasi pipa. Dengan
kristal-kristal wax dan beberapa klaster adanya ”isolasi” ini akan menurunkan
kristal yang mampu melekat pada suatu kemampuan wax untuk membentuk kristal
permukaan, dengan gaya kohesi yang wax lebih jauh lagi.
besar deposit-deposit ini sulit untuk di
bersihkan. E. Wax Control
Deposit wax juga merupakan suatu Forsdyke (1997)
problem tersendiri pada sumur dengan laju mempresentasikan suatu overview detail
alir yang rendah. Laju alir yang rendah tantangan saat ini dan kedepan tentang
mempengaruhi terjadinya deposit wax produksi dan aliran multifasa pada sumur
karena waktu tinggal (residence time) di air dalam (deepwater). Author menulis
minyak yang lama di pipa dan di tubing. tentang teknik mengkontrol deposit wax.
Residence time minyak di pipa yang lama Forsdyke menyatakan bahwa temperatur
ini menyebabkan adanya heat loss (panas awal (onset temperature) terbentuknya
yang hilang dari minyak ke udara sekitar) wax biasanya sedikit lebih tinggi dari
sehingga menurunkan temperatur minyak temperatur pembentukan hidrat dan
saat ditransportasikan. problem ini tidak mudah untuk di hindari.
Denganmenurunnya temperatur minyak, Forsdyke memberikan tiga cara untuk
maka wax berkecenderungan mengendap membersihkan atau mengkontrol wax,
dan menjadi deposit(1). Laju aliran yaitu: secara termal, mekanis, dan dengan
minimum yang perlu diperhatikan untuk menggunakan bahan kimia.
menghindari terbentuknya deposit wax
yaitu 0,56 ft/sec(1). F.Secara Termal
Cara termal ini banyak digunakan
D. Perbedaan Temperatur dan Laju
dan diaplikasikan di lapangan untuk
Pendinginan menghindari terjadinya pembentukan wax
Selain laju pendinginan, perbedaan di sistem perpipaan. Seperti halnya pada
temperatur antara temperatur bulk minyak hidrat, kondisi ini (terbentuknya wax
dan permukaan yang dingin adalah salah deposit) di batasi oleh jarak. Meskipun
satu faktor terbentuknya deposit wax. pipa telah menggunakan isolasi yang
Deposit wax meningkat dengan super sekalipun, secara realistis isolasi ini
meningkatnya perbedaan temperatur. Cole tidak mampu menghindari terjadinya
and Jessen (1960) beropini bahwa penurunan temperatur hingga mencapai
perbedaan temperatur antara cloud point temperatur pembentukan hidrat pada
minyak dengan sebuah permukaan yang jarak maksimal
dingin adalah jauh lebih utama dari pada 20 Km(1). Begitu halnya dengan problem
4
FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No.
1

pada deposit wax. Laju pembentukan Jika aditif yang digunakan adalah
deposit wax berbanding langsung aditif untuk memodifikasi viskositas dari
terhadap laju kehilangan panas di pipa. crude oil maka aditif ini dikenal dengan
Penambahan panas, seperti injeksi air istilah pour-point depressants (PPDs).
panas, atau dengan menginjeksikan solar Sebagian besar studi laboratorium telah
panas, xylen atau dengan injeksi gas digunakan untuk mengetahui kebutuhan
umumnya mampu mencegah dan aditif yang diperlukan sesuai dengan jenis
menghindari terjadinya wax. Tetapi teknik crudenya. Bagaimanapun juga, aditif yang
ini umumnya menimbulkan biaya diperlukan bukan hanya mampu untuk
tambahan dalam sistem produksi. memodifikasi pour point dari cude oil,
tetapi juga dapat memodifikasi viskositas
G. Secara Mekanis nya juga karena hal ini berkaitan dengan
Cara mekanis yang paling banyak temperatur rendah dan laju alir. Jika wax
digunakan untuk membersihkan pipa dari inhibitor utamanya digunakan untuk
wax adalah dengan menggunakan wire- mengontrol pembentukan wax di beberapa
line scraper atau dengan cara flow- subsea system maka inhibitor ini harus
linepigging. Metode ini sangat efektif mampu secara total mencegah terjadinya
dalam membersihkan pipa asalkan lapisan wax deposit pada mid range condition.
wax yang menempel tidak terlalu tebal dan
usia pipa tidak terlalu tua, jika wax yang I. Insulasi sebagai cara mencegah
menempel terlalu tebal maka bisa pembentukan wax deposit
dimungkinkan pigging head akan macet di Insulasi adalah salah satu cara
tengah pipa sehingga ada jadwal dan untuk mempertahankan suhu di atas
frekwensi tertentu dalam melakukan kondisi pembentukan wax, selain itu dapat
kegiatan flow-linepigging. Selama masa memperpendek waktu untuk mencegah
pembersihan dengan menggunakan cara terbentuknya deposit wax, mencegah
ini maka kegiatan produksi dihentikan kehilangan panas yang akan terjadi pada
sementara. Dengan berhentinya produksi sepanjang pipa yang disinyalir akan
sementara maka secara tidak langsung terbentuk wax deposit.
akan menimbulkan biaya tersendiri dalam Pada perkembangan teknologi
operasi produksi. deep-offshore peralatan bawah laut (trees,
jumper, manifold) biasanya diinsulasi
H. Dengan Bahan kimia (seperti dengan busa sintaksis (syntatic foam)
:Chemical Inhibitors) untuk kedalaman 4000`, walau secara
Chemical Inhibitor yang ada saat geometri yang kompleks pada trees and
ini umumnya diinjeksikan ke waxy crude manifold insulasi ini kurang efektif. Namun
yang tujuannya adalah memodifikasi laju keuntungan dari pemasangan pipa insulasi
deposit wax dan properti rheologi dari ini adalah dapat memberikan waktu
suatu fluida (seperti : viskositas). Chemical cooldown sampai kondisi pembentukan
inhibitor bisa juga disebut sebagai crystal wax deposit tercapai selama shutdown.
modifiers, yaitu mengkristalkan kristal wax Pada saat operasi normal, jumlah panas
dalam bentuk lain atau mengadsorb kristal yang hilang dari peralatan ini, jika tidak
wax ke permukaan. Tetapi begitu terinsulasi umumnya tidak signifikan. [12].
kompleknya struktur wax dan perilakunya,
maka type- type aditif (Chemical inhibitor)
yang digunakan bergantung dari jenis
crude yang akan dinjeksi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Heat Transfer
5
FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No.
1

Tubing pada lapangan minyak wax deposit dalam tubing. Dalam hal ini
parafinik memproduksikan crude oil tinjauan wax deposit dibatasi pada
dengan flow rate tertentu dengan latar bahasan heat transfer dimana dapat
belakang struktur crude oil yang parafinik dihitung berapa tebal deposit yang terjadi
lambat laun akan menghasilkan masalah pada tubing produksi dengan criteria yang
memenuhi proses heat transfer pada
tubing tersebut.

Gambar 2 Profil penampang tubing

Keterangan : A1 = Luas area 1 (gambaran T2-T3 = proses heat transfer dinotasikan


aliran crude oil pada tubing)
sebagai fungsi temperatur
A2 = Luas area 2 (gambaran
dengan proses konduksi (crude
terbentuknya deposit wax pada tubing)
oil-deposit wax)
A3 = Luas area 3 (gambaran
T3-T4 = proses heat transfer dinotasikan
penampang pipa tubing) sebagai fungsi temperatur
dengan proses konduksi(deposit
Dimana A1 = 2n r1LA2 = 2 nr2LA3 wax-pipa tubing)
= 2nr3L T4-T5 = proses heat transfer dinotasikan
sebagai fungsi temperatur
Sedangkan dengan proses konveksi (pipa
T1-T2 = proses heat transfer dinotasikan tubing-udara kering pada
sebagai fungsi temperatur annulus)
dengan proses konveksi (center Dengan penampang dinding pipa
radialflow of crude oil-deposit tubing seperti gambar berikut :
wax)

6
Xd = tebal deposit

Dinding pipa

Th Tc
Td Two
ri Twi

ro

Gambar 3 penampang dinding pipa tubing


(T1 − T5)
q total = 1 r2–r1 r3–r2 1
+ (2gXd)L + (2gL(ro—ri)) +
hcrude.2n(ri–Xd)L Kdepocit Kpipa h udara.2nroL
(ri)
Ln( ) Ln((ro)
(ri) )
(ri—Xd)

B. Heat Transfer Pada Pipa Tubing Sedangkan


Ter- Insulasi
T1-T2 = proses heat transfer dinotasikan
Keterangan : sebagai fungsi temperatur
A1 = Luas area 1 (gambaran aliran crude dengan proses konveksi (center
oil pada tubing) radialflow of crude oil-deposit
A2 = Luas area 2 (gambaran terbentuknya wax)
deposit wax pada tubing) T2-T3 = proses heat transfer dinotasikan
A3 = Luas area 3 (gambaran penampang sebagai fungsi temperatur
pipa tubing) dengan proses konduksi (crude
A4 = Luas area 4 (gambaran penampang oil-deposit wax)
pipa insulasi) T3-T4 = proses heat transfer dinotasikan
sebagai fungsi temperatur
Dimana A1 = 2n r1LA2 = 2 nr2LA3 dengan proses konduksi(deposit
= 2nr3LA4 = 2nr4L wax-pipa tubing)
T4-T5 = proses heat transfer dinotasikan
sebagai fungsi temperatur
dengan proses konduksi (pipa
tubing-insulasi pada tubing)
T5-T6 = proses heat transfer dinotasikan
sebagai fungsi temperatur
dengan proses konveksi (pipa
insulasi pada tubing-udara
kering pada annulus)
Pipa insulasi
rins – ri = Xins
Hot dry air
Hot Area Cold area

Th Tc
Td
Tins
Crudeoil

Two
Xd Twi

ri

ro
Xins

rins

Gambar 4 penampang dinding pipa tubing ter-insulasi

(Td − Twi) (Twi − Two)


q total = ℎcrude(Tℎ − Td) ri + ro
+ Ln( )/(Kcrude2nL) (Ln( )/(Kpipa2nL)
ri–Xd ri
+ (Two − Tins) (Tins − Tc)
ro+Xinc + 1
Ln( )/(Kins2nL)
ro h udara.2n( ro+Xinc)L

C. Profil distribusi temperatur tiap untuk menghitung distribusi temperatur


100 meter kedalaman crude oil dari bottom sampai permukaan
Aliran crude oil dianggap terdiri dari (wellhead) dapat digunakan menggunakan
2 fasa minyak dan air, oleh karena itu persamaan distribusi temperatur alir dalam
variasi water cut memegang peranan tubing menggunakan korelasi Shiu Beggs.
penting didalamnya dengan aliran steady Sehingga diperoleh kurva distribusi
state, konsentrasi gas pada lapangan temperatur :
minyak ini diasumsikan ~ nil, sehingga
Kurva Distribusi Temperatur vs

Temperatur ( ˚K )
Kedalaman
600
400
200
0 Series1
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750

Kedalaman (meter)

Gambar 5 Kurva distribusi temperatur (Kelvin) VS kedalaman (meter)


Data menunjukkan bahwa estimasi yang menjadi pedoman penulis untuk
distribusi temperatur dari bottom 0 meter ~ menganalisa masalah kebuntuan pada
o
166.561 C (439.711 K) hingga wellhead pipa tubing yang mengandung crude oil
(674 meter) yang telah diketahui data parafinik. Perlu diketahui suhu lingkungan
berupa 30oC (303.15 K). Berdasarkan data ekstrim 19oC adanya proses heat loss
percobaan sampel crude oil yang telah yang dialami aliran crude oil dalam pipa
diambil dihitung harga cloud point 27.5 oC, tubing sepanjang aliran dari bottom hingga
adapun peristiwa dimana pertama kali permukaan well head, sedemikian rupa
terbentuknya kristal wax pada temperatur dapat menjelaskan titik permasalahan
tertentu ini disebut dengan onset of wax kebuntuan pipa.
crystallization atau lebih dikenal dengan Berdasarkan persamaan, data
istilah cloud point atau wax appearance distribusi temperatur untuk tiap variasi
temperature (WAT). Diasumsikan titik water cut dapat digunakan untuk
cloud point sampel crude oil dari lapangan menghitung rate heat transfer tiap 100
minyak tersebut ~ WAT ~ 27.5 oC . Hal ini meter kedalaman pipa tubing.

