Anda di halaman 1dari 55

PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI

LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Oleh; Dr. Awalya, M. Pd. Kons

Pendahuluan
Dalam modul 4 ini Anda akan diantarkan kepada suatu pemahaman mengenai
apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengembangan karakter melalui lingkungan
pendidikan dan bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran. Mudah-
mudahan Anda dapat memahami secara menyeluruh apa yang diuraikan dalam
modul ini, sebab pemahaman tersebut akan menjadi bekal dalam pelaksanaan proses
pembelajaran yang bermakna bagi para siswa. Setelah mempelajari modul ini,
diharapkan Anda mampu menganalisis implikasi penerapan pengembangan karakter
melalui lingkungan pendidikan dalam pembelajaran. Secara lebih khusus, Anda
diharapkan dapat;
1. menjelaskan konsep karakter melalui lingkungan pendidikan keluarga
2. mengidentifikasi karakter melalui lingkungan pendidikan keluarga
3. menjelaskan karakteristik karakter melalui pendidikan keluarga
4. menjelaskan karakter melalui lingkungan sekolah dan masyarakat
5. mengidentifikasi karakter melalui pendidikan lingkungan sekolah
6. menjelaskan karakteristik karakter melalui pendidikan sekolah
7. mengidentifikasi karakter melalui pendidikan masyarakat
8. menjelaskan karakteristik karakter melalui pendidikan masyarakat
Untuk mencapai tujuan di atas, sebaiknya Anda telah memahami isi modul
sebelumnya yaitu mengenai paradigma belajar dan pembelajaran serta teori-teori
belajar. Hal tersebut diperlukan sebagai dasar bagi Anda dalam menganalisis
implikasi penerapan pengembangan karakter melalui lingkungan pendidikan dalam
pembelajaran yang dikaji dalam modul ini. Kemampuan-kemampuan yang Anda
kuasai setelah mempelajari modul ini akan berguna bagi Anda dalam membina guru
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Modul ini terdiri dari dua kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar 1 disajikan
mengenai pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga sedangkan dalam

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


kegiatan belajar 2 disajikan mengenai penerapan pengembangan karakter melalui
pendidikan sekolah dan masyarakat. Kegiatan Belajar 1 dirancang untuk pencapaian
tujuan 1 s. d. 3. Kegiatan Belajar 2 dirancang untuk pencapaian tujuan 4 s. d. 8.
Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya diperhatikan
beberapa petunjuk belajar berikut ini;
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami
secara tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini.
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari kata-kata
yang dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci tersebut dalam
kamus yang Anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman
sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan tutor Anda
4. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang
relevan. Anda dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk dari
internet.
5. Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dalam modul dan
melalui kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau
teman sejawat.
6. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada
setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda
sudah memahami dengan benar kandungan modul ini.

Selamat belajar !

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Kegiatan Belajar 1

PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI


PENDIDIKAN KELUARGA

Dalam kegiatan belajar 1 ini Anda akan mengkaji beberapa hal yang berkaitan
dengan pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga. Setelah mengikuti
kegiatan belajar 1 ini Anda diharapkan dapat; (1) menjelaskan pengertian konsep
karakter melalui lingkungan pendidikan keluarga, (2) mengidentifikasi karakter
melalui pendidikan keluarga, dan (3) menjelaskan karakteristik karakter melalui
pendidikan keluarga. Dengan menguasai materi kajian dalam kegiatan belajar 1 ini,
Anda akan lebih mantap dalam membina para guru menerapkan pendekatan
pembelajaran tuntas dalam pembelajaran. Oleh karena itu, seyogyanya Anda pelajari
uraian di bawah ini dengan cermat, kerjakan tugas-tugas dan diskusikan dengan
teman, serta kerjakan tes formatif untuk menguasai tingkat penguasaan Anda
terhadap isi modul ini. Kedisiplinan Anda dalam mengerjakan tugas-tugas yang
terintegrasi dalam uraian modul akan sangat membantu keberhasilan Anda.

A. Konsep Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan Keluarga


1. Pendidikan Keluarga
“Keluarga adalah institusi awal pendidikan anak, sebelum anak belajar pada
orang lain dari keluarga akan terbentuk karakter positif negatif anak”. Peran
keluarga dalam rumah tangga, sudah mulai terabaikan, mulai munculnya sikap
individual dan banyaknya pengaruh liberalism. Padahal keluarga punya peranan
sangat penting mulai masa golden age pertumbuhan anak adalah masa dimana
mereka butuh pembinaan yang tepat dalam pembentukan karakternya.
Pendidikan keluarga menurut UUSPN adalah jalur pendidikan informal,
termasuk pendidikan usia dini. Pendidikan usia dini menurut pasal 1 UUSPN yaitu:
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Menurut Bahri Djamarah (2004: 16), keluarga adalah “Sebuah institusi yang
terbentuk karena ikatan pernikahan, di dalamnya hidup bersama pasangan suami
istri secara sah karena pernikahan. Mereka hidup bersama sehidup semati, ringan
sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan damai dengan suatu tekad dan
cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir  dan batin”.
Menurut F .J. Brown, seperti yang dikutip oleh Syamsu Yusuf (2004: 36)
ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu
(a) dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau
keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan”atau marga, (b) dalam arti sempit
keluarga meliputi orangtua dan anak. Dari pengertian diatas keluarga adalah
kumpulan individu yang terdiri dari ayah ibu dan anak yang mempunyai tugas dan
fungsi yang berbeda-beda namun mempunyai tujuan yang sama dalam
melaksanakan fungsi dan perannya dalam pembentukan karakter.

a. Peran Keluarga
Berbicara tentang pendidikan karakter, baik kita mulai dengan ungkapan
indah Phillips dalam The Great Learning (2000: 11): “If there is righteousness in
the heart, there will be beauty in the character; if there is beauty in the character,
there will be harmony in the home; if there is harmony in the home, there will be
order in the nation; if there is order in the nation, there will be peace in the world”.
Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi seperti
dikemukakan di atas, hemat saya, pendidikan karakter merupakan langkah sangat
penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang
pembentukan masyarakat Indonesia baru. Tetapi penting untuk segara dikemukakan
—sebagaimana terlihat dalam pernyataan Phillips tadi—bahwa  pendidikan
karakter haruslah melibatkan semua pihak; rumahtangga dan keluarga; sekolah; dan
lingkungan sekolah lebih luas (masyarakat). Karena itu, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational
networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini.
Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara
ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasi.
Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan
pembentukan watak dan pendidikan karakter pertama dan utama mestilah

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


diberdayakan kembali. Sebagaimana disarankan Phillips, keluarga hendaklah
kembali menjadi “school of love”, sekolah untuk kasih sayang (Phillips, 2000).
Dalam perspektif Islam, keluarga sebagai “school of love” dapat disebut sebagai
“madrasah mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih
sayang.
Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi seperti
dikemukakan di atas, hemat saya, pendidikan karakter merupakan langkah sangat
penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang
pembentukan masyarakat Indonesia baru. Tetapi penting untuk segara dikemukakan
—sebagaimana terlihat dalam pernyataan Phillips tadi—bahwa pendidikan karakter
haruslah melibatkan semua pihak; rumahtangga dan keluarga; sekolah; dan
lingkungan sekolah lebih luas (masyarakat). Karena itu, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational
networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini.
Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara
ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasi.

b. Tujuan Pendidikan Keluarga


Tujuan pendidikan keluarga adalah untuk mewujudkan keluarga ideal guna
terwujudnya yakni menjadi keluarga yang tenteram, saling mengasihi dan saling
menyayangi sehingga terwujud keluarga yang sejahtera dan bahagia.
Adapun keluarga ideal antara lain bercirikan:
1. Learned family sebagai basis keluarga, keluarga yang mampu melahirkan
generasi terdidik.
2. Kuatnya motivasi dan cita-cita untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera
dan bahagia.
3. Menjadikan keluarga sebagai soko guru pendidikan anak dengan
memperhatikan:
4. Keluarga sebagai pendidikan kodrati,
5. Keluarga sebagai awal pertumbuhan anak,
6. Keluarga dan pengajaran prioritas

c. Fungsi Keluarga

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Membentuk karakter kuat dimulai dari keluarga sebagai instistusi awal
adalah menumbuhkan cinta kasih dan kelembutan tanpa kekerasan, sadar akan
perannya masing masing didalam keluarga, menciptakan suasana rumah yang
kondusif, menjadikan setiap momentum untuk koreksi diri serta sebagai orang tua
harus dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak anaknya. (Darosy,
2011).
Adapun sejumlah isu yang menjadi cakupan tanggung jawab pendidikan
keluarga, antara lain:
1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan menyangkut hakikat,
tujuan dan akibat dari perkawinan
2. Psikologi perkawinan menyangkut kesiapan untuk kehamilan dan
berketurunan.
3. Masalah reproduksi sehat untuk generasi yang sehat, termasuk masalah gizi
anak
4. Antisipasi problema yang muncul dalam hidup berkeluarga
5. Penanaman nilai-nilai keimanan, ibadah, muamalah dan akhlak mulia
6. Penanaman nilai-nilai budipekerti dan nasionalisme meliputi pula penanaman
nilai-nilai kemandirian, etos kerja, kedisiplinan, dll
7. Pola asuh anak usia dini
8. Latihan-latihan bermain peran kehidupan, menyangkut peran anak laki-laki
dan anak perempuan
9. Pembiasaan-pembiasaan kemandirian, kerja keras, disiplin, senang membaca
dan bertanggung jawab
10. Pembentukan learned family.
Lebih lanjut dipaparkan ada delapan fungsi keluarga dalam pembentukan
karakter yaitu, (1) Fungsi Keagamaan, (2) Sosial Budaya, (3) Cinta kasih, (4)
Perlindungan, (5) Reproduksi, (6) Pendidikan, (7) Ekonomi dan (8) Lingkungan.
a. Fungsi Keagamaan,
Fungsi “Agama”, yang   mempunyai  makna  bahwa  keluarga  adalah 
wahana pembinaaan kehidupan ber Agama yaitu beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME. Setiap langkah yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga
hendaknya selalu berpijak pada tuntunan agama yang dianutnya. Dalam
menerapkan fungsi Agama, yang tidak boleh diabaikan salah satunya adalah

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


tolerasai ber-agama, mengingat bahwa kita hidup di negara yang   terdiri dari
berbagai suku bangsa dan  mempunyai kepercayaan dan agama yang sangat 
beragam 
b. Fungsi Sosial Budaya,
Fungsi sosial budaya yang mempunyai  makna  bahwa   keluarga adalah  
menjadi wahana pembinaan danpersemaian nilai-nilai luhur budaya yang selama
ini menjadi panutan dalam tata kehidupan mereka. Sehingga nilai luhuryang
selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan bangsa tetap dapat
dipertahankan dan dipelihara.
c. Fungsi Cinta kasih,
Fungsi cinta kasih yang mempunyai  makna bahwa keluarga harus menjadi
tempat untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan keluarga
cinta kasih dan kasih sayang antara anggota keluarga akan dapat  menumbuhkan
rasa bertanggung jawab yang besarterhadap keharmonisan keluarga tersebut,
Sehingga  Setiap anggota keluarga akan selalu menjaga komitmen yang telah
dibuat bersama, demikian juga dalam kehidupan bermasyarakat, dengan fungsi
ini akan  menumbuhkan keharmonisan dalam bertetangga dan bermasyarakat.
d. Fungsi Perlindungan,
Fungsi perlindungan” yang mempunyai  makna bahwa  keluarga itu
merupakan wahana terciptanya  suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi
seluruh anggota keluarganya. Sehingga setiap anggota keluarga akan selalu
merasa bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah didalam lingkungan
keluarganya sendiri, dan ini tentu sangat membantu dalam menghadapi  segala
tantangan yang muncul dalam kehidupannya..
e. Fungsi Reproduksi,
Fungsi Reproduksi, yang  mempunyai  makna bahwa didalam  keluarga 
tempat diterapkannya  cara hidup sehat, khususnya dalam kehidupan reproduksi.
Diharapka setiap anggota keluarga harus memahami cara hidup sehat dan
mengerti tentang kesehatan reproduksinya. Oleh sebab itu pemahaman dan
pengetahuan tentang alat kontrasepsi, alat kontrasepsi rasional, pengetahuan lain
tentang Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi remaja, tentang Triad KRR dan

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


juga  tentang ketahanan keluarga melalui bina-bina  yang tentu wajib harus
dimiliki.
f. Fungsi Pendidikan,
Fungsi pendidikan, yang mempunyai  makna bahwa  keluarga adalah
wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan pendidikan bagi anak-anaknya.
Pendidikan dalam keluarga ini  sebetulnya adalah pendidikan inti yang  menjadi
fondasi untuk perkembangan anak. Sedangkan pendidikan yang diperoleh dari
sekolah maupun dari lingkungan sebetulnya hanya merupakan sebagian dari
pendidikan yang diperlukan
g. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi yang mempunyai makna, bahwa keluarga tempat
membina kualitas kehidupan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga. Setiap
anggota keluarga punya kewajiban yang sama untuk melakukan kegiatan yang
akan menambah kesejahteraan keluarga. Ini mempunyai makna bahwa seluruh
anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, relistis dan mau berjuang untuk
peningkatan kesejahteraan keluarga.
h. Fungsi Lingkungan.
Fungsi lingkungan  yang mempunyai makna, bahwa  keluarga adalah
wahana untuk  menciptakan warganya yg mampu hidup harmonis dengan 
lingkungan masyarakat sekitar dan alam, dalam bentuk   keharmonisan antar
anggotakeluarga, keharmonisan dengan  tetangga serta keharmonisan terhadap
alam sekitarnya.

B. Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan Keluarga


1. Pendekatan dan Strategi Pendidikan Karakter Di dalam Keluarga
Karakter atau watak, sifat pribadi seseorang seperti jujur, amanah, dll
merupakan hal yang paling mendasar dari pendidikan Islam. Dr Thomas
Lickona, yg dikutip Martadi, menegaskan:
In character education, it’s clear we want our children are able to
judge what is right, care deeply about what is right, and then do what
they believe to be right-even in the face of pressure form without and
temptation from within. Character mencakup: trustworthiness,
respect, responsibility, fairness, caring, honesty, courage, diligence,
integrity, citizenship.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Lebih jauh Martadi (2010) dalam “Grand Design Pendidikan Karakter”,
menegaskan bahwa “karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan berprilaku
baik/penuh kebajikan, yakni berprilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang
Maha Esa, manusia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri”
Pendidikan karakter sebenarnya berkaitan dengan integritas (integrity)
yakni: (1) Ketulusan hati, kejujuran; (2) keutuhan Integritas adalah kepribadian
yang menampilkan kesatuan sifat-sifat terpuji terutama penekanan pada sifat
tulus, jujur, benar dan amanah serta menunjukkan konsistensi. Integritas
pendidik misalnya, itu berarti pendidik yang menampilkan kepribadian yang
utuh yang berisi sifat-sifat positif berupa tulus, jujur, benar, objektif, ilmiah,
terbuka (open minded), selalu mau maju (idea of pogress), memenuhi janji,
disiplin dan amanah.
Definisi operasional pendidikan karakter sebagaimana diutarakan bahwa:
“Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta didik agar
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,
serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik
maliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli dan kreatif.
Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan
keselarasan dan keharmonisan dari olah hati, pikir, raga serta rasa dan karsa”.
Dalam kaitan dengan pendidikan karakter ini, maka tiga pilar pendidikan
harus berperan, tentu saja dimulai dengan pilar keluarga, baru kemudian
masyarakat dan lembaga pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai basis dan
fondasinya. (Martadi: 2010 )

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Ada beberapa strategi dalam pendidikan keluarga untuk membentuk
karakter anak, antara lain:
1. Strategi keteladanan orang dewasa di rumah tangga, bagaimana sifat-sifat
mulia seperti kejujuran, amanah, tablig dan fatanah terus dicontohkan dalam
kehidupan sehari-hari bersama anak-anak. Berbagai sifat-sifat terpuji
penumbuhannya harus dimulai semenjak dini yakni mulai dari rumah tangga
atau keluarga. Untuk itulah pendidikan keluarga sangat berperan penting.
Sifat amanah, atau keterpercayaan, penghormatan, tanggung jawab,
kejujuran, keberanian, keterbukaan, penuh perhatian, integritas, rajin dan
kenegarawanan akan tumbuh dan berkembang bilamana ditanamkan
semenjak masa kanak-kanak.
2. Strategi pembiasaan, Pembiasaan berprilaku yang baik dan adab sopan
santun adalah bagian terpenting dalam pendidikan keluarga. Oleh sebab itu
setiap anggota keluarga terutama yang sudah dewasa harus sudah terbiasa
dengan perilaku yang positif. Penghargaan kepada anak yang jujur harus
diberikan. Anak yang jujur meskipun memperoleh nilai sekolah rendah lebih
berharga daripada anak yang bohong meskipun nilainya tinggi. Keberanian
untuk jujur perlu pembiasaan.
3. Srategi pengajaran, yakni memberikan petunjuk kepada anak mengenai
sesuatu yang baik yang harus dihayati dan diamalkan dalam perilaku sehari-
hari, serta menunjukkan sesuatu yang tidak baik atau tidak benar yang harus
dijauhi. Informasi dan nasehat perlu diberikan terus menerus kepada anak.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Hubungan antara keluarga dan proses pendidikan, artinya bahwa suasana
pergaulan dan interaksi setiap anggota keluarga, maka terjadi proses pendidikan
karakter bagi anak.

2. Status, Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga


Perbedaan status dalam keluarga membawa kepada perbedaan fungsi yang
akan diperankan oleh masing-masing dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu
secara langsung atau tidak dipersepsi dan dihayati untuk selanjutnya akan masuk
dalam khazanah pengalaman anak. Oleh sebab itu antar hubungan di dalam
keluarga sangat penting untuk diperhatikan. Tidak serasinya hubungan suami
isteri akan mendatangkan keburukan dalam pertumbuhan dan pendidikan anak-
anak yang akhirnya membawa kemerosotan kehidupan masyarakat. Oleh sebab
itu suami-isteri sebagai sayap kanan dan kiri harus saling bekerjasama dalam
menerbangkan pesawat kehidupan menuju tujuannya.
Untuk menjamin keharmonisan di dalam rumah tangga, maka harus
dijalankan dengan sebaik-baiknya tugas dan tanggung jawab suami-isteri yang
telah berbeda secara kodrati.
a. Kepemimpinan Ayah Terhadap Keluarga
Ayah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keluarga. Bila ditinjau
secara sosiologis seseorang menjadi pemimpin karena ada kelebihan yang
dimiliki melebihi apa yang dipunyai massanya. Begitu dengan ayah yang
menjadi pemimpin dalam keluarga karena telah dianugerahkan oleh Tuhan
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya
seperti isteri  dan anak-anak.
Kedudukan suami sebagai pemimpin keluarga bukan semata-mata
berkewajiban menyediakan nafkah – pangan, sandang dan papan –tetapi
dibebani tugas mengendalikan rumah tangga sehingga setiap anggota
keluarga dapat menikmati makna keluarga dan agar setiap anggota keluarga
dapat secara terus menerus meningkatkan kualitas pribadinya dalam berbagai
segi, baik segi hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, segi
penguasaan pengetahuan dan sebagainya.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


b. Ayah sebagai pemimpin adalah menjadi panutan bagi anggota keluarga
terutama anak-anaknya.
Bagi anak yang berusia tiga tahun tumbuh pandangan bahwa ayahnya
adalah manusia yang ideal yang akhirnya membawa kepada pemikiran
seolah-olah ayahnya itu Tuhan. Kedudukan ayah dalam pribadi anak
sungguh mengagumkan sebagai seorang yang sempurna dan tidak akan mati.
Anak memandang orang tua dengan khayalannya bukan atas dasar kenyataan
yang ada, dan ini merupakan pertumbuhan awal dari rasa agama. Menurut
Zakiah Daradjat kekaguman dan penghargaan terhadap ayahnya penting
untuk membina jiwanya, moral dan pikiran sampai usia lebih kurang lima
tahun dan inilah yang akan menumbuhkan kepercayaan kepada Allah.
Penting bagi ayah menyadari bahwa pada saat perpindahan dan
pikiran dari ayah sebagai Tuhan kepada Tuhan yang sebenarnya, anak
mulanya berpandangan negatif terhadap Tuhan, maka untuk itu ayah harus
memberikan pengertian yang positif mengenai Tuhan tersebut. Sebenarnya
orang tua – ayah dan ibu — adalah pusat rohani anak dan perkembangan
reaksi emosi anak serta pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh
sikapnya terhadap kedua orang tuanya dipermulaan hidupnya dahulu.
Berdasarkan kepada kenyataan itu, ayah yang berstatus sebagai
pemimpin dituntut menunjukkan dirinya sebagai seorang lelaki yang
bertanggung jawab, berwibawa, demokratis serta sifat-sifat utama
kepemimpinan lainnya. Antara dia sebagai pemimpin dengan anak harus
tetap terjalin hubungan keakraban namun tidak melunturkan
kewibawaannya.
c. Kepemimpinan Ibu di dalam Rumah Tangga
Teratur tidaknya rumah tangga itu, berada di tangan isteri. Dalam
hubungan dengan pengaturan rumah tangga paling tidak meliputi:
1. Pengaturan tata ruang meliputi pengaturan meja, kursi, pembagian
ruangan
2. Pengaturan kebersihan rumah tangga.
3. Pengaturan lingkungan rumah seperti tata kebun, bunga-bunga dan
sebagainya yang turut memperindah rumah dan menyejukkan situasi di
dalam rumah maupun lingkungannya.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


4. Pengaturan waktu kerja di rumah meliputi waktu belajar, makan, istirahat
atau bermain.
5. Pengaturan isi rumah — anggota keluarga — untuk terjalinnya suasana
persaudaraan yang akan membuahkan ketenteraman sehingga tetangga
tidak merasa-terganggu.
Dalam rangka penunaian tugas pengaturan rumah tangga tersebut
secara tidak langsung ibu melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya.
Oleh sebab itu ibu seyogyanya menguasai berbagai dasar pengetahuan yang
berkenaan dengan kerumahtanggaan, membiasakan dan memberi contoh
mengenai pentingnya keindahan, keserasian, keteraturan, berbelanja yang
tepat, pembagian waktu dan sebagainya.
d. Pembagian Tugas Anak dan Latihan Bertanggung Jawab
Dalam berbagai kegiatan pengaturan yang dilakukan ibu, harus
melibatkan anggota keluarga terutama anak-anak dalam rangka mendidik
dan membiasakan mereka. Anak-anak dilibatkan sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Anak yang lebih dewasa diberi tugas yang lebih
berat, begitu pula anak lelaki diberi tugas lebih berat dari anak perempuan
sesuai dengan kodratnya.
Mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan intelektual seperti
membaca dan kegiatan lain seperti memperbaiki alat rumah tangga,
perjalanan bersama dan lain-lain menurut berbagai peneliti dan ahli sebagai
tindakan yang menunjang perkembangan intelek anak-anak. Partisipasi anak
seperti itu bukan hanya berguna bagi anak, tetapi juga menguntungkan bagi
orang tua, karena ia sendiri pun melaksanakan kegiatan tersebut dengan lebih
bersungguh-sungguh dan lebih berhati-hati yang pada akhirnya
meningkatkan kualitas dan manfaat interaksi keduanya.
Dilibatkannya anak dalam kegiatan rumah tangga adalah untuk
melatih rajin bekerja dan kemampuan melaksanakan tugas. Anak diberi tugas
tertentu, diberi wewenang dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas
dengan baik. Anak jangan dibiarkan berpangku tangan meskipun orang tua
mampu menyediakan pembantu untuk mengerjakan pekerjaan di rumah.
Tanpa terikat dengan tugas tertentu, anak kurang merasa memiliki bahkan
dapat menumbuhkan sikap manja dan kurang mandiri.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Orang tua memang berkewajiban membantu anak dalam memenuhi
kebutuhan mereka, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan dalam
menolongnya sehingga anak kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri.
Kalaupun ada pembantu rumah tangga tetapi bagi pekerjaan yang berkaitan
langsung dengan dirinya sendiri seyogyanya dilakukan oleh anak sendiri,
seperti mencuci pakaian dalam, sehingga latihan untuk mandiri tetap
berlangsung.
Tugas yang diberikan kepada anak bukan sesuatu yang di luar
kemampuannya atau mengganggu bagi jalannya proses belajar formal
mereka. Tugas yang diberikan tidak terlepas dengan tujuan berupa latihan
bekerja, menjauhkan kemalasan, menyadari pentingnya berbagai pekerjaan
rumah tangga, latihan mandiri dan bertanggung jawab. Anak laki-laki diberi
tugas yang sesuai dengan kodratnya, demikian pula anak perempuan. Dalam
memberikan tugas sewaktu-waktu diadakan pertukaran di antara anak untuk
menghilangkan kejemuan dan memberikan pengalaman baru sesuai dengan
perkembangan kemampuan mereka.

C. Karakteristik Karakter Melalui Pendidikan Keluarga


1. Keluarga dan Proses Sosialisasi
Sebagaimana diketahui bahwa keluarga adalah sosial terkecil dan dari
sinilah proses pewarisan aspek-aspek sosial terjadi. Justru itu peranan keluarga
dalam proses sosialisasi menjadi penting.
a. Pengenalan dan Pengembangan Sikap Sosial Awal
Manusia pada dasarnya adalah individu-individu yang mempunyai
kecenderungan untuk bermasyarakat. Memang manusia menurut para sosiolog
adalah makhluk sosial. Kehidupan manusia akan bermakna bilamana dia hidup
di tengah-tengah manusia lain.
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi proses pertumbuhan sikap
sosial dan kemampuan hubungan sosial anak. Dalam keluarga berlangsung
pengembangan sikap sosial awal yang akan menopang perkembangan sikap
sosial selanjutnya. Kemampuan bergaul yang diperoleh di lingkungan keluarga
mendasari kemampuan bergaul yang lebih luas. Dalam hubungan sosial tersebut
anak akan memahami tentang bagaimana menghargai orang lain, mengetahui

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


cara berkomunikasi dengan orang lain dan memahami bahwa kebebasannya
dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Kebebasan dalam pergaulan berguna bagi anak untuk memahami seluk
beluk masalah sosial dan sebagai media untuk mengumpulkan pengalaman
sebanyak-banyaknya. Dalam berbagai kesempatan kegiatan sosial-keagamaan,
anak hendaknya dilibatkan. Hal demikian akan menumbuhkan sikap sosial
sekaligus menumbuhkan sikap sosial.
Menurut Zakiah Daradjat pemikiran alamiah anak lebih dahulu
berkembang daripada pemikiran moral atau manusia disibukkan oleh pemikiran
makro kosmos sebelum ia memperhatikan mikro kosmos. Berkenaan dengan itu
pemikiran sosial keagamaan lebih dahulu berkembang daripada pemikiran moral
keagamaan, maka kegiatan sosial keagamaan akan membantu pengembangan
peranan sosial sekaligus perasaan moral anak.
Prinsip keseimbangan harus ditumbuhkan di lingkungan keluarga. Hal-hal
yang mungkin memperkecil prinsip ini dihindarkan seperti orang tua yang
bersikap pilih kasih, tidak adil, memanjakan yang berlebihan, terlalu banyak
menolong dalam masalah yang tidak sewajarnya dan sebagainya.

b. Belajar Memegang Peran


Di dalam keluarga berlangsung sosialisasi mengenai berbagai status dan
peran yang dapat dimainkan oleh anak didik dalam masyarakat. Semua
kedudukan dalam masyarakat membawa kepada peran dan status tertentu. Jadi
dalam hal ini — keluarga — sebagai masyarakat terkecil perlu membentuk dan
memelihara “jembatan” yang menghubungkan dengan masyarakat luas.
Disebabkan status suami dan isteri berbeda, maka fungsi dan peran akan
berbeda pula, tetapi bukan bersifat kaku. Pembagian tugas hanya untuk
menjamin kelancaran dan keharmonisan rumah tangga. Saling membantu dalam
menunaikan tugas adalah hal yang biasa dilakukan terutama pada waktu-waktu
tertentu dan pada masalah tertentu.
Anak laki-laki secara alamiah cenderung lebih memperhatikan peran
ayah, sedangkan anak perempuan lebih memperhatikan peran ibunya. Peran
ayah bukan saja di sekitar keluarga tetapi masih banyak peran di luar keluarga
seperti berbagai peran pada lembaga sosial yang juga tidak luput dari perhatian

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


anak-anaknya. Oleh karena itu pada saat-saat tertentu anak didorong untuk ambil
bagian dalam tugas-tugas sosial terutama yang berkaitan langsung dengan
masalah anak atau remaja. Latihan memegang peran dalam kegiatan
kelompoknya akan membantu keberhasilan di masyarakat yang lebih luas.

c. Bimbingan Awal Kepribadian


Keluarga tempat berlangsungnya sosialisasi yang berfungsi dalam
pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk
susila dan makhluk keagamaan. Pengalaman hidup bersama di dalam keluarga
akan memberi andil yang besar bagi pembentukan kepribadian anak. Apakah
anak akan berkepribadian kuat dan menghargai diri pribadinya atau menjadi
anak yang berkepribadian lemah tergantung dari latar belakang pengalamannya
di lingkungan keluarga.
Menurut teori, kepribadian seseorang terbentuk sebagai pengaruh dari
warisan biologis, lingkungan pisik dan lingkungan budaya, tetapi tetap diakui
bahwa lingkungan budaya jauh lebih dominan dari yang lainnya. Faktor
pengalaman dan akomulasi pengetahuan seseorang adalah unsur pokok bagi
pembentukan kepribadian seseorang. Pengaruh keluarga terhadap kepribadian
anak itu besar, meskipun dalam ukuran yang relatif. Di dalam masyarakat kita
terdapat pepatah-pepatah yang mengandung arti kesamaan anak dengan sifat
orang tuanya baik dalam arti positif atau negatif seperti “air di cucuran atap,
jatuhnya ke pelimbahan jua”. Keluarga yang broken home sangat besar
pengaruhnya terhadap kepribadian anak.
Porsi keluarga dalam pembentukan kepribadian lebih banyak dari segi
akomulasi pengalaman. Dari segi susila misalnya, bilamana anak mengalami
atau menyaksikan penampilan susila yang agung di rumah, maka anak yang
senang meniru mungkin sekali akan berkepribadian yang agung pula.
Dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang dilalui anak di lingkungan
keluarga berpengaruh terhadap kepribadiannya. Oleh sebab itu situasi rumah
tangga diusahakan agar menopang terbentuknya kepribadian yang baik yakni
kepribadian muslim.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


2. Keluarga dan Penumbuhan Afeksi
Keluarga itu tidak hanya memperhatikan perkembangan pikiran manusia
tetapi juga memperhatikan perkembangan perasaannya. Melalui berkembangnya
perasaan itulah seseorang akan mampu menangkap dan menghayati makna
keindahan, kesusilaan, kesosialan dan makna lain yang berhubungan dengan
nilai-nilai dalam kehidupan.
Menurut Abdul ‘Aziz EI-Quussy, setiap anak memiliki kebutuhan pokok
yang meliputi:
1. Kebutuhan akan rasa aman (security)
2. Kebutuhan akan rasa kasih sayang (affection)
3. Kebutuhan akan penghargaan (recognition)
4. Kebutuhan akan rasa kebebasan (freedom)
5. Kebutuhan akan rasa sukses
6. Kebutuhan akan satu kekuatan pembimbing atau pengendali.

3. Karakter Melalui Pendidikan Keluarga


a. Pengertian Karakter
Berbagai pertanyaan yang selalu hadir ketika berhadapan dengan arti
penting pendidikan karakter; Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah
”karakter” dapat didikkan? Apa sajakah aspek-aspek karakter? Bagaimanakah
pendidikan karakter itu? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter?.
Secara etimologis, kata karakter (Inggris; character) berasal dari bahasa
Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin,
1999; 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1987; 214). Dalam
Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus
yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2008; 682). Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas
adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) (Musfiroh, 2008),
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter
adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good
way. ” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character so conceived has three
interrelated parts; moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona,
1991; 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi
pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.
Karakter itu mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan (skills). Jadi dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,
sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang
meliputi seluruh aktivitas seseorang, baik dalam rangka berhubungan dengan
Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan
adat istiadat. Dari konsep tengang karakter ini muncul konsep pendidikan
karakter (character education)
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional,
logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf,
berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir
positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis,
hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri,
produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Individu jugamemiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan
individu juga mampubertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.
Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual,
emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya
dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan
kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
b. Pendidikan dalam Keluarga 
Pendidikan dalam keluarga adalah tanggungjawab orang tua, dengan
peran Ibu lebih banyak. Karena Ayah biasanya pergi bekerja dan kurang ada di
rumah, maka hubungan Ibu dan anak lebih menonjol. Meskipun begitu peran
Ayah juga amat penting, terutama sebagai tauladan dan pemberi pedoman,
terutama soal cinta Tanah Air dan patriotisme. Kalau anak sudah mendekat
dewasa peran Ayah sebagai penasehat juga amat penting, karena dapat
memberikan aspek berbeda dari yang diberikan Ibu. Oleh karena hubungan
Ayah dan anak relatif terbatas waktunya, terutama di hari kerja, maka Ayah
harus mengusahakan agar pada hari libur memberikan waktu lebih banyak untuk
berhubungan dengan anak.
Pendidikan dalam keluarga dapat memberikan pengaruh besar kepada 
karakter anggota keluarganya. Sebab itu kunci utama untuk menjadikan Manusia
Indonesia tidak manja dan hidup energik terletak dalam pendidikan dalam
keluarga.
Pernyataan Ki Hadjar Dewantara memberikan nilai penting
kepadapendidikan dalam keluarga. Karakter yang ditumbuhkan adalah faktor
yang amat penting dalam kepribadian orang, karena banyak mempengaruhi
prestasi dalam berbagai bidang. Baik itu bagi pemimpin masyarakat,
olahragawan, kaum bisnis maupun para pendidik sendiri. Ilmu pengetahuan dan
kemampuan teknik adalah penting bagi pencapaian keberhasilan, tetapi tidak
akan mampu mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai karakter.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Ringkasan
Keluarga adalah institusi awal pendidikan anak, sebelum anak belajar pada
orang lain dari keluarga akan terbentuk karakter positif negatif anak. Keluarga
adalah “Sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan pernikahan, di dalamnya
hidup bersama pasangan suami istri secara sah karena pernikahan. Mereka hidup
bersama sehidup semati, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan
damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia
dan sejahtera lahir dan batin”.
Peran keluarga sebagai pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak
akan berhasil selama antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan
dan harmonisasi. Mewujudkan keluarga ideal yakni menjadi keluarga yang
tenteram, saling mengasihi dan saling menyayangi sehingga terwujud keluarga yang
sejahtera dan bahagia. Membentuk karakter kuat dimulai dari keluarga sebagai
instistusi awal adalah menumbuhkan cinta kasih dan kelembutan tanpa kekerasan,
sadar akan perannya masing masing didalam keluarga, menciptakan suasana rumah
yang kondusif, menjadikan setiap momentum untuk koreksi diri serta sebagai orang
tua harus dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak anaknya. fungsi
keluarga dalam pembentukan karakter yaitu, (1) Fungsi Keagamaan, (2) Sosial
Budaya, (3) Cinta kasih, (4) Perlindungan, (5) Reproduksi, (6) Pendidikan, (7)
Ekonomi dan (8) Lingkungan.
“Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta didik agar
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta
rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik maliputi
kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli dan kreatif. Integritas
pendidik misalnya, itu berarti pendidik yang menampilkan kepribadian yang utuh
yang berisi sifat-sifat positif berupa tulus, jujur, benar, objektif, ilmiah, terbuka
(open minded), selalu mau maju (idea of pogress), memenuhi janji, disiplin dan
amanah.
Strategi dalam pendidikan keluarga untuk membentuk karakter anak, antara
lain: Strategi keteladanan orang dewasa di rumah tangga Strategi
pembiasaan, Srategi pengajaran. Status, Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga.
Maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya tugas dan tanggung jawab suami-
isteri yang telah berbeda secara kodrati. Seperti Kepemimpinan Ayah Terhadap

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Keluarga, Ayah sebagai pemimpin adalah menjadi panutan bagi anggota keluarga
terutama anak-anaknya., Kepemimpinan Ibu di dalam Rumah Tangga:
Pembagian Tugas Anak dan Latihan Bertanggung Jawab; Keluarga dan
Proses Sosialisasi: Pengenalan dan Pengembangan Sikap Sosial Awal; Belajar
Memegang Peran; Bimbingan Awal Kepribadian. Karakter Melalui Pendidikan
Keluarga Pendidikan dalam keluarga dapat memberikan pengaruh besar kepada 
karakter anggota keluarganya. Karakter yang ditumbuhkan adalah faktor yang amat
penting dalam kepribadian orang, karena banyak mempengaruhi prestasi dalam
berbagai bidang. Baik itu bagi pemimpin masyarakat, olahragawan, kaum bisnis
maupun para pendidik sendiri.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah menyelesaikan tes formatif 2 ini, Anda dapat memperkirakan tingkat


keberhasilan Anda dengan melihat kunci/rambu-rambu jawaban yang terdapat pada
bagian akhir modul ini. Jika Anda memperkirakan bahwa pencapaian Anda sudah
melebihi 80%, silakan Anda terus mempelajari Kegiatan Belajar pada Modul
berikutnya, namun jika Anda menganggap pencapaian Anda masih kurang dari 80%,
sebaiknya Anda ulangi kembali kegiatan belajar 2 ini.

Tes Formatif: Kegiatan Belajar 1


1. Setelah Anda mempelajari modul ini, jelaskan pengertian karakter melalui
lingkungan pendidikan keluarga
a. Apa yang dimaksud dengan pengertian keluarga?
b. Apakah peran keluarga dalam pendidikan karakter?
c. Apa sajakah tanggungjawab dalam pendidikan karakter pada keluarga ?
d. Jelaskan Fungsi keluarga dalam pendidikan karakter ?

2. Mengidentifikasi pendidikan karakter melalui pendidikan keluarga


a. Apasaja yang perlu di jalani dalam melaksanakan pendidikan karakter
dalam keluarga ?
b. Apasajakah yang perlu diperhatikan tentang strategi pendidikan
keluarga ?

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


3. karakteristik karakter melalui pendidikan keluarga
a. Jelaskan bagaimana mensosialisasi karekteristik pendidikan karakter
dalam keluarga ?

Kunci/Rambu-rambu Jawaban Tes Formatif 1

1.a. Keluarga adalah sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan pernikahan, di
dalamnya hidup bersama pasangan suami istri secara sah karena pernikahan.
Mereka hidup bersama sehidup semati, ringan sama dijinjing, berat sama
dipikul, selalu rukun dan damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk
membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir dan batin.
1.b. Peran keluarga adalah keluarga sebagai lingkungan pembentukan watak dan
pendidikan karakter pertama dan utama. Dalam keluarga hendaklah menjadi
“school of love”, sekolah untuk kasih saying, tempat belajar yang penuh
cinta sejati dan kasih sayang.
1.c. Tanggung jawab pendidikan keluarga, dalam pendidikan karakter antara lain:
berkaitan dengan masalah perkawinan menyangkut hakikat, tujuan dan
akibat dari perkawinan; menyangkut kesiapan untuk kehamilan dan
berketurunan; masalah reproduksi sehat untuk generasi yang sehat, termasuk
masalah gizi anak; antisipasi problema yang muncul dalam hidup
berkeluarga; penanaman nilai-nilai keimanan, ibadah, muamalah dan akhlak
mulia; penanaman nilai-nilai budipekerti dan nasionalisme meliputi pula
penanaman nilai-nilai kemandirian, etos kerja, kedisiplinan; pola asuh anak
usia dini; latihan-latihan bermain peran kehidupan, menyangkut peran anak
laki-laki dan anak perempuan; pembiasaan-pembiasaan kemandirian, kerja
keras, disiplin, senang membaca dan bertanggung jawab;
pembentukan learned family.

1.d. Fungsi keluarga dalam pembentukan karakter yaitu, (1) Fungsi Keagamaan, (2)
Sosial Budaya, (3) Cinta kasih, (4) Perlindungan, (5) Reproduksi, (6)
Pendidikan, (7) Ekonomi dan (8) Lingkungan.
a. Fungsi Keagamaan, mempunyai  makna  bahwa  keluarga  adalah  wahana
pembinaaan kehidupan ber Agama yaitu beriman dan bertaqwa kepada

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Tuhan YME. Setiap langkah yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga
hendaknya selalu berpijak pada tuntunan agama yang dianutnya. Dalam
menerapkan fungsi Agama, yang tidak boleh diabaikan salah satunya adalah
tolerasai ber-agama, mengingat bahwa kita hidup di negara yang   terdiri dari
berbagai suku bangsa dan  mempunyai kepercayaan dan agama yang sangat 
beragam 
b. Fungsi Sosial Budaya, mempunyai  makna  bahwa   keluarga adalah  
menjadi wahana pembinaan danpersemaian nilai-nilai luhur budaya yang
selama ini menjadi panutan dalam tata kehidupan mereka. sehingga nilai
luhuryang selama ini sudah menjadi panutan  dalam kehidupan bangsa tetap
dapat dipertahankan dan dipelihara.
c. Fungsi Cinta kasih, makna bahwa keluarga harus menjadi tempat untuk
menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan keluarga cinta
kasih dan kasih sayang antara anggota keluarga akan dapat  menumbuhkan
rasa bertanggung jawab yang besarterhadap keharmonisan keluarga tersebut,
Sehingga  Setiap anggota keluarga akan selalu menjaga komitmen yang telah
dibuat bersama, demikian juga dalam kehidupan bermasyarakat, dengan
fungsi ini akan  menumbuhkan keharmonisan dalam bertetangga dan
bermasyarakat.
d. Fungsi Perlindungan, mempunyai  makna bahwa  keluarga itu merupakan
wahana terciptanya  suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi seluruh
anggota keluarganya. Sehingga setiap anggota keluarga akan selalu merasa
bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah didalam lingkungan
keluarganya sendiri, dan ini tentu sangat membantu dalam menghadapi 
segala tantangan yang muncul dalam kehidupannya..
e. Fungsi Reproduksi, mempunyai  makna bahwa didalam  keluarga  tempat
diterapkannya  cara hidup sehat, khususnya dalam kehidupan reproduksi.
Diharapka setiap anggota keluarga harus memahami cara hidup sehat dan
mengerti tentang kesehatan reproduksinya.. Oleh sebab itu pemahaman dan
pengetahuan tentang alat kontrasepsi, alat kontrasepsi rasional,  pengetahuan
lain tentang Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi remaja, tentang Triad

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


KRR dan juga  tentang ketahanan keluarga melalui bina-bina  yang tentu
wajib harus dimiliki.
f. Fungsi Pendidikan, yang mempunyai  makna bahwa  keluarga adalah
wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan pendidikan bagi anak-anaknya.
Pendidikan dalam keluarga ini  sebetulnya adalah pendidikan inti yang 
menjadi fondasi untuk perkembangan anak. Sedangkan pendidikan yang
diperoleh dari sekolah maupun dari lingkungan sebetulnya hanya merupakan
sebagian dari pendidikan yang diperlukan
g. Fungsi Ekonomi mempunyai  makna, bahwa  keluarga tempat  membina
kualitas kehidupan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga. Setiap anggota
keluarga punya kewajiban yang sama untuk melakukan kegiatan yang akan
menambah kesejahteraan keluarga. Ini mempunyai makna bahwa seluruh
anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, relistis dan mau berjuang untuk
peningkatan kesejahteraan keluarga.
h. Fungsi Lingkungan mempunyai makna, bahwa  keluarga adalah wahana
untuk  menciptakan warganya yg mampu hidup harmonis dengan 
lingkungan masyarakat sekitar dan alam, dalam bentuk   keharmonisan antar
anggotakeluarga, keharmonisan dengan  tetangga serta keharmonisan
terhadap alam sekitarnya.

2.a. Yang perlu di jalani dalam melaksanakan pendidikan karakter dalam keluarga
bahwa pendidikan karakter sebenarnya berkaitan dengan integritas (integrity)
yakni: (1) Ketulusan hati, kejujuran; (2) keutuhan Integritas adalah
kepribadian yang menampilkan kesatuan sifat-sifat terpuji terutama
penekanan pada sifat tulus, jujur, benar dan amanah serta menunjukkan
konsistensi. Integritas pendidik misalnya, itu berarti dimulai dari keluarga
yang menampilkan kepribadian yang utuh yang berisi sifat-sifat positif
berupa tulus, jujur, benar, objektif, ilmiah, terbuka (open minded), selalu
mau maju (idea of pogress), memenuhi janji, disiplin dan amanah.

2.b. Strategi dalam pendidikan keluarga untuk membentuk karakter anak, antara
lain:

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


4. Strategi keteladanan orang dewasa di rumah tangga, bagaimana sifat-sifat
mulia seperti kejujuran, amanah, tablig dan fatanah terus dicontohkan dalam
kehidupan sehari-hari bersama anak-anak. Berbagai sifat-sifat terpuji
penumbuhannya harus dimulai semenjak dini yakni mulai dari rumah tangga
atau keluarga. Untuk itulah pendidikan keluarga sangat berperan penting.
Sifat amanah, atau keterpercayaan, penghormatan, tanggung jawab,
kejujuran, keberanian, keterbukaan, penuh perhatian, integritas, rajin dan
kenegarawanan akan tumbuh dan berkembang bilamana ditanamkan
semenjak masa kanak-kanak.
5. Strategi pembiasaan, Pembiasaan berprilaku yang baik dan adab sopan
santun adalah bagian terpenting dalam pendidikan keluarga. Oleh sebab itu
setiap anggota keluarga terutama yang sudah dewasa harus sudah terbiasa
dengan perilaku yang positif. Penghargaan kepada anak yang jujur harus
diberikan. Anak yang jujur meskipun memperoleh nilai sekolah rendah lebih
berharga daripada anak yang bohong meskipun nilainya tinggi. Keberanian
untuk jujur perlu pembiasaan.
6. Srategi pengajaran, yakni memberikan petunjuk kepada anak mengenai
sesuatu yang baik yang harus dihayati dan diamalkan dalam perilaku sehari-
hari, serta menunjukkan sesuatu yang tidak baik atau tidak benar yang harus
dijauhi. Informasi dan nasehat perlu diberikan terus menerus kepada anak.

3.a Keluarga adalah sosial terkecil dan dari sinilah proses pewarisan aspek-aspek
sosial yang merupakan peranan keluarga dalam proses sosialisasi. Proses
sosialisasi itu meliputi pengenalan dan pengembangan sikap sosial awal.
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi proses pertumbuhan sikap sosial dan
kemampuan hubungan sosial anak. Dalam keluarga berlangsung pengembangan
sikap sosial awal yang akan menopang perkembangan sikap sosial selanjutnya.
Kemampuan bergaul yang diperoleh di lingkungan keluarga mendasari
kemampuan bergaul yang lebih luas.
Dalam hubungan sosial tersebut anak akan memahami tentang bagaimana
meng

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Kegiatan Belajar 2

PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI


PENDIDIKAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT

A. Karakter Melalui Lingkungan Sekolah Dan Masyarakat


1. Pendidikan Karakter di Lingkungan Pendidikan
Pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu
perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster
optimal character development”.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph. D. (2004), pendidikan karakter
dimaknai sebagai berikut;
“character education is the deliberate effort to help people understand,
care about, and act upon core ethical values. When we think about the
kind of character we want for our children, it is clear that we want them
to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and
then do what they believe to be right, even in the face of pressure from
without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi,
dan berbagai hal terkait lainnya.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna
yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat,
dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga  
masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi
oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni 
pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter itu berpijak dari karakter dasar manusia, yaitu yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama
yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki
tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut
para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah; cinta kepada Allah
dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun,
kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai,
dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri
dari; dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya
integritas.
Pendidikan karakter di lingkungan pendidikan bahwa sekolah harus berpijak
kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai
yang lebih banyak atau lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan
tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya
kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus
dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah 
sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya
peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Meski demikian, ada
perbedaan-perbedaan pendapat di antara pakar tentang pendekatan dan modus
pendidikannya. Pendekatan yang dimaksud oleh sebagian pakar bahwa pendidikan
karakter itu di sarankan menggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
seperti; pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan
pendekatan klarifikasi nilai. Sedangkan sebagian lainnya menyarankan penggunaan
pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara
psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan
fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan
psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural. Artinya secara psikologis karakter individudi maknai sebagai hasil
keterpaduan empat bagian yakni tersebut dapat dikelompokkan dalam;
1. Olah Hati (spiritual and emotional development), Olah hati berkenaan dengan
perasaan sikap dan keyakinan/keimanan
2. Olah Pikir (intellectual development), Olah pikir berkenaan dengan proses nalar
guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatifdan inovatif.
3. Olah Raga dan Kinestetik  (physical and kinestetic development), Olah raga
berkenaan dengan proses persepsi, persiapan peniruan manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas.
4. Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development), Olah rasa dan karsa
berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian,
pencitraan dan penciptaan. Secara diagramatik dapat digambarkan sebagai
berikut.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.
Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam
teori yang banyak digunakan; yaitu; pendekatan pengembangan rasional, pendekatan
pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral
kognitif, dan pendekatan perilaku sosial.
Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai
teori yang berkembang menjadi tiga, yakni; pendekatan kognitif, pendekatan afektif,
dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang
biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni; perilaku, kognisi, dan afeksi.
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain
1. Beriman dan Bertakwa;
2. Jujur dan Bersih;
3. Santun dan Cerdas;
4. Bertanggung Jawab dan Kerja Keras;
5. Disiplin dan Kreatif;
6. Peduli dan Suka Menolong
Pentingnya proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis
yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik)
dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat
dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut;

4 Pilar Dasar Pendidikan Nilai Pendidikan


Karakter

Olah Hati (spiritual and


Olah Pikir (intellectual emotional development)
development)

Nilai-nilai

Olah Raga dan Olah Rasa dan Karsa


Kinestetik (physical and (affective and creativity
kinestetic development), development),

Pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti yang sudah


disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma
lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau
olah pikir maka pada paradigm baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut
karakter harus lebih diutamakan. Maka dengan adanya pendidikan karakter
diharapkan dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena yang namanya
pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang karakter dimaksud dalam
pendidikan adalah karakter bangsa indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai
pancasila anatara lain beriman dan bertakwa; jujur dan bersih; santun dan cerdas;
bertanggung jawab dan kerja keras; disiplin dan kreatif; peduli dan suka menolong
dalam aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
“pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik
atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan
karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan
dan dilakukan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter di lakukan melalui
berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakatpolitik, pemerintah, duniausaha, dan media massa.

B. Karakter Melalui Pendidikan Lingkungan Sekolah


1. Pendidikan karakter dalam program KTSP
Bagaimana menerapkan basis karakter secara efektif dalam implementasi
pembelajaran? Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan
Program pendidikan karakter secarater dokumentasi diintegrasikan tertera dalam
KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender
pendidikan, silabus, RPP. Penerapannya/Pelaksanaan pendidikan karakter
melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat
sekitar.
Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan
karakter melalui tahapan;
1) Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen
bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan
kependidikan serta komite sekolah
2) Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang
tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter.
3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan
Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam
KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender
pendidikan, silabus, RPP Tahapan Pengembangan KTSP melibatkan seluruh
warga satuan pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat sekitar.
1) Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan
karakter melalui tahapan: Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan
melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah
(tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah .
2) Membuat komitmen dengan semua Stakeholder (seluruh warga sekolah,
orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter.
3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal)
yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada
satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk
menetapkan nilai-nilai dan indicator keberhasilan yang diprioritaskan,
sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan
4) Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai
pendidikan karakter.
5) Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang
berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran
muatan local kegiatan lain penjadwalan dan penambahan jam belajar di
sekolah .
6) Melakukan pengkondisian, seperti: penyediaan sarana keteladanan
penghargaan dan pemberdayaan.
7) Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan
pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan
dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan
kondisi sekolah/instansi yang teramati.
Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir)
membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program
lanjutan. Penyiapan perangkat dalam rangka pelaksanaan pendidikan karakter di

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


satuan pendidikan, penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan
berikut:
1) Pembentukan Tim Penggerak
2) Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter dengan Sumber:
Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum
3) Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan
pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter)
4) Penyiapan bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk
pelaksanaan pendidikan karakter dengan waktu/masa pelatihan yang
bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan bagi pemangku kepentingan
dalam pelaksanaan pendidikan karakter disetiap satuan pendidikan.

2. Penerapan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran


Penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran diperlukan
sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung
utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting. 
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. 
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Berkaitan
dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000),
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan
dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan
bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk
ditingkatkan. 
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia,
apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan
penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SD sebenarnya dapat dicapai dengan
baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh
pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. 
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.
Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development).
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi
yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti
pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%.
Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah
berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga
belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi
dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua
yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh
media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan
dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah melaluipendidikan karakter terpadu, yaitu
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan
keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.
Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. 
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui
kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. 

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan
karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain
meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran,
penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya.
Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif
dalam pendidikan karakter di sekolah. 
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya
membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan
pendidikan karakter yang selama ini ada di SD perlu segera dikaji, dan dicari
altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah. 
Tujuan pendidikan karakter untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang,
sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik SD mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. 
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan
budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan
masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau
watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Sasaran pendidikan
karakter adalah seluruh Sekolah Dasar (SD) di Indonesia negeri maupun swasta.
Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi,
dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang
selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik
dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke
sekolah-sekolah lainnya. 

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Melalui program ini diharapkan lulusan SD memiliki keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia,
kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian
yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih
luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. 

3. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Mewujudkan Mutu Lulusan


Sekolah 
Pengembangan mutu lulusan sekolah merupakan proses yang tidak pernah
selesai selama sekolah masih berdiri dan proses belajar mengajar tetap berjalan.
Peningkatan mutu lulusan merupakan proses yang bersiklus tiada henti dari
tahun ke tahun, karena segala sesuatu yang ada di sekitar hidup siswa terus
berubah.
Menetapkan mutu lulusan merupakan bagian penting dalam pemenuhan 8
(delapan) Standar Nasional Pendidikan yaitu: Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan,
Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan
Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan.
Tinggi rendah mutu lulusan ditentukan oleh tinggi rendahnya sumber daya
manajemen. Manajemen dalam menentukan kurikulum, pendidik, proses
pembelajaran, penilaian, sarana dan prasarana yang diperlukan sekolah dapat
menunjang keberhasilan mutu lulusan yang tinggi.
Oleh karena itu, Kepala sekolah selayaknya mampu menciptakan sekolah
yang efektif untuk mengelola sumber daya yang ada, sehingga sekolah dapat
mewujudkan tujuan mutu lulusan yang tidak lebih rendah dari standar nasional
pendidikan. Sekolah harus memiliki patokan pengarah yang baku yaitu
menggunakan SKL sebagai standar penentuan target seluruh kegiatan
pemenuhan  yang terstruktur dan sistematis.

4. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SD/MI


1) Iman-Takwa: (1) Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
tahap perkembangan anak; (2) Mengenal kekurangan dan kelebihan diri

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


sendiri: (3) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya
2) Belajar dan berinovasi: (1) Menggunakan informasi tentang lingkungan
sekitar secara logis, kritis, dan kreatif; (2) Menunjukkan kemampuan
berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan
3) Guru/pendidik: (1) Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan
menyadari potensinya; (2) Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah
sederhana dalam kehidupan sehari-hari; (3) Menunjukkan kemampuan
mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar; (4) Menunjukkan
kegemaran membaca dan menulis; (5) Menunjukkan keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
4) Seni dan Budaya: Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni
dan budaya lokal;
5) Keterampilan hidup dan karir: (1) Mematuhi aturan-aturan sosial yang
berlaku dalam lingkungannya; (2) Berkomunikasi secara jelas dan santun;
(3) Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri
sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya
6) Wawasan Kebangsaan: Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap
lingkungan

5. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Mata Pelajaran SD/MI meliputi: (1)


Pendidikan Agama Islam SD/MI; (2) Pendidikan Agama Kristen SD; (3)
Pendidikan Agama Katolik SD; (4) Pendidikan Agama Hindu SD; (5)
Pendidikan Agama Buddha SD; (6) Pendidikan Kewarganegaraan SD/MI;
(7) Bahasa Indonesia SD/MI; (8) Matematika SD/MI; (9) Ilmu Pengetahuan
Alam SD/MI; (10) Ilmu Pengetahuan Sosial SD/MI; (11) Seni Budaya dan
Keterampilan SD/MI; (12) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
SD/MI; (13) Bahasa Inggris SD/MI.

D. Karakter Melalui Pendidikan Masyarakat


1. Pendidikan Karakter di Lingkungan Masyarakat
Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus utama pembangunan nasional.
Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


untuk memberi dampak positif terhadap pengembangan karaker. Mengenai hal
tersebut secara konstitusional sesungguhn ya sudah tecermin dari misi pembangunan
nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan
misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu “...terwujudnya karakter
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan
Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat
Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi luhur, bertoleran, rgotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
dan berorientasi ipteks.”
Oleh karena itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat
urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan
tersebut sangat luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan
“...pengembangan seluruh aspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat
ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat
esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan
hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan
kekuatan sehingga bangsa ini tidak 3 terombang-ambing; (3) karakter tidak datang
dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang
bermartabat.
Selanjutnya, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa harus
difokuskan pada “...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan
danmemperkuat jati diri bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat
Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.”
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010; 4) pembangunan karakter
bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut.
a. Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan
potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik,
dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b. Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut
berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga
negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan
sejahtera.
c. Fungsi Penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan
menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang bermartabat
Untuk itu maka Pembangunan Karakter Bangsa disikapi dan diperlakukan
sebagai suatu gerakan nasional yang harus menjadi 4 komitmen seluruh komponen
bangsa dengan tema “... membangun generasi Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh,
dan peduli. ” Melihat sifat komprehensif dan kompleksitas dari pembangunan
karakter bangsa tersebut, telah ditetapkan yang menjadi lingkup sasaran
pembangunan karakter bangsa mencakup ranah sebagai berikut. (Kebijakan
Nasional, 2010: 5-6)
1. Lingkup Keluarga yang “... merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan
karakter yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga
terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud
keluarga berkarakter mulia yang tecermin dalam perilaku keseharian. ”
2. Lingkup Satuan Pendidikan yang “... merupakan wahana pembinaan dan
pengembangan karakter yang dilakukan dengan menggunakan (a) pendekatan
terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan
pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, serta (d)
pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan pendidikan.
Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan mulai dari
pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. ”
3. Lingkup Pemerintahan yang “... merupakan wahana pembangunan karakter
bangsa melalui keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


politik. Unsur pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam
proses pembentukan karakter bangsa karena aparatur negara sebagai
penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan
yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan karakter pada tataran informal,
formal, dan nonformal. ” Pemerintahlah yang mengeluarkan berbagai kebijakan
dalam.
4. Lingkup Masyarakat Sipil yang “... merupakan wahana pembinaan dan
pengembangan karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat
serta berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial
kemasyarakatan sehingga nilai-nilai karakter dapat diinternalisasi menjadi
perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari”.
5. Lingkup Masyarakat Politik yang “... merupakan wahana yang melibatkan warga
negara dalam penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan
suara representatif dari segenap elite politik dan simpatisannya. Masyarakat
politik memiliki nilai strategis dalam pembangunan karakter bangsa karena
semua partai politik memiliki dasar yang mengarah pada terwujudnya upaya
demokratisasi yang bermartabat. ”
6. Lingkup Dunia Usaha dan Industri yang “... merupakan wahana interaksi para
pelaku sektor riil yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian
perekonomian nasional sangat bergantung pada kekuatan karakter para pelaku
usaha dan industri yang di antaranya dicerminkan oleh menguatnya daya saing,
meningkatnya lapangan kerja, dan kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri. ”
7. Lingkup Media Massa yang “... merupakan sebuah fungsi dan sistem yang
memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan 5
pembentukan nilai-nilai kehidupan, sikap, perilaku, dan kepribadian atau jati diri
bangsa. Media massa, baik elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif
atau pun nonedukatif bergantung dari muatan pesan informasi yang
disampaikannya. ”

2. Pendidikan Pramuka sebagai Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter memang harus dilakukan sejak dini menanamkan nilai
karakter budaya pendidikan, bahkan sejak dalam usia dini yang menurut. Berbagai
aktifitas yang menyenangkan dan menarik dapat  menjadi bagian dari cara Gerakan

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Pramuka untuk membentuk karakter diri individu. Pendidikan kepramukaan
merupakan proses pendidikan luar lingkungan sekolah dan di luar keluarga dalam
bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang
dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode
Kepramukaan (PDK dan MK) yang sasaran akhirnya pembentukan watak.
Pramuka sebagai salah satu kegiatan ekstra kurikuler di sekolah sangat
relevan dengan pendidikan karakter bangsa terbukti dengan kesamaan nilai-nilai
pendidikan karakter dengan nilai-nilai Dasa Dharma, sehingga sangat tepatlah bila
lewat pramuka pendidikan karakter dibentuk.
Gerakan Pramuka mengawali dengan usia peserta didik 7 tahun hingga 25
tahun dengan sebutan anggota muda, yang dibagi dalam golongan Pramuka Siaga
(7-10), Pramuka Penggalang (11-15), Pramuka Penegak (16-20) dan Pramuka
Pandega (21-25). Pembagian golongan berdasarkan perkembangan dan karakteristik
baik baik fisik maupun psikis. Berikut ini nilai-nilai pendidikan karakter: Religius,
Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin
Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/
Komunikasi, Cinta Damai, Gemar Membaca ,Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan
Tanggung Jawab.
Sedangkan nilai-nilai dalam Dasa Dharma Pramuka meliputi: Takwa kepada
Tuhan yang Maha Esa; Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, Patriot yang
sopan dan ksatria; Patuh dan suka bermusyawarah; Rela menolong dan tabah; Rajin,
terampil, dan gembira; Hemat, cermat, dan bersahaja; Disipilin, berani, dan setia;
Bertanggung jawab dan dapat dipercaya; Suci dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan.
Jika semua anggota Pramuka memahami itu semua, insya Allah ia akan
menjadi pribadi yang tangguh, bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa, dan negara.
Pendidikan karakter saat ini memang harus segera dilakukan, mengingat
perkembangan masyarakat yang berjalan. Karakter budaya Indonesia yang  sudah
dikagumi bangsa lain jangan sampai pupus oleh gesekan mental generasi muda yang
lebih menyenangi budaya asing. Namun dengan budaya asing yang masuk ke
Indonesia justru menjadi motivasi untuk lebih mencintai budaya bangsa sendiri.
Untuk itu pendidikan karakter sudah tidak bisa di tunda lagi.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya
peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Konfigurasi
pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural.
Artinya secara psikologis karakter individudi maknai sebagai hasil keterpaduan
empat bagian yakni tersebut dapat dikelompokkan dalam empat pilar ; (1)Olah Hati,
(2) Olah Pikir, (3) Olah Raga dan Kinestetik, dan (4) Olah Rasa dan Karsa.
Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
“pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik
atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Prosedur
pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui
tahapan; (1) Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen
bersama antara seluruh komponen warga; (2) Membuat komitmen dengan semua
stakeholder; (3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan
di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Berkaitan dengan pembentukan karakter
peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan
berinteraksi dengan masyarakat. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-
mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa
berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill.
Kementrian Pendidikan Nasional menyusun Disain Induk Pendidikan
Karakter, yang merupakan kerangka paradigmatik implementasi pembangunan
karakter bangsa melalui system pendidikan. Secara keseluruhan pendidikan karakter
dalam Disain Induk Pendidikan Karakter tersebut adalah sebagai berikut.
(Kemdiknas, 2010: 11-12)
a. Secara makro pengembangan karakter dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan
dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan
dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan: (1) filosofis -

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU N0. 20 Tahun 2003 beserta ketentuan
perundang-undangan turunannya; (2) pertimbangan teoretis - teori tentang otak
(brain theories), psikologis (cognitive development theories, learning theories,
theories of personality) pendidikan (theories of instruction, educational
management, curriculum theories), nilai dan moral (axiology, moral
development theories), dan sosial-kultural (school culture, civic culture); dan
(3) pertimbangan empiris berupa pengalaman dan praktek terbaik (best
practices) dari antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesanren,
kelompok kultural dll.
b. Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman belajar (learning
experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan
karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui
proses pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah
satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam
tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar
(learning experiences) yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi
dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan
pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan
karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur (structured learning
experiences). Agar proses pembelajaran tersebut berhasilguna peran guru
sebagai sosok anutan (role model) sangat penting dan menentukan. Sementara
itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi (persistent-life situation), dan
penguatan (reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan
pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri
berprilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan
dipersonalisai dari dan melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan
pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan,
dan penguatan harus dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.
a. Dalam konteks makro kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia
pelaksanaan pendidikan karakter merupakan komitmen seluruh sektor
kehidupan, bukan hanya sektor pendidikan nasional. Keterlibatan aktif dari
sektor-sektor pemerintahan lainnya, khususnya sektor keagamaan,

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


esejahteraan, pemerintahan, komunikasi dan informasi, kesehatan, hukum
dan hak azasi manusia, serta pemuda dan olah raga.
c. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan
berkelanjutan yang sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk menditeksi
aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses
pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik.
Secara diagramatik, Pendidikan Karakter pada tataran makro tersebut digambarkan
sebagai berikut.

PPROSES PEMBUDAYAAN DAN PEMBERDAYAAN

Agama, Pancasila, INTERVENSI


UUD 45, UU No.
20/23 ttg Sisdiknas

Teori
Pendidik MASYA
an KELUARGA RAKAT
SATUAN Perilaku
psikologi Nilai-nilai HHH Berkarak
, Nilai, Luhur
PENDIDIKAN
sosial, ter
Budaya

Pengalaman terbaik
(best patricipation)
dan praktek nyata
HABITAT

PERANGKAT PENDUKUNG
Kebijakan Pedoman, Sumber Daya Lingkungan,
Sarana dan Prasarana. Kebersamaan, Komitmen
pemangku kepentingan

Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)

Pada tataran mikro, pendidikan karakter ditata sebagai berikut (Kemdiknas,


2010: 13-14)
a. Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar,
yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk
budaya satuan pendidikan (school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau
ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.
b. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata
pelajaran (embeded approach). Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama
dan Pendidikan Kewarganegaraan, karena memang misinya adalah
mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan nilai/karakter harus
menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode
pendidikan nilai (value/character education). Untuk kedua mata pelajaran
tersebut nilai/karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


(instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects). Sementara
itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain
pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki
dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya nilai/karakter dalam diri
peserta didik.
c. Dalam lingkungan satuan pendidikan dikondisikan agar lingkungan fisik dan
sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama
dengan warga satuan pendidikan lainnya erbiasa membangun kegiatan
keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter.
d. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yan g terkait
langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra
kurikuler, yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak
terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil, Palang
Merah Remaja, Pecinta Alam dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan
penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.
e. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses
penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku
berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan menjadi kegiatan
keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.
Secara diagramatik, Pendidikan Karakter pada tataran mikro tersebut
digambarkan sebagai berikut.

Pembinaan dalam
Integrasi kedalam KBM kehidupan keseharian
pada setiap Mapel satuan pendidikan

BUDAYA SEKOLAH KEGIATAN


(KEGIATAN KEGIATAN KESEHARIAN
KBM DI KEHIDUPAN HHH DI RUMAH
KELAS EKSTRA
KESEHARIAN DI
SATUAN PENDIDIKAN) KURIKULER

Penerapan Pembiasaan
Integrasi ke dalam kegiatan
kehidupan keseharian di rumah
Ekstrakurikuler Pramuka,
yang sama dengan di satuan
Olahraga, karya Tulis , dll
pendidikan

Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


Ringkasan
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai. Pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan.
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya
peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Konfigurasi
pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural.
Artinya secara psikologis karakter individudi maknai sebagai hasil keterpaduan
empat bagian yakni tersebut dapat dikelompokkan dalam empat pilar ; (1)Olah Hati,
(2) Olah Pikir, (3) Olah Raga dan Kinestetik, dan (4) Olah Rasa dan Karsa.
Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
“pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik
atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Prosedur
pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui
tahapan; (1) Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen
bersama antara seluruh komponen warga; (2) Membuat komitmen dengan semua
stakeholder; (3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan
di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Berkaitan dengan pembentukan karakter

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan
berinteraksi dengan masyarakat. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-
mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa
berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill.
Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada
setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan
nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. 
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan
karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi,
nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian,
pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah menyelesaikan tes formatif 2 ini, Anda dapat memperkirakan tingkat
keberhasilan Anda dengan melihat kunci/rambu-rambu jawaban yang terdapat pada
bagian akhir modul ini. Jika Anda memperkirakan bahwa pencapaian Anda sudah
melebihi 80%, silakan Anda terus mempelajari Kegiatan Belajar pada Modul
berikutnya, namun jika Anda menganggap pencapaian Anda masih kurang dari 80%,
sebaiknya Anda ulangi kembali kegiatan belajar 2 ini.

Tes Formatif 2
1. Setelah Anda mempelajari materi diatas jelaskan tentang pendidikan karakter
melalui lingkungan sekolah .
a. Apakah esensi atau makna pendidikan karekter itu?

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


b. Sebutkan dan jelaskan empat pilar dalam pendidikan karakter.
c. Sebutkan karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila?
2. Setelah Anda mempelajari diharap dapat menerapkan basis karakter secara
efektif dalam implementasi pembelajaran
a. Bagaimanakan menerapkan pendidikan karakter dalam satu kesatuan
program KTSP?
b. Bagaimanakah pengembangan KTSPyang, melibatkan seluruh satu
kesatuan?
3. Setelah mengetahui bahwa pendidikan karakter itu terkait sengan
pembangnguan bangsa melalui pendidikan masyarakan bernegara.
a. Apakah urgensinya karakter melalui pendidikan masyarakat yang
multidimensional ?
b. Jelaskan tiga fungsi utama Kebijakan Nasional yang menyangkut
pembangunan karakter bangsa?
4. Penerapan pendidikan karakter pada kegiatan kepramukaan. Bagaimanakah
penerapan pendidika karakter pada kegiatan-kepramukaan?

Kunci/Rambu-rambu Jawaban Tes Formatif 2


1. Jawabannya
a. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan
moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak,
supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan  warga negara yang
baik. Kriteria seseorang yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai
luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka 
membina kepribadian generasi muda.
b. Empat pilar dalam pendidikan kareakter adalah:
(a) Olah Hati (spiritual and emotional development), Olah hati berkenaan
dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


(b) Olah Pikir (intellectual development), Olah pikir berkenaan dengan proses
nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatifdan
inovatif.
(c) Olah Raga dan Kinestetik  (physical and kinestetic development), Olah raga
berkenaan dengan proses persepsi, persiapan peniruan manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas.
(d) Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development), Olah rasa dan
karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam
kepedulian, pencitraan dan penciptaan. Secara diagramatik dapat
digambarkan sebagai berikut.
c. Karakter pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain:
Beriman dan bertakwa; jujur dan bersih; santun dan cerdas; bertanggung jawab
dan kerja keras; disiplin dan kreatif; peduli dan suka menolong
2. Jawabnya
a. Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan Program
pendidikan karakter secarater dokumentasi diintegrasikan tertera dalam
KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum,
kalender pendidikan, silabus, RPP. Penerapannya/Pelaksanaan pendidikan
karakter melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orang tua siswa, dan
masyarakat sekitar.
Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan
karakter melalui tahapan;
1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen
bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan
kependidikan serta komite sekolah
2. Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah,
orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.
3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah
b. Pengembangan KTSP melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orang
tua siswa, dan masyarakat sekitar. Yaitu melalui (1) Prosedur pengembangan
kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan:
Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan
kapendidikan serta komite sekolah; (2) Membuat komitmen dengan semua
Stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh
masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.
(3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan
eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan
dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini
dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indicator keberhasilan yang
diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian
keberhasilan (4) Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan
nilai-nilai pendidikan karakter; (5) Membuat perencanaan dan program
pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui
pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan local kegiatan lain
penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah; (6) Melakukan
pengkondisian, seperti: penyediaan sarana keteladanan penghargaan dan
pemberdayaan; (7) Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk
keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian
keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku
semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati.
3. Jawabannya
a. Pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi yang
sangat luas dan bersifat multidimensional. Keunggulan bangsa dan bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”, bahwa (1) karakter
merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya
karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter
berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak
terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus
dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat.
b. Tiga fungsi utama Kebijakan Nasional pembangunan karakter bangsa secara
fungsional memiliki tiga fungsi utama
a) Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi, bahwa pembangunan
karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan
berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b) Fungsi Perbaikan dan Penguatan, yaitu pembangunan karakter bangsa
berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab
dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa
menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c) Fungsi Penyaring bahwa pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah
budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat
4. Gerakan Pramuka untuk membentuk karakter diri individu.
a. Pendidikan kepramukaan merupakan proses pendidikan luar lingkungan
sekolah dan di luar keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan,
sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip
Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan (PDK dan MK) yang sasaran
akhirnya pembentukan watak. Pramuka sebagai  salah satu kegiatan ekstra
kurikuler di sekolah sangat relevan dengan pendidikan karakter bangsa
terbukti dengan kesamaan nilai-nilai pendidikan karakter dengan nilai-nilai
Dasa Dharma, sehingga sangat tepatlah bila lewat pramuka pendidikan
karakter dibentuk.
b. Gerakan Pramuka diikuti usia peserta didik 7 tahun hingga 25 tahun dengan
sebutan anggota muda, yang dibagi dalam golongan Pramuka Siaga (7-10),
Pramuka Penggalang (11-15), Pramuka Penegak (16-20) dan Pramuka
Pandega (21-25). Pembagian golongan berdasarkan perkembangan dan
karakteristik baik baik fisik maupun psikis.
c. Nilai-nilai pendidikan karakter: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikasi, cinta damai, gemar
membaca ,peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. sedangkan
nilai-nilai dalam dasa dharma pramuka meliputi: takwa kepada tuhan yang
maha esa; cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, patriot yang sopan
dan ksatria; patuh dan suka bermusyawarah; rela menolong dan tabah; rajin,
terampil, dan gembira; hemat, cermat, dan bersahaja; disipilin, berani, dan

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


setia; bertanggung jawab dan dapat dipercaya; suci dalam pikiran, perkataan,
dan perbuatan.

GLOSARIUM
1. Masa golden age merupakan masa-masa penting bagi tumbuh kembang anak-
anak. Para ahli psikologi dan pendidikan, sepakat tentang hal ini. Dr. Maria
Montessori, ahli pendidikan anak dari Itali (1870-1952), pernah mengatakan
“Bekerja sama dengan anak yang lebih tua dari 3 tahun terlalu terlambat untuk
memiliki pengaruh yang paling bermanfaat bagi hidup mereka".
2. Grand Design Pendidikan Karakter:
a. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerrti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang
tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.  Muatan
pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning,
moral feeling, dan moral behavior (Lickona:1991), atau dalam arti utuh
sebagai morality yang mencakup moral judgment and moral behaviour baik
yang bersifat prohibition-oriented morality maupun pro-social morality 
(Piaget, 1967; Kohlberg; 1975; Eisenberg-Berg; 1981).
b. Secara pedagogis, pendidikan karakter dikembangkan dengan
menerapkan holistic approach.

3. Great learning adalah adanya kebenaran dalam hati, adanya keindahan dalam
karakter, didalamnya terdapat keharmonisan yang diperoleh mulai dari dalam
rumah, dan akan terwujud dalam ketertiban dalam bangsa, negara ini, hingga
terwujud adanya perdamaian di dunia.

4. Fungsi keluarga ialah memelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka
sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.

5. Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep


yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan
teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan
interpersonal. Soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori: intrapersonal
dan interpersonal skill.

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan


DAFTAR PUSTAKA
Darosy, 2012, Pemakalah, Seminar Keluarga Institusi Awal Pendidikan Berbasis Karakter,
yang diselenggadaran oleh UNDIP

David Elkind and Freddy Sweet. 2004. How to Do Character Education"


http://www.goodcharacter.com/Article_4.html

Depdiknas RI. 2004. Pengembangan karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI.

Elias, L.(1989). Moral education: secular and religious. Florida: Roberta


E.Krieger Publishing Co,Inc

John M. Echols dan Hasan Shadily, 2005. Kamus Inggris-Indonesia oleh Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama

Hersh, R. H.; et.al.1981. The management of education professionals in instructionally


effective schools: toward a research agenda. Eugene: Center for Educational
Policy and Management, University of Oregon,

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. 


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Ki Hadjar Dewantara.
Dalam http://alenmarlissmpn1gresik.wordpress.com/2010 /10/03/manfaat-
karakteristik-pendidikan-bagi-guru-untuk mebangunperadaban-bangsa/. Diakses
hari Minggu tanggal 10 April pukul 21.15 WIB.

Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.

----------, dkk. 2007.
Dalam http://alenmarlissmpn1gresik.wordpress.com/2010/10/03/manfaat-
karakteristik-pendidikan-bagi-guru-untukmembangunperadaban  bang sa/. Diakses
hari Minggu pada tanggal 10 April pukul 22.00 WIB.

Mochtar Buchori. 2007. Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita. Dikutip dari


www.tempointeraktif.com/hg/kolom/…/kol,20110201-315,id.html diakses hari
minggu 10 April 2011 pukul 18.50 WIB.

Syaiful Bahri. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ratna Megawangi. 2007. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta: FE-UI

Ryan, Kevin & Bohlin, Karen E. 1999,. Moral education; Character; Study and teaching;
United States. 1st edition. Jossey-Bass  (San Francisco.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) NO. 20 TAHUN 2003

Yusuf, Syamsu. 2004. Mental Hygiene, Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian
Psikologi dan Agama. Bandung: Bani Quraisy.

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)

Pengembangan Karakter Melalui Lingkungan Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai