MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS Kel. 1
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS Kel. 1
Oleh : Kelompok 1
Kelas 3A
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah penulis
susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Keperawatan Kritis.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan,
pengarahan dan bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sungguh bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun guna menyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
inspirasi bagi banyak orang
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................1
C. Tujuan Masalah ...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ................................................................................3
B. Etiologi ................................................................................3
C. Patofisiologi ................................................................................4
D. Manifestasi Klinis ................................................................................5
E. Pemeriksaan diagnostik...........................................................................5
F. Penatalaksanaan ................................................................................7
G. Manajemen kritis ................................................................................8
H. Komplikasi ..............................................................................10
I. Asuhan Keperawatan.............................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................22
B. Saran......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi
yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis
diabetik juga merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik
ini diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan
insulin.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi
ketoasidosis diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak
terdiagnosa, ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin,
adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan
stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan
emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi
rehidrasi, pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema
paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik.
Komplikasi iatrogenik tersebut ialah hipoglikemia, hipokalemia, edema
otak, dan hipokalsemia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi dari Diabetikum Ketoasidosis?
2. Bagaimana etiologi dari Diabetikum Ketoasidosis?
3. Bagaimana patofisiologis dari Diabetikum Ketoasidosis?
4. Apa saja manifestasi klinis dari Diabetikum Ketoasidosis?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetikum Ketoasidosis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari Diabetikum Ketoasidosis?
7. Apa saja komplikasi dari Diabetikum Ketoasidosis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dari Diabetikum Ketoasidosis?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Agar mengetahui definisi dari Diabetikum Ketoasidosis.
2. Agar mengetahui etiologi dari Diabetikum Ketoasidosis
3. Agar mengetahui patofisiologis dari Diabetikum Ketoasidosis.
4. Agar mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Diabetikum
Ketoasidosis.
5. Agar mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetikum
Ketoasidosis.
6. Agar mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Diabetikum
Ketoasidosis.
7. Agar mengetahui apa saja komplikasi dari Diabetikum Ketoasidosis.
8. Agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Diabetikum
Ketoasidosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan
ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni (American Diabetes Association, 2004).
B. ETIOLOGI
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis
dan tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
1) Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis.
diketahui bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat
tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
2) Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
3) Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak
adekuat
4) Kardiovaskuler : infark miokardium
5) Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan,
pengobatan kortikosteroid and adrenergik.
C. PATOFISIOLOGI
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi
asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh
akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria.
Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam
lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton,
menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria
akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air
dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan
klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan
uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan
mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD
adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang
seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme
karbohidrat dan lipid normal.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis
diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi
darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
D. MANIFESTASI
1. Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
2. Penglihatan yang kabur
3. Kelemahan
4. Sakit kepala
5. Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin
akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
6. Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai
denyut nadi lemah dan cepat.
7. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
8. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.
9. Mengantuk (letargi) atau koma.
10. Glukosuria berat.
11. Asidosis metabolik.
12. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan
elektrolit.
13. Hipotensi dan syok.
14. Koma atau penurunan kesadaran.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat
mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100
– 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa
darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg /
dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah
yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung
ekstrem di tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
F. PENATALAKSANAAN
Manajemen penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan
pemberian tiga agen berikut:
1. Cairan.
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan
yang hebat. NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3
jam. Pemberian cairan normal salin hipotonik (0,45 %) dapat
digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau
hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung
kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500
ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
2. Insulin.
Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin
intramuskular adalah alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau
bila akses vena mengalami kesulitan, misalnya pada anak anak
kecil. Asidosis yang terjadi dapat diatasi melalui pemberian insulin
yang akn menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan
pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin
diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu
( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa
ditambahkan kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah
mencpai 250 – 300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar
glukosa darah yang terlalu cepat.
3. Potassium.
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun
semua pasien penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh
yang mungkin terjadi secara hebat.
Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan
pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin
baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan suplemen potasium
ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang
baik atas seorang pasien penderita KAD (ketoasidosis diabetikum)
adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.
G. MANAJEMEN KRITIS
a. Terapi cairan, disarankan menggunakan larutan garan fisiologis
(normal saline ) untuk mengatasi dehidrasi. Kira-kira jumlah cairan
yang hilang adalah 100 mL/kgBB, sehingga pada satu jam pertama
diberikan 1-2 L, satu jam kedua diberikan 1L, begitu seterusnya sesuai
protokol.
b. Insulin, diberikan sesaat setelah diagnosis DKA ditegakkan. Insulin
dosis rendah, bolus intervena sebagai terapi inisiasi 0,1 U/kgBB diikuti
5-10 U/jam yang diberikan kontinyu. Insulin pump lebih dipilih bila
dibandingkan insulin subkutan atau bolus intervena, karena lebih
jarang menyebabkan hipoglikemia. Terapi insulin tetap diberikan
sampai DKA mengalami resolusi, meskipun kadar gula darah <200
mg/dL. Untuk mencegah hipoglikemia, laju terapi insulin dapat
dikurangi dan cairan diganti dengan Dekstose 5% atau 10%
c. Kalium, pasien DKA sering mengalami hiperkalemia, bahkan
terkadang menyebabkan gelombang T tinggi pada EKG. Namun pada
manajemen pasien DKA yang lebih ditakutkan adalah kondisi
hipokalemia yang diakibatkan pemberian insulin dan cairan pada
pasien DKA. Sehingga pemantauan kadar elektrolit darah perlu
dilakukan. Kalium dapat diberikan setelah produksi urin cukup
adekuat.
d. Glukosa, tujuan terapi DKA adalah meresolusi ketogenesis. Setelah
pemberian cairan 2 jam pertama dan pemberian insulin, kadar gula
darah bisa turung 60 mg/dL setiap jam hingga mencapai < 200 mg/dL.
