Anda di halaman 1dari 47

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA II

SISTEM DARAH (HEMATOLOGI)

Dosen Pengampu :Dr. apt. Meiriza Djohari, M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 5 :


Reyvia Rahma Ningsih : 1601039
Arnel Nurisma : 1901042
Dina Aprillany : 1901048
Helvy Rahmi : 1901052
Muhammad Fitrah : 1901058
Natasya Astari : 1901061
Rahmi Asrina Rizki : 1901067

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, yakni dengan judul ‘’Sistem
Darah (Hematologi)’’.Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Anatomi Fisiologi Manusia II.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga masih belum
dikatakan sempurna.Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami
dalam membuatnya.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan dan kualitas makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
bagi pembaca dalam kehidupannya sehari-hari.

Pekanbaru, 21 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Pengertian Sistem Darah (Hematologi)...................................................3
2.2 Anatomi Sistem Darah............................................................................3
2.3 Fisiologi Sistem Darah............................................................................17
2.4 Mekanisme Sintesis Darah......................................................................17
2.5 Mekanisme Pembekuan Darah................................................................27
2.6 Mekanisme Distribusi/Transportasi Darah dan Mekanisme Aksi...........29
2.7 Penyakit Terkait Sistem Darah................................................................31

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................37


3.1 Kesimpulan..............................................................................................37
3.2 Saran.........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Darah sekitar membentuk 8% berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5
liter pada wanita dan 5.5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular
khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping
darah), yang tersuspensi cairan di dalam kompleks plasma. Eritrosit dan leukosit
merupakan sel utuh, sementara trombosit adalah fragmen/potongan sel (Sherwood, L,
2014).
Fungsi utama darah adalah untuk transportasi, sel darah merah tetap berada
dalam system sirkulasi dan mengandung pigmen pengangkut oksigen haemoglobin.Sel
darah putih betanggung jawab terhadap pertahanan tubuh dan diangkut oleh darah ke
berbagai jaringan tempat sel-sel tersebut melakukan fungsi fisiologiknya.Trombosit
berperan mencegah tubuh kehilangan darah akibat pendarahan dan melakukan fungsi
utamanya didinding pembuluh darah.Protein plasma merupakan pengangkut utama zat
gizi dan produk sampingan metabolic ke organ-organ tujuan untuk penyimpanan atau
ekskresi. Banyak protein besar yang tersuspensi didalam plasma juga menarik perhatian
ahli hematologi, terutama protein-protein yang berkaitan dengan pencegahan
pendarahan melalui proses pembekuan darah (koagulasi). Laboratorium hematologi
berperan mendefinisikan sel darah atau pigmen darah yang nomal dan abnormal serta
menentukan sifat kelainan tersebut.Laboratorium koagulasi berperan mengevaluasi
orang dengan gangguan hemostasis, baik pendarahan berlebihan maupun koagulasi
abnormal atau thrombosis.Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium hematologi sangat
penting untuk mengetahui kesejahteraan pasien secara keseluruhan dan sering
digunakan dalam pemeriksaan penapisan kesehatan (Sacher dan McPherson, 2004).
Sebagian besar sel di darah tidak mampu melakukan pembelahan lebih lanjut
dan relatif berumur pendek serta diganti secara terus menerus oleh sum-sum
tulang.Kelompok sel darah utama termasuk sel darah merah,sel darah putih,dan
trombosit berasal dari sel bakal (stem cell) hematopoitetik pluripoten.Sel bakal ini
adalah sel pertama dalam rangkaian tahap-tahap yang teratur dan berjenjang pada
pertumbuhan dan pematanagan sel (Sacher dan McPherson, 2004).

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat
digunakan penulis untuk memperoleh penjelasan dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian dari sistem darah (hematologi) ?
2. Bagaimana anatomi pada sistem darah ?
3. Bagaimana fisiologi pada sistem darah ?
4. Bagaimanakah mekanisme sintesis pada sistem darah ?
5. Bagaimana mekanisme dari pembekuan darah ?
6. Bagaimankah distribusi dan transportasi darah ?
7. Apa saja penyakit yang berhubungan dengan darah ?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem darah (hematologi)
2. Untuk mengetahui anatomi pada sistem darah
3. Untuk mengetahui fisiologi pada sistem darah
4. Untuk memahami mekanisme sintesis pada sistem darah
5. Untuk memahami mekanisme dari pembekuan darah
6. Untuk mengetahui dan memahami distribusi dan transportasi darah
7. Untuk mengetahui penyakit yang berhubungan dengan darah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Darah (Hematologi)


Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah yang
merupakan salah satu system organ terbesar di dalam tubuh. Darah membentuk 6
sampai 8% dari berat tubuh total dan terdiri dari sel-sel darah yang tersuspensi didalam
suatu cairan yang disebut plasma. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit.Cairan plasma membentuk 45
sampai 60% dari volume darah total, sel darah merah (SDM) menempati sebagian besar
volume sisanya. Sel darah putih dan trombosit, walaupun secara fungsional penting,
menempati bagian yang relative kecil dari massa darah total. Proporsi sel dan plasma
diatur dan dijaga dengan relative konstan (Sacher dan McPherson, 2004).
Darah merupakan pengangkut jarak jauh, transportasi massal bahan-bahan
antara sel dan lingkungan eksternal atau di antara sel itu sendiri.Transportasi yang
demikian penting untuk mempertahankan homeostasis.Darah terdiri dari cairan plasma
tempat elemen-elemen selular eritrosit, leukosit, dan trombosit.Eritrosit (sel darah
merah atau SDM) secara esensial merupakan membran plasma kantong-tertutup
hemoglobin yang menyangkut O2 di dalam darah.Leukosit (sel darah putih, atau SDP),
unit pertahanan mobil sistem imun, di angkut melalui darah ke tempat terjadinya luka
atau invasi oleh mikroorganisme penyebabpenyakit. Platelet (trombosit) penting bagi
homeostasis untuk menghentikan pendarahan akibat pembuluh yang cedera (Sherwood,
L, 2014).

2.2 Anatomi Sistem Darah


Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan
organ lain karena berbentuk cairan. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume
darah manusia sekitar 7% -10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada usia, pekerjaan,
serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri atas 2 komponen utama,
yaitu sebagai berikut:

3
1. Plasma darah, bagian cair yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan
protein darah.
2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen
berikut ini:
a. Eritrosit : sel darah merah (SDM-red blood cell)
b. Leukosit : sel darah putih (SDP-white blood cell)
c. Trombosit : butir pembeku darah platelet
(Handayani dan Haribowo, 2008)

Sel Darah Merah, Trombosit dan Sel Darah Putih

2.2.1 Sel Darah Merah (Eritrosit)


Sel darah merah normal, tampak pada Gambar 32-3, berbentuk cakram
bikonkaf dengan diameter rata-rata kira-kira 7,8 gm dan dengan ketebalan 2,5
µm pada bagian yang paling tebal serta 1 µm atau kurang di bagian tengahnya.
Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95 µm3 (Handayani dan
Haribowo, 2008).
Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan
melewati kapiler.Sesungguhnya, sel darah merah merupakan suatu "kantong"
yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk. Selanjutnya, karena sel yang
normal mempunyai kelebihan membran sel untuk menampung banyak zat di
dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran
secara hebat, dan sebagai akibatnya, sel tidak akan mengalami ruptur, seperti
yang terjadi pada banyak sel lainnya (Handayani dan Haribowo, 2008).
Sel darah merah yang akan dibahas pada makalah ini tentang struktur
eritrosit, produksi sel darah merah (eritropoesis), lama hidup, jumlah eritrosit,

4
penghancuran sel darah merah, antigen sel darah merah, dan sifat-sifat sel
darah merah (Handayani dan Haribowo, 2008).
A. Stuktur Eritrosit
Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan
diameter sekitar 7 mikron.Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen
masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara
membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerahan-merahan, karena di
dalam mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.Sel darah merah
tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, semua tidak dapat
bergerak.Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fostorilasi oksidatif sel,
atau pembentukan protein.(Handayani dan Haribowo, 2008).
Komponen eritrosit adalah sebagai berikut:
1. Membran eritrosit.
2. Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-Phosphatedehydrogenase)
3. Hemoglobin, komponennya terdiri atas:
 Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
 Globin: bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai
beta (Handayani dan Haribowo, 2008).
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah
merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram
hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Oksihemoglobin
merupakan hemoglobin yang berkombinasi berikatan dengan
oksigen.Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion
hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan
dari hemoglobin (Handayani dan Haribowo, 2008).

B. Produksi Sel Darah Merah (Eritropoesis)


Dalam keadaan normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama
terjadi di dalam sumsum tulang, di mana sistem eritrosit menempati 20 %-
30 % bagian jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah.Sel
eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam sumsum
tulang.Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel
darah sistem eritrosit, mieloid, dan megakariosibila yang dirangsang oleh

5
eritropoeitin. Sel induk multipotensial akan berdiferensiasi menjadi sel
induk unipotensial. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi
lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya
akanberdiferensiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas akan
membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali
fase mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan
terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam
sirkulasi.Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi,
vitamin B12, asam folat, piridoksin (vitamin B6), kobal, asam amino, dan
tembaga.(Handayani dan Haribowo, 2008).
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan morfologi
sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel pronormoblas sampai
eritrosit matang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu sebagai
berikut:
1. Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel.
2. Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan
eritroblas asidosis.
3. Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan hilangnya
RNA dari dalam sitoplasma sel.
(Handayani dan Haribowo, 2008)

C. Lama Hidup
Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini sistem enzim
mereka gna membran-sel berhenti berfungsi dengan adekuat, dan sel ini
dihancurkan olch sel sistem retikulo endothelial (Handayani dan
Haribowo, 2008).

D. Jumlah Eritrosit
Jumlah normnal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam
100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%
(Handayani dan Haribowo, 2008).

6
E. Sifat-sifat Sel Darah Merah
Tiga sifat anatomik eritrosit berperan dalam efisiensi
pengangkutan O2.Pertama, eritrosit adalah sel datar berbentuk-cakram
yang mencekung di bagian tengah di kedua sisi, seperti donat dengan
bagian tengah menggepeng bukan lubang (yaitu, eritrosit berbentuk
cakram bikonkaf dengan garis tengah 8 mm ketebalan 2 mm di tepi luar,
dan ketebalan 1 mm di bagian tengah). Bentuk bikonkaf ini menyediakan
area permukaan yang lebih luas untuk difusi oksigen dari plasma melewati
membran masuk ke eritosit dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan
volume yang sama. Juga, ketipisan sel memungkinkan oksigen untuk
berdifusi secara cepat antara bagian-bagian eksterior dan interior sel
(Sherwood, L, 2014).
Sifat struktural kedua yang mempermudah fungsi transpor SDM
adalah kelenturan membrannya. Sel darah merah, berdiameter normal 8
mm, dapat berubah bentuk secara luar biasa ketika mengalir satu per satu
melewati kapiler yang garis tengahnya sesempit 3 mm. Karena sangat
lentur, eritrosit dapat mengalir melalui kapiler sempit yang berkelok-kelok
untuk menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa mengalami ruptur selama
proses berlangsung (Sherwood, L, 2014).
Sifat anatomik ketiga dan yang terpenting yang memungkinkan
SDM mengangkut O2 adalah adanya hemoglobin di dalamnya.Mari kita
bahas molekul unik ini secara lebih terperinci (Sherwood, L, 2014).
Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan
jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel seperti berikut ini:
1. Normositik : sel yang ukurannya normal.
2. Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
3. Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil.
4. Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar.
5. Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.
6. Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak
(Handayani dan Haribowo, 2008).

7
2.2.2 Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit (sel darah putih atau SDP) adalah unit yang dapat bergerak
pada sistem pertahanan imun tubuh.Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk
menahan atau menyingkirkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi
merugikan. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai
protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal
yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam
tubuh yang asing bagi "individu normal". Secara spesifik, sistem imun :
 Mempertahankan tubuh dari invasi mikroorganisme penyebab penyakit
(misalnya, bakteri dan virus).
 Berfungsi sebagai "petugas kebersihan" yang membersihkan sel-sel tua
(misalnya, sel darah merah yang sudah tua) dan sisa jaringan (misalnya,
jaringan yang rusak akibat trauma atau penyakit), menyediakan jalan bagi
penyembuhan luka dan perbaikan jaringan; dan 3) mengidentifikasi dan
menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh.
(Sherwood, L, 2014).

A. Struktur Leukosit
Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti
sel, sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya
bening (tidak berwarna) (Handayani dan Haribowo, 2008).
Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal.
Jenis- jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula,
yaitu limfosit T dan B; monosit dan makrofag; serta golongan yang
bergranula, yaitu: eosinofil, basofil, dan neutrofil (Handayani dan
Haribowo, 2008).

B. Fungsi Sel Darah Putih


Fungsi dari sel darah putih adalah sebagai berikut:
a. Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit/bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (sistem
retikulo endotel).

8
b. Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari
dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah (Handayani dan
Haribowo, 2008).

C. Jenis-jenis Sel Darah Putih

Elemen sel darah normal dan hitung sel darah manusia

Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:
a. Granulosit
Granulosit mengandung banyak granula dalam sitoplasma dan
mempunyai inti yang berbentuk lobus lobus tak teratur. Tiga jenis
granulosit tersebut masing masing diberi nama setelah pewarnaan
darah yang diserap oleh granula. Berdasarkan pewarnaan granula,
granulosit terbagi menjadi tiga kelompok berikut ini:
1. Neutrofil
Granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang
terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak
berbintik-bintik halus/granula, serta banyaknya sekitar 60-70%.
Neutrofil adalah spesialis fagositik, sel-sel ini menelan dan
menghancurkan bakteri secara intraseluler.Selain itu, neutrofil juga
dapat bertindak sebagai "born bunuh diri". Neutrofil dapat
menjalankan suatu tipe kematian sel terprogram yang tidak lazim
yang disebut NETosis yang menggunakan materi seluler penting
untuk mempersiapkan suatu jaringan serat yang disebut neutrophil

9
extracellular trap (NET) yang dilepaskan ke CES pada saat
kematiannya. Serat serat ini, yang terdiri dari protein- protein
granulasi dari sitoplasma neutrofil dan kromatin dari nukleusnya,
berikatan dengan bakteri dan mengandung senyawa kimia
pembasmi bakteri, memungkinkan NET untuk menjebak dan
menghancurkan bakteri secara ekstraseluler. Netrofil selalu
menjadi pertahanan pertama terhadap invasi bakteri. (Sherwood,
L, 2014).

Neutrofil
2. Eosinofil
Eosinofil adalah spesialis jenis lain. Peningkatan eosinofil
dalam darah (eosinofilia) berkaitan dengan keadaan alergik
(misalnya asma dan hay fever) dan dengan infestasi parasit internal
(misalnya cacing).Mempunyai inti bilobus (dua lobus yang
dihubungkan dengan unting sempit kromatin). Granulanya
berwarna merah pada pewarnaan asam (eosin), mengandung enzim
pencernaan yang dikenal sebagai lisosom. Eosinofit secara aktif
merupakan kompleks fagosit yang terbentuk oleh aksi antibodi
terhadap antigen (zat asing). Jumlah eosinofil meningkat selama
infeksi parasit dan reaksi alergi (Sherwood, L, 2014).

Eosinofil

10
3. Basofil
Basofil adalah leukosit yang paling sedikit dan paling
kurang dipahami. Sel ini secara struktur dan fungsi cukup mirip
dengan set mast, yang tidak pernah beredar dalamdarah, tetapi
tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Baik basofil maupun sel
mast menyintesis dan menyimpan histamin dan heparin, yaitu
bahan kimia poten yang dapat dibebaskan jika terdapat rangsangan
yang sesuai.Pelepasan histamin merupakan hal yang penting dalam
reaksi alergik, sedangkan heparin mempercepat pembersihan
partikel lemak dari darah setelah kita makan makanan berlemak.
(Sherwood, L, 2014).

Basofil

Neutrofil, eosinofil, dan basofil berfungsi sebagai fagosit


untuk mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sisa-
sisa sel. Selain itu, basofil bekerja sebagai sel mast dan
mengeluarkan peptida vasoaktif (Handayani dan Haribowo,
2008).

b. Agranulosit
Agranulositmerupakan kelompok kedua dari leukosit, tidak
mempunyai granula yang dapat terlihat dalam sitoplasma dan intinya
tidak berlobus, Leukosit jenis agranulosi ini terbagi dua, yaitu:

11
1. Limfosit
Limfosit adalah satu satunya leukosit yang kembali ke
aliran darah, beredar di aliran darah, cairan jaringan, jaringan dan
cairan limfa. Ada dua kelompok utama limfosit yang didasarkan
pada peranannya dalam tanggapan imun (Handayani dan
Haribowo, 2008).
Limfosit memiliki nukleus besar bulat dengan menempati
sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan
limfe.Ukuran bervariasi dari 7 sampai dengan 15
mikron.Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan
memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.Limfosit
ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B. (Handayani dan
Haribowo, 2008).
a. Limfosit T
Limfosit T tidak memproduksi antibodi; sel ini secara
langsung menghancurkan sel sasaran spesifiknya dengan
mengeluarkan beragam zat kimia yang melubangi sel korban,
suatu proses yang dinamai imunitas selular. Sel sasaran sel T
mencakup sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel
kanker.Limfosit hidup sekitar 100 hingga 300 hari. Setiap saat
hanya terdapat sebagian kecil dari limfosit total yang berada di
dalam darah. Sebagian besar secara terus-menerus terdaur-
ulang antara jaringan limfoid, limfe, dan darah, hanya
menghabiskan waktu beberapa jam di dalam darah.Jaringan
limfoid adalah jaringan yang mengandung limfosit seperti
tonsil dan kelenjar limfe (Sherwood, L, 2014).
Limfosit T (sel T) yang masak didalam kelenjar timus,
menyerang sel menyimpang seperti sel tumor ataupun sel yang
terinfeksi virus (Sherwood, L, 2014).

12
Limfosit T

b. Limfosit B
Limfosit B menghasilkan antibodi, yang beredar dalam
darah dan bertanggung jawab dalam imunitas humoral, atau
yang diperantarai oleh antibodi.Suatu antibodi berikatan
dengan benda acing yang mengan dung antigenspesifik,
misalnya bakteri, yang memicu produksi antibodi tersebut dan
menandainya untuk dihancurkan (Sherwood, L, 2014).
Limfosit B yang masak di sumsum tulang belakang,
menanggapi antigen seperti racun, virus, ataupun bakteri yang
beredar dengan cara pembelahan untuk menghasilkan sel
plasma, yang pada gilirannya menghasilkan antibodi
(Sherwood, L, 2014).

Limfosit B

13
2. Monosit
Monosit seperti neutrofil, berkembang menjadi fagosit
profesional. Sel-sel ini muncul dari sumsum tulang selagi masih
belum matang dan beredar hanya satu atau dua hari sebelum
menetap di berbagai jaringan di seluruh tubuh. Di tempat barunya,
sel-sel ini melanjutkan pematangan dan menjadi sangat besar,
berubah menjadi fagosit jaringan besar yang dikenal sebagai
makrofag (makro berarti "besar"; faga berarti "pemakan"). Usia
makrofag dapat berkisar dari bulanan hingga tahunan kecuali jika
sel ini hancur lebih dulu selagi menjalankan tugas fagositiknya.
Sebuah sel fagositik hanya dapat menelan benda asing dalam
jumlah terbatas sebelum akhirnya mati (Sherwood, L, 2014).

Monosit

D. Jumlah Sel Darah Putih


Jumlah total leukosit dalam keadaan normal berkisar dari 5 juta
hingga 10 juta per mililiter darah, dengan rerata 7 juta/mL, yang
dinyatakan sebagai hitung sel darah putih rerata 7000/mm3. Leukosit
merupakan sel darah yang paling sedikit jumlahnya (sekitar 1 sel darah
putih untuk setiap 700 sel darah merah), bukan karena diproduksi Iebih
sedikit tetapi karena sel-sel ini hanya transit di darah. Dalam keadaan
normal, sekitar dua pertiga leukosit dalam darahadalah granulosit,
terutama neutrofil, sementara sepertiga agranulosit, terutama limfosit.
Namun, jumlah total sel darah putih dan persentase masingmasing tipe
dapat sangat bervariasi untuk memenuhi kebutuhan pertahananyang
berubah. Berbagai jenis leukosit secara selektif diproduksi dengan

14
kecepatan bervariasi, bergantung pada jenis dan tingkat serangan yang
harus dihadapi oleh tubuh, contohnya seperti pada neutrofilia (Sherwood,
L, 2014).
Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l
yang terbagi sebagai berikut :
1. Granulosit:

Neutrofil 2,5-7,5 x 109

Eosinofil 0,04-0,44 x 109

Basofil 0-0,10 x 109
2. Limfosit 1,5-3,5 x 109
3. Monosit 0,2-0,8 x 109
(Handayani dan Haribowo, 2008)

2.2.3 Keping Darah (Trombosit)


Trombosit atau keping darah adalah pecahan sel besar megakariosit.
Trombosit tidak mempunyai inti dan terdiri atas sitoplasma (dengan sedikit
organela) yang dibungkus dalam membran plasma. Trombosit memperbaiki
dinding pembuluh darah yang rusak dan melepaskan enzim yang
mengaktifkan hemostatis untuk menghentikan pendarahan.
A. Struktur Trombosit
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam
sumsum tulang yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak
berinti, dan hidup sekitar 10 hari (Handayani dan Haribowo, 2008).

B. Jumlah Trombosit
Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-
400.000/milliliter) sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan
sisanya bersirkulas dalam darah (Handayani dan Haribowo, 2008).

C. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan
darah.Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh
melalui aliran darah Namun, dalam beberapa detik setelah kerusakan

15
suatu pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons
terhadap kolagen yang terpajan di lapisan subendotel
pembuluh.Trombosit melekat ke permukaan yang rusak dan
mengeluarkan beberapa zat (serotonin dan histamin) yang menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi pembuluh. Fungsi lain dari trombosit yaitu
untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh
yang cedera. Trombosit akan menjadi lengket dan menggumpal bersama
membentuk sumbat trombosit yang secara efektif menambal daerah yang
luka (Handayani dan Haribowo, 2008).

D. Pembatasan Fungsi Trombosit


Penimbunan trombosit yang berlebihan dapat menyebabkan
penurun aliran darah ke jaringan atau sumbat menjadi sangat besar,
sehingga lepas dari tempat semula dan mengalir ke hilir sebagai suatu
embolus dan menyumbat aliran ke hilir (Handayani dan Haribowo,
2008).
Guna mencegah pembentukan suatu emboli, maka trombosit-
trombosit tersebut mengeluarkan bahan-bahan yang membatasi luas
penggumpalan endiri.Bahan utama yang dikeluarkan oleh trombosit
untuk membatasi pembekuan adalah prostaglandin tromboksan A2 dan
prostasiklin 12.Tromboksan A2 merangsang penguraian trombosit dan
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut pada pembuluh
darah.Sedangkan prostasiklin 12 merangsang agregasi trombosit dan
pelebaran pembuluh, sehingga semakin meningkatkan respons trombosit
(Handayani dan Haribowo, 2008).

2.2.4 Plasma Darah


Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah,
warnanya bening kekuning-kuningan.Hampir 90% dari plasma darah terdiri
atas air.Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut:
1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain)
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.

16
3. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
4. Zat makanan (asam amino, gukosa, lemak, mineral, dan vitamin).
5. Hormon, yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
6. Antibodi
(Handayani dan Haribowo, 2008).

2.3 Fisiologi Sistem Darah


Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga
dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini:
 Mengangkut gas karbondioksida (CO) dari jaringan perifer kemudian
dikeluarkan melalui paru-paru untuk didistribusikan ke jaringan yang
memerlukan.
 Mengangkut sisa-sisa/ampas dari hasil metabolisme jaringan berupa urea,
kreatinin, dan asam urat.
 Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke
seluruh jaringan tubuh.
 Mengangkut hasil-hasil metabolisme jaringan.
2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3. Mengatur panas tubuh.
4. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh.
5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.
6. Mencegah perdarahan
(Handayani dan Haribowo, 2008).

2.4 Mekanisme Sintesis Darah


2.4.1 Daerah Daerah Tubuh Yang Memproduksi Sel Darah Merah
Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah
primitf yang berinti di produksi di yolk sac.Selama pertengahan trimester masa
gestari, hati dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi sel-sel darah
merah, namun terdapat juga sel-sel darah merah dalam jumlah cukup banyak

17
yang diproduksi di limpa dan kelenjar limfe.Lalu kira-kira selama dua bulan
terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi di
sumsum tulang belakang (A.C Guyton, 2014).
Pada dasarnya sumsum tulang belakang dari semua tulang
memproduksi sel darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun; tetapi sumsum
tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia, menjadi sangat
berlemak dan tidak memproduksi sel-sel darah merah setelah berusia kurang
dari 20 tahun. Setelah usia ini, kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam
sumsum tulang membranosa, seperti vetebra, sternum, rusuk, dan ilium. Bahkan
dalam tulang-tulang ini, sumsum tulang menjadi kurang produktif seiring
dengan bertambahnya usia (A.C Guyton, 2014 ).

2.4.2 Sel Punca Hematopoietik Pluripoten, Penginduksi Pertumbuhan, dan


Penginduksi Diferensiasi.
Sel darah memulai kehidupan didalan sumsum tulang belakang dari
suatu tipe sel yang disebut sel stemhematopoletik pluripoten, yang merupakan
asal dari semua sel dalam darah sirkulasi.Sewaktu sel-sel ini bereproduksi, ada
sebagian kecil dari sel-sel ini yang bertahan persis seperti sel-sel pluripoten
asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-
sel darah tersebut, walaupun jumlahnya berkurang seiring waktu. Sebagian
besar sel-sel yang diproduksi akan diferensiasi untuk membentuk sel-sel tipe
lainnya. Sel yang berada dalam tahap pertengahan sangat mirip dengan sel stem
pluripoten, walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu jalur khusus
pembelahan sel dan disebut commited stem cells (A.C Guyton, 2014 ).

18
Pembentukan berbagai sel darah yang berbeda-beda dari sel punca
hematopoietik pluripoten (PHSC) asli dalam sumsum tulang.

Berbagai commited stem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan


menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells
yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentukan koloni eritrosit, dan
singkatan CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel stem ini. Demikian pula,
unit yang membentuk koloni granulosit dan monosit ditandai dengan seingkatan
CFU-GM, dan seterusnya (A.C Guyton, 2014 ).
Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacam-
macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan
empat penginduksi pertumbuhan yang utama dan masing-masing memiliki ciri-
ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah interleukin-3 yang memulai
pertumbuhan dan reproduksi hampir semua jenis commited stem cells yang
berbeda-beda, sedangkan yang lain hanya menginduksi pertumbuhan pada tipe-
tipe sel yang spesifik (A.C Guyton, 2014).
Pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu
diferensiasi sel-sel. Diferensiasi sel adalah fungsi dari serangkaian protein yang
lain, yang disebut penginduksi diferensiasi. Masing-masing protein ini akan
menghasilkan satu tipe commited stem cells untuk berferensiasi sebanyak satu
langkah atau lebih menuju ke sel darah dewasa bentuk akhir (A.C Guyton,
2014).

19
Pertumbuhan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi
itu sendiri dikendalikan oleh faktor-faktor di luar sumsum tulang.Contohnya,
pada eritrosit, paparan darah dengan oksigen yang rendah dalam waktu yang
lama mengakibatkan induksi pertumbuhan, diferensiasi dan produksi eritrosit
dalam jumlah sangat besar. Pada sel darah putih, penyakit infeksi akan
menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan akhirnya pembentukan sel darah
putih tipe tertentu yang diperlukan untuk memberantas setiap infeksi (A.C
Guyton, 2014).

2.4.3 Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah


Sel pertama yang dapat dikenali sebagai badian dari serangkaian sel
darah merah adalah proeriteoblas.Dengan rangsangan yang sesuai, sejumlah
besar sel ini dibentuk dari sel-sel stem CFU-E. Begitu proeritroblas ini
terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai akhirnya terbentuk
banyak sel darah merah yang matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil
eritroblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basa; sel yang terdapat pada
tahap ini mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada generasi berikutnya,
sel sudah dipenuhi hemoglobin sampai konsentrasi sekitar 34 persen, nukleus
memadat menjadi kecil dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar dari
sel. Pada saat yang sama retukulum endoplasma direabsorsi. Sel pada tahap ini
disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil materi basofilik,
yaitu terdiri dari sisa-sisa aparatus golgi, mitokondria dan organel sitoplasma
lainnya. Selama tahap retikulosit ini, sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk
ke dalam kapiler darah dengan caradiapedesis (terperas melalui pori-pori
membran kapiler) (Sherwood, L, 2014).
Materi basofilik yang tersisa dalam retikulosit normal nya akan
menghilang dalam waktu 1 sampai 2 hari, dan sel kemudian menjadi eritrosit
matur. Karena waktu hidup retikulosit ini pendek, maka konsentrasinya diantara
semua sel darah merah normalnya sedikit kurang dari 1 persen(A.C Guyton,
2014).

20
Pembentukan sel darah merah (SDM) normal, dan karakteristik sel
darah merah dalam berbagai tipe anemia

2.4.4 Pengaturan Produksi Sel Darah Merah- Peran Eritopoietin.


Jumlah tota sel darah merah dalam sistem sirkulasi diatur dalam
kisaran batas yang kecil, sehingga sejumlah sel darah merah yang adekuat selalu
tersedia untuk mengangkut oksigen yang cukup dari paru-paru ke jaringan(A.C
Guyton, 2014).

2.4.5 Oksigenasi Jarinagn Sebagai Pengatur Utama Produksi Sel Darah Merah
Setiap keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi jumlah
oksigen ke jaringan biasanya akan meningkatkan kecepatan produktivitas sel
darah merah. Jadi, bila seseorang begitu anemis akibat adanya pendarahan atau
kondisi lainnya, maka sumsum tulang segera memulai produksi sejumlah besar
sel darah merah. Selain itu, bila terjadi kerusakan sebagian besar sumsum tulang
akibat sebab apapun, terutama oleh terapi sinar-x, maka mengakibatkan
hiperplasia sumsum tulang yang tersisa, dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhan sel darah merah dalam tubuh (A.C Guyton, 2014).
Di daratan yang tinggi dengan jumlah oksigen yang sangat rendh,
oksigen dalam jumlah yang tidak cukup untuk diangkut kejaringan dan produksi
sel darah merah meingkat. Dalam hal ini, bukan konsentrasi sel darah merah
dalam darah yang mengatur produksi sel, melainkan jumlah oksigen yang

21
diangkut ke jariangn dalam hubunganya dengan kebutuhan jaringan akan
oksigen. (Sherwood, L, 2014).
Berbagai penyakit pada sistem sirkulasi yang menyebabkan penurunan
aliran darah melalui pembuluh darah perifer, dan teutama yang dapat
menyebabkan kegagalan penyerapan oksigen oleh darah sewaktu melewati
paru-paru, dapat juga meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah. Hal ini
tampak jelas pada keadaam gagal jantung yang lama, dan pada kebanyakan
penyakit paru, karena hipoksia jariangan yang timbul akibat keadaan ini akan
meningkatkan produksi sel darah merah, dengan hasil akhir berupa kenaikan
hematokrit dan biasanya juga akan meningkatkan volume darah total (A.C
Guyton, 2014).

Fungsi mekanisme eritropoietin untuk meningkatkan produksi sel


darah merah ketika oksigenasi jaringan berkurang.

2.4.6 Eritopoietin Merangsang Produksi Sel Darah Merah dan Pembentukannya


Meningkat Sebagai Respons Terhadap Hipoksia.
Stimulus utama yang dapat merangsang produksi sel darah merah
dalam keadaan oksigen yang rendah adalah hormon dalam sirkulasi yang
disebut eritopoietin yaitu glikoprotein yang berat molekulnya kira-kira
34.000.tanpa adanya eritopoietin, keadaan hipoksia tidak akan berpengaruh atau
sedikit sekali rangsangan produksi sel dah merah. Akan tetapi, bila sistem

22
eritropoietin ini berfungsi, maka hipoksia akan menimbulkan peningkatan
produksi eritopoietin yang nyata dan eritopoietin selanjutnya akan memperkuat
produksi sel darah merah sampai hipoksia mereda (A.C Guyton, 2014).

2.4.7 Peran Ginjal dalam Pembentukan Eritropoietin


Pada orang normal kira-kira 90 persen dari seluruh eritropoietin
dibentuk di dalam ginjal; sisanya terutama dibentuk di hati.Bagian ginjal tempat
pembentukan eritropoietin masih belum dapat diketahui secara pasti.Ada suatu
kemungkinan yang cukup kuat bahwa eritopoietin terbentuk disekresikan oleh
sel epitel tubulus renal, karena darah anemis tidak mampu menghantarkan
cukup oksigen dari kapiler peri tubulus ke sel tubulus yang sangat banyak
mengonsumsi oksigen, sehingga merangsang produksi eritopoietin (A.C
Guyton, 2014).
Kadang-kadang, keadaan hipoksia di bagian tubuh lainnya tetapu
bukan di ginjal akan merangsang sekresi eritopoietin ginjal. Hal ini menunjukan
bahwa mungkin terdapat beberapa sensor di luar ginjal yang mengirim sinyal
tambahan ke ginjal untuk memproduksi hormon eritropoietin. Khususnya, baik
norepinefrin maupun epinefrin serta beberapa prostaglandin akan merangsang
produksi eritropoietin(A.C Guyton, 2014).
Bila kedua ginjal diangkat atau mengalami kerusakan akibat penyakit
ginjal, maka orang tersebut akan menjadi sangat anemis, sebab 10 persen
eritropoietin normal yang dibentuk di jaringan lain (terutama di hati) hanya
cukup menyediakan sepertiga samapai setengah dari produksi sel darah merah
yang dibutuhkan oleh tubuh (A.C Guyton, 2014).

2.4.8 Efek Eritropoietin dalam pembentukan Sel-Sel Darah Merah


Bila kita menempati seekor hewan atau seseorang dalam atmosfer yang
kadar oksigenya rendah, eritropoietin akan memulai dibentuk dalam beberapa
menit sampai beberapa jam dn produksinya mencapai dalam waktu 24 jam.
Namun, hampir tidak dijumpai adanya sel darah merah baru dalam sirkulasi
darah sampai 5 hari kemudian. Berdasarkan fakta ini, dan penelitian lain sudah
dapat ditentukan bahwa pengaruh eritropoietin dalah merangsang produksi
proeritroblass dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang. Selain itu, begitu
proeritoblas terbentuk maka eritropoietin juga menyebabkan sel-sel ini dengan

23
cepat melalui tahap eritroblastik ketimbang pada keadaan normal. Hal tersebut
akan lebih mempercepat produksi sel darah merah yang baru.cepatmya produksi
sel ini terus berlangsung selama orang tersebut tetap dalam keadaan oksigen
rendah atau sampai jumlah sel darah merah yang telah terbentuk cukup untuk
mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadai ke jariangan walaupun kadar
oksigen rendah. Pada saat ini kecepatan produksi eritropoietin menurun sampai
kadar tertentu yang akan mempertahankan jumlah sel darah merah yang
dibutuhkan namun tidak sampai berlebihan (A.C Guyton, 2014).
Bila tidak ada eritropoietin sumsum tulang hanya membentuk sedikit
sel darah merah. Pada keadaan lain yang ekstrim, bila jumlah eritropoietin yang
terbentuk sangat banyak dan jika ketersediaan sejumlah besar zat besi dan zat
nutrisi lainnya yang diperlukan maka kecepatan produksi sel darah merah
meningkat sampai sepuluh kali lipat atau lebih dibandingkan keadaan normal.
Oleh karena itu, mekanisme eritropoietin dalam pengaturan produksi sel darah
merah merupakan suatu mekanisme yang kuat (A.C Guyton, 2014).

2.4.9 Pematangan Sel Darah Merah-Kebutuhan Vitamin B12 (Sianokobalamin) dan


Asam Folat
Karena adanya kebutuhan yang berkesinambungan untuk memenuhi sel
darah merah, maka sel eritropoietin sum-sum tulang merupakan salah satu sel
yang tumbuh da memproduksi paling cepat di seluruh tubuh.Oleh karena itu,
seperti yang diperkirakan pematangan dan kecepatan produksi sangat dipegaruhi
oleh status nutrisi seseorang (A.C Guyton, 2014).
Kedua vitamin yang khususnya penting untuk pematangan akhir sel
darah merah adalah vitamin B12 dan asam folat. Keduanya penting untuk sintesa
DNA karenamasing-masing vitamin dengan cara berbeda dibutuhkan untuk
pembentukan timidin trifostat yaitu salah satu pembangun esensi DNA. Oleh
karena itu, kurangnya vitamin B12 atau asam folat dapat menyebabkan
abnormalitas dan pengurangan DNA dan akibatnya adalah kegagalan
pematangan inti dan pembelahan sel. Selanjutnya sel-sel ertopoietin pada
sumsum tulang, selain akan gagal berproliferasi secara cepat akan
mengahasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal, disebut makrosit
dan sel itu sendiri mempunyai membran yang sangat lemah dan seringkali
berbentuk tidak teratur, besar, oval dan berbeda-beda bentuk lempeng bikonfaf

24
yang biasa. Sel yang berbentuk kurang baik ini setelah masuk dalam sirkulasi
darah mampu mengangkut oksigen secara normal.Akan tetapu kerapuhanya
menyebabkan sel tersebut memiliki masa hidup yang pendek yakni setengah
sampai sepertiga normal. Oleh karena itu, dikatakan bahwa defisiensi vitamin
B12 atau asam folat dapat menyebabkan kegagalan kematangan dalam proses
eritropoiesis (A.C Guyton, 2014).

2.4.10 Kegagalan Pematangan Sel Akibat Buruknya Absorpsi Vitamin B 12 –Anemia


Pernisiosa
Penyebab umum yang menyebabkan kegagalan kematangan adalah
adanya kegagalan untuk mengabsorbi vitamin B12 dari traktus
gastrointestinal.Hal ini sering terjadi pada penyakit anemia pernisiosa dengan
dasar kelainan berupa atrofimukosa lambung yang gagal menghasilkan sekret
lambung normal.Sel-sel perietal pada kelenjar lambung menyekresi glikoprotein
yang disebut fator intrisik yang berbagung denagn vitamin B 12 dari makanan
sehingga B12 dapat diabsorpsi oleh usus. Hal tersebut dapat terjadi dengan cara
berikut:
a. Faktor intrinsik berikatan erat dengan vitamin B12. Dalam keadaan terikat B12
terlindung dari pencernaan oleh sekret gastrointestinal.
b. Masih dalam keadaan terkait, faktor-faktor intrinsik akan berikatan pada
reseptor khusus yang terletak di brush border membran sel mukosa di ileum.
c. Kemudian vitamin B12 diangkut ke dalam darah selama beberapa jam
berikutnya melalui proses pinositosis yang mengangkut faktor intrinsik
bersama vitamin melewati membran. Oleh karena itu, kekurangan faktor
intrinsik akan menyebabkan kekurangnya ketesediaan vitamin B12 akibat
kelainan absorbsi vitamin tersebut.
(A.C Guyton, 2014).
Begitu vitamin B12 sudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal maka
vitamin ini akan disimpan dalam julmah yang besar di hati dan dilepaskan
secara lambat sesuai kebutuhan sumsum tulang. Jumlah minimum vitamin B12
yang dibutuhkan setiap hari untuk menjaga supaya pematangan sel darah merah
tetap normal hanya sebesar 1 sampai 3 mikrogram, dan yang tersimpan dalam
hati dan jaringan tubuh lainnya kira-kira 1000 kali jumlah ini. Jadi, untuk

25
menimbulkan anemia akibat kegagalan pematangan dibutuhkan gangguan
absorpsi B12 selama 3 sampai 4 tahun (A.C Guyton, 2014).

2.4.11 Kegagalan Pematangan yang Disebabkan oleh Defisiensi Asam Folat (Asam
Pteroilglutamat)
Asam folat adalah bahan normal yang di temukan pada sayuran hijau,
buah-buahan tertentu dan daging (terutama hati).Namun, bahan ini mudah rusak
selama makanan dimasak.Selain itu, pada orang-orang dengan kelainan absorpsi
gastrointestinal, misalnya sering mengalami penyakit usus halus yang disebut
sprue (sariawan usus), seringkali mengalami kesulitan yang serius dalam
mengabsorbsi asam folat maupun vitamin B12. Oleh karena itu, sebagian besar
kegagalan maturasi disebabkan adanya defisiensi absorpsi asam dolat dan
vitamin B12 si usus (A.C Guyton, 2014).

2.4.12 Pembentukan Hemoglobin


Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan
dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.Oleh karena itu,
ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran
darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah
dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur (A.C Guyton,
2014).
Mula-mula suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan
dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol
bergabung untuk membentuk proroporfirin IX, yang kemudian bergabung
dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya setiap molekul heme
bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang disintesis oleh
ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin.
(A.C Guyton, 2014).

26
Pembentukan hemoglobin

2.5 Mekanisme Pembekuan Darah


Koagulasi darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari cairan
menjadi gel padat.Pembentukan bekuan di atas sumbat trombosit memperkuat dan
menopang sumbat, meningkatkan tambalan yang menutupi kerusakan pembuluh.Selain
itu, sewaktu darah di sekitar kerusakan pembuluh memadat, darah tidak lagi dapat
mengalir.Pembekuan darah adalah mekanisme hemostatik tubuh yang paling kuat.
Mekanisme ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua kecuali
kerusakan-kerusakan yang paling kecil (Sherwood, L, 2014).
Langkah terakhir dalam pembentukan bekuan adalah perubahan fibrinogen,
suatu protein plasma larut berukuran besar yang dihasilkan oleh hati dan secara normal
selalu ada di dalam plasma, menjadi fibrin, suatu molekul tak-larut berbentuk benang.
Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisis oleh enzim trombin di tempat cedera. Molekul-
molekul fibrin melekat ke permukaan pembuluh yang rusak, membentuk jala longgar
yang menjerat sel-sel darah, termasuk agregat trombosit. Massa yang terbentuk, atau
bekuan, biasanya tampak merah karena banyaknya SDM yang terperangkap tetapi
bahan dasar bekuan dibentuk dari fibrin yang berasal dari plasma. Kecuali trombosit,
yang membantu perubahan fibrinogen menjadi fibrin, pembekuan dapat berlangsung
tanpa adanya sel-sel darah lain (Sherwood, L, 2014).
Pembentukan sumbat darah yaitu :
1. Trombosit menempel dengan (oleh protein plasma faktor von Willebrand) dan
teraktivasi oleh kolagen yang terpajan di tempat pembuluh yang cedera.
2. Trombosit yang teraktivasi melepaskan ADP dan tromboksan A2

27
3. Caraka-caraka kimia ini bekerja bersama untuk mengaktivasi trombosit lain yang
sedang melintas.
4. Trombosit yang baru teraktivasi beragregasi pada sumbat trombosit yang sedang
terbentuk dan melepaskan lebih banyak Lagi bahan-bahan kimia penarik trombosit.
5. Endotel normal (iidak cedera) melepaskan prostasiklin dan nitrat oksida, yang
menghambat agregasi trombosit, sehingga sumbat trombosit dibatasi pada tempat
cedera.
(Sherwood, L, 2014).

Pembentukan Sumbat Trombosit

Mekanisme Pembekuan Darah

Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan
ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial
yang dipertahankan. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai
respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan
intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan
negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terkahir yang

28
sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi thrombin dan pemecahan
fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk fibrin (Durachim dan Astuti,
2018).

2.6 Mekanisme Distribusi/Transportasi Darah dan Mekanisme Aksi


2.6.1 Eritrosit
Eritrosit merupakan kendaraan untuk mengangkut O2 ke semua jaringan
lain di tubuh, untuk menghasilkan energy, sel ini sendiri tidak dapat
menggunakan O2, yang mereka bawa. Karena tidak memiliki mitokondria, yaitu
tempat berbagai enzim untuk fosforilasi oksidatif, eritrosit hanya mengandalkan
glikolisis untuk membentuk ATP (Sherwood, L, 2014).
Selain mengangkut O2, sel darah merah juga mempunyai fungsi lain.
Contohnya, sel tersebut mengandung sejumlah besar anhidrase karbonat, suatu
enzim yang mengatalisis reaksi reversibel antara karbon dioksida (CO2) dan air
untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat meningkatkan kecepatan
reaksi ini beberapa ribu kali lipat.Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah
dapat mengangkut sejumlah besar CO2 dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-)
dari jaringan ke paru. Di paru, ion tersebut diubah kembali menjadi CO2 dan
dikeluarkan ke dalam atmosfer sebagai produk limbah tubuh.Hemoglobin yang
terdapat di dalam sel merupakan dapar asam-basa yang baik (seperti halnya
pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk
sebagian besar daya dapar asam-basa seluruh darah (A.C Guyton, 2014).
Seiring dengan penuaan eritrosit, membran plasma eritrosit yang tidak
dapat diperbaiki menjadi rapuh dan mudah pecah ketika sel terjepit melewati
titik-titik yang sempit di dalam sistem vaskular. Sebagian besar SDM tua
mengakhiri hidupnya di limpa karena jaringan kapiler organ ini sempit dan
berkelok-kelok sehingga merusak sel-sel rapuh ini. Limpa terletak di bagian kiri
atas abdomen. Selain menyingkirkan sebagian besar eritrosit tua dari sirkulasi,
limpa memiliki kemampuan terbatas untuk menyimpan eritrosit sehat di interior
pulpanya, yang berfungsi sebagai reservoar untuk trombosit dan mengandung
banyak limfosit, salah satu jenis sel darah putih (Sherwood, L, 2014).

29
2.6.2 Leukosit
Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, leukosit umumnya
menggunakan strategi "cari dan hancurkan" yaitu, sel-sel ini pergi ke tempat
invasi atau kerusakan jaringan.Penyebab utama leukosit berada di dalam darah
adalah agar cepat diangkut dari tempat produksi atau penyimpanannya ke
tempat mereka dibutuhkan. Tidak seperti eritrosit, leukosit mampu keluar dari
darah dengan bergerak menyerupai amuba, untuk menggeliat masuk ke pori
kapiler yang sempit dan merangkak ke area yang dituju. Akibatnya, sel efektor
sistem imun tersebar luas di seluruh tubuh dan dapat mempertahankan diri di
lokasi manapun (A.C Guyton, 2014).

2.6.3 Trombosit
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu
terjadinya peristiwa pembekuan darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen
mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Jika terjadi luka maka darah akan
keluar, trombosit pecah dan mengeluarkan zat yang dinamakan trombokinase.
Trombokinase ini akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+
akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan
benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan
menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin dibuat
didalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian
vitamin K penting untuk pembekuan darah (Durachim dan Astuti, 2018).
Trombosit akan pecah apabila menyentuh area yang mengalami cedera.
Saat proses perpecahan tersebut, trombosit akan mengeluarkan enzim yang
bernama trombokinase. Enzim trombokinase ini nantinya akan memicu
perubahan pada protrombin agar menjadi trombin. Perubahan tersebut dibantu
oleh ion kalsium. tahap Selanjutnya, thrombin akan mengubah fibrinogen
menjadi fibrin yang akan menutupi luka (Durachim dan Astuti, 2018)..
Trombosit berasal dari sel yang diproduksi di sumsum tulang yang disebut
megakariosit. Megakariosit adalah sel besar yang masuk ke fragmen untuk
membentuk trombosit. Fragmen sel ini tidak memiliki inti, tetapi mengandung
struktur yang disebut granula. Protein granula diperlukan untuk pembekuan
darah dan memperbaiki pembuluh darah yang rusak (Durachim dan Astuti,
2018).

30
Trombosit beredar dalam system sirkulasi darah atau aliran darah selama
sekitar 7 sampai 10 hari. Apabila trombosit sudah menjadi tua atau rusak, maka
sel trombosit akan dikeluarkan dari peredaran oleh limpa. Tidak hanya
penyaring sel tua darah, tetapi limpa juga menyimpan sel fungsional darah
merah, trombosit, dan sel-sel darah putih. Dalam kasus di mana pendarahan
ekstrim terjadi, trombosit, sel darah merah, dan sel-sel darah putih tertentu
(makrofag) dilepaskan dari limpa (Durachim dan Astuti, 2018).

2.7 Penyakit Terkait Sistem Darah


2.7.1 Eritrosit
Perubahan massa eritrosit menimbulkan dua keadaan yang berbeda, jika
jumlah eritrosit kurang, maka timbul anemia. Sebaliknya, keadaan eritrosit yang
terlalu banyak disebut polisitemia.
A. Anemia
Anemia yaitu penurunan konsentrasi hemoglobin, sering terjadi
akibat kelainan-kelainan tersebut. Anemia juga dapat ditimbulkan oleh
penurunan massa sel darah merah sehinggan kapasitas darah menganggut
oksigen menurun untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Anemia dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama, yaitu: (Sacher dan
McPherson, 2004).
1. Anemia Defisiensi Besi
Penyebab defisiensi besi biasanya adalah (1) kehilangan darah
(semua usia, terutama perempuan yang mengalami haid), (2) defisiensi
gizi (bayi) dan (3) peningkatan kebutuhan besi (kehamilan, laktasi, dan
masa remaja). Defisiensi besi umumnya terjadi karena tubuh hanya
dapat beradabtasi secara sedang terhadap defisiensi besi akibat
kehilangan darah (terutama kehilangan darah terus meneruss).(Sacher
dan McPherson, 2004).

2. Anemia pada Penyakit Kronis


Infeksi kronis, proses peradangan dan keganasan dapat
menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.Efek dasarnya adalah
pemakaian besi untuk eritropoiesis.Tampaknya terjadi hambatan
penyaluran besi dari simpanan di retikuloendotel ke sel-sel darah merah

31
yang sedang terbentuk.Akibatnya sel-sel darah merah mengalami
kekurangan besi, sedangkan simpanan dalam tubuh belebihan.(Sacher
dan McPherson, 2004).

3. Anemia Sideroblastik
Anemia sideriblastik adalah sekelompok gangguan yang
ditandai oleh kelainan metabolisme.Pada anemia sideroblastik, tubuh
memiliki besi yang cukup bahkan berlebihan tetapi tidak dapat
memasukkannya ke dalam hemoglobin.(Sacher dan McPherson, 2004).

4. Anemia megaloblastosis
Masalah tersering yang menyebabkan anemia megaloblastik
adalah defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan defisiensi asam folat.
Defisiensi kobalamin hamper selalu disebabkan oleh malabsorbsi
vitamin B12. Kadang-kadang defisiensi vitamin B12 dapat terjadi akibat
defisiensi makanan, perubahan keadaan metabolic, atau pertumbuhan
berlebihan bakteri yang memerlukan vitamin B12 usus
memetabolismenya sehingga terjadi kompetisi untuk memperebutkan
vitamin B12 dengan penjamu. (Sacher dan McPherson, 2004).

5. Anemia Pernisiosa
Anemia Persiniosa adalah suatu penyakit kronis dengan
predisposisi familial.Kompleks penyakit ini meliputi atrofil mukosa
lambung, perubahan sel darah megaloblastik akibat defisiensi vitamin
B12, insiden fenomena autoimun yang tinggi, dan kelainan saraf.
(Sacher dan McPherson, 2004).

B. Polisitemia
Polisitemia berarti kelebihan (poli-)semua jenis sel (-sitemia), tetapi
umumnya nama tersebut digunakan untuk keadaan yang eritrositnya
melebihi normal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan viskositas dan
volume darah. Polisitemia primer atau vera, merupakan suatu gangguan
mieloproliferatif ( Price dan Lorraine, 2006)

32
Polisitemia vera merupakan penyakit progresif pada usia
pertengahan, agak lebih banyak mengenal laki-laki daripada perempuan.
Tanda-tanda dan gejala-gejala ini disebabkan oleh peningkatan volume
darah total dan peningkatan viskositas darah. Volume plasma biasanya
normal, dan terjadi vasodilatasi untuk menampung peningkatan viskositas
darah. Gejala-gejala non spesifik bervariasi dari sensasi penuh dikepala,
pusing, kesulitan berkonsentrasi, pandangan kabur, kelelahan dan
pruritus(gatal) darah (aliran darah lambat) bersama dengan peningkatan
jumlah thrombosis dan pendarahan( Price dan Lorraine, 2006)
Polisitemia sekunder terjadi saat volume plasma yang beredar
didalam pembuluh darah berkurang (mengalami hemokonsentrasi) tetatpi
volume total eritrosit didalam sirkulasi normal. Oleh karena itu, hematokrit
pada laki-laki meningkat sampai ira-kira 57% dan perempuan pada
54%.Penyebab yang paling mungkin karena dehidrasi. Bentuk lain disebut
pseudo atau polisitemia.( Price dan Lorraine, 2006)

2.7.2 Leukosit
Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau semua
lapisan sel dan umumnya disertai gannguan pembentukan dan penghancuran
dini.Leukositosis menunjukkan peningkatan leukosit yang umumnya melebihi
10.000/mm3.Granulositosis menunjukkan peningkatan granulosit, tetapi sering
digunakan hanya untuk menyatakan peningkatan neutrophil.Leukosit meningkat
sebagai respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan
mikroorganisme.( Price dan Lorren, 2006: 270-271)
1. Neutrofolilia
Neutrofilia terjadi sesudah keadaan stress, sperti kerja berat atau
penyuntikan epinefrin.Ini adalah “pseudoleukositosis” karena
granulopoleiesis dalam sumsum tulang belakang tidak ditambah dan jumlah
granulosit dalam tubuh sebenarnya tidak diangkat.Granulosit dilepaskan
dari kelompok marginal sehingga jumlah granulosit yang dapat ditarik ke
dalam alat penentuan sampel bertambah ( Price dan Lorren, 2006).
Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai
dengan dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya
neutrophil. Agen penyebab umumnya adalah obat yang menggangu

33
pembentukan sel atau meningkatkan penghancuran sel. Obat-obat yang
sering dikaitkan dengan agen agen kemoterapi mielosupresif(menekan
sumsum tulang belakang) yang digunakan pada pengobatan keganasan
hematologi dan keganasan lainnya ( Price dan Lorren, 2006).
Gejala agranulositosis yang sering dijumpai adalah infeksi, rasa
malaise umum (rasa tidak enak, kelemahan, pusing, dan sakit otot) diikuti
oleh terjadinya tukak pada membran mukosa, demam, dan takikardia.Jika
agranulositosis tidak diobati, dapat terjadi sepsis dan kematian ( Price dan
Lorren, 2006).

2. Leukemia
Produksi sel darah putih yang tidak terkontrol yang disebabkan oleh
mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen.Hal ini
menyebabkan leukemia, yang biasanya ditandai dengan jumlah sel darah
putih abnormal yang sangat meningkat dalam sirkulasi darah (A.C Guyton,
2014).
Leukemia. dibagi menjadi dua tipe umum: leukemia limfositik dan
leukemia mielogenosa. Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel
limfoid yang bersifat kanker, biasanya dimulai di nodus limfe atau jaringan
limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh lainnya. Tipe leukemia yang
kedua, leukemia mielogenosa, dimulai dengan produksi sel mielogenosa
muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke
seluruh tubuh, sehingga sel darah putih diproduksi di banyak organ
ekstramedular terutama di nodus limfe, limpa, dan hati (A.C Guyton, 2014).

2.7.3 Trombosit
1. Trombositosis
Trombositosis adalah kondisi dimana jumlah trombosit di dalam darah
jumlahnya lebih dari normal (tinggi), dan keadaan ini bisa berupa reaktif
atau primer (juga disebut penting dan disebabkan oleh penyakit
myeloproliferative). Meskipun sering tanpa gejala (terutama bila merupakan
reaksi sekunder), trombositosis dapat menjadi predisposisi trombosis pada
beberapa keadaan dari pasien. Trombositosis dapat disebabkan oleh infeksi,

34
gangguan pada tulang dan sumsum tulang, atau kondisi lainnya (Durachim
dan Astuti, 2018).
Kondisi trombositosis meningkat karena adanya rangsangan, tetapi
apabila rangsangan yang menyebabkan tingginya trombosit hilang, maka
jumlah trombosit kembali normal. Kondisi trombositosis berupa kelainan
pada tingginya jumlah trombosit yang diproduksi oleh tubuh. Pada orang
dewasa, batas normal trombosit adalah 150-450 x 109 /l atau 150.000-
450.000 platelet per mikroliter darah, sementara seorang penderita
trombositosis dapat memiliki jumlah trombosit hingga 600 x 109 /l atau
lebih. Trombositosis bisa menjadi penyebab utama kondisi penggumpalan
darah. Kondisi ini dapat terpicu pula oleh penyakit lain yang sudah dimiliki
atau diderita sebelumnya sehingga pemeriksaan awal dapat turut
menentukan jenis trombositosis apa yang dialami pasien (Durachim dan
Astuti, 2018).

2. Trombositemia
Trombositemia adalah kelainan darah dimana jumlah trombosit lebih
dari normal (kelainan darah myeloproliferative). Hal ini ditandai dengan
produksi trombosit yang banyak dan berlimpah di sumsum tulang. Terlalu
banyak trombosit membuat pembekuan darah normal sulit dilakukan
(Durachim dan Astuti, 2018).
Pada trombositemia terjadi peningkatan jumlah trombosit dalam
sirkulasi. Jumlah trombosit yang sangat tinggi berkaitan dengan peningkatan
risiko trombosis (pembekuan) dalam sistem pembuluh. Trombositemia
bergantung pada tempat pembentukan bekuan atau penangkapan bekuan,
dapat terjadi stroke. Trombositemia primer dapat terjadi pada keganasan,
polisitemia vera, dan penyakit sumsum tulang lainnya. Penyebab sekunder
trombositemia antara lain infeksi akut. Trombositemia sekunder akibat
keadaan keadaan ini biasanya berlangsung singkat. Akan tetapi,
trombositemia sekunder dapat terjadi setelah pengangkatan limpa, karena
organ ini secara normal menyimpan sebagian trombosit sampai diperlukan
dalam sirkulasi. Penyakit peradangan seperti artritis rematoid juga dapat
dikaitkan dengan trombositemia yang lama (Durachim dan Astuti, 2018).

35
2.7.4 Plasma Darah
Diskraksia sel plasma merupakan sekelompok gangguan yang
bermanifestasi proliferasi sel plasma dalam sumsum tulang belakang atau darah
tepi atau keduanya ( Price dan Lorren, 2006: 286,288)
A. Mieloma Multipel
Mieloma multipel adalah diskrasia sel plasma neoplastik yang
berasal dari satu klon (monoclonal) sel plasma, manifestasinya adalah
proliferasi sel plasma imatur dan matur dalam susunan tulang.Penyebab
pasti mieloma multiple tidak diketahui.Kerentanan genetic dan pajanan
radiasi dianggap penyebab. Insiden meningkat sesuai penambahan usia.
Insiden lebih tinggi pada orang kulit hitam daripada orang Kaukasia.Umur
median penderita ini pada saat diagnosis dilakukan adalah 60 tahun dan
jarang ditemukan pada individu berawar dibawah 20 tahun (Price dan
Lorren, 2006).

B. Makroglobulinemia Waldenstrom
Makroglobulinemia Waldenstorm adalah diskraksia sel plasma
yang kurang sering terjadi yang terutama menyerang laki-laki berusia lebih
dari 50 tahun. Secara morfologis makroglobulinemia Waldenstrom
menyerupai limfoma ganas dengan limfosit B, sel plasma, dan limfosit
plasmisitoid (mirip dengan plasmasit) yang menginfiltrasi sumsum tulang
belakang.Pasien yang terkena dapat mengalami kelemahan menyeluruh,
kelelahan, penurunan berat badan dan kecenderungan pendarahan selama
bertahun-tahun sebelum diagnosis sesuai perkembangan penyakit (Price dan
Lorren, 2006).

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah yang
merupakan salah satu system organ terbesar di dalam tubuh. Darah membentuk 6
sampai 8% dari berat tubuh total dan terdiri dari sel-sel darah yang tersuspensi didalam
suatu cairan yang disebut plasma. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit.Cairan plasma membentuk 45
sampai 60% dari volume darah total, sel darah merah (SDM) menempati sebagian besar
volume sisanya. Sel darah putih dan trombosit, walaupun secara fungsional penting,
menempati bagian yang relative kecil dari massa darah total. Proporsi sel dan plasma
diatur dan dijaga dengan relative konstan.
Fungsi utama darah adalah sebagai media transportasi, serta memelihara suhu
tubuh dan keseimbangan cairan.Sekitar 44% darah terdiri dari unsur-unsur sel yang
membentuk bagian terbesar adalah eritrosit (sel darah merah).Ketidakseimbangan
dalam system hematologi manusia dapat menyebabkan berbagai penyakit.
Sel darah terbagi menjadi beberapa jenis yaitu sel darah putih, sel darah merah,
trombosit dan plasma darah. Sel darah putih terbagi menjadi tiga jenis yaitu granulosit,
limfosit dan monosit. Granulosit terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
penyerapan pewarnaan pada granul yang terkandung didalam nya.
1. Neutrofil.
2. Eusinofi
3. Basofil

3.2 Saran
Dengan adanya tugas ini, penulis lebih memahami tentang hematologi. Dengan
adanya tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan
dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik dari sebelumnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Durachim, A. dan Astuti, D. 2018.Hemostatis. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 12.Jakarta : EGC,
1022

Handayani, W. dan Hariwibowo, A.S. 2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Price, A. Sylvia, dan Lorraine Mc, Carty Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, Edisi 6.( terjemahan). Peter Anugrah. Jakarta : EGC

Sacher, R.A. dan McPherson, R.A. 2004.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

38
LAMPIRAN

39
40
41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai