Anda di halaman 1dari 41

TUGAS PAPER SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

PENYELIDIKAN ENDAPAN LOGAM NIKEL

DOSEN PENGAJAR : ALIEFTIYANI PARAMITA GOBEL, S.T., M.T.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2020
DISUSUN OLEH :

1. NAMA : AZRIANDI AZIZAN


NIM : 03021381823091
KELAS :A
KAMPUS : PALEMBANG

2. NAMA : DIECKY ALFREDO ARIYANA SAPUTRA


NIM : 03021381823087
KELAS :A
KAMPUS : PALEMBANG

3. NAMA : EVY OKVITA SARI


NIM : 03021381823095
KELAS :A
KAMPUS : PALEMBANG
ABSTRAK
Logam nikel adalah suatu logam yang berwarna putih perak, mempunyai
berat jenis 8,90 dengan titik leleh 1455°C dan titik lebur (boiling point)
2730°C, termasuk nilai ekonomisnya mahal kira-kira 3 kali lipat nilai
ekonomis (harga) logam tembagaKebanyakan nikel di bumi tidak dapat
diakses karena berada dalam inti bumi cair. Nikel diketahui menyumbang
10% komposisi inti bumi. Jumlah total nikel yang terlarut dalam laut berada
pada kisaran 8 miliar ton. Bahan organik memiliki kemampuan menyerap
logam ini sehingga menjelaskan mengapa batubara dan minyak bumi
memiliki kandungan nikel cukup besar. Kandungan nikel dalam tanah bisa
serendah 0,2 ppm atau setinggi 450 ppm di beberapa jenis tanah liat, dengan
rata-rata kandungan sekitar 20 ppm. Nikel adalah komponen yang ditemukan
banyak dalam meteorit dan menjadi ciri komponen yang membedakan
meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi atau siderit, dapat mengandung
alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh secara komersial dari
pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah yang
menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel. Nikel laterit adalah mineral
logam hasil dari proses pelapukan dan pengkayaan mineral pada batuan
ultramafik. Geologi di daerah Palangga, Provinsi Sulawesi Tenggara, disusun
oleh batugamping dari Formasi Eimoko dan Formasi Langkolawa yang
memiliki hubungan ketidakselarasan dengan batuan ultramafik di bawahnya
sebagai pembawa endapan nikel laterit. Proses pelapukan pada batuan
ultramafik menghasilkan karakter dan profil nikel laterit yang berbeda.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nikel adalah komponen yang banyak ditemukan dalam meteorit dan
menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit
besi atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel
diperoleh secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury
Ontario, sebuah daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan nikel dunia.
Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel
ditemukan dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan
butiran kecil bersama pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat dalam
tanah yang terletak di atas batuan basa.
Di indonesia, tempat ditemukan nikel adalah Sulawesi tengah dan
Sulawesi Tenggara. Nikel yang dijumpai berhubungan erat dengan batuan
peridotit. Logam yang tidak ditemukan dalam peridotit itu sendiri, melainkan
sebagai hasil lapukan dari batuan tersebut. Mineral nikelnya adalah garnerit.
Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedt pada tahun 1751, merupakan logam
berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan mulur, tergolong dalam
logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi
dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim
Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti:
pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik,
aplikasi industri pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik
bertenaga gas, pembuat magnet kuat, pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom),
kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk pertanian dan berbagai fungsi lain.
Nikel merupakan konduktor panas dan listrik yang cukup baik. Senyawa
nikel umumnya bersifat bivalen, meskipun terdapat pula tingkat valensi lainnya.
Unsur ini juga membentuk sejumlah senyawa kompleks. Sebagian besar senyawa
nikel berwarna biru atau hijau. Nikel larut perlahan dalam asam encer.
Kebanyakan nikel di bumi tidak dapat diakses karena berada dalam inti
bumi cair. Nikel diketahui menyumbang 10% komposisi inti bumi. Jumlah total
nikel yang terlarut dalam laut berada pada kisaran 8 miliar ton. Bahan organik
memiliki kemampuan menyerap logam ini sehingga menjelaskan mengapa
batubara dan minyak bumi memiliki kandungan nikel cukup besar. Kandungan
nikel dalam tanah bisa serendah 0,2 ppm atau setinggi 450 ppm di beberapa jenis
tanah liat, dengan rata-rata kandungan sekitar 20 ppm.
Efek gulir dari pandemi Corona telah mengancam kinerja produksi dan
penjualan nikel Indonesia. Tak hanya bijih atau ore, Corona juga mengganjal
produksi dan penjualan produk olahan nikel yang dihasilkan smelter di dalam
negeri.

1.2. Tujuan
1. Untuk lebih mengetahui kristalografi nikel
2. Untuk mengetahui petrologi nikel ganesanya
3. Untuk lebih mengetahui ganesa nikel
4. Untuk lebih mengetahui mineralogi nikel

1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
2.6.1. Sebagai pembelajaran ilmu bagi penulis dan pembaca agar dapat
membedakan karakeristik dari nikel yang ada di bebrapa daerah di Indoesia
2.6.2. Sebagai pedoman untuk penulisan karya tulis pada masa mendatang.

1.4. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam mengambil data yang dibutuhkan
untuk keperluan penyelesaian penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Studi
Literatur. Studi literatur dilakukan dengan mencari studi pustaka yang dapat
menunjang dalam pembuatan laporan yang diperoleh dari perpustakaan, jurnal,
laporan penelitian lainnya, dan informasi lain yang berkaitan. Jenis data dalam
pengambilan data-data yang diperlukan untuk menyusun laporan ini adalah data
sekunder.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Nikel


Logam nikel adalah suatu logam yang berwarna putih perak, mempunyai
berat jenis 8,90 dengan titik leleh 1455°C dan titik lebur (boiling point)
2730°C, termasuk nilai ekonomisnya mahal kira-kira 3 kali lipat nilai
ekonomis (harga) logam tembaga (Fatchul, 2012).
Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam
batuan ultrabasa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak.
Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil
konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa
serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi
dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit (Arda, 2012).
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Ni dan nomor atom 28. Bentuk struktur kristalnya FCC. dan juga
bersifat magnetis. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni,
nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam
lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras (Arda, 2012).
\
2.1.1. Jenis-Jenis Nikel
- Monel, adalah paduan nickel (Ni = 67%) dengan logam tembaga (Cu =
28%) dan element logam lain ferro, Mn, dan Si. Penggunaan logam monel
banyak untuk industri kimia, bahan makanan dikarenakan sifattahan
korosinya yang sangat baik di samping sifat kekuatan dan keuletannya dan
tahan temperatur tinggi. Logam monel dapat bertahan sifat fisis dan
mekanisnya sampai temperature kerja 750°C.
- Paduan Nickel-Chrow-Ferro (Nichrom) banyak digunakan untuk tahanan
listrik, pada alat pemanas listrik hal ini karena sifat tahan oksidasi dan kuat
pada temperatur tinggi.
- Paduan Hastelloy, adalah paduan nickel dengan berbagai logam lain, seperti
komposisi : Ni-Cr-Mo-Fe (Hastelloy C dan X). Paduan hastelloy ini dikenal
tahan korosi terhadap beberapa asam kuat . HC1, H2 SO4 , H2 P04. Karena
sifat-sifat yang demikian ini hastelloy dipakai untuk komponen pompa dan
katup, nozzle, asam kuat dan tahan temperatur tinggi (Fatchul, 2012).

