Dendeng PDF
Dendeng PDF
SKRIPSI
ERVEN HAMIDA
Dendeng merupakan bahan pangan semi basah hasil olahan daging yang
memiliki umur simpan relatif lama. Produk dendeng yang digunakan pada penelitian
ini adalah dendeng giling karena memiliki tingkat keempukan dan cita rasa yang
lebih tinggi dibandingkan dendeng iris. Proses pengolahan dendeng pada penelitian
ini menggunakan metode pengeringan buatan yaitu pengeringan oven. Pengeringan
oven dilakukan agar dapat mengkondisikan suhu dan lama pengeringan yang lebih
stabil. Salah satu bentuk pengolahan lebih lanjut pada produk dendeng adalah
penggorengan. Penggorengan dendeng dilakukan sebagai bentuk diversifikasi
makanan siap saji yang diharapkan dapat memperluas rantai pemasaran produk
dendeng. Penyimpanan dendeng goreng kering oven pada suhu ruang akan
menyebabkan terjadinya ketengikan. Ketengikan tersebut disebabkan oleh reaksi
oksidasi lemak. Oksidasi tersebut dapat terjadi akibat dari adanya kontak antara
oksigen dengan lemak yang terkandung pada dendeng. Oksidasi lemak tersebut akan
mengakibatkan kerusakan mutu dan mengurangi umur simpan dari dendeng goreng
kering oven.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi oksidasi lemak pada dendeng
kering oven selama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu yang diuji setelah mengalami
penggorengan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai masa simpan dari dendeng kering oven yang telah mengalami
penggorengan serta memberikan solusi bagi masyarakat tentang keamanan dan mutu
pangan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan
dendeng giling dengan pengeringan oven. Tahap kedua yaitu pengujian beberapa
peubah yang berhubungan dengan tingkat oksidasi lemak. Peubah pengujian tersebut
antara lain, bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan thiobarbituric acid (TBA),
dan kadar air. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok. Perlakuan yang digunakan adalah umur simpan 0, 1, 2, 4 minggu dengan
tiga kelompok berupa periode pembuatan yang berbeda.
Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan 0, 1, 2, 4
minggu tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bilangan asam, bilangan peroksida,
dan bilangan TBA namun reaksi oksidasi pada dendeng kering oven tetap
berlangsung. Pembentukan senyawa asam-asam lemak bebas, peroksida dan
malonaldehida tetap berlangsung. Nilai dari ketiga peubah tersebut memiliki
kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan.
Lama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu berdasarkan statistik berpengaruh nyata
terhadap kadar air. Kadar air dendeng kering oven meningkat seiring dengan
meningkatnya umur simpan. Uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa kadar air
dendeng kering oven pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan
penyimpanan minggu ke-4, sedangkan penyimpanan minggu ke-1 tidak berbeda
nyata dengan penyimpanan mingggu ke-2.
Dendeng matang kering oven hasil penelitian dapat dinyatakan belum
mengalami kerusakan akibat oksidasi lemak secara nyata namun tidak layak untuk
dikonsumsi mulai dari minggu ke-2. Hal tersebut disebabkan dendeng kering oven
telah mengalami kerusakan mikrobial dengan ditandai adanya pertumbuhan jamur
dan kapang.
ERVEN HAMIDA
D14053126
Menyetujui:
Mengetahui :
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan IPB
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................... i
ABSTRACT........................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xii
PENDAHULUAN ................................................................................. 1
Latar Belakang .......................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
Dendeng .................................................................................... 3
Bumbu ....................................................................................... 5
Garam............................................................................. 5
Bawang Putih ................................................................. 5
Ketumbar ....................................................................... 6
Lengkuas ........................................................................ 6
Gula Merah .................................................................... 6
Oksidasi ..................................................................................... 8
Bilangan Asam ............................................................... 9
Bilangan Peroksida ........................................................ 11
Bilangan TBA ................................................................ 12
Kadar Air ...................................................................... 12
Aktivitas Air .................................................................. 14
METODE ............................................................................................... 17
Lokasi dan Waktu ...................................................................... 17
Materi ......................................................................................... 17
Rancangan Percobaan................................................................. 17
Prosedur .................................................................................... 18
Tahap Pertama ............................................................... 18
Tahap Kedua .................................................................. 20
Pengujian Bilangan Asam .................................. 20
Pengujian Bilangan Peroksida ........................... 20
Pengujian Bilangan TBA ................................... 21
Pengujian Kadar Air .......................................... 21
Pengujian Aktivitas Air ..................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 23
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan Asam ................... 24
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan Peroksida ............. 26
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan TBA .................... 28
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Kadar Air ............................ 29
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Aktivitas Air ....................... 32
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Dendeng Sapi ....................................................... 4
2. Syarat Mutu Gula Merah ........................................................... 7
3. Rata – Rata Komposisi Asam Lemak dari Hewan .................... 10
4. Nilai Aktivitas Air dan pH dari Produk Daging Semi Basah .... 16
5. Formulasi Dendeng Giling ......................................................... 18
6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif ....................................... 20
7. Hasil Rataan Peubah Oksidasi Selama Penyimpanan 4 Minggu 23
8. Kadar Air Dendeng Kering Oven .............................................. 30
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik Hubungan Bilangan Peroksida dengan Aldehida pada
Minyak atau Lemak ................................................................... 11
2. Grafik isoterm sorpsi air pada bahan makanan .......................... 13
3. Grafik Hubungan Kecepatan Reaksi dengan Aw dalam Bahan
makanan ..................................................................................... 15
4. Proses Pembuatan Dendeng Giling ............................................ 19
5. Grafik Hubungan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, Bilangan
TBA Terhadap Lama Penyimpanan .......................................... 23
6. Pertumbuhan Jamur dan Kapang pada Dendeng Kering Oven . 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisis Ragam Bilangan Asam Dendeng Kering Oven ........... 40
2. Analisis Ragam Bilangan Peroksida Dendeng Kering Oven..... 40
3. Analisis Friedman Bilangan TBA Dendeng Kering Oven ........ 40
4. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Kering Oven .................... 41
5. Hasil Uji Lanjut Tukey Kadar Air Dendeng Kering Oven ........ 41
6. Data Rata-Rata Temperatur dan Kelembaban Kecamatan
DramagaTahun 2009.................................................................. 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan bahan pangan yang bersifat perishable atau mudah rusak.
Hal ini disebabkan, daging memiliki kandungan gizi yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme perusak. Pengawetan daging dilakukan untuk menekan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sehingga daging dapat terjaga
kualitasnya dalam jangka waktu yang cukup lama. Ada berbagai cara dalam
pengawetan daging diantaranya pendinginan, pelayuan, pengasapan, pengeringan,
pengalengan, dan pembekuan.
Salah satu produk awetan daging yang menggunakan metode pengeringan
adalah dendeng. Dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan terbuat
dari irisan daging yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng cukup dikenal
di masyarakat karena dapat disimpan dalam waktu beberapa bulan. Dendeng yang
berada di pasaran pada umumnya dendeng sapi, baik dendeng sapi giling maupun
dendeng sapi iris. Dendeng giling memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dendeng iris apabila dilihat dari segi keempukan dan cita rasa. Proses penggilingan
pada pembuatan dendeng giling akan meningkatkan keempukan dan kehomogenan
bumbu.
Metode pengeringan pada proses pembuatan dendeng akan mempengaruhi
kualitas produk dendeng tersebut. Pemilihan metode pengeringan yang lebih dapat
dikontrol untuk mempertahankan suhu selama proses pembuatan yaitu metode
pengeringan buatan. Salah satu alat pengering buatan adalah oven. Pengeringan oven
dapat memberikan manfaat dalam pengaturan suhu dan lama pengeringan yang lebih
stabil.
Salah satu bentuk pengolahan lebih lanjut yang dapat dilakukan pada produk
dendeng adalah penggorengan. Penggorengan dendeng dilakukan sebagai bentuk
diversifikasi makanan siap saji. Dendeng goreng merupakan bentuk dari pengolahan
bahan pangan yang ditujukan untuk meningkatkan cita rasa sesuai dengan selera
konsumen serta dapat mempertahankan nilai gizinya sehingga diharapkan dapat
memperluas rantai pemasaran produk dendeng.
Masalah yang sering timbul pada produk dendeng selama penyimpanan
adalah ketengikan. Ketengikan disebabkan adanya reaksi oksidasi. Oksidasi diawali
oleh reaksi katalis yang melibatkan panas, cahaya, dan oksigen. Kecepatan reaksi
oksidasi sangat tergantung pada tipe lemak dan kondisi selama penyimpanan.
Dendeng dapat mengalami reaksi oksidasi karena dendeng merupakan bahan pangan
berlemak. Proses oksidasi tersebut dapat berlangsung apabila terjadi kontak sejumlah
oksigen dengan lemak yang terkandung pada dendeng. Oksidasi lemak tersebut
merupakan penyebab utama kerusakan mutu dan nilai gizi pada dendeng. Senyawa
yang terbentuk selama proses oksidasi menyebabkan tipe flavor dan bau pada
dendeng.
Terjadinya oksidasi lipida tersebut dapat mengawali perubahan-perubahan
yang akan berdampak pada mutu nutrisi, keamanan, warna, flavor, dan tekstur
dendeng. Pengetahuan akan perkembangan oksidasi lipida pada dendeng setelah
dilakukan penggorengan diharapkan dapat memberikan informasi masa simpan dari
dendeng giling kering oven yang telah mengalami penggorengan serta solusi bagi
masyarakat tentang keamanan dan mutu pangan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi oksidasi lemak pada dendeng kering
oven selama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu yang diuji setelah mengalami
penggorengan.
TINJAUAN PUSTAKA
Dendeng
Dendeng sapi menurut SNI 01-2908-1992 (Dewan Standardisasi Nasional,
1992) adalah produk makanan berbentuk lempeng yang terbentuk dari irisan atau
gilingan daging sapi segar berasal dari sapi sehat yang telah diberi bumbu dan
dikeringkan. Dendeng termasuk makanan yang dibuat dengan cara pengeringan dan
digolongkan dalam golongan Intermediate Moisture Food (IMF), yaitu suatu
makanan yang mempunyai kadar air antara 15 – 50%, bersifat plastis & tidak kering
(Soputan, 2004). Dendeng menurut Soeparno (2005) memiliki masa simpan lebih
dari 6 bulan dengan kadar air 15% sampai 20% dan pH 4,5-5,1. Dendeng secara
bakteriologis lebih stabil dalam waktu yang relatif lama. Warna dendeng yang coklat
kehitaman disebabkan oleh reaksi pencoklatan. Selama proses pembuatan dendeng
membentuk senyawa coklat yang bisa menyebabkan rasa atau flavor pahit
Dendeng merupakan salah satu bahan makanan setengah basah dengan nilai
aw berkisar antara 0,7-0,9. Beberapa reaksi kimia yang terjadi pada bahan makanan
setengah basah seperti, hilangnya lisin, reaksi pencoklatan nonenzimatis, oksidasi
lipida dan enzim akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan makanan kering
konvensional. Kemungkinan pertumbuhan mikroba pada produk ini dapat terjadi jika
nilai aw cukup tinggi. Reaksi pencoklatan nonenzimatis yang terjadi pada produk ini
tergantung pada air dan secara konstan menunjukkan tingkat maksimum pada kadar
air sedang. Hal ini disebabkan dari dua peranan air yaitu sebagai pelarut dan sebagai
suatu produk dari reaksi. Reaksi ini mengakibatkan penurunan lisin karena bereaksi
dengan gula pereduksi (Buckle et al.,1987).
Dendeng giling merupakan salah satu hasil olahan dan pengawetan daging
yang berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan daging gilingan segar yang diberi
bumbu dan dikeringkan. Pengeringan dendeng bisa dilakukan dengan penjemuran
maupun menggunakan oven hingga mencapai kadar air tertentu. Pengeringan
dendeng giling menggunakan oven memerlukan penjagaan yang khusus, terutama
mengenai tinggi suhu dan lama pengeringan sehingga tidak merusak kualitas
dendeng giling secara alami maupun kimiawi (Haryanto, 2000). Menurut Buckle et
al. (1987) metode pengeringan mempunyai keuntungan yaitu dapat mengeluarkan
sebagian air dari produk dan memiliki kestabilan lebih tinggi selama penyimpanan
pada suhu kamar. Syarat mutu dendeng sapi menurut SNI 01-2908-1992 (Dewan
Standardisasi Nasional, 1992) ditunjukkan pada Tabel 1.
Garam
Garam menurut Guardia et al. (2006) merupakan bahan penting dalam proses
pengolahan daging dan berkontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan
flavor. Puollane et al. (2001) menambahkan bahwa garam dapat menjaga keamanan
pangan secara mikrobiologi. Garam berfungsi meningkatkan daya simpan karena
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Garam juga berperan
dalam menentukan tekstur produk dengan cara meningkatkan kelarutan protein.
Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang
kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan
Priyanti, 2008).
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan, dan besi.
Ion-ion tersebut dapat berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan (oxidative
rancidity). Senyawa-senyawa ketengikan yang sudah terbentuk akan mudah bereaksi
dengan asam amino. Reaksi antara ketengikan dengan asam amino disebabkan oleh
adanya ion-ion logam (transition metal) dalam kristal garam yang dapat membentuk
pirazin yang merupakan reaksi lanjutan antara asam amino tertentu dengan
ketengikan (Basmal et al., 1997) .
Bawang Putih
Maryam et al. (2003) menyatakan bawang putih merupakan salah satu bahan
alami yang memiliki efek antimikotik dan dapat mendetoksifikasi aflatoksin.
Aktivitas antimikroba bawang putih disebabkan oleh adanya senyawa aktif allicin
dan ajoene. Soeparno menambahkan (2005) Bawang putih mempunyai pengaruh
preservatif terhadap produk olahan daging karena mengandung lemak (minyak
esensial) dan substansi yang bersifat antioksidan, sehingga dapat menghambat
perkembangan ransiditas. Menurut SNI 1 -3160-1992 persyaratan mutu
bawang putih mencakup kesamaan sifat varietas, tingkat kematangan, kekompakan
dan keberuasan siung, kekeringan dan persentase kerusakan (Dewan Standardisasi
Nasional, 1992).
Ketumbar
Ketumbar mempunyai nama latin Coriandrum sativum, termasuk famili
Umbelliferae. Kandungan nutrisi dari ketumbar adalah 26 % lemak, 17% protein,
10% pati dan 20% gula. Ketumbar banyak digunakan sebagai bumbu masak yang
dalam penggunaannya dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar biasanya
digunakan dalam masakan karena menimbulkan aroma yang khas yang disebabkan
oleh zat volatil yang terdapat pada ketumbar (Purnomo, 1997).
Lengkuas
Lengkuas (Alpinia galanga Linn) merupakan salah satu tanaman bahan obat-
obatan yang digunakan baik dalam farmasi atau untuk kepentingan pertanian. Hal
tersebut disebabkan keanekaragaman struktur kimia yang dihasilkan, mengurangi
efek samping yang ditinggalkan dan mudah didapat. Lengkuas mengandung minyak
atsiri, senyawa flavonoid, fenol, dan terpenoid. Flavonoid merupakan salah satu
komponen antioksidan alami (Parwata dan Dewi, 2008).
Rimpang dari lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat anti tumor. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas
dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri
E .coli dengan diameter daerah hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan
terhadap bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada
konsentrasi 1000 ppm sebesar 7 mm (Parwata dan Dewi, 2008).
Gula Merah
Soeparno (2005) menyatakan fungsi gula sebagai preservatif karena
terbentuknya asam laktat di dalam produk, sehingga pH produk menurun dan produk
menjadi agak kering selama proses pematangan. Penambahan gula ke dalam bahan
pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kandungan
air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (a w) dari
bahan pangan akan berkurang (Buckle et al., 1987). Kandungan gula yang tinggi
dapat berperan untuk menghambat proses timbulnya reaksi oksidasi dan ketengikan
(Winarno, 2008). Syarat mutu gula merah dapat dilihat pada Tabel 2.
Bilangan Asam
Penentuan bilangan asam dilakukan untuk mengetahui banyaknya asam
lemak bebas dalam minyak yang dinyatakan dalam mg basa tiap 1 gram minyak.
Bilangan ini ditentukan oleh banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak
akibat reaksi hidrolisis seperti reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi
enzimatis. Pada penentuan bilangan asam dengan metode titrasi asam basa, maka
akan terjadi reaksi netralisasi asam lemak bebas akibat dari penambahan basa.
Semakin tinggi bilangan asam, maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis
(Simpen, 2008).
Asam-asam lemak yang ditemukan di alam biasanya merupakan asam-asam
monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom
karbon genap. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam
jumlah dan posisi ikatan rangkapnya serta berbeda dengan asama lemak jenuh dalam
bentuk molekul keseluruhannya (Winarno, 2008).
Asam lemak yang terdapat pada daging sapi 2–4% triasilgliserol dan 0,8-
1% fosfolipid. Asam lemak tersebut mengandung 44% asam lemak bebas sehingga
sangat berpotensi untuk terjadinya reaksi oksidasi lemak. Asam lemak pada daging
sapi mudah mengalami perubahan struktur yang diakibatkan oleh kehilangan air,
reaksi oksidasi serta reaksi pencoklatan. Pemanasan daging melalui proses
pemasakan mampu merubah komposisi asam lemak pada daging namun asam lemak
dengan jumlah ikatan karbon yang tinggi akan cenderung lebih stabil (Saghir et al.,
2005). Komposisi asam lemak pada lemak daging sapi lebih terperinci dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Komposisi Asam Lemak dari Lemak Hewan (%BB)
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi akan
bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi 15% belum menghasilkan
flavor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari
Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan
oksidatif pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan
jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Peroksida
merupakan produk pertama dari reaksi otooksidasi. Kerusakan lemak yang utama
adalah timbulnya bau tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ketengikan
sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan
mempercepat terjadinya oksidasi sedangkan antioksidan akan menghambatnya
(Winarno 2008). Kenaikan bilangan peroksida menurut Ketaren (2005) hanya
indikator dan peringatan bahwa minyak atau lemak sebentar lagi akan berbau tengik.
Grafik hubungan bilangan peroksida dengan aldehida selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 1.
Aldehida
Konsentrasi
Peroksida
Waktu
Gambar 1. Grafik Hubungan Bilangan Peroksida dengan Aldehida pada
Minyak atau Lemak
Sumber: Ketaren, 2005
Kadar Air
Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan
karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan
enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan
konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi dalam
bahan menyebabkan daya tahan bahan rendah. Guna memperpanjang daya tahan
suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan berbagai cara
tergantung dari jenis bahan (Winarno, 2008).
Kadar air dan aktivitas air memiliki hubungan yang erat. Hubungan antara
aktivitas air dengan kandungan air per gram suatu bahan makanan dapat dilihat
melalui grafik isoterm sorpsi air yang disajikan pada Gambar 2. Grafik tersebut
menunjukkan bahan-bahan yang bersifat isotermsorpsi air akan dapat
menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan
kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno, 2008).
Grafik isoterm sorpsi air tersebut menunjukkan bahwa bahan makanan yang
memiliki kadar air diantara 60-95% memiliki aktivitas air mendekati 1. Bahan
pangan yang memiliki aktivitas air tinggi mengalami degradasi yang disebabkan oleh
kerusakan mikrobial atau enzimatis secara alami. Sedangkan bahan pangan yang
memiliki kadar air intermediet dan kadar air rendah mengalami degradasi yang
disebabkan oleh adanya proses oksidasi lipida (Nelson dan Labuza, 1992).
Kadar air
0 aktivitas air 1
Gambar 2. Grafik isoterm sorpsi air pada bahan makanan
Sumber: Nelson dan Labuza, 1992
Aktivitas Air
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (Rh tinggi) akan
mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (a w) meningkat. Kenaikan aw akan
mengakibatkan mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan.
Sebaliknya pangan yang disimpan di dalam ruangan yang mempunyai a w rendah
akan kehilangan air sehingga menjadi kering pada permukaannya. Salah satu cara
penyimpanan yang baik, terutama untuk produk-produk kering (aw rendah) adalah
dengan menyimpan di dalam ruangan yang kering (RH rendah) atau
membungkusnya di dalam kemasan yang kedap uap air (Fardiaz, 1992).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktivitas
air (aw) dalam termodinamika didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap
air dalam makanan (P) dan tekanan uap air murni (Po) pada temperatur yang sama.
Aktivitas air digunakan untuk mengontrol oksidasi lemak dalam proses lanjut
pengolahan pangan sehingga dapat menggambarkan hubungan yang erat antara
kandungan air dan oksidasi lemak. Kandungan air dan tingkat oksidasi lemak sangat
penting untuk memperpanjang masa simpan dan menentukan kualitas produk pangan
(Nelson dan Labuza, 1992).
Hubungan kecepatan reaksi dengan aw dalam bahan makanan dapat dilihat
pada Gambar 3. Laju reaksi relatif dipengaruhi oleh aktivitas air dan kadar air, laju
reaksi relatif oksidasi lipida mengalami kenaikan pada bahan pangan yang
mempunyai aw 0,4-0,8. Kenaikan laju reaksi relatif oksidasi lipida tersebut terjadi
pada daerah II. Reaksi oksidasi lipida, disertai dengan reaksi hidrolisis sehingga
aktivitas air bertambah tinggi, dan menstimulasi pertumbuhan kapang (a w 0,7),
dengan bertambah tingginya aktivitas air, maka laju reaksi relatif oksidasi lipida
mengalami titik kestabilan (Nelson dan Labuza, 1992). Daerah I menunjukkan
derajat pengikatan air tinggi, sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan
tidak teratur. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II, karena aktivitas katalis
meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air (Winarno,
2008).
Gambar 3. Grafik Hubungan Kecepatan Reaksi dengan Aw dalam Bahan
Makanan
Sumber: Winarno, 1992
Menurut Fardiaz (1992) aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di
dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai a w
pangan dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air pangan dengan tekanan uap
air murni. Mikroba mempunyai kebutuhan a w minimal yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Apabila dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh
atau berkembangbiak. Salah satu cara untuk mengawetkan pangan dengan
meminimalkan pertumbuhan mikroba adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut.
Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai
aw di atas 0,95. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau gula yang tinggi
seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan permen, biasanya
mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan oleh mikroba.
Menurut Salguero et al. (1994) nilai aktivitas air bahan pangan semi basah berkisar
0,6-0,91. Nilai aktivitas air dan pH dari produk daging semi basah dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Aktivitas Air dan pH Produk Daging Semi Basah
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: food processor, loyang,
baskom, oven, peralatan dapur, evaporator, pipet, gelas ukur, kertas saring,
erlenmeyer, timbangan analitik, penangas air, labu destilasi, labu erlenmeyer,
destilator, tabung reaksi, gelas piala, corong, spektrofotometer, cawan aluminium,
desikator, Aw meter.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK). Perlakuan yang digunakan adalah umur simpan 0, 1, 2, 4 minggu dengan tiga
kelompok berupa periode pembuatan yang berbeda.
Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yijk = μ+Bi+Pj+εijk
Keterangan:
Yijk : respon percobaan karena pengaruh perlakuan lama penyimpanan pada taraf
ke-j dan kelompok ke-i
μ : rataan umum dari peubah yang diamati
Bi : pengaruh kelompok ke-i (i = 1, 2, 3)
Pj : pengaruh lama penyimpanan taraf ke-j (j = 0, 1, 2, 4 minggu)
εijk : pengaruh galat percobaan pada lama penyimpanan taraf ke-j, kelompok ke-i,
sampel ke-k
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, jika perlakuan
menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil untuk membandingkan nilai tengah (Steel dan Torrie, 1995).
Prosedur
Prosedur penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah
pembuatan dendeng giling kering oven, penelitian tahap kedua adalah pengujian
beberapa peubah untuk melihat oksidasi lipida pada dendeng giling kering oven.
Tahap Pertama
Proses pembuatan dendeng giling dimodifikasi dari Haryanto (2000) dengan
persentase tiap bahan diambil dari jumlah total adonan. Modifikasi terletak pada
persentase daging sapi, garam, dan ketumbar. Perubahan persentase daging sapi dari
70,52% menjadi 75,52%, garam dari 3,53% menjadi 2,53%, dan ketumbar dari
7,05% menjadi 3,05%. Formulasi dendeng giling yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 5.
Daging Sapi
Bumbu
Dicuci
Digiling Dihaluskan
Dicampur
Dendeng giling
Proses selanjutnya, dendeng giling kering oven digoreng hingga matang yang
terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air hangat. Setelah ditiriskan dendeng giling
kering oven dikemas menggunakan plastik PP dan disimpan dalam ruang gelap dan
tertutup. Tempat penyimpanan dan pembuatan dendeng giling kering oven di
laboratorium pengolahan hasil ternak dengan rataan suhu dan kelembaban relatif
yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif
Lama Penyimpanan (Minggu) Suhu (oC) Kelembaban Relatif (%)
0 26,0 74,3
1 27,2 79,3
2 26,0 75,3
4 26,9 73,3
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dramaga, 2009
Tahap Kedua
Pengujian Kadar Air (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sebanyak dua gram
sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang berat keringnya telah diketahui
sebelumnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 3
jam dan didinginkan dalam desikator. Berat sampel yang hilang diukur sebagai kadar
air, Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2.5
2
Konsentrasi
1.5
0.5
0
0 1 2 4
Waktu (Minggu)
0 28,99±5,88a
1 32,91±11,61ab
2 23,22±5,17a
4 35,41±3,54b
Keterangan: huruf subscript yang tidak sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05)
Tingginya kadar air dendeng hasil penelitian dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain, perlakuan penggilingan, jenis dan bagian daging yang digunakan,
metode pengeringan, kelembaban udara, dan suhu penyimpanan. Penggilingan pada
proses pembuatan dendeng menyebabkan bertambahnya luas permukaan sehingga
meningkatkan tingkat absorbsi air yang ada di udara ke dalam produk dendeng
kering oven selama penyimpanan.
Suhu yang digunakan pada proses pengeringan sebesar 69 oC dengan lama
pengeringan 4 jam. Rendahnya suhu dan singkatnya lama pengeringan akan
mempengaruhi kecepatan pengeringan dan menjadi salah satu faktor penyebab
tingginya kadar air dendeng kering oven hasil penelitian. Menurut Buckle et al.
(1987) beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah sifat fisik
produk, suhu alat pengeringan, kelembaban dan kecepatan udara. Pengeringan pada
proses pembuatan dendeng menurut Winarno (2008) digunakan untuk
memperpanjang daya tahan suatu bahan baik dengan cara penjemuran atau dengan
alat pengering. Soeparno (2005) menambahkan bahwa stabilitas produk daging
dengan proses pengeringan tergantung pada metode pengeringan, kadar air,
pengemasan, temperatur penyimpanan, dan kualitas produk daging sebelum
pengeringan.
Kenaikan kadar air selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban relatif lingkungan tempat penyimpanan. Suhu rata-rata selama
penyimpanan adalah 26,5oC dan kelembaban udara sebesar 75,6% (BMKG, 2009).
Tingkat kelembaban relatif yang tinggi menyebabkan adanya uap air yang masuk
pada saat pengemasan dan selama penyimpanan. Sehingga dapat mempengaruhi
peningkatan kadar air produk dendeng kering oven.
Lama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu menurut hasil analisis ragam
berpengaruh nyata terhadap kadar air dendeng kering oven (p>0,05). Kadar air
dendeng kering oven meningkat seiring dengan meningkatnya umur simpan. Uji
beda nyata terkecil menunjukkan bahwa kadar air dendeng kering oven pada
penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan lama penyimpanan minggu ke-4,
sedangkan lama penyimpanan minggu ke-1 tidak berbeda nyata dengan lama
penyimpanan minggu ke-2.
Kenaikan kadar air pada dendeng kering oven hasil penelitian disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme. Gambar 6 memperlihatkan adanya pertumbuhan
jamur dan kapang pada dendeng kering oven pada minggu ke-2. Pertumbuhan jamur
dan kapang tersebut memperlihatkan bahwa dendeng kering oven mengalami
kerusakan mikrobial.
Kesimpulan
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lama simpan yang lebih
panjang dengan kadar air produk dendeng kering oven yang distandarkan dengan
SNI 01-2908-1992. Penelitan oksidasi lemak dipengaruhi oleh banyak faktor,
contohnya suhu, kelembaban, metode pengemasan, metode penyimpanan dan
karakteristik produk. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat mengkondisikan
faktor-faktor tersebut dengan memperbaiki teknologi pengeringannya, sehingga
pengaruh perlakuan dan mekanisme oksidasi akan lebih jelas dan lebih detail terlihat.
Perlu dilakukan analisis mikrobial dendeng matang kering oven untuk mengetahui
kerusakan mikrobiologis yang terjadi selama penyimpanan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
kekasih Allah, Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat serta para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan
Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si. yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan
waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan
skripsi dan ujian akhir sarjana. Terima kasih kepada Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr. dan
Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai dosen penguji pada ujian akhir sarjana. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rukmiasih, M.Si. sebagai
pembimbing akademik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suyitno dan Ibu Na’imah
serta orangtua kedua penulis, Bapak Yanto dan Ibu Yani yang senantiasa
memberikan kasih sayangnya dan mendo’akan yang terbaik untuk keberhasilan
penulis. Bapak Mashudi dan Ibu Nunung yang telah mendampingi secara teknis
selama proses penelitian di laboratorium. Terima kasih kepada kakak dan adikku
tercinta, Intan Maulida, Mufida, Nailul Fatimah, Muhammad Rosyid Ridlo dan
Rosyidah, yang selalu memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di IPB, serta seluruh keluarga besar yang ada di Sidoarjo, Pacitan dan Depok.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman dalam satu penelitian,
Eka Kurniawati dan Murnie Prirahayu Handoyo, sahabat-sahabat di Famm Al-
An’aam dan teman-teman IPTP 42, keluarga besar Ramadhan jilid 1, keluarga An-
Najm, keluarga Kafilletuh, teman-teman FL42H dan ID yang banyak memberikan
pelajaran hidup yang sangat berharga bagi penulis. Terakhir, penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
kekasih Allah, Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat serta para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan
Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si. yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan
waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan
skripsi dan ujian akhir sarjana. Terima kasih kepada Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr. dan
Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai dosen penguji pada ujian akhir sarjana. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rukmiasih, M.Si. sebagai
pembimbing akademik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suyitno dan Ibu Na’imah
serta orangtua kedua penulis, Bapak Yanto dan Ibu Yani yang senantiasa
memberikan kasih sayangnya dan mendo’akan yang terbaik untuk keberhasilan
penulis. Bapak Mashudi dan Ibu Nunung yang telah mendampingi secara teknis
selama proses penelitian di laboratorium. Terima kasih kepada kakak dan adikku
tercinta, Intan Maulida, Mufida, Nailul Fatimah, Muhammad Rosyid Ridlo dan
Rosyidah, yang selalu memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di IPB, serta seluruh keluarga besar yang ada di Sidoarjo, Pacitan dan Depok.
Ucapan terima kasih kepada teman seperjuangan dalam penelitian, Eka
Kurniawati dan Murni Prirahayu Handoyo, sahabat-sahabat tercinta di Famm Al-
An’aam dan teman-teman IPTP 42, Ramadhan jilid 1 (Ummi, Ari, Dhenok, Dhani,
Lenny, Siti, Anis, Uyuy), An-Najm (Vita, Dewi, Sari, Septi, Sugiarti, Lala, Rifah,
Nidia), Kafilletuh (Ana, Fitri, Ita, Lala, Laela, Tiwi, Uci, Heni) yang banyak
memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi penulis. Terima kasih kepada
saudara-saudara seperjuangan di MSID 1430 H, FL42H dan ID yang memberikan
warna dan dinamika hidup bagi penulis. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Bogor, Februari 2010
Penulis
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Alwafaz, M., J.S. Smith and I.J. Jeon. 1994. Maillard reaction products as
antioxidants in pre-cooked ground beef. Journal of Food Chemistry 51: 311-
318.
Balentine, C.W., P.G. Crandall, C.A. O’Bryan, D.Q. Duong, F.W. Pohlman. 2006.
The pre- and post-grinding application of rosemary and its evects on lipid
oxidation and color during storage of ground beef. Journal of Meat Science
73: 413-421.
Basmal, J., B.S.B. Utomo, K.D.A. Taylor. 1997. Pengaruh perebusan, penggaraman
dan penyimpanan terhadap penurunan kandungan lisin yang terdapat dalam
ikan pindang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 3(2).
http://www.scribd.com/doc/24666851/null. [7 Juli 2009].
Budijanto, S., L. Nuraida, dan A. Susanto. 2000. Studi stabilitas minyak kapang
mucor inaequisporus M05 II/4 kaya asam gamma linolenat selama
penyimpanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 11(2): 49-54.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Campo, M.M., G.R. Nute, S.I. Hughes, M. Enser, J.D. Wood, R.I. Richardson. 2006.
Flavour perception of oxidation in beef. Journal of Meat Science 72: 303–
311.
Choe, E., D.B. Min. 2006. Mechanisms and factors for edible oil oxidation.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Savety. Vol 5, Institute of
Food Technologists.
Devatkal, S., S.K. Mendiratta, N. Kondaiah. 2004. Quality characteristics of loaves
from buffalo meat, liver and vegetables. Journal of Meat Science 67: 377–
383.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI 01-3555-
1992, Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Kadar Air (Metode Oven). SNI 01-2891-1992,
Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 2000. Gula Merah Tebu. SNI 01-6237-2000, Jakarta.
Flick, Gg. J., G.P. Hong, and G.M. Knobl. 1992. Lipid oxidation of seafood during
storage. Dalam A.J. St.Angelo (Edittor). Lipid Oxidation in Food. American
Chemical Society, Washington.
Handoyo, M.P. 2010. Laju oksidasi dendeng giling kering oven selama
penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang
Pertanian 27: 4-11.
Hudson, B.J.F. 1983. Evaluation of oxidative rancidity techniques. Dalam J.C. Allen
dan R.J. Hamilton (Edittor). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers,
London and New York.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Kuo, C.C., C.Y. Chu. 2003. Quality characteristics of Chinese sausages made from
PSE pork.
Nelson, K.A., T.P. Labuza. 1992. Relationship between water and lipid oxidation
rates. Dalam A.J. St.Angelo (Edittor). Lipid Oxidation in Food. American
Chemical Society, Washington.
Parwata, I. M.O.A dan P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak
atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia 2(2): 100-
104.
Puolanne, E.J., M.H. Ruusunen, J.I. Vainionpaa. 2001. Combined effects of NaCl
and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and without added
phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7.
Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama
penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya, Malang.
Rossell, J.B. 1983. Measurement of rancidity. Dalam J.C. Allen dan R.J. Hamilton
(Edittor). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London and New
York.
Saghir, S., K.H. Wagner, I. Elmadfa. 2005. Lipid oxidation of beef fillets during
braising with different cooking oils. Journal of Meat Science 71: 440–445.
Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)
terhadap pembentukan asam lemak trans. Jurnal Makara Sains 13(1): 23-
28.
Simpen, I.N. 2008. Isolasi cashew nut shell liquid dari kulit biji jambu mente
(Anacardium occidentale L) dan kajian beberapa sifat fisikokimianya. Jurnal
Kimia 2(2):71-76.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soputan, J.E.M. 2004. Dendeng sapi sebagai alternatif pengawetan daging. Disertasi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Steel. R.G.D and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan B.
Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tarladgis, B.G.B. M., Watts, M.T. Younathan and L.R. Duggan. 1960. A destilation
method for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods.
Journal of American Oil Chemstry Society 37: 44-48.
Tekno Pangan dan Agroindustri. 2003. Aneka olahan ubi jalar, mei basah, enyek-
enyek, abon, dendeng. Volume 1 nomor 4 Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi, Bogor.
Usmiati, S. dan A. Priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso daging
kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
http://www.peternakanlitbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkb 06-
15.pdf. [1 Maret 2009].
Vercellotti, J.R., A.J. St.Angelo, and A.M. Spanier. 1992. Lipid oxidation in foods
Dalam A.J. St.Angelo (Edittor). Lipid Oxidation in Food. American
Chemical Society, Washington.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yanti, H., Hidayati, Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE
(polyethylene) dan plastik PP (polypropylene) di pasar Arengka kota
Pekanbaru. Jurnal Peternakan 5(1): 22 – 27.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Bilangan Asam Dendeng Kering Oven Selama
Penyimpanan yang Diuji Setelah Penggorengan
Sumber db JK KT F Hit P
Keragaman
Perlakuan 3 0,45 0,15 3 0,1077
Kelompok 2 0,21 0,11 2,2
2 3 0,1826 4 1,33
4 3 0,6946 11 3,67
Keterangan : P<0,05 = Nyata
Lampiran 4. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan
yang Diuji Setelah Penggorengan.
Sumber db JK KT F Hit P
Keragaman
Perlakuan 3 256,20 85,40 4,85 0,0509
Kelompok 2 377,61 188,81 10,72
Lampiran 5. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Kadar Air Dendeng Kering Oven
Selama Penyimpanan yang Diuji Setelah Penggorengan.
Lama Penyimpanan Rataan Group Kesamaan
(Minggu)
0 28,99±5,8761 ab
1 32,91±11,6109 ab
2 23,22±5,1675 a
4 35,41±3,5441 b
Lampiran 6. Data Rata-rata Temperatur (oC) dan Kelembaban (%) Kecamatan
Dramaga Tahun 2009.
Tanggal Agustus September
Temperatur Kelembaban Temperatur Kelembaban
1 25,8 67 27,0 77
2 25,5 70 26,8 80
3 25,0 66 27,2 71
4 25,3 74 26,7 69
5 25,9 78 27,0 76
6 26,0 70 28,2 71
7 26,1 75 27,1 69
8 26,6 76 27,0 71
9 26,4 70 26,5 77
10 26,2 76 26,5 79
11 26,6 76 26,3 85
12 27,0 80 26,7 79
13 27,4 78 27,3 74
14 27,1 80 26,7 69
15 26,3 81 26,5 74
16 26,8 76 25,6 85
17 25,9 83 25,6 87
18 25,6 86 25,9 82
19 26,3 76 25,6 83
20 25,8 75 26,2 75
21 25,9 75 25.6 73
22 26,3 72 26,3 71
23 26,5 74 26,6 73
24 26,6 73 26,3 80
25 26,8 74 26,8 80
26 26,0 78 26,9 72
27 25,8 81 26,8 69
28 26,0 72 26,8 70
29 26,5 74 27,5 67
30 27,1 71 27,4 70
31 27,2 74