Anda di halaman 1dari 17

GERAKAN 30 SEPTEMBER :

LAHIRNYA KAPITALISME DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA GEOLOGI


INDONESIA
____________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Peristiwa G30S / PKI merupakan gerakan yang dianggap upaya kudeta oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) berupa penculikan tujuh jenderal TNI Angkatan Darat pada
malam hari tanggal 30 September 1965. Ketujuh jenderal tersebut antara lain :

1. Jenderal (anm.) Ahmad Yani


2. Letnan Jenderal (anm.) R. Suprapto
3. Letnan Jenderal (anm.) M.T. Haryono
4. Letnan Jenderal (anm.) S. Parman
5. Mayor Jenderal (anm.) D.I. Panjaitan
6. Mayor Jenderal (anm.) Sutoyo Siswomiharjo
7. Jenderal Abdul Haris Nasution

Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari gerakan penculikan ini yang
dieksekusi oleh Pasukan Cakrabirawa, namun Kapten CZI (anm.) Pierre Tendean
menjadi korban yang sebagai ganti Jenderal Nasution.

Peristiwa G30S / PKI menjadi bagian kurikulum mata pelajaran sejarah di tingkat SD,
SMP, dan SMA. Ketujuh korban G30S / PKI ini dinobatkan menjadi pahlawan revolusi.
Tidak lama setelah peristiwa G30S / PKI ini bergulir, beberapa peristiwa krusial terjadi
di Indonesia, misalnya Supersemar yang merupakan tunas dari Orde Baru yang akan
berlangsung 32 tahun.

Mengapakah setelah turunnya Presiden Soekarno dari takhtanya investasi asing


dibuka besar-besaran dan amandemen undang-undang perekonomian dan energi
berlaku di Indonesia ? Apakah ini telah dirancang sebagai framework besar sebelum
terjadinya G30S ?

LATAR BELAKANG

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 1
HMTG “GEA” ITB
Era 1960-an merupakan peristiwa yang sangat ramai dengan Perang Dingin. Kala itu,
Amerika Serikat dan Rusia secara diam-diam memimpin beberapa negara di Eropa
dalam memulihkan keadaan pasca-Perang Dunia II. Pada perkembangannya masing-
masing negara tersebut memiliki program untuk membangun kembali negara-negara
di Eropa yang telah hancur atas melalui Marshall Plan (Amerika Serikat) dan Molotov
Plan / COMECON (Rusia). COMECON merupakan gerakan dari Rusia untuk menolak
tawaran bantuan dana dari Marshall Plan. Lebih lanjut, kondisi dingin ini dilanjutkan
dengan ajang pamer kepemilikkan nuklir oleh Amerika Serikat dan Rusia, pamer
kemajuan ilmu pengetahuan, dan pamer kekuatan angkatan perang. Namun di balik
itu semua, yang mendasari konflik antara Amerika Serikat dan Rusia adalah perang
ideologi antara demokrasi barat dengan komunisme-sosialisme Soviet. Kedua kubu
bahkan membentuk North Atlantic Treaty Organization (NATO / Blok Barat) dan
Warsaw Pact (Blok Timur)

Bersamaan dengan kondisi dingin di Eropa, Indonesia membentuk Gerakan Non-Blok


yang menyatakan stance tidak mengikuti Blok Barat maupun Blok Timur. Gerakan
Non-Blok ini sangat mencolok perhatian dunia karena keberanian Indonesia untuk
lepas dari pengaruh kedua negara superpower tersebut. Di lain sisi, Pemerintah
Indonesia di bawah Presiden Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan besar-
besaran. Nasionalisasi ini dilakukan sejak tahun 1954 hingga 1965. Perusahaan
tersebut terdiri dari berbagai sektor antara lain :

▪ Perkebunan pala sebanyak 22, perkebunan tembakau 38, perkebunan karet,


gula, dan aneka tanaman sebanyak 40 perusahaan. Seluruhnya dilebur menjadi
Perusahaan Perkebunan Negara (PPN)
▪ Perdagangan, The Big Five milik Belanda dinasionalisasi menjadi PT. Negara
yang kemudian bertransformasi menjadi Indonesia Trading Company (ITC)
▪ Perusahaan pertambangan (NIAM), pertambangan minyak, grafika, industri
mesin/listrik, kimia, dan industri umum
▪ Perbankan
▪ Listrik (ANIEM) dan gas
▪ Perusahaan pelayaran (KPM), galangan kapal dan dok (NISHM), kereta api (NV
Deli Spoorweg-Maatschappij)
▪ Konstruksi, asuransi, dan farmasi

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 2
HMTG “GEA” ITB
Tindakan nasionalisasi perusahaan ini tentunya akan membuat Belanda geram dan
tidak ikhlas menyerahkan kekayaannya begitu saja. Dunia barat dan USA pun ikut
geram karena merasa kehilangan pasar ekonomi di Indonesia.

Kedekatan Presiden Soekarno dengan Rusia menambah kekhawatiran Amerika Serikat


bahwa Indonesia akan jatuh ke ideologi komunisme. Dunia barat saat itu sangat
khawatir dengan Domino Effect, yaitu dampak yang terjadi ketika Indonesia berpaling
kepada ideologi komunis, maka kemungkinan Asia Tenggara akan cenderung jatuh
pada komunisme. Hal serupa dikhawatirkan Amerika Serikat pada Vietnam, jika
Vietnam jatuh ke tangan komunis maka negara-negara Indochina kemungkinan akan
jatuh ke dalam komunisme juga. Di lain sisi, paham komunis Indonesia yang
berkembang di bawah PKI semakin dekat dengan Presiden Soekarno.