2.2. Kristalografi Nikel


Nikel memiliki sifat fisis mekanis yang baik sekali, yaitu tahan korosi,
tahan oksidasi, tahan pada temperatur tinggi, dapat membentuk larutan padat
yang ulet, kuat dan tahan korosi dengan banyak logam-logam lainnya. Nikel
berwarna putih keperak-perakan dengan pemolesan tingkat tinggi. Bersifat
keras, mudah ditempa sedikit ferromagnetis dan merupakan kondukktor yang
agak baik terhadap panas dan listrik. Nikel tergolong dalam group logam
besi-kobal yang dapat menghasilkan alloy yang sangat berharga (Surdia,
1985).
Nikel sangat kuat dan memiliki sifat liat (ductile), nikel bersifat
ferromagnetic dan berbarat jenis 8,9 gram/cm3. Nikel memiliki struktur
Kristal kubik pemusatan sisi (Fece-centred-cubic,FCC) dan lebur pada suhu
1455 derajar selsius. Nikel sangat mudah dipadukan dengan unsur logam lain,
sehingga nikel sangat penting sebagai bahan paduan untuk ketahanan korosi
dan panas (Prayitno, 2010).

2.2.1. Sifat Fisik & Sifat Kimia Nikel


Sifat Fisik
• Fase : solid
• Titik lebur : 1728 K (1455 °C, 2651 °F)
• Titik didih : 3186 K (2913 °C, 5275 °F)
• Kepadatan : mendekati s.k. 8.908 g/cm3
• Kalor peleburan : 17.48 kJ/mol
• Kalor penguapan :377.5 kJ/mol
• Kapasitas kalor molar :26.07 J/(mol·K)
• logam putih keperak-perakan yang berkilat, keras
• dapat ditempa dan ditarik
• feromagnetik
• TL : 1420ºC, TD : 2900ºC

Sifat Kimia
• Pada suhu kamar nikel bereaksi lambat dengan udara
• Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO
• Bereaksi dengan Cl2 membentuk Klorida (NiCl2)
• Bereaksi dengan steam H2O membentuk Oksida NiO
• Bereaksi dengan HCl encer dan asam sulfat encer, yang reaksinya
berlangsung lambat
• Bereaksi dengan asam nitrat dan aquaregia, Ni segera larut
Ni + HNO3 → Ni(NO3)2 + NO + H2O
• Tidak beraksi dengan basa alkali
• Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam
Informasi dasar
Nama : Nikel
Simbol : Ni
Nomor Atom : 28
Massa Atom : 58.6934 amu
Jumlah Protons/Elektron : 28
Jumlah Neutron : 31
Klasifikasi : Transition Metal
Struktur kristal : Cubic
Jumlah Tingkat Energi :4
Energi pertama level :2
Energi Kedua Level :8
Energi Ketiga Level : 16
Energi Keempat Level :2
• Isotopes
Isotope Half Life
Ni-56 6.1 days

Ni-57 35.6 hours

Ni-58 Stable

Ni-59 76000.0 years

Ni-60 Stable

Ni-61 Stable

Ni-62 Stable

Ni-63 100.0 years

Ni-64 Stable

Ni-65 2.51 hours

2.2.2. Karakteristik
• Unsur Nama, Lambang, Nomor atom : Nikel, Ni, 28
• Deret kimia : logam transisi
• Golongan, Periode, Blok : 10, 4, d
• Penampilan : kemilau, metalik
• Konfigurasi elektron : [Ar] 3d8 4s2
• Kelimpahan : 99 ppm
• Densitas : 8,908 g cm-3
• Titik leleh : 14550C
• Titid didih : 29200C
• Jari-jari atomik : 124 pm
• Elektronegativitas : 1,8
• Tanggal Penemuan : 1751
• Penemu : Alex Cronstedt
• Nama Asal : Dari kata kupfernickel
Jerman (Tembaga Palsu)
• Kegunaan : Paduan Logam
Elektroplating, nikel-kadmium baterai
• Di peroleh dari : pentlandit
• Volume Atom : 6.6 cm3/mol
• Struktur Kristal : fcc
• Massa Jenis : 8.9 g/cm3
• Konduktivitas Listrik : 14.6 x 106 ohm-1cm-1
• Elektronegativitas : 1.91
• Konfigurasi Elektron : [Ar]3d8 4s2
• Formasi Entalpi : 17.2 kJ/mol
• Konduktivitas Panas : 90.7 Wm-1K-1
• Potensial Ionisasi : 7.635 V
• Bilangan Oksidasi : 2,3
• Kapasitas Panas : 0.444 Jg-1K-1
• Entalpi Penguapan : 377.5 kJ/mol

2.2.3. Sistem Kristalografi

Untuk mempermudah dalam memahami bentuk kristal, dibuatlah


pengkelompokkan yang lebih sistematis. Pengkelompokkan ini berdasarkan
perbandingan panjang, letak atau posisi, jumlah dan nilai sumbu tegak.
Berdasarkan sifat simetrinya, bentuk kristal dibagi menjadi bidang simetri dan
sumbu simetri. Dari bidang dan sumbu simetri tersebut, krital dikelompokkan
menjadi 32 kelas kristal. Pengkelompokkan ini berdasarkan jumlah unsur simetri
yang terdapat pada kristal.

a. Sistem Isometrik
Sistem ini dikenal dengan sebutan sistem kristal kubus atau kubik dengan
jumlah sumbu pada kristal sebanyak 3 dan saling tegak lurus antara satu
dengan yang lainnya. Perbandingan ketiga sumbu memiliki panjang yang
sama. Kerena memiliki panjang sumbu yang sama, sudut kristalografi yang
dibuat sebesar 90o, hal ini disebabkan setiap sumbu berada pada posisi tegak
lurus.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 kelas yaitu, tetaoidal, gyroida, diploida,
hextetrahedral, dan hexoctahedral. Beberapa mineral yang memakai sistem
kristal isometrik yaitu galena, emas, flourite, pyrite, dan halite. Sistem
isometrik merupakan sistem yang paling simetri dalam ruang 3 dimensi.

b. Sistem Tetragonal
Sistem kristal ini memiliki 3 sumbu kristal yang masing – masing sumbu
saling tegak lurus. Hanya satu sumbu memiliki ukuran lebih panjang atau
lebih pendek dibandingakan dengan dua sumbu yang lain. Pada sistem
tetragonal dibagi menjadi 7 kelas yaitu, piramid, bipiramid, bisfenoid,
trapezohedral, ditetragonal piramid, skalenohedral, ditetragonal bipiramid.
Contoh dari mineral sistem tetragonal yaitu rutil, autunite, leucite, scapolite,
pyrolusite.

c. Sistem Hexagonal
Pada sistem ini terdapat 4 sumbu kristal dimana salah satu sumbu tegak
lurus terhadap ketiga sumbu yang lain. Ketiga sumbu tersebut membentuk
sudut 120o terhadap sumbu satu dengan yang lainnya. Tidak hanya itu, ketiga
sumbu memiliki panjang yang sama, sedangkan sumbu yang tersisa memilliki
ukuran lebih panjang. Contoh dari mineral pada sistem hexagonal yaitu
quartz, hematite, corundum, apatite, calcite.

d. Sistem Trigonal
Sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, beberapa ahli
berpendapat jika sistem ini masuk ke dalam sistem kristal hexagonal, sebab
cara penggambarannya cukup sama. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu
sistem trigonal, setelah terbentuk bidang datar berupa segienam, kemudian
dibentuk segitiga dengan cara menghubungkan dua titik sudut di mana titik
tersebut melewati satu titik sudutnya. Sistem ini terbagi menjadi 5 kelas yaitu,
trigonal piramid, tigonal trapezohedral, ditrigonal piramid, ditrigonal
skalenohedral dan rombohedral. Contoh dari mineral sistem ini yaitu cinnaber
dan tourmaline.

e. Sistem Orthorhombik
Sistem ini juga dikenal dengan sebutan sistem Rhombis, memiliki 3
sumbu simetri kristal saling tegak lurus antara satu dengan yang lainnya.
Masing – masing sumbu mempunyai panjang yang berbeda. Pada sistem
orthorhombik dibagi menjadi 3 kelas yaitu piramid, bipiramid, dan bisfenoid.
Contoh dari mineral ini yaitu stibnite, aragonite, chrysoberyl dan witherite.

f. Sistem Monoklin
Monoklin sendiri memiliki arti yaitu hanya terdapat satu sumbu yang
miring dari tiga sumbu yang ada. Selain itu, ketiga sumbu tersebut tidak
mempunyai panjang yang sama. Salah satu sumbu berukuran pendek dan
salah satu yang lain memiliki ukuran yang panjang. Sistem monoklin ini
terbagi menjadi 3 kelas, sfenoid, doma dan prisma. Contoh mineral ini yaitu
azurite, gypsum, epidot, colemanite, malachite.

g. Sistem Triklin
Sistem ini terdapat 3 sumbu simetri di mana antara satu sumbu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus dan juga ketiga sumbu tidak memiliki
panjang yang sama. Contoh dari mineral pada sistem ini yaitu albite,
labradorite, kaolinite, dan anortoclase.

2.2.4. Struktur Kristal Nikel


Dalam kristalografi, sistem kristal kubik (atau isometrik) adalah sistem
kristal di mana sel satuan berada dalam sebuah bentuk kubus. Sistem ini
merupakan sistem yang paling sederhana dan paling umum yang ditemukan
pada kristal dan mineral.
Ada 3 macam kristal kubik yang umum ditemui, yaitu:
• Kubus sederhana (primitive cubic, simbol Pearson: cP)
• Kubus berpusat-badan (body-centered cubic, bcc, simbol Pearson: cI),
• Kubus berpusat-muka (face-centered cubic, fcc, simbol Pearson: cF, juga
dikenal sebagai cubic-close packed, ccp).
Setiap kristal dibagi menjadi varian lain seperti di bawah ini. Ada 3 Kisi
Bravais yang membentuk sistem kristal kubik:
Kisi Bravais

Body-centered cubic Face-centered cubic


Nama Kubus sederhana
(berpusat-badan) (berpusat-muka)

Simbol
Pearso Cp cI cF
n
Sel
satuan

Sistem kubus sederhana terdiri dari titik kisi pada setiap sudut kubusnya.
Setiap atom pada titik kisi kemudian dibagi rata ke 8 kubus lainnya sehingga
hanya ada 1⁄8 bagian atom pada setiap titik kisi. Dengan ini, setiap sel satuannya
memiliki 1 atom (1⁄8 × 8).
Sistem kubus berpusat-badan mempunyai 1 titik kisi pada pusat sel satuan
ditambah 8 pada sudut-sudut kubus. Dengan ini, setiap sel satuannya memiliki 2
atom (1⁄8 × 8 + 1).
Sistem kubus berpusat-muka mempunyai titik kisi pada muka (sisi) kubus,
setiap titik kisi berisi setengah bagian atom, ditambah titik kisi pada setiap sudut
kubus. Dengan ini, setiap sel satuannya memiliki 4 atom (1⁄8 × 8 dari sudut
ditambah 1⁄2 × 6 dari muka).

2.3. Petrologi Nikel

Secara petrologi, batuan yang terdapat di alam ini dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu batuan beku (igneous rocks), batuan endapan (sedimentary rocks), dan
batuan malihan (metamorphic rocks).

1. Batuan Beku (Igneous Rocks)


Batuan yang terbentuk dari proses pembekuan/pengkristalan lelehan
materi bertemperatur tinggi yang mengalir dari daerah bagian dalam bumi
menuju permukaan, termasuk hasil aktivitas gunung api. Produk utama
adalah magma, materi lain yang diakibatkan terhamburnya lelehan ke
permukaan bumi disebut lava (kristal batuan volcanic). Batuan ini biasanya
berupa batu gunung yang massif dan tebal lapisannya. Mineral utama
pembentuk batuan beku adalah kuarsa, feldspar, piroksin dan hornblende,
mika, magnetit dan olivin. Contoh batuan beku adalah : obsidian, perlit,
Andesit, basalt, dll.
Menurut Hulburt (1977), batuan beku dibagi berdasarkan komposisi yang
menjadi standar dalam geologi menjadi empat golongan yaitu :
• Batuan Beku Asam
Termasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika
(SiO2) lebih dari 66%.contoh batuan ini dalah Granit dan Ryolit. Batuan
yang tergolong kelompok ini mempunyai warna terang (cerah) karena
(SiO2) yang kaya akan menghasilkan batuan dengan kandungan kuarsa,
dan alkali feldspar dengan atau tanpa muskovit.
• Batuan Beku Menengah (intermediat)
Apabila batauan tersebut mengandung 52 – 66% silika maka termasuk
dalam kelas ini. Batuan ini akan berwarnagelap karena tingginya
kandungan mineral feromagnesia. Contoh batuan ini adalah Diorit dan
Andesit.
• Batuan Beku Basa
Yang termasuk kelompok batuan beku ini adalah bataun yang
mengandung 45 – 52% silika. Batuan ini akan memiliki warna hitam
kehijauan karena terdapat kandungan mineral olivine. Contoh batuan ini
adalah Gabbro dan Basalt.

• Batuan Beku Ultra Basa


Golongan batuan beku ini adalah apabila bataun beku mengnadung 45%
SiO2 . Warna batuan ini adalah hijau kelam karena tidak terdapat silika
bebas sebagai kuarsa. Contoh batuan ini adalah Peridotit dan Dunit.

2. Batuan Sedimen / Endapan / Lapisan (Sedimentary Rocks)


Batuan yang terbentuk dari proses pengendapan bahan lepas (fragmen)
hasil perombakan/pelapukan batuan lain yang terangkut dari tempat asalnya
oleh air, es atau angin, yang kemudian mengalami proses
diagenesa/pembatuan (pemadatan dan perekatan). Batuan ini terbentuk karena
pengaruh udara, air, proses biologis, dan proses kimia seperti hidrolisis,
pengendapan, oksidasi, dan reduksi. Contoh batuan sedimen adalah :
batupasir( sandstone) terbentuk dari pasir (sand), batukapur (limestone)
terbentuk dari kapur (lime),batu serpih (shale) terbentuk dari lumpur (mud).
kapur (batu gamping), batu bara, batu karang, dll.
• Batuan sedimen klastik / mekanis : batuan yg terendapkan dari hasil
rombakan batuan asal, contoh: konglomerat, breksi, batu pasir, serpih,
napal, batu lempung
• Batuan sedimen organik : batuan yg berasal dari endapan bahan organis
(binatang & tumbuhan), contoh: batugamping, batubara, batu gambut,
diatomit
• Batuan sedimen kimiawi = batuan endapan akibat proses kimiawi, contoh:
evaporit, travertin, anhidrit, halit, batu gips
• Batuan sedimen piroklastik = batuan endapan hasil erupsi gunung api
berupa abu/debu, contoh: tufa

3. Batuan Metamorf / Malihan / Ubahan (Metamorphic Rocks)


Batuan yang terbentuk dari proses perubahan batuan asal (batuan beku
maupun sedimen), baik perubahan bentuk/struktur maupun susunan
mineralnya akibat pengaruh tekanan dan/atau temperatur yang sangat tinggi,
sehingga terjadi perubahan pada bentuk dan komposisi. Beberapa batuan
metamofik ini mempunyai perbedaan pada struktur orientasi bidang dan garis
yang disebabkan pengarahan tekanan selama proses metamorfis. Contoh
batuan metamorf adalah : karena pengaruh suhu dan tekanan, batu
gamping(limestone) berubah menjadi marmer (marble), batupasir (sandstone)
berubah menjadikuarsa (quartzite), batu serpih (shale) berubah menjadi batu
tulis (slate) dan mika.
• Batuan metamorf kontak / sentuh / termal = batuan malihan akibat
bersinggungan dengan magma, contoh: marmer, kuarsit.
• Batuan metamorf tekan / dinamo / kataklastik = batuan malihan akibat
tekanan yang sangat tinggi, contoh: batu sabak (Slate), sekis (Schisst), filit
(Phyllite)
• Batuan metamorf regional / dinamo-terma = batuan malihan akibat
pengaruh tekanan dan temperatur yang sangat tinggi, contoh: genes,
amfibolit, grafit
Penyebaran berbagai batuan tersebut di alam tidak merata, sehingga
keterdapatan dan penyebaran sumber daya mineral juga ditentukan oleh
penyebaran batuannya. Keterdapatan sumber daya mineral termasuk emas di
alam sangat tergantung pada kondisi geologinya. Mineral logam khusunya
emas berkaitan erat dengan proses magmatik, lingkungan pembentukannya
yang di dalam batuan volkanik (vocanic heasted rocks) sering ditemukan
diberbagai cebakan. Cebakan emas dalam batuan volkanik pada umumnya
terdapat dalam bentuk urat-urat tipis sebagai hasil penyusupan larutan air
panas (hydrothermal) yang mengandung mineral ke dalam celah-celah,
kemudian karena proses pendinginan, dicelah tersebut terjadi pengendapan.
Batuan volkanik yang menjadi rumah dari endapan itu biasanya terdiri dari
breksi kemudian berinteraksi dengan lava, sehingga menghasilkan intrusi.
Intrusi ini menyebabkan terbentuknya retakan/celah-celah disekitar zona
intrusi (Sudradjat, 1999).
Nikel di alam sebagian besar ditemukan dalam bentuk batuan atau bijih,
diantaranya:

