A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
setiap negara, dimana proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberi dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat.
Sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Sayangnya, banyak orang
yang tidak menyadari jika mereka mungkin mengalami masalah kesehatan jiwa.
Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun
akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat
bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan
tidak lagi produktif. Gangguan kesehatan jiwa, bukan hanya psikotik saja tetapi
sangat luas mulai yang sangat ringan yang tidak memerlukan perawatan khusus
seperti kecemasan dan depresi, ketagihan NAPZA, alkohol rokok, kepikunan pada
orang tua, sampai kepada yang sangat berat seperti skizofrenia.
Hasil survey kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) tahun 1995
menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa pada penduduk rumah
tangga dewasa di Indonesia yaitu 185 kasus per 1.000 penduduk. Hasil SKMRT
juga menyebutkan, gangguan mental emosional pada usia 15 tahun ke atas
mencapai 140 kasus per 1.000 penduduk, sementara pada rentang usia 5 - 14
tahun ditemukan 104 kasus per 1.000 penduduk. Data WHO menyebutkan,
selama 3 tahun terakhir (2005-2007) diketahui sedikitnya 50 ribu orang
Indonesia melakukan bunuh diri.
Kemiskinan dan himpitan ekonomi adalah penyebab tingginya jumlah
orang yang mengakhiri hidup. Kedua faktor ini juga menjadi penyebab
banyaknya masyarakat menderita sakit jiwa, dimana seseorang menjadi rentan
terhadap terjadinya stress, kecemasan/anxietas, ketergantungan terhadap zat
psikoaktif, perilaku seksual yang menyimpang, serta masalah psikososial lainnya.
Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
setiap negara termasuk di Indonesia, dimana proses globalisasi dan pesatnya
kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan
budaya pada masyrakat. Sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan
yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Kejadian-
kejadian tersebut seluruhnya dilatarbelakangi oleh aspek-aspek kejiwaan seperti
agresifitas, emosi yang tidak terkendali, ketidakmatangan kepribadian, depresi
karena tekanan kehidupan, tingkat kecurigaan yang meningkat, dan persaingan
yang tidak sehat.
Blok 17 kelainan psikiatri ini merupakan representasi dari jenis gangguan
jiwa yang umum terjadi di masyarakat. Pembekalan mahasiswa dengan materi
gangguan psikiatrik akan melengkapi pengetahuan mereka dalam dunia
kedokteran secara utuh disamping membekali mereka dengan pengetahuan
kejiwaan yang akan mereka hadapi dalam praktek kedokteran sehari-hari.
B. Prasyarat
1. Mempunyai kemauan dan kemampuan untuk mendalami materi
gangguan psikiatrik.
2. Telah lulus blok tahun pertama dan tahun kedua.
Tujuan Khusus
Berdasarkan visi dan misi tersebut di atas, kekhususan pendidikan dokter di
Universitas Mulawarman diarahkan pada lulusan seorang dokter yang mampu:
• Mengatasi masalah-masalah kesehatan keluarga serta mengembangkan
sistem kedokteran keluarga pada pelayanan primer
• Mengatasi masalah-masalah medik yang timbul akibat dari lingkungan
hidup di daerah hutan hujan basah dan lingkungannya
• Menggunakan pendekatan bio-sosio-psiko kultural dalam memecahkan
masalah kesehatan
• Mengatasi masalah-masalah kesehatan industri dan pertambangan
• Memanfaatkan dan/atau mendayagunakan potensi hutan tropis basah
dalam memecahkan masalah-masalah medik di lingkungannya
• Melakukan pemahaman upaya pengobatan tradisional dalam konteks
upaya pengobatan modern
V Rotasi Klinik
TAHUN IV KEGAWATDARURATAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN
19 20 21
IV Kegawatdaru Kegawatdaru Manajemen RE Rotasi Klinik
ratan Medis ratan Bedah Kesehatan M
TAHUN III PENYAKIT KRONIS
13 14 15 16 17 18
III Kelainan Kelainan Kelainan REM Kelainan Kelainan Penelitian REM
Toraks Abdomen Neuro- Kepala dan Psikiatri
muskulo- Leher
skeletal
TAHUN II SIKLUS HIDUP
7 8 9 10 11 12
II Perkembanga Kehamilan Anak dan REM Dewasa Penuaan, Elektif REM
n Sel dan Bayi Baru Remaja Kelainan
lahir Sistemik &
Kulit
TAHUN I FUNGSI NORMAL TUBUH
1 2 3 4 5 6
I Pengenalan Sistem Sistem REM Sistem Sistem Sistem Neuro- REM
Pembelajaran Respirasi Kardiovaskuler Digestif Urogenital muskuloskeletal
di FK Unmul
6 Minggu 6 Minggu 6 Minggu 1 6 Minggu 6 Minggu 6 Minggu 1 Mg
Mg
TAHUN SEMESTER GANJIL SEMESTER GENAP
Area 1
KOMUNIKASI EFEKTIF
Kompetensi Inti
Mampu menggali dan bertukar informasi (verbal dan non verbal ) dengan
pasien/ pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega dan profesi lain.
Area 2
KETRAMPILAN KLINIS
Kompetensi Inti
Melakukan prosedur klinis sesuai masalah, kebutuhan pasien, dan sesuai
kesenangannya
Area 3
LANDASAN ILMIAH ILMU KEDOKTERAN
Kompetensi Inti
Mengidentifikasi, menjelaskan, dan merancang penyelesaian masalah kesehatan
secara ilmiah menurut ilmu kedokteran kesehatan mutakhir untuk mendapat
hasil yang optimal.
Kompetensi Inti
Mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, bersinambungan, koordinatif, dan kolaboratif,
dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer
1). Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai individu
yang utuh, bagian dari keluarga dan masyarakat.
a. Menginterpretasikan data-data klinis dan merumuskannya menjadi
diagnosis sementara dan diagnosis diferensialnya.
b. Mampu menjelaskan penyebab, patogenesis, serta patofisiologi suatu
penyakit.
c. Mengidentifikasi berbagai pilihan cara pengelolaan yang sesuai penyakit
pasien.
d. Memilih dan menerapkan strategi pengelolaan yang paling tepat
berdasarkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu, manfaat, keadaan
pasien serta sesuai pilihan pasien.
e. Melakukan konsultasi mengenai pasien bila perlu.
f. Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang
berlaku, tanpa atau sesudah terapi awal .
g. Mengelola masalah kesehatan secara mandiri dan bertanggung jawab
sesuai dengan tingkat kewenangannya
h. Memberi alasan strategi pengelolaan pasien yang dipilih berdasarkan
patofisiologi, patogenesis, farmakologi, faktor psikologis, sosial, dan
faktor-faktor lain yang sesuai.
i. Membuat instruksi tertulis secara jelas, lengkap, tepat, dan dapat dibaca.
Area 5
PENGELOLAAN INFORMASI
Kompetensi Inti
Mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesalahan dan kemampu-terapan
informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil
keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di tingkat primer
1). Memanfaatkan informasi kesehatan
a. Membuat dan menggunakan rekam medis untuk meningkatkan mutu
pelayanan kese
Area 6
MAWAS DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI
Kompetensi Inti
Melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas
kemampuan dan keterbatasannya.
Mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dan kesejahteraan
yang dapat mempengaruhi profesinya
Belajar sepanjang hayat
Area 7
ETIKA, MORAL, PROFESIONALISME, DAN MEDIKOLEGAL
Kompetensi Inti
Berperilaku profesional dalam praktik kedokteran serta mendukung
kebijakan kesehatan
Bermoral dan beretika serta memahami isu-isu etik maupun aspek
medikolegal dalam praktik kedokteran
Menerapkan program keselamatan pasien
1). Memiliki sikap profesional
a. Menunjukkan sikap yang sesuai dengan Kode Etik Dokter Indonesia
b. Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien
c. Menunjukkan kepercayaan dan hormat menghormati dalam hubungan
dokter dan pasien
d. Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh
e. Mempertimbangkan masalah pembiayaan dan hambatan lain dalam
memberikan pelayanan kesehatan serta dampaknya
f. Mempertimbangkan aspek etis dalam penanganan pasien sesuai standar
profesi.
2. Keterampilan medis
3. Praktikum
Kegiatan praktikum merupakan kegiatan di laboratorium yang memerlukan
aktivitas psikomotorik. Metode praktikum yang diberikan masih konvensional
berdasarkan departemental.
4. Kuliah pakar
Kegiatan kuliah pakar sama dengan kuliah biasa yang hanya memerlukan
orientasi dan diskusi. Kuliah ini akan diberikan oleh pakar sehubungan dengan
topik yang dianggap mahasiswa perlu diterangkan lebih lanjut.
5. Kuliah
Kegiatan berupa orientasi konten dalam modul yang sedang berjalan. Kuliah
yang diberikan berupa kuliah pengantar modul, kuliah topik yang berhubungan
dengan modul dan kuliah MKDU.
6. Belajar mandiri
Kegiatan untuk mencari dan membaca buku-buku referensi, kalau perlu mencari
informasi dari nara sumber. Kegiatan ini merupakan kegiatan tak terstruktur/tak
terjadwal.
GMP ZAT
PSIKOAKTIF PSIKOSIS
GANGGUAN
MOOD GANGGUAN GGN
NEUROTIK PERKEMBANG
AN PERVASIF
Psikosis akut,
Ketergantungan skizofrenia,
opioid, delirium, Episode
65 Schizoid personalinty 2
66 Schizotypal personality 2
67 Antisocial personality 2
68 Borderline personality 2
69 Histerionic personality 2
70 Narcisistic personality 2
71 Avoidance personality 2
72 Dependent personality 2
73 Obsessive-compulsive personality 2
74 Passive-aggressive personality 2
75 Personality disorders, noc 2
76 Side effects of Extrapyramidal side effects (eg. 3A
psychoactive Acute dystonia, tradive dyskenia,
drug therapy parkinsonism)
77 Anticholinergic side effects 3A
I. Tutorial
Skenario:
I. BATASAN
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN ZAT
(SUBSTANCE ABUSE)
II. DIAGNOSIS
(lihat lampiran 1: nomor kode diagnosis F 10 – F 19 menurut PPDGJ III dan ICD
10)
Selanjutnya pemeriksaan fisik tentang tanda-tanda pemakaian akan
memperkuat dugaan penggunaan zat psikoaktif dan diagnosis pasti adalah
melalui pemeriksaan laboratorium (urine, darah ) terhadap zat psikoaktif yang
dicurigai.
II.1. Anamnesis
II.1.1. Autoanamnesis
1. Faktor individu
a. Faktor konstitusi, misalnya kerentanan
sistem neuro transmitter dan temperamen bawaan. Faktor ini berasal dari
kondisi biologik dan genetik.
b. Faktor kepribadian, misalnya individu yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Impulsif, diekspresikan dalam
bentuk tidak dapat menunda keinginan
- Tidak mampu mengatasi perasaan-
perasaan tidak enak (painful effect, misalnya amarah, rasa bersalah,
kecemasan, ketakutan), dan takut akan kegagalan.
- Perasaan rendah diri, tidak
mempunyai keyakinan diri yang mantap, kesulitan dalam
mengungkapkan perasaan
- Toleransi terhadap frustasi yang
rendah
- Menghindar dari tanggung jawab
tetapi menuntut hak
- Mengalami depresi, baik yang jelas
maupun yang terselubung, yang sering disertai kecemasan dan perilaku
agitatif yang didasari agresi yang terpendam.
Ciri-ciri ini bercampur dalam variasi yang berbeda antar individu. Bentuk
kepribadian tersebut berkembang dan terbentuk melalui gabungan antara
pola asuh orang tua pada masa pra-remaja dengan faktor konstitusi.
Beberapa faktor pola asuh yang berpengaruh negatif terhadap
perkembangan kemandirian seorang individu adalah:
- pola asuh yang diwarnai kritik, dominasi dan otoritas yang
berlebihan
- pola asuh yang melindungi (over protective)
- pola asuh yang tidak konsisten
Ciri-ciri individu penyalah guna zat adalah:
2. Faktor lingkungan
- Mudah memperoleh zat adiktif
- Tekanan dari teman sebaya
- Komunikasi orang tua dengan anak yang kurang efektif
- Hubungan antar orang tua (ayah-ibu) yang kurang harmonis
- Orang tua atau anggota keluarga lainnya menggunakan zat adiktif
- Lingkungan sekolah yang tidak tertib
- Lingkungan sekolah yang tidak memberi fasilitas bagi penyaluran
minat dan bakat para siswanya.
Tiap zat psikoaktif mempunyai gejala pemakaian, putus zat dan keracunan yang
berbeda-beda. Menemukan gejala tersebut, merupakan hal yang sangat penting
Opiat
Pemakai Putus zat Intoksikasi
Euforia Disforia Apati/eforia/disforia
Rasa berat ekstrimitas Mual/muntah Sedasi
Mulut kering Nyeri otot,tulang,sendi Disinhibisi
Muka gatal (hidung) Lakrimasi Retardasi psikomotor
Mukakemerahan (flushing) Rhinore Hendaya perhatian-
penilaian
Miosis Dilatasi pupil Mengantuk
Bradikardia Piloreksi Disatria
Pernafasan tertekan Banyak keringat Rasa melayang-layang
Konstipasi Diare Ansietas
Mengantuk Sering menguap Tingkah laku
maladaptive
Demam-menggigil Konstriksi pupil
Insomnia Hipotensi, Takhikardia
Gelisah-sulit tidur Pernafasan tertekan
Hipertensi ringan Edema paru
Takhikardi Hipotermia
Koma
Kanabinoid
Pemakai Putus zat Intoksikasi
Mata merah Iritabilitas Takhikardia
Takhikardia ringan Kegelisahan Euforia
Hipotensi ortostatik Ketegangan Perasaan ttg intensifikasi
persepsi secara subjektif
Nafsu makan meningkat Sukar tidur Waktu terasa lambat
Gembira Anoreksia Apati
Tenang “fly” Banyak keringat Konjungtiva merah
Hendaya Tremor Nafsu makan meningkat
efisiensimotorikdan
intelegensi
Halusinasi Mual-muntah Mulut kering
Curiga Diare Tingkah laku maladaptive
Disinhibisi Kecemasan berlebihan
Flashback Kecurigaan
Hendaya daya nilai
Hendaya fungsi
sosial/kerja
Panik-agitasi-psikotik
Halusinasi
Demam ringan
III. KOMPLIKASI
Komplikasi lebih sering terjadi pada penyalahguna zat dengan cara injeksi.
Komplikasi dapat dalam bentuk penyakit infeksi maupun non infeksi.
Infeksi ternyata merupakan penyebab kematian pada hampir sepertiga
kematian para penyalahguna zat. Infeksi yang terjadi lebih sulit diatasi, karena
para penyalahguna zat merupakan golongan penderita dengan lemah daya tahan
( immunocompromised host ) dan besar kemungkinan beberapa jenis infeksi akan
terjadi bersamaan sehingga memperburuk dan menyulitkan pengelolaan.
Beberapa hal yang memudahkan terjadinya infeksi :
- Tehnik injeksi yang tidak steril membuat terpaparnya jaringan lunak
atau aliran darah dengan flora kulit
- Alat suntik yang tidak steril akibat penggunaan alat suntik bersama-
sama atau akibat dari air yang digunakan untuk mencampur bubuk
atau untuk membilas alat suntikan
- Peningkatan jumlah kuman patogen pada kulit, selaput lendir, dan
nasofaring.
- Buruknya higiene mulut dan gangguan pada reflek menelan dan batuk
- Perubahan pada flora normal akibat penggunaan antibiotik secara
intermitten dan luas diantara penyalahguna zat
- Status ekonomi yang rendah dengan kemungkinan meningkatnya
prevalensi paparan terhadap kuman tuberkulosis
- Kebiasaan atau cara hidup yang mengait misalnya penukaran Zat
dengan imbalan seks dan hidup tak teratur, kebersihan yang buruk
- Umumnya selalu terlambat berobat bila terdapat penyakit
IV. TERAPI
V. REHABILITASI
Faktor individu:
-faktor konstitusi Faktor lingkungan
-Faktor kepribadian
-Pola asuh
- Gejala Pemakaian
obat
- Withdrawal
- Overdosis
Penanganan:
1. Terapi
Emergensi
Rawat inap
2. Rehabilitasi
II. Kuliah
b. Terapi rumatan metadon dan bupreborfin pada tergantungan opiat (dr. Jaya.
M.Sp.KJ. M.Kes)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa diharapkan mampu: menjelaskan terapi rumatan metadone dan
buprenorfin untuk ketergantungan opiat.
III. Praktikum:
Sasaran pembelajaran:
-Mahasiswa diharapkan lebih memahami pengertian tentang obat-obat
narkotika dan psikotropika melalui pengalaman melihat obat-obatannya secara
langsung
-Mahasiswa dapat melakukan intervensi motivasi singkat pada para pecandu
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. American Psychiatry Association, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. 4th ed. 1994.
PSIKOSIS
Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan
jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (“sense of reality”). Hal ini diketahui
dengan terdapatnya gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses
berpikir, psikomotorik dan kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak
sesuai dengan kenyataan lagi. Penderita tidak dapat “dimengerti” dan tidak
dapat “dirasai” lagi oleh orang normal. Orang awam sering menyebut dengan
istilah “orang gila”.Penderita sendiri tidak memahami penyakitnya dan ia tidak
merasa sakit.
Psikosis merupakan suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena
penyebab organik ataupun emosional (fungsional) yang menunjukkan gangguan
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan
faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau
kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan
kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan
ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang
memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal
aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra
yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh
kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam
pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
1. Model Diatesis-stres
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan
spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis
(misal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis
selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan
obat, stress psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat
menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar
kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi
skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk
membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang
tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar
apapun stressornya.
2. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan
adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum
Hipotesis Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan
aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin
merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu
banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau
hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa Korelasi
antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat
3. Faktor Genetika/hereditas
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor
genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya
seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan
menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga
menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian
terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik
melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
skizofrenia.
4. Faktor Psikososial
4.1 Teori Tentang Individu Pasien
a. Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika
GEJALA KLINIS
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain
ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin,
jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit
melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau
berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu
memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan
perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa
menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan
tak disiplin.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
1. Gejala-gejalaPositif
Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala
ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati
oleh orang lain.
2. Gejala-gejalaNegatif
Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan
kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang
atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah
dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat
menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan
bicara (alogia).
Gejala-gejala skizofrenia juga dapat dibagi menjadi dua kelompok
menurut Bleuler, yaitu primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran)
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan
kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan,
meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau
mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan
untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali;
hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju
mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang
berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan.
Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala
skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan
kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-
gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma
keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini
dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang
bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin
penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu
yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang
negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah
hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik
menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini
dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau
membuat kata-kata yang baru: neologisme.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran
dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan
lain. Paling sering pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau
akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi
citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya
penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia
lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak
organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya
penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang
menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan
intelegensi tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat
menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya. Kadang-
kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya
penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan
menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double personality
seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya
atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan
hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya
sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis
skizofrenia adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk
skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya
terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin
ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya.
Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien
merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis
skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah
diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu).
Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin
berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan
latar belakang sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir
masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai
suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di
Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika
dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan
gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien.
KLASIFIKASI
1.Tipe Paranoid
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai
macam keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai
macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis
nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai
adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan
katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis
nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali
sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus
mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii
dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang
jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai
lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala
psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat
membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
B.Terapi Somatik
Antipsikotik
Pemilihan Obat
1. Antagonis Reseptor Dopamin (Typical Antipsychotic)
Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia.
Obat ini memiliki dua kekurangan utama, yaitu:
a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal.
b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek
mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme
berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive dyskinesia
dan sindroma neuroleptik malignan.
Contoh golongan ini: haloperidol decanoate, fluphenazine enanthate dan
decanoate, clopenthixol decanoate, zlucopenthixol decanoate, fupenthixol
decanoate, pherphenazin enanthate dan decanoate, pipothiazin, fluspirilen
PROGNOSIS
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode
5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah
sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat
digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat
digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit
yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan
usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut,
Psikosis
Skizofrenia:
-gejala
-tanda
Prognosis
II. KULIAH
1. Sign and simptoms pada gangguan psikiatri (dr. H.Jaya m Sp KJ, M.Kes)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa diharapkan mampu Menjelaskan signs dan simptoms pada
gangguan psikiatri
REFERENSI:
1. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)- III, di Indonesia, 1994
2. Sadock B, Sadock V, Comprehensive text-book of Psychiatry, ed ke-8,
2000
3. Kaplan HI. Sadock BJ, Mood disorders in Kaplan HI, Sadock BJ. Synopsis
and Psychiatry, Behavior Sciences/Clinical Psychiatry, 8 th edition,
Lippincott William& wilkins, Baltimor, 1998 p 1289-1304
4. Stephen M. Stahl, Essential Psychopharmacology, Neuroscientific basic
and Practical Applications, 2nd ed, Cambrige University Press, 2000
5. Wiener J, Duclan M, Child ad Adolescent Pschyciatry, ed ke-3, 2004
6. American Pschyciatry Association. Diagnosis and Statistical Manual of
Mental Disorders, 4th ed, Wasington DC,: American Pschyciatry
Association, 1994;233-155
7. Owen MJ. Nemeroff CB, Physioloy and pharmacology of CRF; Farmacol
Rev;1991;43;425-473.
8. Josep R. Hippocampus. Dalam Neuropsychiatry; Neuropsychology and
clinical neuroscience. Emotion, Evolution, Cognition, Language, memory,
Brain Damage, and Abnormal Behavior, second ed. William&Wilkins,
1996;193-216
9. Hawari, Dadang:Skizofrenia dalam Pendekatan Holistik Pada Gangguan
Jiwa, Penerbit FKUI, Jakarta, 2003.
GANGGUAN MOOD
I. Tutorial
Skenario:
DUNIA TIDAK LAGI INDAH…….
Seorang mahasiswi, Nia, 23 tahun diantar oleh orang tuanya ke
rawat jalan RS dengan keluhan tidak mau lanjutkan kuliahnya, ia
mengatakan banyak dosennya tidak senang dengan dia, ia selalu bicara
nilainya bagus tapi karena ada yang tidak suka maka IP-nya turun.
Kemudian ayahnya membawa pulang ke rumah agar anak dapat istirahat,
tetapi dirumah penderita murung, tidak bergairah, tidak mau makan,
pernah mengatakan hidup tidak berguna, ingin mengakhiri hidup, kalau
ada masalah ia mudah tersinggung, dan sering merasa paling benar
sendiri. Orang tuanya pernah mendatangkan teman SMAnya, dia senang
sekali tapi memperlakukan temannya tidak sopan. Ayahnya pernah
mengajak konsultasi ke psikiater, tapi ia menolak dengan alasan tidak
merasa sakit. Hasil pemeriksaan psikiater, didapatkan bicara logore,
insomnia, hipomania, halusinasi tidak ada, ide dan tentament suicide
tidak ada, penyakit fisiknya tidak ditemukan kelaianan.
Step 1. Identifikasi Istilah Sulit
1. Logore: bicara banyak sekali dan tidak dapat ditahan, kata-kata dan
kalimat-kalimat diucapkan bertubi-tubi
2. Insomnia: tidak dapat tidur atau tidak dapat melanjutkan tidur. Bersifat
primer ataupun sekunder
3. hipomania : suatu keadaan antara eforia dan mania ditandai oleh
perasaan gembira yang bertambah, optimism, desakan untuk bicara
4. halusinasi: suatu pencerapan (persepsi) sensorik yang salah tanpa
rangsangan dari luar yang sebenarnya. Halusinasi: pencerapan tanpa
GAMBARAN UMUM
Gejala pokok adalah perubahan suasana perasaan (depresi, elasi) ditambah
dengan gejala perilaku yang sesuai, gangguan mood ini sebagian besar
cenderung berulang.
Prevalensi seumur hidup depresi berat 15%, wanita bisa sampai 25%, bipolar
I antara 1,5% - 3%, Gangguan bipolar tipe II dari 2% dan meningkat menjadi
15%. Proporsi spectrum bipolar saat ini sebesar 33% dikarenakan
perkembangan pengenalan depresi mayor , sesungguhnya adalah gangguan
bipolar (Stahl, 2008).
kejadian bipolar I pria = wanita
ETIOLOGI
BIOLOGIK
Amine biogenik kelainan di metabolit amin biogenic- seperti 5-
hydroxyindolaeacetic Acid (5-HIAA), asam hemovanilic (HVA) dn 3-methoxy-
4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan cairan
cerebrospinal (CSF), neurotransmiter yang terlibat adalah norepinefrin,
serotonin, dopamin
Patologi sistem limbik, ganglia basalis, hipotalamus
GENETIK
Kejadian bipolar I/depresi berat pada kembar identik 33-90% (50%) & kembar
non identik 5-25%
1 orang tua bipolar maka kemungkinan anaknya menderita bipolar 15-30%,
kedua orang tua bipolar maka kemungkianan anaknya menderita bipolar 50-
75%.
Kromosom 5, 11 & x mungkin berperan pada bipolar I
PSIKOSOSIAL
Stresor eksternal berperan pada sakit pertama
Kehilangan orang tua pada usia kurang dari 11 tahun, kematian istri/suami
dapat menjadi stresor kejadian depresi.
Gangguan kepribadian dependen, histerikal, obsesif- kompulsif dan ambang
dapat berisiko tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan kepribadian
antisosial dan parnaoid.
GAMBARAN KLINIK
DEPRESI
Mood depresi, berpikir lambat, retardasi (kemunduran)/(peningkatan) agitasi
dari psikomotor
Bicara, tingkah laku lambat (blocking)
Rasa senang hilang, minat tidak ada, rasa tak berdaya, tak berguna, tak bisa
menangis
2/3 ada keinginan mencoba bunuh diri, 10-15% meninggal dunia karena
bunuh diri. Pada minggu pertama pengobatan derpesi dapat meningkatkan
risiko bunuh diri saat mulai ada perbaikan yang disebut paradoxical suicide.
97% mengeluh tidak bertenaga, mudah capek dan tidak bersemangat
sehingga banyak tugas dan pekerjaan tak selesai, motivasi menurun.
Gangguan mood mengalami gangguan tidur 80% bangun pagi terlalu dini,
dan sering terbangun malam (terminal & mid-insomnia)
Nafsu makan menurun dan berat badan cenderung menurun (ada yang
mengalami peningkatan karena nafsu makan meningkat). Haid tidak
teratur/abnormal, aktivitas seksual/libido menurun.
Lebih dari 90% gangguan mood juga mengalami ansietas
Penyalahgunaan zat, keluhan fisik menyulitkan terapi
50% gangguan mood mengalami gejala variasi diurnal yaitu gejala-gejala
berat dan parah yang dirasakan pasien pada pagi, berangsur membaik/ lebih
ringan pada sore & malam hari.
84% gangguan mood mengalami gangguan konsentrasi, 65% tak mampu
berpikir seolah hilang ingatan/pelupa ( pseudodemensia).
Pandangan negative terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran meliputi
rasa bersalah, rasa kehilangan buhun diri dan kematian.
MANIA
Mood yang meninggi, elasi, ekspansif & iritabilitas
Bicara lebih banyak, suara keras, sukar dihentikan, hiperaktif
Dandanan dan penampilan berani & menor, impulsif, mengabaikan hal-hal
kecil, boros, berlebihan
Preokupasi tema-tema religi, politik, ekonomi, seksual & rasa dikejar / diincar
orang
Toleransi frustrasi renda , mudah marah, hostilitas
Pikiran-pikiran tentang kebesaran - kehebatan diri
75% bisa menyerang (assaultive)
Wawasan penyakit & daya nilai buruk
Suka berbohong
PERJALANAN PENYAKIT
Gangguan mood adalah gangguan yang berlangsung lama/kronis dan
cenderung berulang/kambuh. Gangguan ini lebih ringan daripada skizofrenia.
Depresi dengan tanpa terapi 6-13 bulan mengalami remisi dan rcoveri,
dengan terapi 3 bulan dalam 20 tahun mengalami 5-6 episode.
EPISODE OF DEPRESSION
RECOVERY or
NORMAL REMISSION
MOOD
DEPRESSION
TIME 6 - 24 MONTHS
Gambar. 1 Episode depresi, derpesi yang tidak diobati biasanya belangsung 6-24 bulan
dapat remisi dan kembali normal.
DIAGNOSIS
EPISODE MANIK
Suasana perasaan meningkat dengan tingkah laku yang sesuai
(hipoman, mania, atau mania dengan gejala psikotik).
Satu episode manik (tunggal).
HIPOMANIK
NORMAL
MOOD
DEPRESSION
Time
Gambar.2 Gangguan bipolar ditandai oleh variasi tipe gangguan episode afektif termasuk
depresi, manic atau hipomanik, dan kadang tipe campuran depresi dan manic bersamaan.
EPISODE DEPRESIF
Gejala-gejala depresif dapat terjadi lebih dari 2 minggu: dengan gejala
gangguan konsentrasi, perhatian menurun, harga diri dan
Gambar. 3 Pengobatan depresi akan memberikan perbaiakan semua gejala yang disebut
remisi dalam buan –bulan pertama dan recovery lebih lama antara 6 -12 bulan. Pasien
bukan hanya ada perbaikan gejala tapi sudah pulih.
NORMAL
MOOD 100% REMISSION RECOVERY
DEPRESSION
DEPRESSION
Gambar. 4. Depesi mengalami kekambuhan sebelum atau remisi penuh disebut repals dan
depresi mebali setelah paisen sembuh disebut recuren.
KRITERIA DIAGNOSTIK
1. Kriteria DSM IV untuk episode depresif
a. Tedapat 5 atau lebih gejala dibawah ini dalam periode 2 minggu dan
terdapat perubahan fungsi dengan gejala derpesi mood, atau kehilangan
minat dan kesenangan:
i. Mood depresi
ii. Kehilangan minat dan kesenangan terhdap hamper keseluruhan
aktifitas
iii. Kehilangan berat badan yang signifikan
iv. Insomnia atau hipersomnia
v. Agitasi psikomotor atau retardasi
vi. Fatigue dan kehilangan energy
vii. Perasaan brsalah yang berat
viii. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi
Episode depresi
HDRS (Hamilton Depression Rating Scale) ringan, sedang, berat
Beck Depression Inventori (BDI)
TERAPI
Hospitalisasi/Perawatan
Pada umumnya penderita tidak datang dengan dengan kemauan sendiri dan
indikasi pasti untuk perawatan adalah:
Prosedur diagnostik
Ada risiko bunuh diri atau pembunuhan,
kemunduran yang parah dalam pemenuhan kebutuhan makan dan
perlindungan.
FARMAKOTERAPI
Depresi Mayor
- Farmakoterapi merupakan terapi pilihan untuk derpresi mayor dengan
antidepresan (trisiklik, tetrasiklik, RIMA, SSRI, Nassa)
PROGNOSIS
DEPRESI
Gangguan depresi adalah menahun/kronis, dapat berulang.
Indikator prognosis baik adalah apabila gejala ringan, gejala psikotik tidak
ada, masa remaja sosialisasi baik, keluarga stabil, fungsi sosial 5 tahun
sebelum sakit baik, gangguan psikiatrik lain tidak terlihat, tidak ada gangguan
kepribadian, usia awitan lebih tua, perawatan untuk gangguan depresi
episode pertama.
BIPOLAR I
Gangguan bipolar adalah menahun/kronis, dapat berulang.
Indikator prognosis buruk apabila ada riwayat kerja yang buruk, ada
penyalahgunaan zat, ada gejala psikotik, ada gejala depresi, ada gejala
depresi antar episode, dan pada jenis kelamin laki-laki.
Bipolar Depresi Unipolar
Onset Lebih muda dan Lebih tua dan
cepat gradual
Onset pertama kali< 25 Sangat sering Kadang-kadang
tahun
Ratio gender Sama Perempuan lebih
banyak
Gejala depresi (<3 bulan) Singkat, lebih Jarang lama episode
rekuren > 3 bulan
Gambaran campuran Sering, sembaran Tidak pernah ada
depresi dan hipomania iritebel, episodic hipomania dan
ansietas mania
Gambara atypical Sering Kadang-kadang
SIKLOTIMIA
Diagnosis ini ditegakan melihat dari ketidakstabilan menetap (pada umur
dewasa < 2 tahun atau anak-anak < 1 tahun) suasana perasaan (mood)
dengan banyak periode depresi ringan bergantian dengan elasi ringan lebih
sedikit dari gejala-gejala bipolar I.
Prevalensi di masyarakat: 1%, wanita : pria = 3:2, 50-75% onset awitan pada
usia 15-25 tahun
Faktor genetik mungkin berperan,30% pasien punya keluarga dengan bipolar
I.
Hipomania merupakan upaya asadar untuk mengatasi SE yang keras rasa
sedih (false euphoria)
Onset insidious pada masa remaja, kronis, 1/3 akan mengalami gangguan
suasana perasaan terutama bipolar II (episode-episode depresi berat &
hipomanik)
DISTIMIA
Gangguan mood yang terdepresi dengan perjalanan penyakit yang tidak tiba-
tiba gejala harian (kronis), ringan, fluktuasi lebih dari 2 tahun (anak-anak &
remaja iritabilitas < 1 tahun). Tidak pernah ditemukan gejala depresi mayor.
Prevalensi 3-5%, dari kasus gangguan mood. Cyranowski (2001) mengatakan
angka kejadian distimik pada perempuan dan laki-laki sebelum pubertas dan
setelah masa menopause sama. Tetapi memasuki masa dewasa perempuan
mempunyai angka kejadian yang lebih besar dibading laki-laki, dengan rasio
2:1
Gambar. 5. Disthymia adalah gradasi yang landai dan sangat kronis dari depresi dengan
waktu kurang lebih 2 tahun.
NORMAL
MOOD
DISTHYMIA
DEPRESSION
2+ tahun
Gangguan Bipolar II
Gangguan Siklotimik
Gangguan Distimik
Gangguan Gangguan Depresif ringan
Gangguan Bipolar I Depresif berat Gangguan Mood karena kondisi
medis umum
Gangguan Depresif singkat rekuren
Gangguan Mood akibat zat
Step 5. Learning Objektif
Mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan gejala dan tanda serta diagnosis keadaan depresi
2. Menjelaskan etiologi depresi
3. Menjelaskan psikopatologi depresi mayor
II. KULIAH
1. Neurobiologi Mood Disorder (dr. H.Jaya m Sp KJ, M.Kes)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa mampu mejelaskan tentang neurologi mood disorder
2. Gangguan Bipolar (Dr. Dalidjo, Sp.KJ)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa mampu mejelaskan tentang jenis, gejala, penyebab dan
penatalaksanaan gangguan bipolar.
3. Psikofarmakologi Antidepresan (dr. Deny, JR. Sp KJ)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang jenis-jenis obat antidepresan
dan psikofarmakologi masing-masing obat.
4. Insomnia (dr. Deny, JR. Sp KJ)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab, gejala dan tanda,
pemeriksaan serta penatalaksanaan Retardasi Mental
I. TUTORIAL
Skenario:
“TERNYATA, SULIT UNTUK SANTAI!”
Dizziness ( pusing )
Pada anxietas kebanyakan mengeluhkan pusing yang hilang
timbul, kalau kita telusuri secara teliti ternyata adalah ” rasa kepala
ringan” bukan “vertigo” seperti pada penyakit organik yang melibatkan
fungsi cerbellum dan labyrint.
Anxietas dan Depresi
Membedakan anxietas dan depresi tidaklah mudah . Pada
berbagai penelitian ternyata bahwa gejala anxietas banyak terdapat pada
penderita depresi, begitu juga banyak gejala depresi pada penderita
anxietas. Selian itu beberapa gejala seperti gangguan tidur, gangguan
makan, kesulitan konsentrasi, mudah tersinggung, dan cepat lelah,
merupakan gejala yang terdapat pada anxietas maupun pada depresi.
Perbedaan anxietas dan depresi dikemukaan di bawah ini .
Mood.
Penderita depresi pada umumnya sedih, putus harapan, tak
gembira.Walaupun mereka sering menyebut dirinya menderita anxietas,
marah, cemas, tegang, akan tetapi keadaan yang menyedihkan biasanya
akan terlihat pada pertanyaan yang terarah. Penderita anxietas dipihak
lain, pada umumnya lebih, takut, terutama takut untuk menderita
serangan panik lagi atau ketakutan terhadap stimulus yang menyebabkan
fobia.
Umur
Gangguan panik biasanya dimulai pada umur 20-an, rata-rata 26
plus min 6 tahun. Sangat jarang terjadi mulai pada umur lebih 45 tahun,
walaupun hal itu mungkin saja.
Gejala psikomotor.
Penderita depresi sering terlihat retardasi psikomotor, dengan
pembicaraan yang lambat, akan tetapi penderita depresi dapat pula
terlihat agitasi. Penderita anxietas dapat terlihat cemas atau tenang,
tetapi jarang menunjukkan tanda-tanda perlambatan.
Gejala lain, penderita depresi sering melaporkan sulit mengambil keputusan,
hilangnya minat pada aktivitas sehari-hari. Walaupun gejala somatik dapat
terjadi pada penderita depresi dan anxietas, akan tetapi nyeri kronik lebih sering
pada penderita depresi.
Prevalensi Gangguan Cemas
Menurut ECA (Epidemiologik Catchment Area ) Survei dari
Amerika, prevalensi enam bulan dihasilkan :
Anxietas ternyata 2 kali lebih banyak pada wanita dari pada pria.
Prevalensi menurun tajam pada umur diatas 45 tahun.
Yang terbanyak adalah simpel fobia, tapi jarang memerlukan intervensi.
Prevalensi dari gangguan anxietas ( tak termasuk simpel fobia ) pada wanita dan
pria sama banyaknya dengan gangguan afektif.
Gangguan obsesif-kompulsif ternyata sama antara pria dan wanita.
Prevalensi lifetime.
Dari hasil ECA survei dapat disimpulkan :
PATOFISIOLOGI ANXIETAS
HYPOPHYSE
SINDROMA CEMAS
Pada dasarnya hidup manusia selalu harus berhubungan dengan
lingkungan hidup, baik lingkungan alam maupun sosial budaya. Suatu
kejadian dalam lingkungan ( life events) dipersepsi oleh pancaindra, diberi
arti dan dikoordinasi respons terhadap kejadian tersebut oleh Susunan
Saraf Pusat, sesuai dengan pola hidup ( life style ) yang sudah tercetak
dalam individu. Bila yang dipersepsi adalah “ancaman”, maka responya
adalah suatu “kecemasan “.
Di dalam Susunan Saraf Pusat, proses tersebut melibatkan jalur
Cortex –Cerebri – Lymbic System – RAS ( Reticuler Activating System )-
Hypothalamus, yang memberikan impuls kepada kelenjar Hipopise untuk
men-sekresi mediator hormonal terhadap target organ kelenjar Adrenal,
yang kemudian memacu Susunan Saraf Otonom ( simpatis-
parasimpatis ), menyebabkan timbulnya sindrom cemas.
Terapi Gangguan Anxietas
Terapi Non- Farmakologi
Berbagai terapi non- farmakologi dapat dilakukan oleh dokter
untuk mengobati penderita anxietas. Cara terapi tersebut diantaranya :
edukasi, psikoterapi, sosial, peri laku, kognitif.
Pendekatan edukasi.
Pendekatan edukasi sangat penting untuk pasien dengan
gangguan anxietas. Pasien akan merasa senang bahwa dokternya
mengerti akan penyakitnya, dapat menerangkan gejala penyakitnya dan
GANGGUAN ANXIETAS
Agorafobia ( F 40.0 )
Pengobatan
Pendekatan Non- farmakologi
- Psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah membawa pasien pada keadaan dimana reaksinya
ditentukan oleh keadaan masa kini, dan bukan oleh emosi yang terjadi oleh
trauma sebelumnya.
Anxietas-PTSD ( Post Traumatic Stress Disorder ) yang ringan dan baru akan
bereaksi dengan baik dengan proses psikoterapi suportif dan proses
mendengarkan yang empatik, hal ini sebenarnya bisa dikerjakan oleh dokter
umum.
- Teknik relaxasi
- Rehabilitasi vocasional
- Konseling keluarga, anggota keluarga dapat melakukan hal yang penting dalam
meningkatkan rasa independent pasien dan mempermudah hubungan dan
interaksi sosial.
Pendekatan farmakologi.
- TCA
- Benzodiazepine
Ingatan
Anxietas-PTSD
pengalaman
Organik traumatik
Hypertyroid
Anxietas Organik
Pheochromocytosis
REFERENSI:
1. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)- III, di Indonesia, 1994
2. Sadock B, Sadock V, Comprehensive text-book of Psychiatry, ed ke-8,
2000
3. Kaplan HI. Sadock BJ, Mood disorders in Kaplan HI, Sadock BJ. Synopsis
and Psychiatry, Behavior Sciences/Clinical Psychiatry, 8 th edition,
Lippincott William& wilkins, Baltimor, 1998 p 1289-1304
4. Stephen M. Stahl, Essential Psychopharmacology, Neuroscientific basic
and Practical Applications, 2nd ed, Cambrige University Press, 2000
5. Wiener J, Duclan M, Child ad Adolescent Pschyciatry, ed ke-3, 2004
6. American Pschyciatry Association. Diagnosis and Statistical Manual of
Mental Disorders, 4th ed, Wasington DC,: American Pschyciatry
Association, 1994;233-155
7. Owen MJ. Nemeroff CB, Physioloy and pharmacology of CRF; Farmacol
Rev;1991;43;425-473.
8. Josep R. Hippocampus. Dalam Neuropsychiatry; Neuropsychology and
clinical neuroscience. Emotion, Evolution, Cognition, Language, memory,
Brain Damage, and Abnormal Behavior, second ed. William&Wilkins,
1996;193-216
I. TUTORIAL
Skenario :
”OH, ANAKKU SAYANG!”
Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 3 tahun ke dokter
puskesmas. Sebelumnya anak tersebut diperiksakan ke bidan di desa
dengan keluhan tidak bisa diajak untuk tidur siang. Oleh bidan yang
memeriksanya menyampaikan bahwa kemungkinan anak tersebut
mengalami kelainan hiperaktif karena anak tersebut tidak bisa diam dan
selalu bergerak.
Dokter yang memeriksanya merujuk ke psikiater di kota karena
kesulitan untuk menegakkan diagnosis. Psikiater di kota menemukan
gejala lain yaitu ternyata anak tersebut belum bisa bicara dengan baik,
hanya sekedar suara-suara yang tidak dapat di mengerti yang keluar dari
mulutnya.
Sebelumnya pasien sudah bisa bicara mama–papa tetapi
kemudian kemampuan berbahasanya hilang lagi. Anak tersebut juga
terlihat aneh karena senang merobek – robek kertas. Lalu psikiater
merujuk ke dokter spesialis THT untuk tes audimetri dengan berpesan
kalau hasil audiometrinya baik, pasien dipersilahkan kembali untuk
evaluasi lebih lanjut.
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Perkembangan Pervasif wring disebut dengan Gangguan Spektrum
Autisme. Ada 5 diagnosis banding, yaitu
1. Sindrom Rett.
2. Gangguan Desintegratif Masa Kanak lainnya.
3. Sindrom Asperger.
4. Gangguan Aktivitas Berlebih yang berhubungan dengan Retardasi Mental dan
gerakan stereotipik.
PENYULIT
Adanya gangguan perkembangan atau penyakit lain yang menyertainya,
misalnya Retardasi
dan Cerebral Palsy.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi perilaku. Biasanya diawali dengan sistim "satu anak satu pelatih",
kemudian& beberapa anak bisa digabung sesuai dengan tingkat kemampuannya.
2. Terapi Biomedis, meliputi :
Psikotropika, misalnya : risperidone 0,02 – 0,05 mg/kg BB/hari, atau haloperidol,
dengan dosis yang sama. Diberikan 2 kali sehari sampai gejala klinis membaik.
Medikamentosa lainnya sesuai kondisi masing-masing anak, atau bila ada
komorbiditas dengan gangguan lain.
Abnormalitas Perkembangan
II. KULIAH
1. Gangguan Pervasif lainnya, Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktifitas (dr. Denny,J.R., Sp.KJ)
Sasaran pembelajaran :
Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab, gejala dan tanda,
pemeriksaan serta penatalaksanaan gangguan pervasif, Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas
2. Diagnosis multiaksial pada anak (dr. Denny,J.R., Sp.KJ)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip dan cara bagaimana
melakukan Diagnosis multiaksial pada anak
3. Retardasi Mental (dr. Denny,J.R., Sp.KJ)
Sasaran pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab, gejala dan tanda,
pemeriksaan serta penatalaksanaan Retardasi Mental
12.00-
13.00 Belajar ISHOMA
ISHOMA
Mandiri
13.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA
14.00
14.00- Terapi
15.00 Belajar Belajar Mandiri Belajar rumatan
15.00- Mandiri Mandiri metadon
16.00 dan
bupreborfin
09.00-
10.00
10.00-
11.00 Praktikum Keterampila
11.00- Ketrampilan PENGENALAN Belajar n medik
12.00 DKK I Medik TEORI Mandiri
MOTIVASI
12.00- BAGI
13.00 PENGGUNA ISHOMA
Belajar
NAPZA Dr. ISHOMA
Mandiri
Jaya M,Sp.KJ
M.Kes)
09.00-
10.00
10.00- Kuliah
11.00 INSOMNIA Kuliah
Ketrampilan (Dr. Deny J.R, Belajar
11.00-
DKK I Medik Sp.KJ) Mandiri
12.00
12.00- ISHOMA
13.00 ISHOMA ISHOMA
09.00-
10.00
10.00- Kuliah
11.00 Gangguan Kuliah
Ketrampilan somatisasi (Dr. Belajar
11.00-
DKK I Medik Dalidjo, Sp.KJ) Mandiri
12.00
12.00-
13.00 ISHOMA
Belajar ISHOMA
Mandiri
13.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA
14.00
14.00- Kuliah Kuliah
15.00 Belajar Gangguan Belajar Gangguan Belajar
15.00- Mandiri Hipokondrik Mandiri Nyeri Mandiri
16.00 Dr. Dalidjo, Somatoform
Sp.KJ) menetap
(Dr. Dalidjo,
Sp.KJ)
09.00-
10.00
10.00-
11.00 Kuliah Kuliah
Ketrampilan Gangguan Belajar
11.00-
DKK I Medik Pervasif Mandiri
12.00
lainnya,
Gangguan
12.00-
Pemusatan
13.00 ISHOMA
Perhatian dan ISHOMA
Belajar
Hiperaktivitas
Mandiri
(Dr. Deny,J.R
Sp.KJ
13.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA
14.00
14.00- Kuliah Kuliah
15.00 Belajar Diagnosis Belajar retardasi Belajar
15.00- Mandiri multiaksial Mandiri mental (Dr. Mandiri
16.00 anak (Dr. Deny ,
Deny , J.R,Sp.KJ)
J.R,Sp.KJ)
08.00 –
Ujian Ujian Modul Ujian
09.00
Modul 1 3 Modul 5
09.00 –
10.00
10.00 –
Ujian Ujian Modul
11.00
Modul 2 4
Responsi
11.00 – Responsi
Trapmed
12.00 Trapmed
12.00 –
13.00
13.00 –
14.00
14.00 –
15.00
Tim Blok 17
A. Formatif : 40%
1. Observasi diskusi kelompok 15%
2. Laporan praktikum 10%
3. Laporan Pleno 15%
B. Sumatif : 60%
1. Ujian Modul 50%
B. Media instruksional
- LCD
- White Board
- Flip Chart
- Media audiovisual
C. Sarana fisik
Ruang Kuliah
Ruang diskusi kelompok
Ruang Praktikum dan perlengkapannya
Ruang laboratorium keterampilan medis
Perpustakaan
Modul :
Blok :
Skenario :
Kelompok :
Nama fasilitator :
N NILAI TOTA
Nama NIM
o I II III L
1
10
Samarinda……………………….
Tutor
……………………………….
NIP.
Modul :
Blok :
Skenario :
Kelompok :
Nama fasilitator :
N NILAI TOTA
Nama NIM
o I II III IV L
1
10
Keaktifan
a. Baik : > 80 presentasi dengan baik, mengemukakan pendapat sesuai
konteks
b. Cukup : 70 – 79 mampu bertanya sesuai konteks
c. Kurang : 60 – 69 mampu bertanya tetapi tidak sesuai konteks
d. Buruk : < 60 diam, tidak member perhatian
……………………………….
NIP.
Modul :………………………….
Blok :…………………………. Hari :................................
Skenario :…………………………. Tanggal :................................
NamaMahasiswa :………………………..... Waktu :................................
Nama Fasilitator :…………………… ........ Semester :................................