Pada kondisi ini dapat dimulai pemberian infus mengandung dekstrose
5% untuk mencegah hipoglikemia.
e. Bikarbonat, menjadi perdebatan dalam penangan DKA. Sampai sejauh
ini para ahli sepakat memberikan bikarbonat bila pH arteri < 7.1.
Terapi antibiotik diberikan bila ada kecurigaan infeksi yang
mendahului. Oksigen diberikan bila pO2 < 80 mmHg. Heparin dapat
diberikan bila diketahui timbul Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC).
f. Monitoring
- Pantau konsentrasi gula darah setiap 2-3 jam
- Periksa kadar elektrolit setiap 6 jam pada 24 jam pertama, setelah
itu menyesuaikan kondisi.
- Periksa Blood Gas Analysis (BGA) setiap 6 jam bila pasien masuk
dengan pH < 7, hingga pH > 7.1. Selanjutnya dipantau setiap hari
satu kali hingga stabil.
- Monitoring ketat tekanan darah,frekuensi nafas dan nadi, setiap
jam.
- Gejala Dehidrasi dan Balance Cairan
- Waspadai kemungkinan DIC
H. KOMPLIKASI
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi
cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik,
didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya
fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun
waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan
gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab
pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir
dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani
secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka
penglihatan bisa normal kembali
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf.
Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang
dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang
rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena
bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat
menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.
4. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor
timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila
diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat
serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak
disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi,
sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa
sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah.
Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus
diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan
kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai
berupa koma dan kejang-kejang.
6. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan
tentang impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang
diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan
oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia
35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang
ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali.
Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni
(ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan
mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk
mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang
mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan
seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan
produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik.
Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan
menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak
dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh
jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah
mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4
kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau
lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan
lainnya.
7. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,
ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu
tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah
dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke
otak untuk menambah takanan darah.
8. Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih
terdapat beberapa komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi
tersebut misalnya:
1) Ganggunan pada saluran pencernakan akibat
kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah
ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2) Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi.
Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya
perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi,
sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit
penyembuhannya.
3) Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang
yang normal, penderita diabetes millitus lebih
mudah terserang infeksi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien
b. Keluhan utama klien : Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu : Menderita Diabetes Militus
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
2) Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum
purulen Frekuensi pernapasan meningkat.
b. B2 (Blood)
- Tachicardi
- Disritmia
c. B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
d. B4 (Brain)
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma
(tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
e. B5 (Bowel)
- Distensi abdomen
- Bising usus menurun
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat
atau aktifitas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perkusi jaringan b/d kurang pengetahuan tentang
proses penyakit
b. Ketidakefektifan pola napas b/d hiper ventilasi
c. Kekurangan volume cairan b/d kegagalan mekanisme regulasi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidak mampuan mengabsorpsi nutrien
e. Resiko infeksi b/d penyakit kronis
f. Resiko jatuh b/d perubahan kadar gulah darah
g. Intoleransi aktivitas b/d imobilisasi
h. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
i. Defesiensi pengetahuan b/d kurang pengetahuan
3. Intervensi Keperawatan
5. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka tidak sembuh :
penyakit kronis keperawatan selama 3x 24 1. Gambarkan karakteristik ulkus,catat
jam di harapkan: ukuran,
lokasi,warna,perdarahan,nyeri,bau,dan
1.Mengidentifikasi faktor edema.
resiko infeksi di 2. Irigasi ulkus dengan air atau larutan
pertahankan pada skala 2 saline,hindari tekanan yang berlebihan.
di tingkatkan ke Salala 3. 3. Bersihkan ulkus,dimulai dengan area
2. Mengidentifikasi tanda terbersih bergerak menuju area kotor.
dan gejal infeksi di 4. Tepuk lembut kulit pada tepian ulkus
pertahankan pada skala 2 yang kering.
di tingkatkan ke skala 4. 5. Demonstrasi kan metode untuk
melindungi luka dari pukulan,tekanan
dan gesekan.
6. Resiko jatuh b/d Setelah dilakukan tindakan Pencegah jatuh:
perubahan kadar keperawatan selama 3x 24 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif
gulah darah jam diharapkan : atau fisik dari pasien yang mungkin
1. Mempertahankan. meningkatkan potensi jatuh pada
Keseimbangan dari posisi lingkungan tertentu.
duduk ke posisi berdiri. 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang
2. Mempertahankan mempengaruhi resiko jatuh.
keseimbangan ketika 3. Gunakan pegangan tangan dengan
berjalan. panjang dan tinggi yang tepat untuk
mencegah jatuh dari tempat tidur.
4. Ajarkan anggota keluarga mengenai
faktor resiko yang berkontribusi
terhadap terjadinya kejadian jatuh.
5. Kolaborasi dengan anggota tim
kesehatan untuk meminimalkan efek
samping dari pengobatan yang
berkontribusi pada kejadian jatuh.
B. SARAN
Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis
diabetikum jatuh pada kondisi tidak stabil, maka yang perlu dilakukan
adalah sesegera mungkin melakukan penggantian cairan dan garam yang
hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati
dengan pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam
kasus ini diberikan antibiotik), serta mengembalikan keadaan fisiologi
normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian
pengobatan.
Daftar Pustaka