MENGAPA PARTAI KOMUNIS INDONESIA PUNYA PERANAN BESAR ?

Ketika Orde Lama berlangsung, Partai Komunis Indonesia merupakan salah satu partai
yang memiliki massa terbanyak selain Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Nadhlatul Ulama (NU). Hal ini ditunjukkan
ketika PKI berhasil mengantongi 6,176,914 suara atau 16,3 % dari 37,875,299 suara
pemilih yang sah. PKI berhasil memperoleh 39 kursi di Konstituante (Parlemen) ketika
itu.

Bagaimana PKI berhasil memperoleh suara sebanyak itu ? Tentu PKI ketika itu berdiri
sebagai partai-partai yang setara dengan partai politik lainnya di Indonesia dan
memiliki program-program yang ketika itu memang diminati oleh pendukungnya.

Lalu apa saja program PKI yang digaungkan dulu ? Mengapa bisa menjadi empat
besar partai terbesar di Indonesia ? Jadi jika ditelaah dengan keberpihakan netral, PKI
bukan merupakan partai komunis kolot yang selama ini dianggap haram dan tidak
ber-Tuhan seperti di stigma masyarakat. Program PKI terfokus pada Revolusi
Agustus 1945, yaitu pembebasan nasional dan perubahan-perubahan demokratis
rakyat Indonesia.

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 3
HMTG “GEA” ITB
PKI ketika itu menekankan bahwa Indonesia merupakan negeri yang belum
sepenuhnya merdeka dan masih setengah feodal, hal ini berkaitan dengan
stance PKI yang anti-imperialisme (PKI menekankan imperialis adalah Amerika
Serikat, Belanda, dan negara mantan penjajah) melalui semangat nasionalisasi
perusahaan multinasional yang sebelumnya beroperasi di Indonesia. PKI menjadi
pelopor yang menekankan semangat pembatalan Persetujuan Konferensi Meja
Bundar. Pembatalan Persetujuan KMB ini membebaskan Indonesia dari hutang Hindia
Belanda, “Sticusa”, dan membubarkan Uni Indonesia-Belanda. Pembatalan
Persetujuan KMB juga menyingkirkan kontrol pemerintah Belanda atas politik luar
negeri dan perdagangan luar negeri. Intervensi Belanda lainnya yang membuat geram
adalah lapangan perminyakan BPM, Anglo-Dutch Shell, dan pelanggaran teritorial oleh
kapal selam dan pesawat tempurnya. PKI juga geram terhadap intervensi Amerika
Serikat di bidang PRRI-Permesta yang dibantu oleh Amerika Serikat.

PKI telah menolak Undang-Undang Penanaman Modal Asing oleh Parlemen dan
bentuk monopoli oleh tuan tanah dalam bentuk sewa tanah dan kerja. Kaum tani dan
buruh yang berupah kecil juga dibela oleh PKI dan mengecam tuan-tuan feodal,
komprador-komprador, kaum kapitalis birokrat, dan lintah darat yang berkeliaran di
masyarakat.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut PKI merumuskan program yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan demokratis. PKI justru menginginkan suatu Pemerintahan
Indonesia yang bukan diktator proletariat, melainkan demokratis tanpa memandang
suatu golongan atas kehendak rakyat, mempersatukan semua tenaga anti-feodal dan
anti-imperialis, namun di bawah pimpinan kelas buruh dan tani. Mengapa demikian ?
Karena memang PKI tersorot utama pada peningkatan pendapatan kaum tani dan
buruh, memberantas buta huruf, dan revolusi kebudayaan. Dan PKI menginginkan
pemerintah yang menjamin hal demikian terjadi.

PKI sangat anti terhadap model demokrasi liberal (model barat), tetapi berpaling pada
demokrasi rakyat. Model pemerintahan yang direkomendasikan adalah struktur yang
tidak memusat, namun terdapat pemerintah pusat, DPRD, dan DPR pilihan rakyat
yang mengatasi pemerintah pusat. Hal-hal lain yang PKI inginkan di demokrasi
Indonesia kala itu antara lain :

▪ Tentara yang menjadi pengabdi rakyat sesuai Revolusi Agustus 1945

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 4
HMTG “GEA” ITB
▪ Ekonomi Indonesia yang melindungi industrialis-industrialis nasional dan
ekonomi individual rakyat pekerja
▪ Hubungan agraria dan pertanian yang merdeka, demokratis serta
menghapuskan sistem rodi, polorogo, dan perbudakan feodal
▪ Industri dan perburuhan yang wajar dan bersifat nasional, pelarangan
mempekerjakan wanita, buruh muda, dan anak-anak.
▪ Wajib belajar yang gratis bagi pria dan wanita hingga 13 tahun
▪ Politik luar negeri membela kemerdekaan, keutuhan, dan perdamaian dunia

Selain perubahan demokratis, program besar yang direncanakan PKI ketika itu adalah
membentuk suatu Front Persatuan Nasional atas dasar persekutuan kelas buruh dan
kaum tani. PKI berpikir bahwa setiap negara secara natural akan menuju ke jalan
sosialisme, dan kesuksesan demokrasi rakyat dapat ditempuh dengan penguasaan
Konstituante dan badan-badan lainnya oleh kaum buruh dan tani. Namun, PKI pun
sadar bahwa kaum borjuis, tuan-tuan feodal, dan kaum imperialis tidak akan pernah
ikhlas dalam memberikan kekuasaan tersebut kepada perjuangan rakyat. Maka
revolusi dalam demokrasi adalah yang sesungguhnya diinginkan oleh PKI, dimulai
dengan pembentukan Front Persatuan Nasional (kelas buruh + kelas tani).

Front Persatuan Nasional = Kelas Buruh + Kelas Tani

Di antara seluruh program tersebut, program yang terkenal salah satunya adalah Land
Reform, yaitu program untuk menuntaskan konflik agraria seperti pembagian tanah
dari tuan tanah dan feodal kepada buruh dan tani. Gerakan yang terkenal adalah
“Gerakan 6 Baik”. Organisasi bawahan PKI yang beredar di masyarakat juga punya
program tersendiri seperti Gerwani (Pemberdayaan Perempuan), Srikandi, Pemuda
Rakyat, SOBSI (Sentra Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat.

Masih banyak lagi tuntutan yang diinginkan PKI dalam menjalankan demokrasi di
Indonesia, terlalu panjang jika dituliskan di sini. Namun pada intinya, tuntutan yang
berbeda dengan stance yang sama seperti telah dipaparkan di atas, namun pada
bidang kemerdekaan nasional, hak-hak demokrasi, perbaikan nasib, perbaikan
ekonomi, kemajuan kebudayaan, dan perdamaian dunia. Namun memang dialektika

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 5
HMTG “GEA” ITB
yang diterapkan oleh PKI dalam merancang pelaksanaan demikian berdasarkan pada
analisa Marxist. PKI sendiri menyebutkan bahwa ajaran Marx, Engels, dan Lenin
adalah acuan mereka dan USSR-China merupakan teladan dari perjuangan rakyat
yang dimaksud olehnya.

Demikian keinginan utama PKI dalam merancang konsep negara, memang sangat
berbeda dengan yang selama ini diajarkan bahwa PKI menginginkan pemerintahan
yang diktator dan tidak ber-Tuhan. Namun maksud tulisan ini adalah mengungkap
fakta (dokumen) bahwa PKI menekankan banyak hal yang tidak diketahui masyarakat
entah karena apa.

MENGAWALI UPAYA KUDETA

Kudeta yang dimaksud di sini bukan tertuju dilakukan secara langsung kepada satu
kubu, partai, atau seseorang. Semua bergantung pada perspektif masing-masing dari
kajian ini. Kala itu, seorang dokter yang didatangkan dari China untuk memeriksa
kesehatan Bung Karno. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa hidup Presiden
Soekarno tidak akan lama lagi.

Di lain sisi, PKI mungkin memiliki tendensi untuk mengambil kekuasaan Indonesia
menggantikan Soekarno yang telah sakit. Padahal, ketika itu Soekarno telah
menyebutkan pada Garis Besar Haluan Negara tahun 1962 bahwa akan menjadi
Presiden Seumur Hidup. Pada tahun 1963, Konfrontasi Indonesia-Malaysia
menyebabkan adanya demonstrasi besar-besaran yang menyebabkan Kedutaan Besar
Inggris di Jakarta dibakar oleh masyarakat. Terbakarnya Duta Besar Inggris untuk
Indonesia tersebut menyebabkan tercecernya dokumen bukti keterlibatan CIA dengan
Jenderal TNI Angkatan Darat untuk menumbangkan Soekarno, kelak dokumen ini
lebih dikenal sebagai Dokumen Gilchrist. PKI di bawah pimpinan Dipa Nusantara Aidit
dan koleganya merancangkan upaya kudeta dengan membuat fitnahan kepada TNI
Angkatan Darat. TNI Angkatan Darat ketika itu memiliki kedekatan yang intensif
dengan Soekarno, bahkan Letnan Jenderal Ahmad Yani diproyeksikan akan
menggantikan takhta kepemimpinan Soekarno karena kepribadiannya yang tenang
dan kuat. PKI membuat fitnah kepada TNI-AD bahwa Angkatan Darat hendak
menjatuhkan Soekarno atas inisiatif beberapa jenderal yang terangkum dalam Dewan
Jenderal. Dewan Jenderal tersebut berisikan daftar jenderal-jenderal yang menjadi

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 6
HMTG “GEA” ITB
target penculikan G30S. Dari fitnahan ini, maka PKI memiliki celah untuk seolah
menumpas Dewan Jenderal dan seolah menyelamatkan Presiden Soekarno dan
negara dari kudeta. Berawal dari fitnahan Dewan Jenderal ini, banyak konspirasi yang
berkembang terkait bagaimana kudeta ini berjalan.

TEORI 1 : KEINGINAN PKI UNTUK KUDETA PEMERINTAHAN

Teori ini merupakan teori yang selama ini diajarkan di kurikulum pelajaran sekolah
dasar hingga menengah atas. Setelah PKI mendapatkan dukungan yang kuat di dalam
negeri, PKI hendak menanamkan paham komunisme sebagai ideologi utama di
Indonesia, atau menonjolkan “komunisme” sebagai paham utama di konsep Nasakom
(Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagaimana dipegang oleh Soekarno.
Ketika ada isu bahwa Presiden Soekarno dalam waktu dekat akan meninggal dunia
karena kesehatannya yang memburuk, PKI disinyalir memiliki keinginan kuat untuk
mengkudeta dan naik takhta pemerintahan. PKI membuat fitnahan berupa isu “Dewan
Jenderal”, yaitu kumpulan jenderal-jenderal TNI Angkatan Darat yang ingin
menumbangkan kekuasaan Soekarno. PKI sendiri membentuk “Biro Chusus” / Politbiro
PKI, yaitu Komite Militer yang diketuai oleh “Sjam” Kamaruzzaman yang sangat pro
dengan Aidit. Biro Chusus ini mengonsep dan mengeksekusi jalannya Gerakan 30
September. Dewan Jenderal tersebut terdiri dari orang-orang yang secara politik kuat,
Pro-Soekarno, dan ditengarai kuat akan menggantikan Soekarno setelah turun takhta,
yaitu Jenderal Ahmad Yani. Melalui fitnahan ini, PKI membuat gerakan penyelamatan
Presiden Soekarno dengan menumpaskan Dewan Jenderal tersebut, supaya posisi
politik PKI semakin kuat untuk naik takhta. Gerakan ini sering disebut sebagai
“Gerakan Saling Mendahului”, yaitu kejar-kejaran langkah PKI dan Dewan Jenderal
untuk naik ke kursi pemerintahan. Gerakan 30 September 1965 dijalankanI untuk
menculik dan membunuh tujuh jenderal TNI Angkatan Darat di Lubang Buaya,
Jakarta. Letak Lubang Buaya sendiri sangat dekat dengan Bandara Halim
Perdanakusuma atau markas TNI AU. TNI AU ketika itu memang terfitnah berafiliasi
sebagai PKI, namun hal ini berhubungan dengan Marsekal Omar Dhani yang sangat
diandalkan oleh Soekarno.

Namun Teori ini memiliki berbagai kelemahan, yang terutama adalah adanya konflik
internal dalam tubuh PKI itu sendiri. Secara logika, bagaimana mungkin suatu badan
mampu menjalankan pemberontakan semasif itu ketika tubuh PKI-nya sendiri sedang

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 7
HMTG “GEA” ITB
konflik. Sesungguhnya konflik apa yang terjadi ? Konflik itu berupa pertentangan
paham antara Aidit dan Njoto.

PKI ketika itu dipimpin oleh triumvirat pimpinan, yaitu Aidit, MH. Lukman, dan Njoto.
Aidit merupakan pimpinan PKI yang berpandangan komunis Tiongkok (Maoisme /
Chinese Communism / Mao Ze Dong Communism). Sedangkan Njoto merupakan
pimpinan PKI kuno yang berpandangan komunis Rusia (Marxisme / Karl Marx
Communism). Konflik ini telah berjalan lama sebelum rencana G30S tahun 1965
berlangsung, konflik ini berkaitan dengan konsep negara, bukan teknis bagaimana
melaksanakan kudeta. Aidit (Maoisme) berpandangan bahwa sebuah negara harus
digotong bersama-sama oleh rakyat, termasuk dalam peperangan, rakyat tanpa
pandang bulu harus berpartisipasi dalam membela negara di medan tempur. Namun,
pada paham Marxisme, partisipasi lebih dibagi untuk porsi militer, porsi masyarakat,
dan porsi badan lainnya pada tempatnya.

Konflik inilah yang terjadi di tubuh PKI dan menjadi antitesis pada Teori 1, PKI
seharusnya tidak dapat menjalankan kudeta secara masif jika masih memiliki konflik
internal di tubuhnya. Teori ini juga menyimpulkan bahwa Gerakan 30 September
gagal, karena berakhir pada pembubaran PKI itu sendiri oleh Soekarno. “Sjam”
Kamaruzzaman dikatakan kurang pandai dalam mengorganisir pemberontakan,
skenarionya berantakan, dan lain sebagainya (Pour, 2013).

TEORI 2 : CORNELL PAPER VS TESIS NUGROHO - ISMAIL SALEH

Teori ini mengungkapkan keinginan murni dari Jenderal TNI Angkatan Darat yang
termasuk sebagai anggota Dewan Jenderal (sama seperti yang dipaparkan di atas).
Teori ini bermula dari informasi yang diberikan oleh Guy Parker dari Rand Corporation
pada tahun 1967 kepada Mayor Jenderal Soewarto (Komandan Seskoad / Sekolah
Staff Komando Angkatan Darat). Informasi ini disusun oleh para akademisi dari Cornell
University, Amerika Serikat berupa paper yang disusun oleh Ruth McVey, Frederick
Burnell, dan Benedict Anderson.

