Anda di halaman 1dari 18

SALURAN-SALURAN PENDIDIKAN KARAKTER

Implementasi pendidikan karakter harus sesuai dengan saluran-saluran pendidikan karakter itu
sendiri, maksudnya penerapan atau implikasinya harus mempunyai metodelogi-metodelogi yang tepat
yang berbeda antara satu dan lainnya dissuaikan dimana tempat penerapan pendidikan karakter itu.
Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan Keluarga, di
Sekolah, di masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Orientasi-orientasi pembelajaran ini
lebih ditekankan pada keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah
publik.

A. KELUARGA
Berbicara tentang pendidikan karakter, baik kita mulai dengan ungkapan indah Phillips dalam
The Great Learning(2000:11): “If there is righteousness in the heart, there will be beauty in the
character; if there is beauty in the character, there will be harmony in the home; if there is harmony
in the home, there will be order in the nation; if there is order in the nation, there will be peace in the
world”. ( jika ada kebenaran di dalam hati, akan ada keindahan karakter; jika ada keindahan dalam
karakter, aka nada harmoni di rumah; jika ada harmoni di rumah, aka nada ketertiban di Negara ini,
jika ada ketertiban di Negara ini, akan ada kedamaian di dunia)
Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi seperti dikemukakan di atas,
pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati
diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru. Tetapi penting untuk segera
dikemukakan sebagaimana terlihat dalam pernyataan Phillips tadi bahwa pendidikan karakter
haruslah melibatkan semua pihak; rumahtangga dan keluarga; sekolah; dan lingkungan sekolah lebih
luas (masyarakat) dan lain-lain.. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menyambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris terputus antara ketiga
lingkungan pendidikan ini. Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama
antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasi.
Dengan demikian, rumahtangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan watak dan
pendidikan karakter pertama dan utama mestilah diberdayakan kembali. Sebagaimana disarankan
Phillips, keluarga hendaklah kembali menjadi “school of love”, sekolah untuk kasih sayang (Phillips
2000). Dalam perspektif Islam, keluarga sebagai “school of love” dapat disebut sebagai “madrasah
mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada pembinaan keluarga (usrah). Keluarga
merupakan basis dari ummah (bangsa); dan karena itu keadaan keluarga sangat menentukan keadaan
ummah itu sendiri. Bangsa terbaik (khayr ummah) yang merupakan ummah wahidah (bangsa yang
satu) dan ummah wasath (bangsa yang moderat), sebagaimana dicita-citakan Islam hanya dapat
terbentuk melalui keluarga yang dibangun dan dikembangkan atas dasar mawaddah wa rahmah.
Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Anas r.a, keluarga yang baik memiliki empat cirri
:
1. Pertama, keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan
menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kedua, keluarga di mana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi; saling asah dan
asuh.
3. Ketiga, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan; tidak ngoyo atau tidak
serakah dalam usaha mendapatkan nafkah; sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan.
4. Keempat, keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya; dan karena itu selalu
berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar
dan pendidikan seumur hidup (life long learning), min al-mahdi ila al-lahdi.

Datang dari keluarga mawaddah wa rahmah dengan ciri-ciri seperti di atas, maka anak-anak telah
memiliki potensi dan bekal yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Dan,
sekali lagi, sekolah seperti sudah sering dikemukakan banyak orang selogannya tidak hanya menjadi
tempat belajar, namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan, termasuk pendidikan watak
dan pendidikan nilai.

B. PENYALURAN PENDIDIKAN KARAKTER DILINGKUNGAN SEKOLAH


Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua
lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar
waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi
pembentukan karakternya.
Menurut Berman, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru
adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan
saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru
juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri
sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep
karakter pada anak didiknya dengan baik.
Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU. menjelaskan pendidikan karakter tidak hanya
mengenalkan nilai-nilai secara kognitif tetapi juga melalui penghayatan secara afektif dan
mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan siswa seperti pramuka, upacara bendera, palang merah remaja, teater, praktek kerja
lapangan, menjadi relawan bencana alam, atau pertandingan olahraga dan seni adalah cara-cara
efektif menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada siswa. Ia menekankan pendidikan berbasis
karakter bukan merupakan mata pelajaran tersendiri melainkan dampak pengiring yang diharapkan
tercapai.
Sementara itu Kemendiknas menyebutkan beberapa prinsip pengembangan pendidikan karakter
dan budaya bangsa di sekolah, yaitu:
1. Keberlanjutan : yaitu bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa
dimualai dari awal peserta didik masuk hingga selesai dari satuan pendidikan.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah.
3. Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan merupakan
pokok bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai bahan atau
media mengembangkan nilai-nilai karakter.
4. Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan.

Dengan demikian pengembangan pendidikan karakter dapat melalui mata pelajaran


(terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan budaya sekolah.
Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang
strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi
peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku
seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru
menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan
transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara
bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk
memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik
di sekolah, sebagai berikut :
1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.
Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta
didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan
menemukan sendiri hasil belajarnya.
2. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran.
Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter
pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya
dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses
pembelajaran.Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia.
3. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau
menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang
kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia
(peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru
perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang
mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter.
Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan
masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik.
Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru,
sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi
seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha
untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/figurnya tersebut.
Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta
didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan
ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya dalam uraian di atas
menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang
berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor
mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena
kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator
berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju
mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru
harus mampu membangkitkan semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta
didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong
peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan
menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru
dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran
yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.

Penyaluran Pendidikan Karakter di Pergruan Tinggi


Pendidikan karakter di lingkup satuan pendidikan perguruan tinggi dilaksanakan melalui
tridharma perguruan tinggi, budaya organisasi, kegiatan kemahasiswaan, dan kegiatan keseharian
(Tim Pendidikan Karakter Ditjen Dikti, 2011). Penjelasan dari setiap aspek pendidikan sebagai
berikut:
1. Tridharma Perguruan Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam kegiatan pendidikan,
penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat;
2. Budaya organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan perguruan tinggi;
3. Kegiatan kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam kegiatan
kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Seni;
4. Kegiatan keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
kampus, asrama/pondokan/keluarga, dan masyarakat.
Untuk mewujudkan budaya perguruan tinggi. Diperlukan karakter individu, yang selaras dengan
nilai-nilai Pancasila. Dalam mewujudkan karakter individu, diperlukan pengembangan diri secara
holistic, yang bersumber pada olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah karsa. Seperti yang telah
dikemukakan dari konfigurasi nilai yang terdapat dalam ranah olah hati, olah pikir, olah raga, dan
olah rasa/karsa masing-masing diambil satu nilai sebagai nilai-nilai utama karakter yang
dikembangkan secara nasional, termasuk dilingkungan Dikti. Karakter yang dimaksud adalah: Jujur,
Cerdas, Tangguh, Peduli (Jurdastangli).
Definisi Konseptual Jujur, Cerdas, Tangguh, dan Peduli :
1. Jujur: Lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, ikhlas
2. Cerdas: Sempurna perkembangan akal budinya untuk berpikir, tajam pikirannya.
3. Tangguh: Sukar dikalahkan, kuat, andal, kuat sekali pendiriannya, tabah dan tahan menderita
4. Peduli: Mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan.

C. MASYARAKAT
Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter
anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah orang yang lebih tua
yang “ tidak dekat “, “ tidak dikenal “ “ tidak memiliki ikatan famili “ dengan anak tetapi saat itu ada
di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak. Orang-orang inilah yang dapat
memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.
Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat:
1. Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman rumah masing-masing,
membersihkan saluran air, menanami pekarangan rumah.
2. Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan, merusak atau mencoret-coret
fasilitas umum.
3. Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik.
Kendala – kendala yang dihadapi dimasyarakat:
4. Tidak ada kepedulian.
5. Tidak merasa bertanggung jawab.
6. Menganggap perbuatan anak adalah hal yang sudah biasa.
Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman
nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Shihab
(1996: 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan
cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada
“kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.
Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan memang sangat erat sekali berkait dengan
pengubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. ini tentu saja bukan hal yang mudah
untuk dilakukan. Akan tetapi apabila tidak dimulai dan dilakukan dari sekarang, kapan rasa
memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan maksimal
dapat diperolah dunia pendidikan.
1. Norma-norma Sosial Budaya
Masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat
dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan
keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di
keluarga dan sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh
semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat, dimanapun berada pasti punya karakteristik
sendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan masyarakat yang lain.
Norma-norma yang terdapat di Masyarakat harus diikuti oleh warganya dan norma-norma
itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Dan
normanorma tersebut merupakan aturan-aturan yang ditularkan oleh generasi tua kepada
generasi berikutnya. Penularan-penularan itu dilakukan dengan sadar dan bertujuan, hal ini
merupakan proses dan peran pendidikan dalam masyarakat.
2. Jenis jenis peran serta masyarakat dalam pendidikan
Ada bermacam-macam tingkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan.
Yang biasa diklasifikasikan dalam, dimulai dari tingkat terendah ke tingkat lebih tinggi, yaitu;
a. Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia.
Jenis ini adalah jenis tingkatan yang paling umum, pada tingkatan ini masyarakat hanya
memanfaatkan jasa sekolah untuk pendidikan anak.
b. Peran serta secara pasif.
Artinya, menyetujui dan menerima apa yang diputuskan lembaga pendidikan lain, kemudian
menerima keputusan lembaga tersebut dan mematuhinya.
c. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga.
Pada jenis ini, masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sarana dan
prasaranan pendidikan dengan menyumbangkan dana, barang atau tenaga.
d. Peran serta dalam pelayanan. Masyarakat terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya
membantu sekolah dalam bidang studi tertentu.
e. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan misalnya, sekolah meminta
masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, dan lain-lain.
f. Peran serta dalam pengambilan keputusan.
Masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan anak, baik akademis maupun
non akademis. Dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana pengembangan
pendidikan.
D. PEMERINTAH
Pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pengembangan
pendidikan karakter, yaitu: pertama melalui stream top down; kedua melalui stream bottom up; dan
ketiga melalui stream revitalisasi program. Ketiga alur tersebut divisualisasikan dalam Bagan 4 di
bawah ini:

STRATEGI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER


INTEGRASI 3
1. INTERVENSI MELALUI  SOSIALISASI STRATEGI
KEBIJAKAN (Top-Down)  PENGEMBANGAN REGULASI
 PENGEMBANGAN KAPASITAS 1. KBM
 IMPLEMENTASI & KERJASAMA 2. Pengemba
 MONITORING & EVALUASI ngan
Budaya
Satuan
2. PENGALAMAN PRAKTIS ILUSTRASI BEST PRACTICE
Pendidika
(Bottom-Up) Talent scouting; Satuan
n;
Pendidikan, IHF; YPI Al-Hikmah;
3. Keg.
The ESQ Way 165; MHMMD; DLL
Kokurikule
r &/
ekstrakuli
3. REVITALISASI REVITALISASI SOSIO PEDAGOGIS
kuler;
PROGRAM Pramuka; Kantin Kejujuran; UKS;
4. Kegiatan
PMR; Perlombaan/ olimpiade keseharia
sains & OR; revitalisasi gugus n dirumah
sekolah
&
masyarak
at

Strategi yang dimaksud secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Intervensi melalui kebijakan (Top - Down)
Jalur/aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil oleh Pemerintah/Kementerian
Pendidikan Nasional dan didukung secara sinergis oleh Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas
pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam strategi ini pemerintah menggunakan lima
strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu:
a. Sosialisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan
karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan pencanangan
pendidikan karakter untuk semua.
b. Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter,
Kementerian Pendidikan Nasional bergerak mengkonsolidasi diri di tingkat internal dengan
melakukan upaya-upaya pengembangan regulasi untuk memberikan payung hukum yang
kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
c. Pengembangan kapasitas
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan melakukan upaya-
upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan satu
sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan menjadi
pelaku terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai karakter.
d. Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan
pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
e. Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan melakukan monitoring dan
evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik
di Unit Utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta pemangku kepentingan
pendidikan lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan
mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2. Pengalaman Praktisi (Bottom - Up)
Pembangunan pada jalur/tingkat ini diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan
pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah
mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan
sekolah tersebut.
3. Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan pendidikan
karakter di mana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakurikuler yang sudah ada
dan sarat dengan nilai-nilai karakter.

Integrasi Tiga Strategi


Ketiga jalur/tingkat pada Bagan 4, yaitu: top down yang lebih bersifat intervensi, bottom up
yang lebih bersifat penggalian bestpractice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang
sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan.
Ketiga pendekatan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar
penting pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk
Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu: kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya
satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler.
Ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan
karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1. Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk mendukung
terlaksananya pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan
tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinerjikan
semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk melibatkan instansi-instansi lain yang
terkait dan dapat menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat
dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan karakter.
2. Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan
belum mencirikan kekhasan daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan
penambahan baik indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu
juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan
menyebarkan bahan – bahan yang dimaksud (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di
lingkungan masyarakat luas).
3. Pemberian dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat provinsi dan
kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang
diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas
pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional tingkat daerah seperti
TPK Provinsi dan kabupaten/kota.
4. Pemberian Dukungan Sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha
dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.
5. Sosialisasi ke masyarakat, Komite Pendidikan, dan para pejabat pemerintah di lingkungan dan
di luar diknas

E. DUNIA USAHA
Sebagaimana masyarakat ketahui bersama, saat ini dunia dalam era liberalisasi perdagangan
dimana persaingan dalam perdagangan barang dan jasa semakin ketat baik untuk pasar dalam negeri
maupun dalam rangka pemanfaatan pasar ekspor. Sayangnya negara-negara majulah yang cenderung
lebih banyak memanfaatkan kesempatan dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang.
Hal ini dimungkinkan karena negara maju jauh lebih siap menghadapi era globalisasi, dibandingkan
dengan negara berkembang. Salah satu faktor yang juga sering menekan dan berpotensi merugikan
negara-negara berkembang karena ketidaksiapannya tersebut yaitu adanya isu-isu baru yang
mempengaruhi kegiatan industri dan perdagangan, antara lain adalah pengkaitan isu demokrasi,
penanganan hak-hak asasi manusia (HAM), perburuhan, lingkungan hidup.
Dalam hal liberalisasi perdagangan, Indonesia telah menandatangani beberapa perjanjian baik
itu bilateral, regional maupun multilateral. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai bentuk perjanjian
Internasional adalah salah satu upaya dalam mendapatkan akses pasar yang lebih besar bagi produk
ekspor Indonesia. Hal ini perlu direspon positif dan ditindaklanjuti oleh seluruh lapisan masyarakat
sehingga semua elemen bangsa ini mampu memanfaatkan peluang dalam kerjasama tersebut.
Pemanfaatan peluang kerjasama perdagangan bebas perlu direncanakan dan dirancang strateginya
dengan teliti dan tepat sehingga mampu mewujudkan kerjasama industri dan perdagangan yang
bermanfaat serta peningkatan ekspor yang saling menguntungkan.
Dalam menghadapi era liberalisasi ekonomi seperti saat ini baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat harus mampu merespon secara positif.
Pemerintah harus mampu merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat, para pelaku usaha harus
mampu meningkatkan mutu produk, kinerja, dan budaya kerja yang baik serta masyarakat harus
memiliki kesadaran dan rasa cinta terhadap produk dalam negeri.
Salah satu peranan pemerintah dalam merespon kondisi tersebut adalah mempercepat proses
industrialisasi, menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi
ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang, dan mencoba untuk
memberikan arahan terhadap pembangunan industri nasional.
Kementerian Perindustrian dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional telah
mengeluarkan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional sesuai Peraturan Presiden (Perpres) RI
Nomor 28 tahun 2008. Kementerian Perindustrian telah merumuskan visi sebagai berikut: Visi
Industri 2025: membawa Indonesia pada tahun 2025 menjadi “Sebuah Negara Industri Tangguh di
Dunia”.
Dalam mencapai visi industri nasional 2025, SDM Industri yang kompeten wajib diwujudkan
sesuai dengan standar berdasarkan kebutuhan. Sumber Daya Manusia adalah faktor utama dan
terpenting dalam kompetisi liberalisasi perdagangan. Oleh karena itu, standar kompetensi dan
pembentukan karakter pada dunia usaha dan industri mutlak diperlukan. Kompetensi dapat diartikan
sebagai kemampuan (melaksanakan tugas) yang dilandasi oleh pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills) dan sikap kerja (attitute) untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu.
Kompetensi yang digunakan untuk mencapai sebuah target yang diinginkan dan memenuhi
standar dalam sebuah pekerjaan maka membutuhkan kompetensi standar. Dalam sebuah standar
kompetensi memang harus menjadi perhatian khusus terutama era kompetisi perdagangan bebas
seperti saat ini.
Beberapa hal yang menjadi latar belakang pentingnya penentapan standar kompetensi dan
pembentukan karakter pada dunia usaha dan industri adalah sebagai berikut:
1. Di Indonesia kompetensi adalah istilah yang belum populer di masyarakat dan dunia kerja;
2. Kualitas tingkat kompetensi diukur dari tingkat pendidikan dan pengalaman;
3. Belum ada format sertifikasi yang baku yang diakui oleh semua pihak (standar kompetensi,
sistem kelembagaan sertifikasi);
4. Belum adanya acuan yang jelas pada tataran diklat sebagai proses produksi kompetensi kerja;
5. Adanya trend dibanyak negara terkait acuan diklat;
6. Keikutsertaan Indonesia dalam WTO, AFTA, APEC;
7. Kesiapan indonesia menghadapi globalisasi dibidang jasa tenaga kerja;
8. Pada forum WTO lebih dari 20 negara meminta indonesia agar membuka pasar kerja untuk
tenaga profesional (dokter, akuntan, arsitek, pangacara dll);
9. Request Indonesia terhadap negara lain untuk tenaga kerja perawat, pelaut, perhotelan, konstruksi
terkendala persyaratan standar kompetensi yang ditetapkan oleh negara penerima;
10. Bukti empiris menggambarkan bahwa sebuah bangsa yang memiliki budaya kerja yang baik
maka bangsa tersebut menjadi bangsa yang unggul;

Untuk merespon latar belakang di atas pemerintah salah satunya telah mengeluarkan kebijakan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam SKKNI terdapat 3 (tiga) klasifikasi
kompetensi yaitu :
1. Kompetensi produktif
Kompetensi produktif adalah kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi nasional
yang sudah ada atau yang disepakati sebagai acuan. Kompetensi produktif juga dimungkinkan
mengacu pada kompetensi industri tertentu. Selain itu kompetensi produktif mengacu pada
kemampuan menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, kompetensi produktif
digunakan secara terbatas untuk pekerjaan dan keahlian tertentu.
2. kompetensi kunci
Kompetensi kunci adalah kompetensi umum yang dibutuhkan oleh setiap orang sehingga
dapat digunakan dalam pekerjaannya secara efisien. Contoh dari kompetensi kunci misalnya:
a. Kemampuan dalam mengkomunikasikan ide dan informasi;
b. Kemampuan dalam merancang dan mengorganisasikan kegiatan;
c. Kemampuan dalam menginvetarisasi masalah, mencari akar masalah dan menyelesaikan
masalah;
d. Kemampuan dalam menggunakan teknologi;
e. Kemampuan bekerjasama dalam tim;
f. Kemampuan menggunakan ide matematis dan teknis;
g. Kemampuan mengumpulkan, menganalisis dan mengorganisasikan informasi.
3. kompetensi normatif dan adaptif.
Kemampuan normatif dan adaptif adalah kemampuan yang harus ada. Kemampuan ini lebih
menitikberatkan pada pencarian makna kehidupan daripada sekedar penguasaan ilmu yang
mengacu pada pohon ilmu.

Ketiga kompetensi tersebut harus secara sinergi dikembangkan terhadap para pelaku industri.
Kompetensi akan tercipta dengan baik ketika pembentukan karakter terhadap individu mampu
tercipta dengan baik. Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain. Karakter adalah suatu keadaan atau
konstitusi jiwa yang nampak dalam perbuatan-perbuatannya.
Karakter mencakup dimensi overt (terlihat) dan covert (tidak terlihat) dari kepribadian manusia
dalam mengadakan konsistensi antara keduanya serta yang satu merupakan cerminan yang lain.
Karakter menunjukan siapa diri anda. Karakter menentukan sifat, perkataan dan tindakan seseorang.
Karakter yang baik adalah motivasi dari dalam untuk melakukan yang benar walaupun kita suka/tidak
suka dalam setiap situasi (Thomas Kristo M, 2009).
Karakter bergantung pada pembawaan dan lingkungan hidup (pergaulan dan pendidikan), dengan
demikian karakter tergantung pada kekuatan dari dalam dan kekuatan dari luar (Busyairi, 1997).
Dalam hal ini karakter dilihat dari faktor pembentuknya dapat dibedakan menjadi:
1. Faktor pembentuk alamiah
Pada dasarnya setiap manusia telah memiliki karakter dasar yang dibawanya melalui gen orang
tuanya. Karakter dasar ini walaupun sulit tetapi dapat dirubah oleh lingkungan.
2. Faktor pembentuk lingkungan
Dalam teori Tabula rasa John Locke, George Berkely dan David Hume menyatakan bahwa
lingkungan sangat berperan dalam menentukan tingkah laku manusia. Anak-anak dengan
fitrahnya yang bersih namun jika dalam tumbuh kembangnya berada dalam lingkungan yang
tidak kondusif maka lambat laun fitrahnya akan tertutupi dengan keburukannya. Keburukannya
itu berasal dari lingkungannya.
Pada umumnya pembentukan karakter individu itu berhubungan antara individu dengan dirinya
sendiri (tanggung jawab, menghargai diri sendiri, disiplin diri, motivasi diri), antara individu dengan
orang lain (kejujuran, menghargai orang lain, baik hati, empati) dan dengan komunitas yang lebih
luas (keadilan dan kebenaran) (Pearson, Q. M., & Nicholson, J. I. 2000).
Dalam dunia industri di Indonesia ada beberapa karakter penting yaitu:
1. Visi dan Harapan
Dunia usaha terutama usaha kecil harus dipacu untuk memiliki harapan. Harapan itulah yang
menggerakan usaha tersebut untuk berjalan setapak demi setapak meraih posisi yang lebih baik.
Visi dan harapan tersebut diharapkan secara tidak sadar mampu mengantarkan para pelaku usaha
kecil untuk terus tumbuh dan berkembang sehingga mampu berpartisipasi dalam mengkondisikan
industri nasional yang stabil.
2. Tradisi Belajar (membaca, menulis, berdiskusi, meneliti)
Tak dipungkiri bahwa bangsa yang memiliki tradisi belajar akan menjadi bangsa yang maju. Jika
bangsa Indonesia memiliki tradisi belajar misalnya tradisi membaca, menulis, berdiskusi, meneliti
serta memiliki motivasi untuk terus tumbuh dan meningkatkan kompetensi diri, motivasi untuk
menghasilkan sebuah karya maka bangsa ini akan memiliki kualitas yang unggul. Dunia industri
sangat membutuhkan tradisi ini, karena modal yang paling utama adalah Sumber Daya Manusia.
3. Kreativitas dan Inovasi
Saat ini, Indonesia membutuhkan industri-industri kreatif ditengah-tengah gelombang masuknya
produk barang dan jasa dari luar negeri akibat FTA. Era sekarang bukan zamannya untuk melihat
yang sudah ada tetapi kreativitas untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda dan baru. Untuk
menghasilkan industri-industri kreatif tersebut, pemerintah hendaknya merangsang seluruh
elemen baik pihak swasta, institusi pendidikan dan masyarakat untuk senantiasa mengasah
kreativitas dan inovasi.
4. Manajemen Waktu
Dalam dunia industri waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Manajemen waktu berarti
memanfaat waktu sebaik mungkin untuk menghasilkan sesuatu yang produktif secara efektif dan
efisien. Bangsa yang mampu memanfaatkan waktu dengan baik maka bangsa tersebut akan
mampu menghasilkan produktivitas jauh lebih besar daripada bangsa lain. Demikian juga dalam
bidang industri di Indonesia. Jika sebagian industri di Indonesia mampu menerapkan manajemen
waktu dengan baik maka pertumbuhan industri di Indonesia akan jauh lebih cepat.
5. Bekerja keras dan bekerja cerdas
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal ulet dan tekun, sebagai contoh bangsa ini telah
menghasilkan beberapa karya dari hasil ketekunannya berupa ukiran pada candi, batik, kerajinan
tangan dan sebagainya. Disisi lain tidak hanya kerja keras yang dibutuhkan tetapi juga kerja
cerdas. Bangsa ini harus mampu melihat dengan jeli dan teliti fenomena-fenomena yang terjadi di
sekitanya. Bangsa ini harus mampu membaca dan menganalisis setiap pernyataan dan pemikiran
bangsa lain sehingga mampu bersikap dengan tepat. Bangsa ini harus mampu mengolah informasi
dan menciptakan berbagai alternatif peluang dari informasi yang telah di olah. Bangsa ini harus
mampu berpikir strategis dalam merespon fenomena-fenomena yang terjadi di era globalisasi ini.
6. Disiplin
Salah satu budaya Indonesia katanya adalah budaya jam karet. Hal ini sangat mempengaruhi
produktivitas kinerja dari sebuah bangsa. Budaya ini mungkin sudah mengakar dalam pikiran
sebagian masyarakat Indonesia. Oleh karena itu hendaknya pemerintah mengambil kebijakan
yang lebih tegas agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang disiplin.
7. Bekerja sama dan adaptif
Globalisasi telah mengkondisikan laju informasi dan teknologi bergerak sangat cepat. Oleh
karena itu bangsa ini harus memiliki karakter terbuka yang selektif bukan berkarakter yang
terbuka tanpa penyaringan nilai-nilai yang kurang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Globalisasi juga mempermudah proses interaksi dengan orang asing. Dalam proses interaksi
tersebut bangsa Indonesia harus mampu mengenal karakter bangsa lain dan mampu mengolah
karakter tersebut sehingga bangsa Indonesia dapat mengambil keuntungan dari proses interaksi
tersebut. Kemampuan bangsa Indonesia dalam mengatur ritme kapan harus berkompetisi dan
kapan harus bekerja sama adalah suatu modal keunggulan bangsa.
8. Jujur dan Terpercaya
Salah satu penyakit bangsa ini yang harus dihilangkan jika bangsa ini ingin maju adalah budaya
tidak jujur. Seperti halnya jam karet budaya ini rasanya seperti telah mengakar kuat dalam setiap
lapisan masyarakat. Kasus-kasus seperti korupsi, kolusi dan manipulasi yang tersajikan dalam
berita-berita setiap hari adalah bukti nyata. Setiap insan yang berada dalam dunia industri
membutuhkan sikap jujur dan terpercaya. Kejujuran dan kepercayaan menjadikan bangsa ini
menjadi bangsa yang maju. Jangan sampai permasalahan ketidakjujuran ini menguras dan
membuang banyak energi yang seharusnya energi tersebut digunakan untuk berproduktif dan
berkarya dalam hal positif.
9. Keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama. Tak dapat dipungkiri bahwa agama memiliki
peranan yang sangat signifikan dalam menjaga harmonisasi kehidupan dan keseimbangan
individu. Jika setiap individu mengamalkan ajaran-ajaran agama masing-masing dengan baik
maka akan tercipta masyarakat madani di negara ini.
Perwujudan beberapa karakteristik guna meningkatkan industri nasional tersebut di atas bukan
tanpa kendala. Beberapa kendala yang terjadi diantaranya:
1. Belum adanya rencana strategis dalam pembentukan karakter bangsa lintas sektoral.
2. Budaya-budaya asing yang masuk di negeri ini tanpa ada penyaring sehingga mampu meracuni
para generasi muda.
3. Kurang selektifnya media di Indonesia baik media elektronik dan media cetak dalam
menayangkan berbagai hiburan yang direspon negatif oleh sebagian besar masyarakat
4. Budaya kerja yang kurang membudaya dalam setiap kehidupan masyarakat Indonesia
5. Tradisi belajar yang kurang terinternalisasi dalam setiap jiwa masyarakat Indonesia

F. MEDIA MASSA
Di era globalisasi ini tentunya media sangatlah menjadi hal yang harus diperhatikan. Media
masa selain memiliki fungsi hiburan juga sebagai penyebaran nilai dan pengetahuan lainnya.
Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat
luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Media perlu pula ditambahkan sebagai suatu kekuatan pembentuk perilaku umum (common
opinion) sekaligus saluran informasi yang dalam banyak hal dapat memperluas pendidikan karakter
bangsa tetapi di sisi lain menjadi saluran penetrasi budaya asing. Selain itu media sebagai kekuatan
demokrasi suatu bangsa, memainkan peran strategis dalam menumbuhkan demokrasi, termasuk
demokrasi Pancasila sebagai karakter bangsa Indonesia.
Fungsi media massa menurut Dominick (2001), terdiri dari surveillance, interpretation, linkage ,
transmission of values dan entertainment yang dapat diuraikan berikut ini.
1. Surveillance(Pengawasan)
Fungsi pengawasan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pengawasan Peringatan (Warning or Beware Surveillance)
Fungsi ini terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan,
meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi, atau adanya
serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Kendati banyak
informasi yang menjadi peringatan atau ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh
media, banyak orang yang tidak mengetahui ancaman itu.
b. Pengawasan Instrumental (Instrumental Surveillance)
Fungsi ini merupakan penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau
dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari- hari. Berita tentang film apa yang sedang
diputar di bioskop, bagaimana harga- harga saham di bursa efek, produk- produk baru dan
sebagainya, adalah contoh - contoh pengawasan instrumental.
c. Interpretation(Interpretasi)
Fungsi komunikasi massa ini sangat erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan. Media
massa tidak hanya menyajikan data dan fakta, tetapi juga menyajikan informasi beserta
interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata untuk memahami
fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi siaran.
d. Linkage(Hubungan)
Media massa mampu menggabungkan unsur - unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang
tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Misalnya, hubungan para
pemuka partai politik dengan para pengikutnya ketika membaca berita surat kabar mengenai
partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu (Effendy, 1992 : 30).
e. Transmission of value (Penyebaran nilai - nilai)
Fungsi ini disebut juga socialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu pada cara, dimana
individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambar
masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan pada kita
bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan kata lain, media
mewaki li kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya.
f. Entertainment (hiburan)
Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi
hiburan. Fungsi komunikasi massa sebagai hiburan jelas tampak pada televisi, film, dan
rekaman suara. Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi
utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada,
apakah itu cerita pendek, cerita besambung, atau cerita bergambar.
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto. 2012. Pengertian Pendidikan Karakter. [Online].Tersedia: http://belajarpsikologi.com[ 11 Februari


2014 ]
Hamdan Husein, Batubara. 2013. Cara Jitu Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. [Online]. Tersedia:
http://media-nomor1.blogspot.com.[10 Februari 2014].
Antoro, Dwi. 2012. Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar.[Online]. Tersedia: http://atariuz.blogspot.com. [10
Februari 2014]

Anda mungkin juga menyukai