Pendekatan Diagnosis Febris - Kusumaningdiah Sekar Jatiningrum - 201910401011085
Pendekatan Diagnosis Febris - Kusumaningdiah Sekar Jatiningrum - 201910401011085
Pembimbing :
dr. Muhammad Agus Toha, Sp.PD
Oleh
Kusumaningdiah Sekar Jatiningrum
201910401011085
-
1
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS
PENDEKATAN DIAGNOSIS
PENDERITA DENGAN DEMAM
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas dengan judul
“PENDEKATAN DIAGNOSIS PENDERITA DENGAN DEMAM”.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr.Muhammad Agus Toha, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing saya sehingga referat ini dapat selesai dengan baik.
Saya menyadari referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kritik dan saran saya harapkan demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan
yang mungkin ada. Semoga referat ini bermanfaat bagi rekan dokter muda
khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Akhir kata, penulis
mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan tubuh sehat adalah suatu harga mutlak yang harus dimiliki oleh
seorang manusia. Manusia dapat melaksanakan segala aktivitasnya dalam
keadaan sehat. Keadaan sehat juga dapat mempengaruhi kondisi psikis
seorang manusia, sehingga keadaan sehat juga berpengaruh dalam jasmani
dan rohani manusia dalam hidup. Namun sesuai kodrat yang asalnya dari
Allah SWT sang maha pencipta, manusia tidaklah selalu merasakan sehat
dalam hidupnya. Keadaan sakit dapat menerpa siapapun manusia tersebut
(Aziz, S, 2008).
Penyakit dapat didefenisikan sebagai perubahan pada individu-individu
yang menyebabkan parameter kesehatan mereka berada dibawah kisaran
normal. Dalam kisaran yang sebenarnya penyakit tidaklah melibatkan
perkembangan suatu bentuk kehidupan yang benar-benar baru. Penyakit
merupakan suatu bentuk kehidupan dari agen luar yang akan mengganggu
kehidupan tubuh manusia. Terdapat bermacam-macam penyakit di dunia ini.
Terpadat macam-macam pula gejala yang menandai tubuh terinfeksi oleh
suatu penyakit salah satunya demam (Price et al, 2005).
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh
melawan infeksi. Oleh karena adanya demam inilah tubuh dapat secara pelan-
pelan mencoba untuk menghancurkan agen-agen patogen yang akan
menginvasi tubuh (Anonim,A., 2008).
Oleh karena pentingnya demam sebagai respons protektif tubuh terhadap
agen luar maupun sebagai gejala suatu penyakit inilah, maka penulis akan
membahasnya didalam laporan tutorial yang berjudul Peran Demam Sebagai
Gejala Tubuh Terhadap Invasi Agen Patogen Asing.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Febris/Demam
Febris/demam adalah tindak balas normal badan terhadap sebarang
jangkitan dan penyakit-penyakit lain. Ia bukanlah satu penyakit tetapi gejala
yang selalunya menandakan anda mempunyai penyakit-penyakit yang ringan
(tidak serius). Suhu badan normal adalah 37°C, jika melebihi tahap ini anda
akan disahkan demam (Anonim,B, 2009).
Demam adalah tanda infeksi, namun penderita penyakit serius dengan
infeksi dapat tanpa demam atau suhu lebih rendah daripada normal. Lagipula
ada banyak penyebab demam selain infeksi. Demam adalah akibat kondisi
yang ditimbulkan oleh perubahan dalam pusat pengatur panas melalui
pengaruh sitokin yang dihasilkan oleh makrofag (Shulman et al, 1994).
Demam karena infeksi bersifat menguntungkan karena mengurangi
stabilitas lisosom, meningkatkan efek interferon, dan merangsang mobilitas
leukosit dan aktivitas bakterisidal. Demam berbeda dengan hiperpireksia
maupun dengan hipertermia karena keduanya tidak memiliki batasan atas
kenaikan suhu. Demam tidaklah sama dengan hipertermia, yang diartikan
sebagai peningkatan suhu tubuh yang tidak terkontrol. Hipertermia dapat
diakibatkan oleh pembentukan panas yang berlebihan atau gangguan
pengeluaran panas (Declan, 1997).
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal
Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu
inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons
pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme
atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan
kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan
klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set
point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1).
Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau
5
lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai
respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai
set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan
pelepasan panas dan memproduksi panas.
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi
diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan
tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya
juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor
individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu
udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu
tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada
tempat pengukuran. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Suhu rektal normal 0,27o – 0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu
oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.
Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal
mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran
tympani mencapai 37,6oC. Hiperpireksia merupakan istilah pada demam
yang digunakan bila suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).
6
B. Etiologi
Macam-macam penyebab demam adalah sebagai berikut:
1. Infeksi virus dan bakteri
2. Flu dan masuk angin
3. Radang tenggorokan
4. Infeksi telinga
5. Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan oleh virus
6. Bronkitis akut, infeksi saluran kencing
7. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
8. Obat-obatan tertentu
9. Masalah-masalah serius seperti pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan
radang selaput otak (Anonim,B., 2009).
7
diisolasi dari netrofil, eosinofil, monosit, sel kupfer, makrofag alveoli, dan
sinovium, EP juga ditemukan dalam sel-sel penyakit Hodgkin, limfoma
histiositik, dan kanker sel ginjal. EP menginduksi demam melalui
pengaruhnya pada area pre-optik di hipotalamus anterior. EP melepaskan
asam arakhidonat di hipotalamus yang selanjutnya diubah menjadi
prostaglandin. Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron
termosensitif. Area ini juga kaya dengan seroton dan norepinefrin yang
memperantarai terjadinya demam. EP meningkatkan konsentrasi mediator
tersebut. Selanjutnya kedua mono-amina ini akan meningkatkan adenosin
monofosfat siklik (AMP siklik) dan prostaglandin di susunan saraf pusat
(Declan, 1997).
D .Pola Demam
8
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi
derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam,
dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8
Demam Kontinyu
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu
tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik
untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya
bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
9
Gambar 2. Demam remiten
Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi
hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis
demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
10
Demam Septik/ Hektik
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam
yang terjadi setiap hari.
Demam Quotidian Ganda
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus
12 jam).
Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari
untuk infeksi saluran nafas atas.
Demam Rekuren
11
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular
pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus
urinarius) atau sistem organ multipel.
Demam Bifasik
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk
leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,spirillary rat-
bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever(Marburg, Ebola, dan
demam Lassa).
Relapsing Fever
12
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum
awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.
Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887,
pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien
dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.
Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti
oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini
13
mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan
anemia hemolitik.
Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Lama demam
Klasifikasi Penyebab tersering
pada umumnya
Demam denganlocalizing
Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
signs
Demam tanpa localizing Infeksi virus, infeksi saluran
<1minggu
signs kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
Fever of unknown origin >1 minggu
arthritis
14
Demam tanpalocalization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang
jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada
interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak
tertarik dengan sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi
buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat
mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis,
sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi
saluran kemih, pneumonia
Bakteremia dan Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam
septikemia darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif,
septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke
jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ
15
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia
16
eksklusi
F. Diagnosis
A. ANAMNESIS
Tujuan dilakukan anamnesis pada pasien dengan demam yaitu untuk :
17
Appendix : nyeri perut kanan bawah, muntah, dan / atau konstipasi atau
diare.
1. Bila pada anamnesis tidak didapatkan focus organ infeksi, maka Berikut ini
adalah beberapa gejala khusus yang mungkin mengindikasikan diagnosis demam
singkat tanpa gejala lokalisasi yang disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :
2. Jika pasien memiliki gejala yang mengkhawatirkan yang perlu masuk atau
dirawat segera
3. Untuk mengidentifikasi kondisi komorbiditas terkait, seperti :
1) Usialanjut
2) Diabetes
4) Gagaljantung
5) Terapiimunosupresif
6) Penyakitparu-parukronis
18
Poin yang perlu diingat dalam anamnesis yaitu pada pasien yang demam
kita harus mengidentifikasi apakah demam disebabkan oleh infeksi local atau
tidak. Jika demam non lokalisasi kita harus mencari gejala yang mungkin
mengindikasikan infeksi sistemik tertentu. Kita juga harus mengidentifikasi gejala
yang mengkhawatirkan karena pasien membutuhkan evaluasi dan pemantauan
yang lebih rinci. Identifikasi kondisi komorbiditas yang signifikan adalah sama
pentingnya karena pasien ini mungkin memiliki toleransi yang buruk dan sering
perlu pendekatan agresif dalam manajemen klinis.
B. PEMERIKSAANFISIK
Gejala harus memandu kita dalam melakukan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh:
volume nadi dan tekanan darah harus dinilai pertama pada pasien yang mengalami
riwayat perdarahan atau episode muntah berulang. Pemeriksaan fisik dilakukan
mulai dari pemeriksaan tanda - tanda vital yang mencakup tekanan darah, nadi,
laju pernapasan, serta suhu; keadaan umum; dan pemeriksaan generalis yang
dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berikut ini pemeriksaan yang
terkait dengan pasien dengan demam
Orientasi, kewaspadaan,
berdarah,
19
splenomegali pada pasien demam menunjukkan bahwa dia menderita
infeksi signifikan dan tidak lebih dari itu.
C. PEMERIKSAANPENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pada pasien demam antara lain :
1. Hemoglobin (Hb)
Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-
obatan: metildopa dan gentamisin
2. Hematokrit
Interpretasi hasil: Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang
menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka
bakar, dehidrasi / diare,
diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%. Ht rendah (<
30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati,
hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht <15%.
20
Obat:allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.
Interpretasi Hasil :
Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70%
dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah
terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan neutropenia.
Begitu juga, beberapa jenis obat yang dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir
untuk mengatasi virus sitomegalo) dan AZT (semacam ARV).
Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh kuman,
serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat
antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-
40% dari leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang tertular dan
dibunuh oleh HIV. Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini
harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan
untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan
sekaligus.
Monosit atau makrofag mencakup 2-8% dari leukosit. Sel ini melawan infeksi
dengan „memakan‟ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai
kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Monosit yang berada
di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi
umumnya menunjukkan adanya infeksi bakteri.
Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan
tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan
jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut,
atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.
Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi
jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1%
leukosit.
Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit,
monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk
memperoleh limfosit total,
21
nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit
8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 = 2.648.
shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen)
relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the
left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan
malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain
asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa,
keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.
Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif
dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right
biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan
shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.
5. Trombosit
7. Hitung Eritrosit
22
4) Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT – SGPT) : untuk mengetahui
gangguan pada hati yang bisa dijumpai pada demam tifoid
1. Dengue
a. Demam Dengue
AnamnesisPanas tinggi mendadak, menghilang hari ke-3 atau 4 lalu timbul lagi
setelah 1-3 hari (saddle back), total lama demam 5-7 hari, Sakit kepala, sakit
retroorbital, Nyeri sendi, tulang punggung (Backborne fever), Lemah, malaise.
Dengue shock syndrome Semua tanda DHF ditambah tanda kegagalan sirkulasi:
23
Pasien tampak gelisah
Diuresis berkurang
Faringitis Akut
faringitis viral. .
c. Bronkitis Akut
d. Pneumonia
24
Anamnesis Non-respiratorik: demam, sakit kepala, kaku kuduk terutama bila
lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut, dan
distensi abdomen terutama pada bayi. Respiratorik: batuk, sakit dada, sesak.
Stadium prodormal
Terdapat enantema (koplik‟s spot) yang muncul 2-4 hari setelah masa prodormal
dan bertahan selama 3-5 hari, 3C ( conjungtivitis, coryza, cough), demam ringan
sanpai sedang.
Stadium erupsi
Ruam makulopapular dari leher atau belakang telinga ke daerah muka, badan,
anggota badan, dan panas badan yang tingi.
Stadium akhir
Ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang terjai deskuamasi
25
ringan, malaise, anoreksia), sakit kepala, timbul ruam 24 jam setelah masa
prodormal
pemeriksaan fisik
limfadenopathy generalisata.
6. OMA
Anamnesis Gejala klinis bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien
Pemeriksaan fisikDitemukannya abnormal membran tymphani pada
pemeriksaan otoschope seperti opacity, bulging, erythema, middle ear
effusion
7. Demam Tifoid
8. Meningitis
Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk Iritasi dan
kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)
TTIK : nyeri kepala, papil edema, delirium sampai dengan tidak sadar 9. Malaria
rasa kaku, berkeringat sakit kepala, Mungkin adanya nausea, muntah, sakit
punggung, atau sakit daerah perut.
Pemeriksaan FisikPucat, ikterus, atralgia, anemia dan splenomegali.
26
Anamnesis Fase pre ikterik: Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak
pada abdomen, panas badan, nyeri kepala, kadang diare. Pada hep b dapat timbul
urtikaria, atralgia, atau arthritis. Fase ikterik: Ikterik, depresi mental, bradikardia,
pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat.Gejala prodorman berkurang atau
menghilang.
27
penelitian terbukti bahwa pemberian oral dan suppositoria sama
efektifnya. Sediaan suppositoria (melalui dubur) diberikan bila
pemberian oral tidak memungkinkan, contohnya anak dengan muntah
profuse, anak tidur, atau tidak sadar.
Paracetamol (para acetoaminophenol) suatu obat untuk mengurangi
demam (antipiretik) dan nyeri (analgetik). Obat ini aman untuk bayi dan
anak sesuai kebutuhan, karena itu dapat dibeli bebas. Obat ini
dimetabolisme di hati sehingga bila dosis berlebih dapat menimbulkan
gangguan fungsi hati. Efek samping obat (ESO) bersifat reversible,
penghentian obat dapat memperbaiki keadaan umum anak dan ESO
akan berangsur-angsur hilang sehingga kondisi anak kembali normal.
b) Ibuprofen
Dosis obat ini adalah: 5-10 mg/kg BB setiap kali pemberian,
maksimal 40 mg/kg BB/hari. Contoh obat yang mengandung ibuprofen
antara lain Proris, Rhelafen, Fenris, Bufect, dll.
c) Asetosal
Hati-hati peberian obat ini pada anak usia dibawah 12 tahun.
Contoh obat yang mengandung asetosal antara lain Aspilet, Bodrexin
tablet, Contrexyn, Inzana (Anonim,E., 2009).
2. Non-Farmakologi
Dikompres dengan air hangat karena yang terjadi adalah pusat
pengatur suhu akan menangkap sinyal bahwa disekitar tubuh hangat maka
pusat pengatur suhu akan menurunkan suhu tubuh untuk mengimbangi.
Respon pada tubuh akan terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini yang
menyebabkan pembuangan atau pelepasan panas dari dalam tubuh melalui
kulit sehingga suhu tubuh akan menurun. Inilah efek yang diinginkan
dalam penggunaan kompres yaitu untuk menurunkan demam (Anonim,F.,
2009).
28
DAFTAR PUSTAKA
Aziz,S., 2008. Kembali Sehat Dengan Obat (Mengenal Manfaat dan Bahaya
Obat), Edisi 2. Jakarta : Pustaka Populer Obor
Declan, T. Wash, 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta : EGC
Guyton, C. Arthur; Hall, E. John., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
11. Jakarta : EGC
Robbins, L. Stanley; Cotran, S. Ramzi; Kumar, V., 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC
29
Sudoyo et al, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
30