Paper tersebut berjudul “A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in


Indonesia”. Paper tersebut pertama kali dipublikasikan dalam koran Washington Post
oleh Joseph Kraft. Cornell Paper menunjukkan bahwa G30S adalah konflik internal
angkatan darat antara “Dewan Jenderal” TNI Angkatan Darat berniat menumbangkan

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 8
HMTG “GEA” ITB
kekuasaan Presiden Soekarno dengan Jenderal-Jenderal yang pro-Soekarno. Pada
masa itu, ditengarai bahwa Jenderal TNI Angkatan Darat menunjukkan hidup yang
kurang sesuai sebagai jenderal angkatan bersenjata / abdi negara tetapi malah
menunjukkan perilaku Neokolonialisme. Hal ini mengakibatkan adanya perpecahan di
tubuh TNI Angkatan Darat sehingga beberapa bagian di angkatan darat hendak
menumbangkan posisi jenderal-jenderal yang secara politik ada di atas. Hal ini
menjadi alasan mengapa Batalyon 454 Diponegoro dan Batalyon 530 Brawijaya ikut
bagian di Gerakan 30 September.

Namun, keberadaan Cornell Paper ini dilawan oleh pihak Angkatan Darat melalui Tesis
yang disusun oleh Nugroho Notosusanto (dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas
Indonesia) dan Letnan Kolonel Ismail Saleh (Jaksa di Mahkamah Militer Luar Biasa)
yang berjudul The Coup Attempt of The 30 September Movement in Indonesia . Tesis
ini menekankan bahwa G30S bukan merupakan konflik internal Angkatan Darat, tetapi
menekankan :

1. Dewan Jenderal adalah fitnah yang dibuat oleh D.N. Aidit, bahwa Dewan
Jenderal akan menyerang istana ketika HUT Abri di tanggal 5 Oktober 1965
2. Dewan Jenderal adalah khayalan PKI semata untuk membentuk Biro Chusus
yang mengeksekusi G30S
3. G30S murni merupakan persekongkolan Biro Chusus PKI dengan simpatisan
PKI di tubuh Angkatan Darat
4. Seluruh pihak yang terlibat di G30S setidaknya pernah dipengaruhi PKI

Tesis Nugroho-Ismail Saleh didukung oleh literatur yang diterbitkan oleh Katherine
McGregor di National University of Singapore Press dan hasil kerja tim penulis Letnan
Jenderal Sutopo Juwono. Namun, faktanya TAP XXV / MPRS / 1996 menetapkan Buku
Putih dengan tajuk “Pemberontakan Partai Komunis Indonesia : Latar Belakang, Aksi,
dan Penumpasannya” sekaligus pelarangan ideologi Marxisme – Leninisme –
Komunisme dan PKI.

TEORI 3 : KETERLIBATAN CHINA DALAM KUDETA


(“TEORI DOKTER GADUNGAN”)

Teori “Dokter Gadungan” ini menekankan bahwa adanya keterlibatan China dalam
kudeta melalui hasil pemeriksaan kesehatan Presiden Soekarno. Dua dari tiga dokter
asal China yang memeriksa kesehatan Presiden Soekarno merupakan anggota Partai

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 9
HMTG “GEA” ITB
Komunis di China. Disinyalir, bahwa China ingin memenangkan Indonesia sebagai
negara komunis besar di Asia Tenggara. Untuk itu, China berusaha mempercepat
kejatuhan Soekarno sehingga penanaman paham komunisme semakin mudah. Selain
itu, dengan Indonesia menjadi mitra komunis di Asia Tenggara, hal ini akan
melancarkan kebijakan luar negeri Indonesia yaitu Program Jakarta-Hanoi-Peking—
Moskow-Pyongyang, yaitu mitra dagang Indonesia-China melalui Bank of China.
Konon Program ini ditujukan untuk pendanaan program-program pro komunisme di
Indonesia. Selebihnya, eksekusi dari teori ini sama seperti teori yang dipaparkan
sebelumnya.

TEORI 4 : KETERLIBATAN CIA DALAM KUDETA

Ketika itu, kondisi Indonesia berada di antara dua blok besar yakni Warsaw Pact dan
Blok Barat, namun Indonesia memilih menjadi Gerakan Non Blok. Kedua kubu
berusaha untuk mengambil hati Indonesia menjadi bagiannya, karena posisi Indonesia
yang sangat strategis dalam hal perdagangan, sumberdaya alam, dan potensi pasar.

Keterlibatan Amerika Serikat pada dinamika berbangsa Indonesia sudah terbukti pada
keterlibatan Amerika Serikat pada Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Makassar
dan sejumlah kawasan di Indonesia Timur. Diperkuat dengan ditangkapnya Allen
Lawrence Pope, yaitu tentara bayaran yang ditugasi CIA untuk membantu
pemberontakan PRRI dan Permesta. Sejak ini, Presiden Soekarno cenderung
mindblock terhadap Amerika Serikat ditandai dengan kebijakan pelarangan musik,
film, dan buku dari Amerika Serikat beserta Kampanye Anti-Amerika.

Hal ini menunjukkan ketakutan Blok Barat terhadap keberpihakan Indonesia terhadap
pihak komunis. CIA terlibat pada peristiwa G30S PKI melalui pemanfaatan konflik
internal Angkatan Darat untuk memuluskan peralihan kekuasaan dan menjadikan PKI
sebagai kambing hitam. Pada tahun 1990, mantan agen CIA, Kathy Kadane, turut
mengungkapkan peranan CIA dalam proses kudeta serta adanya pembukaan
dokumen rahasia oleh CIA pada tahun 1999. Pembukaan ini merupakan kebijakan
Amerika Serikat yang resmi untuk membuka dokumen yang dahulu dirahasiakan, jika
kasusnya telah selesai setelah beberapa puluh tahun.

TEORI 5 : TEORI “DALANG SOEKARNO”

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 10
HMTG “GEA” ITB
Soekarno sejak awal telah membuat statement sejak Dekrit Presiden 1955 bahwa
dirinya hendak menjadi Presiden Seumur Hidup bagi Indonesia. Kemudian, Soekarno
mendapat fitnahan dari PKI bahwa adanya Dewan Jenderal yang ingin
menumbangkan kekuasaannya. Teori ini merupakan teori paling lemah, paling tua,
dan tidak bisa dipercaya. Mendengar bahwa Dewan Jenderal ingin mengudeta
Soekarno, maka Soekarno hendak melindungi kekuasaannya dengan memperalat PKI
untuk menumpas Dewan Jenderal melalui G30S.

DAMPAK SIGNIFIKAN PASCA GERAKAN 30 SEPTEMBER

Lalu apa yang menjadi dampak utama dari G30S ? Setelah G30S adalah permulaan
dari keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang berakhir pada sebuah
peralihan kekuasaan. Menyusul peristiwa G30S, Presiden Soekarno mengubah
struktural TNI Angkatan Darat secara masif karena keenam jenderal lainnya yang
memegang posisi penting di Angkatan Darat telah tiada. Misalnya, Jenderal Ahmad
Yani selaku Kepala Staf Angkatan Darat digantikan oleh Jenderal Pranoto
Reksosamudro. Penggantian ini tentunya cenderung keberatan, karena kepribadian
dan kapabilitas kedua jenderal berbeda. Selain itu, tugas kesehariannya juga berbeda
sehingga jenderal yang baru terpaksa memegang sebuah jabatan di luar kebiasaannya
tanpa sebuah peralihan.

Setelah peristiwa G30S, Soeharto juga segera diangkat menjadi Pangkopkamtib


(Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dengan kewenangan yang
besar atas nama pemulihan keamanan dan ketertiban. Soeharto selaku
pangkopkamtib segera membubarkan Partai Komunis Indonesia tanpa persetujuan
Presiden Soekarno (suatu kesalahan) dan membuat regulasi yang memungkinkan
investor-investor asing masuk dan menanam modal di Indonesia atas nama untuk
pemulihan keadaan dan keamanan negara. Sebelum Soeharto memiliki kewenangan
sebesar ini, Indonesia tidak pernah memberikan masuknya investor asing secara
mudah seperti yang dilakukan Soeharto.

Kisah upaya penumbangan Soeharto dilanjutkan dengan berbagai rekayasa yang


dilakukan olehnya, salah satunya melalui fitnahan bahwa istana sedang dikepung oleh
tentara tak beridentitas ketika Presiden Soekarno memimpin sidang bersama para
menteri. Dari fitnah tersebut, Presiden Soekarno pindah ke Istana Bogor untuk alasan

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 11
HMTG “GEA” ITB
keamanan, lalu peristiwa penandatanganan Supersemar terjadi. Presiden Soekarno
menandatangani Supersemar dengan tinta merah, yang berarti rasa marah. Dari
Supersemar ini, Soeharto menganggap bahwa kekuasaan telah beralih dari Presiden
Soekarno menjadi miliknya. Maka naiklah takhta Soeharto menjadi seorang caretaker
Presiden. Karena tuntutan dan sentimen masyarakat berfokus pada pembubaran PKI,
komunisme, pembaruan ekonomi, dan lainnya, maka Soeharto yang baru saja
membubarkan PKI segera mendapat posisi politik yang kuat, sebaliknya posisi
Soekarno secara politik berada di bawah karena tidak dapat memenuhi tuntutan
masyarakat.

Sesungguhnya, Presiden Soekarno mengeluarkan undang-undang sehari setelah


Supersemar tersebut ditandatangani, bermaksud untuk mengklarifikasi Supersemar
yang sudah ditandatangani. Namun undang-undang tersebut tidak diindahkan oleh
Soeharto. Lagipula, di tangan Soeharto sendiri, Supersemar hilang. Apakah masuk
akal jika surat sepenting itu yang menandai peralihan kekuasaan besar-besaran
menjadi hilang ?

Setelah naik takhta, Soeharto segera menurunkan Kabinet Gotong Royong (Soekarno)
dan mengubahnya menjadi Kabinet Ampera. Pada ketika itu Soekarno masih dengan
besar hatinya mengangkat Kabinet Ampera, yang dirancang tanpa sama sekali
pertimbangan dari dirinya. Soeharto juga memberi list 15 pejabat negara yang
diperintahkan untuk ditahan, di antaranya Dr. Subandrio, Tuan Jusuf Muda Dalam, J.
Leimena, dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang sangat pro-Soekarno
dan key person di Kabinet Gotong Royong.

Namun apa yang paling signifikan dari peristiwa G30S ? Tentu saja berkaitan dengan
kekuasaan yang berlangsung sustain selama 32 tahun. Di lain sisi, sadarkah kita
bahwa bibit kapitalisme di Indonesia ditanamkan sejak kabinet baru dilantik ?

Sejak awal pemerintahan Soekarno menentang adanya Neokolonialisme, yang berarti


praktik kolonialisme modern, bukan dalam bentuk penjajahan feodal seperti kerja rodi,
perbudakan, dan lainnya. Namun Neokolonialisme mengarah pada penguasaan modal
dan kekayaan dalam negeri di bawah kekuasaan asing dan modal asing yang
mengontrol perekonomian Indonesia (mestinya kan terbalik ?)

UUD 1945 Pasal 33 menyatakan “Bumi, air, dan kekayaan.... dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan rakyat”, nampaknya inilah yang menjadi musuh utama

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 12
HMTG “GEA” ITB
para neokolonialisme yang hendak menguasai perekonomian negara. Penulis berani
menegaskan bahwa keinginan mereka adalah bahwa bumi, air, dan kekayaan alam
Indonesia hendak dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk profit mereka, bukan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Perekonomian Indonesia sesungguhnya paling cocok
di bawah Ekonomi Pancasila yang didasari oleh gotong royong, namun para investor
asing berusaha menggantikannya menjadi kapitalisme, atau pemusatan modal dan
kekuatan ekonomi pada satu pihak. Padahal Ekonomi Pancasila sangat menekankan
kesetaraan ekonomi dan kesejahteraan. Kelak, sebutan bagi pihak yang memusatkan
kekuatan ekonomi disebut oligarki. Oligarki banyak berkuasa di berbagai negara
berkembang dan sangat berpotensi membuat negara tersebut menjadi negara gagal.

Hal paling kentara yang terlihat adalah peresmian UU Nomor 1 Tahun 1967 (Undang-
Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967). Melalui UU ini, Freeport
adalah perusahaan pertama yang masuk dan menanam modal di Indonesia untuk
menambang endapan porfiri Cu-Au di Papua. Ketika itu, Gunung Ertsberg diserahkan
sepenuhnya kepada Freeport berdasarkan sebuah kontrak karya. Kontrak Karya ini
memungkinkan investor asing untuk menambang tanpa kewajiban mendirikan smelter
serta hanya memberikan sedikit sekali keuntungannya kepada negara.

Model kontrak antara pemerintah dan perusahaan asing, yang dianggap paling liberal
dalam dunia industri pertambangan. Kebijakan-kebijakan ini benar-benar merupakan
cermin dari sistem kapitalisme yang berada di sektor pertambangan. Berangkat dari
asumsi dalam KK tersebut, maka perusahaan pertambangan asing harus mendapat
jaminan dari pemerintah. Terutama adalah jaminan bahwa mereka tidak akan
mengalami nasionalisasi dan aneka klaim hak milik. Selain itu perusahaan
pertambangan asing juga dijamin dari ancaman terorisme dan sabotase. Secara
regulasi, perusahaan pertambangan asing juga terbebas dari ancaman pembatalan
kontrak, dan aturan-aturan kaku berkait persoalan perpajakan, eksplorasi dan
eksploitasi. Intinya, perusahaan pertambangan asing dapat melakukan akumulasi
kapital, dengan nyaman. Keringanan pajak, ketiadaan jaminan nasionalisasi, sistem
konsesi yang menguntungkan, serta bagi hasil yang tidak imbang sangat dirasakan
oleh investor.

Tidak hanya Freeport di endapan porfiri Au-Cu, batuan ultramafik-mafik di Soroako,


memungkinkan adanya proses supergene enrichment sehingga mengakumulasikan
nikel dalam jumlah yang besar pada profil tanah saprolit di mineral seperti garnierit,

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 13
HMTG “GEA” ITB
olivin, dan lainnya. Daerah ini diserahkan untuk dikelola oleh Perusahaan Kanada,
yakni Inco. Begitu juga dengan akumulasi hidrokarbon di Aceh yang diserahkan
kepada Exxon.

Bagaimana sebenarnya UU nomor 1 Tahun 1967 ini dirancang ? Memang UU ini


merupakan bibit utama kapitalisme untuk hidup di Indonesia. Sebelumnya pada
tanggal 2 September 1966, ekonom muda dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(UI), Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Subroto, dan Emil Salim
diangkat sebagai Staf Pribadi Ketua Presidium Kabinet. Ketika Soeharto resmi
menjabat presiden, mereka diangkat menjadi Tim Ahli Ekonomi Presiden, dengan
penambahan Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, Menteri Perhubungan
Frans Seda, dan Gubernur Bank Indonesia Radius Prawiro. Tim Ahli Ekonomi Presiden
ini kemudian banyak merancang ekonomi pada zaman Orde Baru yang sedemikian
kapitalis, tak heran, karena mereka banyak berkonsultasi dengan ahli ekonomi
Amerika Serikat yang menjadi dalang kapitalisme itu sendiri. Ahli ekonomi dari
Amerika Serikat tersebut berasal dari Berkeley University yang kelak disebut sebagai
“Mafia Berkeley”, Harvard University, dan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk
indonesia. Tim Ahli Ekonomi Presiden ini juga berdiskusi dengan korporat barat seperti
General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation,
US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, Chase Manhattan, dan lain
sebagainya.

Lantas mungkin demikianlah pemimpin negara kala itu merasa diyakinkan atau
dipermainkan sehingga kapitalisme tumbuh subur hingga hari ini, semoga penulis
salah akan statement nya.

KESIMPULAN AKHIR

Sekarang adalah era-Reformasi yang menuntut perubahan-perubahan mendasar


dalam hidup bernegara di Indonesia. Mungkin pemberontakan yang dijalankan sejak
Orde Baru tidak pernah terlaksana (atau ditumpas ?), dan memang betul demikian.
Namun penulis meyakini bahwa adanya keterlibatan pihak asing di peristiwa G30S
PKI.

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 14
HMTG “GEA” ITB
Singkat cerita, dunia pada awalnya telah mengetahui bahwa Indonesia adalah negara
yang kaya raya akan sumberdaya alam sehingga berpotensi untuk dikuasai seutuhnya.
Pemetaan geologi dan penemuan prospek telah lama diketahui melalui proyek
mapping van Bemmelen dari publikasinya yang Volume I (membahas fisiografi dan
tektonik regional), dilanjut Volume II (membahas prospek geologi ekonomi) hingga
Volume III. Laporan ini dipegang di Universitas Leyden hingga ditemukan oleh pihak
barat. Sehingga pihak barat memiliki keinginan untuk menguasai negara.

Presiden Soekarno ketika itu memang sangat anti terhadap barat, dan memiliki anak
emas dari Angkatan Darat yang siap meneruskan visi misinya. Pihak asing yang ketika
itu punya keinginan untuk menguasai kekayaan negara, merasa perlu menumpas
calon suksesor Presiden Soekarno.

Dari kelima teori yang telah disampaikan, penulis merasa kelima teori tersebut
berjalan bersamaan dengan kepentingan masing-masing, lalu bermuara pada satu
tujuan dan dampak yang sama, yaitu kudeta. Secara kesimpulan mungkin dapat
berupa demikian :

1. Berawal dari Dokumen Gilchrist yang menandai adanya keinginan Inggris yang
bekerja sama dengan Angkatan Darat,
2. lalu atas dokumen tersebut PKI menuduh Angkatan Darat memiliki suatu badan
yang ingin mengudeta Presiden Soekarno. Bersamaan dengan PKI yang ingin
berkuasa di Indonesia, PKI akan membuat fitnah kepada Angkatan Darat
berupa Dewan Jenderal, lalu merancang gerakan “Saling Mendahului”, yaitu
menumpas Dewan Jenderal tersebut untuk mendapat posisi politik yang baik
di Indonesia
3. Tim medis Presiden memeriksa kesehatan Presiden Soekarno dan menyatakan
bahwa umurnya sebentar lagi. Mungkin saja tim dokter dari China ingin
mempercepat penguasaan komunis di Indonesia dengan membuat fake report
terhadap kesehatan Presiden Soekarno. Sehingga PKI, Angkatan Darat, dan
pihak asing ingin segera berlomba menggantikannya.
4. Gerakan 30 September dilancarkan, lalu Cornell Paper mengungkapkan adanya
Dewan Jenderal itu benar adanya, lalu Tesis Nugroho-Ismail Saleh
menyanggahnya.
5. Pasca G30S, Soeharto diangkat menjadi Pangkopkamtib, lalu merancang
Supersemar untuk naik takhta menggantikan Presiden Soekarno

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 15
HMTG “GEA” ITB
6. UU No 1 Tahun 1967 dan Mafia Berkeley diajak mengonsep bibit kapitalisme di
perekonomian Orde Baru
7. Modal asing berdatangan dan menguasai kekayaan alam Indonesia

Jadi menurut penulis jelas, bahwa bukan soal komunisme-liberalisme-leninisme-


marxisme-maoisme. Namun bagaimana menguasai perekonomian sebuah negara dan
mempraktekkan Neokolonialisme.

“Lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang
saudara”

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu


akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”

_________________________________________ our founding father ____________________________________

REFERENSI

Pour, J., 2013. G30S : Fakta atau Rekayasa. Jakarta : Kata Hasta Pustaka

Saelan, M., 2008. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa dari Revolusi 45 sampai
Kudeta 66. Jakarta : Visi Media
Nasution, A.H., 1965. 40 Hari Kegagalan G30S : 1 Oktober – 10 November 1965.
Jakarta : Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 16
HMTG “GEA” ITB
Soerojo, S. 1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta : PT. Rola Sinar
Perkasa

Kurasawa, A., 2015. Peristiwa 1965 : Persepsi dan Sikap Jepang . Jakarta : Penerbit
Buku Kompas

Kurasawa, A. & Toshio, M., 2016. G30S dan Asia Dalam Bayang-Bayang Perang
Dingin. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Surodjo, B. A. & Soeparno, J.M.V., 2001. Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan
Tanganku. Jakarta : ISAI
Katoppo, A., Kusumaningrat, P., Soeparno, JMV., Cholil, M., 2000. Menyingkap Kabut
Halim 1965. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Bintang Merah Nomor Spesial, 1963. Maju Terus Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar
Biasa) Partai Komunis Indonesia. Jakarta : Yayasan Pembaruan

Politburo PKI, 1971. Tegakkan PKI jang Marxis – Leninis untuk Memimpin Revolusi
Rakjat Indonesia : Lima Dokumen Penting Politburo CC PKI. Jakarta : Delegasi CC
PKI

https://historia.id/politik/articles/riwayat-masuknya-modal-asing-ke-indonesia-
DWVy1 diakses 27 Oktober 2019

Departemen Diskusi dan Kajian


Bidang Implementasi 17
HMTG “GEA” ITB

Anda mungkin juga menyukai