Anda di halaman 1dari 5

Modul 3

Kegiatan belajar 11
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
a. Pendahuluan
Dalam Kegiatan Belajar ini Anda akan mempelajari Pancasila sebagai ideologi
terbuka. Di dalam modul ini akan diuraikan bahwa Pancasila merupakan sebuah ideologi
terbuka. Anda akan mempelajari makna dan keunggulan Pancasila sebagai ideologi terbuka
tersebut.
Tujuan akhir dari perkuliahan ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada
mahasiswa ketika mempelajari Pancasila sebagai ideologi terbuka, dan dengan itu diharapkan
mampu memberikan pemahaman secara mendalam dan terbuka atas ideologi serta
karakteristik dan keunggulan dari Pancasila sebagai ideologi terbuka, serta dapat
menghasilkan pemikiran serta sumbangan kritis-konstruktif bagi kemajuan bangsa yang terus
menerus dalam proses menjadi bangsa Indonesia yang kuat dan berprinsip.

b. Capaian Pembelajaran
Dengan mempelajari Pancasila sebagai ideologi terbuka ini, diharapkan mahasiswa
dapat menguasai, menganalisis, berfikir rasional, bersikap kritis serta dapat
mengimplementasikan dan mampu memahami pengertian dan makna, serta ciri-ciri Pancasila
sebagai ideologi terbuka.

