Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PROBLEMATIKA PRODUKSI

PENGARUH SIFAT FLUIDA FORMASI TERHADAP


PROBLEMA PRODUKSI DAN LAJU PRODUKSI SERTA
POLA PENANGGULANGANNYA

DISUSUN OLEH :

Nama :-Arya Sanjaya 1701218


-Bayu Fauzan Hidayat 1701208
-Claudia Ramba Toding allo 1701206
-Miftah Amalia 1701216

S1 TEKNIK PERMINYAKAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyusun
makalah Problematika Produksi ini.
Dalam upaya penulisan makalah ini tidak sedikit tantangan dan hambatan
yang penulis hadapi, namun dengan kebesaran-Nya dan bantuan serta dorongan
dari berbagai pihak sehingga tantangan dan hambatan tersebut dapat diatasi.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih memiliki kekurangan, Oleh
karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua rekan-rekan yang
membacanya.

Balikpapan, 14 November 2019

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................................2
BAB 2 Dasar Teori...........................................................................................................3
2.1..................................................................Problem water coning dan gas coning
...............................................................................................................................4
2.2..................................................................................................Problem kepasiran
...............................................................................................................................5
2.3..........................................................................................................Problem scale
...............................................................................................................................6
2.4......................................................................................................Problem parafin
...............................................................................................................................9
2.5........................................................................................................Problem emulsi
.............................................................................................................................11
2.6........................................................................................................Problem korosi
.............................................................................................................................12
BAB 3 Kesimpulan dan Saran......................................................................................12
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................12
3.2 Saran...................................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya ketika memproduksikan fluida reservoir, sumur selalu
diusahakan agar tetap pada laju alir optimum. Menurunnya kapasitas produksi dan
laju produksi minyak secara drastis merupakan problem produksi.
Problem produksi ini harus diatasi harus diketahui secepat mungkin agar
problem produksi dapat ditangani dengan cepat. Penanganan problem produksi
yang tepat akan mengembalikan produksi sumur dengan laju alir produksi yang
optimum.
Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya
produksi minyak di sumur dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
A Menurunnya produktivitas formasi
 Problem kepasiran
 Problem coning baik gas maupun air
B Menurunnya laju produksi
 Problem emulsi
 Problem scale
 Problem korosi
 Problem parafin
Problem produksi itu sendiri bergantung pada karakteristik batuan reservoir,
karakteristik fluida reservoir, dan kondisi reservoir itu sendiri. Oleh karena itu
faktor tersebut menjadi acuan untuk mengetahui sebab – sebab terjadinya problem
produksi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menganalisa penyebab masalah produksi
2. Menganalisa pengaruh sifat fluida formasi
3. Menganalisa penanggulangan masalah produksi

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sifat fluida yang dapat membuat problema produksi
2. Mengetahui penyebab problema produksi
3. Dapat mencegah problem produksi

2
BAB II
PEMBAHASAN

Pengaruh sifat fluida dalam problema


produksi dan penanggulangannya serta
pengaruhnya terhadap laju produksi

Sifat Fisika Sifat Kimia

Kepasiran Scale Korosi Parafin

Mencampur air
Scale Kalsium
Gravel Pack Inhibitor dan minyak
Karbonat
mentah

menurunkan titik
Scale Kalsium
Screen Liner Coating tuang minyak
Sulfat (Gipsum)
mentah

Scale Barium menaikkan


Sulfat (Barite) Cathodic
Injeksi Resin temperatur
Protection
minyak mentah
Penurunan
Laju Produksi

Penurunan
Laju Produksi
dan
Kerusakan
3 Alat Produksi
Air formasi adalah air yang ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak dan
gas, karena adanya gaya dorong dari air (water drive) yang mengisi pori-pori yang
ditinggalkan oleh minyak. Air formasi diperkirakan berasal dari laut yang ikut
terendapkan bersama dengan endapan sekelilingnya, karena situasi pengendapan
batuan reservoir minyak terjadi pada lingkungan pengendapan laut. Sifat air
formasi terbagi atas dua, yaitu: sifat fisika dan kimia.
Sifat fisika meliputi kompresibilitas, kelarutan gas dalam air, viskositas air, berat
jenis dan konduktivitas. Sedangkan sifat kimia air formasi meliputi ion ion
negative (anion) dan ion ion positif (kation)
Pengaruh dari sifat air formasi akan dijabarkan sebagai berikut:

2.1 Sifat Fisika Air Formasi


2.1.1 Problem Kepasiran
Suatu problema produksi dimana pada saat melakukan produksi pasir yang
ada di formasi juga ikut terproduksi dikarenakan akibat laju alir yang terlalu
tinggi maupun formasi yang unconsolidated sehingga mengakibatkan
terproduksinya pasir bersama dengan aliran fluida reservoir.
Kepasiran terjadi karena
 Produksi di lapisan unconsolidated
 Laju alir produksi melebihi laju alir kritis
 Viskositas dari fluida formasi
 Tenaga pengerukan (drag force) yang tinggi
Salah satu sifat dari fluida formasi yang menyebabkan kepasiran adalah
viskositas. Viskositas yang besar menyebabkan laju alir harus lebih besar
untuk dapat mengangkat fluida hingga ke surface. Hal ini memicu problem
kepasiran yang menyebabkan drag force. Drag force ini sendiri menyebabkan
terpecahnya formasi.
Adapun cara dalam penanggulangan prblema kepasiran ini yaitu dengan cara :
- Pengurangan laju alir
- Menggunakan Gravel pack
- Menggunakan screen liner

4
- Injeksi resin kedalam formasi

2.1.2 Problem emulsi


Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil atau dengan kata lain emulsi
merupakan suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak mau
campur, biasanya air dan minyak dimana caira suatu terdispersi menjadi butir-
butir kecil dalam cairan yang lain. Emulsi akan menjadi stabil apabila terdapat
Demulsifying Agent.
Ada dua tipe emulsi yaitu Water In Emulsion dan Oil In Emulsion.
Water in Emulsion (emulsi air dalam minyak), jika air atau larutan air yang
merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase
pembawa. Sedangkan Oil in emulsion (emulsi minyak dalam air) jika minyak
yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan
akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah.
Syarat terjadinya emulsi:
1. Ada dua zat yang tidak saling melarutkan.
2. Ada Agitasi (pengadukan).
3. Ada Emulsifying Agent
Terdapat beberapa macam cara untuk pemecahan emulsi, antara lain dengan :
o Metode Settling Time (Pengendapan)
Dengan cara ini diharapkan air, emulsi dan minyak akan terpisah secara
gravitasi (karena perbedaan densitasnya). Peralatan yang dipakai dapat
berupa : gun barrrel atau wash tank, free water knock out, storage tank, atau
oil skimmer.
o Metode Kimiawi (penggunaan demulsifer)
Dengan metode ini dapat merusak film dari emulsifying agent yaitu
dengan membuat kaku dan mengkerutkannya.
o Metode pemanasan

5
Metode ini diterapkan dengan anggapan dispersed phase dalam emulsi
tetap dalam keadaan bergerak (seperti gerak Brown dalam larutan koloid-
koloid zig-zag). Panas akan mempercepat gerakan tersebut dan menyebabkan
partikel dispersed phase saling tubrukan lebih sering dengan kekuatan lebih
besar, sehingga menyebabkan lapisan film yang dibentuk emulsifying agent
menjadi pecah, dan viskositas cairan makin berkurang yang menyebabkan air
terpisah. Di lapangan metode ini diterapkan pada alat-alat Heater Treater.
o Metode elektrik (listrik)
Prinsip metode ini adalah merusak atau menetralkan film penyelubung
butiran-butiran air yang diinduksi oleh medan listrik statis, sedangkan minyak
sebagai continious phase diinduksikan sehingga butiran-butiran air yang lebih
besar akan cepat mengendap dibanding butiran air yang kecil.
o Metode kombinasi
Di lapangan, metode kombinasi inilah yang sering diterapkan yaitu metode
panas-kimiawi dan kimiawi-listrik. Selain itu terdapat metode kombinasi
dengan sistem mekanik, yaitu :
 Filtering, dimana emulsi dipaksa mengalir melalui filter (saringan)
sehingga film yang menyelubungi dispersed phase pecah, namun
demikian ternyata tidak semua terpecahkan.
 Centrifuging, dimana emulsi dipecah dengan gaya centrifugal.
Seringkali metode pemecahan problem emulsi juga
dikombinasikan dengan pemecahkan problem korosi.

