Anda di halaman 1dari 6

DESA TRUYAN DI BALI

Desa trunyan berasal dari kata taru yang artinya ‘pohon’ dan menyan yang
artinya ‘harum’. Desa Terunyan ini memiliki keunikan, yaitu melaksanakan
pemakaman hanya dengan meletakkan mayatnya diatas tanah (mepasah) dan ditutupi
dengan “Ancak” yaitu sebuah kurungan bambu.. Pada umumnya pemakaman di bali
itu dilaksanakan dengan cara penguburan dan pembakaran (Ngaben) walaupun dengan
penguburan pun ujung-ujungnya juga harus diadakan upacara pengabenan. Namun
berbeda dengan di desa trunyan ini, desa yang disebut-sebut sebagai desa tertua di bali
ini melaksanakan pemakaman hanya dengan mepasah. Walaupun ditempat itu banyak
mayat yang diletakkan begitu saja, namun tidak ada bau busuk yang disebabkan oeh
satu mayat pun disana. Desa trunyan ini berada di kecamatan kintamani, bangli, bali.
Terletak di dekat danau trunyan. Karena rasa ingin tahu masyarakat di luar daerah bali
dan oran - orang asing (tourist), maka saat ini, desa trunyan menjadi objek wisata di
bali.
JENIS – JENIS PEMAKAMAN
DI DESA TRUNYAN

Desa trunyan memiliki 2 proses pemakaman, yaitu pertama adalah mepasah, yang
artinya meletakkan jenazah di atas tanah dibawah udara terbuka dan yang kedua adalah dikubur
atau dikebumikan.

1) PEMAKAMAN MEPASAH
Meletakkan jenazah diatas tanah dibawah udara terbuka yang disebut dengan
istilah mepasah. Orang-orang yang dimakamkan dengan cara mepasah
adalah mereka yang pada waktu matinya termasuk orang-orang yang telah
berumah tangga, orang-orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi
susunya telah tanggal.

2) DIKUBUR/DIKEMBUMIKAN
Orang-orang yang dikebumikan setelah meninggal adalah mereka yang cacat
tubuhnya, atau pada saat mati terdapat luka yang belum sembuh seperti
misalnya terjadi pada tubuh penderita penyakit cacar, lepra dan lainnya.
Orang-orang yang mati dengan tidak wajar seperti dibunuh
atau bunuh diri juga dikubur. Anak-anak kecil yang gigi susunya belum
tanggal juga dikubur saat meninggal.

Adapula adat di Desa Terunyan ini mengatur tata cara menguburkan mayat bagi
warganya, Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang
berbeda. Yaitu :

a) SEMA WAYAH
Sema Wayah merupakan lokasi pemakaman bagi jenazah warga Terunyan
yang meninggal secara wajar.

b) SEMA BANTAS
Sema Bantas untuk warga yang kematiannya tidak wajar, misalnya karena
kecelakaan atau karena bunuh diri.

c) SEMA MUDA
Sema Muda untuk menguburkan bayi dan anak kecil atau warga yang sudah
dewasa tetapi belum menikah.

Pada saat pemakaman, pihak keluarga menaruh sesajen seperti barang – barang
milik jenazah, agar pada saat berziarah pihak keluarga mengetahui keberadaan jenazh tersebut.
Di desa trunyan juga penduduk setempat memiliki ketentuan dan syarat tersendiri dalam hal
pemakaman tersebut, dimana jumlah jenazah di atas tanah yang dekat dengan pohon Trunyan
tersebut tidak boleh lebih dari 11 jenazah, jika jenazah lebih dari yang sudah ditentukan maka
akan menimbulkan bau busuk. Dan bagi wisatawan yang datang ke desa trunyan juga tidak
diperbolehkan untuk berkata senonoh, mengambil barang milik jenazah dan tidak boleh ada
tanah yang ikut menempel di sandal ataupun sepatu, karena jika larangan tersebut tidak dipatuhi
maka konon kita akan diikuti arwah jenazah tersebut dan ruangan kita akan berbau busuk.
MITOS DESA TRUNYAN

Menurut legenda, pohon Taru Menyan ini dulu baunya sampai tercium hingga
Keraton Solo yang jaraknya beratu-ratus kilometer dari Bali. Karena bau wangi itulah, empat
bersaudara dari Keraton Solo mencoba untuk mencari sumbernya. Hingga empat bersaudara
yang terdiri dari satu perempuan dan tiga anak laki-laki itu rela mengarungi daratan hingga
ganasnya lautan untuk bisa menemukan sumber bau tersebut. Pada akhirnya mereka sampai
pada Desa Trunyan dan menemukan sumber bau yang sangat harum tersebut. Dimana bau yang
harum itu bersumber dari pohon besar yang bernama Taru Menyan.

Namun setelah menemukan sumber bau wangi tersebut, kakak sulung dari
empat bersaudara itu justru jatuh cinta pada seorang Dewi yang menjadi penunggu pohon
Taru Menyan. Tak berselang lama, kakak sulung tersebut akhirnya menikahi sang Dewi.
Setelah menikah, hadirlah sebuah kerajaan kecil yang letaknya persis ditepi danau Batur,
tempat pohon itu tumbuh. Meskipun sang Dewi telah menikah, namun pohon Taru Menyan
masih terus mengeluarkan bau yang sangat harum. Karena takut diserang oleh kerajaan lain
karena bau semerbak dari pohon Taru Menyan, maka sang Raja memerintahkan penduduk
kerajaan menghilangkan bau wangi dengan cara meletakkan beberapa jenazah tepat
dibawah pohon tersebut. Cara itu ternyata berhasil, karena pohon Taru Menyan sudah tak
mengeluarkan bau wangi dan jenazah yang ada dibawah pohon itu juga tak mengeluarkan
bau busuk.
Sampai saat ini masyarakat Desa Trunyan masih melakukan pemakaman
dengan cara meletakkan jenazah begitu saja dibawah pohon Taru Menyan. Namun yang
dimakamkan di tempat tersebut hanyal orang yang berhati mulia.
MASYARAKAT PENGHUNI DESA TRUNYAN

Desa Trunyan dihuni Suku Bali Aga atau Bali Mula, yang masih memegang teguh
kepercayaan leluhur. Kata 'Mula' mengacu pada status Suku Bali Aga sebagai penghuni pertama
Pulau Bali. Orang Bali yang saat ini kita kenal berasal dari Pulau Jawa. Mereka datang ke Bali,
setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Berbeda dengan masyarakat Bali umumnya, Suku Bali
Aga tidak mengkremasi jenazah kerabatnya. Jenazah hanya diletakan di bawah pohon taru
menyan, atau trunyan, dan ditutupi bambu yang disusun seperti prisma. Mereka menyebut tradisi
ini sebagai Mepasah atau Ngutang Mayit. Sebelum diletakkan di pemakaman yang letaknya
terisolasi, jenazah melewati upacara pembersihan dengan cara dimandikan dengan air hujan.
Lokasi pemakaman terletak di ketinggian Gunung Batur, gunung berapi aktif, di tepi Danau
Batur. Masyarakat Bali Aga percaya meletakan jenazah begitu saja di tempat itu akan tidak akan
menimbulkan kemarahan Gunung Batur. Menariknya, orang Bali Aga percaya di Gunung Batur
bersemayam Dewa Brahma, salah satu dewa dalam Trimurti atau tiga dewa utama dalam Hindu.
Jenazah berbalut kain putih digotong masyarakat, menaiki bukit dan melewati hutan, sebelum
diletakan di pohon Taru Menyan. Mayat ditutup bambu, yang di atasnya diberi payung untuk
melindungi jenazah dari sinar matahari. Taru Menyan mengeluarkan aroma yang menetralisir bau
busuk jenazah di sekitar.

Anda mungkin juga menyukai