Ilmu Bahasa Dalam Perspektif Kajian Budaya PDF
Ilmu Bahasa Dalam Perspektif Kajian Budaya PDF
Anang Santoso
Abstract: The development of cultural studies has broadened the horizon of how to
attend to and approach various cultural phenomena. In this regard, language, central
to the notion of culture, has been assuming more strategic roles. Linguistics,
accordingly, needs to accommodate broader views so as to go in line with the
broader views of culture as the home base of linguistics. In this case, linguistics
needs to build on the assumptions that (1) language is not innocent (neutral), (2)
language deals with the issue of representation, (3) language has to do with power,
and (4) language is concerned with articulation; this point is relevant to the
development of cultural studies.
Tulisan ini lebih merupakan renungan yang Pelbagai literatur antara lain Cavallaro
agak serius tentang apa yang selama ini (2004), Storey (2003), Barker (2000)
sudah dirumuskan dalam pelbagai literatur meman-faatkan pandangan language games
kajian budaya (cultural studies) bahwa (Wittgenstein) dan performative utterences
bahasa merupakan perhatian utama dalam (Austin) untuk menunjukkan bahasa yang
kajian budaya . Storey (2003:x), misalnya, dimaksud dalam kajian budaya adalah
menyebutkan bahwa bahasa merupakan bahasa sehari-hari , bukan bahasa logis.
alat dan medium untuk memunculkan arti Wittgenstein menunjukkan bahwa bahasa
penting atau signifikansi (significance) atau memunyai beberapa fungsi dan untuk
makna (meaning) . Menginvestigasi budaya memahaminya, perhatian harus dialihkan
berarti mengeksplorasi bagaimana makna dari logika dan penyusunan bahasa yang
diproduksi secara simbolik di dalam bahasa sempurna kepada logika bahasa sehari-
sebagai sebuah sistem tanda (signifying hari , yaitu bahasa common sense. Bagi
system). Pandangan Storey semakin Wittgenstein, bahasa bukanlah sebuah
mengukuhkan peran bahasa seperti sudah kehadiran metafisik, tetapi sebuah alat yang
dikemukakan oleh Bourdieu, Foucault, dan digunakan manusia untuk mengkoordinasi-
Habermas, maupun oleh para pemikir kan tindakan-tindakannya dalam konteks
pasca-modernisme yang menempatkan hubungan sosial (Storey, 2003:ix). Makna
bahasa dalam posisi sentral, sampai-sampai sebuah kata bergantung pada pengguna-
muncullah jargon the linguistic turn (lihat annya dalam bahasa. Yang terpenting
Santoso, 2006:i). adalah dalam situasi apa sebuah kalimat itu
1
2 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007
akan tampak dengan sejelas-jelasnya bahwa berada di bawah kesadaran dalam melaku-
penggunaan bahasa yang tampak tidak ada kan pilihan bahasa itu.
apa-apanya, menampakkan wajah tidak
berdosa, dan tampak alamiah ternyata Ilmu Bahasa yang Memandang Teks
menyembunyikan ideologi tertentu dari sebagai Realisasi Modus Wacana
penghasil teks. Karena kajian budaya memberikan
perhatian pada ekonomi industri modern
Ilmu Bahasa dan Kesadaran Kendala dan budaya media yang diproduksi pada
Nonlingual dalam Pilihan Bahasa sistem kapitalis, ilmu bahasa harus
Karena kajian budaya begitu memer- memandang teks sebagai realisasi modus
hatikan peran kekuasaan dan hegemoni wacana. Fowler (1986), misalnya, selalu
pada setiap tataran sosial, ilmu bahasa memertahankan tesisnya bahwa teks
seharusnya menyadari keberadaan kendala- merupakan realisasi sebuah modus wacana,
kendala nonlingual dalam pilihan bahasa. biasanya lebih dari satu modus. Sebuah teks
Bentuk-bentuk bahasa digunakan individu bukan hanya karya individual. Teks yang
tentu saja tidak secara bebas dapat dipilih. dihasilkan oleh penghasil teks sebagai
Menurut Birch (1996:67) pilihan bahasa individu bukanlah hasil dari keseluruhan
dibuat menurut seperangkat kendala individu itu. Teks yang dihasilkan mungkin
(constraints) politis, sosial, kultural, dan saja berasal dari wacana praada (baca:
ideologi. Ada kekuatan di luar individu sebelumnya) yang itu semua berakar pada
yang ikut menentukan bentuk bahasa kondisi-kondisi sosial, ekonomi, politis, dan
tertentu yang akan digunakan. Hal itu sering ideologis yang terletak jauh di balik
terjadi secara bawah sadar. Implikasinya kesadaran dan kontrol penghasil teksnya.
adalah bahwa masyarakat dapat di- Sebuah teks yang lahir mungkin saja hasil
manipulasi, dikehendaki dalam aturan yang dari suatu perjuangan di antara banyak
baik (good order), dan dinilai peran dan tangan penghasil wacana itu.
status bawahan serta atasan (inferior- Kajian bahasa hakikatnya adalah kajian
superior) melalui sistem strategi-strategi kewacanaan yang bersifat historis. Sistem
sosial yang melibatkan aspek-aspek: kuasa, bahasa merupakan bagian yang integral dari
aturan, sub-ordinasi, solidaritas, kohesi, struktur dan proses sosial. Sebuah wacana
antagonisme, kesenangan, dan sebagainya tidak dapat terlepas dari dimensi
yang semuanya merupakan bagian integral kesejarahan. Sebuah tuturan politik oleh
dari kontrol terhadap masyarakat. seorang pemimpin partai, misalnya, bukan-
Menurut Menz (1988), makna dan nilai lah teks yang vakum sosial. Sebaliknya,
dari pilihan bahasa bukan menjadi milik teks tuturan itu dibentuk oleh sebuah proses
individu yang unik, tetapi diproduksi dalam yang rumit dan panjang dalam pertarungan
perjuangan atau perebutan komunikatif sosial. Banyak tangan yang ikut campur
(communicative struggle) dan interaksi menentukan bentuk dan isi teksturnya.
aktual yang ditentukan secara ideologis dan Kajian terhadap teks-teks bahasa bukan
dimotivasi secara politis (dalam Birch, semata-mata untuk kajian teks itu yang
1996:65). Merujuk pada pandangan amat terbatas. Akan tetapi, kajian teks
tersebut, aktor penghasil teks bukanlah adalah kajian kewacanaan dengan meng-
individu yang merdeka , tetapi merupakan ikutsertakan dimensi kritis, yakni dimensi
individu yang diatur oleh dimensi-dimensi politis, ideologis, dan kultural tentang
sosiokultural dan institusional yang bagaimana masyarakat dan institusi mem-
determinatif. Individu-individu sering buat makna melalui teks.
8 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007
Ilmu Bahasa Harus Memandang Bahasa alamiah , bukan sebagai refleksi kultural-
sebagai Pengklasifikasi Pengalaman nya .
Karena kajian budaya memfokuskan Menurut Fowler (1986:19), bahasa
adalah medium efisien dalam pengodean
perhatiannya pada bahasa sehari-hari yang
menghasilkan makna sosial, ilmu bahasa kategori-kategori sosial. Ketika kebudayaan
seharusnya memfokuskan pada makna- tertentu memerlukan ekspresi diskriminasi,
makna sosial yang bersifat situasional. peran bahasa sebagai pengkategori tampak
Untuk itu, haruslah ditanamkan pada diri amat jelas. Bahasa tidak hanya menyedia-
sendiri bahwa bahasa adalah pengklasifikasi kan kata-kata untuk konsep-konsep tertentu,
pengalaman manusia tentang dunia. bahasa juga mengkristalisasikan dan men-
Dunia tempat hidup manusia bersifat stabilisasikan ide-ide itu. Fowler ingin
kompleks dan secara potensial mem- menunjukkan bahwa struktur bahasa yang
bingungkan (Fowler, 1986:13). Komplek- dipilih menciptakan sebuah jaring makna
yang mendorong ke arah sebuah perspektif
sitas hidup ditingkatkan melalui organisasi
sosial dan aktivitas teknologis. Menghadapi tertentu. Jaring makna itu merupakan
dunianya yang kompleks, manusia melaku- sebuah ideologi atau teori dari penutur-
kan proses kategorisasi sebagai bagian nya yang tentu saja bukan berupa kategori
dari strategi umum untuk menyederhanakan alamiah. Jaring makna lebih merupakan
dan mengatur dunianya itu. Manusia tidak kategori kultural. Masyarakat haruslah
menggunakan secara langsung dunia berkesadaran dan berpikir kritis dalam
objektif, tetapi menghubungkannya melalui menghadapi kategori-kategori kultural itu.
sistem klasifikasi dengan menyederhana-
Ilmu Bahasa dan Kesadaran Kritis
kan fenomena objektif dan membuatnya
terhadap Konvensi Sosial
menjadi sesuatu yang dapat dikelola.
Yang menjadi persoalan adalah bahwa Karena kajian budaya begitu me-
klasifikasi sering memunculkan hasil yang merhatikan peran ideologi dalam setiap
bersifat alamiah (natural). Anggota aktivitas kehidupan, ilmu bahasa harus
masyarakat memerlakukannya sebagai berangkat dari asumsi bahwa tanda-tanda
asumsi-asumsi sebuah kebenaran yang bahasa tidak bersifat netral. Fowler
tanpa pembuktian serta memercayainya (1986:27), misalnya, merumuskan bahwa
sebagai sesuatu yang berupa akal sehat kode lingual tidak merefleksikan realitas
(common-sense) atau pengetahuan umum. secara netral. Kode lingual itu menafsirkan,
Semuanya itu dipandang sebagai sebuah mengorganisasikan, dan mengklasifikasi-
kebenaran begitu saja. Kata-kata seperti kan subjek-subjek wacana. Wacana tertentu
pandangan dunia , teori , hipotesis , selalu membentuk teori tentang bagai-
atau ideologi sering dianggap sebagai mana dunia itu disusun. Itulah yang disebut
akal sehat. Sementara itu, menurut Fowler pandangan dunia atau ideologi . Bahasa
(1986:18), semua kata seperti itu adalah tidak hanya sebagai pengetahuan yang
distorsi . Kata-kata itu lebih merupakan internal dan pasif. Sebaliknya, bahasa
sebuah interpretasi atau representasi dari- adalah aktivitas yang dibawa dalam ber-
pada sebuah refleksi. Implikasi dari bicara, menyimak, menulis, dan membaca
penggunaan kata dan istilah yang penuh yang aktual dan intensif setiap hari.
dengan akal sehat itu membuat masyarakat Untuk keperluan komunikasi, konvensi
menjadi begitu percaya bahwa teorinya tentang bentuk dan makna bahasa memang
tentang cara dunia bekerja adalah refleksi diperlukan. Keputusan itu diambil agar
antarpelaku komunikasi bisa saling ber-
Santoso, Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya 9
hipotesis dalam kerangka kerja kritisisme spesialis, sifat suka menonjolkan ke-
linguistik (Fowler, 1986:8). ilmuan, obsesi, dan sebagainya.
Untuk melihat ideologi atau pandangan Kekurangan leksikal berkenaan dengan
dunia dalam teks, menurut Fowler (1985; suatu keadaan di mana terjadi halangan
1986), kita dapat menganalisis berbagai pada istilah atau seperangkat istilah bagi
fitur lingual yang berbeda yang digunakan konsep tertentu. Menurut Fowler
dalam penstrukturan ideasional, yakni (1) (1986:152), kekurangan leksikal di-
proses-proses leksikal, (2) ketransitifan, (3) markahi oleh dua piranti lingual, yaitu
piranti-piranti sintaksis, (4) modalitas, (5) (1) penindasan atau penindihan istilah
tindak ujaran, (6) implikatur, (7) gilir tutur, yang sedang dipakai dan (2) peng-
(8) sapaan, nama, dan rujukan pribadi serta gantian ekspresi kompleks yang sedang
(9) fonologi. dipergunakan dalam register dengan
istilah yang lebih sederhana. Dalam
Proses Leksikal fenomena kekurangan leksikal itu,
Proses leksikal adalah proses-proses konsep atau objek yang rupanya tidak
yang terjadi dalam kosakata sebagai refleksi lazim dirasakan oleh penutur kemudian
dan ekspresi kepentingan kelompok atau diubah dengan penggunaan kata-kata
komunitas. Kosakata penutur memiliki yang terlalu banyak dan tidak perlu.
pengaruh yang kuat dan menjadi indikator Kelebihan leksikal terjadi jika terdapat
rentangan dan penstrukturan pengalaman penggunaan yang melimpah dari istilah-
penutur. Dalam pandangan kritis, kosakata istilah untuk objek atau konsep tertentu.
diperlakukan sebagai fenomena yang Proses tersebut berupa tersedianya
bersifat dinamis. Kosakata diperlakukan banyak sinonim atau sinonim yang
secara amat dinamis dibandingkan dengan mendekati. Beberapa pengarang banyak
memperlakukan daftar kata dalam kamus memanfaatkan kelebihan leksikal itu
yang mungkin saja amat membosankan. dengan menggunakan gaya hiperbola
Tiga hal yang perlu dianalisis dalam yang menciptakan kesan-kesan peraya-
proses-proses leksikal meliputi (1) an, pujian, dan pernyataan yang ber-
leksikalisasi, (2) kekurangan leksikal, dan lebihan.
(3) kelebihan leksikal. Setiap pilihan
kosakata mengimplikasikan posisi ideologis Ketransitifan
tertentu. Teori ketransitifan bersumber dari
Secara sederhana, leksikalisasi berkaitan fungsi representasi bahasa, yakni fungsi
dengan keberadaan sebuah kata untuk bahasa yang bertugas (1) menyandikan
sebuah konsep. Dari analisis leksi- (encode) pengalaman tentang dunia dan (2)
kalisasi, mungkin saja, kita akan membawa gambaran tentang realitas.
memeroleh informasi tentang generali- Gambaran mental itu dapat berupa struktur
sasi yang berlebihan atau penggunaan frasa, klausa, dan kata. Ketransitifan adalah
istilah yang konsisten yang keduanya seperangkat kategori universal yang
mengandung makna sosial tertentu. mencirikan jenis peristiwa dan proses yang
Generalisasi yang berlebihan akan berbeda, tipe partisipan yang berbeda dalam
menciptakan kesan gaya berpikir yang peristiwa tertentu serta berbagai keadaan
cenderung kekanak-kanakan, naif, tempat dan waktu dalam peristiwa yang
kepura-puraan, dan pengelakan. terjadi.
Penggunaan istilah yang konsisten akan Pangkal makna sebuah proposisi adalah
menimbulkan kesan pengetahuan predikat dan satu nomina atau lebih yang
14 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007
terkait dengan predikat itu. Predikat hilangan dilakukan karena alasan mitra
membawa berbagai jenis aktivitas atau tutur sudah mengetahui apa yang
keadaan yang terkait dengan nomina itu. dimaksudkan. Dalam kaidah pasif,
Mereka dibagi ke dalam beberapa tipe yang penghilangan sering dilakukan untuk
berbeda, yaitu (1) tipe tindakan, (2) tipe menyembunyikan agen (pelaku).
nontindakan, dan (3) tipe mental. Tipe Pengurutan berkenaan dengan modus
tindakan (action) adalah sebuah gerakan penyampaian dengan urutan yang
atau tindakan yang disengaja dengan berbeda, terutama pada pelaku (agent).
konsekuensi di bawah kontrol nomina. Tipe Hal itu dapat diperhatikan, misalnya,
nontindakan terdiri atas dua macam, yaitu dalam modus aktif dan pasif. Dalam
(1) keadaan (states) dan (2) proses. Tipe pandangan kritis, semua aturan
keadaan adalah tipe ketransitifan yang pengurutan adalah piranti retoris untuk
secara sederhana mencirikan kepemilikan memanipulasi perhatian pendengar.
objek. Tipe proses adalah tipe ketransitifan Kekompleksan berkenaan dengan
di mana peristiwa atau perubahan yang kerumitan susunan kalimat. Kekomplek-
terjadi terhadap sesuatu tanpa kontrol san kalimat terjadi ketika beberapa
mereka. Tipe mental adalah ketransitifan klausa disusun dalam satu rangkaian
yang berbentuk proses mental dan kalimat: klausa koordinatif dan sub-
keadaan mental . ordinatif. Kekompleksan klausa sub-
Fowler (1986:157) menegaskan bahwa ordinatif mengimplikasikan relasi-relasi
pembedaan sederhana antara tipe peristiwa logis. Kekompleksan klausa koordinatif
dan keadaan peristiwa yang berbeda akan mengimplikasikan urutan dari proposisi
membawa gambaran yang berbeda tentang yang terpisah-pisah. Klausa koordinatif
apa yang sedang terjadi dalam dunia. Hal sering diasosiasikan dengan modus
itu tentu terkait dengan perbedaan ideologi wacana yang naif dan primitif.
atau pandangan dunia penuturnya. Per-
bedaan dalam memilih ketransitifan berarti Modalitas
perbedaan dalam pandangan dunia. Modalitas adalah fitur lingual yang
menunjukkan tingkat komitmen atau sikap
Piranti Sintaksis penutur terhadap proposisi yang mereka
Stilistika tradisional berpandangan tuturkan atau sikap terhadap pendengar.
bahwa variasi kalimat digunakan untuk Berbagai modal dalam bahasa tertentu dapat
mengekspresi-kan makna yang sama menginformasikan tingkat komitmen dan
dengan fokus, cara pandang, dan penekanan sikap penutur itu. Dalam bahasa Indonesia,
yang berbeda. Pandangan itu perlu misalnya, dari analisis terhadap modalitas
disempurnakan. Variasi kalimat berimpli- dapat menginformasikan bahwa seseorang
kasi terhadap perbedaan cara memandang dapat menyatakan keinginan , harapan ,
dunia. Tiga piranti sintaksis yang dapat ajakan , pembiaran , per-mintaan , ke-
memberikan informasi tentang ideologi mungkinan , keteramalan , keharusan ,
adalah (1) penghilangan (deletion), (2) kepastian , perintah , izin , larangan ,
pengurutan (sequencing), dan (3) kemampuan , dan kesanggupan .
kekompleksan (complexity).
Penghilangan adalah piranti sintaksis Tindak Ujaran
yang menghilangkan bagian tertentu Kajian tindak ujaran menunjukkan
dalam klausa karena alasan tertentu. bahwa sebuah ujaran tidak hanya mengo-
Dalam kaidah elipsis, misalnya, peng- munikasikan makna proposisi, tetapi juga
Santoso, Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya 15
mencapai tindakan melalui ujaran, seperti pribadi itu. Pilihan pronomina persona
berjanji, memerintah, meminta maaf, dan kedua dia dan beliau menginformasikan
sebagainya. Makna tindak ujaran menekan- banyak hal tentang kuasa dan solidaritas itu.
kan pada kekuatan pragmatik ujaran, Demikian juga dengan penggunaan Anda
kemampuannya tidak hanya mendeksripsi- dan Bapak akan menginformasi-kan
kan dunia, tetapi juga mengubah dunia. relasi-relasi kuasa dan solidaritas itu.
Konvensi-konvensi tindak ujaran me-
wujudkan representasi ideologis subjek dan Fonologi
relasi-relasi sosialnya. Melalui ujaran, Kajian terhadap fonologi menunjukkan
penutur dapat mengartikulasikan relasi- bahwa bunyi dan pola-pola bunyi
relasi kuasa yang melekat pada dirinya. berkorelasi dengan stratifikasi dan kelas
Tindak ujaran berimplikasi pada penetapan sosial dalam masyarakat. Sebuah fonem
dan pemertahanan relasi-relasi kuasa. tertentu hanya diucapkan oleh satu kelas
sosial tertentu, dan tidak atau jarang
Implikatur diucapkan oleh kelas sosial lainnya.
Grice sudah menunjukkan, bahwa Bahkan, dalam kajian vokal ditemukan
implikatur dihasilkan sering melalui bahwa kebundaran mulut saat membunyi-
pelanggaran yang nyata terhadap konvensi kan vokal bundar menginformasikan apakah
kerjasama yang membangun percakapan. orang itu berasal dari kelas borjuis atau
Ada dua catatan terhadap hal ini. Pertama, sebaliknya dari kelas pekerja.
sebuah implikatur bukan sebuah
kecelakaan , tetapi produk tindakan yang PENUTUP
bertujuan atau memiliki motivasi tertentu.
Hal itu berkaitan dengan status dan Kajian bahasa sudah seharusnya
autoritas. Kedua, melalui sebuah implikatur, menempatkan dimensi kritis untuk
seorang penutur memaksakan ideologinya menerjemahkan apa yang dikehendaki
kepada orang lain. dalam kajian budaya. Kajian bahasa harus
lebih menjawab pertanyaan mengapa
Gilir Tutur sebuah bentuk dan makna dipilih dalam
komunikasi. Bukan waktunya lagi memer-
Kajian terhadap gilir tutur menunjukkan tentangkan bahasa sebagai sistem dan
bahwa sebuah percakapan bukanlah sesuatu bahasa sebagai penggunaan dalam kajian
yang bebas dan tanpa aturan, tetapi terdapat bahasa. Keduanya saling melengkapi dan
aturan untuk urutan kontribusi peserta dan menyempurnakan untuk menemukan
gilir tuturnya. Dari gilir tutur dapat ideologi tersembunyi dari penutur.
diperoleh berbagai informasi: (i) siapa yang Linguistik dalam perspektif kajian
berkuasa dan siapa yang dikuasai, (ii) siapa
budaya bertujuan mengungkap relasi kuasa
mengontrol pembicaraan dan siapa yang tersembunyi dan proses-proses ideologis.
dikontrol, (iii) siapa yang sering mengambil Linguistik harus lebih banyak memusatkan
giliran tanpa memerhatikan kaidah yang
pada kajian teks-teks yang aktual, teks yang
sudah disepakati, dan sebaliknya. dihasilkan dalam perebutan komunikatif,
teks yang selalu terkait dengan posisi-
Sapaan, Nama, dan Rujukan Pribadi
onalitas, teks yang akrab dengan kekinian-
Kajian terhadap sapaan, nama, dan kenantian, kedisinian-kedisanaan, teks yang
rujukan pribadi menunjukkan bahwa diproduksi oleh siapa, kapan, dan untuk apa,
terdapat dimensi kuasa dan solidaritas dari teks yang tidak mengawang-awang di
pilihan terhadap sapaan, nama, dan rujukan udara, teks yang merealisasikan pelbagai
16 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007
modus wacana, dan teks yang selalu berada Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas
pada konteks. Negeri Malang.
Storey, J. 1993. Teori Budaya dan Budaya
DAFTAR RUJUKAN Pop: Memetakan Lanskap Konseptual
Cultural Studies. Terjemahan Dede
Barker, C. 2000. Cultural Studies: Teori Nurdin (2003). Yogyakarta: Qalam.
dan Praktik. Terjemahan oleh Nurhadi
(2004). Yogyakarta: Penerbit Kreasi
Wacana.
Birch, D. 1996. Critical Linguistics as
Cultural Process. Dalam James, J.E.
(Ed.), The Language-Culture Connection
(hlm. 64 85). Singapore: SEAMEO
Regional Language Centre.
Cavallaro, D. 2001. Teori Kritis & Teori
Budaya. Terjemahan oleh Laily
Rahmawati (2004). Yogyakarta: Niagara.
Crystal, D. 1991. A Dictionary of
Linguistics and Phonetics. Third Edition.
Oxford: Basil Blackwell Ltd.
Fairclough, N. 1989. Language and Power.
New York: Longman Group UK
Limited.
Fairclough, N. 1995. Critical Discourse
Analysis: The Critical Study of
Language. Harlow-Essex: Longman
Group Limited.
Fowler, R. 1985. Power. Dalam van Dijk, T.
(Ed.), Handbook of Discourse Analysis
Volume 4: Discourse Analysis in Society
(hlm. 61 82). London: Academic Press.
Fowler, R. 1986. Linguistic Criticism.
Oxford: Oxford University Press.
Fowler, R. 1996. On Critical Linguistics.
Dalam Caldas-Coulthard, C.R. &
Coulthard, M. (Eds.), Texts and
Practices: Reading in Critical Discourse
Analysis (hlm. 3 14). London:
Routledge.
Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social
Semiotic: The Social Interpretation of
Language and Meaning. London:
Edward Arnold.
Santoso, A. 2006. Bahasa, Masyarakat, dan
Kuasa: Topik-Topik Kritis dalam Kajian
Ilmu Bahasa. Malang: Jurusan Sastra