Anda di halaman 1dari 56

OKSIDASI LEMAK PADA DENDENG KERING OVEN

SELAMA PENYIMPANAN YANG DIUJI SETELAH


MENGALAMI PENGGORENGAN

SKRIPSI
ERVEN HAMIDA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN

ERVEN HAMIDA. D14053126. 2010. Tingkat Oksidasi Dendeng Kering Oven


Selama Penyimpanan yang Diuji Setelah Mengalami Penggorengan. Skripsi.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.


Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si.

Dendeng merupakan bahan pangan semi basah hasil olahan daging yang
memiliki umur simpan relatif lama. Produk dendeng yang digunakan pada penelitian
ini adalah dendeng giling karena memiliki tingkat keempukan dan cita rasa yang
lebih tinggi dibandingkan dendeng iris. Proses pengolahan dendeng pada penelitian
ini menggunakan metode pengeringan buatan yaitu pengeringan oven. Pengeringan
oven dilakukan agar dapat mengkondisikan suhu dan lama pengeringan yang lebih
stabil. Salah satu bentuk pengolahan lebih lanjut pada produk dendeng adalah
penggorengan. Penggorengan dendeng dilakukan sebagai bentuk diversifikasi
makanan siap saji yang diharapkan dapat memperluas rantai pemasaran produk
dendeng. Penyimpanan dendeng goreng kering oven pada suhu ruang akan
menyebabkan terjadinya ketengikan. Ketengikan tersebut disebabkan oleh reaksi
oksidasi lemak. Oksidasi tersebut dapat terjadi akibat dari adanya kontak antara
oksigen dengan lemak yang terkandung pada dendeng. Oksidasi lemak tersebut akan
mengakibatkan kerusakan mutu dan mengurangi umur simpan dari dendeng goreng
kering oven.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi oksidasi lemak pada dendeng
kering oven selama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu yang diuji setelah mengalami
penggorengan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai masa simpan dari dendeng kering oven yang telah mengalami
penggorengan serta memberikan solusi bagi masyarakat tentang keamanan dan mutu
pangan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan
dendeng giling dengan pengeringan oven. Tahap kedua yaitu pengujian beberapa
peubah yang berhubungan dengan tingkat oksidasi lemak. Peubah pengujian tersebut
antara lain, bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan thiobarbituric acid (TBA),
dan kadar air. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok. Perlakuan yang digunakan adalah umur simpan 0, 1, 2, 4 minggu dengan
tiga kelompok berupa periode pembuatan yang berbeda.
Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan 0, 1, 2, 4
minggu tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bilangan asam, bilangan peroksida,
dan bilangan TBA namun reaksi oksidasi pada dendeng kering oven tetap
berlangsung. Pembentukan senyawa asam-asam lemak bebas, peroksida dan
malonaldehida tetap berlangsung. Nilai dari ketiga peubah tersebut memiliki
kecenderungan meningkat seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan.
Lama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu berdasarkan statistik berpengaruh nyata
terhadap kadar air. Kadar air dendeng kering oven meningkat seiring dengan
meningkatnya umur simpan. Uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa kadar air
dendeng kering oven pada penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan
penyimpanan minggu ke-4, sedangkan penyimpanan minggu ke-1 tidak berbeda
nyata dengan penyimpanan mingggu ke-2.
Dendeng matang kering oven hasil penelitian dapat dinyatakan belum
mengalami kerusakan akibat oksidasi lemak secara nyata namun tidak layak untuk
dikonsumsi mulai dari minggu ke-2. Hal tersebut disebabkan dendeng kering oven
telah mengalami kerusakan mikrobial dengan ditandai adanya pertumbuhan jamur
dan kapang.

Kata-kata kunci: dendeng, oksidasi lemak


ABSTRACT

Lipid Oxidation of Dendeng During Storage which Tasted After Frying

E. Hamida, T. Suryati , Z. Wulandari

Dendeng is a very well known intermediate-moisture meat product in


Indonesian. This product has long shelf-life. The problem appear of meat product
during storage is rancidity which caused by lipid oxidation. Lipid oxidation influence
food safety and food nutrition. The aim of the research was to evaluate the lipid
oxidation of dendeng during storage (as acid value, peroxide value, thiobarbituric
acid value, and moisture value) which tasted after frying at 0 week until 4 week. The
different of sample storage was using the major factor test and the repetition block
period. During storage lipid oxidation that indicated by acid value, malonaldehyde
level, and moisture fall at second week but trend of all them these value increased
with time. Whereas the peroxide value frequently peaks while at second week it rises
quickly. The result showed that the value of acid, proxide, and thiobarbituric acid
were not significant influenced by the storage. However, the moisture of dendeng
was influenced by the storage (p<0,05). It was concluded spoilage of dendeng for 4
weeks storage in this study wasn’t caused by lipid oxidation, but was caused by high
moisture that affected yeast growth.

Keywords : Dendeng, lipid oxidation


OKSIDASI LEMAK PADA DENDENG KERING OVEN
SELAMA PENYIMPANAN YANG DIUJI SETELAH
MENGALAMI PENGGORENGAN

ERVEN HAMIDA
D14053126

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Oksidasi Lemak pada Dendeng Kerig Oven Selama Penyimpanan
yang Diuji Setelah Mengalami Penggorengan
Nama : Erven Hamida
NIM : D14053126

Menyetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si.


NIP. 19720516 199702 2 001 NIP. 19750207 199802 2 001

Mengetahui :
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan IPB

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.


NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 13 Januari 2010 Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Nopember 1986 di Sidoarjo. Penulis


adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Suyitno dan Ibu
Na’imah. Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar yang diselesaikan
pada tahun 1999 di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Sidoarjo dan pendidikan
lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 3 Sidoarjo. Penulis
diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008. Selama
kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM)
IPB. Penulis aktif dalam keanggotaan KAMMI Daerah Bogor periode 2005/2006,
IKMT TPB IPB sebagai sekretaris divisi infokom periode 2005/2006, LDF Famm
Al-an’aam periode 2006/2007 dan 2007/2008 sebagai sekretaris divisi infokom.
Penulis juga pernah terlibat dalam Kepanitiaan Open House 43 periode 2006/2007,
SALAM ISC tahun 2007 sebagai sekretaris, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa
Baru (MPKMB) sebagai Penanggungjawab Keluarga (PJK) tahun 2006, Masa
Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai Pemandu Anak Koboi (PAK) pada tahun 2008
dan 2009.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmannirrahim, penulis panjatkan


rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi dengan judul
Oksidasi Lemak pada Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan yang Diuji
Setelah Penggorengan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya yang senantiasa
istiqomah hingga akhir zaman.
Pembuatan skripsi ini ditujukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan. Pengetahuan masyarakat untuk mengetahui sebab dan akibat
oksidasi lemak yang terjadi pada bahan makanan masih sangat terbatas. Oksidasi
lemak tersebut dapat mengawali perubahan-perubahan yang akan berdampak pada
mutu nutrisi, keamanan, warna, flavor dan tekstur dendeng. Mengingat penelitian
mengenai tingkat oksidasi lemak pada produk makanan masih sangat jarang
dilakukan maka penulis berharap dengan mengetahui oksidasi lemak pada dendeng
kering oven diharapkan dapat memberikan informasi serta solusi bagi masyarakat
tentang keamanan dan mutu pangan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan dapat digunakan sebagai
sumber informasi bagi pembaca. Amien.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Februari 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ....................................................................................... i
ABSTRACT........................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xii
PENDAHULUAN ................................................................................. 1
Latar Belakang .......................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
Dendeng .................................................................................... 3
Bumbu ....................................................................................... 5
Garam............................................................................. 5
Bawang Putih ................................................................. 5
Ketumbar ....................................................................... 6
Lengkuas ........................................................................ 6
Gula Merah .................................................................... 6
Oksidasi ..................................................................................... 8
Bilangan Asam ............................................................... 9
Bilangan Peroksida ........................................................ 11
Bilangan TBA ................................................................ 12
Kadar Air ...................................................................... 12
Aktivitas Air .................................................................. 14
METODE ............................................................................................... 17
Lokasi dan Waktu ...................................................................... 17
Materi ......................................................................................... 17
Rancangan Percobaan................................................................. 17
Prosedur .................................................................................... 18
Tahap Pertama ............................................................... 18
Tahap Kedua .................................................................. 20
Pengujian Bilangan Asam .................................. 20
Pengujian Bilangan Peroksida ........................... 20
Pengujian Bilangan TBA ................................... 21
Pengujian Kadar Air .......................................... 21
Pengujian Aktivitas Air ..................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 23
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan Asam ................... 24
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan Peroksida ............. 26
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan TBA .................... 28
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Kadar Air ............................ 29
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Aktivitas Air ....................... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 33


UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 35
LAMPIRAN ........................................................................................... 39
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Dendeng Sapi ....................................................... 4
2. Syarat Mutu Gula Merah ........................................................... 7
3. Rata – Rata Komposisi Asam Lemak dari Hewan .................... 10
4. Nilai Aktivitas Air dan pH dari Produk Daging Semi Basah .... 16
5. Formulasi Dendeng Giling ......................................................... 18
6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif ....................................... 20
7. Hasil Rataan Peubah Oksidasi Selama Penyimpanan 4 Minggu 23
8. Kadar Air Dendeng Kering Oven .............................................. 30
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Grafik Hubungan Bilangan Peroksida dengan Aldehida pada
Minyak atau Lemak ................................................................... 11
2. Grafik isoterm sorpsi air pada bahan makanan .......................... 13
3. Grafik Hubungan Kecepatan Reaksi dengan Aw dalam Bahan
makanan ..................................................................................... 15
4. Proses Pembuatan Dendeng Giling ............................................ 19
5. Grafik Hubungan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, Bilangan
TBA Terhadap Lama Penyimpanan .......................................... 23
6. Pertumbuhan Jamur dan Kapang pada Dendeng Kering Oven . 31
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Analisis Ragam Bilangan Asam Dendeng Kering Oven ........... 40
2. Analisis Ragam Bilangan Peroksida Dendeng Kering Oven..... 40
3. Analisis Friedman Bilangan TBA Dendeng Kering Oven ........ 40
4. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Kering Oven .................... 41
5. Hasil Uji Lanjut Tukey Kadar Air Dendeng Kering Oven ........ 41
6. Data Rata-Rata Temperatur dan Kelembaban Kecamatan
DramagaTahun 2009.................................................................. 42
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan bahan pangan yang bersifat perishable atau mudah rusak.
Hal ini disebabkan, daging memiliki kandungan gizi yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme perusak. Pengawetan daging dilakukan untuk menekan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sehingga daging dapat terjaga
kualitasnya dalam jangka waktu yang cukup lama. Ada berbagai cara dalam
pengawetan daging diantaranya pendinginan, pelayuan, pengasapan, pengeringan,
pengalengan, dan pembekuan.
Salah satu produk awetan daging yang menggunakan metode pengeringan
adalah dendeng. Dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan terbuat
dari irisan daging yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng cukup dikenal
di masyarakat karena dapat disimpan dalam waktu beberapa bulan. Dendeng yang
berada di pasaran pada umumnya dendeng sapi, baik dendeng sapi giling maupun
dendeng sapi iris. Dendeng giling memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dendeng iris apabila dilihat dari segi keempukan dan cita rasa. Proses penggilingan
pada pembuatan dendeng giling akan meningkatkan keempukan dan kehomogenan
bumbu.
Metode pengeringan pada proses pembuatan dendeng akan mempengaruhi
kualitas produk dendeng tersebut. Pemilihan metode pengeringan yang lebih dapat
dikontrol untuk mempertahankan suhu selama proses pembuatan yaitu metode
pengeringan buatan. Salah satu alat pengering buatan adalah oven. Pengeringan oven
dapat memberikan manfaat dalam pengaturan suhu dan lama pengeringan yang lebih
stabil.
Salah satu bentuk pengolahan lebih lanjut yang dapat dilakukan pada produk
dendeng adalah penggorengan. Penggorengan dendeng dilakukan sebagai bentuk
diversifikasi makanan siap saji. Dendeng goreng merupakan bentuk dari pengolahan
bahan pangan yang ditujukan untuk meningkatkan cita rasa sesuai dengan selera
konsumen serta dapat mempertahankan nilai gizinya sehingga diharapkan dapat
memperluas rantai pemasaran produk dendeng.
Masalah yang sering timbul pada produk dendeng selama penyimpanan
adalah ketengikan. Ketengikan disebabkan adanya reaksi oksidasi. Oksidasi diawali
oleh reaksi katalis yang melibatkan panas, cahaya, dan oksigen. Kecepatan reaksi
oksidasi sangat tergantung pada tipe lemak dan kondisi selama penyimpanan.
Dendeng dapat mengalami reaksi oksidasi karena dendeng merupakan bahan pangan
berlemak. Proses oksidasi tersebut dapat berlangsung apabila terjadi kontak sejumlah
oksigen dengan lemak yang terkandung pada dendeng. Oksidasi lemak tersebut
merupakan penyebab utama kerusakan mutu dan nilai gizi pada dendeng. Senyawa
yang terbentuk selama proses oksidasi menyebabkan tipe flavor dan bau pada
dendeng.
Terjadinya oksidasi lipida tersebut dapat mengawali perubahan-perubahan
yang akan berdampak pada mutu nutrisi, keamanan, warna, flavor, dan tekstur
dendeng. Pengetahuan akan perkembangan oksidasi lipida pada dendeng setelah
dilakukan penggorengan diharapkan dapat memberikan informasi masa simpan dari
dendeng giling kering oven yang telah mengalami penggorengan serta solusi bagi
masyarakat tentang keamanan dan mutu pangan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi oksidasi lemak pada dendeng kering
oven selama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu yang diuji setelah mengalami
penggorengan.
TINJAUAN PUSTAKA

Dendeng
Dendeng sapi menurut SNI 01-2908-1992 (Dewan Standardisasi Nasional,
1992) adalah produk makanan berbentuk lempeng yang terbentuk dari irisan atau
gilingan daging sapi segar berasal dari sapi sehat yang telah diberi bumbu dan
dikeringkan. Dendeng termasuk makanan yang dibuat dengan cara pengeringan dan
digolongkan dalam golongan Intermediate Moisture Food (IMF), yaitu suatu
makanan yang mempunyai kadar air antara 15 – 50%, bersifat plastis & tidak kering
(Soputan, 2004). Dendeng menurut Soeparno (2005) memiliki masa simpan lebih
dari 6 bulan dengan kadar air 15% sampai 20% dan pH 4,5-5,1. Dendeng secara
bakteriologis lebih stabil dalam waktu yang relatif lama. Warna dendeng yang coklat
kehitaman disebabkan oleh reaksi pencoklatan. Selama proses pembuatan dendeng
membentuk senyawa coklat yang bisa menyebabkan rasa atau flavor pahit
Dendeng merupakan salah satu bahan makanan setengah basah dengan nilai
aw berkisar antara 0,7-0,9. Beberapa reaksi kimia yang terjadi pada bahan makanan
setengah basah seperti, hilangnya lisin, reaksi pencoklatan nonenzimatis, oksidasi
lipida dan enzim akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan makanan kering
konvensional. Kemungkinan pertumbuhan mikroba pada produk ini dapat terjadi jika
nilai aw cukup tinggi. Reaksi pencoklatan nonenzimatis yang terjadi pada produk ini
tergantung pada air dan secara konstan menunjukkan tingkat maksimum pada kadar
air sedang. Hal ini disebabkan dari dua peranan air yaitu sebagai pelarut dan sebagai
suatu produk dari reaksi. Reaksi ini mengakibatkan penurunan lisin karena bereaksi
dengan gula pereduksi (Buckle et al.,1987).
Dendeng giling merupakan salah satu hasil olahan dan pengawetan daging
yang berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan daging gilingan segar yang diberi
bumbu dan dikeringkan. Pengeringan dendeng bisa dilakukan dengan penjemuran
maupun menggunakan oven hingga mencapai kadar air tertentu. Pengeringan
dendeng giling menggunakan oven memerlukan penjagaan yang khusus, terutama
mengenai tinggi suhu dan lama pengeringan sehingga tidak merusak kualitas
dendeng giling secara alami maupun kimiawi (Haryanto, 2000). Menurut Buckle et
al. (1987) metode pengeringan mempunyai keuntungan yaitu dapat mengeluarkan
sebagian air dari produk dan memiliki kestabilan lebih tinggi selama penyimpanan
pada suhu kamar. Syarat mutu dendeng sapi menurut SNI 01-2908-1992 (Dewan
Standardisasi Nasional, 1992) ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Dendeng Sapi SNI 01-2908-1992


Karakteristik Syarat
Mutu I Mutu II
Warna dan Bau Khas dendeng sapi Khas dendeng sapi
Kadar Air (%) 12 12
Kadar Protein (%) 30 25
Abu Tidak Larut dalam Asam (%) 1 1
Benda Asing (%) 1 1
Kapang dan Serangga Tidak tampak Tidak tampak

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional, 1992


Proses pembuatan dendeng giling meliputi lima tahap, yaitu persiapan bahan,
pengirisan atau penggilingan, pemberian bumbu, pencetakan (untuk dendeng giling)
dan pengeringan. Persiapan meliputi pemilihan daging dan pembersihan dari kotoran
dan lapisan lemak maupun urat. Pengirisan dimaksudkan untuk memperluas
permukaan daging sehingga pengeringan akan cepat. Proses penggilingan akan
memudahkan pencampuran bumbu hingga homogen dan daging mudah dibentuk
(Tekno Pangan dan Agroindustri, 2003).
Produk dendeng seringkali mengalami kerusakan seperti timbulnya
ketengikan, warna coklat yang kurang menarik, dan kontaminasi mikroorganisme.
Ketengikan dapat terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak
tidak jenuh dalam lemak. Kontaminasi mikroba pada dendeng dapat terjadi pada
setiap tahap dalam pengolahannya, terutama sebelum tahap pengeringan. Dendeng
daging sapi yang disimpan selama 30 hari pada suhu kamar (27 oC) mempunyai mutu
yang lebih baik, dimana kadar airnya 13,62%, nilai pH 4,9, kadar peroksida 4,61
Meq/g, kadar protein 28,72%, total bakteri 1,96 CFU/g, total jamur 2,53 CFU/g
(Soputan, 2004).
Bumbu
Buckle et al. (1987) berpendapat bahwa penggunaan bumbu bertujuan untuk
membatasi perkembangan dari mikroorganisme dan untuk memberikan rasa yang
khusus. Menurut Haryanto (2000), bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan
dendeng giling antara lain, gula merah 17,62%, garam 3,53%, bawang putih 1,06%,
lengkuas 0,22%, dan ketumbar 7,05%. Persentase tersebut berdasarkan jumlah total
berat adonan dendeng.

Garam
Garam menurut Guardia et al. (2006) merupakan bahan penting dalam proses
pengolahan daging dan berkontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan
flavor. Puollane et al. (2001) menambahkan bahwa garam dapat menjaga keamanan
pangan secara mikrobiologi. Garam berfungsi meningkatkan daya simpan karena
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Garam juga berperan
dalam menentukan tekstur produk dengan cara meningkatkan kelarutan protein.
Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang
kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan
Priyanti, 2008).
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan, dan besi.
Ion-ion tersebut dapat berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan (oxidative
rancidity). Senyawa-senyawa ketengikan yang sudah terbentuk akan mudah bereaksi
dengan asam amino. Reaksi antara ketengikan dengan asam amino disebabkan oleh
adanya ion-ion logam (transition metal) dalam kristal garam yang dapat membentuk
pirazin yang merupakan reaksi lanjutan antara asam amino tertentu dengan
ketengikan (Basmal et al., 1997) .

Bawang Putih
Maryam et al. (2003) menyatakan bawang putih merupakan salah satu bahan
alami yang memiliki efek antimikotik dan dapat mendetoksifikasi aflatoksin.
Aktivitas antimikroba bawang putih disebabkan oleh adanya senyawa aktif allicin
dan ajoene. Soeparno menambahkan (2005) Bawang putih mempunyai pengaruh
preservatif terhadap produk olahan daging karena mengandung lemak (minyak
esensial) dan substansi yang bersifat antioksidan, sehingga dapat menghambat
perkembangan ransiditas. Menurut SNI 1 -3160-1992 persyaratan mutu
bawang putih mencakup kesamaan sifat varietas, tingkat kematangan, kekompakan
dan keberuasan siung, kekeringan dan persentase kerusakan (Dewan Standardisasi
Nasional, 1992).

Ketumbar
Ketumbar mempunyai nama latin Coriandrum sativum, termasuk famili
Umbelliferae. Kandungan nutrisi dari ketumbar adalah 26 % lemak, 17% protein,
10% pati dan 20% gula. Ketumbar banyak digunakan sebagai bumbu masak yang
dalam penggunaannya dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar biasanya
digunakan dalam masakan karena menimbulkan aroma yang khas yang disebabkan
oleh zat volatil yang terdapat pada ketumbar (Purnomo, 1997).

Lengkuas
Lengkuas (Alpinia galanga Linn) merupakan salah satu tanaman bahan obat-
obatan yang digunakan baik dalam farmasi atau untuk kepentingan pertanian. Hal
tersebut disebabkan keanekaragaman struktur kimia yang dihasilkan, mengurangi
efek samping yang ditinggalkan dan mudah didapat. Lengkuas mengandung minyak
atsiri, senyawa flavonoid, fenol, dan terpenoid. Flavonoid merupakan salah satu
komponen antioksidan alami (Parwata dan Dewi, 2008).
Rimpang dari lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat anti tumor. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas
dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri
E .coli dengan diameter daerah hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan
terhadap bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada
konsentrasi 1000 ppm sebesar 7 mm (Parwata dan Dewi, 2008).

Gula Merah
Soeparno (2005) menyatakan fungsi gula sebagai preservatif karena
terbentuknya asam laktat di dalam produk, sehingga pH produk menurun dan produk
menjadi agak kering selama proses pematangan. Penambahan gula ke dalam bahan
pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kandungan
air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (a w) dari
bahan pangan akan berkurang (Buckle et al., 1987). Kandungan gula yang tinggi
dapat berperan untuk menghambat proses timbulnya reaksi oksidasi dan ketengikan
(Winarno, 2008). Syarat mutu gula merah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Gula Merah SNI 01-6237-2000

Jenis Uji Satuan Persyaratan


Mutu I Mutu II
Keadaan
- Bau - Khas Khas
- Rasa - Khas Khas
- Warna - Coklat muda - tua Coklat muda - tua
-
- Penampakan Tidak berjamur Tidak berjamur
Bagian yang tidak larut % Maksimal 1,0 Maksimal 5,0
dalam air
Air % Maksimal 8,0 Maksimal 10,0
Gula (dihitung sebagai % Minimum 65 Minimum 60
sakarosa)
Gula pereduksi (dihitung % Maksimal 11 Maksimal 14
sebagai glukosa)
Bahan tambahan makanan
pengawet
- Residu mg/kg Maksimal 20 Maksimal 20
- Benzoate mg/kg Maksimal 200 Maksimal 200
Cemaran logam
- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 2,0 Maksimal 2,0
- Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 2,0 Maksimal 2,0
- Seng (Zn) mg/kg Maksimal 40,0 Maksimal 40,0
- Timah (Sn) mg/kg Maksimal 40,0 Maksimal 40,0
- Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,03 Maksimal 0,03
Cemaran arsen mg/kg Maksimal 1,0 Maksimal 0,1

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional, 2000


Oksidasi
Oksidasi menurut Winarno (2008) merupakan reaksi berantai pembentukan
radikal yang melepaskan hidrogen. Reaksi tersebut menyebabkan kerusakan lemak
yang akan menimbukan bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini
disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh. Otooksidasi dimulai
dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mempercepat reaksi. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam
lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik tidak sedap
tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida.
Ketengikan menurut Ketaren (2005) terjadi karena proses oksidasi oleh
oksigen di udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Proses oksidasi
dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu
tinggi. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa
dan bau tidak enak tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi karena kerusakan vitamin
dan asam lemak esensial dalam lemak.
Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi, yaitu
terbentuknya radikal bebas (R*) apabila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion
metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada kelompok metilen yang berdekatan dengan
ikatan rangkap –C=C–. Tahap inisiasi terjadi karena bantuan sumber energi eksternal
seperti panas, cahaya atau energi tinggi dari radiasi. Tahap selanjutnya adalah tahap
propagasi. Autooksidasi diawali dengan bertemunya radikal lipida (R*) dan oksigen
membentuk radikal peroksida (ROO*). Radikal peroksida yang terbentuk akan
mengekstrak ion hidrogen dari lipida lain (R1H) membentuk hidroperoksida (ROOH)
dan molekul radikal lipida baru (R1*). Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan
berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir oksidasi lipida adalah
tahap terminasi. Hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa
organik berantai pendek seperti aldehida, keton, alkohol dan asam lemak bebas
(Trilaksani, 2003).
Oksidasi lemak menurut Choe dan Min (2006) dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya komposisi asam lemak dalam minyak, proses mengolah minyak,
energi panas atau cahaya, konsentrasi dan tipe oksigen, asam lemak bebas, mono dan
diasilgliserol, transisi logam, peroksida, senyawa katalis oksidasi (prooksidan),
pigmen, dan antioksidan. Tingkat oksidasi lemak menurut Vercellotti et al. (1992)
dapat ditentukan dengan melihat nilai bilangan peroksida dan thiobarbituric acid
(TBA) atau dapat menggunakan alat gas kromatografi untuk melihat perubahan
komposisi asam lemak. Pengujian TBA menurut Winarno (2008) dipakai untuk
menentukan adanya ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan TBA
menghasilkan warna merah. Intensitas warna menunjukkan derajat ketengikan.
Ketengikan dapat terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah
menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang
tidak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak
diinginkan dalam lemak, minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan
minyak (Buckle et al., 1987)
Oksidasi lemak akan terjadi pada produk pangan dan mengalami peningkatan
pada produk pangan yang kering. Reaksi ini juga diikuti dengan reaksi pencoklatan,
penurunan kualitas protein dan memutihkan karotenoid. Oksidasi lemak akan
maksimum pada aw yang rendah dan suhu yang tinggi. Produk karbonil dari oksidasi
lemak akan bereaksi dengan empat asam amino esensial (sistin, metionin, triptofan,
lisin) yang menyebabkan kualitas protein menurun (Flick et al., 1992).
Kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh, tetapi bila minyak
dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi
pada penggorengan suhu 200 oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak
dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada
minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Sartika, 2009).

Bilangan Asam
Penentuan bilangan asam dilakukan untuk mengetahui banyaknya asam
lemak bebas dalam minyak yang dinyatakan dalam mg basa tiap 1 gram minyak.
Bilangan ini ditentukan oleh banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak
akibat reaksi hidrolisis seperti reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi
enzimatis. Pada penentuan bilangan asam dengan metode titrasi asam basa, maka
akan terjadi reaksi netralisasi asam lemak bebas akibat dari penambahan basa.
Semakin tinggi bilangan asam, maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis
(Simpen, 2008).
Asam-asam lemak yang ditemukan di alam biasanya merupakan asam-asam
monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom
karbon genap. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam
jumlah dan posisi ikatan rangkapnya serta berbeda dengan asama lemak jenuh dalam
bentuk molekul keseluruhannya (Winarno, 2008).
Asam lemak yang terdapat pada daging sapi 2–4% triasilgliserol dan 0,8-
1% fosfolipid. Asam lemak tersebut mengandung 44% asam lemak bebas sehingga
sangat berpotensi untuk terjadinya reaksi oksidasi lemak. Asam lemak pada daging
sapi mudah mengalami perubahan struktur yang diakibatkan oleh kehilangan air,
reaksi oksidasi serta reaksi pencoklatan. Pemanasan daging melalui proses
pemasakan mampu merubah komposisi asam lemak pada daging namun asam lemak
dengan jumlah ikatan karbon yang tinggi akan cenderung lebih stabil (Saghir et al.,
2005). Komposisi asam lemak pada lemak daging sapi lebih terperinci dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Komposisi Asam Lemak dari Lemak Hewan (%BB)
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi akan
bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi 15% belum menghasilkan
flavor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari

No. Asam Lemak Lemak Sapi Lemak Lemak Babi Lemak


Domba Kambing
1. Asam laurat 0 0,5 0 0
2. Asam miristat 3 2 2 0,5
3. Asam miristoleat 0,5 0,5 0,5 0
4. Asam palmitat 26 21 24 21
5. Asam palmitoleat 3,5 3 4 2,5
6. Asam stearat 19,5 28 14 6,5
7. Asam oleat 40 37 43 58
8. Asam linoleat 4,5 4 9 9,5
9. Asam linolenat 0 0 1 2
10. Asam arasidat 0 0,5 0,5 0
11. Asam
Sumber: H. D. erusit 0 1999
Belitz dan W. Grosch, 0,5 2 0
12. Lain-lain 3 3 0 0
1% jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau
tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam
lemak bebas. Asam lemak bebas meskipun berada dalam jumlah kecil
mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam
lemak tidak dapat menguap dengan jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren,
2005)

Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan
oksidatif pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan
jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Peroksida
merupakan produk pertama dari reaksi otooksidasi. Kerusakan lemak yang utama
adalah timbulnya bau tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ketengikan
sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan
mempercepat terjadinya oksidasi sedangkan antioksidan akan menghambatnya
(Winarno 2008). Kenaikan bilangan peroksida menurut Ketaren (2005) hanya
indikator dan peringatan bahwa minyak atau lemak sebentar lagi akan berbau tengik.
Grafik hubungan bilangan peroksida dengan aldehida selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 1.

Aldehida
Konsentrasi

Peroksida

Waktu
Gambar 1. Grafik Hubungan Bilangan Peroksida dengan Aldehida pada
Minyak atau Lemak
Sumber: Ketaren, 2005

Peroksida dan hidroperoksida dari minyak dan lemak meskipun memiliki


tingkat rasa yang sangat rendah, keberadaannya merupakan indikator mutlak dalam
penurunan flavor. Hal tersebut disebabkan oleh perbandingan yang tidak stabil pada
suhu kamar untuk menghasilkan off flavor dan mengakibatkan bentuk molekul-
molekul yang lebih kecil khususnya kandungan karbonil. Kerusakaan flavor yang
terjadi akan sebanding dengan kenaikan temperatur atau dapat dikatakan bahwa
proses pemanasan akan mengakibatkan penurunan kualitas pada minyak. Sebagian
penurunan kualitas tersebut dapat mengakibatkan penurunan bilangan peroksida
sehingga menghasilkan dekomposisi peroksida pada suhu 180 oC. Fase akhir dari
penyulingan minyak untuk proses deodorisasi pada suhu 220oC merupakan titik
penting dalam penurunan bilangan peroksida menjadi 0 (Hudson, 1983).

TBA (Thiobarbituric Acid)


TBA adalah salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi oksidasi
lemak, uji ini berkaitan dengan kadar aldehida yang ada didalam minyak. Uji ini
mereaksikan TBA dengan malonaldehida membentuk warna merah dan diukur
dengan spektrofotometer. Terdapat kemungkinan TBA berikatan dengan aldehida
selain malonaldehida, sehingga menghasilkan warna merah. Selain itu warna merah
juga terbentuk dari oksidasi protein. Hasil akhir yang diukur bukan hanya oksidasi
lemak tetapi juga reaksi selain dengan lemak (Rossell, 1983). Persenyawaan
malonaldehida secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan diperoksida pada
gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara
oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro
peroksida (Ketaren, 2005).

Kadar Air
Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan
karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan
enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan
konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi dalam
bahan menyebabkan daya tahan bahan rendah. Guna memperpanjang daya tahan
suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan berbagai cara
tergantung dari jenis bahan (Winarno, 2008).
Kadar air dan aktivitas air memiliki hubungan yang erat. Hubungan antara
aktivitas air dengan kandungan air per gram suatu bahan makanan dapat dilihat
melalui grafik isoterm sorpsi air yang disajikan pada Gambar 2. Grafik tersebut
menunjukkan bahan-bahan yang bersifat isotermsorpsi air akan dapat
menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan
kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno, 2008).
Grafik isoterm sorpsi air tersebut menunjukkan bahwa bahan makanan yang
memiliki kadar air diantara 60-95% memiliki aktivitas air mendekati 1. Bahan
pangan yang memiliki aktivitas air tinggi mengalami degradasi yang disebabkan oleh
kerusakan mikrobial atau enzimatis secara alami. Sedangkan bahan pangan yang
memiliki kadar air intermediet dan kadar air rendah mengalami degradasi yang
disebabkan oleh adanya proses oksidasi lipida (Nelson dan Labuza, 1992).
Kadar air

0 aktivitas air 1
Gambar 2. Grafik isoterm sorpsi air pada bahan makanan
Sumber: Nelson dan Labuza, 1992

Penentuan kandungan air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven


pada suhu 105oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat
sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Bahan-
bahan pangan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak,
daging, kecap dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah
(Winarno, 2008).

Aktivitas Air
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (Rh tinggi) akan
mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (a w) meningkat. Kenaikan aw akan
mengakibatkan mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan.
Sebaliknya pangan yang disimpan di dalam ruangan yang mempunyai a w rendah
akan kehilangan air sehingga menjadi kering pada permukaannya. Salah satu cara
penyimpanan yang baik, terutama untuk produk-produk kering (aw rendah) adalah
dengan menyimpan di dalam ruangan yang kering (RH rendah) atau
membungkusnya di dalam kemasan yang kedap uap air (Fardiaz, 1992).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktivitas
air (aw) dalam termodinamika didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap
air dalam makanan (P) dan tekanan uap air murni (Po) pada temperatur yang sama.
Aktivitas air digunakan untuk mengontrol oksidasi lemak dalam proses lanjut
pengolahan pangan sehingga dapat menggambarkan hubungan yang erat antara
kandungan air dan oksidasi lemak. Kandungan air dan tingkat oksidasi lemak sangat
penting untuk memperpanjang masa simpan dan menentukan kualitas produk pangan
(Nelson dan Labuza, 1992).
Hubungan kecepatan reaksi dengan aw dalam bahan makanan dapat dilihat
pada Gambar 3. Laju reaksi relatif dipengaruhi oleh aktivitas air dan kadar air, laju
reaksi relatif oksidasi lipida mengalami kenaikan pada bahan pangan yang
mempunyai aw 0,4-0,8. Kenaikan laju reaksi relatif oksidasi lipida tersebut terjadi
pada daerah II. Reaksi oksidasi lipida, disertai dengan reaksi hidrolisis sehingga
aktivitas air bertambah tinggi, dan menstimulasi pertumbuhan kapang (a w 0,7),
dengan bertambah tingginya aktivitas air, maka laju reaksi relatif oksidasi lipida
mengalami titik kestabilan (Nelson dan Labuza, 1992). Daerah I menunjukkan
derajat pengikatan air tinggi, sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan
tidak teratur. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II, karena aktivitas katalis
meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air (Winarno,
2008).
Gambar 3. Grafik Hubungan Kecepatan Reaksi dengan Aw dalam Bahan
Makanan
Sumber: Winarno, 1992

Menurut Fardiaz (1992) aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di
dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai a w
pangan dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air pangan dengan tekanan uap
air murni. Mikroba mempunyai kebutuhan a w minimal yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Apabila dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh
atau berkembangbiak. Salah satu cara untuk mengawetkan pangan dengan
meminimalkan pertumbuhan mikroba adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut.
Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai
aw di atas 0,95. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau gula yang tinggi
seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan permen, biasanya
mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan oleh mikroba.
Menurut Salguero et al. (1994) nilai aktivitas air bahan pangan semi basah berkisar
0,6-0,91. Nilai aktivitas air dan pH dari produk daging semi basah dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Aktivitas Air dan pH Produk Daging Semi Basah

Produk Aktivitas Air pH


Blood sausage 0,847±0,053 5,08±0,13
Chorizo 0,894±0,016 5,34±0,49
Cured ham 0,909±0,004 5,99±0,13
Jerked beef 0,859±0,036 5,92±0,08
Majorcan sausage 0,828±0,004 4,72±0,03
Salami 0,846±0,008 5,11±0,04

Sumber: Salguero, 1994


METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2009.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan,
Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Laboratorium Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Materi
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bagian
paha atas sejumlah 4,5 kg. Daging berasal dari sapi bangsa Brahman cross yang
berumur 2,5 tahun dengan bobot 600 kg. Bumbu-bumbu yang digunakan terdiri atas
gula merah, garam, bawang putih, lengkuas, ketumbar sedangkan bahan-bahan kimia
yang digunakan meliputi, heksan, aseton, alkohol 95%, KOH 0,0792 N, indikator
fenolftalin 1%, KI jenuh, asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 3: 2,
akuades, larutan kanji/amilum 1%, Natrium tiosulfat 0,0559 N sebagai pentitrasi,
reagen TBA (0,02 M TBA dalam 90% asam asetat glasial).

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: food processor, loyang,
baskom, oven, peralatan dapur, evaporator, pipet, gelas ukur, kertas saring,
erlenmeyer, timbangan analitik, penangas air, labu destilasi, labu erlenmeyer,
destilator, tabung reaksi, gelas piala, corong, spektrofotometer, cawan aluminium,
desikator, Aw meter.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK). Perlakuan yang digunakan adalah umur simpan 0, 1, 2, 4 minggu dengan tiga
kelompok berupa periode pembuatan yang berbeda.
Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yijk = μ+Bi+Pj+εijk
Keterangan:
Yijk : respon percobaan karena pengaruh perlakuan lama penyimpanan pada taraf
ke-j dan kelompok ke-i
μ : rataan umum dari peubah yang diamati
Bi : pengaruh kelompok ke-i (i = 1, 2, 3)
Pj : pengaruh lama penyimpanan taraf ke-j (j = 0, 1, 2, 4 minggu)
εijk : pengaruh galat percobaan pada lama penyimpanan taraf ke-j, kelompok ke-i,
sampel ke-k
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, jika perlakuan
menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil untuk membandingkan nilai tengah (Steel dan Torrie, 1995).

Prosedur
Prosedur penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah
pembuatan dendeng giling kering oven, penelitian tahap kedua adalah pengujian
beberapa peubah untuk melihat oksidasi lipida pada dendeng giling kering oven.

Tahap Pertama
Proses pembuatan dendeng giling dimodifikasi dari Haryanto (2000) dengan
persentase tiap bahan diambil dari jumlah total adonan. Modifikasi terletak pada
persentase daging sapi, garam, dan ketumbar. Perubahan persentase daging sapi dari
70,52% menjadi 75,52%, garam dari 3,53% menjadi 2,53%, dan ketumbar dari
7,05% menjadi 3,05%. Formulasi dendeng giling yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi Dendeng Giling


Bahan Jumlah (%) Jumlah (g)
Daging sapi 75,52 755,2
Gula merah 17,62 176,2
Garam 2,53 25,3
Bawang putih 1,06 10,6
Lengkuas 0,22 2,2
Ketumbar 3,05 30,5
Total 100 1000
Sumber : modifikasi Haryanto, 2000
Daging sapi terlebih dahulu dicuci dan dibersihkan dari lemak (trimming)
kemudian digiling dengan menggunakan food processor. Bumbu-bumbu yang
digunakan dihaluskan terlebih dahulu selanjutnya dimasukkan dan dicampurkan ke
dalam daging giling. Setelah tercampur merata adonan dicetak menjadi lembaran-
lembaran tipis (±3mm). Adonan kemudian dimasukkan kedalam loyang dan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 69o C selama 4 jam. Selanjutnya dendeng
dipotong dengan ukuran kira-kira 3x5 cm. Proses pembuatan dendeng giling
ditunjukkan dengan tahapan proses pada Gambar 4.

Daging Sapi

Bumbu
Dicuci

Digiling Dihaluskan

Dicampur

Dicetak menjadi lembaran tipis (±3mm)

Dimasukkan dalam oven 69oC (4 jam)

Dendeng giling

Gambar 4. Tahapan Proses Pembuatan Dendeng Giling


Sumber: Haryanto, 2000

Proses selanjutnya, dendeng giling kering oven digoreng hingga matang yang
terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air hangat. Setelah ditiriskan dendeng giling
kering oven dikemas menggunakan plastik PP dan disimpan dalam ruang gelap dan
tertutup. Tempat penyimpanan dan pembuatan dendeng giling kering oven di
laboratorium pengolahan hasil ternak dengan rataan suhu dan kelembaban relatif
yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif
Lama Penyimpanan (Minggu) Suhu (oC) Kelembaban Relatif (%)
0 26,0 74,3
1 27,2 79,3
2 26,0 75,3
4 26,9 73,3
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dramaga, 2009

Tahap Kedua

Prosedur penelitian tahap kedua adalah pengujian beberapa peubah untuk


melihat oksidasi lipida pada dendeng giling kering oven. Pengujian peubah tersebut
dilakukan setelah penggorengan pada minggu ke 0, 1, 2, 4 dan dianalisis kadar
lemaknya sebagai data pendukung. Peubah yang diamati antara lain:

Pengujian Bilangan Asam (Apriyantono et al., 1989). Sampel dendeng 35 gram


dilumatkan dengan waktu yang cukup untuk memperolah campuran yang homogen.
Selanjutnya dilakukan ekstrak lemak, sampel dendeng ditambahkan heksan 250 ml
dan aseton 100 ml dikocok sampai terlihat keruh. Lama pengocokan 30-60 menit
kemudian dipisahkan antara padatan dan cairan dengan menggunakan kertas saring.
Cairan tersebut kemudian dievaporasi untuk memisahkan cairan heksan dan minyak.
Setelah itu, minyak diambil untuk penentuan lebih lanjut. Penentuan angka asam
dilakukan dengan mengambil sampel minyak sebanyak 1-2 gram di dalam
Erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya ditambahkan 20 ml alkohol netral 95% dan
dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Larutan ini
kemudian dititar dengan KOH 0,0792 N dengan indikator larutan fenolftalin 1% di
dalam alkohol sampai tepat terlihat warna merah jambu yang persisten selama 10
detik.
Angka asam = Jumlah ml KOH untuk titrasi x Normalitas KOH x 56,1
Berat sampel

Pengujian Bilangan Peroksida (AOAC, 1997). Sampel dendeng sapi 35 gram


dilumatkan kemudian dihomogenkan. Selanjutnya dilakukan ekstrak lemak, sampel
dendeng ditambahkan heksan 250 ml dan aseton 100 ml dikocok sampai terlihat
keruh. Lama pengocokan 30-60 menit kemudian dipisahkan antara padatan dan
cairan dengan menggunakan kertas saring. Cairan tersebut kemudian dievaporasi
untuk memisahkan cairan heksan dan minyak. Minyak diambil untuk penentuan
lebih lanjut. Minyak ditimbang sebanyak 1-2 gram, ditambahkan 6 ml asam asetat-
kloroform dengan perbandingan 3:2 kemudian ditambahkan 0,1 ml KI jenuh diaduk
selama satu menit dan ditambahkan 6 ml akuades selanjutnya dilakukan titrasi
dengan natrium tiosulfat 0,0559 N, sebelum dititrasi dilakukan standardisasi natrium
tiosulfat 0,1 N kemudian dilakukan pengocokan sampai warna kuning hampir hilang,
ditambahkan 0,5 ml larutan kanji/amilum 1% dan dilakukan titrasi kembali, dikocok
sampai warna biru menghilang. Nilai peroksida didapatkan dari perhitungan:
Nilai peroksida (milliequivalen peroksida/kg sampel) = S x N x 1000/g sampel
Keterangan:
S : titrasi sampel (ml natrium tiosulfat)
N : normalitas larutan natrium tiosulfat

Pengujian Bilangan TBA (Tarladgis et al., 1960). Sampel sebanyak 10 gram


dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan ditambahkan 50 ml
akuades. Selanjutnya didestilasi sampai terjadi penguapan. Destilasi dilakukan
hingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh disaring kemudian
diambil 5 ml lalu dipindahkan dalam labu erlenmeyer berukuran 50 ml. Selanjutnya
ditambahkan 5 ml reagen TBA lalu ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam
air mendidih. Absorbansi destilat diukur pada panjang gelombang 528 nm dengan
larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dari campuran 5 ml air suling
ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

Bilangan TBA (mg malonaldehida/kg) = 7,8 x absorbansi

Pengujian Kadar Air (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sebanyak dua gram
sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang berat keringnya telah diketahui
sebelumnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 3
jam dan didinginkan dalam desikator. Berat sampel yang hilang diukur sebagai kadar
air, Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%BB) = Berat sampel (segar-kering) x 100%


Berat sampel segar
Pengujian Aktivitas Air (Syarief dan Halid, 1993). Aw meter sebelum digunakan
dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaCl jenuh. Larutan NaCl jenuh
tersebut dimasukkan ke dalam chamber pengukur alat dan setelah menekan tombol
start ditunggu sampai nilai aw yang terbaca 0,750-0,752. Sampel dimasukkan ke
dalam chamber sampel selanjutnya ditekan tombol start dan sampel akan terukur
serta terbaca oleh alat.

Pengujian Kadar Lemak (Apriyantono et al., 1989). Sampel sebanyak 5 gram


dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan HCl
25%. Selanjutnya dipanaskan selama 60 menit kemudian disaring. Setelah itu,
sampel dikering oven sampai sampel terlihat kering. Sampel tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam timbel dan dimasukkan ke dalam soxlet yang ditambahkan
heksan sebanyak 100 ml. Selanjutnya diekstrak selama 6 jam dan dikering oven lagi
selama semalam. Setelah kering oven semalam sampel ditimbang sebagai hasil akhir
kadar lemaknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peubah-peubah yang diamati selama penelitian menunjukkan tingkat oksidasi
dendeng kering oven selama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu. Hasil rataan nilai yang
telah diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7. Grafik konsentrasi bilangan asam,
bilangan peroksida, dan bilangan TBA selama penyimpanan ditunjukkan pada
Gambar 5. Bilangan asam sudah terbaca pada awal penyimpanan yang
mengindikasikan proses oksidasi pada dendeng kering oven sudah terjadi.

Tabel 7. Hasil Rataan Peubah Oksidasi Selama Penyimpanan 4 minggu


Peubah oksidasi Lama simpan (minggu)
0 1 2 4
Bilangan asam 0,19±0,08 0,65±0,24 0,53±0,15 0,68±0,39
Bilangan 0,48±0,36 1,11±0,66 2,11±1,07 0,96±0,17
peroksida
Bilangan TBA 0,34±0,17 0,43±0,25 0,22±0,12 0,76±0,29

2.5

2
Konsentrasi

1.5

0.5

0
0 1 2 4

Waktu (Minggu)

Keterangan : Bil.asam Bil.peroksida Bil.TBA


(mg KOH/g) (meq/1000g) (mg malonaldehida/kg)
Gambar 5. Grafik Kosentrasi Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, dan
Bilangan TBA Selama Penyimpanan
Proses oksidasi berlangsung dengan terabstraksinya ion hidrogen dari asam-
asam lemak bebas yang terkandung pada dendeng kering oven. Ikatan tersebut akan
digantikan dengan oksigen membentuk senyawa alkil radikal, yang kemudian
bereaksi lebih lanjut menjadi senyawa peroksida radikal. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dengan munculnya bilangan peroksida di dalam dendeng kering oven.
Senyawa peroksida radikal yang terbentuk akan terus meningkat hingga terbentuk
senyawa baru yang lebih stabil yaitu senyawa aldehida. Munculnya senyawa
aldehida pada dendeng kering oven sebagai hasil akhir proses oksidasi dapat
diketahui dengan mengukur bilangan TBA. Sesuai dengan Ketaren (2005) yang
menyatakan bahwa reaksi hidrolisa akan mengawali reaksi oksidasi lemak. Reaksi
oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya
akan terurai asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi
aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas.
Terjadinya reaksi oksidasi lemak tersebut mengakibatkan menurunnya
kualitas dan keamanan pangan dari dendeng kering oven. Hal tersebut menjadi faktor
pembatas dalam kegiatan konsumsi. Saghir et al. (2005) menyatakan bahwa reaksi
oksidasi merupakan penyebab utama penurunan kualitas dari daging dan produk
daging yang dapat merubah karakteristik seperti, flavor, warna, tekstur, dan nilai
nutrisi.

Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan Asam


Nilai bilangan asam suatu produk merupakan salah satu indikasi untuk
mengetahui tingkat oksidasi yang terjadi pada produk tersebut. Lama penyimpanan
0, 1, 2, 4 minggu menurut hasil analisis ragam tidak berpengaruh nyata terhadap
bilangan asam dendeng kering oven. Nilai bilangan asam tidak berpengaruh secara
nyata karena terdapat pengaruh galat yang cukup tinggi. Tingginya galat antara lain
disebabkan oleh suhu dan lama penggorengan, ketebalan dan luas permukaan
dendeng kering oven serta pengemasan yang digunakan selama penyimpanan.
Bilangan asam suatu produk sangat dipengaruhi oleh banyaknya kandungan
lemak yang terdapat pada produk tersebut. Komposisi lemak dendeng kering oven
sebelum digoreng sebesar 7,47% (Handoyo, 2010) dan mengalami kenaikan setelah
dilakukan penggorengan yaitu sebesar 8,01%. Kenaikan kadar lemak tersebut
disebabkan terabsorbsinya kandungan lemak pada minyak goreng ke dalam produk
dendeng selama penggorengan. Menurut Ketaren (2005) aktivitas penggorengan
akan mempengaruhi penampakan, flavor, citarasa, banyaknya lemak yang terserap
dan stabilitas penyimpanan.
Standar mutu dendeng giling menurut Haryanto (2000) memiliki kadar lemak
sebesar 9%. Kadar lemak dendeng yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih
rendah dari standar mutu dendeng giling yaitu sebesar 8,01%. Kandungan lemak
dendeng kering oven yang rendah disebabkan oleh pembuangan lemak (trimming)
yang dilakukan pada proses awal pembuatan dendeng.
Lama penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan asam
tetapi reaksi pembentukan asam-asam lemak bebas pada dendeng kering oven tetap
berlangsung dan memiliki kecenderungan meningkat yang dapat dilihat pada Gambar
5. Banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat dari reaksi hidrolisis
seperti reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi enzimatis. Penentuan
bilangan asam dengan metode titrasi asam basa akan menetralisasi asam lemak bebas
akibat penambahan basa. Semakin banyak basa yang diperlukan untuk menetralisis
asam lemak bebas, maka bilangan asam semakin tinggi yang berarti semakin banyak
minyak yang telah terhidrolisis (Simpen, 2008).
Bilangan asam pada minggu ke-0 sebesar 0,19 mg KOH/g dan mengalami
peningkatan pada minggu ke-1 sebesar 0,65 mg KOH/g. Kenaikan tajam nilai
bilangan asam terjadi pada minggu pertama. Kenaikan nilai tersebut dapat
diakibatkan karena proses penggorengan yang dilakukan pada suhu tinggi sehingga
terjadi reaksi hidrolisis. Proses tersebut akan mengubah lemak menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Semakin tinggi reaksi hidrolisis terjadi, maka semakin tinggi pula
asam-asam lemak bebas yang terbentuk. Menurut Ketaren (2005) bahan pangan yang
digoreng mengandung sejumlah air maka akan terjadi proses hidrolisis. Selama
proses tersebut, terjadi pemecahan ikatan ester yang menghasilkan asam lemak
bebas, monogliserida, dan digliserida. Adanya reaksi hidrolisis ini akan mengawali
proses oksidasi pada dendeng kering oven. Menurut Alfawas et al. (1994) pemasakan
pada umumnya dapat mempercepat ketengikan dengan melepaskan besi (Fe) sebagai
katalis yang berasal dari protein serta merusak jaringan membran.
Bilangan asam mengalami penurunan pada minggu ke-2 (0,53 mg KOH/g).
Penurunan bilangan asam dapat disebabkan oleh beberapa jenis jamur, ragi, dan
bakteri yang mampu mendegradasi protein dan lemak yang terkandung dalam
dendeng kering oven membentuk senyawa selain asam lemak bebas. Menurut
Ketaren (2005) mikroba dapat memecah rantai asam lemak bebas menjadi senyawa
dengan berat molekul lebih rendah dan selanjutnya dioksidasi menghasilkan gas
karbondioksida dan air. Organisme yang tumbuh dalam kondisi anaerobik pada
media yang mengandung asam lemak akan mengubah asam lemak menjadi
karbondioksida dan metan. Tumbuhnya beberapa mikroorganisme pada dendeng
hasil penelitian pada minggu ke-2 dapat telihat secara fisik dengan perubahan warna
dan bau. Dendeng kering oven hasil penelitian berwarna kehijauan, berlendir, dan
berbau busuk.
Degradasi protein oleh mikroba akan membentuk senyawa amoniak yang
akan menurunkan bilangan asam yang tertitrasi. Amoniak akan larut dalam cairan
sehingga akan ikut terdeteksi dalam penghitungan bilangan asam. Amoniak memiliki
sifat basa sehingga menyebabkan bilangan asam akan menurun. Ketaren (2005)
menyatakan bahwa mikroba akan menghasilkan enzim yang dapat memecahkan
protein dalam bahan pangan berlemak sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak
enak, misalnya persenyawaan indole, skatole, hidrogen sulfit, metilamin, dan
amoniak. Penguraian persenyawaan protein, lemak, dan karbohidrat menghasilkan
asam propionat, butirat, laktat dan asam-asam lemak menguap lainnya.
Degradasi lemak oleh mikroba akan membentuk senyawa lain yang bersifat
basa sehingga mengakibatkan bilangan asam mengalami penurunan. Sesuai dengan
Suyasa (2006) yang menyatakan bahwa lemak dan minyak merupakan senyawa ester
dari turunan alkohol yang tersusun dari atom karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak
sukar diuraikan oleh bakteri tetapi dapat dihidrolisa oleh alkali sehingga membentuk
senyawa sabun yang mudah larut.
Peningkatan kembali nilai bilangan asam pada minggu ke-4 sebesar 0,68
mg KOH/g mengindikasikan asam lemak bebas terbentuk kembali sebagai hasil dari
proses oksidasi. Sesuai dengan Trilaksani (2003) yang menyatakan pada tahapan
akhir reaksi oksidasi hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi
senyawa organik berantai pendek seperti aldehida, keton, alkohol dan asam lemak
bebas.
Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan Peroksida
Bilangan Peroksida merupakan indikator yang sangat sensitif dalam tahap
awal kerusakan oksidatif pada bahan pangan. Rataan nilai bilangan peroksida
dendeng kering oven selama penyimpanan disajikan pada Gambar 5. Lama
penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu menurut hasil analisis ragam tidak mempengaruhi
bilangan peroksida dendeng kering oven secara nyata. Hasil tersebut tidak nyata
disebabkan oleh pengaruh galat pada penelitian ini yang cukup tinggi. Galat tersebut
dipengaruhi oleh metode pengukuran bilangan peroksida yang sangat sensitif.
Metode pengukuran bilangan peroksida yang dilakukan berdasarkan pada jumlah iod
yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam lemak di
dalam medium asam asetat. Pengukuran tersebut harus dilakukan secara cepat untuk
mengurangi kontak dengan oksigen di udara dan dilakukan pada kondisi gelap atau
terlindung dari cahaya. Sehingga pada pengukuran bilangan peroksida terdapat
tingkat kesulitan yang tinggi.
Lama penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan
peroksida tetapi reaksi pembentukan senyawa radikal peroksida tetap berlangsung
dan memiliki kecenderungan meningkat yang pada akhirnya menurun pada minggu
ke-4. Menurut Gandemer (2002) pembentukan hidroperoksida akan berlangsung
terus-menerus dan nilainya akan naik secara tajam hingga mencapai nilai maksimum
dan akan menurun secara perlahan hingga akhir dari proses oksidasi.
Nilai bilangan peroksida mengalami peningkatan dari minggu ke-0 (0,48
meq/1000g) hingga mencapai puncak pada minggu ke-2 (2,11 meq/1000g). Semakin
lama penyimpanan akan menyebabkan lemak yang terkandung dalam dendeng
kering oven akan teroksidasi dan mengakibatkan meningkatnya bilangan peroksida.
Pembentukan peroksida dendeng kering oven hasil penelitian semakin dipercepat
dengan adanya perlakuan penggilingan pada proses pembuatan dendeng giling.
Menurut Soputan (2004) peroksida dendeng daging sapi giling akan lebih cepat
terbentuk karena permukaan dendeng sapi giling cenderung lebih luas dan lebih
banyak mengandung air sehingga penetrasi serta pemanfaatan oksigen menjadi lebih
banyak dan memudahkan terjadinya oksidasi. Sehingga semakin lama dendeng
disimpan semakin tinggi bilangan peroksida.
Proses oksidasi lemak yang berlangsung dapat diindikasikan pada tahap
propagasi dengan dihasilkannya senyawa peroksida radikal yang bersifat labil.
Sesuai dengan pernyataan Trilaksani (2003) bahwa tahap propagasi yaitu tahap
pembentukan radikal-radikal peroksida yang membentuk reaksi berantai. Proses
pembentukan peroksida ini menurut Ketaren (2005) akan dipercepat oleh adanya
cahaya, suasana asam, kelembababan udara dan katalis.
Setelah mencapai puncaknya, bilangan peroksida mengalami penurunan yang
cukup tajam pada minggu ke-4 sebesar 0,96 meq/1000g. Penurunan tersebut
mengindikasikan oksidasi lemak telah mencapai tahap terminasi sebab senyawa
peroksida yang terbentuk telah terurai dan mengalami reaksi lanjutan menjadi
senyawa aldehida, keton, dan asam-asam lemak bebas.

Pengaruh Lama Simpan Terhadap Bilangan TBA


Penentuan bilangan TBA dilakukan untuk mengukur kandungan
malonaldehida sebagai hasil dari reaksi lanjutan proses oksidasi lemak pada tahap
terminasi. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa bilangan TBA tidak
berpengaruh secara nyata terhadap lama penyimpanan. Pengaruh yang tidak nyata
tersebut disebabkan oleh galat yang tinggi pada penelitian ini. Galat tersebut
dipengaruhi oleh faktor suhu, kelembaban dan pengemasan selama penyimpanan.
Selain itu, malonaldehida merupakan senyawa yang mudah menguap sehingga pada
pengukurannya terdapat tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
Lama penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan TBA
tetapi reaksi pembentukan malonaldehida tetap berlangsung. Budijanto et al. (2000)
menyatakan bahwa pada analisa stabilitas minyak terdapat laju kenaikan
malonaldehida selama penyimpanan. Bilangan TBA secara umum memiliki
kecenderungan meningkat dari minggu ke-0 (0,34 mg malonaldehida/kg) hingga
minggu ke-1 (0,43 mg malonaldehida/kg) dan mengalami peningkatan secara tajam
pada minggu ke-4 sebesar 0,76 mg malonaldehida/kg. Kuo dan Chu (2003)
menyatakan bahwa TBA memiliki korelasi positif dengan kandungan lemak produk
dan meningkat sejalan dengan meningkatnya lama simpan untuk semua jenis produk
daging. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya proses oksidasi lemak.
Bilangan TBA pada minggu ke-2 mengalami penurunan sebesar 0,22 mg
malonaldehida/kg yang diduga disebabkan oleh malonaldehida yang menguap saat
proses destilasi. Malonaldehida merupakan senyawa yang larut didalam air sehingga
mudah menguap yang menyebabkan tidak terdeteksinya senyawa ini. Selain itu,
dapat juga disebabkan degradasi malonaldehida oleh mikroorganisme seperti kapang
dan jamur.
Kisaran nilai TBA dendeng kering oven hasil penelitian adalah 0,22-0,76 mg
malonaldehida/kg yang menunjukkan telah terdapat indikasi ketengikan produk
dendeng pada minggu ke-4. Menurut Kuo dan Chu (2003) nilai bilangan TBA
berkisar antara 0,5-2,0 mg malonaldehida/kg telah mengindikasikan adanya flavor
tengik pada produk daging. Kerusakan oksidatif pada daging menurut Campo et al.
(2006) dapat dilihat dari banyaknya oksigen di udara dan besarnya bilangan TBA.
Batas maksimum bilangan TBA yang masih dapat diterima sebesar 2,0 mg
malonaldehida/kg daging, lebih dari nilai batas tersebut maka daging dianggap tengik
dan tidak layak untuk dikonsumsi.

Pengaruh Lama Simpan Terhadap Kadar Air


Kadar air merupakan faktor pengontrol tingkat oksidasi pada produk dendeng
kering oven. Kadar air dendeng kering oven setelah digoreng dapat dilihat pada
Tabel 8. Nilai kadar air dendeng kering oven setelah digoreng lebih besar
dibandingkan standar mutu dendeng giling yaitu sebesar 12% (Dewan Standardisasi
Nasional, 1992) sehingga dapat dinyatakan dendeng kering oven hasil penelitian
tidak memenuhi standar mutu apabila dilihat dari kadar airnya. Nilai kadar air yang
tinggi tersebut dapat menurunkan mutu dan mengurangi umur simpan dari dendeng
karena rentan akan kerusakan oksidatif dan mikrobial. Dendeng kering oven yang
dihasilkan dalam penelitian memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan
dendeng kering oven komersial. Keadaan tersebut menyebabkan dendeng kering
oven hasil penelitian dapat lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme.
Tabel 8. Kadar Air Dendeng Kering Oven

Lama Penyimpanan (Minggu) Setelah Digoreng(%)

0 28,99±5,88a

1 32,91±11,61ab

2 23,22±5,17a
4 35,41±3,54b

Keterangan: huruf subscript yang tidak sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05)

Tingginya kadar air dendeng hasil penelitian dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain, perlakuan penggilingan, jenis dan bagian daging yang digunakan,
metode pengeringan, kelembaban udara, dan suhu penyimpanan. Penggilingan pada
proses pembuatan dendeng menyebabkan bertambahnya luas permukaan sehingga
meningkatkan tingkat absorbsi air yang ada di udara ke dalam produk dendeng
kering oven selama penyimpanan.
Suhu yang digunakan pada proses pengeringan sebesar 69 oC dengan lama
pengeringan 4 jam. Rendahnya suhu dan singkatnya lama pengeringan akan
mempengaruhi kecepatan pengeringan dan menjadi salah satu faktor penyebab
tingginya kadar air dendeng kering oven hasil penelitian. Menurut Buckle et al.
(1987) beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah sifat fisik
produk, suhu alat pengeringan, kelembaban dan kecepatan udara. Pengeringan pada
proses pembuatan dendeng menurut Winarno (2008) digunakan untuk
memperpanjang daya tahan suatu bahan baik dengan cara penjemuran atau dengan
alat pengering. Soeparno (2005) menambahkan bahwa stabilitas produk daging
dengan proses pengeringan tergantung pada metode pengeringan, kadar air,
pengemasan, temperatur penyimpanan, dan kualitas produk daging sebelum
pengeringan.
Kenaikan kadar air selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban relatif lingkungan tempat penyimpanan. Suhu rata-rata selama
penyimpanan adalah 26,5oC dan kelembaban udara sebesar 75,6% (BMKG, 2009).
Tingkat kelembaban relatif yang tinggi menyebabkan adanya uap air yang masuk
pada saat pengemasan dan selama penyimpanan. Sehingga dapat mempengaruhi
peningkatan kadar air produk dendeng kering oven.
Lama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu menurut hasil analisis ragam
berpengaruh nyata terhadap kadar air dendeng kering oven (p>0,05). Kadar air
dendeng kering oven meningkat seiring dengan meningkatnya umur simpan. Uji
beda nyata terkecil menunjukkan bahwa kadar air dendeng kering oven pada
penyimpanan minggu ke-0 berbeda nyata dengan lama penyimpanan minggu ke-4,
sedangkan lama penyimpanan minggu ke-1 tidak berbeda nyata dengan lama
penyimpanan minggu ke-2.
Kenaikan kadar air pada dendeng kering oven hasil penelitian disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme. Gambar 6 memperlihatkan adanya pertumbuhan
jamur dan kapang pada dendeng kering oven pada minggu ke-2. Pertumbuhan jamur
dan kapang tersebut memperlihatkan bahwa dendeng kering oven mengalami
kerusakan mikrobial.

Gambar 6. Pertumbuhan Jamur dan Kapang pada Dendeng Kering Oven

Mikroorganisme akan menggunakan sumber karbohidrat yang terkandung


dalam dendeng kering oven hasil penelitian sebagai sumber energinya. Karbohidrat
akan dipecah oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida, air dan energi. Air
sebagai hasil dari pemecahan karbohidrat tersebut akan menyebabkan kenaikan kadar
air. Menurut Fardiaz (1992) yeast yang bersifat oksidatif (respirasi) memecah gula
(glukosa) menjadi karbondioksida dan air yang dipergunakan untuk energi. Yanti et
al. (2008) menambahkan bahwa hasil metabolisme bakteri antara lain adalah air yang
dapat meningkatkan kadar air dari daging. Semakin tinggi total koloni bakteri pada
daging maka semakin tinggi pula kadar airnya.
Kadar air dendeng hasil penelitian akan menentukan mutu dendeng serta akan
mempengaruhi pengujian lanjut tingkat oksidasinya. Sehingga tingkat oksidasi lemak
yang terjadi pada dendeng kering oven hasil penelitian akan lebih rendah
dibandingkan tingkat oksidasi lemak pada dendeng komersial. Sesuai dengan Labuza
dan Nelson (1992) yang menyatakan bahwa tingkat oksidasi lipida berada pada titik
maksimum pada kadar air yang rendah.

Pengaruh Lama Simpan Terhadap Aktivitas Air


Aktivitas air produk dendeng hasil penelitian pada minggu ke-0 sebesar 0,85
dan pada minggu ke-4 sebesar 0,80. Nilai tersebut sesuai dengan kisaran standar
mutu bahan pangan semi basah menurut Salguero et al. (1994) yaitu berkisar 0,6-
0,91. Nilai aktivitas air akan sangat mempengaruhi laju oksidasi lipida sebab
aktivitas air dapat mempengaruhi aktivitas dari katalis logam yang merupakan katalis
terjadinya oksidasi lipida sesuai dengan Labuza dan Nelson (1992) yang menyatakan
peningkatan aktivitas air akan menurunkan aktivitas dari katalis logam yang akan
menyebabkan laju oksidasi lipida berjalan lambat.
Aktivitas air pada produk dendeng kering oven tergolong tinggi sehingga
produk dendeng kering oven memiliki potensi yang cukup besar tercemar
mikroorganisme. Grafik isoterm sorpsi air menurut Nelson dan Labuza (1992)
menunjukkan bahwa bahan makanan yang memiliki kadar air diantara 60-95%
memiliki aktivitas air mendekati 1. Bahan pangan yang memiliki aktivitas air tinggi
mengalami degradasi yang disebabkan oleh kerusakan mikrobial atau enzimatis
secara alami.
Stabilitas mikrobiologi dari produk daging menurut Kuo dan Chu (2003)
tergantung pada aktivitas air, pH, dan temperatur. Aktivitas air produk daging akan
meningkat seiring dengan penurunan kandungan lemak. Jumlah mikroorganisme
pada produk daging menurut Devatkal (2004) relatif tinggi selama penyimpanan.
Kontaminasi mikroorganisme tersebut dapat terjadi selama penanganan,
pengemasan, penyimpanan dan pengambilan sampel saat analisis. Aktivitas air
menurut Heriwati (2008) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya
digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba
lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh,
sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Selama penyimpanan reaksi oksidasi pada dendeng kering oven tetap


berlangsung. Oksidasi lemak pada dendeng kering oven meningkat seiring dengan
lama penyimpanan. Dendeng kering oven hasil penelitian dapat dinyatakan belum
mengalami kerusakan kimia yang nyata akibat oksidasi lemak, namun tidak layak
dikonsumsi mulai minggu ke-2 karena menunjukkan adanya pertumbuhan kapang.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lama simpan yang lebih
panjang dengan kadar air produk dendeng kering oven yang distandarkan dengan
SNI 01-2908-1992. Penelitan oksidasi lemak dipengaruhi oleh banyak faktor,
contohnya suhu, kelembaban, metode pengemasan, metode penyimpanan dan
karakteristik produk. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat mengkondisikan
faktor-faktor tersebut dengan memperbaiki teknologi pengeringannya, sehingga
pengaruh perlakuan dan mekanisme oksidasi akan lebih jelas dan lebih detail terlihat.
Perlu dilakukan analisis mikrobial dendeng matang kering oven untuk mengetahui
kerusakan mikrobiologis yang terjadi selama penyimpanan.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
kekasih Allah, Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat serta para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan
Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si. yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan
waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan
skripsi dan ujian akhir sarjana. Terima kasih kepada Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr. dan
Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai dosen penguji pada ujian akhir sarjana. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rukmiasih, M.Si. sebagai
pembimbing akademik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suyitno dan Ibu Na’imah
serta orangtua kedua penulis, Bapak Yanto dan Ibu Yani yang senantiasa
memberikan kasih sayangnya dan mendo’akan yang terbaik untuk keberhasilan
penulis. Bapak Mashudi dan Ibu Nunung yang telah mendampingi secara teknis
selama proses penelitian di laboratorium. Terima kasih kepada kakak dan adikku
tercinta, Intan Maulida, Mufida, Nailul Fatimah, Muhammad Rosyid Ridlo dan
Rosyidah, yang selalu memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di IPB, serta seluruh keluarga besar yang ada di Sidoarjo, Pacitan dan Depok.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman dalam satu penelitian,
Eka Kurniawati dan Murnie Prirahayu Handoyo, sahabat-sahabat di Famm Al-
An’aam dan teman-teman IPTP 42, keluarga besar Ramadhan jilid 1, keluarga An-
Najm, keluarga Kafilletuh, teman-teman FL42H dan ID yang banyak memberikan
pelajaran hidup yang sangat berharga bagi penulis. Terakhir, penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Bogor, Februari 2010

Penulis

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
kekasih Allah, Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat serta para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan
Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si. yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan
waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan
skripsi dan ujian akhir sarjana. Terima kasih kepada Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr. dan
Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai dosen penguji pada ujian akhir sarjana. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rukmiasih, M.Si. sebagai
pembimbing akademik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suyitno dan Ibu Na’imah
serta orangtua kedua penulis, Bapak Yanto dan Ibu Yani yang senantiasa
memberikan kasih sayangnya dan mendo’akan yang terbaik untuk keberhasilan
penulis. Bapak Mashudi dan Ibu Nunung yang telah mendampingi secara teknis
selama proses penelitian di laboratorium. Terima kasih kepada kakak dan adikku
tercinta, Intan Maulida, Mufida, Nailul Fatimah, Muhammad Rosyid Ridlo dan
Rosyidah, yang selalu memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di IPB, serta seluruh keluarga besar yang ada di Sidoarjo, Pacitan dan Depok.
Ucapan terima kasih kepada teman seperjuangan dalam penelitian, Eka
Kurniawati dan Murni Prirahayu Handoyo, sahabat-sahabat tercinta di Famm Al-
An’aam dan teman-teman IPTP 42, Ramadhan jilid 1 (Ummi, Ari, Dhenok, Dhani,
Lenny, Siti, Anis, Uyuy), An-Najm (Vita, Dewi, Sari, Septi, Sugiarti, Lala, Rifah,
Nidia), Kafilletuh (Ana, Fitri, Ita, Lala, Laela, Tiwi, Uci, Heni) yang banyak
memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi penulis. Terima kasih kepada
saudara-saudara seperjuangan di MSID 1430 H, FL42H dan ID yang memberikan
warna dan dinamika hidup bagi penulis. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Bogor, Februari 2010

Penulis

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Alwafaz, M., J.S. Smith and I.J. Jeon. 1994. Maillard reaction products as
antioxidants in pre-cooked ground beef. Journal of Food Chemistry 51: 311-
318.

Apriyanto, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedanmawati, S. Budiyanto. 1989.


Petunjuk Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU dan Gizi Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Association of Official Analytical Chemistry (AOAC). 1997. Offical Method of


Peroxide Value of Oils and Fats. The Association of Analytical Chemists
Inc., Arlington, Virginia, USA.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2009. Data Temperatur dan


Kelembaban Kecamatan Dramaga 2009. Bogor.

Balentine, C.W., P.G. Crandall, C.A. O’Bryan, D.Q. Duong, F.W. Pohlman. 2006.
The pre- and post-grinding application of rosemary and its evects on lipid
oxidation and color during storage of ground beef. Journal of Meat Science
73: 413-421.

Basmal, J., B.S.B. Utomo, K.D.A. Taylor. 1997. Pengaruh perebusan, penggaraman
dan penyimpanan terhadap penurunan kandungan lisin yang terdapat dalam
ikan pindang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 3(2).
http://www.scribd.com/doc/24666851/null. [7 Juli 2009].

Belitz, H.D., W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag, Berlin Heidelberg,


Jerman.

Budijanto, S., L. Nuraida, dan A. Susanto. 2000. Studi stabilitas minyak kapang
mucor inaequisporus M05 II/4 kaya asam gamma linolenat selama
penyimpanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 11(2): 49-54.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Campo, M.M., G.R. Nute, S.I. Hughes, M. Enser, J.D. Wood, R.I. Richardson. 2006.
Flavour perception of oxidation in beef. Journal of Meat Science 72: 303–
311.

Choe, E., D.B. Min. 2006. Mechanisms and factors for edible oil oxidation.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Savety. Vol 5, Institute of
Food Technologists.
Devatkal, S., S.K. Mendiratta, N. Kondaiah. 2004. Quality characteristics of loaves
from buffalo meat, liver and vegetables. Journal of Meat Science 67: 377–
383.

Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI 01-3555-
1992, Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Kadar Air (Metode Oven). SNI 01-2891-1992,
Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Dendeng Sapi. SNI 01-2908-1992, Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Angka Asam. SNI 01-3159-1992,


Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Bawang Putih. SNI 01-3160-1992,


Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 2000. Gula Merah Tebu. SNI 01-6237-2000, Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Flick, Gg. J., G.P. Hong, and G.M. Knobl. 1992. Lipid oxidation of seafood during
storage. Dalam A.J. St.Angelo (Edittor). Lipid Oxidation in Food. American
Chemical Society, Washington.

Gandemer, G. 2002. Lipids in muscles and adipose tissues, changes during


processing and sensory properties of meat products. Journal of Meat Science
62: 309–321.

Guardia, M.D., L. Guerrero, J. Gelabert, P. Gou, J. Arnau. 2006. Consumer attitude


towards sodium reduction in meat products and acceptability of fermented
sausages with reduced sodium content. Journal of Meat Science 73: 484–490.

Handoyo, M.P. 2010. Laju oksidasi dendeng giling kering oven selama
penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haryanto, E. 2000. Dendeng Giling. Kantor Deputi Menegristek Bidang


Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Jakarta. http://www.agos.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Den-
deng %201.pdf. [10 Mei 2009].

Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang
Pertanian 27: 4-11.

Hudson, B.J.F. 1983. Evaluation of oxidative rancidity techniques. Dalam J.C. Allen
dan R.J. Hamilton (Edittor). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers,
London and New York.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.

Kuo, C.C., C.Y. Chu. 2003. Quality characteristics of Chinese sausages made from
PSE pork.

Maryam, R., Y. Sani, S. Juariah, R. Firmansyah dan Miharja. 2003. Efektivitas


ekstrak bawang putih (Allium satium Linn) dalam penanggulangan aflatoksis
pada ayam petelur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Bogor. 29-30 September 2003: p.454-461.

Nelson, K.A., T.P. Labuza. 1992. Relationship between water and lipid oxidation
rates. Dalam A.J. St.Angelo (Edittor). Lipid Oxidation in Food. American
Chemical Society, Washington.

Parwata, I. M.O.A dan P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak
atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia 2(2): 100-
104.

Puolanne, E.J., M.H. Ruusunen, J.I. Vainionpaa. 2001. Combined effects of NaCl
and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and without added
phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7.

Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama
penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya, Malang.

Rossell, J.B. 1983. Measurement of rancidity. Dalam J.C. Allen dan R.J. Hamilton
(Edittor). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London and New
York.

Saghir, S., K.H. Wagner, I. Elmadfa. 2005. Lipid oxidation of beef fillets during
braising with different cooking oils. Journal of Meat Science 71: 440–445.

Salguero, J.F., R. Gomez., M.A. Carmona. 1994. Water activity of spanish


intermediate-moisture meat products. Journal of Meat Science 38: 341-346.

Sartika, R.A.D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)
terhadap pembentukan asam lemak trans. Jurnal Makara Sains 13(1): 23-
28.

Simpen, I.N. 2008. Isolasi cashew nut shell liquid dari kulit biji jambu mente
(Anacardium occidentale L) dan kajian beberapa sifat fisikokimianya. Jurnal
Kimia 2(2):71-76.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soputan, J.E.M. 2004. Dendeng sapi sebagai alternatif pengawetan daging. Disertasi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Steel. R.G.D and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan B.
Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suyasa, I.W.B. 2006. Isolasi bakteri pendegradasi minyak/lemak dari beberapa


sedimen perairan tercemar dan bak penampung limbah. Jurnal Kimia.
http://www.ejournal.unud.ac.id/abstrak/5.pdf. [27 Desember 2009].

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press,


Jakarta.

Tarladgis, B.G.B. M., Watts, M.T. Younathan and L.R. Duggan. 1960. A destilation
method for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods.
Journal of American Oil Chemstry Society 37: 44-48.

Tekno Pangan dan Agroindustri. 2003. Aneka olahan ubi jalar, mei basah, enyek-
enyek, abon, dendeng. Volume 1 nomor 4 Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi, Bogor.

Trilaksani, W. 2003. Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja Antioksidan dan Peran


Terhadap Kesehatan. Term paper Intoductory Science Philosophy (PPS702).
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Usmiati, S. dan A. Priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso daging
kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
http://www.peternakanlitbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkb 06-
15.pdf. [1 Maret 2009].

Vercellotti, J.R., A.J. St.Angelo, and A.M. Spanier. 1992. Lipid oxidation in foods
Dalam A.J. St.Angelo (Edittor). Lipid Oxidation in Food. American
Chemical Society, Washington.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yanti, H., Hidayati, Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE
(polyethylene) dan plastik PP (polypropylene) di pasar Arengka kota
Pekanbaru. Jurnal Peternakan 5(1): 22 – 27.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Bilangan Asam Dendeng Kering Oven Selama
Penyimpanan yang Diuji Setelah Penggorengan
Sumber db JK KT F Hit P
Keragaman
Perlakuan 3 0,45 0,15 3 0,1077
Kelompok 2 0,21 0,11 2,2

Error 6 0,28 0,05


Total 11 0,94
Keterangan : P<0,05 = Nyata

Lampiran 2. Analisis Ragam Bilangan Peroksida Dendeng Kering Oven Selama


Penyimpanan yang Diuji Setelah Penggorengan
Sumber db JK KT F Hit P
Keragaman
Perlakuan 3 4,24 1,41 3,81 0,0758
Kelompok 2 1,33 0,67 1,81

Error 6 2,21 0,37


Total 11 7,78
Keterangan : P<0,05 = Nyata

Lampiran 3. Uji Friedman Bilangan TBA Dendeng Kering Oven Selama


Penyimpanan yang Diuji Setelah Penggorengan
Lama N Median Total Rataan P Z
Penyimpanan Rangk Rank
0 3 0,3149 6 2 0,1218 1,835
1 3 0,3874 9 3

2 3 0,1826 4 1,33
4 3 0,6946 11 3,67
Keterangan : P<0,05 = Nyata
Lampiran 4. Analisis Ragam Kadar Air Dendeng Kering Oven Selama Penyimpanan
yang Diuji Setelah Penggorengan.
Sumber db JK KT F Hit P
Keragaman
Perlakuan 3 256,20 85,40 4,85 0,0509
Kelompok 2 377,61 188,81 10,72

Error 6 17,61 17,61


Total 11
Keterangan : P<0,05 = Nyata

Lampiran 5. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Kadar Air Dendeng Kering Oven
Selama Penyimpanan yang Diuji Setelah Penggorengan.
Lama Penyimpanan Rataan Group Kesamaan
(Minggu)
0 28,99±5,8761 ab
1 32,91±11,6109 ab

2 23,22±5,1675 a
4 35,41±3,5441 b
Lampiran 6. Data Rata-rata Temperatur (oC) dan Kelembaban (%) Kecamatan
Dramaga Tahun 2009.
Tanggal Agustus September
Temperatur Kelembaban Temperatur Kelembaban
1 25,8 67 27,0 77
2 25,5 70 26,8 80
3 25,0 66 27,2 71
4 25,3 74 26,7 69
5 25,9 78 27,0 76
6 26,0 70 28,2 71
7 26,1 75 27,1 69
8 26,6 76 27,0 71
9 26,4 70 26,5 77
10 26,2 76 26,5 79
11 26,6 76 26,3 85
12 27,0 80 26,7 79
13 27,4 78 27,3 74
14 27,1 80 26,7 69
15 26,3 81 26,5 74
16 26,8 76 25,6 85
17 25,9 83 25,6 87
18 25,6 86 25,9 82
19 26,3 76 25,6 83
20 25,8 75 26,2 75
21 25,9 75 25.6 73
22 26,3 72 26,3 71
23 26,5 74 26,6 73
24 26,6 73 26,3 80
25 26,8 74 26,8 80
26 26,0 78 26,9 72
27 25,8 81 26,8 69
28 26,0 72 26,8 70
29 26,5 74 27,5 67
30 27,1 71 27,4 70
31 27,2 74

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 2009

Anda mungkin juga menyukai