2.2 Sifat Kimia Air Formasi


2.1.3 Problem paraffin
Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung
dalam minyak mentah. Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya
disebabkan oleh perubahan komposisi hidrokarbon, kandungan wax (lilin) di
dalam crude oil, turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin
mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara
umum rumus parafin adalah CnH2n+2.

6
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan
hidrokarbon dan hidrogen antara C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan
material organik dan anorganik lain.
Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia
minyak dan temperatur. Pengendapan akan terjadi jika permukaan
temperaturnya lebih rendah daripada crude oil. Viskositas crude oil akan
meningkat dengan adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude
oil akan menjadi sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih
dapat mengalir disebut titik tuang (pour point).
Penyebab utama dari terbentuknya paraffin adalah
- Turunnya tekanan reservoir
- Hilangnya fraksi ringan minyak
- Pemindahan panas dari minyak ke dinding pipa dan diteruskan ke
tempat sekitarnya.
- Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata.
- Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.
- Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa.
- Terhentinya aliran fluida
Daerah terjadinya problem paraffin pada daerah:
- Sepanjang zona perforasi
- Tubing
- Flow line
- Separator
- Stock tank
Pencegahan terjadinya parafin yaitu:
- Mencampur air dan minyak mentah dengan perbandingan tertentu
- Menurunkan titik tuang minyak mentah dengan cara menginjeksikan
suatu zat kimia. Metode ini tidak ekonomis bila jatak pengaliran relatif
pendek dan jumlah zat kimia yang diperlukan banyak
- Menaikkan temperatur minyak mentah hingga mencapai temperatur
tertentu, dengan cara:

7
o Memanaskan minyak dengan heater
o Mengalirkan minyak mentah melalui heater
- Mencampurkan minyak mentah yang mempunyai titik tuang tinggi
dengan titik tuang yang rendah.

2.1.4 Problem korosi


Korosi atau yang kita kenal dengan Pengkaratan (pengikisan pada pipa)
adalah penurunan mutu dari peralatan logam yang bisa juga diartikan sebagai
kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, dimana
besi (Fe) bereaksi membentuk senyawa hidroksida, karbonat atau sulfida yang
rapuh dan mudah tererosi oleh aliran. Sebagai akibatnya adalah penipisan
dinding pipa, alat-alat produksi, yang akhirnya dapat menimbulkan
kebocoran-kebocoran.
Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi dengan minyak
dan gas pada saat diproduksikan ke permukaan. Air bersifat asam atau garam,
atau keduanya dan kecenderungan mengkorosi logam yang disentuhnya. Besi
umumnya mudah bersenyawa dengan sulfida dan oksigen, sehingga korosi
yang dihasilkan berupa feri oksida. Untuk itu adanya anggapan bahwa korosi
merupakan reaksi antara besi dengan oksigen atau hydrogen. Dilapangan
biasanya Penyebab korosi yang sering dijumpai adalah CO 2, H2S, asam-asam
organik, HCl dan oksigen yang terlarutkan di dalam air
Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :
- Korosi Internal
yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada
minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk
asam yang merupakan penyebab korosi.
- Korosi Eksternal
yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan
peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat
adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.
Air Formasi dapat menyebabkan terjadinya Korosi

8
Air formasi adalah air yang ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak
dan gas, karena adanya gaya dorong dari air (water drive) yang mengisi pori-
pori yang ditinggalkan minyak. Air formasi diperkirakan berasal dari laut yang
ikut terendapkan bersama dengan endapan sekelilingnya, karena situasi
pengendapan batuan reservoir minyak terjadi pada lingkungan pengendapan
laut.
Air formasi sendiri biasanya mengandung bermacam-macam garam dan
asam, terutama NaCl sehingga merupakan air yang asam bahkan asam sekali.
Dimana sifat asam maupun basa semuanya sama – sama berpengaruh nantinya
dalam kegiatan Produksi kita. Air formasi memiliki dua sifat yaitu asam dan
basa sifat asam mengakibatkan korosi yang dapat menyebabkan produksi
minyak terganggu dimana air yang melekat di pipa yang semakin mengeras
dan mengakibatkan karat. Sedangkan yang basa akan membentuk endapan
yang berbentuk pasir dan sedimen dimana endapan ini dapat merusak prodiksi
minyak yang dihasilkan.
Proses pengkaratan pada pipa terjadi karana air formasi yang mengandung
oksigen mampu mengoksidasi pipa, lama kelamaan menyebabkan lapisan pipa
terkikis sedikit demi sedikit, sehingga dalam jangka panjang dapat
menyebabkan minyak dapat merembes keluar pipa dan poros atau rekahan
yang disebabkan oleh karat tadi.
Terdapat beberapa metoda yang digunakan untuk mencegah korosi, yaitu :
1) Inhibitor
Dipergunakan untuk mengurangi arus listrik dengan jalan memperkecil
atau menghilangkan arus listrik. Tipe atau macam inhibitor, yaitu :
a. Inhibitor Organik
Biasanya mengandung nitrogen, belerang atau struktur asetelin.
Digunakan untuk sumur-sumur gas kondensat, minyak dan dalam
pengasaman. Inhibitor ini dimasukkan ke dalam sistem dalam bentuk
cairan, dan diinjeksikan secara kontinyu. Inhibitor yang baik akan
efektif pada konsentrasi 15 -30 ppm.
b. Inhibitor Anorganik

9
Biasanya berupa kromat, fosfat, nitrit, arsenit dan lain-lain. Dipakai
untuk sistem tertutup pada peralatan pendinginan, pengasaman pada
temperature tinggi dan pada permukaan baja yang dicat.
2) Netralisasi Gas dan Asam
Untuk korosi yang disebabkan adanya CO2 dan H2S,
pencegahannya dilakukan dengan cara menghilangkan gas ini di dekat
sumur, agar fluida yang masuk ke dalam flow line dan stock tank bebas
dan gas CO2 dan H2S.
3) Cathodic Protection
Digunakan pada peralatan yang ada dalam larutan elektrolit untuk
mencegah korosi pada permukaan baja. Cara ini memberikan hasil baik
pada pipa alir, pipa casing, tanki. kerangan-kerangan dan lain-lain.
Cathodic protection tidak akan bekerja dalam atmosfer atau pipa yang
berisi minyak atau gas, sebab keadaan sekitarnya merupakan konduktor
yang buruk.
4) Coating
Coating adalah melapisi peralatan dengan menggunakan bahan-bahan
pelapis tertentu. Berikut adalah jenis coating yang umunya digunakan
untuk mengatasi masalah korosi.
a. Metalic Coating
Biasanya digunakan zinc atau aluminium, kerena metal ini
memberikan hasil yang baik dan ekonomis, sedangkan chromium coating
biasa pada sistem-sistem pompa.
b. Plastic Coating
Plastik yang digunakan untuk coating/linning ada dua macam,
yaitu thermoplastic, yang menjadi makin lunak jika dipanaskan.
Ketebalan coating dibagi menurut ketebalannya, coating dengan
ketebalan 5 - 7 mils (1/100 inc) digolongkan sebagai thin film (lapisan).
Coating dengan ketebalan 12 - 25 mils disebut thick mil coating. Thick
coating dianjurkan untuk digunakan sistem injeksi air.
c. Organic Coating

10
Adalah melapisi peralatan dengan menggunakan cat atau bahan-
bahan lain seperti coal, tar, asphaltic enamel. Cat dipakai pada udara
terbuka, sedangkan coal, tar dan asphalt dipakai untuk peralatan di bawah
air dan di bawah tanah.

2.1.5 Problem Scale


Problem yang umum sering ada dalam Industri Perminyakan pada saat
produksi minyak dan gas adalah masalah “scale”. Scale merupakan suatu
endapan mineral yang terdefosit dan biasanya terbentuk dari air garam.
Endapan tersebut terbentuk karena adanya perubahan tekanan, suhu dan pH
sehingga keseimbangan ion-ion melebihi kelarutannya dan membentuk
endapan di reservoir, formasi produktif, sepanjang pipa alir produksi minyak
dan gas bumi baik di atas permukaan maupun dibawah permukaan. Demikian
pula jika terjadi dua pencampuran dari dua jenis air formasi yang incompatible
sehingga batas kelarutan senyawa yang ada dalam campuran air formasi
tersebut terlampaui maka akan terbentuk endapan scale. Macammacam scale
yang terjadi tergantung pada komposisi air formasi (kandungan ion dalam air
formasi).
Mekanisme Pembentukan Scale
Scale merupakan permasalahan yang tidak bisa dihindarkan dan harus di
tangani secara serius dan bisa berkelanjutan. Adanya endapan scale
dikarenakan air formasi yang mengandung ion-ion pembentuk scale, serta
pengaruh tekanan, suhu dan pH. Didalam air formasi terlarut sejumlah ion
antara lain kation (Na+, Ca2+, Ba2+, Sr2+, dan Fe3+) dan anion (Cl-, HCO3- , SO4-
dan CO32-)
1. Scale Calcium Carbonat (CaCO3)
Scale calcium carbonate merupakan suatu endapan yang terbentuk dari
hasil reaksi antara ion Calcium (Ca) dengan Carbonate (CO 3-) ataupun dengan
Bicarbonate (HCO3-).
Ca++ + CO3 = CaCO3
Ca++ + 2 (HCO3-) = CaCO3 + CO2 + H2O

11
A. Pengaruh pH
Jumlah CO2 yang ada dalam air mempengauhi kelarutan dari
kalsium karbonat. Namun, kenyataannya tidak menyebabkan keasaman atau
alkalinitas pada air. Dengan pH yang tinggi akan lebih mungkin terjadinya
pengendapan (Sumber: Patton,1995).
B. Pengaruh Tekanan
Peningkatan tekanan meningkatkan tekanan parsial CO2 dan
meningkatkan kelarutan CaCO3 dalam air. Maka peningkatan tekanan juga
meningkatkan kelarutan dari kalsium karbonat tersebut. Penurunan tekanan
merupakan penyebab utama terdeposisinya scale calcium carbonate dalam
sistem produksi.
C. Pengaruh Temperatur
Kelarutan kalsium karbonat akan semakin berkurang dengan
bertambahnya temperatur, sehingga semakin besar temperatur air maka tingkat
kecenderungan terbentuknya scale CaCO3 akan semakin besar. Pengaruh
tersebut dapat terjadi karena kenaikan temperatur air akan menyebabkan
adanya penguapan sehingga jumlah dalam air akan berkurang.
2. Scale Calcium Sulfate (CaSO4)
Scale calcium sulfate terbentuk dari hasil pengendapan padatan
berdasarkan pada persamaan reaksi sebagai berikut :
Ca++ + SO4 = CaSO4
Faktor atau kondisi yang berpengaruh dalam pembentukkan kalsium sulfat
antara lain perubahan kondisi reservoir serta kandungan garam yang terlarut
dalam air.
A. Pengaruh pH
pH memiliki sedikit pengaruh dan hampir tidak memiliki efek terhadap
kelarutan dari CaSO4.
B. Pengaruh Tekanan
Kadar kelarutan kalsium sulfat dalam air akan bertambah dengan adanya
kenaikan tekanan. Hal ini akan terjadi karena kenaikkan tekanan akan
menyebabkan ukuran molekul kalsium sulfat akan semakin kecil.

12
C. Pengaruh Temperatur
Pengaruh tekanan dalam kelarutan dari kalsium sulfat akan meningkat dengan
adanya pengaruh temperatur dari reservoir.
3. Scale Barium Sulfate (BaSO4)
Scale Barium Sulfate merupakan jenis scale yang memiliki kadar kelarutan
yang kecil, sehingga tidak mudah untuk larut. Barium sulfat merupakan
pengendapan padatan dari reaksi sebagai berikut :
Ba++ + SO4 = BaSO4
A. Pengaruh pH
pH memiliki sedikit pengaruh dan hampir tidak memiliki efek terhadap
kelarutan dari BaSO4.
B. Pengaruh Tekanan
Penurunan tekanan merupakan salah satu penyebab utama dalam
terdeposisinya scale barium sulfat di sistem produksi. Menurunnya kelarutan
karena penurunan tekanan di 21 choke dan valve dapat menyebabkan
turbulensi dalam air yang membantu untuk mengatasi efek supersaturasi dan
memulainya pengendapan. Peningkatan tekanan meningkatkan kelarutan dari
BaSO4
C. Pengaruh Temperatur
Kelarutan barium sulfat meningkat dengan temperatur sampai dengan 212ºF
[100ºC]. Kelarutan dalam distilasi air meningkat dari 2,3 mg/L pada 77ºF
[25ºC] sampai 3,9 mg/L pada 203ºF [95ºC]. Presentase peningkatannya
lumayan besar, namun BaSO4 masih tidak dapat dilarutkan walaupun dengan
temperatur yang tinggi.
Pencengahan Scale
Scale dapat ditanggulangi dengan metode penginjeksian scale
inhibitor. Berikut ini adalah beberapa metode treatment yang dapat dilakukan
untuk menginjeksikan scale inhibitor, yaitu :
1. Squeeze Treatment
Squeeze treatment ini merupakan suatu cara menginjeksikan inhibitor
ke dalam formasi dengan tekanan injeksi tertentu di bawah tekanan rekah

13
formasi dan di atas tekanan formasi. Inhibitor dilarutkan dalam fluida
pembawa yang disertai dengan zat aktif permukaan untuk memperbaiki
kebasahan batuan formasi. Dengan adanya inhibitor ini, maka terbentuklah
lapisan pelindung (protective film) pada permukaan pipa selama operasi
injeksi dan selama aliran fluida produksi mengandung inhibitor dengan
konsentrasi yang cukup tinggi.
2. Batch Treatment
Batch treatment merupakan suatu cara dengan menempatkan scale
inhibitor ke dalam sumur melalui tubing dalam jumlah yang hampir sama
dengan jumlah air yang diproduksikan per hari. Dengan adanya aliran fluida
dan reservoir yang mengalir ke lubang sumur, maka fluida akan bercampur
dengan scale inhibitor yang ada. Akibatnya scale inhibitor bercampur dengan
fluida produksi dan selanjutnya akan terbawa ke atas melalui peralatan-
peralatan produksi. Scale inhibitor ditempatkan pada beberapa feet di bawah
lubang sumur, ketika fluida mengalir ke lubang sumur. Meskipun dernikian.
ternyata scale inhibitor yang ditempatkan di dasar sumur ini tidak dapat
bertahan lama, sehingga scale inhibitor hanya berguna dalam waktu yang
relatif sangat singkat.
3. Continous Treatment
Continous treatment merupakan suatu cara treatment dengan jalan
menginjeksikan scale inhibitor ke dalam sumur melalui annulus oleh
chemical injection pump. Dengan cara tersebut dapat menyebabkan zat kimia
tersebut menyembur ke bawah (ke dasar sumur) dan dengan segera dapat
menjaga kelarutan. Untuk memenuhi kebutuhan di atas diperlukan kecepatan
injeksi yang didasarkan pada jumlah produksi fluida total dan bahan kimianya
harus dipompakan sedemikian rupa, sehingga konsentrasinya tidak kurang
dari batas minimum yang diijinkan.
Jenis scale inhibitor yang biasa digunakan di lapangan adalah
inorganic polyphospate, organic scale control chemical (organic phospate
dan phosphonate) dan polyorganic acid. Selain itu polimer juga digunakan
untuk mencegah atau menghambat pembentukan scale.

14
15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya setiap problem produksi memiliki penyebabnya masing –
masing. Permasalahannya yang dibahas disini adalah pengaruh dari sifat fluida
formasi. Dari setiap problem produksi ini yang dipengaruhi dari sifat fluida
formasi adalah problem dari parafin, scale, dan korosi.
Pada problem parafin sifat fluida yang terbentuk diakibatkan oleh
perubahan kesetimbangan fluida reservoir akibat menurunnya kelarutan lilin
dalam minyak mentah. Pengendapan yang terjadi pada sumur produksi
dipengaruhi oleh kelarutan minyak mentah dan kandungan lilin dalam minyak.
Kristal-kristal lilin yang menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat
berbentuk kristal-kristal tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang terdapat
bersama-sama dengan kristal lilin dapat memisahkan diri dari larutan minyak
mentah dan membentuk endapan dalam sumur produksi. Cara mengatasi dari
problem parafin adalah Mekanik (direservoir : hydroulic fracturing, di tubing
dengan alat scraper dan cutter dan di flowline dengan alat pigging), kombinasi
dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak diesel) dengan cara
pemanasan (pemakaian heater treater, steam stimulation atau thermal recovery
seperti injeksi uap), pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene, dan
Acidizing.
Pada problem scale terbentuk pada permukaan yang bersentuhan dengan
air yang dimana hal ini terbentuk karena bercampurnya dua jenis air yang
berbeda, penurunan tekanan, dan perubahan temperatur. Pada bercampurnya dua
jenis air yang berbeda, sifat fluidanya memungkinkan membentuk suatu
komponen yang tidak dapat larut dan terbentuk endapan barium sulfate (BaSO 4)
yang dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Untuk penurunan tekanan,
sifat fluida yang menyebabkan problem scale ini terbentuk dikarenakan
terlepasnya CO2 dan ion bikarbonat (HCO3-) dari larutan. Dengan terbebaskannya
gas CO2, sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO3. Hal ini

16
berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya
kemungkinan terbentuknya scale CaCO3. Selanjutnya pada perubahan temperatur
sifat fluida yang terbentuk, diakibatkan oleh kelarutan senyawa kimia yang sangat
bergantung pada temperatur. Cara mengatasi dari problem scale itu sendiri dengan
penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic) dan Acidizing
(Penambahan larutan HCl atau HCl:HF).
Pada problema korosi terbentuk akibat reaksi elektrokimia dengan
lingkungannya, dimana besi (Fe) bereaksi membentuk senyawa hidroksida,
karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh aliran. Akibat dari
korosi adalah penipisan dinding pipa, alat-alat produksi, yang akhirnya dapat
menimbulkan kebocoran-kebocoran. Sifat fluida pada problema korosi itu sendiri
terbentuk akibat CO2, H2S, O2, dan kandungan dari anode, katode, eletrolit, serta
konduktor. Pencegahan pada problema korosi adalah mengontrol kadar salinitas,
menggunakan pelapis khusus, penggunaan corrosion inhibitor, dan penggunaan
arus listrik kedalam logam.

3.2 Saran
Perlu penerapan dari pelatihan petroleum yang baik yang dimana selain
memproduksi sumur dengan laju produksi yang besar juga harus memperhatikan
keberlangsungan sumur nantinya.

17

Anda mungkin juga menyukai