Bijih nikel umum yang terdapat di alam:


• Millerit, (NiS)
• Smaltit (Fe,Co,Ni)As
• Nikolit (Ni)As
• Pentlandite (Ni, Cu, Fe)S
• Garnierite (Ni, Mg)SiO3.xH2O

Nikel wujud secara gabungan dengan belerang dalam millerite, dengan


arsenik dalam galianniccolite, dan dengan arsenik dan belerang dalam (nickel
glance). Nikel juga terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam
batuan ultrabasa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak.
Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil
konsentrasi residu silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa
serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi
dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit. Pada pelapukan kimia khususnya, air
tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-
tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin
dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si
cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus.
Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit
dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt
dalam jumlah kecil. Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus
kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana
suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka
ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang
terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang
mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-
rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit (Ni, Mg)SiO3.xH2O.
Nikel terbentuk bersama dengan belerang dalam millerite (NiS), dengan
arsenik dalam galian Nikolit (NiAs), dan dengan Arsenik dan Belerang dalam
(nikel glance). Nikel juga terbentuk bersama-sama dengan chrom dan platina
dalam batuan ultrabasa. Terdapat dua jenis endapan nikel, yaitu sebagai hasil
konsentrasi residu silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa
serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi
dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit.
Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel
ditemukan dalam mineral pentlandit dalam bentuk lempeng-lempeng halus
dan butiran kecil bersama pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat
dalam tanah yang terletak di atas batuan basa. Di indonesia, tempat
ditemukan nikel adalah Sulawesi tengah dan Sulawesi Tenggara. Nikel yang
dijumpai berhubungan erat dengan batuan peridotit. Logam yang tidak
ditemukan dalam peridotit tu sendiri, melainkan sebagai hasil lapukan dari
batuan tersebut. Mineral nikelnya adalah garnerit.
Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan
menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya.
Meteorit besi atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-
25%. Nikel diperoleh secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan
Sudbury Ontario, sebuah daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan dunia
akan nikel.
Di perairan Nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam Nikel
misalnya Nikelamonium Sulfat, Nikel Nitrat, dan Nikel Klorida bersifat larut
dalam air. Pada kondisi aerob dan pH< 9, Nikel membentuk senyawa
kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan selanjutnya mengalami
presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut. Di
muara sungai, Nikel menunjukan konsentrasi yang semakin meningkat
dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi Nikel terlarut pada
tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel-
partikel yang ada dimuara sungai dan proses resuspensi.
Bijih Nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya
ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan
menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Besi (Fe) dan Magnesium
(Mg), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi
sedangkan limonit sebaliknya.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal
dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral
yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan
Mg, Fe, Ni yang larut. Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel
silika yang sangat halus. Di dalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap
sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti
geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini
selalu ikut serta unsure cobalt dalam jumlah kecil. Larutan yang mengandung
Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam,
hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak
dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk
endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau
hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan
mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-
urat garnierit (Ni,Mg)SiO3.xH2O.

2.4. Ganesa Nikel


Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan
menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya.
Meteorit besi atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-
25%. Nikel diperoleh secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan
Sudbury Ontario, sebuah daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan dunia
akan nikel.

Nikel biasa terdapat di kerak bumi dengan kadar yang berbeda-beda


tergantung pada jenis batuannya. Kadar nikel tertinggi terdapat dalam batuan
ultrabasa dunit dan peridotit, yaitu dapat mencapai 3.000 gr/ ton Ni. Dalam
batuan ultra basa yang telah mengalami proses serpentinisasi kandungan Ni
antara 1200 – 2000 gr/ton. Kandungan ini menjadi lebih tinggi apabila proses
serpentinisasi terjadi di daerah tropis seperti di Indonesia. Hal ini karena
pengayaan nikel di tropis dipicu oleh proses pelapukan yang berlangsung
lebih intensif.
Cebakan nikel di alam terdapat sebagai cebakan primer dan cebakan
sekunder berupa nikel laterit. Cebakan nikel primer berupa sulfida dengan
mineralmineral penyerta seperti tembaga, kobal dan platinum group element
(PGE), terdapat pada lingkungan batuan basa dan ultrabasa. Nikel sulfida
diketemukan pada beberapa lokasi di daerah Soroako, Sulawesi, namun saat
ini masih belum ekonomis untuk ditambang.
Cebakan nikel laterit merupakan hasil proses lateritisasi dari batuan
induk berkomposisi basaultrabasa. Nikel laterit merupakan residu tanah yang
kaya akan sesqui-oxides dari besi dengan pengkayaan nikel yang terbentuk
pada batuan basa dan ultrabasa oleh proses pelapukan kimiawi dan
pengayaan lebih lanjut pada kondisi iklim tropis.
Profil endapan nikel laterit. Kadar tinggi Ni pada zona saprolit, Fe tinggi
pada zona lim onit (CSA Australia Pty. Ltd.)
Ada dua kategori nikel laterit yaitu nickel ferrous ferugineous dan nickel
silicate. Nikel jenis ferrous ferugineous mempunyai kandungan besi 40% dan
nikel 1%. Contoh cebakan ini seperti yang terdapat di daerah Kuba dan
Filipina. Sedangkan jenis nickel silicate umumnya mempunyai kandungan
besi rendah, kurang dari 35%, namun kandungan nikelnya tinggi, mencapai
15%, berupa nickel garnierite, yang terbentuk pada bagian bawah zona
pelapukan atau pada zona saprolit, yaitu zona pelapukan paling bawah.
Contoh cebakan bijih nikel seperti ini terdapat di Kaledonia Baru.
Kandungan nikelnya mencapai 3,5%. Pada daerah dengan batuan yang
banyak mengandung mineral garnierit, kandungan nikelnya mencapai 10%.
Keterdapatan batuan asal dalam pembentukan nikel laterit merupakan
faktor utama. Batuan tersebut adalah batuan yang banyak mengandung
mineral olivin yang merupakan mineral pembawa nikel primer (0,3 – 0,5%).
Konsentrasi tertinggi olivin terdapat pada batuan ultrabasa, komatiite dan
olivine-bearing cummulat gabro. Pada batuan ultrabasa yang mempunyai
komponen-komponen yang mudah larut (terutama olivin) akan memberikan
lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
Kondisi daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan curah hujan tinggi
dan sinar matahari sepanjang hari, memegang peranan penting dalam proses
pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal sangat
mendukung pembentukan endapan nikel laterit. Demikian pula, perubahan
temperatur cukup besar dalam membantu terjadinya pelapukan mekanis
dengan terbentuknya rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
Selian itu, kecepatan dan intensitas pelapukan kimiawi akan terbantu
oleh adanya relief berupa perbukitan landai dengan kemiringan antara 10 –
30°. Pada morfologi landai, air hujan dapat bergerak lebih lambat sehingga
mempunyai kesempatan meresap melalui rekahan-rekahan atau pori-pori
batuan. Di dalam tanah, CO2 yang dikandung air tanah berperan penting di
dalam proses pelapukan kimia. Pelapukan kimiawi juga terjadi dengan
bantuan asam-asam humus yang dihasilkan oleh pembusukan sisa-sisa
tumbuhan yang akan mengubah komposisi batuan serta pH larutan.
2.4.1. Sebaran Batuan Ultrabasa Dan Lokasi Sumber Daya Dan Cadangan Nikel
Laterit Di Indonesia.

Ketika pelapukan kimiawi berlanjut di kedalaman tanah, yaitu akibat air


mengandung CO2 meresap turun sampai zona permukaan air tanah, disertai
pembusukan tumbuh-tumbuhan, menyebabkan terurainya mineral-mineral
primer yang tidak stabil seperti olivin, serpentin, dan piroksen akan terurai
menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut dan Si yang cenderung membentuk
koloid dari partikel partikel silika yang sangat halus. Setelah mencapai batas
antara zona limonit dan zone saprolit, air tanah yang mengalir secara lateral
menghasilkan Ca dan Mg terlarut.

Semua hasil pelarutan ini tertranspor perlahan ke bawah, kemudian


mengisi celah-celah dan pori-pori batuan, sehingga menyebabkan
terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali unsur-unsur terlarut
tersebut. Fe, Ni, dan Co membentuk konsentrasi sebagai residu dan juga
terkonsentrasi mengisi celah pada zona yang disebut zona saprolit itu.

2.5. Analisis Mineral Nikel (Mineralogi)


2.5.1. Metode Analisis Mineral
Pada saat melakukan analisis mineral, ada beberapa metode yang dapat
dilakukan yaitu :

1. Analisa gravimetri
Analisa gravimetrik ini menentukan massa dari suatu analit dengan
menimbang sebuah sampel sebelum dan/atau setelah mengalami beberapa
kali perubahan. Contoh yang umum ialah menentukan massa air dalam
suatu hidrat dengan memanaskan sampelnya untuk dapat menghilangkan
air yang ada, sehingga akan ada perbedaan pada massa sebab molekul air
akan terlepas.
2. Analisa volumetrik
Pada titrasi tersebut terdapat penambahan reaktan ke larutan yang
sedang dianalisis pada sampai titik ekivalen tercapai. Jenis yang paling
umum ialah titrasi asam-basa yang menggunakan berbagai macam
indikator yang menunjukkan perubahan warna. Terdapat beberapa macam
titrasi, misalnya pada titrasi potensiometri. Tipe indikator yang digunakan
tersebut berbeda-beda untuk dapat tercapainya titik ekivalen.
3. Analisa Kalorimetri
Berdasarkan reaksi pembentukan warna yang dapat menyerap atau
meneruskan sinar pada panjang gelombang tertentu Contoh :
Spektrofotometri, Flamephotometer, AAS.

2.5.2. Senyawa Nikel


Sebagian besar senyawa kompleks nikel mengadopsi struktur geometri
oktahedron, hanya sedikit mengadopsi geometri tetrahedron dan bujur
sangkar. Ion heksaakuonikel(II) berwarna hijau, penambahan amonia
menghasilkan ion biru heksaaminanikel(II) menurut persamaan reaksi:
[Ni(H2O)6]2+(aq) + 6 NH3(aq) → [Ni(NH3)6]2+(aq) + 6 H2O(l)
Penambahan larutan ion hidroksida ke dalam larutan garam nikel(II)
menghsilkan endapan gelatin hijau nikel(II) hidroksida menurut persamaan
reaksi:
[Ni(H2O)6]2+(aq) + 2 OH-(aq) → [Ni(OH)2](s) + 6 H2O(l)
Seperti halnya kobalt(II), kompleks yang lazim mengadopsi geometri
tetrahedron adalah halida, misalnya ion tetrakloronikelat(II) yang berwarna
biru. Senyawa kompleks ini terbentuk dari penambahan HCl pekat ke dalam
larutan garam nikel(II) dalam air menurut persamaan reaksi:
[Ni(H2O)6]2+(aq) + 4 Cl-(aq) → [NiCl4]2-(s) + 6 H2O(l)
Senyawa kompleks nikel(II) bujursangkar yang umum dikenal adalah ion
tetrasianonikelat(II), [Ni(CN)4]2-, yang berwarna kuning, dan bis
(dimetilglioksimato)nikel(II), [Ni(C4N2O2H7)2] yang berwarna merah pink.
Warna yang karakteristik pada kompleks yang ke dua ini sering digunakan
untuk reaksi uji terhadap ion nikel(II). Senyawa kompleks ini dapat diperoleh
dari penambahan larutan dimetilglioksim (C4N2O2H8 = DMHG) ke dalam
larutan nikel(II) yang dibuat tepat basa dengan penambahan amonia menurut
persamaan reaksi:
[Ni(H2O)6]2+(aq) + 2 DMHG(aq) + 2 OH-(aq) → [Ni(DMG)2] (s) + 8
H2O(l)

2.5.3. Dampak Lingkungan Nikel


Nikel dilepaskan ke udara oleh pembangkit listrik dan pembakar sampah
yang kemudian mengendap di tanah atau terserap tanah setelah reaksi dengan
air hujan. Nikel juga dapat berakhir di air permukaan saat menjadi bagian
limbah sungai. Konsentrasi nikel yang tinggi pada tanah berpasir dapat
merusak tanaman dan konsentrasi nikel yang tinggi di permukaan air dapat
mengurangi tingkat pertumbuhan alga. Mikro organisme berpotensi
mengalami penurunan pertumbuhan karena kehadiran nikel, meskipun
mereka biasanya mampu mengembangkan resistansi terhadap nikel setelah
beberapa saat. Pada hewan, paparan nikel berlebih berpotensi menyebabkan
berbagai jenis kanker.
Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk
kelompok logam berat dan metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5
g/cm3 (Hutagalung et al., 1992). Logam beratadalah unsur-unsur kimia
dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kananbawah
sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan
biasanya bernomoratom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen,
1977). Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini
menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan
menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga
bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-
sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel
(Manahan, 1977).
Di perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak
terlarut. Logamberat terlarut adalah logam yang membentuk senyawa
kompleks dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat
yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan
senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikelpartikel yang
tersuspensi.
Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang
telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang
toksikologi, logam beratdapat dibagi dalam dua jenis.Pertama, logam berat
esensial, di mana keberadaannya dalamjumlah tertentu sangat dibutuhkan
oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Ni, Cu, Fe, Co,
Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua, logam berat tidak esensial
atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun,seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-
lain (Connel dan Miller 1995).
Logam berat umumnya ditemukan dalam bentuk %yawaan dengan unsur
lain, dan sangat jarang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini dalam
kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang
berbentuk cair. Logam berat di perairan memiliki sifat konserfatif dan
nonkonservatif. Sifat konservatif menunjukan kestabilan konsentrasi suatu
komponen, hal ini berarti bahwa konsentrasi suatu komponen cenderung tetap
dan tidakterpengaruh dengan proses-proses fisik dan biologi yang ada di
perairan, ditunjukkan dengan proses pergerakan (removal), peningkatan
konsentrasi (addition), dan pergerakan sekaligus peningkatan konsetrasi
(removal dan addition) (Hutagalung dan Razak, 1992).
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk
pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan
haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota (Darmono, 1995).
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat ataudaya racun logam
berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai
berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr),
nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono
(1995) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap
manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ >
Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan
menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990)
sifat toksisitas logam beratdapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu:
Bersifat toksik tinggi (Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn)
Bersifat toksik sedang (Cr, Ni, dan Co)
Bersifat tosik rendah (Mn dan Fe).
Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/liter
(Scoullos dan Hatzianestis, 1989,in Moore,1990 in Effendi 2003); sedangkan
pada perairan laut berkisar antara 0,005 – 0,007 mg/liter (Mc Neely et
al., 1979).
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung
terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitandengan sifat-sifat logam berat (
PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan
perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan
akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme
tersebut
Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih
tinggi dari konsentrasi logam dalam air
Mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan
kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi
sumber pencemar potensial dalamskala waktu tertentu
Walaupun terjadi peningkatan sumber logam berat, namun
konsentrasinya dalam air dapat berubah setiap saat. Hal ini terkait dengan
berbagai macam proses yang dialami oleh senyawa tersebut selama dalam
kolom air. Parameter yang mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan
adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan tersuspensi total atau seston.
Nikel dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh, tetapi bila terdapat
dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat berbahaya untuk kesehatan manusia,
Yaitu : menyebabkan kanker paru-paru, kanker hidung, kanker pangkal
tenggorokan dan kanker prostat, merusak fungsi ginjal,meyebabkan
kehilangan keseimbangan, menyebabkan kegagalan respirasi, kelahiran
cacat,menyebabkan penyekit asma dan bronkitis kronis serta merusak hati.
Gerberding J.L (2005) melaporkan bahwa dalam konsentrasi tinggi nikel
di tanah berpasir merusak tanaman dan di permukaan air dapat mengurangi
tingkat pertumbuhan algae. Lebih lanjut dikatakan bahwa nikel juga dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapimereka biasanya
mengembangkan perlawanan terhadap nikel setelah beberapa saat.
Ketoksikan nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada spesies, pH,
kesadahan dan faktor lingkungan lain (Blaylock dan Frank, 1979).

2.5.4. Aplikasi Nikel


Logam nikel sering digunakan sebagai unsur penambah atau pemadu
seperti dalam baja tahan karat austenitic, logam tembaga-nikel atau nikel-
tembaga dan lain-lain. Namun demikian logam nikel terkadang juga
diterapkan sebagai penggunaan akhir dari paduan nikel seperti pada alat
pengolahan produk-produk kimia dan pemurnian minyak.
Dalam aplikasinya logam nikel termasuk dalam kelompok superalloy
yang dikenal sebagai Nikel-base-superalloys, contoh Inconel dan Udimet 700.
Udimet 700 dengan komposisi 53,4% Ni, 15% Cr, 18% Co, 5,2% Mo, 4,4%
Al, 3,5% Ti, 0,08% C dan 0,03% B digunakan sebagai komponen mesin jet
(Prayitno, 2010).
Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless
steel) yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan
memasak), ornamen-ornamen rumah dan gedung, komponen industri (Surdia,
1985).
Hampir 60% logam nickel digunakan sebagai element paduan pada
logam ferro sebagai baja tahan karat (stainless steel) dan baja paduan lainnya.
Penambahan logam nickel ke dalam baja pada umumnya dimasukkan untuk
memperbaiki kekuatan (tanpa mengurangi keuletan), memperbaiki sifat tahan
korosi, tahan panas dan menaikkan
Hardenability (Fatchul, 2012).
Dengan tujuan memberikan sifat tahan korosi dan menambah warna
yang menarik, logam nickel dipakai untuk pelapisan pada logam lain. Pada
logam paduan nickel dengan logam nickel snbagai element utamanya (nickel
base) banyak sekali dipakai sebagai logam monel, Nichrome, dan juga
sebagai element paduan yang memberikan andil yang besar untuk membuat
logam-logam paduan tahan temperatur tinggi (Fatchul, 2012).

2.6. Pengelolahan Bijih Nikel


Di alam bijih nikel berikatan dan mengandung unsur-unsur lain seperti
Fe, S, MgO, CaO, dan lain sebagainya. Kesuksrsn pengekstraksian nikel dari
bijih oksida adalah memisahkannya dari besi (Fe). Salah satu metode
mengurangi kandungan besi adalah peleburan. Pada proses ini bijih nikel
dileburkan kemudian ditambahkan fluks dan gypsum (sebagai sumber sulfur).
Selanjutnya besi akan masuk kedalam terak kemudian dibuang. Cairan mette
sulfide nikel (a nickel sulphide mette) selanjutnya dimasukkan ke dalam
converter untuk dihembuskan udara (Sumanto, 1994).
Proses dikonverter menghasilkan matte converter oksida nikel yang
bebas dari kandungan besi. Selanjutnya mette converter dicampur dengan
bahan pengurang sulfur ke dalam bentuk briket. Akhirnya dilakukan proses
reduksi pada suhu 1500oC sihingga didapat nikel murni (Sumanto, 1994).
Proses pengolahan biji nikel dilakukan untuk menghasilkan nikel
matte yaitu produk dengan kadar nikel di atas 75 persen. Tahap-tahap
utama dalam proses pengolahan adalah sebagai berikut:
- Pengeringan di Tanur Pengering bertujuan untuk menurunkan kadar air
bijih laterit yang dipasok dari bagian Tambang dan memisahkan bijih
yang berukuran 25 mm.
- Kalsinasi dan Reduksi di Tanur untuk menghilangkan kandungan air di
dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan
sulfidasi.
- Peleburan di Tanur Listrik untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi
sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan terak
- Pengkayaan di Tanur Pemurni untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte
dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen.
- Granulasi dan Pengemasan untuk mengubah bentuk matte dari logam cair
menjadi butiran-butiran yang siap diekspor setelah dikeringkan dan
dikemas (Sindris. 2010).

2.6.1. Perusahaan Nikel di Indonesia

Tambang Nikel di Indonesia terdapat di Kalimantan Barat, Maluku,


Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Di alam,
proses penambangan nikel dimulai dengan mengupas tanah permukaan (10-
20 meter) kemudian dibuang ketempat tertentu atau digunakan untuk
menutup lokasi purnatambang. Lapisan tanah mengandung nikel berkadar
tinggi selanjutnya diambil dengan menggunakan alat mekanis atau non
mekanis dan diangkut untuk diolah di pabrik dan sebagaianditimbun di
sekitar wilayah perairan pesisir untuk selanjutnya dalam bentuk mentah di
ekspor keluar negeri. Nikel terbentuk bersama dengan belerang dalam
millerite (NiS), dengan arsenikdalam galian nikolit (NiAs), dan dengan
arsenik dan belerang dalam (nikel glance). Nikel juga terbentuk bersama-
sama dengan chrom dan platina dalam batuan ultrabasa. Terdapat dua
jenisendapan nikel, yaitu sebagai hasil konsentrasi residu silika dan pada
proses pelapukan batuan beku ultra basa serta sebagai endapan nikel-tembaga
sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalko pirit.
Di perairan nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel
misalnya nikelamonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut
dalam air. Pada kondisi aerob dan pH< 9, nikel membentuk senyawa
kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan selanjutnya mengalami
presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak
larut(Moore, 1990dalam Effendi, 2003). Di muara sungai, nikel menunjukan
konsentrasi yang semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan.
Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi
terjadi karena proses desorpsi dari partikel-partikel yang ada dimuara sungai
dan proses resuspensi.
Beberapa perusahaan nikel di Indonesia :

- PT. Tekindo Energi

- PT. Rehaboth Pratama Internusa

- PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang

- PT. Nusajaya Persadatama Mandiri

- PT. Adhita Nikel Indonesia

- Bima Cakra Perkasa Nikel Mineralindo

- Prima Nusa Sentosa

- PT. konstruksor

- PT. Vale Indonesia


- Weda Bay Nickel

- PT. Minerina Bhakti

- PT. Aneka Tambang

2.6.2. Proses Penambangan Nikel


Operasi penambangan nikel sebagai tambang terbuka dengan tahapan
sebagai berikut:
• Pengeboran
pada jarak spasi 25 - 50 meter untuk mengambil sample batuan dan tanah
untuk mendapatkan gambaran kandungan nikel yang terdapat di wilayah
tersebut
• Pembersihan dan pengupasan
lapisan tanah penutup setebal 10 – 20 meter yang kemudian dibuang di
tempat tertentu ataupun dipakai langsung untuk menutupi suatu wilayah
purna tambang.
• Penggalian
lapisan bijih nikel yang berkadar tinggi setebal 5-10 meter dan dibawa ke
stasiun penyaringan.
• Pemisahan
bijih di stasiun penyaringan berdasarkan ukurannya. Produk akhir hasil
penyaringan bijih tipe Timur adalah -6 inci, sedangkan produk akhir bijih
tipe Barat adalah – 4/-2 inci.
• Penyimpanan
bijih yang telah disaring di suatu tempat tertentu untuk pengurangan kadar
air secara alami, sebelum dikonsumsi untuk proses pengeringan dan
penyaringan ulang di pabrik.
• Penghijauan
lahan-lahan purna tambang. Dengan metode open cast mining yang
dilakukan sekarang, dimana material dari daerah bukaan baru, dibawa dan
dibuang ke daerah purna tambang, untuk selanjutnya dilakukan
landscaping, pelapisan dengan lapisan tanah pucuk, pekerjaan terasering
dan pengelolaan drainase sebelum proses penghijauan/penanaman ulang
dilakukan.
Sumber daya (resouces) dan cadangan (reserve) nikel umumnya
keterdapatannya di alam terletak tidak terlalu dalam dari permukaan. Oleh
karena itu, sistem penambangan yang yang biasa digunakan pada
penambangan nikel di indonesia adalah dengan sistem tambang terbuka
seperti sistem open cast dan atau sistem open pit. Pada kedua sistem tersebut
terdiri beberapa tahapan, antara lain.
a. Land Clearing
Proses land clearing merupakan proses awal sebelum penggalian mareial
bijih nikel dilakukan. Pada proses ini, vegetasi yang terdapat diatas
cadangan nikel dibersihkan terlebih dahulu untuk memudahkan
pembongkaran dan penggalian material tanah penutup dan bijih nikel
yang akan dilakukan kemudian.
b. Top soiling
Top soiling merupakan tahapan selanjutnya yang akan dilakukan setelah
tahap land clearing telah selesai dilakukan. Pada tahap ini, lapisan tanah
pucuk (top soil) yang mengandung humus dan unsur hara yang penting
untuk kesuburan tanah dikupas, diangkut lalu ditimbun pada suatu lokasi
khusus (dipisahkan dari mateial tanah penutup/overburden) yang telah
dipersiapkan untuk menimbun tanah pucuk ini (top soil bank).
Hal ini dilakukan dengan harapan kondisi dan komposisi tanak pucuk
tersebut tidak berubah dan dapat digunakan kembali ketika proses
reklamasi dan revegetasi dilakukan setelah operrasi penambangan selesai
dilakuakan.
c. Pengupasan dan pengangkutan tanah penutup (Overburden)
Tahapan ini dilakukan bila tahapan land clearing dan top soiling telah
selesai dilakukan. Endapan cadangan timah (saprolit dan limonit)
biasanya terletak dibawah lapisan tanah yang tidak mengandung atau
memiliki kadar nikel yang rendah. Sehingga untuk menambangnya
diperlukan pengupasan dan pengangkutan lapisan tanah penutup
(overburden) terlebih dahulu. Proses ini akan menggunkan kombinasi
peralatan tambang berupa back hoe dan dump truk. Tanah penutup yang
telah dikupas tersebut kemudian akan ditimbun pada lokasi penimbunan
(disposal area).
d. Pengupasan dan penganguktan bijih nikel
Setelah pengupasan lapisan tanah penutup selesai dilakukan, maka
penambangan nijih nikel (saprolit dan limonit) dapat dilakuakn. Tahapan
penambangan ini dikakukan dengan dengan mengunakan kombinasi
peralatan back hoe dan dump truk. Bijih nikel yang telah ditambnag
kemudian akan diangkut ke stock pile untuk di timbun sementara pada
lokasi tambang, atau langsung menuju lokasi pabrik pengolahan maupun
dikirim ke pelabuhan untuk dikrim ke lokasi yang telah ditentukan.
e. Penimbunan
Kegiatan penambangan akan menghasilkan perubahan bentuk muka bumi
jika yang berupa cekungan-cekungan pada bekas lokasi penambangan.
Oleh karena itu, perusahaan tambnagn memiliki kewajiban untuk
melakukan kegiatan penimbunan pada lokasi bekas tambang sehingga
berubahan bentang alam yang terjadi dapat diminimalisasi. Kegiatan
penimbunan menggunakan kombinasi peralatan back hoe dan bulldozer.
f. Pengangkutan
Setelah ditambang, mateial bijih nikel selanjutnya akan diangkut menuju
lokasi pengolahan untuk diolah untuk menghasilkan bahan olahan nikel
maupun pelabuhan untuk dikirm meuju pihak pembeli. Proses
pengangkutan bijih nikel maupun bahan olahan nikel menggunakan
kombinasi peralatan dump truck dan kapal tongkang (tug boat).

2.6.3. Pengolahan Nikel


Proses pengolahan dilakukan untuk menghasilkan nikel matte yaitu
produk dengan kadar nikel diatas 75 persen. Tahap-tahap utama dalam proses
pengolahan adalah sebagai berikut:
• Pengeringan di Tanur
Pengering bertujuan untuk menurunkan kadar air bijih laterit yang dipasok
dari bagian Tambang dan memisahkan bijih yang berukuran +25 mm
dan – 25 mm.
• Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi
untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian
nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi.
• Peleburan di Tanur Listrik
untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa
lelehan matte dan terak.
• Pengkayaan di Tanur Pemurni
untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi
di atas 75 persen.
• Granulasi dan Pengemasan
untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran
yang siap diekspor setelah dikeringkan dan dikemas.
Gambar. Pengolahan bijih nikel

2.6.4. Teknologi Pengolahan Bijih Nikel


Secara umum teknologi pengolahan bijih bikel untuk menjadi bahan
olahan nikel dapat dibagi menjadi dua macam yang terdiri dari Pirometalurgi
dan Hidrometalurgi, yang dijelaskan sebagai berikut :
2.7. Pirometalurgi
Proses pengolahan bijih nikel dengan menggunakan teknologi pengolahan
pirometalurgi yaitu proses ekstraksi bijih nikel dengan menggunakan suhu
tinggi. Biasanya teknologi ini digunakan untuk kriteria bijih dengan kadar
nikel yang tinggi (kadar Ni > 1,5 %). Hasil akhir pengolahan dengan
menggunkan teknologi ini berupa ferronikel dalam bentuk ingot danatau
granular nikel matte.
2.8. Hidrometalurgi
Proses pengolahan bijih nikel dengan penggunkan teknologi
hidrometalurgi adalah proses ekstraksi bijih nikel dengan menggunakan
proses pelindian (leaching) dengan menggunakan reagent-reagent tertentu.
Teknologi ini biasanya digunakan untuk pengelohan bijih nikel dengan
kadar rendah. Hasil akhir pengolahan ini berupa nikel (Ni).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Mineralogi Nikel


3.1.1. Karakteristik Mineral Nikel di Pulau Hasan
Hasil penelitian menunjukkan sebaran nilai kadar unsur Ni memiliki
penyebaran yang bervariasi pada daerah Bukit Hasan berkisar mulai dari Co
yang berbanding terbalik dengan kadar Ni serta nilai R2 sebesar 8,14% dengan
kadar rata-rata sebesar 0,15%. Fe 5 yang berbanding terbalik dengan kadar
Ni serta nilai R2 sebesar 25,04% dengan kadar rata-rata sebesar 32,63%. SiO2
yang berbanding lurus dengan kadar Ni serta nilai R2 sebesar 19,81% dengan
kadar rata-rata sebesar 25,42%. MgO yang berbanding lurus dengan kadar Ni
serta nilai R2 sebesar 16,08% dengan kadar rata-rata sebesar 6,81%. Cr yang
berbanding terbalik dengan kadar Ni serta nilai R2 sebesar 8,42% dengan kadar
rata-rata sebesar 1,60%. Al yang berbanding terbalik dengan kadar Ni serta
nilai R2 sebesar 8,01% dengan kadar rata-rata sebesar 1,90%. Mn yang
berbanding terbalik dengan kadar Ni serta nilai R2 sebesar 7,52% dengan
kadar rata-rata sebesar 0,75%. Ca yang berbanding terbalik dengan kadar Ni serta
nilai R2 sebesar 6,07% dengan kadar rata-rata sebesar 0,13%.
Berdasarkan hasil analisis data geokimia secara statistik seperti yang telah
diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara genetik bijih Ni
laterit berasosiasi dengan silika dan magnesia, dan sebaliknya tidak berasosiasi
dengan unsur-unsur Co, Fe, Cr, Al, Mn, dan Ca, hal ini mungkin disebabkan
karena ion Ni tidak compatible dengan unsur-unsur tersebut.

Tahap pertama, adalah proses Land Clearing, yaitu membersihkan lokasi


tambang dari tumbuhan. Kedua, Stripping yaitu mengelupas lapisan tanah
penutup. Lapisan tanah penutup tersebut dibawa ke penampungan untuk
menambah lahan purnatambang. Lapisan penutup yang dibuka mempunyai
kedalaman 5 sampai 10 meter bergantung kondisi tanah. Kemudian masuk ke
tahap Furnace, yaitu menghilangkan air yang tersisa, melebur kalsin menjadi nikel
matte dan terak besi (slag). Tahap ini juga bertujuan memisahkan slag serta
mengeluarkan matte. Temperatur matte sekitar 1.300 derajat celcius dan slag
sekitar 1.500 derajat celcius. Lalu selanjutnya adalah Converter. Pada tahap ini
kadar matte ditingkatkan hingga 78%. Setelah itu disemprot dengan air
bertekanan tinggi hingga berbentuk butir-butiran nikel matte disaring dan siap
dikemas. Tahap terakhir yaitu Packaging. Setiap kantong berisi tiga ton nikel
matte. Produk diangkut ke Pelabuhan Balantang, lalu dibawa kapal pengangkut ke
Jepang.

3.1.2. Karakteristik Endapan Nikel Laterit pada Palangga


Batuan peridotit di daerah Palangga telah mengalami proses
serpentinisasi, sebagian besar tertutupi oleh Batugamping Formasi Eimoko
(Tmpe), dan Formasi Langkowala (Tml). Batugamping yang dijumpai di
daerah penelitian memiliki kenampakkan fisik di lapangan berwarna coklat
sampai kuning pucat, berbutir kasar, dan memiliki rongga-rongga. Batuan
peridotit yang dijumpai berwarna abu-abu pucat sampai abu-abu kehijauan,
dimana pada batuan tersebut banyak dijumpai rekahan-rekahan yang telah terisi
oleh kuarsa. Batuan peridotit tersebut merupakan batuan dari Komplek Ultramafik
(Ku), dijumpai sebagian telah mengalami proses lateritisasi membentuk
endapan nikel laterit. Berdasarkan hasil pengamatan petrografi (Gambar 2) pada
sampel batuan peridotit yang diambil pada Bedrock (Bor A1, A7, A9) dan pada
Saprolit (A2, A3, A5) memiliki komposisi mineral antara lain : piroksen (Px)
berupa ortopiroksin sekitar 15% berwarna absorpsi kuning, warna interferensi
hitam, belahan satu arah, pleokrisme monokroik, bentuk subhedral – anhedral,
relif dan intensitas tinggi, orde satu.

3.2. Petrologi Nikel


3.2.1. Petrologi Nikel di daerah Palangga
Nikel laterit adalah mineral logam hasil dari proses pelapukan dan
pengkayaan mineral pada batuan ultramafik. Geologi di daerah Palangga, Provinsi
Sulawesi Tenggara, disusun oleh batugamping dari Formasi Eimoko dan Formasi
Langkolawa yang memiliki hubungan ketidakselarasan dengan batuan ultramafik
di bawahnya sebagai pembawa endapan nikel laterit. Proses pelapukan pada
batuan ultramafik menghasilkan karakter dan profil nikel laterit yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakterisasi nikel laterit
berdasarkan pada mineralogi dan profil dari Zona lateritisasi. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa jenis batuan pembawa nikel laterit di Daerah Palangga
adalah harsburgit. Nikel laterit memiliki ketebalan sekitar 15 meter. Zona Limonit
memiliki komposisi mineral lempung berupa kaolinit, mineral oksida berupa
mineral magnetit, hematit, kromit dan mineral hidroksida berupa gutit. Kedalaman
Zona Limonit yaitu sekitar 0 - 3 meter dengan kandungan Ni sekitar 0,76 –
1,78%, Fe sekitar 34,10 – 48,31%, dan SiO2 sekitar 9,42 – 18,02%. Zona Saprolit
memiliki komposisi mineral silikat berupa kuarsa, garnierit, antigorit, enstatit, dan
lisardit. Kedalaman Zona Saprolit sekitar 3 – 9 meter dengan kandungan Ni
sekitar 1,79 – 2,98%, Fe sekitar 10,27 – 34,52%, SiO2 sekitar 22,0 – 49,63%.
Batuan dasar (Bedrock) memiliki komposisi mineral silikat, antigorit, enstatit,
olivin, augit dan lisardit. Kedalaman batuan dasar (bedrock) sekitar 9 – 10 meter
dengan kandungan Ni sekitar 0,95 – 1,28%, Fe sekitar 7,62 – 8,29%, SiO2 sekitar
42,81 – 45,85%. Zona Saprolit merupakan Zona yang kaya akan nikel, dengan
mineral penyusun berupa kuarsa, garnierit, antigorit, enstatit, dan lisardit.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh mineral nikel, maka nikel sangat
mudah dipadukan dengan unsur logam lain, sehingga nikel sangat penting
sebagai bahan paduan untuk ketahanan korosi dan panas.
2. Berdasarkan hasil analisis data geokimia secara statistik seperti yang telah
dilakukan di Pulai Nikel maka dapat disimpulkan bahwa secara genetik
bijih Ni laterit berasosiasi dengan silika dan magnesia, dan sebaliknya tidak
berasosiasi dengan unsur-unsur Co, Fe, Cr, Al, Mn, dan Ca, hal ini
mungkin disebabkan karena ion Ni tidak compatible dengan unsur-unsur
tersebut.
3. Geologi di daerah Palangga, Provinsi Sulawesi Tenggara, disusun oleh
batugamping dari Formasi Eimoko dan Formasi Langkolawa yang memiliki
hubungan ketidakselarasan dengan batuan ultramafik di bawahnya sebagai
pembawa endapan nikel laterit. Proses pelapukan pada batuan ultramafik
menghasilkan karakter dan profil nikel laterit yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Arda. 2012. Bahan Teknik. Diakses dari arsipegianto.tripod.com/sifatlogam.pdf


(diakses tanggal 4 Maret 2020)
Fathcul, 2012. Bahan Teknik. Diakses dari Eprints.upnjatim.ac.id/3000/1/bahan_
teknik.pdf. (diakses tanggal 4 Maret 2020)
Setiawan, Iwan. 2019. Profil Endapan Nikel Laterit di Daerah Palangga, Provinsi
Sulawesi Tenggara. (online). https://www.researchgate.net/publication
/334676768_Profil_Endapan_Nikel_Laterit_di_Daerah_Palangga_Provin
si_Sulawesi_Tenggara. (diakses tanggal 1 Maret 2020)
Sindris. 2010. Teknik Bangun. Diakses dari digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-25615-
1408100082-Paper.pdf . (diakses tanggal 5 Maret 2020)
Sugiyarto, Kristian H dan Retno D. Suyanti. 2010. Kimia Anorganik Logam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syafrizal, dkk.2011 .Karakterisasi Mineralogi Endapan Nikel Laterit Di Daerah
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan,Sulawesi Tengggara. Kelompok
Keilmuan Eksplorasi Sumberdaya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan
dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung:Bandung.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Persebaran Nikel di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai