Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fazira Amadea Kamal

NIM : 191333009

1. Teknik pelindian di industry ekstraksi logam


- Pelindian setempat (insitu leaching/leaching in place)
- Pelindian tumpukan (heap leaching)
- Pelindian perkolaso (percolation leaching)
- Pelintian agitasi pada tekanan atmosfer (atmospheric leaching)
- Pelindian pada tekanan dan temperature tinggi (high pressure leaching)
2. 5 faktor yang dipertimbangkan dalam memilih suatu teknik pelindian:
- Kadar logam berharga dalam bijih yang akan diolah.
- Mineralogy bijih.
- Biaya modal yang tersedia.
- Ekspetasi persen ektraksi logam dan lama waktu pelindian.
- Ketersediaan lahan termasuk lahan untuk penimbunan slurry residu.
3. Tangki untuk proses bayer menggunakan autoklaf vertical dengan Fabrikasi steam-agitated
autoclave dilakukan dengan steel-welding, dimana bentuk autoklaf tipe ini biasanya adalah
silinder. Diameternya bervariasi dari 1,5 hingga 2 meter dengan ketinggian 6 hingga 12 meter.
Pada bagian atas terdapat lubang-lubang untuk pemasukan slurry (slurry inlet) atau uap air,
manometer, safety valve dan discharging pipe. Uap air dan slurry dimasukkan dari arah yang
berlawanan. Fungsi uap air adalah untuk pemanasandan sekaligus pengadukan.
4. Untuk pelindian bayer memakai Autoklaf dengan tipe vertical sedangkan untuk nikel laterit
dengan autoklaf tipe horizontal. Berdasarkan metode agitasinya, dibedakan menjadi agitasi
dengan uap (steam) biasanya untuk autoklaf vertikal, agitasi mekanik untuk autoklaf horisontal
dan rotasi autoklaf secara keseluruhan (rotating autoclave) sepanjang sumbu horizontalnya.
5. Pengoperasian autoklaf berkaitan dengan hal-hal berikut:
- Pemanasan slurry (slurry heating)
- Pengumpanan slurry (slurry pumping)
- Pengumpanan reagen pelindi
- Pengontrolan tekanan (pressure control) dan suhu
- Penurunan tekanan, penurunan suhu dan rekoveri panas.
- Pengeluaran slurry
- Pengontrolan sistem penyekatan (seals)
- Pengontrolan terjadinya kerak (scaling)
- Monitoring terjadinya korosi

6. Nikel laterit diolah dengan teknik Pelindian HPAL (High Pressure Acid Leaching, proses
pengekstraka nikel dan kobalt dari bijih nikel dengan tekanan tinggi dari asam sulfat pada
temperatur 240˚C - 270˚C dan 35 atm. Pada proses pengolahan ini umpannya berupa Ni 1.3; Co
0.13; MgO <0.5% dikominusi ukuran umpannya menjadi kecil lalu di tambahkan air agar bentuk
umpan nya menjadi slurry (lumpur). Lalu di lanjutkan dengan proses sizing untuk mendapatkan
ukuran yang lolos dari ayakan dengan cara screening/sieving kemudian dilindi dengan asam
sulfat secara langsung, hasilnya kira-kira 95% Ni + Co dalam bijih terlarut,sedangkan besi
tertinggal di dalam residu lalu di olah bila residu nya cair sesuai baku mutu lingkungan agar tidak
mencemar lingkungan. Setelah pemisahan/pencucian dengan CCD ( Counter Current
Decantation ). Bila ada asam yang berlebihan di netralkan dengan batu kapur (CaCo3). Kemudia
nikel dan cobalt yang sudah bebas dari pengotornya di endapkan dengan campuran H2S
(hidrogen sulfida) presipitasi ini mengandung 55% nikel (Ni), 6% kobalt (Co), 0,3% besi(Fe), dan
30% belerang(S). Kemudian di lanjutkan dengan pemurnian nikel dan kobalt menggunakan
oksigen, amonia, hidrogen, pereaksi, dan uap hingga menghasilkan 3 produk yaitu: nikel briket
(serbuk), cobalt briket, dan amonium sulfate.

7. Dalam proses Bayer, bijih bauksit dipanaskan dalam bejana bertekanan bersama dengan larutan


natrium hidroksida (soda api) pada suhu 150 hingga 200 ° C. Pada suhu ini, aluminium dilarutkan
sebagai natrium aluminat (terutama [Al (OH) 4 ] - ) dalam proses ekstraksi. Setelah pemisahan
residu dengan penyaringan, gibbsite diendapkan ketika cairan didinginkan dan kemudian bijih
keluar dengan kristal aluminium hidroksida berbutir halus dari ekstraksi
sebelumnya. precipitation bisa memakan waktu beberapa hari tanpa penambahan kristal biji.

Proses ekstraksi mengubah aluminium oksida dalam bijih menjadi natrium aluminat larut,
2NaAlO 2 , sesuai dengan persamaan kimia :

Al 2 O 3 + 2 NaOH → 2 NaAlO 2 + H 2 O

Perawatan ini juga melarutkan silika, membentuk natrium silikat:

2 NaOH + SiO 2 → Na 2 SiO 3 + H 2 O

Namun, komponen lain Bauksit tidak larut. Terkadang  lime  ditambahkan pada tahap ini untuk
mengendapkan silika sebagai kalsium silikat . Solusinya diklarifikasi dengan menyaring kotoran
padat, biasanya dengan perangkap pasir putar dan dengan bantuan flokulan seperti pati , untuk
menghilangkan partikel halus. Limbah yang tidak larut setelah senyawa aluminium
diekstraksi, tailing bauksit , mengandung besi oksida , silika , kalkia , titania , dan beberapa
alumina yang tidak bereaksi. Proses asli adalah bahwa larutan alkali didinginkan dan diolah
dengan menggelembungkan karbon dioksida melaluinya, suatu metode di mana aluminium
hidroksida mengendap :

2 NaAlO 2 + 3 H 2 O + CO 2 → 2 Al (OH) 3 + Na 2 CO 3

Tapi kemudian, ini memberi jalan untuk penyemaian larutan jenuh dengan kristal aluminium
hidroksida (Al (OH) 3 ) kemurnian tinggi, yang menghilangkan kebutuhan untuk mendinginkan
cairan dan lebih layak secara ekonomi:

2 H 2 O + NaAlO 2 → Al (OH) 3 + NaOH


Beberapa aluminium hidroksida yang diproduksi digunakan dalam pembuatan bahan kimia
pengolahan air seperti aluminium sulfat , PAC ( Polyaluminium chloride ) atau natrium
aluminat; sejumlah besar juga digunakan sebagai pengisi karet dan plastik sebagai penghambat
api. Sekitar 90% dari gibbsite yang dihasilkan diubah menjadi aluminium oksida , Al 2 O 3 ,
dengan memanaskan dalam rotary kiln atau fluid flash calciners hingga suhu sekitar 1470 K.

2 Al (OH) 3 → Al 2 O 3 + 3 H 2 O

Larutan natrium aluminat 'spent' yang dihabiskan kemudian didaur ulang. Selain meningkatkan
ekonomi proses, daur ulang menumpuk kotoran gallium dan vanadium dalam cairan, sehingga
mereka dapat diekstraksi secara menguntungkan.

Pengotor organik yang terakumulasi selama pengendapan gibbsite dapat menyebabkan


berbagai masalah, misalnya tingkat tinggi bahan yang tidak diinginkan di gibbsite, perubahan
warna minuman keras dan gibbsite, kehilangan bahan kaustik, dan peningkatan viskositas dan
densitas fluida kerja.

Untuk bauksit yang memiliki lebih dari 10% silika, proses Bayer menjadi tidak ekonomis karena
pembentukan natrium aluminium silikat yang tidak larut, yang mengurangi hasil, sehingga
proses lain harus dipilih.

Diperlukan 1,9-3,6 ton bauksit untuk menghasilkan 1 ton aluminium oksida. Hal ini disebabkan
mayoritas aluminium dalam bijih dilarutkan dalam proses.  Konsumsi energi antara 7 GJ / ton
hingga 21 GJ / ton (tergantung pada prosesnya), yang sebagian besar adalah energi
termal.  Lebih dari 90% (95-96%) dari aluminium oksida yang diproduksi digunakan dalam
proses Hall-Héroult untuk memproduksi aluminium.

Anda mungkin juga menyukai