Makalah
Makalah
Dosen :
Disusun Oleh :
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya, Saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya
dan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Eritrosit dan Interpretasi Data”, untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Dosen mata kuliah pilihan yaitu Hematologi . Selain itu juga, makalah ini
diharapkan mampu menjadi sumber pembelajaran bagi kita semua untuk mengerti lebih jauh
tentang pengertian interpretasi data klinik dan mendalami tentang ertitrosit (sel darah merah).
Makalah ini dibuat dengan meninjau beberapa sumber dan menghimpunnya menjadi
kesatuan yang sistematis. Terimakasih Saya ucapkan kepada semua pihak yang menjadi sumber
referensi bagi Saya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Saya selaku penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat Saya harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Annisa Fikry
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................3
1.4 Manfaat........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hematologi....................................................................................................4
2.1.a Pemeriksaan Hematologi....................................................................................4
2.2 Darah...........................................................................................................................4
2.2.a Definisi Darah dan Fungsinya.............................................................................4
2.2.b Tempat Pembentukan Sel Darah.........................................................................6
2.3 Karakteristik dan Interpretasi Data..............................................................................7
2.3.a Hematokrit...........................................................................................................7
2.3.b Hemoglobin.........................................................................................................7
2.3.c Eritrosit (Sel Darah Merah)...............................................................................10
2.4 Produksi Sel Darah Merah (Eritropoesis)..................................................................11
2.5 Jumlah, Fungsi dan Lama Hidup Eritrosit.................................................................13
2.6 Susunan Sel Darah Merah.........................................................................................14
2.7 Proses Perombakan Eritrosit......................................................................................16
2.8 Penghancuran Sel Darah Merah................................................................................16
2.9 Efek Samping Obat ...................................................................................................26
2.10 Obat Yang Sering Diresepkan Pada Usia Lanjut dan Pertimbangan Pemakaian ...27
2.11 Kepatuhan Pasien ...................................................................................................30
2.12 Daftar Pemeriksa Dalam Peresepan.........................................................................33
2.13 Pedoman Penggunaan Obat Pada Lanjut Usia .......................................................33
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................34
3.2 Saran..........................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................35
DAFTAR TABEL
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai interpretasi
data klinik mengenai eritrosit (sel darah merah) yaitu nilai normal eritrosit, hemoglobin dan
hematokrit, penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan atau kelebihan eritrosit dan
pengobaatannya.
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan mengaplikasikan mata kuliah
kefarmasian serta dapat melatih mahasiswa berpikir kritis tentang interpretasi data mengenai
eritrosit.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk memberikan gambaran kepada tenaga kesehatan untuk melakukan interpretasi
hasil pemeriksaan laboratorium pasien tentang eritrosit dalam pencapaian hasil terapi yang telah
ditetapkan dan meminimalkan kesalahan obat.
PEMBAHASAN
Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ pembentuk
darah dan penyakitnya. Khususnya jumlah dan morfologi sel-sel darah, serta sumsum tulang.
Darah adalah jaringan khusus yang berbeda dengan organ lain, karena berbentuk cairan. Jumlah
darah dalam tubuh adalah 6-8% berat tubuh total. Empat puluh lima sampai 60% darah terdiri
dari sel-sel, terutama eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama darah adalah sebagai media
transportasi, serta memelihara suhu tubuh dan keseimbangan cairan (Atul dan Victor, 2008 cit.
Arifin dkk, 2015).
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja, umumnya
lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun kemudian. Nilai pada orang dewasa
umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga kelompok umur di atas. Pemeriksaan hemostasis dan
koagulasi digunakan untuk mendiagnosis dan memantau pasien dengan perdarahan, gangguan
pembekuan darah, cedera vaskuler atau trauma (Darda, 2016).
2.2 Definsi darah Dan Fungsinya
Darah berasal dari kata “haima”, yang berasal dari akar kata hemo atau hemato.
Merupakan suatu cairan yang berada didalam tubuh, berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh
jaringan tubuh, mengirimkan nutrisi yang dibutuhkan sel-sel dan menjadi benteng pertahanan
terhaap virus dan infeksi (Haryani, 2014).
Darah selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya atau pompa jantung.
Selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari
pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan
mencampurkan kedalam darah tersebut sedikit obat anti pembekuan atau sitras natrikus (Darda,
2016).
Darah merupakan bagian dari tubuh yang berperan penting dalam mempertahankan
kehidupan. Sebab, ia berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah
berbentuk cairan, sehingga dapat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.
Volume dalam tubuh bervariasi, pada orang dewasa volume darah sekitar 6 liter atau sekitar 7-8
% dari berat badan. Misalnya berat badan 50 kilogram, berarti volume darah berkisar antara 3,5,
liter sampai 4 liter.9 Darah terdiri dari komponen berbentuk dan komponen plasma. Komponen
berbentuk (yaitu beberapa jenis korpuskula) kurang lebih 45% (yang terdiri dari sel darah merah
atau disebut eritrosit, sel darah putih atau disebut lekosit dan sel pembekuan atau disebut
trombosit).10 Angka (45 %) ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah
yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47 (Menkes RI, 2011).
Menurut buku “Dinamika Obat” dari Ernst Mutschler halaman 403. Mengatakan bahwa
fungsi utama darah ialah mentranspor senyawa. Oksigen yang diambil oleh paru-paru harus
dibawa ke seluruh jaringan dengan bantuan eritrosit, karbondioksida dari jaringan harus dibawa
kembali ke paru-paru. Pada saat yang sama zat-zat seperti bahan makanan, mineral, hormone dan
lain-lain serta semua bahan obat dan produknya dibawa ke sel dan hasil metabolismenya dibawa
kembali dan dibuang. Di samping itu darah berperan penting pada pemeliharaan pH dalam
tubuh, dan dengan darah mempunyai kemampuan bertindak darah mempunyai kemampuan
bertindak sebagai system dapar yang berbeda-beda (dapar protein, dapar posfat, dapar
hydrogenkarbonat). Darah juga melakukan pengaturan suhu organisme dengan membawa energi
kalor yang dibentuk pada metabolism kepermukaan tubuh. Darah ikut berperan besar pada
pertahanan tubuh terhadap masuknya zat asing atau penyebab penyakit.
Menurut buku “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Hematologi” dari Ners. Wiwiik Handayani S.Kep dan dr. Andi Sulistyo Hariwibowo
mengatakan bahwa keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama bergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Farah terdiri atas 2 komponen utama,
yaitu sebagai berikut:
a. Plasma Darah, bagian cair darah yang sebagia besar terdiri atas air, elektrolit dan protein
darah.
b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
Eritrosit yaitu sel darah merah (SDM-red blood cell)
Leukosit yaitu sel darah putih (SDP-white blood cell)\
Trombosit yaitu butir pembeku darah-platelet
1. Pembentukan sel darah (hemopoiesis) terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar
pada hati dan sebagian kecil pada limpa
2. Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3
tahap, yaitu: Pembentukan di saccus vitellinus, Pembentukan di hati, kelenjar limfe, dan
limpa dan Pembentukan di sumsum tulang
3. Pembentukan sel darah mulai terjadi pada sumsum tulang setelah minggu ke-20 masa
embrionik
4. Dengan bertambahnya usia janin, produksi sel darah semakin banyak terjadi pada sumsum
tulang dan peranan hati dan limpa semakin berkurang
5. Sesudah lahir, semua sel darah dibuat pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang
jugadibentuk di kelenjar limfe, tymus, dan lien
6. Selanjutnya pada orang dewasa pembentukan sel darah diluar sumsum tulang
(extramedullary hemopoiesis) masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan
atau mengalami fibrosis
7. Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat
pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal
humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun
8. Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum, tulang
iga dan ileum
9. 75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah putih (leukosit) dan hanya 25%
menghasilkan eritrosit
10. Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dari leukosit. Hal ini disebabkan oleh
karena usia leukosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa hari) sedangkan erotrosit
rata-rata 110-120 hari.
a. Nilai normal :
b. Implikasi klinik :
• Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi hemolitik,
leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30%
menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
• Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik,
polisitemia dan syok.
• Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit normal,
kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
• Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai Hct
akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih kecil,
walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
• Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
• Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
c. Faktor pengganggu
• Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi demikian juga Hb
dan sel darah merahnya.
• Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fisiologis pada kehamilan.
(Menkes RI, 2011).
2.3.2 Hemoglobin
a. Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
b. Deskripsi :
Menurut buku “Dinamika Obat” dari Ernst Mutschler yaitu sekitar 30% isi sel eritrosit terdiri atas zat warna
darah merah yaitu hemoglobin. Ini terutama berfungsi untuk transport oksigen dari paru-paru ke jaringan serta
transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Disamping iu berfungsi juga sebagai dapar.
Kandungan Hemoglobin pada pria rata-rata 16 g/100 ml darah.
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual
karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara
umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 g/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status
anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit (Menkes RI, 2011).
c. Implikasi klinik :
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat besi),
sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar), penyakit
paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran
tinggi.
Konsentrasi Hb ber fluktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar.
Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons terhadap
terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
d. Faktor pengganggu
Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb demikian juga Hct dan
sel darah merah.
Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb
Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)
Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan volume plasma
Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat meningkatkan
Hb termasuk gentamisin dan metildopa
Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb.
a. Nilai normal :
Pria : 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit : 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
Wanita : 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit : 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
b. Struktur Eritrosit
Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berdiameter 7-8 mikron. Bentuk bikonkaf tersebut
menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati pembuluh darah yang sangat
kecil dengan baik. Bentuk eritrosit pada mikroskop biasanya tampak bulat berwarna merah dan
dibagian tengahnya tampak lebih pucat, atau disebut (central pallor) diameter 1/3 dari
keseluruhan diameter eritrosit (Menkes RI, 2011).
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, serta tidak dapat
bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, foforilasi oksidatif sel, atau pembentukan
protein (Wiwik dan Sulistyo, 2008).
Komponen eritrosit yaitu :
1. Membran eritrosit
2. Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-Phosphatedehydrgogynase)
3. Hemoglobin, komponennya terdiri atas :
Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
Globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin
berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml
oksigen. Oksi hemoglobin merupakan hemoglobin yang berkombinasi/berikatan dengan oksigen.
Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya
ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.
Dalam keadaan normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sum-
sum tulang, di mana system eritrosit menempati 20-30% bagian jaringan sum-sum tulang yang
aktif membentuk sel darah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam
sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah system
eritrosit, myeloid dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoetin. Sel induk
multipotensial akan berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial tidak
mampu berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk sehinggal sel induk unipotensial seri
eritrosit hanya akan berdeferensiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas akan
membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai empat kali fase mitosis. Melalui empat kali
mitosis dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit.. Eritrosit matang akan dilepaskan
dalam sirkulasi. Padaa produksi eritrosit normal sumsum tulang belakang memerlukan besi ,
vitamin B12, asam folat, piridoksi (vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga (Wiwik dan
Sulistyo, 2008).
a. Jumlah Eritrosit
Eritrosit berjumlah paling banyak diantara sel-sel darah lainnya. Dalam satu milliliter
darah terdapat kira-kira 4,5 – 6 juta eritrosit, oleh sebab itu darah berwarna merah. Eritrosit
normal berukuran 6 – 8 Nm atau 80 – 100 fL (femloliter). Bila MCV kurang dari 80 fL disebut
(mikrositik) dan jika lebih dari 100fL disebut (makrositik).(Menkes RI, 2011).
b. Fungsi Eritrosit
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang berbentuk
cakram bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat
dengan Hb dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah bentuk agar
lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan
menstimulasi produksi eritrosit (Menkes RI, 2011).
c. Lama Hidup Eritrosit
Menurut buku “Dinamika Obat” dari Ernst Mutschler umur eritrosit yang yang
bersirkulasi dalam system peredaran darah rata-rata 110-120 hari. Bila kebutuhan eritrosit tinggi,
sel yang belum dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi. Pada akhir masa hidupnya, eritrosit
yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem
retikulo-endotelial).
d. Implikasi klinik :
Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta respon
terhadap terapi anemia
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi ginjal,
talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus.sistemik. Dapat juga terjadi karena obat (drug
induced anemia). Misalnya : sitostatika, antiretroviral.
Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder, diare/dehidrasi,
olahraga berat, luka bakar, orang yang tinggal di dataran tinggi.
Sel-sel darah merah dirombak di dalam hati. Hemoglobin yang terkandung di dalamnya
dipecah menjadi zat besi (Fe), globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, Zat besi
diambil dan disimpan di hati, sedangkan globin dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin
baru. Heme dirombak menjadi bilirubin dan biliverdin yang berwarna hijau kebiruan. Bilirubin
dioksidasi menjadi urobilin yang mewarnai feses dan urine kekuningan, sedangkan biliverdin
sebagai pembentuk zat warna empedu yang kemudian disalurkan ke kantong empedu.
Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses
patologis (hemmolisis). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya
komponen-komponen hemoglobin menjadi dua komponen sebagai beikut :
1. Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan pool protein dan dapat digunakan
kembali
2. Komponen heme akan dipecah menjadi dua yaitu :
Besi yang akan dikembalikan ke pool besi yang digunakan ulang.
Billirubin yang akan diekresikan melalui hati dan empedu.
Gambar 2.5 Skema Penghancuran Eritrosit
a. Makrosit
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm terjadi karena pematangan inti eritrosit
terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B₁₂ atau asam folat.
Penyebab lainnya adalah karena rangsangan eritropoietin yang berakibat
meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi
darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin
macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska
pendarahan.
b. Mikrosit
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm. Terjadinya karena menurunnya sintesa
hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria
yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia.
c. Anisositosis
Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan hematologic yang spesifik, keadaan ini ditandai
dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi
(bermacam-macam ukuran). Sel ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan
anemia makrositik seperti pada anemia gizi.
c. Anisokromasia
Adanya peningkatan variabillitas warna dari hipokrom dan normokrom. Anisokromasia
umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia
penyakit kronis.
d. Polikromasia
Eritrosit berwarna merah muda sampai biru. Terjadi pada anemia hemolitik, dan
hemopoeisis ekstrameduler.
a. Kekurangan eritrosit
Kehilangan darah (perdarahan)
Pasien anemia, infeksi kronis, leukemia talasemia, hemolisis dan lupus eritematosus
sistemik
Penurunan fungsi ginjal
Dapat juga terjadi karena obat (drug induced anemia). Misalnya : sitostatika, antiretroviral.
Kekurangan eritrosit secara garis besar mampu memicu keberadaan anemia dengan
beragam penyebab seperti gejala khas anemia yakni pucatnya warna tubuh disertai mata yang
cekung, gampang lelah serta mudah sakit, sistem imun semakin melemah dan terjadi kerontokan
rambut akibat kurang nutrisi, berkurangnya pasokan oksigen dapat menjadi penyebab pusing
serta susah bernafas pada beberapa kondisi tertentu (Prakarsa dan Kurniawan, 2015).
b. Kelebihan eritrosit
Polisitemia vena
Hemokonsentrasi
Dehidrasi/diare
Penyakit kardiovaskuler
Olahraga berat
Luka bakar
Orang yang tinggal di dataran tinggi.
Secara garis besar kebutuhan tubuh akan sel darah merah untu memenuhi kebutuhan
tubuh akan suplai oksigen serta nutrisi merata pada keseluruhan anggota tubuh tanpa terkecuali.
Dengan demikian tubuh akan menyesuaikan kebutuhan eritrositnya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan misalnya pada penderita perokok dengan kondisi paru yang tidak fit ataupun pada
penduduk pegunungan dengan jumlah oksigen ketinggian yang rendah maka jumlah eritrositnya
akan senantiasa meningkat di dalam edaran tubuh.
Pada kondisi kelainan genetika yang sering disebut sebagai polisitemia vera maka
jumlah eritrosit yang banyak akan melampaui ambang batas normal secara drastis sehingga
sangat membahayakan jiwa, beberapa langkah harus ditempuh pasien untuk dapat bertahan
dengan sehat diantaranya dengan senantiasa membuang darah layaknya seperti teknik dalam
donor ataupun mengkonsumsi obat pengencer darah demi mengurangi produksinya yang
berlebihan juga (Prakarsa dan Kurniawan, 2015).
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terdiri atas faktor
terkait pasien atau laboratorium. Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis kelamin, ras,
genetik, tinggi badan, berat badan, kondisi klinik, status nutrisi dan penggunaan obat. Sedangkan
yang terkait laboratorium antara lain : cara pengambilan spesimen, penanganan spesimen, waktu
pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan teknik pengukuran. Kesalahan
terkait hasil laboratorium patut dicurigai jika ditemukan tingkat kesalahan pembacaan yang
sangat besar dari hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan gejala dan tanda klinik pasien. Nilai
klinik pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitifitas, spesifisitas dan akurasi. Sensitifitas
menggambarkan kepekaan tes, spesifisitas menggambarkan kemampuan membedakan
penyakit/gangguan fungsi organ, sedangkan akurasi adalah ukuran ketepatan pemeriksaan
(Menkes RI, 2011)
Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan penapisan
(screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya
pemeriksaan penapisan relatif sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan
diagnostik dilakukan pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai
pemeriksaan penapisan yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung lebih rumit dan
spesifik untuk pasien secara individual (Menkes RI, 2011).
Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu paket yang disebut profil atau
panel, contohnya : pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan
fungsi hati. Tata nama, singkatan dan rentang nilai normal hasil pemeriksaan yang biasa
digunakan dapat berbeda antara satu laboratorium dengan laboratorium lainnya, sehingga perlu
diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan (Menkes RI, 2011).
Sel darah merah atau disebut juga eritrosit merupakan sel darah yang jumlahnya
terbanyak dalam tubuh manusia (Mahmood, 2012). Jumlah sel darah merah dapat memberikan
informasi yang mengindikasikan adanya gangguan hematologi. Gangguan hematologi adalah
gangguan pada pembentukan sel darah merah, meliputi penurunan dan peningkatan jumlah sel
(polisitemia). Penurunan jumlah sel darah merah ditemukan pada penyakit kronis, seperti
penyakit hati, anemia dan leukemia, sedangkan polisitemia ditemukan pada penderita diare,
dehidrasi berat, luka bakar, maupun pendarahan berat. Penghitungan sel darah merah dilakukan
dalam proses diagnosis beberapa penyakit tersebut. Penghitungan sel darah merah di
laboratorium dapat dilakukan secara manual, menggunakan hemocytometer dan mikroskop, atau
menggunakan mesin hematology analyzer (Prakarsa dan Kurniawan, 2015).
2.13. Anemia
Berdasarkan WHO (1992) cit Parulian (2016) pengertian anemia adalah suatu keadaan
dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang
bersangkutan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan di bawah
normal kadar hemoglobin, hitung jenis eritrosit dan hemotokrit (packedredcell). Batasan normal
kadar haemoglobin menurut WHO tahun 1968 dapat digambarkan pada tabel 2.1 berikut :
Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya bila didapatkan hasil pemeriksaan
darah kadar Hemoglobin < 10 g/dl, Hemotokrit < 30 % dan Eritrosit < 2,8 juta/mm3. Derajat
anemia pada ibu hamil berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO dikatakan ringan sekali
bila Hb 10 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl - 9,9 g/dl, sedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl dan berat
pada Hb < 6 g/dl. Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut ringan
sekali bila Hb 11 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl – 11 g/dl, sedang Hb 5 g/dl – 8 g/dl, dan
berat Hb < 5 g/dl. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. (Tarwoto &
Wasnidar, 2007 cit Parulian, 2016).
a. Klasifikasi
c. Patofisiologi Anemia
Gambar 2.6 Patofisiologi Anemia
Untuk menentukan adanya kelainan darah, perlu dilakukan test diagnostik dan
pemeriksaan darah. Beberapa istilah yang lazim dipakai dalam pemeriksaan di antaranya:
1. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah (sel darah merah, sel darah putih
dan trombosit) dalam volume darah tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter
kubik (mm3)
2. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah maupun jumlah sel.
3. Pengukuran Hematokrit (Hct) atau volume sel padat, menunjukkan volume darah lengkap
(sel darah merah). Pengukuran ini menunjukkan presentasi sel darah merah dalam darah,
dinyatakan dalam mm3/100 ml.
4. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau konsentrasi hemoglobin rata-rata adalah
mengukur banyaknya hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. Nilai
normalnya kira-kira 27-31 pikogram/sel darah merah.
5. Mean Corpuscular Volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata merupakan pengukuran
besarnya sel yang dinyatakan dalam kilometer kubik, dengan batas normal 81-96 mm3,
apabila kurang dari 81 mm3 maka menunjukkan sel-sel mikrositik dan apabila lebih besar
dari 96 mm3 menunjukkan sel-sel makrositik.
6. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin
eritrosit ratarata, mengukur banyaknya hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat.
Normalnya 30-36 g/100 ml darah.
7. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
8. Hitung trombosit adalah jumlah trombosil dalam 1 mm3 darah.
9. Pemeriksaan sumsum tulang yaitu melalui aspirasi dan biopsy pada sumsum tulang,
biasanya dalam sternum, prosesus spinosus vertebra, Krista iliaka anterior atau posterior.
Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan jika tidak cukup data-data yang diperoleh untuk
mendiagnosa penyakit pada sistem hemotolik
10. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur-unsur yang perlu bagi
perkembangan sel-sel darah merah seperti kadar besi (Fe) serum, vitamin B12 dan asm folat
(Parulian, 2016).
d. Zat Besi dan Tablet Tambah
Darah Zat besi merupakan komponen hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen
dalam darah ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukose, lemak dan protein
menjadi energi (ATP). (Waryono, 2010 cit Parulian, 2016).
Sedangkan menurut Sunririnah (2014) bahwa Zat besi adalah salah satu mineral penting
yang diperlukan selama kehamilan, bukan hanya untuk bayi tapi juga untuk ibu hamil. Bayi akan
menyerap dan mengunakan zat besi dengan cepat, sehingga jika ibu kekurangan masukan zat
besi selama hamil, bayi akan mengambil kebutuhanya dari tubuh ibu sehingga menyebabkan ibu
mengalami anemia dan merasa lelah. Zat besi juga merupakan bagian dari mioglobulin yaitu
molekul yang mirip hemoglobin yang terdapat di sel-sel otot, yang juga berfungsi mengangkut
oksigen. Mioglobulin yang berkaitan dengan oksigen inilah yang membuat daging berwarna
merah. Di samping sebagai komponen hemoglobin dan mioglobulin, besi juga merupakan
komponen dari enzim oksidasi Xanthine Oksidase, Suksinat Dehidrogenase, Katalase dan
Peroksidasi. 99% dari anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi selain itu juga menurunkan
kekebalan tubuh sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Penyerapan zat besi (Fe)
asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%.
Zat besi bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap dari pada zat besi nabati
(non heme). Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A,
zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh.
Manfaat lain mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin
A. Makanan sumber zat besi umumnya merupakan sumber vitamin A. (Waryono, 2010 cit.
Parulian, 2016).
Sumber zat besi yang berasal dari produk nabati di antaranya kacang bakar dan jenis
kacang polongan, sayuran hijau (bayam, brokoli, aprikot kering) dan semua roti gandum.
Sedangkan yang berasal dari produk hewani diantaranya telur, irisan daging sapi merah, babi
atau kambing. Tubuh tampaknya tidak mudah untuk menyerap zat besi pada makanan nabati,
tapi vitamin C (yang ditemukan pada buah jeruk, kismis kering, sayuran hijau) menambah
penyerapan zat besi. Sebaliknya, tanin yang ditemukan di teh dapat mengurangi penyerapan zat
besi. Jadi, mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi dan mengandung vitamin C (misalnya
segelas jus jeruk dan semangkuk sereal) lebih baik daripada secangkir teh. (Waryono,2010 cit.
Parulian, 2016)
e. Manfaat Utama dan Fungsi Zat Besi
Menurut Waryono (2010) cit Parulian (2016) manfaat utama zat besi adalah
pembentukan enzim, yang berfungsi mengubah berbagai reaksi kimia di dalam tubuh dan
pembentukan komponen utama dari sel darah merah dan sel-sel otot. Akibat kekurangan yang
ditimbulkan adalah anemia, kesulitan menelan, kuku berbentuk sendok, kelainan usus,
berkurangnya kinerja, gangguan kemampuan belajar. Sebaliknya bila kelebihan zat besi akan
timbul masalah pengendapan zat besi, kerusakan hati (sirosis), diabetes melitus, pewarnaan kulit.
Manfaat dan fungsi zat besi bagi ibu hamil yaitu :
1. Sebagai pembentukan sel darah merah, cadangan Fe pada bayi yang baru lahir. Sel darah
merah bertugas mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut nutrisi dari
ibu ke janin; ikatan Fe dan protein dalam otot menyimpan oksigen yang sewaktu-waktu
digunakan oleh sel; dan reaksi enzim diberbagai jaringan tubuh.
2. Untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Kecukupan sel darah merah
akan menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat – zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil.
Selain itu asupun zat besi sejak awal kehamilan cukup baik, maka janin akan
menggunakannya untuk kebutuhan tumbuh kembangnya, sekaligus menyimpan dalam hati
sebagai cadangan sampai umur 6 bulan setelah dilahirkan. Sehingga pengaruh kekurangan
zat besi sejak sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita
anemia. (Desi dan Dwi, 2014).
Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan Prematur juga lebih
besar. Anak yang dikandung oleh ibu yang menderita anemia juga akan mengalami penurunan
kecerdasan intelejensi setelah dilahirkan. Penurunan IQ pada anak dapat turun sampai 9 poin dari
normal. Ibu hamil tergolong anemia jika kadar Haemoglobin dalam darahnya kurang dari 11
g/dl, dan berisiko tinggi jika kurang dari 8 gr/dl. Penyebab anemia pada ibu hamil umumnya
akibat minimnya kemampuan ekonomi keluarga, sehingga makanan bergizi terabaikan.
(Waryono, 2010 cit. Pauralin, 2016).
f. Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Manuaba (1998) cit. Pauralin (2016), Anemia hamil disebut “potensial danger
to mother and child’ anemia (potensial membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia
memerlukan perhatian serius dan semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada
masa yang akan datang. Anemia pada ibu hamil adalah kondisi dimana sel darah merah menurun
atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-
organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika
konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,5 sampai dengan 11,0 g/dl. Rendahnya kapasitas darah
untuk membawa oksigen memicu kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan
curah jantung. Jantung yang terus-menerus dipacu bekerja keras dapat mengakibatkan gagal
jantung dan komplikasi lain seperti preeklampsia. (Laros dalam Tarwoto, 2015)
Dalam kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah sehingga terjadi
hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah merah lebih sedikit dibandingkan dengan
peningkatan volume plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi). Pertambahan
volume darah tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30 %, sel darah 18 % dan hemoglobin
19 % (Prawiroharjo, 1999 cit. Pauralin, 2016).
Keadaan tersebut disebut sebagai anemia fisiologis atau pseudoanemia. Pengenceran
darah yang terjadi pada wanita hamil dianggap sebagai penyesuaian fisiologis bermanfaat
karena:
1. Hemodilusi meringankan beban jantung yang harus berkerja lebih berat dalam kehamilan.
Hedremia menyebabkan cardiac out meningkat dan kerja jantung diperingan bila viskositas
darah menjadi rendah, resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak naik,
2. Mengurangi hilangnya zat besi pada waktu terjadinya kehilangan darah paska persalinan.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu
dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32–36 minggu. Kebutuhan ibu hamil terhadap
energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama
pada akhir trimester kedua selama terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya
peningkatan volume darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan
normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi
kurang bukan saja membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan
zat besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani
serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh tumbuhan serta protein nabati
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi. (Chinue, 2009 cit Pauralin,
2016)
Adaptasi fisiologi sistem kardiovaskuler pada ibu hamil yaitu terjadinya perubahan
berupa, peningkatan curah jantung, meningkatnya stroke volume, aliran darah dan volume darah.
Akibat kerja jantung yang meningkat untuk memenuhi sirkulasi darah ibu dan janin, jantung
mengalami hipertropi. Keadaan ini kembali normal setelah bayi lahir. Peningkatan curah jantung
dimana volume darah yang dipompakan oleh ventrikel selama satu menit. Peningkatan curah
jantung terjadi bulan ke-3 kehamilan. Perubahan ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan
darah baik untuk ibu maupun untuk janinnya.
Pada kehamilan trimester ke-2 terjadi peningkatan curah jantung 40% tetapi pada
trimester ketiga terjadi penurunan curah jantung sebesar 25395, di atas curah jantung sebelum
hamil karena adanya penekanan vena kava inferior. Terjadi peningkatan stroke volume yaitu
darah yang dipompakan oleh ventrikel setiap kali denyutan
Pada primigravida terjadi peningkatan 25% di atas sebelum hamil sedangkan pada
multigravida lebih dari 38%. (Yasmin Wijaya, dkk dalam Tarwoto, 2013) Peningkatan aliran
darah dan volume darah terjadi selama kehamilan, mulai 10-12 minggu umur kehamilan dan
secara progresif sampai dengan umur kehamilan 30-34 minggu. Volume darah meningkat kira-
kira 1500 ml, normal terjadi peningkatan 8,5% 9,0% dari berat badan. Penurunan darah yang
cepat terjadi pada saat persalinan dan volume darah akan kembali normal pada minggu 4-6 post
partum. Tekanan darah arteri bervariasi sesuai umur, tingkat aktivitas, ada atau tidaknya masalah
kesehatan. Pasien dengan anemia kecenderungan terjadi penurunan tekanan darah.
g. Macam-macam Penyebab Anemia pada Ibu Hamil
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi Besi merupakan penyebab tersering anemia selama kehamilan dan
masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya saling
berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan
terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia
defisiensi besi pada kehamilan berikutnya.
Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi (Scholl,1998 cit
Pauralin, 2016). Pada gestasi biasa dengan satu janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh
kehamilannya rata-rata mendekati 800 mg; sekitar 500 mg, bila tersedia, untuk ekspansi massa
hemoglobin ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan kulit. Jumlah total ini
1000 mg jelas melebihi cadangan besi pada sebagian besar wanita. Kecuali apabila perbedaan
antara jumlah cadangan besi ibu dan kebutuhan besi selama kehamilan normal yang disebutkan
diatas dikompensasi oleh penyerapan besi dari saluran cerna, akan terjadi anemia defisiensi besi.
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester kedua, maka
kekurangan besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam konsentrasi hemoglobin.
Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan volume darah tidak terlalu besar, kebutuhan
akan besi tetap meningkat karena peningkatan massa hemoglobin ibu berlanjut dan banyak besi
yang sekarang disalurkan kepada janin. Karena jumlah besi tidak jauh berbeda dari jumlah yang
secara normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan anemia berat tidak menderita anemia
defisiensi besi (Arisman, 2007 cit Pauralin, 2016).
2. Anemia Akibat Perdarahan Akut
Sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta dan plasenta previa dapat menjadi
sumber perdarahan serius dan anemia sebelum atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan,
anemia akibat perdarahan sering terjadi pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola
hidatidosa. Perdarahan masih membutuhkan terapi segera untuk memulihkan dan
mempertahankan perfusi di organ-organ vital walaupun jumlah darah yang diganti umumnya
tidak mengatasi difisit hemoglobin akibat perdarahan secara tuntas, secara umum apabila
hipovolemia yang berbahaya telah teratasi dan hemostasis tercapai, anemia yang tersisa
seyogyanya diterapi dengan besi. Untuk wanita dengan anemia sedang yang hemoglobinnya
lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi menghadapi kemungkinan perdarahan serius, dapat
berobat jalan tanpa memperlihatkan keluhan, dan tidak demam, terapi besi selama setidaknya 3
bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan dengan transfusi darah. (Sarwono, 2005 cit.
Pauralin, 2016).
Kadar vitamin B12 serum diukur dengan radio immunoassay. Selama kehamilan, kadar
non hamil karena berkurangnya konsentrasi protein pengangkut B 12 transkobalamin (zamorano
dkk,1985 cit. Pauralin, 2016). Wanita yang telah menjalani gastrektomi total harus diberi 1000
mg sianokobalamin (vitamin B12) intramuscular setiap bulan. Mereka yang menjalani
gastrektomi parsial biasanya tidak memerlukan terapi ini, tetapi selama kehamilan kadar vitamin
B12 perlu dipantau. Tidak ada alasan untuk menunda pemberian asam folat selama kehamilan
hanya karena kekhawatiran bahwa akan terjadi gangguan integritas saraf pada wanita yang
mungkin hamil dan secara bersamaan mengidap anemia pernisiosa Addisonian yang tidak
terdeteksi (sehingga tidak diobati).
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/ pemecahan sel darah merah yang lebih
cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh :
a. Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik heriditer, talasemia, anemia sel
sickle (sabit), hemoglobin, C, D, G, H, I dan paraksismal nokturnal hemoglobinuria,
b. Faktor ekstrakorpuskuler; disebabkan malaria, sepsis, keracun zat logam, dan dapat beserta
obat-obatan, leukemia, penyakit hodgkin dan lain-lain. Gejala utama anemia hemolitik
adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Pengobatan bergantung pada jenis
anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya di
berantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obatobatan,
hal ini tidak memberikan hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat membantu
penderita ini.
Jawaban :
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya sel dara merah
Karena komponen pembentuknya (besi) juga berkurang.
2. Penyebabnya adalah : Kehilangan darah dari saluran cerna atau urogenital, kebutuhan besi
yang meningkat pada saat kehamilan juga bisa menyebabkan anemia ini, perempuan,
pramenepaose, malabsorbsi akibat penyakit seliaka. Malabsorbsi Karena kurangnya asupan,
didaerah barat jarang terjadi.
3. Gejala : Lelah, sesak nafas, kaki dan pergelangan bengkak, membrane mukosa pucat,
stomatitis angularis, glostisis dan yang jarang terjadi koilonikia, kuku berbentuk sendok.
4. Berikan besi per oral untuk menggantikan dan memulihkan simpanan besi tubuh. Sebaiknya
diberikan sampai MVC dan Hb mencapai nilai normal, kemudian dilanjutkan selama 3 bulan
lagi untuk mencapai simpanan besi yang memadai. Untuk dosis pengobatan yang digunakan
adalah 2-4x300 mg/hari dan untuk pencegahan 300 mg/hari.
5. Informasi kepada pasien : Hindari pemakaian bersama obat gastritis dan antibiotik
tetrasiklin. Pada saat menggunakan obat hindari bersama makanan seperti sereal, serat
makanan, teh, kopi, telur dan susu karena akan menurunkan absorbsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ pembentuk
darah dan penyakitnya. Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Sel darah merah merupakan sel darah
yang jumlahnya terbanyak dalam tubuh manusia. Jumlah sel darah merah dapat memberikan
informasi yang mengindikasikan adanya gangguan hematologi.
Gangguan hematologi adalah gangguan pada pembentukan sel darah merah, meliputi
penurunan dan peningkatan jumlah sel (polisitemia). Kelainan eritrosit digolongkan menjadi
empat yaitu berdasarkan ukuran, bentuk, warna dan benda inklusi eritrosit.
Penurunan jumlah sel darah merah ditemukan pada penyakit kronis, seperti penyakit
hati, anemia dan leukemia, sedangkan polisitemia ditemukan pada penderita diare, dehidrasi
berat, luka bakar, maupun pendarahan berat. Penghitungan sel darah merah dilakukan dalam
proses diagnosis beberapa penyakit tersebut.
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total dan
Sekitar 30% isi sel eritrosit terdiri atas zat warna darah merah yaitu hemoglobin. Kekurangan sel
darah merah salah satunya mengakibatkan anemia. Terjadi anemia karena Hb dan eritrosit
kurang dari nilai normalnya. Pengobatannya dengan cara memberikan suplemen zat besi atau
jika anemia parah dengan cara transfusi darah.
3.2 Saran
Dengan adanya tugas ini, penulis dapat lebih memahami tentang eritrosit dan
interpretasi data. Dengan adanya tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk
menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Helmi dkk.2015. Pengaruh Pemberian Jus Buah Naga Hylocereus Undatus (Haw.)
Britt&Rose Terhadap Jumlah Hemoglobin, Eritrosit Dan Hematokrit Pada Mencit Putih
Betina.Jurnal.Hal;118.Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang.Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017 :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0ahUKEwjghd-
7loHTAhVJK48KHfxcCqYQFghGMAY&url=http%3A%2F%2Fjstf.ffarmasi.unand.ac.id
%2Findex.php%2Fjstf%2Farticle%2Fdownload
%2F32%2F35&usg=AFQjCNFhHjzynDGv5Kploi0vr9TiaDvkMA&sig2=7raPBCxLmgWAjF2
YJjoXZg&bvm=bv.151426398,d.c2I&cad=rja
Darda,Abu.2016.Pendidikan Sains Berbasis Agama untuk Membangun Hidup
Sehat.Jurnal.Vol.1.Hal;246.Universitas Darussalam Gontor.Indonesia.
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/view/778/660
Erna,N.K,Supriyadi.2015.Penurunan Jumlah Eritrosit Darah Tepi Akibat Paparan Radiasi
Sinar X Dosis Radiografi Periapikal.Praktisi Dokter Gigi.Laboratorium Radiologi KG Fakultas
Kedokteran Gigi.Universitas Jember.Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017
http://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/viewFile/2135/1738
Handayani, Wiwik dan Sulistyo, Andi, Wibowo.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Hematologi.Hal 1-6.Salemba Medika.Jagakarsa.Indonesia.
Di akses pada tanggal 2 april 2017 :
https://books.google.co.id/books?
id=PwLdwyMH9K4C&pg=PT16&lpg=PT16&dq=skema+eritrosit&source=bl&ots=-
BaE3FjQO3&sig=APxJkOxhcL0llqRATNjdKGc6BWo&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage
&q=skema%20eritrosit&f=false
Haryani,Siti.2014. Total Sel Darah Merah (Erythrocyte)Kadar Hemoglobin Dan Nilai
Hematokrit Sapi Bali Di Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar.Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.Pekanbaru.Indonesia.
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://repository.uin-suska.ac.id/5248/1/FM.pdf
Hidayat,Rahmat,dkk.2016. Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada
Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang.Jurnal
Kesehatan.Hal;547.Universitas Andalas.Indonesia
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/574/463
Ihwantoro,Trubus,Tri.2014.Gambaran Darah Dan Performa Produksi Ayam Kampung Serta
Ayam Ras Petelur Pada Kandang Terbuka.Skripsi.Hal;6.Institut Pertanian Bogor.Indonesia.
Di akses pada tanggal 1 april 2017 :
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/69040/D14tti.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011.Pedoman Interpretasi Data
Klinik.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Hal;7,12-15.Jakarta.Indonesia.
Di akses pada tanggal 23 maret 2017 :
https://www.researchgate.net/profile/Fauna_Herawati/publication/303523819_Pedoman_Interpre
tasi_Data_Klinik/links/5746c1db08ae298602fa0bb4/Pedoman-Interpretasi-Data-Klinik.pdf
Mallo,Pricilla,Yellana dkk.2014.Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen
Dalam Darah dengan Sensor Oximeter Secara Non-Invasive.Jurnal.UNSRAT.Manado.
Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017 :
http://www.e-jurnal.com/2014/10/rancang-bangun-alat-ukur-kadar.html
Mutschler,Ernst.Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi.Vol.5.Hal;403-404;407.ITB;
Bandung.Indonesia.