Anda di halaman 1dari 38

GEOHISTORI LOKASI DAN LENYAPNYA

IBUKOTA KERAJAAN MAJAPAHIT DI JAWA TIMUR

Tugas Terstruktur I
Sebagai Pengganti Ujian Tengah Semester
Matakuliah Geohistori
Yang dibina oleh Bapak Dr. Blasius Suprapta, M. Hum

Oleh Kelompok 11
:
Akmal Aji Hidayatullah 170732638038
Luthfi Zul Hazmi 170732638035
Riza Amilia 170732638005

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
NOVEMBER 2019
GEOHISTORI LOKASI DAN LENYAPNYA
IBUKOTA KERAJAAN MAJAPAHIT DI JAWA TIMUR

Tugas Terstruktur I
Sebagai Pengganti Ujian Tengah Semester
Matakuliah Geohistori
Yang dibina oleh Bapak Dr. Blasius Suprapta, M. Hum

Oleh Kelompok 11:


Akmal Aji Hidayatullah 170732638038
Luthfi Zul Hazmi 170732638035
Riza Amilia 170732638005

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesikan tugas terstruktur I dengan judul “Geohistori Lokasi

dan Lenyapnya Ibukota Kerajaan Majapahit di Jawa Timur”. Tugas ini disusun

sebagai tugas untuk emmenuhi mata kuliah Geohistori yang diampu oleh Bapak Dr.

Blasius Suprapta, M.Hum. Tidak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada

pihak yang telah berpartisipasi membantu dalam pembuatan tugas ini. Tanpa bantuan

dan dukungan mereka mungkin tugas ini tidak akan terselesaikan.

Penulis menyadari dalam penulisannya masih jauh dari kesempurnaan. Masih

banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi

yang lainnya. Oleh karena itu penulis meminta maaf atas ketidaksempurnaannya dan

juga memohon kritik dan saran untuk penulis agar bisa lebih baik lagi dalam membuat

tugas-tugas berikutnya.

Malang, 6 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR FOTO iv

DAFTAR PETA v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Peradaban dan Lingkungan 5

2.2 Persebaran 7 Unsur Kebudayaan 7

BAB III PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Paparan Data 12

3.2 Letak Ibukota Kerajaan Majapahit 14

3.3 Kondisi Alam Geografis Ibukota Kerajaan Majapahit 16

3.4 Hubungan Runtuhnya Ibukota Kerajaan Majapahit dengan Kejadian Alam 19

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 25

DAFTAR RUJUKAN 27

LAMPIRAN 28

iii
DAFTAR FOTO

Foto 1a. Candi Gentong 28

Foto 1b. Candi Gentong 28

Foto 2. Candi Tikus 29

Foto 3a. Kolam Segaran 29

Foto 3b. Kolam Segaran 30

Foto 4a. Bekas Kanal 30

Foto 4b. Bekas Kanal 31

Foto 4c. Rekonstruksi Jaringan Kanal 31

Foto 5a. Situs Pemukiman 32

Foto 5b. Situs Pemukiman 32

Foto 5c. Rekonstruksi Pemukiman 32

iv
DAFTAR PETA

Peta 1. Lokasi Ibukota Majapahit (Trowulan) 15

Peta 2. Ibukota Majapahit Trowulan 16

Peta 3. Lingkungan Alam Ibukota Kerajaan Majapahit 17

Peta 4. Perkiraan Aliran Lahar Gunung Anjasmoro 21

Peta 5. Keruntuhan Ibukota Kerajaan Majapahit 22

Peta 6. Perkiraan Aliran Lahar Gunung Kampud (Kelud) 24

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Ibukota merupakan titik terpenting atas suatu peradaban manusia. Ibukota

sebagai pusat perkembangan kegiatan manusia. Menjadi cermin atas kemajuan

peradaban manusia yang mendiaminya. Majunya ibukota menjadi nilai khusus bagi

daerah yang berada di wilayahnya. Tanpa ibukota tidak ada titik pusat yang

menjadi acuan negara dalam mengoperasikan kegiatannya.

Hal ini juga berlaku pada kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia. Ibukota yang

di dalamnya terdapat keraton tempat singgasana raja sebagai mikrokosmos yang

ada dalam penganut kosmologi Brahmana. Kepercayaan ini dapat diketahui pada

kerajaan kuno terakhir di nusantara, yaitu Kerajaan Majapahit. Ibukota kerajaan

Majapahit dianggap sebagai representasi dari indraprasta yang merupakan tempat

bersemayamnya para dewa. Ibukota dianggap sebagai acuan dalam menjalankan

pemerintahan.

Membahas tentang Majapahit memang tidak ada akhirnya. Banyak temuan-

temuan baru dan berbagai dugaan mengenai Majapahit. Hal ini juga berlaku pada

kajian ibukota kerajaan yang terbesar di nusantara ini. Pada awal berdirinya daerah

Majapahit dijelaskan di dalam kitab Pararaton sebagai berikut:

“...Ya ta mulaning anaruka alasing wong Trik. Duk mahu tinaruka dening
Madura, hana wong alapa kurang sangunipun ababad, amangan maja, kapahiten,
sama depun-buncal antukipun aruru maja punika, kasub yang wonten wohing maja
dahat apahit rasanipun, singgih ta ingaran ing Majapahit.”

1
Namun belum dapat diketahui dengan pasti bahwa daerah hutan orang Trik, yakni

di tepi Kali Brantas ini dijadikan ibukota Kerajaan Majapahit atau tidak setelah

Raden Wijaya membangun Kerajaan Majapahit (Djafar, 2012:150). Tidak ada satu

pun bukti arkeologi dan bukti tertulis yang dapat menjelaskan mengenai ibukota

Kerajaan Majapahit.

Di dalam berita China dari Dinasti Yuan (1280-1367) memberikan

keterangan yang juga kurang pasti menegnai ibukota Kerajaan Majapahit ini. Letak

Majapahit pada tahun 1293 ketika armada China datang ke pulau Jawa

mengemukakan bahwa Majapahit terletak di tepi sungai dan mempunyai jembatan

apung. Sungai yang dimaksud adalah Kali Brantas atau Kali Mas (Pa-tsieh). Pada

saat ini di tepi Kali Brantas, yakni di daerah Kabupaten Sidoarjo terdapat sebuah

desa Tarik, dan Kecamatannya Tarik, beberapa sarjana telah menghubungkan

daerah tersebut dengan Desa Trik yang dibangun oleh Raden Wijaya (Djafar,

2012:150-151).

Berdasarkan berita China yang lain, yaitu dari Ma Huan dan Kung Chen

(1434) Djafar (2012) menganalisis bahwa Kota Majapahit pada sekitar tahun 1416-

1434 tidak lagi berada di tepi Kali Brantas, melainkan bergeser ke arah barat daya

sejauh perjalanan darat, sedikitnya setengah hari. Hal ini diperkuat bahwa di dalam

Negarakrtagama, Prapanca tidak memberi petunjuk bahwa ibukota Kerajaan

Majapahit berada di tepi Kali Brantas. Banyak dugaan yang menunjukkan jika

ibukota Kerajaan Majapahit berada di Trowulan. Sebab dan kapan perpindahan

tersebut terjadi belum diketahui dengan pasti. Namun kemungkinan yang menjadi

pertimbangan perpindahan ibukota kerajaan tersebut karena daerah aliran Kali

Brantas sering dilanda banjir. Banjir-banjir yang terjadi merusakkan daerah di

2
sekitar aliran sungai sejak masa Airlangga, seperti yang disebutkan di dalam

Prasasti Kamalagyan 959 Saka (1037 Masehi).


peninggalan
Selain itu banyak situs-situs di Trowulan pada masa Majapahit yang

menguatkan dugaan bahwa Trowulan adalah ibukota Kerajaan Majapahit. Di dalam

observasi banyak situs yang terendam lumpur seperti Candi Gentong, Candi Tikus,

bekas kanal, situs pemukiman, dan lainnya. Namun tidak ada tulisan yang

menjelaskan mengenai hal tersebut. Situs-situs tersebut berkaitan dengan runtuhnya

ibukota Kerajaan Majapahit, yang mengakibatkan Kota Majapahit lenyap.

Berhubungan dengan lenyapnya Kerajaan Majapahit terdapat candrasengkala di

dalam Babad Tanah Jawi yaitu Sirna Ilang Krtaning Bhumi yang berarti 1400 Saka

(1478 M). Banyak yang mengaitkan runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit dengan

unsur politik, namun di sini runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit akan

diungkapkan berdasarkan kajian geohistori. Geohistori adalah kajian relasi antara

peristiwa sejarah dengan latar belakang geografi. Geohistori digunakan untuk

mencari data sejarah yang dijelaskan oleh alam yang tidak terekam oleh data

tertulis.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


1.2.1 Bagaimana letak ibukota Kerajaan Majapahit?

1.2.2 Bagaimana kondisi alam geografis ibukota Kerajaan Majapahit?

1.2.3 Bagaimana hubungan runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit dengan kejadian

alam?

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui letak ibukota Kerajaan Majapahit.

1.3.2 Untuk mengetahui kondisi alam geografis ibukota Kerajaan Majapahit.

1.3.3 Untuk mengetahui hubungan runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit dengan

kejadian alam.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Peradaban dan Lingkungan


Di dalam menjelaskan tentang kaitan antara keadaan lingkungan alam dengan

sejarah terdapat beberapa dimensi peradaban. Dimensi yang pertama adalah

dimensi kebentukan yang terdiri dari bahasa, agama, ideologi kemasyarakatan,

rasisme dan etnisisme. Dimensi yang kedua adalah dimensi keruangan, terdiri dari

skala makro, skala semi-makro, dan skala mikro. Dimensi selanjutnya yaitu

dimensi dimensi waktu, yang pertama berkaitan dengan umur peradaban siklus

lahir-berkembang-punah. Kemudian yang kedua berkaitan dengan suksesi

peradaban, dan yang terakhir berkaitan dengan umur peradaban. Dimensi yang

terakhir adalah dimensi struktural. Menurut Toynbee peradaban merupakan

keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian. Terdapat aspek politik, agama, dan

agama. Sedangkan Braudel mengatakan bahwa peradaban perlu dilihat dalam skala

yang paling kecil sampai besar, sederhana sampai yang utama, kemudian dibagi

dalam sub-sub peradaban sampai tingkatan yang paling kecil.

Terdapat beberapa konsepsi mengenai hubungan lingkungan dengan

kebudayaan. Konsepsi tersebut diantaranya, yaitu pertama model determinisme

lingkungan (enviromental determinism) yang dilatar belakangi oleh para ahli

geografi tahun 1920-an. Lingkungan fisik menjadi pendorong utama dalam

berbagai bidang kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan produk lingkungan

fisik yang terdiri dari topografi, lokasi geografis, iklim dan sumber daya alam.

5
model ini menitikberatkan pada cuaca dan iklim berpengaruh pada sejarah umat

manusia.

Konsepsi yang kedua yaitu posibilisme lingkungan (envoronmental

possibilism). Konsep ini melihat bahwa lingkungan tidak dapat mempengaruhi

peradaban manusia secara langsung. Lingkungan tidak bisa menciptakan fenomena-

fenomena sosio-budaya. Hal ini dapat dilihat dalam realitas yang menunjukkan

terdapat perbedaan budaya yang mempunyai lingkungan yang sama. Konsepsi

berikutnya adalah ekologi kebudayaan yang diprakarsai oleh Julian H.Steward.

Lingkungan mempengaruhi unsur-unsur tertentu dari kebudayaan. Faktor-faktor

lingkungan memiliki potensi posistif dan kreatif dalam proses kebudayaan. Inti

kebudayaan terdiri dari teknologi, ekonomi, populasi dan organisasi sosial.

Kebudayaan kemungkinan dapat mempengaruhi lingkungan alamiah dan

mengakibatkan rusaknya suatu ekologi.

Selanjutnya adalah konsepsi model ekosistem yang diperkenalkan oleh Vayda

dan Rappaport berdasarkan penelitian bangsa Maring di Tsembaga, Papua New

Guine. Konsep ini berpendapat bahwa organisasi sosial dan kebudayaan spesifik

dianggap sebagai adaptasi fungsional yang dapat memungkinkan populasi-populasi

yang mengeksploitasi lingkungan. Model ekosistem lebih mengarah kepada

keseimbangan homeostatis. Konsepsi berikutnya adalah konsepsi model aktor.

Konsepsi ini lebih menekankan pada interaksi antar indivisu yang bersifat rasional.

Tindakan-tindakannya yang mempengaruhi perubahan sumber daya. Adaptasi

seorang individu dipandang sebagai hasil dari sejumlah besar keputusan yang

menentukan cara mengksploitasi sumber daya alam yang ada dengan baik.

Konsepsi yang terakhir adalah konsepsi model multisistem. Konsepsi ini

6
dipengaruhi oleh fungsionalisme-struktural yang diprakarsai oleh Rambo. Konsepsi

ini memandang bahwa adaptasi dapat terjadi dalam suatu sistem pada tingkatan

sistem tertentu.

Di dalam kajian ini akan digunakan konsep diterminisme lingkungan

enviromental determinism) untuk menjelaskan bahwa kejadian alam mempengaruhi

tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tindakan ini dapat dilihat dari runtuhnya

ibukota Kerajaan Majapahit pada abad ke -15. Kebudayaan yang terjadi merupakan

produk atas lingkungan fisik seperti cuaca dan iklim yang terjadi atas ibukota

Kerajaan Majapahit.

Selain itu, berdasarkan teori peradaban yang telah dijelaskan, untuk

mengetahui hubungan alam dengan sejarah yang akan diungkapkan mengenai

runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit, maka teori yang sesuai dengan peristiwa ini

yaitu dimensi keruangan dengan skala mikro. Skala mikro dipilih karena peristiwa

mencakup wilayah yang kecil yakni terbatas pada wilayah ibukota Kerajaan

Majapahit saja.

2.2 Persebaran 7 Unsur Kebudayaan


2.2.1 Bahasa
Bahasa merupakan salah satu produk kebudayaan yang dihasilkan oleh

manusia. Bahasa merupakan media penghubung komunikasi antar individu

untuk menyampaikan informasi. Tidak dapat diketahui batas dari bahasa

tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa di setiap daerah

berbeda, namun untuk menentukan kelokalan bahasa itu sulit untuk

dilakukan. karena interaksi yang intesif antar manusia menyebabkan bahasa

7
itu mudah berkembang dan saling memengaruhi. Perbedaan bahasa juga

dapat disebabkan oleh adanya pelapisan sosial di dalam masyarakat yang

disebut sebagai tingkat sosial bahasa (social levels of speech)

(Koentjaraningrat, 2009:263).

2.2.2 Sistem Teknologi


Di dalam kehidupannya manusia tidak terlepas dari teknologi. Untuk

memudahkan kegiatannya manusia menggunakan teknologi yang dianggap

mampu menjadikan pekerjaannya selesai dengan cepat. Kajian kebudayaan

tidak dapat meninggalkan apa yang disebut dengan sistem teknologi manusia.

Adapun teknologi awal yang dibuat oleh manusia menurut Koentjaraningrat

(2009) diantaranya yaitu alat-alat produksi, alat membuat api, senjata, wadah,

pakaian, tempat berlindung dan perumahan, dan alat-alat transportasi. Semua

sistem teknologi tersebut sangat memengaruhi kehidupan manusia. bahkan

hingga sampai saat ini sistem teknologi terus dikembangkan sesuai dengan

kebudayaan yang dijalaninya.

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian


Mata pencaharian merupakan salah satu hal yang vital dalam kehidupan

manusia. Hal ini berkaitan dengan sistem perekonomian suatu masyarakat.

sistem mata pencaharian ikut andil besar dalam membentuk sebuah

kebudayaan di suatu masyarakat. Berbagai sistem mata pencaharian yang

banyak diperhatikan adalah sistem ekonomi yang bersifat tradisional.

Diantara sistem tersebut yaitu berburu dan meramu, beternak, bercocok

8
tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap dengan

irigasi (Koentjaraningrat, 2009:277). Pada perkembangannya sistem mata

pencaharian terpusat pada tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi (masalah

organisasi irigasi, pembagian air dan sebagainya), konsumsi, distribusi, dan

pemasaran. Perkembangan ini disebabkan seiring dengan berkembangnya

kebudayaan manusia ke arah modern.

2.2.4 Organisasi Sosial


Organisasi sosial memiliki unsur khusus yang disebut dengan istilah

kekerabatan. Kekerabatan sendiri lebih tingkat kedekatan antar individu yang

sangat rapat. Kekerabatan yang dimaksud dapat berupa kerabat dekat maupun

kerabat yang jauh. Sistem ini dinilai bersifat tradisional yang mana belum

terpengaruh oleh kebudayaan yang menjadikan adanya mobilitas sosial.

Pergeseran sosial ini mulai terjadi ketika banyak golongan rendah dapat

mencapai apa yang seharusnya dicapai hanya dikalangan atas. Kedudukan

sosial dapat bergeser dalam pelapisan sosial masyarakat. Hal ini

memengaruhi kebudayaan yang ada di tempat tersebut. biasanya pergeseran

ini terdapat dalam masyarakat perkotaan. Di pedesaan umumnya sistem

kekerabatan masih sama seperti hakikat dari pengertian kekerabatan itu

sendiri.

2.2.5 Sistem Pengetahuan


Sistem pengetahuan merupakan hasil dari adanya sebuah kebudayaan.

Dari kelompok terkecil masyarakat hingga kelompok yang mempunyai

9
jumlah banyak tidak dapat terlepas dari sistem pengetahuan dalam menjalani

kehidupannya. Sistem pengetahuan yang terdiri dari alam sekitar kelompok

masyarakat itu hidup dan berbagai penggunaan alat-alat yang dipakainya.

Menurut Koentjaraningrat (2009) tiap suku bangsa di dunia biasanya

memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya. Hal ini juga yang nantinya

akan dibahas di dalam makalah ini. Sistem pengetahuan mengenai keadaan

alam sekitar mempengaruhi perilaku masyarakat di ibukota Majapahit. Selain

itu setiap suku bangsa juga memiliki pengetahuan mengenai alam flora dan

fauna dia daerah tempat tinggalnya, zat-zat bahan mentah, dan benda-benda

dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama

manusia, ruang dan waktu.

2.2.6 Kesenian
Kesenian merupakan ekspresi dari hasrat manusia yang diwujudkan

dalam bentuk keindahan. Keindahan ini dihasilkan dengan melalui berbagai

seni, seperti seni rupa, seni musik, seni drama. Namun secara garis besar

kesenian keindahan dapat dinikmati dalam dua lapangan besar, yaitu seni

rupa, yang dapat dinikmati oleh mata, dan seni suara yang dapat dinikmati

oleh telinga. Di dalam lapangan seni rupa terdiri dari seni patung, seni relief

(termasuk seni ukir), seni lukis dan gambar, dan seni rias. Namun menurut E.

D. Chapplie dan C. S. Coon digunakan istilah “seni dalam ruang” (art in

space) dan “seni dalam waktu” (art in time) (dalam Konetjaraningrat

2009:299).

10
2.2.7 Sistem Religi
Di dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari adanya sistem religi.

Percaya bahwa adanya kekuatan gaib yang melebihi kodrat manusia.

Terdapat dua pokok khusus dalam membahas hal ini. Yaitu sistem religi dan

sistem ilmu gaib. Semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan religi

didasarkan atas getaran jiwa yang biasanya disebut emosi keagamaan

(religion emotions) (Koentjaraningrat, 2009:295). Setiap individu pernah

merasakan adanya emosi keagamaan ini. Melalui emosi keagamaan ini

manusia terdorong untuk memiliki gagasan dan tindakan yang bersifat religi.

Berbeda dengan sistem ilmu gaib, ilmu gaib lebih menekankan pada

membuat kekuatan tinggi yang disembahnya agar menjalankan apa yang

menjadi keinginannya.

11
BAB III
PAPARAAN DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Paparan Data


Pada bagian ini akan dipaparkan data-data yang berkaitan dengan
pembahasan runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit yang berkaitan dengan kondisi
alam lingkungannya dengan berdasarkan teori determinisme lingkungan dimana
lingkungan memengaruhi kebudayaan manusia.
3.1.1 Candi Gentong
Candi Gentong sendiri berdasarkan analisis karbon (C14) menunjukkan

angka 1470 ± 100 A.D. Candi Gentong merupakan bangunan suci agama

Buddha yang menunjukkan sistem keruangan yang menggambarkan mandala

stupa (Sedyawati dkk, 2013:342). Di dalam observasi ditemukan bahwa di

bangunan Candi Gentong terdapat endapan lumpur.

3.1.2 Candi Tikus


Candi Tikus yang berada di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan

Trowulan, Kabupaten Mojokerto ditemukan berada di dalam tanah pada

tahun 1914. Candi Tikus diperkirakan dibangun sekitar abad 13-14 M yang

diketahui dari adanya menara candi yang merupakan ciri arsitektur abad ini

(perpusnas,go.id). Candi Tikus merupakan petirtan kuno dimana arsitekturnya

merepresentasikan Gunung Mahameru di India. Di dalam mitologi Hindu

gunung tersebut merupakan tempat suci bagi para dewa dan sumber dari

kehidupan alam semesta. Pancuran-pancuran mengalirkan air yang

menyimbolkan air suci amertamantana atau air kehidupan. Pada masa

kemegahannya pertirtan ini mendapatkan air dari sisi selatan, lalu air

12
dialirkan ke utara lewat dasar lantai ke kanal-kanal Majapahit (National

Geographic, 2012:33).

3.1.3 Kolam Segaran


Berada di satu jalur dengan bekas kanal, Kolam Segaran juga berada di

Dukuh Trowulan, Desa Trowulan. Kolam ini ditemukan pada tahun 1926

dalam keadaan terurug tanah (candi.perpusnas.go.id). Fungsi Kolam Segaran

ini belum diketahui dengan pasti, namun terdapat asumsi bahwa Kolam

Segaran dahulunya tempat berekreasi keluarga kerajaan dan menjamu tamu.

Namun dilihat dari adanya saluran masuk keluar air dapat ditarik hopotesis

bahwa Kolam Segaran juga berfungsi sebagai waduk dan penampung air.

Kolam segaran ini bermakna laut buatan dimana luasnya 6,5 hektare atau enal

kali luas lapangan sepak bola.

3.1.4 Kanal atau Parit


Sistem kanal juga terdapat dalam struktur ibukota Kerajaan Majapahit.

Meskipun hal ini menuai banyak perdebatan seperti Agus Aris Munandar

yang membantah adanya sistem kanal ini. Di dalam bukunya dijelaskan

bahwa tidak ada satu pun sumber tertulis yang menjelaskan tentang

keberadaan kanal ini. Namun penelitian yang dilakukan oleh Moendardjito

(dalam Munandar 2012:26) kondisi di lapangan menunjukkan adanya kanal

di ibukota Kerajaan Majapahit. Di dasar kanal terdapat endapan sehingga

diasumsikan bahwa di daerah tersebut merupakan aliran lalu-lalang air.

Lokasi bekas kanal ini berada di samping kiri Kolam Segaran. Pada saat ini

bekas kanal sudah diurug menjadi lahar parkir di depan Pusat Informasi

Majapahit (PIM). Jaringan kanal ini memiliki luas 20 km2. Lima jalur kanal

13
melintang utara-selatan, sementara tujuh lainnya membujur barat-timur.

Bekas kanal saat ini telah melebar dan menjelma menjadi sawah,

permukiman, kebun tebu, dan lapangan parkir (National Geographic,

2012:27)

3.1.5 Situs Pemukiman


.Situs pemukiman ini berada di dalam museum PIM. Situs ini diyakini

sebagai konstruk rumah pada zaman Kerajaan Majapahit. Situs ini ditemukan

berada di bawah permukaan tanah. Adanya situs pemukiman ini memperkuat

hipotesa bahwa Trowulan merupakan ibukota Kerajaan Majapahit.

3.2 Letak Ibukota Kerajaan Majapahit


Pada awalnya seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Pararaton letak

Majapahit berada di Trik yang pada saat ini daerah Trik berada di Kabupaten

Sidoarjo, tepatnya di Desa Tarik, Kecamatan Tarik, di tepi Sungai Brantas. Namun

karena di tepi Sungai Brantas ini sering terjadi banjir maka ibukota kerajaan

dipindahkan ke daerah yang diduga sebagai ibukota Kerajaan Majapahit, yakni

Trowulan. Kapan perpindahan ini terjadi belum diketahui secara pasti. Dugaan ini

diperkuat bahwa di dalam Negarakrtagama tidak disebutkan daerah Trik lagi,

sehingga dapat ditarik asumsi bahwa pada masa Rajasanegara ibukota Kerajaan

Majapahit tidak lagi berada di daerah Trik sebagaimana awal pendirian kerajaan

oleh Raden Wijaya. Di dalam Negarakrtagama pupuh 73 bait ketiga diantaranya

disebutkan tempat bangunan suci keluarga yakni di antarasasi, para ahli

mengidentifikasikan antarasasi sebagai antarawulan dimana pada saat ini disebut

sebagai Trowulan.

14
Peta 1. Lokasi Ibukota Majapahit (Trowulan)

Negarakrtagama pupuh VIII-XII memaparkan tentang gambaran ibukota

Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1350 M. Menurut Pigeaud Majapahit–dalam

hal ini adalah Trowulan–bukanlah sebuah kota yang dikelilingi oleh tembok,

melainkan sebuah kompleks permukiman besar yang meliputi sejumlah kompleks

yang lebih kecil, satu sama lain dipisahkan oleh lapangan terbuka. Tanah-tanah

lapang digunakan untuk kepentingan publik, seperti pasar dan tempat-tempat

pertemuan. Lebih tepatnya penjelasan mengenai ibukota Kerajaan Majapahit adalah

sebagai berikut, kedaton Majapahit berada di selatan wanguntur (tanah lapang), di

utara wanguntur terdapat pasar, kemudian di sebelah timur terdapat pemujaan milik

kaum Hindu-caiwa, Waisnawa, dan Bauddha, di sebelah barat terdapat tempat yang

dikeramatkan dan disucikan (Munandar, 2013:18).

Maclaine Pont (1924-1926) berusaha menghubungkan apa yang dijelaskan

dalam Negarakrtagama dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan hipotesisnya

keraton raja Majapahit di sebelah timur Kolam Segaran, yaitu di sekitar lokasi

15
sisa-sisa bangunan Candi Menak Jinggo. Di sebelah selatan istana terdapat tempat

kediaman pemimpin keagamaan. Sebelah timur laut dan tenggara istana terdapat

tempat kediaman para pendeta Brahma dan tempat pemandian.

Peta 2. Ibukota Majapahit Trowulan


Situs percandian seperti Candi Gentong dan Candi Tikus, sistem kanal, kolam

Segaran, situs pemukiman yang berada di Trowulan mendukung bahwa Trowulan

merupakan pusat ibukota Kerajaan Majapahit.

3.3 Kondisi Alam Geografis Ibukota Kerajaan Majapahit

Adanya peradaban besar di ibukota Kerajaan Majapahit pastinya didukung

oleh kondisi geografis yang baik. Letak Trowulan sebagai ibukota dinilai strategis

karena berada di daerah yang relatif datar dan di sekitarnya dialiri sungai-sungai

besar seperti sungai Brantas, Porong dan Brangkal. Meskipun letaknya di daerah

pedalaman namun akses menuju ke daerah pesisir utara Jawa seperti Surabaya,

16
Gresik, Tuban, dan Pasuruan tetap mudah di akses melalui jalur air (sungai)

maupun jalur darat.

Gambaran mengenai ibukota Kerajaan Majapahit ditulis oleh Mpu Tanakung

pada Kakawin Siwaratrikalpa (Zoetmulder, 1983 dalam Khusna 2016) yang

terjemahannya sebagai berikut:

“Di sebelah barat terdapat punggung-punggung bukit yang penuh dengan


sawah-sawah, pematangnya kelihatan jelas dan tajam. Halaman-halaman
saling berdekatan, rapi berderet, pohon-pohon nyiur semuanya berselimut
kabut. Sayap-sayap burung kuntul berkilauan ketika mereka terbang di atas,
samar-samar kelihatan dari jauh di tengah-tengah awan-awan, kemudian
mereka lenyap, terlebur dalam kabut dan tidak kelihatan lagi”
Adanya tulisan mengenai sawah-sawah maka dapat disimpulkan bahwa

perekonomian Ibukota Kerajaan Majapahit adalah pada sektor agraris.

Peta 3. Lingkungan Alam Ibukota Kerajaan Majapahit


Menurut klasifikasi Koppen, iklim di Trowulan termasuk ke dalam wilayah

Aw yang mana jumlah bulan kering lebih banyak dari bulan basah dengan tipe

curah hujan sedang. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pada musim kemarau

17
daerah Trowulan bisa mengalami kekeringan dan ketika memasuki bulan basah

Trowulan mengalami kebanjiran (Sutikno dalam Khusna 2016). Masalah

kekeringan ini diatasi dengan dibangunnya waduk, kolam, dan saluran air seperti

yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat Kolam Segaran dan kanal atau

parit di ibukota Kerajaan Majapahit. Hal ini bertujuan sebagai tandon air untuk

menjaga kelembaban di ibukota ketika terjadi bulan kering.

Bentuk lahan di Trowulan pada masa Majapahit tidak jauh berbeda dengan

masa sekarang. Bentuk lahan ini bervariasi, terdapat tiga bentuk dataran yakni,

aluvial, dataran fluvio vulkanik, dan kipas fluvio vulkanik. Dataran aluvial

merupakan dataran yang terdapat pada bagian utara Trowulan ke arah Mojokerto,

yang mana dataran ini terbentuk oleh aktivitas aliran air. Dataran aluvial ini adalah

dataran banjir sungai Brantas, dimana sungai Brantas adalah sungai stadium tua

dengan gradien topografi yang rendah sehingga sering terjadi banjir. Peristiwa

sering terjadinya banjir ini sudah ada sejak masa Airlangga. yang ditulis dalam

Prasasti Kamalagyan (1037 M). Dataran aluvial ini termasuk dalam dataran subur

dan datar dengan ketinggian sekitar 30-40 mpdl cocok untuk pertanian dan

pemukiman. Namun resikonya adalah terlanda banjir ketika Kali Brantas meluap.

Pada saat itu Kali Brantas masih cukup dalam sehingga dapat digunakan sebagai

jalur transportasi, berbeda dengan sekarang.

Dataran yang selanjutnya adalah fluvio vulkanik yang terdapat di sebelah

barat Trowulan, meluas ke arah selatan dari Mojoagung. Dataran ini cukup landai

dengan pola sungai yang berpola radial dan berkelok tajam. Dataran ini terbentuk

dari kompleks gunungapi Arjuno dan Kelud yang kemungkinan terlanda banjir

lahar. Meski demikian dataran ini merupakan dataran yang subur. Di wilayah

18
tenggara terdapat dataran kipas fluvio vulkanik. Dataran ini terbentuk oleh aliran

sungai yang berasal dari gunungapi Anjasmoro dan Welirang di bagian selatan situs

Trowulan (Khusna, 2016).

Menurut Bammelen (1949 dalam AHPA 1991) secara fisiografi Trowulan

terletak pada daerah Dataran Aluvial Jawa Utara (lembah Brantas) dan Sub Zone

Ngawi dan Zona Solo yang terdiri dari jajaran gunung api. Daerah ini dibentuk oleh

endapan aluvial berumur Holosen dan hasil gunung api Kuarter (Pliosen Atas).

Sampurno dkk (1980 dalam AHPA II 1991) juga mengidentifikasi geologi daerah

Trowulan dimana menurut analisisnya Trowulan terletak pada ujung dari kipas

aluvial Jatirejo, dengan ketinggian 30-60 meter dpl. Dataran ini melandai ke arah

utara dengan kemiringan 0,45-2%.

3.4 Hubungan Runtuhnya Ibukota Kerajaan Majapahit dengan Kejadian Alam

Majapahit sebagai kerajaan terbesar yang pernah berdiri di nusantara masih

banyak ditemui hipotesa yang menyangkut tentang keruntuhannya. Beberapa pakar

masih memperdebatkan mengenai candrasengkala sirna ilang kertaning bumi atau

yang jika diterjemahkan yaitu sirna hilang kejayaan bumi. Candrasengkaa yang

terdapat dalam Babad Tanah Jawi ini menunjukkan angka 1400 Saka (1478 M).

Sudah banyak tinjauan mengenai keruntuhan Kerajaan Majaoahit dari segi politis,

yaitu adanya suksesi dari Demak dan masalah internal keluarga kerajaan yang

saling memperebutkan tahta kerajaan. Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa

tidak ditegakkannya peraturan atau undang-undang kerajaan secara tegas sehingga

banyak menuai kericuhan dalam kerajaan. Banyaknya hipotesa mengenai

keruntuhan ibukota Kerajaan Majapahit ini menjadikan tulisan ini meninjau dari

19
segi yang berbeda, yaitu dari segi geohistori dimana kondisi alam mempengaruhi

sejarah peradaban manusia.

Sesuai teori dimensi keruangan dengan skala mikro kajian ini memfokuskan

pada keruntuhan ibukota Kerajaan Majapahit. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa

ibukota Kerajaan Majapahit merujuk pada Trowulan di Kabupaten Mojokerto.

Trowulan sendiri merupakan daerah bergelombang landai yang membentuk

punggungan rendah dan lembah-lembah yang datar. Pada punggungan-punggungan

ini ditemui sisa-sisa bangunan dari Kerajaan Majapahit (AHPA, 1991:126).

Terdapat tiga aliran utama yang mengeringkan dataran kipas aluvial yang ada di

dataran Trowulan, yaitu di sebelah timur ada Sungai Boro dan Sungai Pikatan yang

menyatu di Candilimo membentuk Sungai Brangkal, yang mengalir hampir arah

Utara Selatan, di arah selatan pada batas endapan gunung api dari kompleks

Anjasmoro-Gentong-Growah, sungai-sungai yang berpola sejajar ke utara

membentur kipas aluvial berbelok ke barat, seperti pada Kali Kasri, Kali Banyu

Urip yang bermuara di Kali Kepiting. Di daerah Mojoagung kali ini kembali

mengalir ke utara bermuara di Kali Brantas. Satu sungai yang membelah di tengah

antara sistem pengeringan utama ini adalah Kali Temon, yang mengalir ke barat

laut melalui Candi Tikus, Bajang Ratu dan Kolam Segaran. Kemungkinan dahulu

sungai ini merupakan sungai penguras air untuk Candi Tikus dan Kolam Segaran.

Daerah Trowulan dikelilingi oleh jejeran komplek Gunung Anjasmoro,

Arjuno dan Welirang. Komplek gunung ini berada 25 km di sebelah selatan dan

tenggara ibukota Kerajaan Majapahit. Gunung Anjasmoro terletak di sebelah barat

dalam gugusan pegunungan tersebut dimana gunung ini merupakan gunung api

ganda yang telah banyak tersayat oleh lembah-lembah terjal. Pada bagian kaki

20
Gunung Anjasmoro terdapat kipas aluvial yang mengarah ke ibukota Kerajaan

Majapahit. Kipas aluvial ini berpangkal di Desa Lebak Jabung dengan ketinggian

200 mdpl dan berakhir di ujung barat Trowulan pada ketinggian 25 m di sebelah

ujung timur Desa Dinoyo. Endapan dari kipas aluvial ini semakin jauh semakin

kecil sehingga di desa sekitar Trowulan lebih banyak dijumpai pasir yang

berselingan dengan kerikil (Arifin, 1983:55-56).

Peta 4. Perkiraan Aliran Lahar Gunung Anjasmoro

Iklim tropis yang terdapat di Trowulan juga mendukung kondisi alam ibukota

Kerajaan Majapahit. Adanya kipas aluvial dari Gunung Anjasmoro dari selatan

mengarah ke utara dan terjadinya banjir lahar dingin menyebabkan aliran sungai

terbendung dan terkena pada daerah ibukota Kerajaan Majapahit sehingga

bangunan yang ada di hilir ikut tertutupi oleh pasir. Banjir lahar dingin dari Gunung

Anjasmoro melewati sungai-sungai di sekitar Trowulan dan membawa endapan

pasir yang tebal bercampur kerikil. Hal ini dapat diketahui pada Candi Gentong

21
yang pada saat ditemukan tertutup lumpur hingga puncak candi karena banjir lahar

dingin menerjang dari arah utara ke selatan. Penutupan bangunan candi dari

endapan lumpur juga diketahui pada situs lainnya, seperti candi tikus yang berada

di dalam tanah saat ditemukan. Kanal atau parit yang terdapat endapan sehingga

diasumsikan bahwa di daerah tersebut merupakan aliran lalu-lalang air, Kolam

Segaran yang terurug tanah dan juga situs pemukiman yang berada di bawah

permukaan tanah.

Peta 5. Keruntuhan Ibukota Kerajaan Majapahit

Selain karena terjadi banjir lahar runtuhnya ibukota Kerajaan Majapahit juga

dipengaruhi oleh letusan Gunung Kampud (Kelud) yang terjadi pada tahun 1400

Saka (1478 M). Hal ini menegaskan bahwa pada tahun tersebut yaitu tepat pada

candrasengkala sirna ilang krtaning bumi terjadi bencana alam yang menyebabkan

22
runtuhnya ibukota Majapahit. Di dalam Pararaton juga disebutkan adanya beberapa

kali letusan dari Gunung Kampud sebagai berikut:

1. Tumuli guntur pabanu-pindah i caka 1256 pada pupuh IX (1334 M)

2. Tumuli hana gunung anar i caka naga-lengkarnaning-wong 1298 pada

pupuh X (1376 M)

3. Tumuli guntur pamadasiha i caka resi-cunya-guna-tunggal 1307 pada pupuh

X (1385 M)

4. Tumuli guntur Prang bakat i caka mukaning-wong-kaya-naga 1317 pada

pupuh XI (1395 M)

5. Tumuli guntur pakuningan i caka welut-wiku-anahut-wulan 1373 pada

pupuh XIV (1451 M)

6. Tumuli guntur palandep i caka pat-ula-telung-wit 1384 pada pupuh XVII

(1462 M)

7. Tumuli guntur pawatu-gunung i caka kayambara sagareku 1403 pada pupuh

XVIII (1481 M)

23
Peta 6. Perkiraan Aliran Lahar Gunung Kampud (Kelud)

Adanya letusan dari Gunung Kampud membawa aliran lahar dari letusan

gunung ini menagarah ke Kali Brantas yang kemudian terjadi pendangkalan.

Pendangkalan yang berkali-kali ini yang memebuat Kali Brantas tidak bisa

digunakan sebagai jalur transportasi lagi. Berhubung jalur transportasi merupakan

satu hal yang vital bagi Majapahit, jika sudah tidak berfungsi seperti awal maka

mendorong Majapahit kepada kemunduran sehingga lambat laun ibukota kerajaan

mengalami kemerosotan dan mendukung keruntuhannya sehingga dalam hal ini

terbukti teori determinisme lingkungan dimana alam mempengaruhi kebudayaan

manusia.

24
BAB 1V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Teori determinisme lingkungan merupakan teori yang tepat uuntuk

menganalisa keruntuhan ibukota Kerajaan Majapahit. Selain itu dimensi keruangan

dengan skala mikro juga digunakan karena tulisan ini hanya membahas mengenai

ibukota kerajaan sehingga berskala mikro. Di dalam penelitian ini membuktikan

bahwa lingkungan sangat mempengaruhi kebudayaan manusia. Trowulan yang

diperkirakan sebagai ibukota Kerajaan Majapahit meninggalkan banyak bukti

arkeologis yang mendukung pendapat tersebut. Lingkungan alam Trowulan yang

dikelilingi oleh gunung berapi rentan terkena dampak dari erupsi gunung tersebut.

Terlebih adalah erupsi Gunung Anjasmoro menyebabkan daratan kipas aluvial

menuju ke Trowulan yang kemudian menutupi situs-situs yang ada ada di sana.

Selain itu adanya penyebutan candrasengkala sirna ilang krtaning bumi

yang jika diartikan menunjukkan 1400 Saka juga memberikan petunjuk mengenai

keruntuhan ibukota Kerajaan Majapahit. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa Gunung

Kampud (Kelud) meletus pada tahun tersebut. Tidak hanya itu, Pararaton

menunjukkan bahwa Gunung Kampud meletus lagi untuk beberapa kali. Aliran

lahar Gunung Kampud yang mengalir ke Kali Brantas menyebabkan pendangkalan

sungai sehingga tidak dapat dijadikan sebagai jalur transportasi lagi sebagaimana

fungsi awalnya. Dengan demikian menunjang akan kemunduran dari peradaban di

ibukota Kerajaan Majapahit sendiri.

25
GEOMORFOLOGI

ERUPSI GUNUNG ERUPSI GUNUNG


ANJASMORO KAMPUD (KELUD) TEORI
DETERMINISME
LINGKUNGAN

BANJIR LAHAR PENDANGKALAN


DINGIN KALI BRANTAS

DIMENSI
RUSAKNYA SITUS (CANDI KERUANGAN
GENTONG, CANDI TIKUS, SKALA MIKRO
KOLAM SEGARAN, KANAL,
SITUS PEMUKIMAN)

KERUNTUHAN
IBUKOTA KERAJAAN
MAJAPAHIT

26
DAFTAR RUJUKAN

Buku
Analisis Hasil Penelitian Arkeologi II. 1991. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Djafar, H. 2012. Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana & Masalahnya. Jakarta:
Komunitas Bambu
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta
National Geographyc Indonesia. 2012. Repihan Majapahit Metropolitan Kuno yang
Menyeruak dan Terancam Hilang. Vol. 8 No.9
Padmapuspita, K. J. 1966. Pararaton Teks Bahasa Kawi Terjemahan Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Taman Siswa
Riana, K. I. 2009. Kakawin Desa Warnnana Uthawi Nagarakrtagama Masa Keemasan
Majapahit. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Sedyawati, E. dkk. 2013. Candi Indonesia Seri Jawa. Jakarta: Direktorat Pelestarian
Cagar Budaya dan Permuseuman

Skripsi
Arifin, K. 1983. Waduk dan Kanal di Pusat Kerajaan Majapahit Trowulan Jawa Timur.
Skripsi. Tidak Diterbitkan Jakarta: FS UI.

Artikel
Khusna, A. A. 2016. Trowulan & Lingkunganna Sebuah Strategi Adaptasi Pertanian
dan Perdagangan di Masa Majapahit. FIB UGM.

Situs Daring
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_timur-candi_tikus, diakses pada
tanggal 1 November 2019
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_timur-candi_kolam_segaran,
diakses pada tanggal 1 November 2019
https://geologi.co.id/2007/10/19/mengenal-gunung-kelud/, diakses pada tanggal 20

November 2019.

27
LAMPIRAN

Foto 1a. Candi Gentong

Foto 1b. Candi Gentong

28
Foto 2. Candi Tikus

Foto 3a. Kolam Segaran

29
Foto 3b. Kolam Segaran

Peta 4a. Bekas Kanal

30
Foto 4b. Bekas Kanal

Foto 4c. Rekonstruksi Jaringan Kanal

31
Foto 5a. Situs Pemukiman

Foto 5b. Situs Pemukiman

Foto 5c. Rekonstruksi Pemukiman

32

Anda mungkin juga menyukai