Anda di halaman 1dari 8

Banyak makalah antropologi budaya yang membahas berbagai suku di

Indonesia. Artikel ini membahas mengenai suku Baduy Dalam yang tidak
tersentuh posmodernisme.

Masyarakat posmodernisme (disingkat posmo) yang sangat konsumenrisme


telah menjadi gaya hidup di kota-kota besar. Contoh kecil yang bisa kita tilik
adalah penggunaan ponsel di kalangan masyarakat kita.

Jika dalam kurun waktu sepuluh tahun ke belakang pengguna ponsel adalah
kalangan orang kaya saja, tapi sekarang hampir setiap orang pasti punya ponsel,
tidak peduli dia kaya atau miskin, anak atau orang dewasa. Ponsel dianggap
sebagai kebutuhan primer, bukan lagi kebutuhan sekunder apalagi tersier.

Contoh lain adalah pengguna laptop, sekarang pun laptop bukan lagi sesuatu
yang mewah, melainkan sesuatu yang biasa. Kita lihat di kafe kafe di mal-mal
hampir semua pengunjung membuka laptopnya, menggunakan hotspot,
kumudian asyik di dunia maya.

Inilah salah satu ciri masyarakat posmo kota yang tidak lagi memandang ruang
dan waktu, sosial atau budaya. Semua kalangan bisa menggunakan fasilitas
yang ada, asal ada uang.

Namun, budaya posmo yang konsumenrisme ini tidak bisa menyentuh


masyarakat Baduy Dalam yang tinggal di wilayah pedalaman Jawa Barat,
tepatnya di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Ternyata, masyarakat Baduy masih bisa mempertahankan budaya aslinya tanpa


harus tersentuh budaya posmo yang sudah merangsek masyarakat kota-kota
besar. Mereka masih bisa hidup dengan baik-baik saja tanpa ponsel atau laptop.

Lain halnya dengan orang kota, ketinggalan ponsel saja seperti ketinggalan


nyawa, seolah dunia hanya bisa hidup dengan menggunakan ponsel.

Wilayah suku Baduy meliputi, Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna. Kata baduy
sendiri diambil dari nama sebuah sungai yang menjadi urat nadi yang
menyatukan ketiga desa tersebut.

Di desa ini tinggal masyarakat suku Baduy Luar yang sudah berbaur dengan
masyarakat umum. Mereka sudah beradaptasi dengan kebudayaan kota, namun
tetap mempertahan tradisinya, seperti berpakaian hitam-hitam, menggunakan
bahasa sunda yang kental, dan mengunakan sandal jepit kulit.

Suku Baduy Luar pun sudah mengenal sekolah dan sudah bisa berbahasa
Indonesia. Rumah mereka sudah berjendela kaca bahkan di antaranya sudah
ada yang terbuat dari tembok. Mereka sudah mengenal radio dan televisi bahkan
di antara mereka ada yang menggunakan ponsel.
Adapun yang tidak tersentuh budaya posmo sama sekali adalah masyarakat
suku Baduy Dalam yang masih tinggal di dalam hutan. Rumah mereka terbuat
dari bambu dengan atap daun rumbia. Rumah mereka tidak berjendela kaca.
Jendela mereka terbuka dan ditutup dengan kayu biasa.

Masyarakat suku Baduy Dalam hanya terdiri dari empat puluh suhunan,
maksudnya hanya terdiri dari empat puluh kepala keluarga. Mereka dipimpin
oleh seorang kelapa suku adat yang disebut Jaro. Seorang Jaro bisa menjadi
media penghubung antara masyarakat Baduy Luar dan Dalam.

Masyarakat Baduy dalam beragama sunda wiwitan. Mereka beranggapan bahwa


dunia tercipta dari Arca Domas yang berada di hutan larangan. Arca domas
dipercaya sebagai inti jagad.

Masyarakat suku Baduy Dalam selalu berpakaian putih-putih dan tidak dijahit.
Mereka tidak pernah memakai sandal. Ke manapun mereka pergi selalu tanpa
alas kaki. Mereka tidak mengenal sekolah, tidak mengenal dunia luar. Mereka
begitu tertutup. Mereka hanya mengenal huruf sunda dengan ejaan hanacaraka
datasawala.

Mereka sangat kuat dengan tradisi leluhurnya yang selalu mengunakan media
alam untuk menjalani kehidupan, mereka tidak mengenal uang, mereka juga
tidak mengenal listrik. Mata pencaharian mereka dari bertani. Gula aren adalah
salah satu produknya.

Mereka bisa hidup tanpa teknologi. Apa kita sebagai orang kota, bisakah kita
hidup tanpa teknologi?
Uniknya Macam-macam Kebudayaan Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika,
yang artinya berbeda-beda tetapi satu jua. Karena bentuk negaranya yang
kepulauan, bukan sebuah hal aneh jika ada berbagai macam-macam
kebudayaan Indonesia.

Hal itu pula yang menjadikannya Negara terkaya adat-istiadat dan


kebudayaanya di dunia. Sejarah Terbentuknya Macam-macam Kebudayaan
Indonesia memiliki kumpulan kepulauan terbesar dan terpanjang di dunia.
Menurut ahli-ahli geologi, hal ini terbentuk pada akhir zaman es terkahir atau
disebut Kala Glacial Wurm (Koentjaraningrat, 2004).

Sedangkan manusia Indonesia yang paling tua sudah ada sejak kira-kira satu
juta tahun yang lalu. Saat itu dataran Sunda masih merupakan daratan
sedangkan benua Asia Tenggara serta beberapa kepulauan di sekitarnya masih
bergabung menjadi satu. Beberapanya kemudian disebut sebagai Homo
Soloensis dan Homo Wajakensis.

Manusia-manusia tua Indonesia tadi kemudian melakukan penyebaran di


berbagai daerah kepulauan yang telah terbentuk dan mulai memiliki
kebudayaan-kebudayaan sendiri, yang berbeda antara satu dengan lainnya
karena berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah faktor geografis.

Macam-macam Kebudayaan Indonesia

1. Kebudayaan Nias Penduduk,

Nias memiliki kebudayaan Megalithik, warisan dari benua Asia di jaman


perunggu. Bahasa Nias juga termasuk dalam kelompok bahasa Melayu-
Polinesia, dan memiliki dua logat yakni logat Nias Utara dan Nias Selatan.

Bentuk rumah di Nias terdapat dua macam, yaitu model rumah adat yang disebut
Omo Hada dan model rumah biasa atau Omo Pasisir. Kegiatan ekonomi orang
Nias dahulu, lebih pada kegiatan bercocok tanam di ladang. Selain itu juga
mereka berburu, menangkap ikan, beternak dan menjadi tukang.

2. Kebudayaan Batak

Orang-orang Batak memiliki marga-marga atau suku-suku yang terdiri atas suku
Karo, suku Simalungun, suku Pakpak, suku Toba, suku Angkola, dan suku
Mandailing. Dan ke-semua suku-suku itu memiliki satu nenek moyang yang
disebut Si Raja Batak. Orang Batak dikenal sebagai kaum perantau yang kini
telah menyebar ke berbagai daerah di hampir seluruh wilayah Indonesia,
terutama di Jawa.
Perkawinan yang dianggap ideal oleh orang Batak ialah apabila terjadi
perkawinan antara seorang lelaki dengan seorang perempuan anak dari saudara
laki-laki ibunya. Selain itu orang lelaki Batak pantang menikah dengan seorang
wanita yang semarga dengannya atau dengan anak perempuan dari saudara
perempuan ayah.

3. Kebudayaan Jawa

Sebetulnya pusat kebudayaan Jawa terdapat di dua tempat yaitu Yogyakarta


dan Surakarta, sebagai bekas kerajaan Mataram jaman dahulu. Meskipun
begitu, di berbagai daerah tempat tinggal orang-orang Jawa terdapat berbagai
variasi dan perbedaan kebudayaan yang bersifat lokal. Yang uniknya, tetap
menunjukkan satu pola atau sistem kebudayaan Jawa.

Ada dua macam bahasa Jawa dilihat dari kriteria tingkatan, ialah bahasa Jawa
Ngoko dan Krama. Kegiatan utama perekonomiannya adalah bercocok tanam,
karena suburnya lahan-lahan di Jawa. Perkawinan tak boleh dilakukan bila
mereka saudara sekandung (incest).

4. Kebudayaan Sunda

Yang disebut sebagai suku bangsa Sunda secara antropologi adalah orang-
orang keturunan sunda dengan dialeknya serta bertempat tinggal di daerah Jawa
Barat. Bahasa Sunda dipakai luas dalam masyarakat Jawa Barat meski dengan
dialek dan tingkat kehalusan kata yang berbeda-beda. Orang Sunda gemar
membuat pantun-pantun. Ada tiga kesatuan atau unit sosial masyarakat Sunda
yang menjadi pusat kegiatan ekonomi mereka, yaitu kota, desa, dan daerah
perkebunan.

5. Kebudayaan Bali

Ada dua macam bentuk masyarakat di Bali, yang disebabkan oleh pengaruh
kebudayaan Jawa-Hindu pada jaman Majapahit dulu. Dua bentuk itu ialah
Masyarakat Bali Aga (orang Bali Asli) dan Bali Majapahit (orang Majapahit). Bali
Aga lebih banyak menempati daerah pegunungan, sedangkan Bali Majapahit
menempati daerah dataran.

Dahulu, mata pencaharian orang Bali 70% nya adalah bercocok tanam. Tetapi
karena banyaknya wisatawan domestik dan asing yang berwisata di Bali,
membuat pergeseran yang besar dalam sistem perekonomian Bali. Kegiatan
ekonomi pariwisata sekarang lebih banyak di Bali.
Di Bali juga terdapat sistem klan dan wangsa (kasta). Sebagian besar dari orang
Bali menganut agama Hindu-Bali. Macam-macam kebudayaan Indonesia sangat
unik dan menarik. Yang dituliskan di atas barulah sekelumit saja dari macam-
macam kebudayaan Indonesia yang tersebar, mulai dari sabang sampai
merauke. Tetapi ingatlah, kawan. Meski berbeda tetap satu jua, Indonesia!!

http://www.anneahira.com/macam-macam-kebudayaan-indonesia.htm
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/01/kebudayaan-suku-baduy.html

Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat
tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar
Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada daerah

Baduy atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah kelompok
masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat, desa
terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah DESA Ciboleger (jawa barat). Dari
desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku baduy luar. Tetapi sebelum kita masuk
kewilayah suku baduy kita harus melapor dulu dengan pimpinan adatnya yang di sebut
Jaro. Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu,
panamping, dan dangka.

* Kelompok tangtu (baduy dalam).


suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk
kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada
seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat).
Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri
khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta
memakai ikat kepala putih dan golok. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing,
mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa
alas dan tidak pernah membawa uang. mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang
mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh
mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup
tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu
contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan
Bambu. Mereka membuat sebuah Jembatan tanpa menggunakan paku, untuk mengikat
batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan
digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.

* Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar),


mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang
mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak
berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal
kebudayaan luar, seperti bersekolah.

* Kelompok Baduy Dangka,


mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang
tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka
tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar

Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma
dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren,
tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy
dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid
dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat
ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku
Baduy sendiri.

Inti dari kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat
mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Isi terpenting dari
‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau
perubahan sesedikit mungkin:

“Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung”


(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)

suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai
pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat
kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro
memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro
tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan
hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas
menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar
Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro
tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro
tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara
masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh
pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong

Hukum di didalam Masyarakat Baduy

Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat
dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan
sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis
pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga
Baduy.

Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku
pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi
peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan dimasukan ke dalam
lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, jika
hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam
atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro.
Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan
Baduy.
menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang
sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan berpakaian
ala orang kota.

Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak boleh
bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian dengan
naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan
beristri lebih dari satu.

Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam berbusana yang
didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy Dalam
dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang yang
disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan
tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.

Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman, yang
hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku baduy
menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka
pakai adalah baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan
corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar, menunjukan
bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan, untuk busana
yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu
menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan busana semacam sarung
warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Bagi wanita yang sudah menikah,
biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah
dadanya harus tertutup.
Blog dengan ID 26250 Tidak ada
Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak
ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua
perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.

Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran.


Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan
membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua, selain
membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang
terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat
kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan.
Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian.
Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah
meninggal

Anda mungkin juga menyukai