O
DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT JIWA Dr. RADJIMAN
WEDIODININGRAT LAWANG, MALANG.
DI SUSUN OLEH :
Lembar penegesahan laporan pendahuluah dan asuhan Keperawatan jiwa pada An.o dengan
Psikiatri Ruang Wijaya Kusuma Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang,
Malang.
Lawang, 21-01-2020
Pembimbing Intitusi Pembimbing Ruanag Wijaya Kusuma
NIP : 196711221988032002
Menegtahui
Kepala Ruang
NIP : 196711221988032002
KATA PENGANTAR
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telat dilimpahkan-Nya. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan dan asuhan keprawatan jiwa dengan dengan diagnose
Penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah
keperawatan, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ketua rumah sakit jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang yang
telah memberikan kesempatan untuk berparkatik di rumah sakit jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang .
Penulis
Daftar isi
COVER LUAR ..........................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
Daftar isi....................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
2.1 Definisi........................................................................................................................4
2.2 Etiologi........................................................................................................................4
2.7 Akibat........................................................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan.........................................................................................................10
A. Pengkajian..............................................................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................15
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................................16
D. Implementasi Keperawatan.......................................................................................24
E. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................25
1. Identitas Klien...............................................................................................................26
2. Alasan Masuk................................................................................................................26
6. PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................................30
7. STATUS MENTAL......................................................................................................30
ANALISA DATA................................................................................................................38
BAB V PENUTUP...................................................................................................................49
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................49
5.2 Saran...............................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................51
BAB I
PENDAHULUAN
“keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan.” Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang
positif, bukan sekedar tanpa penyakit. Tidak ada satupun definisi universal kesehatan
jiwa, tetapi kita dapat menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari prilakunya. Suatu
kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal
yang memuaskan. Pada kasus skizofrenia hal itu tidak terjadi karena kerusakan pada
Menurut Nancy Andreasen 2008 (dalam yosep 2011) dalam Broken Brain, the
merupakan suat hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor ini meliputi
perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.
Adapun salah satu gejala dari skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi adalah
mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami
suatu sensasi yang tidak ada pada tubuhnya. Gejala yang biasanya timbul, yaitu klien
merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu datang menyejukkan hati,
memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat
penderita gangguan jiwa ditemukan didunia, bahkan berdasarkan data dari Study World
Jumlah penderita gangguan jiwa se-indonesia dalam satu tahun dengan jumlah
penduduk 220 juta orang. Jumlah klien Gangguan jiwa di Indonesia terdiri dari psikosa
fungsional 520.000, sindroma otak organic akut 65.000, sindroma otak organic menahun
Untuk mengetahu gambatan nyata tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien
Halusinasi Penglihatan.
halusinasi pendengaran.
halusinasi Penglihatan.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada klien gangguan persepsi sensori :
halusinasi Penglihatan.
Penglihatan.
1. Bagi Klien
Hasil laporan kasus ini dapat digunakan oleh penderita agar dapat
Hasil laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
Hasil laporan kasus ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan kususnya
tentang asuhan keperawatan jiwa pada psien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Penglihatan.
4. Bagi Penulis
2.1 Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah
kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2.2 Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (2007), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan
gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi
yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat
juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan
halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang
mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau
adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara
spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor
biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan ,
biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
2.3 Faktor predisposisi dan factor presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
2.4 Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala
klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1. Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
3. Gerakan mata cepat
4. Bicara lambat
5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1. Cemas
2. Konsentrasi menurun
3. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1. Cenderung mengikuti halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1. Pasien mengikuti halusinasi
2. Tidak mampu mengendalikan diri
3. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2.5 Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti :
darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.6 Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.
Rentang respon Halusinasi
Dari definisi yang telah jelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa halusinasi
merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi :
halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap
gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang
maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Respon adaptif Respon mal adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah
dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana
dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut
berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan
orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam
menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data
secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa
hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima
otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan
peran.
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak
mau berinteraksi dengan lingkungan.
2.7 Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik pada diri sendiri maupuan orang lain.Seseorang yang dapat beresiko melakukan
tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a.Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a.Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c.Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat
yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki
yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada
keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data yang Perlu Dikaji
a) Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b) Faktor prediposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik dalam
keluarga
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi,
hargadiri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
kopingdestruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan
besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah
kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35 %.
g. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah :
Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi, obat-
obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasab
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan
orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan,
merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan
penanganan gejala.
Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung
pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan
meliputi :
Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Perawat
bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pertanyaan klien.
Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang dilakukan
oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol
stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
h. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
i. Status mental
Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
Aktivitas motorik : meningkat/menurun
Afek : sesuai/maladaprif
Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
nformasi
Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir
Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
Tingkat kesadaran
Kemampuan konsentrasi dan berhitung
j. Mekanisme koping
Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggungjawab
kepada oranglain.
Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan
Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan sensori TUM: Klien dapat
persepsi: halusinasi mengontrol 1. Setelah….. x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya
(lihat/dengar/penghidu/ halusinasi yang menunjukkan tanda – tanda dengan menggunakan prinsip
raba/kecap) dialaminya percaya kepada perawat : komunikasi terapeutik :
Tuk 1 : Ekspresi wajah bersahabat. Sapa klien dengan ramah baik
Klien dapat Menunjukkan rasa senang. verbal maupun non verbal
membina Ada kontak mata. Perkenalkan nama, nama
hubungan saling Mau berjabat tangan. panggilan dan tujuan perawat
percaya Mau menyebutkan nama. berkenalan
Mau menjawab salam. Tanyakan nama lengkap dan nama
Mau duduk berdampingan panggilan yang disukai klien
dengan perawat. Buat kontrak yang jelas
Bersedia mengungkapkan Tunjukkan sikap jujur dan
masalah yang dihadapi. menepati janji setiap kali interaksi
Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 : 2. Setelah ….. x interaksi klien Adakan kontak sering dan singkat
Klien dapat menyebutkan : secara bertahap
mengenal o Isi Observasi tingkah laku klien
halusinasinya o Waktu terkait dengan halusinasinya (*
o Frekunsi dengar /lihat /penghidu /raba
TUK 3 : 3.1. Setelah….x interaksi klien 3.1. Identifikasi bersama klien cara
Klien dapat menyebutkan tindakan yang atau tindakan yang dilakukan jika
mengontrol biasanya dilakukan untuk terjadi halusinasi (tidur, marah,
halusinasinya mengendalikan halusinasinya menyibukan diri dll)
3.2. Setelah …..x interaksi klien 3.2. Diskusikan cara yang digunakan
menyebutkan cara baru klien,
mengontrol halusinasi Jika cara yang digunakan adaptif
beri pujian.
3.3. Setelah….x interaksi klien Jika cara yang digunakan
dapat memilih dan maladaptif diskusikan kerugian
memperagakan cara mengatasi cara tersebut
halusinasi 3.3. Diskusikan cara baru untuk
(dengar/lihat/penghidu/raba/keca memutus/ mengontrol timbulnya
p) halusinasi :
Katakan pada diri sendiri bahwa
3.4. Setelah ……x interaksi klien ini tidak nyata ( “saya tidak mau
melaksanakan cara yang telah dengar/ lihat/ penghidu/ raba
dipilih untuk mengendalikan /kecap pada saat halusinasi terjadi)
halusinasinya Menemui orang lain
3.5. Setelah … X pertemuan klien (perawat/teman/anggota keluarga)
mengikuti terapi aktivitas untuk menceritakan tentang
kelompok halusinasinya.
Membuat dan melaksanakan
jadwal kegiatan sehari hari yang
telah di susun.
Meminta keluarga/teman/ perawat
menyapa jika sedang
berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
TUK 5 : 5.1. Setelah ……x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat menyebutkan; manfaat dan kerugian tidak minum
memanfaatkan o Manfaat minum obat obat, nama , warna, dosis, cara ,
obat dengan baik o Kerugian tidak minum obat efek terapi dan efek samping
o Nama,warna,dosis, efek terapi penggunan obat
5.3. Setelah ….x interaksi klien 5.3 Beri pujian jika klien
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : An. O
Umur : 17 Tahun
Alamat : Bondowoso
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Belum bekerja
Jenis Kel. : Perempuan
No CM : 133xxx
Keteterangan :
: Laki-laki : Tinggal serumah
: Perempuan : Orang terdekat
: Garis perkawinan : Pasien
: Garis keturunan
Penjelasan :
Pasien merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara, pasien tinggal serumah dengan ayah,
ibu, kakakk nomor 4 dan adiknya. Jika ada masalah pasien selalu menceritakan kepada
ibunya. Pengambilan keputusan selalu diambil oleh ayahnya. Pola asuh orangtua
kepada anak baik, keputusan diserahkan kepada anak asalkan keputusan itu baik.
Diagnosa Keperawatan :
2. Konsep diri
a. Citra Tubuh
Pasien mengatakan memiliki rambut panjang, dua mata yang berfungsi normal,
hidung, mulut, kulit bersih, gigi yang utuh dan tangan serta kaki yang masih
normal keduanya.
b. Identitas
Pasien mengatakan masih duduk dikelas 2 SMA. Ia suka belajar dan ingin
mewujudkan cita-citanya untuk menjadi perawat.
c. Peran
Pasien mengatakan dirumah sebagai anak yang membantu ibunya mengurus
rumah, seperti menyapu, membantu memasak dan lain-lain.
Saat di RS ia sering membantu membersihkan tempat tidur, menyapu, mengepel
dan mencuci piring.
d. Ideal diri
Pasien mengatakan ingin cepat pulang, karena ingin melanjutkan belajar dan
mewujudkan cita-citanya.
e. Harga diri
Pasien mengatakan malu dengan kondisinya sekarang.
Diagnosa Keperawatan : harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya, karena jika
ada masalah ibunya selalu mendengar ceritanya. Saat di RSJ ia dekat dan sering
bercerita dengan temannya yang bernama Rian.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan hubungan sosial
Pasien mengatakan ia belum pernah mengikuti kegiatan kelompok saat dirumah.
Saat di RSJ setiap pagi ia ikut senam dan selalu ikut terapi bermain dengan
motivasi penuh.
c. Hambatan dalam berhugan dengan orang lain
Pasien mengatakan tidak mau keluar rumah karena malu dengan teman-temannya.
Diagnosa Keperawatan : isolasi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan
Pasien mengatakan beragama islam, yakin dengan agamanya, gangguan jin
menurut agamanya adalah karena kurang banyak istighfar.
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan selalu menjalankan sholat 5 waktu, sholat magrib isya dan
subuh selalu berjamaah di musholah, untuk sholat duhur asar di rumah.
Saat di rumah sakit pasien belum pernah mengerjakan sholat 5 waktu.
Diagnosa Keperawatan : -
9. Memori
Pasien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, di buktikan pada saat ditanya
mbak pernah di rawat di RSJ? Kapan terakhir KRS? Pasien mengatakan tidak ingat
kapan terakhir di rawat di RSJ.
Diagnosa keperawatan: Gangguan Proses Pikir
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
a. Konsentrasi
Pasien mampu berkontrasi terbukti saat disuruh berhitung maju dari 15 – 35 dan
hitung mundur 45 – 25 di lakukan dengan benar.
b. Berhitung
Pasien mampu berhitung secara sederhana baik penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian, misalnya 40 + 35, 6 x 5, 35 : 7 dan 60 – 35.
Diagnosa Keperawatan : -
11. Kemampuan penilaian
Pasien tidak mengalami ganngguan penilaian terbukti saat di tanya enak mana ikut
olahraga dengan hanya diam diri di kamar? Pasien menjawab enak ikut olahraga
karena bisa membuat badan sehat.
Diagnosa keperawatan: -
12. Daya tilik diri
Pasien mengatakan kata dokter dia mengalami gangguan jiwa tapi menurut pasien dia
tidak mengalami ganguan jiwa dan menyebutkan bahwa yang dia alami merupakan
kelebihan dia yang diberikan oleh Allah
Diagnosa keperawatan: gangguan proses pikir
XII.ASPEK MEDIS
a. Diagnosis medis:
F.25,0 (Sehizoaffective disorder manictype)
b. Diagnosa multi axis
Axis I : F.25,0 (Sehizoaffective disorder manictype)
Axis II :
Axis III :
Axis VI :
Axis V :
c. Terapi medis:
Tablet Stelosi 5mg 1–0–0–0
Tablet Ability 15mg 0 – 0 – 1 – 0
XIII. ANALISA DATA
N DIAGNOSA
DATA
O KEPERAWATAN
1 DS : Resiko Bunuh Diri
- Pasien mengatakan pernah
memiliki pemikiran bunuh
diri dari jembatan di daerah
rumahnya, pemikiran itu
muncul karena ada bisikan
yang menyuruhnya
melompat dari jembatan
tersebut.
DO :
- Pasien masih suka
menuruti halusinasinya
-
2 DS : Gangguan Konsep Diri : Harga
- pasien mengatakan malu Diri Rendah
dengan kondisinya
sekarang
DO :
-
3 DS : Isolasi Sosial
- pasien mengatakan tidak
mau keluar rumah karena
malu dengan kondisinya
DO :
-
4 DS : Kerusakan Komunikasi
-
DO :
- Bicara cepat
- Pembicaraan tidak terarah
- Bicara sambil ketawa-
ketawa
- Suka mengganti topic
pembicaran.
5 DS : Resiko Tinggi Cidera
- Pasien mengatakan suka
lari-lari karena
ruangannya sangat luas
DO :
- Suka mondar-mandir
- Suka lari-lari
- Melompat-lompat
6 DS : Gangguan sensori persepsi :
Pasien mengatakan Halusinasi pendengaran
mendengar bisikan suara
laki – laki meyuruhnya
melakuan berbagai macam
hal, bisikan itu ada yang
menyuruhnya bunuh diri
dengan melompat dari
jembatan, suara bisikan
sering muncul waktu siang
atau malam hari, saat
istirahat maupun saat
aktivitas, saat bisikan ini
muncul perasaan pasien
biasa saja, kadang
mengikuti apa yang
disuruh oleh bisikan itu.
-
DO :
- Bicara sendiri
- Ketawa sendiri
- Senyum sendiri
- Mondar-mandir
7 DS : Gangguan Proses Pikir
- Pasien mengatatakan
suara bisikan itu adalah
bisikan dari allah dan itu
adalah kelebihan yang
diberikan allah
DS :
-
8 DS : Koping Individu Inefektif
- Pasien mengatakan jika
ada masalah
membiarkannya, karena
masalah itu akan selesai
sendiri dengan
pertolongan allah.
DO :
-
9 DS : Kurang Pengetahuan
- Pasien mengatakan tidak (pendidikan kesehatan)
tau tentang penyakit jiwa,
tidak tau tanda gejalanya
XV.POHON MASALAH
Kerusakan komunikasi Resiko bunuh diri Efek
Gangguan persepsi
Gangguan Proses pikir sensori : halusinasi masalah utama
pendengaran
TUK 3 : 3.8. Setelah….x interaksi 3.1. Identifikasi bersama klien cara atau
Klien dapat mengontrol klien menyebutkan tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasinya tindakan yang biasanya halusinasi (tidur, marah, menyibukan
dilakukan untuk diri dll)
mengendalikan 3.2. Diskusikan cara yang digunakan
halusinasinya klien,
3.9. Setelah …..x interaksi Jika cara yang digunakan adaptif beri
klien menyebutkan cara pujian.
baru mengontrol halusinasi Jika cara yang digunakan maladaptif
diskusikan kerugian cara tersebut
3.10. Setelah….x interaksi 3.3. Diskusikan cara baru untuk
klien dapat memilih dan memutus/ mengontrol timbulnya
memperagakan cara halusinasi :
mengatasi halusinasi Katakan pada diri sendiri bahwa ini
(dengar/lihat/penghidu/raba tidak nyata ( “saya tidak mau dengar/
/kecap ) lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat
halusinasi terjadi)
3.11. Setelah ……x interaksi Menemui orang lain
klien melaksanakan cara (perawat/teman/anggota keluarga)
yang telah dipilih untuk untuk menceritakan tentang
mengendalikan halusinasinya.
halusinasinya Membuat dan melaksanakan jadwal
3.12. Setelah … X pertemuan kegiatan sehari hari yang telah di
klien mengikuti terapi susun.
aktivitas kelompok Meminta keluarga/teman/ perawat
menyapa jika sedang berhalusinasi.
3.5 Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
TUK 4 : 4.3. Setelah … X pertemuan 5.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk
Klien dapat dukungan dari keluarga, keluarga pertemuan ( waktu, tempat dan topik )
keluarga dalam menyatakan setuju untuk 5.2 Diskusikan dengan keluarga ( pada
mengontrol mengikuti pertemuan saat pertemuan keluarga/ kunjungan
halusinasinya dengan perawat rumah)
4.4. Setelah ……x interaksi Pengertian halusinasi
keluarga menyebutkan Tanda dan gejala halusinasi
pengertian, tanda dan Proses terjadinya halusinasi
gejala, proses terjadinya Cara yang dapat dilakukan klien dan
halusinasi dan tindakan keluarga untuk memutus halusinasi
untuk mengendali kan Obat- obatan halusinasi
halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah ( beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama,
memantau obat – obatan dan cara
pemberiannya untuk mengatasi
halusinasi )
Beri informasi waktu kontrol ke
rumah sakit dan bagaimana cara
mencari bantuan jika halusinasi tidak
tidak dapat diatasi di rumah
TUK 5 : 5.4. Setelah ……x interaksi 6.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat memanfaatkan klien menyebutkan; manfaat dan kerugian tidak minum
obat dengan baik o Manfaat minum obat obat, nama , warna, dosis, cara , efek
o Kerugian tidak minum obat terapi dan efek samping penggunan
o Nama,warna,dosis, efek obat
b. FASE KERJA
Apa yang mbak rasakan saat ini? Kenapa mbak kok dibawa ke sini? Sejak kapan mbak? Apakah saat ini masih mengalami hal
yang sama? Tenang besok akan saya ajarkan cara mengidentifikasi dan cara mengontrol halusinasi. Saat ini cukup sampai di
sini dulu ya obrolan kita, lanjutkan besok lagi.
c. FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif (klien)
Bagaimana perasaan mbak setelah berkenalan dengan saya?
Evaluasi Obyektif(Perawat)
Coba mbak sebutkan nama saya!
2. Rencana tindakan lanjut
Ok, di ingat-ingat ya nama saya!
3. Kontrak yang akan datang
Topik : besok kita akan mrngobrol tentang cara mengidentifikasi dan cara mengontrol halusinasi
Waktu : jam 09.00
Tempat : di ruang bermain wijaya kusuma
“iya kak”
O:
- Pasien mau menjawab salam
- Pasien mau berjabat tanga
- Kontak mata ada
- Pasien mau diajak ngobrol
- Pasien mau menjawab alasan kenapa dibawa dibawa
ke RSJ
- Pasien mau menceritakan sesuatu yang terjadi pada
dirinya
A : Pasien mampu membina hubungan saling percaya
P : Lanjutkan SP1 pasien dengan Halusinasi
Gangguan sensori persepsi : Selasa, Tanggal 14 Januari 2020 , Jam : 10.00 Selasa, Tanggal 14 Januari 2020 , Jam : 10.00
halusinasi pendengaran Kondisi klien : S:
“Iya saya mendengar suara-suara”
DS: pasien mengatakan sering mendengar bisikan –
“suara laki-laki menyuruh saya melakukan berbagai
bisikan
macam hal”
DO : “ bisikan itu sering muncul waktu siang dan malam hari
saat istirahat maupun saat aktifitas”
- kontak mata ada
“Perasaan saya biasa saja , ya terkadang saya mengikuti
- Pasien kooperatif
perkataan yang saya dengar”
- Pasien suka teriak-teriak
“Oh seperti itu ya kak”
Diagnose keperawatan :
“Iya saya tau tau saya akan mencobanya”
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran O:
- Pasien mau menceritakan halusinasinya
Tindakan keperawatan :
- Pasien mau mencoba cara menghardik halusinasi
SP1 yang diajarkan perawat.
- Pasien mau melakukan cara yang diajarkan jika
- Bantu klien mengidentifikasi halusinasi meliputi ;
halusinasi muncul
isi, jenis, waktu, frekuensi, situasi dan respon saat
A :Pasien belum mampu mengontrol halusinasi dengan
terjadi halusinasi
cara menghardik
- Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik P :Pasien :
P : pasien:
Tindakan keperawatan :
SP 1 - Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih kembali cara mengontrol halusinasi dengan
- Mengevaluasi jadwal kagiatan harian pasien
menghardik
- Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
- Melatih pasien minum obat dengan benar
FORMAT
Lingkungan : Jam :
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta :WHO-FIK UI.
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I.
Direja, A. (2011), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &Classification,
2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell
Keperawatan Jiwa. Teoridan Tindakan Keperawatan Jiwa,Jakarta, 2000
Keliat Budi, Anna,Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa,EGC,Jakarta, 1995
Keliat Budi Anna, dkk,Proses Keperawatan Jiwa,EGC, Jakarta, 1987
Kurniawati (2007). Asuhan keperawtawan jiwa. Kapita selecta
Maramis, W.F,Ilmu Kedokteran Jiwa,Erlangga Universitas Press, Surabaya, 1990
Rasmun,Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga,CV.
Sagung Seto, Jakarta, 2001.Residen Bagian Psikiatri UCLA,Buku Saku Psikiatri,EGC, 1997
Stuart & Sunden,Pocket Guide to Psychiatric Nursing,EGC, Jakarta, 199
Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8thedition.Missouri:
Mosby.
http://eprints.ums.ac.id/25898/2/01_bab_satu.pdf. diakses tanggal 21 feb 2017
nasution (2004), Asuhan Keperawatan Jiwa. USU digital Library
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3582/1/keperawatan-mahnum2.pdf di akses
tanggal 21 feb 2017