Anda di halaman 1dari 30

PENDEKATAN DIAGNOSIS

PENDERITA DENGAN DEMAM

Pembimbing :
dr. Muhammad Agus Toha, Sp.PD

Oleh 
Kusumaningdiah Sekar Jatiningrum
201910401011085
-

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSU HAJI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS
PENDEKATAN DIAGNOSIS
PENDERITA DENGAN DEMAM

Tugas dengan judul “PENDEKATAN DIAGNOSIS PENDERITA DENGAN


DEMAM” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian SMF ILMU
PENYAKIT DALAM RSU Haji Surabaya.

Surabaya, Maret 2020


Pembimbing

dr. Muhammad Agus Toha, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas dengan judul
“PENDEKATAN DIAGNOSIS PENDERITA DENGAN DEMAM”.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr.Muhammad Agus Toha, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing saya sehingga referat ini dapat selesai dengan baik.
Saya menyadari referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kritik dan saran saya harapkan demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan
yang mungkin ada. Semoga referat ini bermanfaat bagi rekan dokter muda
khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Akhir kata, penulis
mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surabaya, Maret 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan tubuh sehat adalah suatu harga mutlak yang harus dimiliki oleh
seorang manusia. Manusia dapat melaksanakan segala aktivitasnya dalam
keadaan sehat. Keadaan sehat juga dapat mempengaruhi kondisi psikis
seorang manusia, sehingga keadaan sehat juga berpengaruh dalam jasmani
dan rohani manusia dalam hidup. Namun sesuai kodrat yang asalnya dari
Allah SWT sang maha pencipta, manusia tidaklah selalu merasakan sehat
dalam hidupnya. Keadaan sakit dapat menerpa siapapun manusia tersebut
(Aziz, S, 2008).
Penyakit dapat didefenisikan sebagai perubahan pada individu-individu
yang menyebabkan parameter kesehatan mereka berada dibawah kisaran
normal. Dalam kisaran yang sebenarnya penyakit tidaklah melibatkan
perkembangan suatu bentuk kehidupan yang benar-benar baru. Penyakit
merupakan suatu bentuk kehidupan dari agen luar yang akan mengganggu
kehidupan tubuh manusia. Terdapat bermacam-macam penyakit di dunia ini.
Terpadat macam-macam pula gejala yang menandai tubuh terinfeksi oleh
suatu penyakit salah satunya demam (Price et al, 2005).
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh
melawan infeksi. Oleh karena adanya demam inilah tubuh dapat secara pelan-
pelan mencoba untuk menghancurkan agen-agen patogen yang akan
menginvasi tubuh (Anonim,A., 2008).
Oleh karena pentingnya demam sebagai respons protektif tubuh terhadap
agen luar maupun sebagai gejala suatu penyakit inilah, maka penulis akan
membahasnya didalam laporan tutorial yang berjudul Peran Demam Sebagai
Gejala Tubuh Terhadap Invasi Agen Patogen Asing.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Febris/Demam
Febris/demam adalah tindak balas normal badan terhadap sebarang
jangkitan dan penyakit-penyakit lain. Ia bukanlah satu penyakit tetapi gejala
yang selalunya menandakan anda mempunyai penyakit-penyakit yang ringan
(tidak serius). Suhu badan normal adalah 37°C, jika melebihi tahap ini anda
akan disahkan demam (Anonim,B, 2009).
Demam adalah tanda infeksi, namun penderita penyakit serius dengan
infeksi dapat tanpa demam atau suhu lebih rendah daripada normal. Lagipula
ada banyak penyebab demam selain infeksi. Demam adalah akibat kondisi
yang ditimbulkan oleh perubahan dalam pusat pengatur panas melalui
pengaruh sitokin yang dihasilkan oleh makrofag (Shulman et al, 1994).
Demam karena infeksi bersifat menguntungkan karena mengurangi
stabilitas lisosom, meningkatkan efek interferon, dan merangsang mobilitas
leukosit dan aktivitas bakterisidal. Demam berbeda dengan hiperpireksia
maupun dengan hipertermia karena keduanya tidak memiliki batasan atas
kenaikan suhu. Demam tidaklah sama dengan hipertermia, yang diartikan
sebagai peningkatan suhu tubuh yang tidak terkontrol. Hipertermia dapat
diakibatkan oleh pembentukan panas yang berlebihan atau gangguan
pengeluaran panas (Declan, 1997).
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal
Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu
inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons
pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme
atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan
kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan
klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set
point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1).
Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau

5
lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai
respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai
set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan
pelepasan panas dan memproduksi panas.
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi
diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan
tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya
juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor
individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu
udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu
tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada
tempat pengukuran. Suhu normal pada tempat yang berbeda

Suhu rektal normal 0,27o – 0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu
oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.
Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal
mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran
tympani mencapai 37,6oC. Hiperpireksia merupakan istilah pada demam
yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).

6
B. Etiologi
Macam-macam penyebab demam adalah sebagai berikut:
1. Infeksi virus dan bakteri
2. Flu dan masuk angin
3. Radang tenggorokan
4. Infeksi telinga
5. Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan oleh virus
6. Bronkitis akut, infeksi saluran kencing
7. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
8. Obat-obatan tertentu
9. Masalah-masalah serius seperti pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan
radang selaput otak (Anonim,B., 2009).

C. Mekanisme Terjadinya Demam


Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikrorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin-1. Didalam hipotalamus zat ini akan
merangsang penglepasan asam arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia
(Sudoyo et al, 2007).
Penyebab eksogen demam antara lain bakteri, jamur, virus, dan produk-
produk yang dihasilkan oleh agen-agen tersebut (misal, endotoksin).
Kerusakan jaringan oleh sebab apapun dapat menyebabkan demam. Faktor-
faktor imunologi seperti kompleks imun dan limfokin menimbulkan demam
pada penyakit vaskuler kolagen dan keadaan-keadaan hiperdsensitivitas.
Seluruh substansi di atas menyebabkan sel-sel fagosit mononuklear-monosit,
makrofag jaringan, atau sel kupfer- membuat pirogen endogen (EP =
endogenous pirogen). EP adalah suatu protein kecil yang mirip interleukin 1,
yang merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. EP telah

7
diisolasi dari netrofil, eosinofil, monosit, sel kupfer, makrofag alveoli, dan
sinovium, EP juga ditemukan dalam sel-sel penyakit Hodgkin, limfoma
histiositik, dan kanker sel ginjal. EP menginduksi demam melalui
pengaruhnya pada area pre-optik di hipotalamus anterior. EP melepaskan
asam arakhidonat di hipotalamus yang selanjutnya diubah menjadi
prostaglandin. Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron
termosensitif. Area ini juga kaya dengan seroton dan norepinefrin yang
memperantarai terjadinya demam. EP meningkatkan konsentrasi mediator
tersebut. Selanjutnya kedua mono-amina ini akan meningkatkan adenosin
monofosfat siklik (AMP siklik) dan prostaglandin di susunan saraf pusat
(Declan, 1997).
D .Pola Demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak


telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu
secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam
dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi
ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).1

Tabel 2. Pola demam  yang ditemukan pada penyakit pediatrik


Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever(contoh karbamazepin)
Relapsing atau Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
periodik
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

8
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi
derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam,
dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8

Demam Kontinyu
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu
tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)


Demam Remiten

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik
untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya
bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

9
Gambar 2. Demam remiten

Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi
hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis
demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

10
Demam Septik/ Hektik
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar. 

Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam
yang terjadi setiap hari.

Demam Quotidian Ganda 
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus
12 jam).

Gambar 4. Demam quotidian


Undulant Fever 
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap
tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari
untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam Rekuren

11
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular
pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus
urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam Bifasik 
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk
leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,spirillary rat-
bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever(Marburg, Ebola, dan
demam Lassa).

Relapsing Fever dan Demam Periodik


 Demam Periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular
atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu
atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria
(istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila
demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan  brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

 Relapsing Fever

12
Relapsing fever  adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam  rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)


Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi
yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne
fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit
kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat
disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang
umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan
endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering
ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada
kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam
ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum
awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887,
pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien
dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.
Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti
oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini

13
mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan
anemia hemolitik. 

Gambar 7.  Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).


E.Klasifikasi Demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis


masalah.2 Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut,
subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3.  dan Tabel
4. memperlihatkan tiga kelompok utama demam   yang ditemukan di praktek
pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.1

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Lama demam
Klasifikasi Penyebab tersering
pada umumnya
Demam denganlocalizing
Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
signs
Demam tanpa localizing Infeksi virus, infeksi saluran
<1minggu
signs kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
Fever of unknown origin >1 minggu
arthritis

Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan


Istilah Definisi
Demam Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang
denganlocalization dapat didiagnosis setelah anamnesis dan
pemeriksaan fisik

14
Demam tanpalocalization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang
jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada
interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak
tertarik dengan sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi
buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat
mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis,
sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi
saluran kemih, pneumonia
Bakteremia dan Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam
septikemia darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif,
septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke
jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ

Demam dengan Localizing Signs


Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada
kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda
secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan
dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs


Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis,
atas stomatitis herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis

15
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Demam Tanpa Localizing Signs


Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak
ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi
virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti
ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan
bakteremia. Tabel 6.menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam
tanpalocalizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1
minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh
dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.6
 
Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs
Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis
Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit, CRP tinggi,
Sebagian besar virus leukositosis
(HH-6) Tampak baik, CRP normal, leukosit
Infeksi saluran kemih normal
Malaria Dipstik urine
Di daerah malaria
PUO Juvenile idiopathic Pre-articular, ruam,
(persistent arthritis splenomegali, antinuclear
pyrexia of factor tinggi, CRP tinggi
unknown
origin) atau
FUO
Pasca Vaksinasi triple, Waktu demam terjadi berhubungan
vaksinasi campak dengan waktu vaksinasi
Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis

16
eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)


Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama
1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal
mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal
sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang
berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah
investigasi 1 minggu di rumah sakit.1

F. Diagnosis

A. ANAMNESIS
Tujuan dilakukan anamnesis pada pasien dengan demam yaitu untuk :

1. Mengetahui apakah infeksi mempunyai lokalisasi organ atau tidak. Gejala


penyakit demam dapat dibagi menjadi

1. Konstitusi gejala yang terdiri dari kelelahan, mialgia, kehilangan nafsu


makan, mual,
sakit kepala, dll
2. Gejala sesuai keterlibatan organ tertentu :

 Tonsillo-faring : sakit tenggorokan, batuk, dan sakit saat menelan


 Maksilaris / Frontal sinus : rhinitis, hidung tersumbat, sakit kepala.
 Otak dan meninges : sakit kepala, muntah.
 Paru-paru dan pleura : batuk, produksi sputum, hemoptisis, sesak napas,
dan nyeri dada

  Myopericardium : nyeri dada, sesak napas, dan palpitasi

  Hati : muntah, nyeri epigastrium atau hypochondrial kanan, ikterus 


Kandung empedu dan saluran empedu : sakit perut dan muntah

17
  Appendix : nyeri perut kanan bawah, muntah, dan / atau konstipasi atau
diare.

  Saluran kemih : nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang

  Sendi : sendi nyeri dan pembengkakan.

  Jaringan lunak : Pembengkakkan, perubahan warna, kemerahan dan sakit


pada jaringan lunak

  Kelenjar getah bening perifer : Pembengkakan ekstremitas

1. Bila pada anamnesis tidak didapatkan focus organ infeksi, maka Berikut ini
adalah beberapa gejala khusus yang mungkin mengindikasikan diagnosis demam
singkat tanpa gejala lokalisasi yang disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :

1)  Demam berdarah : kulit petechiae dan perdarahan gingiva, nyeri sendi.

2)  Malaria : demam dengan menggigil dan penurunan suhu normal


spontan setelah demam tinggi, jaundice, penurunan jumlah urin dan
kejang.

3)  Demam tifoid : adanya perubahan pola defekasi (awalnya diare


selanjutnya bisa terjadi konstipasi), nyeri perut.

4)  Leptospirosis : myalgia, penurunan produksi urin, jaundice

5)  Awal presentasi TB dan penyebab lain demam berkepanjangan

2. Jika pasien memiliki gejala yang mengkhawatirkan yang perlu masuk atau
dirawat segera
3. Untuk mengidentifikasi kondisi komorbiditas terkait, seperti :

1)  Usialanjut

2)  Diabetes

3)  Penyakit hati kronis atau penyakit ginjal

4)  Gagaljantung

5)  Terapiimunosupresif

6)  Penyakitparu-parukronis

7)  Baru dirawat di rumah sakit

18
Poin yang perlu diingat dalam anamnesis yaitu pada pasien yang demam
kita harus mengidentifikasi apakah demam disebabkan oleh infeksi local atau
tidak. Jika demam non lokalisasi kita harus mencari gejala yang mungkin
mengindikasikan infeksi sistemik tertentu. Kita juga harus mengidentifikasi gejala
yang mengkhawatirkan karena pasien membutuhkan evaluasi dan pemantauan
yang lebih rinci. Identifikasi kondisi komorbiditas yang signifikan adalah sama
pentingnya karena pasien ini mungkin memiliki toleransi yang buruk dan sering
perlu pendekatan agresif dalam manajemen klinis.

B. PEMERIKSAANFISIK
Gejala harus memandu kita dalam melakukan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh:
volume nadi dan tekanan darah harus dinilai pertama pada pasien yang mengalami
riwayat perdarahan atau episode muntah berulang. Pemeriksaan fisik dilakukan
mulai dari pemeriksaan tanda - tanda vital yang mencakup tekanan darah, nadi,
laju pernapasan, serta suhu; keadaan umum; dan pemeriksaan generalis yang
dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berikut ini pemeriksaan yang
terkait dengan pasien dengan demam

  Orientasi, kewaspadaan,

  Mata : Conjungtiva anemis, sclera ikterus, perdarahan sub-conjuctival

berdarah,

  Hidung : Kelembutan sinus

  Mulut : Pembesaran tonsil, faring hiperemis,

  Leher : Pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar tiroid,


kaku kuduk.

  Jantung : bunyi jantung, regurgitasi murmur

  Paru-paru : suara nafas, wheezing dan ronchi, efusi pleura

  Abdomen : nyeri perut, organomegali (hepatomegaly, spleenomegali),


nyeri ketuk CVA, nyeri tekan McBurney, bising usus, nyeri tekan
suprapubik, asites, pembesaran ginjal (ballottement),

  Pemeriksaan genital bila dicurigai infeksi genitalia

  Ekstremitas : edema tungkai, petechiae, ruam.

Penemuan hepato-splenomegali pada pemeriksaan fisik pada


pasien dengan demam sering disalah tafsirkan. Hepatomegali dan / atau

19
splenomegali pada pasien demam menunjukkan bahwa dia menderita
infeksi signifikan dan tidak lebih dari itu.

C. PEMERIKSAANPENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pada pasien demam antara lain :

1) Hematologi rutin : Dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyakit darah


termasuk leukemia. Pemeriksaan hematologi rutin mencakup :

1. Hemoglobin (Hb)

Interpretasi hasil : Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia


defisiensi besi. Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat,
hemolisis, leukemia leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian
ketat (vegan). Dari obat- obatan: obat antikanker, asam asetil salisilat, rifampisin,
primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.

Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-
obatan: metildopa dan gentamisin

2. Hematokrit
Interpretasi hasil: Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang
menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka
bakar, dehidrasi / diare,

diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%. Ht rendah (<
30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati,
hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht <15%.

3. Leukosit (Hitung total)


Interpretasi hasil : Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi
bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
leukositosis yaitu:

4. Anemia hemolitik

  Sirosis hati dengan nekrosis

  Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)

  Keracunan berbagai macam zat

20
  Obat:allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.

Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis,


anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue),
keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain
antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi
leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.

Leukosit (hitung jenis) Merupakan pemeriksaan terpenting untuk mendeteksi


infeksi. Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali
untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

Interpretasi Hasil :
 Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70%
dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah
terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan neutropenia.
Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir
untuk mengatasi virus sitomegalo) dan AZT (semacam ARV).

 Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh kuman,
serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat
antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-
40% dari leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang tertular dan
dibunuh oleh HIV. Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini
harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan
untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan
sekaligus.

 Monosit atau makrofag mencakup 2-8% dari leukosit. Sel ini melawan infeksi
dengan „memakan‟ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai
kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Monosit yang berada
di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi
umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri.

 Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan
tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan
jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut,
atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.

 Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi
jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1%
leukosit.
 Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit,
monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk
memperoleh limfosit total,

21
nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit
8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 = 2.648.
 shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen)
relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the
left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan
malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain
asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa,
keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

 Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif
dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right
biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan
shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

5. Trombosit

Interpretasi Hasil: Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada


demam berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang
3
bahaya pada <30.000 sel/mm .

Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan,


sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian
kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya,
3
kecuali jika >1.000.000 sel/mm .

6. Laju endap Darah


Interpretasi Hasil : LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau
inflamasi, penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit
keganasan. LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan
poikilositosis.

7. Hitung Eritrosit

Interpretasi hasil Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat,


diare, luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia
sickle cell. Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia,
kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus,
konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam
mefenamat)

1) Urinalisa : Untuk mendeteksi infeksipada ginjal dan saluran


kencing
2) Malaria : Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi malaria
3) Widal : Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi oleh salmonella
typhi

22
4) Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT – SGPT) : untuk mengetahui
gangguan pada hati yang bisa dijumpai pada demam tifoid

Anti-Dengue IgG/IgM : Untuk mendeteksi infeksivirus dengue yang dapat


menyebabkan demam dengue (demam berdarah)

G. Pendekatan Diagnosis Demam

1. Dengue

a. Demam Dengue

AnamnesisPanas tinggi mendadak, menghilang hari ke-3 atau 4 lalu timbul lagi
setelah 1-3 hari (saddle back), total lama demam 5-7 hari, Sakit kepala, sakit
retroorbital, Nyeri sendi, tulang punggung (Backborne fever), Lemah, malaise.

Pemeriksaan FisikFlushing: muka dan leher, Fotofobi, hiperestesi, Ruam primer


makulopapular biasanya pada toraks dan lipat sendi yang hilang dalam 2- 3 hari.
Perdarahan tidak biasa: ptekiae, epistaksis, gusi, saluran cerna, hematuri
mikroskopis, menorrhagi.Hepatomegali (kadang-kadang).

Demam Berdarah Dengue

 Demam akut 2-7 hari yang pada umumnya bifasik.


 Minimal 1 tanda perdarahan.
 Tes torniket (+).
 Ptekiae, purpura, ekimosis.
 Perdarahan mukosa, saluran GI atau tempat lain.
 Hematemesis atau melena. Trombositopenia ≤ 100.000/mm3. Tanda
kebocoran plasma.
 Peningkatan Ht ≥ 20%.
 Penurunan Ht setelah pemberian cairan ≥ 20% dari baseline. o Efusi
pleura, ascites, hipoproteinemia.
 Diagnosis DBD secara klinis dapat ditetapkan jika ditemukan 2 atau lebih
tanda klinis disertai 2 kelainan laboratorium.

Dengue shock syndrome Semua tanda DHF ditambah tanda kegagalan sirkulasi:

  Nadi lemah dan cepat sampai tidak teraba

  Tekanan nadi menurun < 20 mmHg

  Hipotensi (sesuai umur) sampai tidak terukur

  Kulit dingin dan lembab

23
  Pasien tampak gelisah

  Diuresis berkurang

Infeksi Saluran napas Rhinitis (common cold)

Anamnesis  Gejala pertama sering berupa nyeri tenggorokan, diikuti pilek,


hidung tersumbat, bersin-bersin. Batuk. Demam ringan/tanpa demam., Nyeri
kepala. .

Pemeriksaan fisis Hidung : sekret hidung meningkat, mukosa edema, hiperemis.

Faringitis Akut

Anamnesis  Awitan gejala tiba-tiba dengan gejala yang menonjol nyeri


tenggorokan dan panas badan, seringkali disertai sakit kepala dan gejala
gastrointestinalfaringitis streptokokal.-

faringitis viral. .

Pemeriksaan fisik  Faringitis streptokokal: Faring hiperemis dan tonsil


membesar, kadang-kadang disertai eksudat kuning, blood-tinged, Palatum mole
dan faring posterior, petekia. Uvula: hiperemis dan membengkak. Pembesaran
kelenjar getah bening servikal anterioe yang nyeri pada penekanan.

- Faringitis viral: Konjungtivitis dan demam: pharyngoconjunctival fever


(adenovirus). Nodul kecil putih kekuningan di faring posterior, acute
lymphanodular pharyngitis (coxsackie virus). Demam tinggi dan
ginggivostomatitis: Herpes simplex virus.

c. Bronkitis Akut

Anamnesis Batuk: mula-mula kering, non-produktif, beberapa hari kemudian


batuk produktif mengeluarkan mucus yang purulen, bisa disertai muntah berisi
mukus, gejala batuk ini hilang setelah 10-14 hari. Gejala penyakit sistemik.

Pemeriksaan Fisikbiasanya tidak ditemukan kelainan, kadang-kadang ditemukan


ronki kering, coarse crackles atau suara lender dan wheezing.

d. Pneumonia

24
Anamnesis  Non-respiratorik: demam, sakit kepala, kaku kuduk terutama bila
lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut, dan
distensi abdomen terutama pada bayi. Respiratorik: batuk, sakit dada, sesak.

Pemeriksaan Fisik  Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi


subkostal, sianosis, auskultasi paru crackles. Hepatomegali akibat perubahan letak
diafragma yang tertekan ke bawah oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat
gagal jantung kongestif.

Radiologis  Pneumonia interstitialis: kelainan perivaskulas dan interalveolar,


Pneumonia lobaris konsolidasi pada satu lobus penuh, Bronkopneumonia:
infiltrate diffuse.

3. Infeksi saluran kemih

Gejala klinis  Asimtomatik, Simtomatik: disuria, frekuensi meningkat,


urgensi, polakisuria, nyeri perut/pinggang, gangguan pertumbuhan,
muntah, panas yang tidak diketahui penyebabnya dan eneuresis.

Pemeriksaan urin - Adanya mikroorganisme pada air kemih yang tidak


disentrifugasi dengan atau tanpa pewarnaan: bila ditemukan 2
kuman/10LPB atau 5 kuman/LPB, Adanya piuria atau leukosituria

4. Morbili (Campak, Rubeola, Measles)

Adanya riwayat kontak dengan penderita morbilli

 Stadium prodormal

Terdapat enantema (koplik‟s spot) yang muncul 2-4 hari setelah masa prodormal
dan bertahan selama 3-5 hari, 3C ( conjungtivitis, coryza, cough), demam ringan
sanpai sedang.

 Stadium erupsi

Ruam makulopapular dari leher atau belakang telinga ke daerah muka, badan,
anggota badan, dan panas badan yang tingi.

 Stadium akhir
Ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang terjai deskuamasi

kemudian gejala akan menghilang

5. Varisela (Cacar air, Chickenpox)


anamnesis  Adanya kontak dengan penderita varisela, prodormal (panas

25
ringan, malaise, anoreksia), sakit kepala, timbul ruam 24 jam setelah masa
prodormal
pemeriksaan fisik 

limfadenopathy generalisata.

6. OMA
Anamnesis  Gejala klinis bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien
Pemeriksaan fisikDitemukannya abnormal membran tymphani pada
pemeriksaan otoschope seperti opacity, bulging, erythema, middle ear
effusion
7. Demam Tifoid

AnamnesisOnset insidious, Demam remitten, setelah 5-7 hari, suhu


meningkat „stepwise‟ fashion, Malaise, Mialgia, Sakit kepala, Sakit
abdomen, Keluhan BAB diawali diare dan kemudian konstipasi
Pemeriksaan fisikbradikardia relative, hepatosplenomegali, abdomen
kembung, nyeri yang difuse di perut, rose spots

8. Meningitis

Anamnesis  Penderita berasal dari daerah endemik malaria atau riwayat


berpergian ke daerah endemis, Demam tinggi (intermitten) disertai menggigil,

Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk Iritasi dan
kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)

- N II : papil edema, kebutaan


- N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia - N V : fotofobia
- N VII : paresis facial
- N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil Kebingungan atau penurunan
respons

TTIK : nyeri kepala, papil edema, delirium sampai dengan tidak sadar 9. Malaria

rasa kaku, berkeringat sakit kepala, Mungkin adanya nausea, muntah, sakit
punggung, atau sakit daerah perut.
Pemeriksaan FisikPucat, ikterus, atralgia, anemia dan splenomegali.

10. Hepatitis Akut

26
Anamnesis  Fase pre ikterik: Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak
pada abdomen, panas badan, nyeri kepala, kadang diare. Pada hep b dapat timbul
urtikaria, atralgia, atau arthritis. Fase ikterik: Ikterik, depresi mental, bradikardia,
pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat.Gejala prodorman berkurang atau
menghilang.

Pemeriksaan fisik  Hepatomegaly, splenomegaly, kadang limfadenopati 11.


Keganasan

Tanda-tanda keganasan : - Demam

- Penurunan berat badan


- Anemia yang tidak bisa di jelaskan - Pembesaran KGB
- Sakit kepala
- Fatigue
- Tidak enak badan dan lemah
- Nyeri pada lokasi keganasan
- Perubahan pada kulit

H. Penatalaksanaan Saat Terjadi Demam


1. Farmakologi
a) Parasetamol
Parasetamol dapat diberikan setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis
parasetamol berdasarkan BB bukan usia. Jenis obat yang mengandung
parasetamol sangat banyak seperti Tempra, Sanmol, Praxion, Naprex,
Bodrexin sirup, Dumin, Termorex, dll. Dosis 10-15 mg/kg berat badan
(BB) per kali pemberian, maksimal 60 mg/kg BB per hari. Apabila
orang tua kesulitan dalam menghitung dosis hendaknya berkonsultasi
dengan dokter atau apoteker. Dalam memilih obat demam, pilih obat
yang tidak mengandung alkohol, karena beberapa produk sirup juga ada
yang menggunakan alkohol sebagai campurannya.
Obat ini mempunyai banyak sediaan yaitu tablet, sirup, drop, dan
suppositoria. Sediaan drop diberikan pada bayi dengan BB dibawah 10
kg atau pada anak dengan kesulitan minum obat karena volume
pemberian relatif sedikit. Pada anak dengan BB diatas 10 kg dapat
diberikan sirup. Tablet diberikan pada anak usia diatas 12 tahun. Dari

27
penelitian terbukti bahwa pemberian oral dan suppositoria sama
efektifnya. Sediaan suppositoria (melalui dubur) diberikan bila
pemberian oral tidak memungkinkan, contohnya anak dengan muntah
profuse, anak tidur, atau tidak sadar.
Paracetamol (para acetoaminophenol) suatu obat untuk mengurangi
demam (antipiretik) dan nyeri (analgetik). Obat ini aman untuk bayi dan
anak sesuai kebutuhan, karena itu dapat dibeli bebas. Obat ini
dimetabolisme di hati sehingga bila dosis berlebih dapat menimbulkan
gangguan fungsi hati. Efek samping obat (ESO) bersifat reversible,
penghentian obat dapat memperbaiki keadaan umum anak dan ESO
akan berangsur-angsur hilang sehingga kondisi anak kembali normal.
b) Ibuprofen
Dosis obat ini adalah: 5-10 mg/kg BB setiap kali pemberian,
maksimal 40 mg/kg BB/hari. Contoh obat yang mengandung ibuprofen
antara lain Proris, Rhelafen, Fenris, Bufect, dll.
c) Asetosal
Hati-hati peberian obat ini pada anak usia dibawah 12 tahun.
Contoh obat yang mengandung asetosal antara lain Aspilet, Bodrexin
tablet, Contrexyn, Inzana (Anonim,E., 2009).
2. Non-Farmakologi
Dikompres dengan air hangat karena yang terjadi adalah pusat
pengatur suhu akan menangkap sinyal bahwa disekitar tubuh hangat maka
pusat pengatur suhu akan menurunkan suhu tubuh untuk mengimbangi.
Respon pada tubuh akan terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini yang
menyebabkan pembuangan atau pelepasan panas dari dalam tubuh melalui
kulit sehingga suhu tubuh akan menurun. Inilah efek yang diinginkan
dalam penggunaan kompres yaitu untuk menurunkan demam (Anonim,F.,
2009).

28
DAFTAR PUSTAKA

Aziz,S., 2008. Kembali Sehat Dengan Obat (Mengenal Manfaat dan Bahaya
Obat), Edisi 2. Jakarta : Pustaka Populer Obor

Declan, T. Wash, 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta : EGC

Guyton, C. Arthur; Hall, E. John., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
11. Jakarta : EGC

Price, A. Sylvia; Wilson, M. Lorraine., 2005. Patofiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC

Robbins, L. Stanley; Cotran, S. Ramzi; Kumar, V., 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC

29
Sudoyo et al, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Shulman, S. T; Phair, J. P; Sommers, H. M., 1994. Dasar Biologis & Klinis


Penyakit Infeksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Anonim, A., 2008. Pentingnya Demam.


http://nusaindah.tripod.com/kesdemamtifoid.htm(diakses 3 Januari 2010)

Anonim, B., 2009. Dokter Demam.


http://asianbrain.com/cbprtl/cybermed/detail.aspx?
x=Hembing&y=cybermed (diakses 7 Januari 2010)

30

Anda mungkin juga menyukai