c. Sub Capain Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pancasila sebagaiideologi terbuka.
2. Mahasiswa mampu merumuskan hal yang berkaitan dalam materi Pancasila sebagai ideologi
terbuka.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan karakteristik dan keunggulan Pancasila
sebagai ideologi terbuka.
4. Mahasiswa mampu merancang dan menyumbankan pola pikir yang kritis serta
mengimplementasikan Pancasila sebagai ideologi negara yang bersifat terbuka dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Uraian Materi
1. Definisi Pancasila Sebagai Ideologi terbuka
Pancasila sebagai suatu system filsafat praktis bagi bangsa Indonesia diyakini sebagai
ideologi terbuka yang konsepnya tidak dirumuskan “sekali untuk selamanya” melainkan
dapat berubah sesuai dengan zamannya. IdeologiPancasila sebagai dasar pengembangan
keterbukaannya adalah hakikat kodrat manusia monopluralis, sehingga unsure moral menjadi
lAndasan kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.Pancasila dikatakan
sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi idealitas karena memiliki nilai-nilai yang
dianggap baik, benar oleh masyarakat Indonesia. Rumusan Pancasila sebagai ideologi terbuka
bersifat umum, universal sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Pancasila merupakan hasil befikir secara kefilsafatan, suatu hasil pemikiran yang
mendalam dari para pendiri neara Indonesia, yang disyahkan sebagai dasar filsafat negara
pada tanggal 18 agustus 1945. Dengan demikian Pancasila merupakan consensus filsafat
yang akan melAndasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa Indonesia.
Beberapa pendapat dari para pemikir tentang Pancasila dapat dikemukakan sebagai
berikut.
a) Driyakarya (via Rukiyati, dkk. 2017) dalam tulisannya Pancasila dan Religi (1957)
berpendapat bahwa Pancasila berisi dalil-dalil filsafat.
b) Soediman Kartohadiprodjo, dalam bukunya Bberapa perkiraan Sekitar Pancasila (1980)
mengemukakan bahwa: Pancasila itu adalah filsafat bangsa Indonesia. Kelima sila itu
merupakan inti-inti, soko guru dari pemikiran yang bulat.
c) Notonagoro, dalam berbagai tulisannya berpendapat bahwa kedudukan Pancasila dalam
negara RI sebagai dasar negara dalam pengertian filsafat. Sifat Kefilsafatan dari dasar
negara tersebut terwujud dalam rumusan abstrak umum universal dari kelima sila
Pancasila.
d) Dardji Darmodihardjo, mengemukakan bahea Pancasila dapat dikatakan sebagai filsafat
yang idealistis, theis, dan praktis.
e) Soerjanto Poespowardojo, mengemukakan bahwa Pancasila sebagai orientasi
kemanusiaan, bila dirumuskan dalam kalimat negatif adalah sebagai berikut :
1) Pancasila bukan Materialisme
Manusia menurut materialisme tidak berbeda dengan objek-objek lainnya.
Subjektivitas manusia itu tidak masuk akal. Kepribadian manusia itu nonsense (tidak
berguna), karena pada dasarnya yang menentukan segalanya adalah benda atau materi.
Masalah ini akan menjadi sangat serius, jika manusia terjebak dalam scientism, yaitu
suatu bentuk mengangungkan terhadap iptek. Para filsuf filsafat modern telah
menunjukkan akkibat fatal dari paham ini. Erik Fromm mengatakan bahwa dalam
masyarakat modern, manusia telah teralienasi (terasing) dari diri sendiri dan
lingkungannya. Manusia tidak bebas, karena harus tunduk pada irama kehidupan
teknologi. Teknologi diciptaan untuk manusia, buan sebaliknya manusia untuk teknologi.
2) Pancasila bukan Pragmatisme
Pragmatisme merupaan paham yang menitikberatkan atau meletakkan criteria
tindakan manusia pada pemanfaatan atau kegunaan. PAndangan pragmatism kalau ditarik
lebih jauh akan bermuara pada tindakan-tindakan yang inhuman. Baik dan buruk tidak
ditentukan secara objektif lagi. Pancasila jelas tidak menganut ideologi pragmatisme. Hal
ini bukan berarti Pancasila menolak tindakan-tindakan yang pragmatis dalam kehidupan
bernegara, tetapi yang ditolak adalah ideologinya karena ideologi pragmatis merupakan
paham yang bersifat absolutisasi dan determinisme.
3) Pancasila bukan Spiritualisme
F.W Hegel merupakan filsuf pertama yang memperkenalkan paham spiritualisme.
Hegel mengatakan bahwa realita seluruhnya adalah perwujudan roh (spirit). Paham ini
ternyata dalam kenyataan telah dipakai untuk melegitimasi tindakan otoriter dan tidak
demokratis dari penguasa. Penguasa dapat saja member pembenaran terhadap tindakan
yang sewenang-wenang sebagai tindakan roh yang sedang mewujudkan diri dalam realita
atau kenyataan. Pancasila tentu saja menolak paham spiritualisme, tetapi mengakui
adanya hal-hal yang bersifat rohani. Hal ini bermuara pada landasan ontologis Pancasila,
yaitu manusia yang bersifat monodualisme (Notonagoro), khususnya dari susunan
kodratnya, sebagai makhluk yang terdiri dari jiwa dan raga. Spiritualisme pada akhirnya
bermuara pada tindakan-tindakan otoriter, mengekang kebebasan manusia. Hal ini berarti
sudah tidak manusiawi lagi.
Sedangkan jika dirumuskan positif, Pancasila mempunyai ciri-ciri:
1) Integral
Dalam arti Pancasila mengajarkan ajaran kemanusiaan yang integral. Manusia
adalah individualitas sekaligus sosialitas. Manusia itu masing-masing otonom dan
korelatif. Pranarka mengatakan bahwa manusia berada dalam dua tegangan dialektik
antara sifat kodrat yang individual dan social, makhluk pribadi dan berhubungan dengan
sesamanya. Pandangan itu berarti menolak pandangan liberalisme sekaligus social
otoriter.
2) Etis
Etis berasal dari kata etika, yaitu filsafat yang berkaitan dengan tindakan manusia
yng dapat dikenai ukuran baik atau buruk. Baik dan buruknya tindakan manusia
berhubungan dengan moral. Dari aspek etika, tindaan manusia dibedakan menjadi dua,
yaitu actus hominis (tindakan-tindakan manusia yang juga dilakukan oleh makhluk hidup
yang lainnya baik fisik, alamiah, biologis) dan actus humanus ( tindakan, kegiatan,
perbuatan, aksi reaksi manusia sebagai makhluk intelektual, cultural, dan memiliki
kehendak bebas).
Dengan pandangan etis yang jelas ini maka Pancasila menolak machiavellianisme, suatu
paham yang membenarkan cara-cara immoral untuk mencapai tujuan politik dengan
semboyan terkenalnya : tujuan menghalalkan segala cara. Pancasila sebagai paham yang
etis dengan demikian menolak semua paham yang berwajah immoral. Kesemuannya ini
tercermin dalam semua produk peraturan perundangan negara. Produkhokum negara RI
harus memiliki karakteristik, yaitu taat asas kepada nilai-nilai Pancasila.
3) Religius
Religius merupakan hal yang berkaitan dengan yang adiodrati (diatas yang kodrat,
diatas yang natural yang mengatasi segala sesuatu) yang bersifat supranatural dan
transedental.
Pengakuan adanya keuatan, keuasaan yang mengatasi segala seuatu yang dipahami
oleh bagsa Indonesia sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Sila pertama Pancasila menegaskan
religiusitas sebagai sesuatu yang menyatu (inheren) pada hakiat manusia, karena
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk yang otonom (bertanggungjawab pada
dirinya sendiri), sekaligus makhluk Tuhan (tindakan, perbuatannya diyakini dalam
kehidupan keabadian dipertanggungjawabkan juga kepada Tuhan yang Maha Esa).
Dengan demikian paham kemanusiaan Pancasila adalah paham humanisme religius
sehingga Pancasila menolak ateisme, dan juga bukan negara agama dan sekaligus bukan
negara secular.
2. Ciri-Ciri Ideologi Terbuka
a) Realis, yaitu mencerminkan kenyataan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
tempat ideologi tersebut lahir dan dikembangkan. Ideologi terbuka mencerminkan
bahwa dirinya adalah merupakan kenyataan pola hidup masyarakat, yang berarti juga
tercegah dari kebekuan dogmatik, serta selalu dalam konteks.
b) Idealis, yaitu konsep yang terkandung i dalamnya mampu member harapan,
optimisme, serta mampu menggugah motivasi para pendukungnya untuk berupaya
mewujudkan apa yang dicita-citakan. Kadar atau kuaitas idealisme akan sangat
efektif, apabila nilai-nilai yang terkandung di dalamnya selalu actual, apa yang dicita-
citakan runtut menurut nalar atau dapat dinalar, dapat dipikirkan.
c) Fleksibel, yaitu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang terus-menerus
berkembang, dan juga sekaligus mampu member arah,melalui tafsir-tafsir baru yang
konsisten dan relevan. Unsur inilah yang memungkinkan setiap generasi dapat
member isi dan pengkayaan makna bagi masing-masing zaman yang dihadapinya,
sehingga mampu menemukan relevansinya (Rukiyati, dkk. 2017).
d) Sementara itu, Dominikus Rato (2017: 182) menggunakan istilah ideologi yang hidup.
Menurut dia, Pancasila memenuhi unsur-unsur ideologi yang hidup. Unsur-unsur itu
adalah adaptif-aktif, responsif, dan aplikatif.
e. Rangkuman
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat praktis bagi bangsa Indonesia diyakini sebagai
ideologi terbuka yang konsepnya tidak dirumuskan “sekali untuk selamanya” melainkan
dapat berubah sesuai dengan zamannya. Pancasila bukan pragmatisme, meterialisme, dan
spiritualisme melainkan integral, etis, dan religius. Pancasila memiliki cirri-ciri yaitu realis
(mencerminkan kenyataan), Idealis (konsepnya mampu member harapan dan optimisme),
serta fleksibel (dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan perkembangan zaman).

f. Daftar Pustaka
Pranarka, AMW. 1985. Sejarah Pemikiran Pancasila. Jakarta: CSIS
Rukiyati, dkk. 2017. Pancasila. Yogyakarta: UNY Press
Soerjanto Poepowardojo. 1989. Filsafat Pancasila: Sebelah Pendekatan Sosio-Budaya.
Jakarta: PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai