Neuropati ulnaris adalah yang kedua setelah jepitan nervus medianus di pergelangan
tangan (misalnya, carpal tunnel syndrome [CTS]) sebagai neuropati penjebakan yang
paling sering memengaruhi ekstremitas atas. Berbeda dengan CTS, mencari tempat
lesi dengan studi elektrodiagnostik (EDX) seringkali jauh lebih sulit pada pasien
dengan neuropati ulnaris. Memang, diagnosis neuropati ulnaris yang tidak
terlokalisasi merupakan diagnosis yang terbaik yang dapat diperoleh. Meskipun siku
merupakan tempat kompresi yang paling umum, nervus ulnaris rentan terhadap
penjepitan di tempat lain, terutama pada pergelangan tangan. Selain itu, lesi pleksus
brakhialis letak rendah atau pada radiks C8-Tl dapat mengakibatkan gejala yang
mirip dengan UNE. Inilah peran elektromiografer untuk mengidentifikasi lesi saraf
ulnaris, melokalisasi lesi itu seakurat mungkin, dan menyingkirkan kelainan lain yang
menyerupai UNE.
ANATOMI
Nervus ulnaris pada dasarnya berasal dari radiks C8 dan T1 (Gambar 19-1),
meskipun beberapa pembedahan anatomi juga telah menunjukkan adanya komponen
minor dari C7. Oleh karena itu, hampir semua serabut ulnaris berjalan melalui
trunkus inferior dari pleksus brakhialis dan kemudian masuk ke korda medial.
Perpanjangan terminal dari korda medial membentuk nervus ulnaris. Saraf sensorik
cutaneous antebrakhial medial dan brakhial medial dan porsi yang besar dari nervus
medianus juga berasal dari korda medial. Saat nervus ulnaris turun menujua lengan
bagian medial, nervus ulnaris melakukannya tanpa memberikan satu pun cabang
muskuler. Nervus ulnaris menembus septum intermuskularis medial pada
pertengahan lengan atas dan kemudian melewati arcade of Struthers, yang terdiri dari
fascia profunda, serabut otot dari caput medial triceps, dan ligamen brakhialis
internal. Nervus ulnaris kemudian berjalan secara medial dan distal menuju siku.
GAMBAR 19-1
Anatomi nervus ulnaris. Nervus ulnaris, bersama dengan brakhialis medial dan nervus cutaneous
antebrakhial medial, berasal dari korda media dari pleksus brakhialis. Inset: Distribusi cutaneous
dari ulnaris, antebrakhial media, dan nervus cutaneous brakhialis media. (Dicetak ulang dengan izin
dari Haymaker W, Woodhall B. Peripheral nerve injuries. Philadelphia: WB Saunders, 1953.)
Pada siku, nervus ulnaris melalui sulkus ulnaris yang terbentuk antara epikondilus
medial dan processus olecranon. Sedikit distal dari sulkus pada proksimal lengan,
nervus ulnaris berjalan di bawah lengkungan tendinous dari dua caput otot fleksor
carpi ulnaris (FCU), yang dikenal sebagai aponeurosis humerus-ulnaris (HUA) atau
terowongan kubital. Cabang muskuler lalu diberikan untuk FCU dan divisi medial
(digiti empat dan lima) dari fleksor digitorum profundus (FDP).
Nervus ulnaris kemudian turun melalui bagian medial dari lengan bawah, tidak
memberikan cabang muskuler lebih lanjut sampai melewati pergelangan tangan.
Lima sampai delapan sentimeter proksimal pergelangan tangan, cabang sensorik
cutaneous ulnar dorsalis keluar untuk memasok sensasi ke medial dorsal dari tangan
dan bagian dorsal dari digiti lima serta medial dari digiti empat. Pada tingkat styloid
ulnaris, cabang sensorik cutaneous palmar bertugas untuk memasok sensasi ke
proksimal medial palmar.
Nervus ulnaris selanjutnya memasuki bagian medial pergelangan tangan melalui
kanal Guyon untuk memasok sensasi ke bagian volar digiti lima dan medial digiti
empat dan persarafan otot untuk otot hipotenar, interosei palmaris dan dorsalis,
lumbrikalis ketiga dan keempat, serta dua otot pada eminensia tenar, adduktor pollicis
dan caput dari fleksor pollicis brevis.
Saat nervus ulnaris mendekati sulkus ulnaris, nervus ulnaris menjadi lebih superfisial
(Gambar 19-2). Nervus ulnaris normalnya berjalan pada sulkus yang dibentuk oleh
epikondilus medial dari humerus dan processus olecranon dari os ulna. Pada beberapa
individu, fleksi penuh pada siku memungkinkan nervus ulnaris untuk keluar dari
sulkus ulnaris ke arah medial melewati epikondilus medial. Pada sedikit individu,
berkas fibrotendinous yang padat atau otot epitrochleoanconeus aksesori (atau
keduanya) dapat muncul di antara epikondilus medial dan processus olecranon.
Terletak pada distal dari sulkus ulnaris adalah HUA (terowongan kubital).
GAMBAR 19-2
Anatomi rinci nervus ulnaris pada siku. Jebakan nervus ulnaris terjadi baik pada sulkus (antara
epikondilus medial dan olekranon) atau distal terowongan kubital. (Dicetak ulang dengan izin dari
Kincaid JC. AAEE minimonograph no.31: the electrodiagnosis of ulnar neuropathy at the elbow.
Muscle Nerve 1988;11:1005.)
ETIOLOGI
UNE biasanya terjadi sebagai akibat dari kompresi mekanik atau peregangan kronis,
baik pada sulkus ulnaris atau terowongan kubiti. Meskipun kasus yang jarang dari
neuropati ulnar disebabkan oleh ganglia, tumor, pita fibrous, atau otot aksesori,
sebagian besar disebabkan oleh kompresi eksternal dan trauma berulang. Fraktur
siku, yang sering diderita pada tahun sebelumnya, dan perubahan rematik selanjutnya
pada sendi siku dapat mengakibatkan apa yang disebut tardy ulnar palsy. Selain itu,
trauma minor dan kompresi kronis (termasuk pada siku) dapat memperburuk atau
menyebabkan neuropati ulnar pada sulkus ulnaris. Neuropati ulnar pada sulkus
ulnaris juga sering terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi karena
pembedahan atau mengalami kompresi selama anestesi atau koma. Lebih
kontroversial lagi adalah kemungkinan bahwa subluksasi berulang dari nervus ulnaris
yang keluar dari sulkus (saat fleksi siku) juga dapat menyebabkan ulnar neuropati.
Distal dari sulkus adalah terowongan kubital, tempat utama lain terjadinya
kompresi nervus ulnaris di daerah siku. Meskipun beberapa menggunakan istilah
sindrom terowongan kubital untuk mengacu pada semua lesi nervus ulnaris pada
sekitar siku, lebih tepat menunjukkan kompresi nervus ulnaris di bawah HUA.
Beberapa individu secara kongenital memiliki terowongan kubital yang sempit yang
memengaruhi mereka untuk terjadinya kompresi. Fleksi persisten dan berulang
meregangkan nervus ulnaris dan meningkatkan tekanan pada terowongan kubital,
menyebabkan neuropati ulnaris di kemudian hari.
KLINIS
UNE yang disebabkan oleh kompresi pada sulkus atau terowongan kubital dapat
timbul dengan cara yang sama. Berbeda dengan CTS, di mana gejala sensorik
mendominasi, gejala motorik lebih sering terjadi pada neuropati ulnaris, terutama
dalam kasus-kasus kronis. Pada beberapa pasien, bahaya gangguan motorik dapat
terjadi tanpa gejala sensorik, terutama pada mereka dengan kompresi mekanik yang
perlahan-lahan semakin berat. Karena sebagian besar otot tangan dipersarafi nervus
ulnaris, kelemahan otot-otot ini menyebabkan hilangnya deksteritas dan penurunan
kekuatan menggenggam dan menjepit. Hal ini sering menjadi keluhan yang
membawa pasien untuk mencari pengobatan. Mungkin terdapat atrofi pada eminensia
hipotenar dan tenar (nervus ulnaris yang menginervasi adduktor polIicis dan caput
dari fleksor pollicis brevis yang terletak pada eminensia tenar). Namun, abduksi ibu
jari berbeda (diinervasi oleh nervus medianus dan radialis). Dalam kasus moderat
atau lanjutan, pemeriksaan sering menunjukkan postur tangan klasik yang terjadi
akibat kelemahan otot ulnaris. Yang paling dikenal adalah "Benediction posture"
(Gambar 19-3). Jari manis dan kelingking membentuk cakar, dengan sendi
metacarpophalangeal hiperekstensi dan proksimal serta distal sendi interphalangeal
fleksi (akibat kelemahan lumbrikal ketiga dan keempat), sementara jari-jari dan ibu
jari sedikit abduksi (akibat kelemahan interosei dan adduktor pollicis). Tanda
Wartenberg ditandai dengan abduksi jari kelingking secara pasif akibat adanya
kelemahan dari otot interosseus palmar ketiga (Gambar 19-4). Korelasi klinis dengan
tanda ini adalah pasien mengeluhkan jari kelingking mereka tersangkut saat mencoba
memasukkan tangan mereka ke dalam kantong. Tanda Froment terjadi saat pasien
mencoba menjepit suatu obyek atau selembar kertas (Gambar 19-5). Untuk
mengkompensasi kelemahan otot intrinsik ulnar tangan, fleksor longus dari ibu jari
dan jari telunjuk digunakan (dipersarafi oleh nervus medianus), menghasilkan fleksi
dari ibu jari dan jari telunjuk.
GAMBAR 19-3
Benediction posture. Deformitas terjadi sebagai akibat dari kelemahan abduksi jari (interossei) dan
jari 4 dan 5 membentuk cakar (ekstensi pada sendi metacarpophalangeal dan fleksi dari sendi distal
dan proksimal interphalangeal, akibat kelemahan dari lumbrical ketiga dan keempat).
GAMBAR 19-4
Wartenberg’s sign. Terjadi akibat adanya kesulitan jari kelima untuk melakukan adduksi karena
kelemahan khas dari otot interosseus palmar ketiga. Terlihat jari kelima tertahan pada posisi
abduksi.
GAMBAR 19-5
Froment’s sign. Kelemahan dari adductor pollicis yang dipersarafi nervus ulnaris, caput dari fleksor
pollicis brevis, dan interossei menyebabkan kelemahan saat menjepit. Untuk mengkompensasi hal ini,
fleksor pollicis longus yang dipersarafi nervus medianus dan fleksor digitorum profundus (jari 2)
harus berkontraksi (seperti yang dicontohkan pada gambar di atas).
Pada UNE, gangguan sensori, ketika muncul, melibatkan jari keempat bagian
medial dan jari kelima bagian volar serta dorsal dan tangan bagian medial (Gambar
19-7). Gangguan sensori tidak meluas secara proksimal di bawah pergelangan tangan.
Keterlibatan sensori yang meluas ke arah lengan bawah bagian medial menandakan
lesi yang lebih tinggi pada pleksus atau radiks (contoh, ini merupakan area dari
nervus sensori cutaneous antebrachial medial, yang muncul secara langsung dari
korda media pleksus brakhialis). Area kulit lainnya yang penting untuk diperiksa
adalah tangan bagian dorsal medial. Abnormalitas sensori disini penting karena
mengindikasikan bahwa area nervus sensori cutaneous ulnar dorsal juga terlibat.
Temuan ini menyingkirkan neuropati ulnaris pergelangan tangan dikarenakan nervus
sensori cutaneous ulnar dorsal berada pada proksimal dari pergelangan tangan.
GAMBAR 19-7
Gangguan sensori pada neuropati ulnaris. Nervus ulnaris mempunyai tiga cabang sensorik: (1)
cabang sensori digiti ulnaris yang mensarafi jari keempat bagian medial dan jari kelima bagian
volar; (2) cabang cutaneous palmar yang mensarafi tangan medial volar bagian proksimal, bermula 1
sampai 2 cm dari pergelangan tangan bagian proksimal; dan (3) cabang sensorik cutaneous ulnar
dorsalis yang bermula 5 sampai 7 cm dari pergelangan tangan bagian proksimal dan mensarafi
tangan bagian dorsal medial dan jari keempat dan kelima bagian dorsal. Lesi pada siku dapat
diasosiasikan dengan abnormalitasi pada ketiga area; lesi pada pergelangan tangan tidak pernah
melibatkan area ulnar dorsalis (3) atau palmar ulnar volar bagian proksimal (2).
Nyeri, saat muncul, dapat terletak pada siku atau menjalar ke bawah menuju
lengan bawah bagian medial dan pergelangan tangan. Paresthesia muncul dengan
menempatkan siku pada posisi fleksi atau dengan memberikan tekanan pada area
sulkus di belakang epicondylus medial. Nervus ulnaris mungkin terpalpasi nyeri dan
membesar. Nervus ulnaris mungkin terpalpasi dengan penurunan mobilitas,
khususnya pada pasien dengan neuropati ulnaris pada terowongan kubital.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada pasien yang dicurigai mengalami UNE termasuk radikulopati
C8-T1, pleksopati brakhialis korda medial atau trunkus inferior, neuropati ulnaris
pada pergelangan tangan (lihat Chapter 20), dan kasus jarang dari jebakan nervus
ulnaris yang letaknya lebih distal dari lengan bawah (Tabel 19-1).
Radikulopati servikal pada level C8-T1, walaupun lebih jarang dijumpai daripada
radikulopati pada radiks C6 dan C7 (yang umumnya lebih sering terjadi akibat
penyakit diskus servikal atau spondilosis), sulit untuk dibedakan secara klinis dari
neuropati ulnaris. Nyeri leher dan penjalarannya ke lengan atas, gangguan sensori
yang meluas ke lengan bawah, dan kelemahan yang melibatkan otot-otot C8-T1 yang
dipersarafi oleh nervus medianus dan radialis merupakan gejala-gejala pembeda
utama. Tentu saja, seringkali kelemahan hanya minimal dan gangguan sensori sering
tidak jelas pada radikulopati, sehingga untuk membedakan antara radikulopati C8-T1
ringan dan suatu neuropati ulnaris merupakan hal yang sulit, jika hanya didasarkan
pada temuan klinis saja.
Tujuan dari studi konduksi saraf pada pasien dengan UNE adalah untuk
memperlihatkan, jika memungkinkan, adanya demyelinisasi fokal yang melewati siku
(Tabel 19-3). Lesi demyelinisasi fokal dapat bermanifestasi sebagai perlambatan dari
kecepatan konduksi atau blok konduksi antara tempat stimulasi distal dan proksimal
(Gambar 19-8). Untuk perlambatan fokal, satu hal yang diperlukan untuk
dipertimbangkan adalah seberapa banyak perlambatan yang abnormal tersebut.
Secara umum, kecepatan konduksi dari segmen saraf yang lebih proksimal adalah
sama, atau lebih sering, lebih cepat daripada kecepatan segmen saraf bagian distal.
Hal ini karena kombinasi dari (1) diameter serabut saraf yang lebih besar dan semakin
ke bagian proksimal saraf tidak meruncing (alasan kecepatan konduksi lebih cepat
pada ekstremitas atas daripada ekstremitas bawah) dan (2) suhu yang lebih hangat
pada anggota gerak bagian proksimal dibandingkan anggota gerak bagian distal. Pada
studi konduksi saraf motorik ulnaris, walaupun demikian, hubungan ini mungkin
tidak selalu pasti kecuali posisi siku dikendalikan.
TABEL 19-3. Rekomendasi Protokol Studi Konduksi Saraf untuk Neuropati Ulnaris Siku
Studi rutin:
1. Studi motorik ulnaris merekam abductor digiti minimi, menstimulasi pergelangan tangan,
bawah siku, dan atas siku dalam posisi fleksi siku
2. Studi motorik medianus merekam abductor pollicis brevis, menstimulasi pergelangan tangan
dan fossa antekubiti
3. F responses medianus dan ulnaris
4. Respon sensorik ulnaris, merekam jari 5, menstimulasi pergelangan tangan
5. Respon sensorik medianus, merekam jari 2 atau 3, menstimulasi pergelangan tangan
Jika neuropati ulnaris tidak terlokalisasi, studi di bawah ini sebaiknya dipertimbangkan:
Studi motorik berulang merekam interosseus dorsalis pertama
Studi inching melalui siku
Studi saraf sensorik atau campuran melalui siku
Merekam SNAP cutaneous ulnar dorsal (studi bilateral) (Ingatlah bahwa SNAP cutaneous ulnar
dorsal dapat normal pada beberapa pasien dengan neuropati ulnaris melalui siku.)
Merekam SNAP cutaneous antebrachial medial (studi bilateral) jika gangguan sensori meluas di
atas pergelangan tangan pada pemeriksaan klinis atau terdapat kecurigaan lesi pleksus
brakhialis letak rendah yang didapat dari anamnesis
CMAP, compound muscle action potential; SNAP, sensory nerve action potential
GAMBAR 19-8
Perlambatan fokal dan blok konduksi pada siku. Amplitudo compound muscle action potential
ulnaris normal pada pergelangan dan di bawah siku. Stimulasi di atas siku menghasilkan penurunan
yang nyata pada amplitudo dan perlambatan fokal antara area atas siku dan bawah siku (40 m/s)
dibandingkan dengan segmen lengan bawah (60 m/s). Hal ini merupakan tanda elektrofisiologi dari
demielinisasi fokal, yang memungkinkan untuk menentukan lokasi definitif dari neuropati ulnaris siku.
GAMBAR 19-9
Teknik siku posisi lurus versus ditekuk dan kesalahan pengukuran. Kanan: Studi konduksi ulnaris
dilakukan dalam posisi ekstensi siku sering menunjukkan perlambatan palsu dari kecepatan konduksi
melalui siku akibat salah memperkirakan panjang saraf yang sebenarnya. Pada posisi ekstensi siku,
nervus ulnaris menjadi kendur dan terulur. Kiri: Dengan fleksi siku, panjang sebenarnya dari nervus
ulnaris merupakan pengukuran yang lebih akurat, dan hasil kecepatan konduksinya lebih valid. Untuk
mencegah kesalahan ini, fleksi siku merupakan posisi yang lebih dipilih saat mempelajari nervus
ulnaris.
Blok Konduksi
Sebagai tambahan untuk perlambatan fokal, tanda elektrofisiologi lainnya dari
demielinisasi adalah blok konduksi (Gambar 19-8). Terdapat beberapa kontroversi
mengenai seberapa besar amplitudo atau area harus diturunkan di antara area distal
dan proksimal untuk dipertimbangkan sebagai blok konduksi (lihat Chapter 3). Studi
konduksi motorik ulnaris pada subyek normal telah menunjukkan penurunan
maksimal dalam amplitudo compound muscle action potential (CMAP) sebesar 10%
membandingkan bawah dan atas siku dan 20% sampai 25% membandingkan
pergelangan tangan dan area di bawah siku. Secara berurutan, semua penurunan
dalam amplitudo atau lebih dari 10% antara bawah dan atas siku, khususnya jika
dihubungkan dengan perubahan yang sangat kecil dalam menstimulasi posisi
elektroda (lihat seksi selanjutnya) atau penurunan yang nyata dalam kecepatan
konduksi, sepertinya menunjukkan demielinisasi sebenarnya dan nilai lokalisasi.
1. Lokasi nervus ulnaris ditentukan terlebih dahulu. Proses ini pada dasarnya untuk
memastikan stimulator diarahkan tepat pada saraf, sebagaimana dideskripsikan
pada Chapter 3. Hal ini diperoleh dengan menggunakan arus submaksimal (10%-
25% supramaksimal), merekam abductor digiti minimi (ADM), dan menstimulasi
beberapa lokasi secara berurutan dari area bawah siku ke atas siku, menstimulasi
medial dan lateral sampai ke lokasi nervus yang dicurigai dalam area yang
berurutan yang melalui siku. Pada masing-masing area, lokasi yang memberikan
amplitudo CMAP tertinggi merupakan area yang paling dekat dengan saraf.
Beberapa lokasi diuji dengan cara yang sama untuk menandai dimana sebenarnya
letak saraf tersebut.
2. Selanjutnya, penambahan 1 cm secara hati-hati ditandai dari 4 cm di bawah siku
sampai 4 atau 6 cm di atas siku.
3. Nervus ulnaris distimulasi secara supramaksimal pada tiap lokasi pada interval 1
cm secara berurutan (Gambar 19-10).
GAMBAR 19-10
Studi incremental segmen pendek. Untuk melakukan studi ini, penanda diletakkan terlebih dahulu
pada pertengahan antara epicondylus medial (ME) dan olecranon (menandakan daerah sulkus).
Lokasi nervus ulnaris kemudian ditentukan menggunakan arus submaksimal dan menstimulasi dari
area bawah siku ke atas siku, menstimulasi medial dan ke lateral menuju lokasi saraf yang dicurigai
dalam area yang berurutan yang melalui siku. Lokasi yang mempunyai amplitudo compound muscle
action potential tertinggi merupakan lokasi yang paling dekat dengan saraf. Beberapa lokasi
diperiksa dari area bawah siku ke atas siku untuk menandai tepatnya dimana saraf berada. Kemudian
penambahan 1 cm secara hati-hati ditandai dari 4 cm di bawah siku hingga 4 atau 6 cm di atas siku.
Nervus ulnaris kemudian distimulasi secara supramaksimal pada tiap lokasi pada interval 1 cm
secara urut untuk mencari segala perubahan yang mendadak dalam hal latensi atau penurunan
amplitudo.
Segala peningkatan yang drastis dalam latensi atau penurunan amplitudo di antara
area stimulasi yang berurutan menandakan demielinisasi fokal. Pada individu normal,
latensi antara dua are stimulasi 1-cm berurutan biasanya adalah 0,1 sampai 0,3 ms
dan jarang mencapai 0,4 ms (Gambar 19-11). Semua pergeseran latensi yang lebih
besar (misal, ≥0,5 ms) menunjukkan perlambatan fokal dan demielinisasi (Gambar
19-12). Teknik inching sangat sensitif tetapi membutuhkan teknik yang terampil.
Segala kesalahan pada pengukuran mempunyai efek yang besar ketika jarak yang
sangat dekat digunakan. Teknik ini mempunyai kelebihan secara potensial karena
mampu mengarahkan lokasi lesi baik pada sulkus atau pada terowongan kubital.
Teknik ini tidak hanya mempunyai kepentingan akademis saja, karena dapat
membantu menemukan teknik operasi terbaik untuk digunakan (misal, lesi pada
terowongan kubital mungkin paling baik ditangani dengan teknik pelepasan
sederhana daripada transposisi).
GAMBAR 19-11
Inching di sekitar siku-normal. Sepuluh jejak berurutan pada penambahan 1cm dari 4 cm di bawah
epicondylus medial (ME) hingga 5 cm di atasnya. Jejak superimposisi terletak di bawah. Angka di
kanan adalah perbedaan latensi dalam milidetik antara jejak yang berurutan. Catatan: Normalnya,
amplitudo dari bentuk gelombang selalu konstan, dan perbedaan latensi antara jejak yang beurutan
adalah 0,1 sampai 0,3 mdetik
GAMBAR 19-12
Inching di sekitar siku-sindrom terowongan kubital. Tujuh jejak beurutan pada penambahan 1 cm
dari 3 cm di bawah epicondylus medial (ME) hingga 3 cm di atasnya. Jejak superimposisi terletak di
bawah. Angka di kanan merupakan perbedaan latensi dalam milidetik di antara jejak yang berurutan
tersebut. Catatan: Antara area 1 cm di bawah siku dan ME, terdapat perubahan yang mendadak
dalam latensi (1,8 ms) dan penurunan amplitudo. Pada kasus ini, studi inching tidak hanya
mengonfirmasi neuropati ulnaris pada siku tetapi secara tepat menentukan letak lesi pada terowongan
kubital.
Merekam Interosseus Dorsalis Pertama
Pada neuropati penjebakan, diketahui bahwa serabut saraf untuk otot-otot tertentu
dapat terpengaruh secara khusus dapat sementara serabut saraf lainnya tidak
terpengaruh sama sekali. Di dalam saraf, berkas serabut saraf untuk otot-otot yang
berbeda berjalan dalam fasikulus-fasikulus yang dipisahkan oleh jaringan
penghubung. Kompresi eksternal secara khusus dapat memengaruhi serabut di dalam
fasikulus yang letaknya paling dekat dengan kompresi, sehingga secara khusus
memengaruhi otot yang diinervasi oleh serabut tersebut (Gambar 19-13). Dengan
demikian, merekam dari beberapa otot terkadang dapat meningkatkan hasil dari
perlambatan fokal atau blok konduksi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
merekam interosseus dorsalis pertama (FDI) mungkin merupakan teknik yang sedikit
lebih sensitif daripada merekam ADM pada UNE. Ketika merekam FDI, tempat
terbaik untuk meletakkan elektroda aktif yaitu di atas muscle belly dan elektroda
reference di atas sendi metacarpophalangeal ibu jari (Gambar 19-14). Jika elektroda
reference ditempatkan pada sendi metacarpophalangeal jari telunjuk, defleksi positif
inisial sering terlihat, yang menyulitkan pengukuran latensi (Gambar 19-15).
GAMBAR 19-13
Keterlibatan fasikular dan sparing pada neuropati penjebakan. Di dalam saraf, berkas serabut saraf
untuk otot-otot yang berbeda berjalan dalam fasikulus-fasikulus yang dipisahkan oleh jaringan
penghubung. Kompresi eksternal secara khusus dapat memengaruhi serabut di dalam fasikulus yang
letaknya paling dekat dengan kompresi, sehingga secara khusus memengaruhi otot yang diinervasi
oleh serabut tersebut (Gambar 19-13). Dengan demikian, merekam dari beberapa otot terkadang
dapat meningkatkan hasil dari perlambatan fokal atau blok konduksi. Pada contoh ini, serabut yang
mensuplai interosseus dorsalis pertama (FDI) berjalan dalam suatu fasikulus terdekat dengan area
kompresi. Oleh karena itu, mempelajari FDI dapat menunjukkan abnormalitas yang lebih nyata. 3L,
lumbrical ketiga; 4L, lumbrical keempat; FCU, flexor carpi ulnaris; FDP, flexor digitorum profundus,
CS, cutaneous sensory.
Gambar 19-14
Merekam otot interosseus dorsalis pertama. Elektroda aktif (G1) ditempatkan pada muscle belly, dan
elektroda reference (G2) ditempatkan pada sendi metacarpophalangeal ibu jari. Merekam interosseus
dorsalis pertama bermanfaat dalam neuropati ulnaris pada pergelangan tangan dan pada beberapa
kasus dari neuropati ulnaris di siku.
GAMBAR 19-15
Otot interosseus dorsalis pertama-morfologi compound muscle action potential dan penempatan
elektrode reference. Ketika merekam interosseus dorsalis pertama, tempat terbaik untuk
menempatkan elektroda aktif yaitu pada muscle belly dan elektroda reference pada sendi
metacarpophalangeal ibu jari. Jika elektroda reference ditempatkan pada sendi metacarpophalangeal
jari telunjuk, defleksi positif inisial sering terlihat, yang menyulitkan pengukuran latensi.
GAMBAR 19-16
Studi konduksi sensorik ulnaris: respon normal. Suatu sensory nerve action potential ulnari
antidromik dapat direkam pada jari kelima, dengan menstimulasi pergelangan tangan dan atas siku.
Respon sensorik normal terlihat menurun dalam amplitudo dan area, dimana durasinya meningkat
pada area stimulasi yang lebih proksimal karena proses-proses normal dari dispersi temporal dan
fase pembatalan. Untuk alasan ini, lesi demielinisasi dalam serabut sensorik dapat dideteksi hanya
dengan perlambatan kecepatan konduksi dan bukan dengan penurunan amplitudo atau area.
GAMBAR 19-17
Studi sensorik cutaneous ulnar dorsalis. Dengan tangan dalam posisi pronasi, elektrode perekam
ditempatkan pada web space bagian dorsal antara jari keempat dan kelima. Area stimulasi terletak
sedikit di bawah styloid, 8 sampai 10 cm dari proksimal elektrode perekam.
Dengan pengetahuan mengenai anatomi dari SNAP ulnaris jari 5 dan SNAP ulnar
dorsalis, kita dapat memprediksikan pola abnormalitas pada lesi dari nervus ulnaris
pada siku dan pergelangan tangan (Gambar 19-18). Pada pasien dengan UNE, kita
dapat memperkirakan kedua SNAP menjadi abnormal, memberikan gambaran bahwa
terdapat gangguan aksonal. Jika lesi merupakan lesi demielinisasi murni pada siku,
kedua respon sensorik distal akan normal. Sebaliknya, adanya SNAP ulnar dorsalis
yang normal dengan respon sensorik ulnaris jari 5 yang abnormal menunjukkan
bahwa lesi terletak pada pergelangan tangan (cabang ulnar dorsalis berasal
pergelangan tangan bagian proksimal). Dengan demikian, pola yang terakhir ini tidak
menyingkirkan adanya kemungkinan UNE. Pada beberapa pasien dengan UNE
definitif, SNAP cutaneous ulnar dorsalis masih normal. Temuan ini diperkirakan
disebabkan oleh fasikular preferensial yang masih normal dari serabut sensorik
cutaneous ulnar dorsalis pada siku. Studi mikroanatomi dari fasikulus yang
membentuk cabang cutaneous ulnar dorsalis telah menunjukkan bahwa cabang ini
terpisah dari trunkus ulnaris utama di atas siku dan berjalan secara efektif sebagai
saraf tersendiri di sebelah nervus ulnaris pada lengan bawah. Selain itu, harus
diperhatikan dalam menginterpretasikan temuan pada pasien dengan kombinasi dari
SNAP cutaneous ulnar dorsalis yang normal dan SNAP ulnaris jari 5 yang abnormal.
Pola ini mempunyai keterbatasan sebagai penanda diagnostik dan tidak dapat
digunakan untuk memastikan lokasi lesi pada pergelangan tangan. Pengukuran
elektrofisiologi dari SNAP ulnar dorsalis mempunyai manfaat, tetapi hanya pada
kasus-kasus dimana SNAP ulnar dorsalis abnormal, membuktikan lokasi lesi ada
pada proksimal dari pergelangan tangan. Sebagai rangkuman, walaupun SNAP
cutaneous ulnar dorsalis abnormal mengindikasikan bahwa lesi terletak pada
proksimal dari pergelangan tangan, kebalikannya tidak menyatakan demikian.
GAMBAR 19-18
Pola respon sensorik ulnaris: pola tipikal dari jari 5 ulnaris yang rutin (A) dan respon sensory nerve
action potential cutaneous ulnar dorsalis (B) pada neuropati ulnaris siku dan pergelangan tangan.
Keduanya menunjukkan lesi yang melibatkan degenerasi aksonal. Namun, pengecualian khusus untuk
pola klasik ini dapat terjadi: (1) jika neuropati ulnaris pada siku mengalami demielinisasi murni atau
(2) terdapat neuropati ulnaris pergelangan tangan dimana cabang sensoriknya masih terpelihara.
Pada kedua keadaan ini, kedua SNAP ulnaris masih normal. Sebagai tambahan, beberapa kasus
neuropati ulnaris ringan pada siku dapat memberikan respon sensori cutaneous ulnar dorsalis yang
masih baik dan memperlihatkan pola yang umum dari neuropati ulnaris pergelangan tangan, dimana
SNAP cutaneous ulnar dorsalis masih terjaga.
GAMBAR 19-19
Anastomosis Martin-Gruber menyerupai blok konduksi dari nervus ulnaris pada lengan bawah.
Penyebab paling umum dari penurunan amplitudo antara pergelangan tangan dan area di bawah siku
saat studi konduksi motorik ulnaris rutin bukan blok konduksi asli melainkan anastomosis Martin-
Gruber. Blok konduksi dari nervus ulnaris pada lengan bawah seharusnya tidak pernah didiagnosis
kecuali nervus medianus telah distimulasi pada pergelangan tangan dan fossa antekubiti untuk
menyingkirkan adanya anastomosis Martin-Gruber.
Pendekatan Elektromiografi
TABEL 19-4. Rekomendasi Protokol Elektromiografi untuk Neuropati Ulnaris pada Siku
Otot-otot rutin:
1. Otot ulnar pada distal dari pergelangan tangan (interosseus dorsal pertama atau abductor digiti
minimi)
2. Otot ulnar pada lengan bawah (FDP 5 dan flexor carpi ulnaris)
Jika salah satu dari otot-otot ulnar abnormal, periksa otot-otot tambahan berikut ini:
3. Setidaknya dua otot yang diinervasi C8-T1/trunkus inferior nonulnar (misal, abductor pollicis
brevis, flexor pollicis longus, extensor indicis proprius) untuk menyingkirkan pleksopati
brakhial letak rendah, polineuropati, atau radikulopati C8-T1
4. Paraspinal C8 dan T1
Pertimbangan khusus:
Jika neuropati ulnaris merupakan suatu superimposisi pada kondisi lain (misal, polineuropati,
pleksopati, radikulopati), pemeriksaan elektromiografi yang detil akan diperlukan.
Abductor digiti minimi sering menyakitkan dan sulit bagi beberapa pasien untuk ditoleransi.
Pada neuropati ulnaris siku, flexor carpi ulnaris mungkin normal bahkan ketika FDP 5
abnormal.
Jika tidak terdapat bukti adanya neuropati ulnaris dari studi konduksi saraf, studi
elektromiografi harus fokus untuk mengevaluasi pleksopati brakhial letak rendah atau
radikulopati C8-T1 jika mempunyai indikasi secara klinis.
FDP, flexor digitorum profundus.
Menariknya, FCU ternyata masih normal atau hanya terganggu minimal pada
kasus-kasus pembedahan UNE. Secara keseluruhan, keterlibatan dari FCU
berkorelasi dengan keparahan neuropati ulnaris baik itu secara klinis maupun elektrik.
Temuan keterlibatan FCU lebih sedikit sering pada lesi di sulkus daripada di
terowongan kubital. Walaupun FCU yang masih normal secara klasik disebabkan
karena adanya cabang muskuler menuju FCU yang berasal dari proksimal sulkus,
studi anatomi kadaver telah menemukan bahwa hal ini bukan menjadi alasan. Etiologi
sebenarnya dari normalnya FCU sepertinya berhubungan dengan differential
fascicular susceptibility (fasikulus yang berbeda terganggu atau terjaga tergantung
posisi fasikulus di dalam trunkus saraf dalam hubungannya dengan area kompresi)
atau konsep “dying back” dari lesi saraf (misal, otot-otot yang paling distal sangat
terpengaruh sementara otot-otot proksimal relatif terperlihara). Pola EMG abnormal
FDI dan FDP ini hingga jari 4 dan 5, tetapi FCU yang normal, penting untuk
mengenali pasien dengan UNE.
Sayangnya, tidak ada otot yang diinervasi nervus ulnaris di atas siku. Jika semua
otot yang diinervasi nervus ulnaris, termasuk FCU, ternyata abnormal dan studi
konduksi saraf tidak mengidentifikasi adanya perlambatan fokal atau blok konduksi
di sekitar siku, diagnosis elektrofisiologi yang terbaik yang dapat dilakukan adalah
satu dari neuropati ulnaris yang dapat melokalisasi hanya pada atau proksimal dari
otot FCU. Walaupun sebagian besar kasus-kasus tersebut nyatanya akan menjadi
kasus UNE, pemeriksaan elektrofisiologi tidak dapat menyingkirkan neuropati ulnaris
yang tidak biasa pada proksimal lengan atas atau pleksopati brakhial letak rendah
yang secara selektif melibatkan serabut ulnaris. Pemeriksaan dari saraf sensorik
cutaneous antebrachial medial, yang secara langsung berasal dari korda media dari
pleksus, mungkin membantu mengidentifikasi lesi pleksus brakhial letak rendah.