Kurva Rate Heat Transfer Vs


Rate heat transfer, J/s (Q)

Kedalaman
18000
16000
14000
12000
10000
8000 Series1
6000
4000 0100200300400500600700800
2000
0 Kedalaman meter (X)

Grafik 6 Kurva rate heat transfer (J/s) vs kedalaman (meter)


Kurva Rate Heat transfer Vs

Rate heat transfer, J/s (Q)


Kedalaman
1611
1610.5
1610
Series1
600 620 640 660 680

Kedalaman meter (X)

Grafik 7 Kurva rate heat transfer (J/s) vs kedalaman (meter),


skala diperkecil610 meter-670 meter

Pada variasi kedalaman 610 meter D. Variasi water cut 10%-80% terhadap
– 674 meter dibuat per 10 meter depth pola aliran crude oil dalam pipa
dengan tujuan agar perhitungan tebal Komposisi water cut pada crude oil
deposit dapat terlihat jelas. Namun karena mempengaruhi nilai komposisi densitas
selisih ∆T kecil maka rate heat transfer dan viskositas crude oil sehingga
pada data variasi per 10 meter depth (610 mempengaruhi pola aliran crude oil
meter-674 meter terlihat turun signifikan. sepanjang pipa tubing, berdasarkan
mekanika fluida didapatkan nilai Re dan Pr
untuk tiap crude oil dengan variasi water
cut 10%-80% adalah sebagai berikut :

Gambar 8 Pola aliran crude oil dengan variasi water cut 10%-
80%, faktor friksi (gesekan) untuk aliran duct (bejan 1995) .
[3]
Dari data diatas dapat diklasifikasikan pola 3. WC 30% kedalaman 670 meter (tidak
aliran crude oil sehingga diperoleh pola terbentuk wax)
aliran sebagai berikut : 4. WC 40% kedalaman 610-620 meter
1. Aliran laminar bila Re <2000 (tidak terbentuk wax)
2. Aliran turbulen bila Re >4000 5. WC 50% kedalaman 660 meter (tidak
Hal ini menyebabkan perbedaan nilai hh terbentuk wax)
(koefisien heat transfer crude oil), dimana 6. WC 60% kedalaman 630 dan 660
untuk aliran : meter (tidak terbentuk wax)
1. Persamaan korelasi Sieder Tate 7. WC 70% kedalaman 610 dan 660
bila nilai Re untuk aliran crude oil meter (tidak terbentuk wax)
laminar-transitional 8. WC 80% kedalaman 610 meter (tidak
2. Persamaan korelasi Dittus Boelter terbentuk wax)
bila nilai Re untuk aliran crude oil Hasil perhitungan tersebut memang
turbulen menunjukkan terjadinya sumbatan wax
pada pipa tubing, hal ini disebabkan
E. Penentuan tebal deposit Xd karena:
Data pada lampiran A adalah data 1. Komponen wax dapat terlarut di crude
tebal deposit yang diperoleh dari oil dalam bentuk fasa liquid. Kelarutan
penurunan rumus persamaan 3.61 dimana parafin wax ini sangat sensitif terhadap
variasi water cut memberikan variatif data perubahan temperatur. Perubahan
tebal deposit yang cukup signifikan hal ini temperatur adalah faktor yang
disebabkan karena water cut mempengaruhi proses pembentukan
mempengaruhi nilai komposisi densitas kristal-kristal wax.
dan viskositas crude oil sehingga 2. Parafin wax tetap terlarut di crude oil
menentukan nilai bilangan Re dan Pr, dan pada saat di reservoir dan mengalami
hh (koefisien heat transfer crude oil). Dari kesetimbangan dengan crude oil
data terlihat nilai Xd ≥ ri (jari-jari dalam secara termodinamika. Saat
tubing) = 0.0310007 meter. kesetimbangan termodinamika mulai
Terlihat bahwa deposit wax mulai terganggu, seperti terjadinya
terbentuk pada kedalaman 600 meter dari perubahan temperatur atau tekanan,
dasar sumur, maka divariasikan maka wax akan mengkristal atau mulai
kedalaman per 10 meter untuk dapat mengendap.
melihat besar tebal deposit dengan 3. Wax mengendap bisa juga disebabkan
memperkecil skala variasi kedalaman. hilangnya fraksi volatil (volatile light
Data variasi water cut menunjukkan end) di crude oil , dimana fraksi volatil
semakin besar water cut ~ semakin kecil di dalam crude oil seolah-olah
komponen crude oil dalam minyak bertindak sebagai pelarut bagi wax.
sehingga menyebabkan Ketika fluida campuran ini mulai
konsentrasi crude oil kecil, seiring dengan didinginkan, maka setiap komponen
itu menyebabkan tebal deposit wax sedikit wax akan terpisah (menjadi tidak
banyak berkurang (tidak terbentuk wax) terlarut) sampai akhirnya komponen
sepanjang aliran > 600 meter dari dasar wax yang memiliki berat molekul tinggi
sumur pada titik tertentu, seperti : akan memadat (solidify).
1. WC 10% kedalaman 660 meter (tidak 4. Pressure drop, turunnya drive
terbentuk wax) efficiencies
2. WC 20% kedalaman 630 meter (timbul 5. Aliran fraksi berat menurun, aliran
wax sebesar 6.28x10-6 meter, minyak crude oil melambat menyebabkan
masih mengalir) kemungkinan deposit wax cepat
90
terbentuk lo u tebal insulasi
(perbedaan s k pada pipa
pola aliran s w tubing untuk
crude oil, cr a meminimalka
laminar dan u x n
turbulen) d F. P terbentuknya
6. Pada e enen wax deposit
kedalaman oi tuan Bahan insulasi
600-674 l/ jenis yang digunakan
meter pada m dan adalah :
titik e
tertentu nj
timbul wax a Tabel Sifat fisik bahan
deposit insulasi
g
dan pada Panas Konduktivitas
a Densitas
titik Material spesifik Temal
st (Kg/m3)
(Btu/lb) (W/m/K)
tertentu a Neoprene
lagi tidak bi 64-96 0.20 0.3
rubber
timbul wax, lit Poly
dapat a urethane 27.2-40 0.4 0.04
dianalisa s wet
kemungkin cr Poly
an wax u urethane 40-80 0.4 0.02
dapat juga d dry
berperan e
sebagai oi Data yang diperoleh =
isolator menunjukkan bahwa : 0.3 W/m/K dapat
l
alami yang 1. Tebal insulasi menghambat heat transfer
s
mencegah yang divariasikan yang hilang di lingkungan
e
terbentukn sebesar 0.01 (dalam hal ini annulus
hi
ya wax meter, 0.05 meter mempunyai udara kering
n
secara dam kondisi vakum sebesar
g
alami, 0.09 meter tidak 50oC).
g
mengurang memberikan 3. Sehingga untuk nilai
a
i heat perbedaan yang efektifitas tebal insulasi
ti
cukup signifikan adalah yang paling minim =
d
dalam Xins = 0.01 meter neoprene
a
pengurangan rubber
k
tebal deposit wax 4. Water cut crude oil juga
s
2. Jenis bahan masih memegang peranan
e
insulasi sangat penting dalam pengurangan
m
mempengaruhi besar tebal deposit,
p
pengurangan semakin besar water cut
at
tebal deposit wax semakin kecil konsentrasi
te
karena nilai crude oil ~ kecepatan alir
r
konduktivitas yang
b
lebih besar
e
(neoprene rubber)
nt
91
c m t wax dapat
r . d juga
u 5. P a berperan
d a n sebagai
e d p insulator
a a alami yang
l k d mencegah
e e a terbentukn
b d tit ya wax
i al ik secara
h a te alami,
m rt mengurang
b a e i heat loss
e n nt crude
s 6 u oil/menjag
a 0 la a stabilitas
r 0 gi crude oil
- ti sehingga
~ 6 d tidak
t 7 a sempat
e 4 k terbentuk
r m ti wax
b et m V.KESIMPULAN DAN SARAN
e e b A. Kesimpulan
n r ul Kesimp
t p w ulan yang
u a a dapat diambil
k d x, dari karya tulis
n a d ini adalah :
y tit a 1. Desain
a ik p insulasi
te at dapat
w rt di diperkiraka
a e a n dengan
x nt n mengguna
u al kan
d ti is penurunan
e m a rumus heat
p b k transfer.
o ul e 2. Desain
s w m insulasi
i a u yang
t x n paling
d g efektif
m e ki untuk
i p n meminimal
n o a kan
i si n terbentukn

92
y e sumur, B. Rekomendasi
a n pemasangan Peneliti
g insulasi dimulai an lanjutan
d a dari dasar sumur dapat dikaji
e n diharapkan dapat lebih dalam
p k mengurangi karena masih
o = terbentuknya terdapatnya
s 0 deposit wax dari perhitungan
i . awal, wax mulai yang
t 3 terbentuk pada menandakan
W kedalaman yang adanya wax
w / lebih dangkal. deposit di
a m sepanjang
x / pipa tubing
K pada
a t kedalaman
d e (lebih dari) >
a b 600 meter,
l al walau di
a in permukaan
h s crude oil pada
ul realita di
a lapangan
n
si dapat
e
s mengalir.
o
e
p
b
r
e DAFTAR PUSTAKA
e
s
n
a
e 1. Ahmed, Tarek H, “Equations of
r
State and PVT Analysis :
0
r Application for Improved Reservoir
.
u Modeling”, 2007, Gulf Publishing
0 Company, USA, hal : 181- 237, 495
b
1 – 502.
b
m 2. A.R. Solaimany Nazar, B. Dabir
e
e dan kawan-kawan, “Measurement
r
t and Modeling of Wax Deposition in
e Crude Oil Pipelines”, SPE 69425
d
r copyright 2001.
3. Semakin an terjadinya 3. Bejan, Adrian and Kraus, Allan D.,
besar deposit wax “Heat Transfer Handbook”, 2003,
variasi 4. Daerah John Willey and Son, Inc., USA, hal
water cut terbentuknya : 180 – 183, 190 – 191, 422
crude oil deposit wax 4. Broadkey, Robert S and Hershey,
maka dimulai pada Harry C, “Transport Phenomena : A
dapat kedalaman 600 Unified Approach”, 1988, McGraw-
diminimalk meter dari dasar Hill Book Company, USA, hal : 112
93
– 117, 143, 146, 10. Geankoplis, Christie. J, Transport
148 – 153. Processes And Unit Operations,
5. Incropera P, frank edisi 2, hal : 205- 212
and DeWitt P, 11. Giles, V. Ranald, Mekanika fluida dan Hidraulika,
David, edisi kedua, Schaum, hal , 99-100
“Fundamentals of 12. Wilson Robert Pariangan, Desain
Heat and Mass Insulasi menggunakan simulator
Transfer, 4th OG pada sitem pipa sumur xyz di
edition, John Wiley laut dalamuntuk mencegah
and Sons, USA. pembentukan hidrat pada
6. Sadeghazad, alirannya, tesis, itb, 2011, hal. 13-
Ayoub /NIOC- 17.
Research Institute 13. Bercker, J. R, Crude Oils, Waxes,
of Petroleum Emultions, And Asphaltenes,
Industry dan Penwell Books, Oklahoma, 1993,
kawan- kawan, hal. 103.
“The Prediction of 14. Pudjo Sukarno, Dr. Ir, Leksono
Cloud Point mucharram, Dr. Ir., Aliran Fluida
Temperature : In Multifase dalam pipa, Jurusan
Wax Deposition”, Teknik Perminyakan, Fakultas Ilmu
SPE 64519 Kebumian dan Teknologi Mineral,
copyright 2000. ITB, 2000.
7. Riazi, M.R,
Characterization
and properties of
petroleum
fractions,ed.
1st,ASTM, 2005,
USA.
8. Myer, Kutz editor,
Heat Transfer
Calculations,Heat
Transfer
Calculations for
Predicting Solids
Depositions in
Pipeline
Transportation of
`Waxy Crude oils`,
McGraww Hill,
New York, 2006,
Hal : 25.1 – 25.8.
9. Welty, James.R,
Dasar Fenomena
Transport, volume
2, edisi 4, Penerbit
Erlangga, Jakarta,
2004. Hal : 1-15.

94

Anda mungkin juga menyukai