Askep Anak Rana Au
Askep Anak Rana Au
SINDROM
Disusun Oleh :
BANDAR LAMPUNG
2019/2020
KATA PENGANTAR
melimpahkan karunia serta ridho Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
salam penulis limpahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi
Atas rahmat dan inayah Nya kami dapat menyelesaikan askep sederhana ini
menyadari asuhan keperawatan ini jauh dari kata sempurna baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu kami berterimakasih jika ada kritik
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan selalu mendapatkan
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................4
B. Tujuan Penelitian........................................................................................5
C. Metode penulisan........................................................................................7
D. Sistematika penulisan..................................................................................7
Definisi.......................................................................................................................8
Etiologi.......................................................................................................................9
Patofisiologi................................................................................................................9
Komplikasi.................................................................................................................11
Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................12
Penatalaksanaan.........................................................................................................12
Pengkajian..................................................................................................................14
Diagnosa Keperawatan...............................................................................................18
Intervensi Keperawatan..............................................................................................18
Implementasi Keperawatan........................................................................................19
Evaluasi Keperawatan................................................................................................20
BAB IV PENGKAJIAN
A. Pengkajian Lengkap.......................................................................................20
B. Analisa Data...................................................................................................21
D. Intervensi Keperawatan..................................................................................31
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................34
B. Saran ..............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis ini menggunakan metode deskriptif
berupa studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Teknik Observasi
Penulis melakukan pengamatan gejala-gejala perilaku yang dialami klien
dengan sindroma nefrotik
2. Teknik Wawancara
Pengkajian untuk mengumpulkan data dilakukan terhadap keluarga, dan
perawat ruangan. Dengan melakukan komunikasi secara langsung.
3. Pemeriksaan fisik
Penulis melakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk mendapatkan data
yang objektif, dengan tahap inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
4. Studi Dokumentasi/catatan perawat
Penulis melakukan pengumpulan data dengan mempelajari data pada buku
status perkembangan pasien meliputi catatan perawatan dan catatan medis
dirumah sakit.
5. Studi Literatur
Penulis mencari referensi sebagai bahan pendukung analisa agar makalah ini
mempunyai nilai ilmiah untuk dipertahankan.
D. Sistematika Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindroma nefrotik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia) (Brunner & Suddart, 2002).
A. Etiologi
Penyebab terjadinya sindrom nefrotik belum diketahui secara pasti, namun akhir-akhir
ini dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan reaksi dari antigen
dan antibodi. Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi beberapa yaitu sebagai berikut :
Sindrom nefrotik skunder disebabkan oleh malaria kuartana atau parasit lainnya,
penyakit kolagen seperti lupus eritromatosus dan purpura antifilaktoid. Penyebab lainnya
adalah trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
eman, dan air raksa.
Pada kelainan ini mencolok skleriosis glomeruls yang sering disertai atrofitubulus.
B. Patofisiologi
d) Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam
urin (lipiduria).
e) Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia,hipelipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani,
2001 ; 217)
C. Tanda dan Gejala
1. Edema anasarka (biasanya pada bagian kelopak mata, tangan, kaki, kelamin).
2. Oliguria
3. Proteinuria (>3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
4. Hipoalbuminemia (<3,5 g/dL)
5. Anoreksia
6. Asites
7. Berat badan meningkat
8. hiperlidipedmia
9. Hiperkolesterolemia
D. Komplikasi
E. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48 jam
setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap
pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada
infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin
meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif
dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau
lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan
torak eritrosit.
3. Pengukuran Protein Urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection.
Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga
waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya
proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan.
Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari
sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin Serum
5. USG Renal
6. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia> 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik
signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk
diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe
memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-
change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease
memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
7. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada
kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino
essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220
mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai protein total menurun (N: 6,2-8,1
gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal.
F. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan medis untuk sindroma nefrotik mencakup komponen berikut ini :
1. Perawatan Medis
a. Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darahsistemik dan glomerular
serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi
ginjal moderat sampai berat. Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak
memberikan progres yang baik.
b. Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan pada
Sindrom Nefrotik yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian
diuretik dapat memperburuk gejala tersebut. Pada edema sedang atau edema persisten, dapat
diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg perhari. Pemberian spironolakton dapat
ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2
mg/kg per hari. Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi
diuretik dengan infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid
1-2 mg/kg intravena. Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran
cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload). Penderita yang
mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.
c. Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan adalah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 – 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria
persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 – 2,25 g/kg per
hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam bentuk
kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.
d. Infeksi
Penderita Sindrom Nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein
faktor B dan D diurin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri. Pemakaian
imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi
adanya infeksi perlu dilakukan. Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus,
sedang sepsis pada SN sering disebabkan oleh kuman gram negatif. Peritonitis primer
umumnya disebabkan oleh kuman gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga
perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-
tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.
e. Hipertensi
Hipertensi pada Sindrom Nefrotik dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau
terjadi sebagai akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada Sindrom Nefrotik
dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta
adrenergic blockers.
f. Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan
tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan
kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri
abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-
20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.
g. Tromboemboli
h. Hiperlipidemia
Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk
mengurangi gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
a. Pengaturan Minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan elektrolit,
yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
b. Pengendalian Hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah
data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa,
vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
c. Pengendalian Darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat dihindari
dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buah-buahan, hiperkalemia dapat
diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia sudah terjadi maka
dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium bicarbonate secara intra vena,
pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian insulin.
d. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha
pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat
diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan mendesak
misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung.
e. Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum
memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan natrium
bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg
natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain dengan
dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk
faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada bakteriuria dengan memperhatikan
efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari karena dapat
mempermudah terjadinya infeksi.
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi
dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam amino
yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan
nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati
obesitas.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada An.A dengan sindrom
nefrotik di Ruang Anak RS Al Islam Bandung. Dalam bab ini, akan membahas meliputi segi
pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, impelementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan mengenai kasus yang diangkat.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang dilakukan di dalam proses perawatan. Pengkajian ini
melalui pengkajian pola fungsional menurut Gordon, pemeriksaan fisik dengan metode head
to toe, dan pengumpulan informasi atau data – data ini diperoleh dari wawancara dengan
pasien, keluarga pasien, melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik.
Menurut NANDA (2012 - 2014) tanda gejala yang dapat muncul pada pasien sindrom
nefrotik adalah edema anasarka (biasanya pada bagian kelopak mata, tangan, kaki, kelamin),
oliguria, proteinuria (>3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak,
hipoalbuminemia (<3,5 g/dL), anoreksia, asites berat badan meningkat, iperlidipedmia,
hiperkolesterolemia.
Hasil pengkajian pada hari Senin, 15 Oktober tanda dan gejala yang muncul pada pasien ialah
edema pada mata, tangan, kaki dan kelamin, perut asites, protein 3+ dalam urine, albumin 2,5
g/dL, nilai hematologi darah meningkat, dan Ibu An. A yang tidak mengetahui tentang
penyakit sindrom nefrotik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang diberikan kepada pasien
mengenai respon individu untuk menjaga penurunan kesehatan, status, dan mencegah serta
merubah. Berdasarkan hal tersebut dalam kasus asuhan keperawatan pada An.A dengan
sindrom nefrotik di Ruang Anak RS Al Islam Bandung diangkat tiga diagnosa yaitu :
1. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan hipoalbuminemia
Kelebihan volume cairan adalah peningkatan asupan dan atau retensi cairan. Pada kasus ini
diagnosa keperawatan ini diangkat karena adanya tanda gejala edema dibagian mata, tangan,
kaki dan kelamin, perut asites, protein 3+ dalam urine, albumin 2,5 g/dL. Walaupun masih
ada tanda dan gejala lain yang tidak diangkat, tetapi diagnosa ini menjadi prioritas
dikarenakan tanda dan gejala yang muncul aktual pada pasien.
2. Resiko Infeksi
Resiko infeksi adalah rentan mengalami infeksi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat menganggu kesehatan. Pada kasus ini diagnosa keperawatan ini diangkat karena adanya
tanda gejala peningkatan nilai hematologi dalam darah seperti leukosit, trombosit, hematokrit
dan hemoglobin. Diagnosa ini diambil untuk mencegah terjadinya infeksi yang lebih parah.
C. Intervensi Keperawatan
Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan semua rencana tindakan
yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Intervensi yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan oleh pasien.
Diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipoalbuminemia diberikan
intervensi keperawatan dalam 3x 24 jam yaitu : monitoring edema, monitoring intake output,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring berat badan dan lingkar perut setiap hari,
monitoring urine, lanjutkan kolaborasi dengan dokter pemberian lasix 15 mg (diatur setelah
pemberian albumin) dan prednisolon 3x10 mg serta wida D5-1/2Ns, dan lanjutkan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk diet rendah garam.
Diagnosa resiko infeksi diberikan intervensi keperawatan dalam 3x24 jam yaitu : monitoring
tanda-tanda vital, pastikan melakukan tindakan dengan teknik aseptik dengsn mencuci tangan
6 langkah di 5 momen, beritahu Ibu untuk mengenali adanya tanda- tanda infeksi, lanjutkan
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cefotaxime 3x500mg.
Diagnosa resiko infeksi diberikan intervensi keperawatan dalam 3x24 jam yaitu : kaji tingkat
pengetahuan Ibu mengenai penyaki, berikan informasi mengenai penyakit, prognosis dan
penatalaksanaan yang diperlukan untuk sindrom nefrotik (menurut Jurnal Immawati dengan
Judul Pengaruh Kepatuhan Pengobatan Terhadap Kejadian Kekambuhan pada Anak
Pengidap Sindrom Nefrotik), berikan evaluasi terhadap informasi yang telah diberikan.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah disusun pada tahap
perencanaan sebelumnya (Nanda 2012). Berdasarkan hal tersebut, dalam mengelola pasien
dilakukan implementasi dengan masing – masing diagnosa sesuai dengan perencanaan yang
dibuat. Dalam pelaksanaan terdapat beberapa hambatan yang dirasakan, yaitu tidak adanya
dinas malam sehingga pemantuan pasien tidak dapat secara langsung dan mengandalkan
handover dari perawat, kemudian pada tahap awal pengkajian An.A masih dalam kondisi
penyesuaian dengan situasi diruangan sehingga pengkajian yang dilakukan secara bertahap
dalam waktu sehari. Walaupun begitu, dari semua perencanaan yang dibuat dapat
dilaksanakan pada implementasi.
Diagnosa kelebihan volume cairan difokuskan pada pemantauan intake output untuk
mencapai balance negatif, pemantauan edema, pemantauan BB dan lingkar perut, pemberian
obat kortisosteroid dan pemberian diet rendah garam serta monitoring ttv. Implementasi ini
dilakukan dalam waktu 3x24 jam.
Diagnosa resiko infeksi dilakukan agar tidak terjadi infeksi yang meluas dengan
implementasi dimulai dari perawat dengan cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment,
pemantuan ttv dan tanda-tanda infeksi serta pemberian antibiotik.
Diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dimulai dengan
mengkaji pengetahuan Ibu tentang sindrom nefrotik kemudian memberikan penjelasan
mengenai sindrom nefrotik dan mengevaluasi hasil yang telah diberikan.
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Mareelli, 2007 evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari tahap – tahap
proses keperawatan untuk mengetahui apakan masalah – masalah keperawatan yang muncul
pada kasus teratasi atau tidak dan untuk membandingkan antara yang sistematik dengan yang
terencana berkaitan dengan fasilitas yang tersedia.
Diagnosa keperawatan pada pasien dapat teratasi walaupun pada diagnosa kelebihan volume
cairan perlu adanya pemantuan diet rendah garam saat di rumah agar tidak terjadi
kekambuhan pada An.A. Diagnosa resiko infeksi dapat teratasi walaupun pasien masih harus
melanjutkan terapi OAT karena positif pada pemeriksaan mantoux test. Diagnosa defisiensi
dapat teratasi karena ibu dan keluarga yang kooperatif dan patuh terhadap pengobatan
dilakukan.
BAB IV
PENGKAJIAN
A. RIWAYAT KESEHATAN
I. Keluhan Utama
Bengkak di beberapa bagian tubuh (kelamin, mata, kaki dan tangan).
V. Pengkajian Fisiologis
1. OKSIGENASI
Perilaku
Ventilasi Frekuensi : 30x/menit √ Teratur □Tidak teratur
□ Trakeostomi □ penggunaan Oksigen ……..x/mnt
□ Sekret :
Respirasi □ sesak Nafas □ Nafas Cuping hidung □ Retraksi dada
√ Vesikuler □ Ronchi □ Wheezing □ Krakles
□ Batuk □ lain-lain…..
Pertukaran Gas AGD tgl ….. pH : PaO2: PCO2:
HCO3 BE : Sat O2:
Transport Gas Nadi : 80 x/mnt √ regular □ ireguler TD : 100/70 mmHg
Akral : √ hangat □ dingin □ anemis □ pucat
□ cianosis □ clubbing finger □ pusing
Bunyi Jantung □√ BJ I/II Normal □ murmur □ Gallop
2. NUTRISI
BB saat ini √ Lebih □ Baik □ kurang □ Buruk
(15,5kg)
Status Nutrisi □ ASI √ susu formula □ bubur □ nasi tim √ rendah
garam
Diet □ Ya √ tidak Frekuensi makan : Posi makan:
Puasa √ oral □ OGT □ NGT □ Gastrostomi □ parenteral
Cara Makan □ kurang □ cukup √ baik
Kualitas Makan √ bersih □ Kotor stomatitis : □ ya □ tidak
Lidah Caries : □ ya √ tidak lain-lain:
Mulut □ supel □ kembung √ tegang □ terdapat massa lokasi:
Abdomen √ tidak teraba □ hepatomegali □ lien □ splenomegali
Hepar 7 x/mnt
Bising Usus
3. PROTEKSI
PERILAKU √ Tidak ada □ Pucat □ Jaundice
□ Menjadi merah □ Sianosis □ …………..
Gangguan □ suhu : 37,6 °C √ Hangat □ Teraba panas □ Teraba
Warna Kulit dingin
Suhu √ Baik □ Jelek
Turgor √ Tidak ada □ Lesi □ Erupsi □ Eritema
□ Lainnya, ……………
Gangguan pada √ Tidak ada □ Ada
kulit
Luka √ Tidak ada □ Ada
Stoma √ Tidak Ada □ Ada
4. SENSASI
PERILAKU
Penglihatan □ Kotoran mata [R L]
Mata √ Simetris □ Tidak Simetris : R < L atau L < R
√ Reaktif □ Non Reaktif [R L]
Pupil √ Baik □ Tidak baik
Pengecapan √ Baik □ Terjadi gangguan □ Jelek
Kondisi gigi √ Pink □ Pucat □ Inflamasi
□ Perdarahan □ Kering □ Lembab
Gusi √ Baik □ Tidak baik
Penciuman □ Berdarah □ Drainage √Tidak ditemukan masalah
Hidung □√ Adekuat □ Menurun [R L] □ Tuli [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Pendengaran √ Bersih [R L] □ Kotor [R L] □ Discharge [R
L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Telinga √ Bersih [R L] □ Kotor [R L] □ Discharge [R
L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
PEMERIKSAAN KECEMASAN
Hasil Pemeriksaan
Nama
14 15 16 17 18 19 Satua
Pemeriksaa Nilai
Oktobe Oktobe Oktobe Oktobe Oktobe Oktobe n
n Rujukan
r 2018 r 2018 r 2018 r 2018 r 2018 r 2018
Hematologi
11,5-
Hemoglobin 13,7 g/dL
13,5
5.000-
Leukosit 16.900 Sel/uL
14.500
Hematokrit 41,4 34-40 %
150.000
Trombosit 489.000 - Sel/uL
450.000
Urine
Urine Rutin
Kimia Urine
Warna Urine Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Berat Jenis 1.002-
1.015 1.015 1.015 1.015 1.015
Urine 1.030
Ph 6,5 8,0 8,5 7,5 8,5 4,6-7
Nitrat Urine Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Protein
3+ 3+ 3+ 3+ 2+ Negatif
Urine
Glukosa
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Urine
Keton Urine Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Urobilinoge u
3,2 3,2 3,2 3,2 3,2 3,2
n Urine mol/L
Bilirubin
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Urine
Blood 2+ Trace Negatif Negatif Negatif Negatif
Mikroskopis Urine
Eritrosit 1 1 1 1 1 <1 /lpb
Lekosit 4 0 0 0 0 <6 /lpb
Sel epitel 5 0 1 0 1 <5 /lpk
Bakteri Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif /lpk
Kristal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif /lpk
Silinder Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif /lpk
Lain-lain
Lekosit Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Kimia Klinik
Albumin 2,5 3,5-5 g/dL
XII. THERAPI
B. ANALISA DATA
Data Fokus Masalah Keperawatan
Ds : Ibu klien mengatakan bengkak sudah 3 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
minggu, dimulai dari mata kemudian ke hipoalbuminemia.
tangan kaki dan kelamin serta perut.
Do :
- Tampak edema di bagian mata, tangan,
kaki, dan genital.
- Perut tampak asites.
- Protein urine +3
- Blood 2+
- LP = 54 cm
- Albumin 2,5 g/dL
- BB = 15,5 Kg TB = 85 cm (Status
nutrisi lebih)
- Suhu = 37,6 °C
- TD = 100/70 mmHg
- HR = 80 x/menit
RR = 30 x/menit
Ds : Ibu klien mengatakan sebelumnya ada Resiko Infeksi.
demam.
Do :
- Leukosit 16.900 sel/uL
- Hematokrit 41,4 %
- Suhu = 37,6 °C
- TD = 100/70 mmHg
- HR = 80 x/menit
- RR = 30 x/menit
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipoalbuminemia.
2. Resiko infeksi.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan sindroma nefrotik di ruang
Darussalam 3 Ruang Anak Rumah Sakit Al Islam Bandung dengan teknik wawancara,
pemeriksaan fisik, dan observasi, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa :
Pada saat melakukan pengkajian pada tanggal 15 Oktober 2018 penulis melakukan
pengumpulan data yang didapatkan dari pasien dan hasil wawancara keluarga.
Pada saat melakukan intervensi sudah dilakukan semakin trust dengan pasiennya.
Pada saat melakukan implementasi penulis menemukan hambatan yaitu pada saat
mengidentifikasi penyebab nsindroma nefrotik dan melatih cara berkenalan dengan anak
masih sulit untuk melakukannya.
Pada tahap evaluasi disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan dalam
perencanaan.
B. Saran
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan sindroma nefrotik, maka
penulis menyarankan :
1. Bagi Rumah Sakit
Memfasilitasi alat untuk setiap tindakan intervensi
2. Perawat
Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan sesuai
dengan Standar Operasional Praktek (SOP) yang sudah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik
Pada Anak Edisi 2.
Noer SM,Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Kompendium nefrologi anak. Editor: Noer
SM, Soemyarso AN, Subandyah K, Prasetyo VR, Alatas H, Tambunan T, Trihono TT,
Pardede OS, Hidayati LE, Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D.Badan penerbit
ikatan dokter anak Indonesia.2011:72-88.