PENDAHULUAN
Peristiwa G30S / PKI merupakan gerakan yang dianggap upaya kudeta oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) berupa penculikan tujuh jenderal TNI Angkatan Darat pada
malam hari tanggal 30 September 1965. Ketujuh jenderal tersebut antara lain :
Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari gerakan penculikan ini yang
dieksekusi oleh Pasukan Cakrabirawa, namun Kapten CZI (anm.) Pierre Tendean
menjadi korban yang sebagai ganti Jenderal Nasution.
Peristiwa G30S / PKI menjadi bagian kurikulum mata pelajaran sejarah di tingkat SD,
SMP, dan SMA. Ketujuh korban G30S / PKI ini dinobatkan menjadi pahlawan revolusi.
Tidak lama setelah peristiwa G30S / PKI ini bergulir, beberapa peristiwa krusial terjadi
di Indonesia, misalnya Supersemar yang merupakan tunas dari Orde Baru yang akan
berlangsung 32 tahun.
LATAR BELAKANG
Ketika Orde Lama berlangsung, Partai Komunis Indonesia merupakan salah satu partai
yang memiliki massa terbanyak selain Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Nadhlatul Ulama (NU). Hal ini ditunjukkan
ketika PKI berhasil mengantongi 6,176,914 suara atau 16,3 % dari 37,875,299 suara
pemilih yang sah. PKI berhasil memperoleh 39 kursi di Konstituante (Parlemen) ketika
itu.
Bagaimana PKI berhasil memperoleh suara sebanyak itu ? Tentu PKI ketika itu berdiri
sebagai partai-partai yang setara dengan partai politik lainnya di Indonesia dan
memiliki program-program yang ketika itu memang diminati oleh pendukungnya.
Lalu apa saja program PKI yang digaungkan dulu ? Mengapa bisa menjadi empat
besar partai terbesar di Indonesia ? Jadi jika ditelaah dengan keberpihakan netral, PKI
bukan merupakan partai komunis kolot yang selama ini dianggap haram dan tidak
ber-Tuhan seperti di stigma masyarakat. Program PKI terfokus pada Revolusi
Agustus 1945, yaitu pembebasan nasional dan perubahan-perubahan demokratis
rakyat Indonesia.
PKI telah menolak Undang-Undang Penanaman Modal Asing oleh Parlemen dan
bentuk monopoli oleh tuan tanah dalam bentuk sewa tanah dan kerja. Kaum tani dan
buruh yang berupah kecil juga dibela oleh PKI dan mengecam tuan-tuan feodal,
komprador-komprador, kaum kapitalis birokrat, dan lintah darat yang berkeliaran di
masyarakat.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut PKI merumuskan program yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan demokratis. PKI justru menginginkan suatu Pemerintahan
Indonesia yang bukan diktator proletariat, melainkan demokratis tanpa memandang
suatu golongan atas kehendak rakyat, mempersatukan semua tenaga anti-feodal dan
anti-imperialis, namun di bawah pimpinan kelas buruh dan tani. Mengapa demikian ?
Karena memang PKI tersorot utama pada peningkatan pendapatan kaum tani dan
buruh, memberantas buta huruf, dan revolusi kebudayaan. Dan PKI menginginkan
pemerintah yang menjamin hal demikian terjadi.
PKI sangat anti terhadap model demokrasi liberal (model barat), tetapi berpaling pada
demokrasi rakyat. Model pemerintahan yang direkomendasikan adalah struktur yang
tidak memusat, namun terdapat pemerintah pusat, DPRD, dan DPR pilihan rakyat
yang mengatasi pemerintah pusat. Hal-hal lain yang PKI inginkan di demokrasi
Indonesia kala itu antara lain :
Selain perubahan demokratis, program besar yang direncanakan PKI ketika itu adalah
membentuk suatu Front Persatuan Nasional atas dasar persekutuan kelas buruh dan
kaum tani. PKI berpikir bahwa setiap negara secara natural akan menuju ke jalan
sosialisme, dan kesuksesan demokrasi rakyat dapat ditempuh dengan penguasaan
Konstituante dan badan-badan lainnya oleh kaum buruh dan tani. Namun, PKI pun
sadar bahwa kaum borjuis, tuan-tuan feodal, dan kaum imperialis tidak akan pernah
ikhlas dalam memberikan kekuasaan tersebut kepada perjuangan rakyat. Maka
revolusi dalam demokrasi adalah yang sesungguhnya diinginkan oleh PKI, dimulai
dengan pembentukan Front Persatuan Nasional (kelas buruh + kelas tani).
Di antara seluruh program tersebut, program yang terkenal salah satunya adalah Land
Reform, yaitu program untuk menuntaskan konflik agraria seperti pembagian tanah
dari tuan tanah dan feodal kepada buruh dan tani. Gerakan yang terkenal adalah
“Gerakan 6 Baik”. Organisasi bawahan PKI yang beredar di masyarakat juga punya
program tersendiri seperti Gerwani (Pemberdayaan Perempuan), Srikandi, Pemuda
Rakyat, SOBSI (Sentra Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat.
Masih banyak lagi tuntutan yang diinginkan PKI dalam menjalankan demokrasi di
Indonesia, terlalu panjang jika dituliskan di sini. Namun pada intinya, tuntutan yang
berbeda dengan stance yang sama seperti telah dipaparkan di atas, namun pada
bidang kemerdekaan nasional, hak-hak demokrasi, perbaikan nasib, perbaikan
ekonomi, kemajuan kebudayaan, dan perdamaian dunia. Namun memang dialektika
Demikian keinginan utama PKI dalam merancang konsep negara, memang sangat
berbeda dengan yang selama ini diajarkan bahwa PKI menginginkan pemerintahan
yang diktator dan tidak ber-Tuhan. Namun maksud tulisan ini adalah mengungkap
fakta (dokumen) bahwa PKI menekankan banyak hal yang tidak diketahui masyarakat
entah karena apa.
Kudeta yang dimaksud di sini bukan tertuju dilakukan secara langsung kepada satu
kubu, partai, atau seseorang. Semua bergantung pada perspektif masing-masing dari
kajian ini. Kala itu, seorang dokter yang didatangkan dari China untuk memeriksa
kesehatan Bung Karno. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa hidup Presiden
Soekarno tidak akan lama lagi.
Di lain sisi, PKI mungkin memiliki tendensi untuk mengambil kekuasaan Indonesia
menggantikan Soekarno yang telah sakit. Padahal, ketika itu Soekarno telah
menyebutkan pada Garis Besar Haluan Negara tahun 1962 bahwa akan menjadi
Presiden Seumur Hidup. Pada tahun 1963, Konfrontasi Indonesia-Malaysia
menyebabkan adanya demonstrasi besar-besaran yang menyebabkan Kedutaan Besar
Inggris di Jakarta dibakar oleh masyarakat. Terbakarnya Duta Besar Inggris untuk
Indonesia tersebut menyebabkan tercecernya dokumen bukti keterlibatan CIA dengan
Jenderal TNI Angkatan Darat untuk menumbangkan Soekarno, kelak dokumen ini
lebih dikenal sebagai Dokumen Gilchrist. PKI di bawah pimpinan Dipa Nusantara Aidit
dan koleganya merancangkan upaya kudeta dengan membuat fitnahan kepada TNI
Angkatan Darat. TNI Angkatan Darat ketika itu memiliki kedekatan yang intensif
dengan Soekarno, bahkan Letnan Jenderal Ahmad Yani diproyeksikan akan
menggantikan takhta kepemimpinan Soekarno karena kepribadiannya yang tenang
dan kuat. PKI membuat fitnah kepada TNI-AD bahwa Angkatan Darat hendak
menjatuhkan Soekarno atas inisiatif beberapa jenderal yang terangkum dalam Dewan
Jenderal. Dewan Jenderal tersebut berisikan daftar jenderal-jenderal yang menjadi
Teori ini merupakan teori yang selama ini diajarkan di kurikulum pelajaran sekolah
dasar hingga menengah atas. Setelah PKI mendapatkan dukungan yang kuat di dalam
negeri, PKI hendak menanamkan paham komunisme sebagai ideologi utama di
Indonesia, atau menonjolkan “komunisme” sebagai paham utama di konsep Nasakom
(Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagaimana dipegang oleh Soekarno.
Ketika ada isu bahwa Presiden Soekarno dalam waktu dekat akan meninggal dunia
karena kesehatannya yang memburuk, PKI disinyalir memiliki keinginan kuat untuk
mengkudeta dan naik takhta pemerintahan. PKI membuat fitnahan berupa isu “Dewan
Jenderal”, yaitu kumpulan jenderal-jenderal TNI Angkatan Darat yang ingin
menumbangkan kekuasaan Soekarno. PKI sendiri membentuk “Biro Chusus” / Politbiro
PKI, yaitu Komite Militer yang diketuai oleh “Sjam” Kamaruzzaman yang sangat pro
dengan Aidit. Biro Chusus ini mengonsep dan mengeksekusi jalannya Gerakan 30
September. Dewan Jenderal tersebut terdiri dari orang-orang yang secara politik kuat,
Pro-Soekarno, dan ditengarai kuat akan menggantikan Soekarno setelah turun takhta,
yaitu Jenderal Ahmad Yani. Melalui fitnahan ini, PKI membuat gerakan penyelamatan
Presiden Soekarno dengan menumpaskan Dewan Jenderal tersebut, supaya posisi
politik PKI semakin kuat untuk naik takhta. Gerakan ini sering disebut sebagai
“Gerakan Saling Mendahului”, yaitu kejar-kejaran langkah PKI dan Dewan Jenderal
untuk naik ke kursi pemerintahan. Gerakan 30 September 1965 dijalankanI untuk
menculik dan membunuh tujuh jenderal TNI Angkatan Darat di Lubang Buaya,
Jakarta. Letak Lubang Buaya sendiri sangat dekat dengan Bandara Halim
Perdanakusuma atau markas TNI AU. TNI AU ketika itu memang terfitnah berafiliasi
sebagai PKI, namun hal ini berhubungan dengan Marsekal Omar Dhani yang sangat
diandalkan oleh Soekarno.
Namun Teori ini memiliki berbagai kelemahan, yang terutama adalah adanya konflik
internal dalam tubuh PKI itu sendiri. Secara logika, bagaimana mungkin suatu badan
mampu menjalankan pemberontakan semasif itu ketika tubuh PKI-nya sendiri sedang
PKI ketika itu dipimpin oleh triumvirat pimpinan, yaitu Aidit, MH. Lukman, dan Njoto.
Aidit merupakan pimpinan PKI yang berpandangan komunis Tiongkok (Maoisme /
Chinese Communism / Mao Ze Dong Communism). Sedangkan Njoto merupakan
pimpinan PKI kuno yang berpandangan komunis Rusia (Marxisme / Karl Marx
Communism). Konflik ini telah berjalan lama sebelum rencana G30S tahun 1965
berlangsung, konflik ini berkaitan dengan konsep negara, bukan teknis bagaimana
melaksanakan kudeta. Aidit (Maoisme) berpandangan bahwa sebuah negara harus
digotong bersama-sama oleh rakyat, termasuk dalam peperangan, rakyat tanpa
pandang bulu harus berpartisipasi dalam membela negara di medan tempur. Namun,
pada paham Marxisme, partisipasi lebih dibagi untuk porsi militer, porsi masyarakat,
dan porsi badan lainnya pada tempatnya.
Konflik inilah yang terjadi di tubuh PKI dan menjadi antitesis pada Teori 1, PKI
seharusnya tidak dapat menjalankan kudeta secara masif jika masih memiliki konflik
internal di tubuhnya. Teori ini juga menyimpulkan bahwa Gerakan 30 September
gagal, karena berakhir pada pembubaran PKI itu sendiri oleh Soekarno. “Sjam”
Kamaruzzaman dikatakan kurang pandai dalam mengorganisir pemberontakan,
skenarionya berantakan, dan lain sebagainya (Pour, 2013).
Teori ini mengungkapkan keinginan murni dari Jenderal TNI Angkatan Darat yang
termasuk sebagai anggota Dewan Jenderal (sama seperti yang dipaparkan di atas).
Teori ini bermula dari informasi yang diberikan oleh Guy Parker dari Rand Corporation
pada tahun 1967 kepada Mayor Jenderal Soewarto (Komandan Seskoad / Sekolah
Staff Komando Angkatan Darat). Informasi ini disusun oleh para akademisi dari Cornell
University, Amerika Serikat berupa paper yang disusun oleh Ruth McVey, Frederick
Burnell, dan Benedict Anderson.
Namun, keberadaan Cornell Paper ini dilawan oleh pihak Angkatan Darat melalui Tesis
yang disusun oleh Nugroho Notosusanto (dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas
Indonesia) dan Letnan Kolonel Ismail Saleh (Jaksa di Mahkamah Militer Luar Biasa)
yang berjudul The Coup Attempt of The 30 September Movement in Indonesia . Tesis
ini menekankan bahwa G30S bukan merupakan konflik internal Angkatan Darat, tetapi
menekankan :
1. Dewan Jenderal adalah fitnah yang dibuat oleh D.N. Aidit, bahwa Dewan
Jenderal akan menyerang istana ketika HUT Abri di tanggal 5 Oktober 1965
2. Dewan Jenderal adalah khayalan PKI semata untuk membentuk Biro Chusus
yang mengeksekusi G30S
3. G30S murni merupakan persekongkolan Biro Chusus PKI dengan simpatisan
PKI di tubuh Angkatan Darat
4. Seluruh pihak yang terlibat di G30S setidaknya pernah dipengaruhi PKI
Tesis Nugroho-Ismail Saleh didukung oleh literatur yang diterbitkan oleh Katherine
McGregor di National University of Singapore Press dan hasil kerja tim penulis Letnan
Jenderal Sutopo Juwono. Namun, faktanya TAP XXV / MPRS / 1996 menetapkan Buku
Putih dengan tajuk “Pemberontakan Partai Komunis Indonesia : Latar Belakang, Aksi,
dan Penumpasannya” sekaligus pelarangan ideologi Marxisme – Leninisme –
Komunisme dan PKI.
Teori “Dokter Gadungan” ini menekankan bahwa adanya keterlibatan China dalam
kudeta melalui hasil pemeriksaan kesehatan Presiden Soekarno. Dua dari tiga dokter
asal China yang memeriksa kesehatan Presiden Soekarno merupakan anggota Partai
Ketika itu, kondisi Indonesia berada di antara dua blok besar yakni Warsaw Pact dan
Blok Barat, namun Indonesia memilih menjadi Gerakan Non Blok. Kedua kubu
berusaha untuk mengambil hati Indonesia menjadi bagiannya, karena posisi Indonesia
yang sangat strategis dalam hal perdagangan, sumberdaya alam, dan potensi pasar.
Keterlibatan Amerika Serikat pada dinamika berbangsa Indonesia sudah terbukti pada
keterlibatan Amerika Serikat pada Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Makassar
dan sejumlah kawasan di Indonesia Timur. Diperkuat dengan ditangkapnya Allen
Lawrence Pope, yaitu tentara bayaran yang ditugasi CIA untuk membantu
pemberontakan PRRI dan Permesta. Sejak ini, Presiden Soekarno cenderung
mindblock terhadap Amerika Serikat ditandai dengan kebijakan pelarangan musik,
film, dan buku dari Amerika Serikat beserta Kampanye Anti-Amerika.
Hal ini menunjukkan ketakutan Blok Barat terhadap keberpihakan Indonesia terhadap
pihak komunis. CIA terlibat pada peristiwa G30S PKI melalui pemanfaatan konflik
internal Angkatan Darat untuk memuluskan peralihan kekuasaan dan menjadikan PKI
sebagai kambing hitam. Pada tahun 1990, mantan agen CIA, Kathy Kadane, turut
mengungkapkan peranan CIA dalam proses kudeta serta adanya pembukaan
dokumen rahasia oleh CIA pada tahun 1999. Pembukaan ini merupakan kebijakan
Amerika Serikat yang resmi untuk membuka dokumen yang dahulu dirahasiakan, jika
kasusnya telah selesai setelah beberapa puluh tahun.
Lalu apa yang menjadi dampak utama dari G30S ? Setelah G30S adalah permulaan
dari keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang berakhir pada sebuah
peralihan kekuasaan. Menyusul peristiwa G30S, Presiden Soekarno mengubah
struktural TNI Angkatan Darat secara masif karena keenam jenderal lainnya yang
memegang posisi penting di Angkatan Darat telah tiada. Misalnya, Jenderal Ahmad
Yani selaku Kepala Staf Angkatan Darat digantikan oleh Jenderal Pranoto
Reksosamudro. Penggantian ini tentunya cenderung keberatan, karena kepribadian
dan kapabilitas kedua jenderal berbeda. Selain itu, tugas kesehariannya juga berbeda
sehingga jenderal yang baru terpaksa memegang sebuah jabatan di luar kebiasaannya
tanpa sebuah peralihan.
Setelah naik takhta, Soeharto segera menurunkan Kabinet Gotong Royong (Soekarno)
dan mengubahnya menjadi Kabinet Ampera. Pada ketika itu Soekarno masih dengan
besar hatinya mengangkat Kabinet Ampera, yang dirancang tanpa sama sekali
pertimbangan dari dirinya. Soeharto juga memberi list 15 pejabat negara yang
diperintahkan untuk ditahan, di antaranya Dr. Subandrio, Tuan Jusuf Muda Dalam, J.
Leimena, dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang sangat pro-Soekarno
dan key person di Kabinet Gotong Royong.
Namun apa yang paling signifikan dari peristiwa G30S ? Tentu saja berkaitan dengan
kekuasaan yang berlangsung sustain selama 32 tahun. Di lain sisi, sadarkah kita
bahwa bibit kapitalisme di Indonesia ditanamkan sejak kabinet baru dilantik ?
UUD 1945 Pasal 33 menyatakan “Bumi, air, dan kekayaan.... dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan rakyat”, nampaknya inilah yang menjadi musuh utama
Hal paling kentara yang terlihat adalah peresmian UU Nomor 1 Tahun 1967 (Undang-
Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967). Melalui UU ini, Freeport
adalah perusahaan pertama yang masuk dan menanam modal di Indonesia untuk
menambang endapan porfiri Cu-Au di Papua. Ketika itu, Gunung Ertsberg diserahkan
sepenuhnya kepada Freeport berdasarkan sebuah kontrak karya. Kontrak Karya ini
memungkinkan investor asing untuk menambang tanpa kewajiban mendirikan smelter
serta hanya memberikan sedikit sekali keuntungannya kepada negara.
Model kontrak antara pemerintah dan perusahaan asing, yang dianggap paling liberal
dalam dunia industri pertambangan. Kebijakan-kebijakan ini benar-benar merupakan
cermin dari sistem kapitalisme yang berada di sektor pertambangan. Berangkat dari
asumsi dalam KK tersebut, maka perusahaan pertambangan asing harus mendapat
jaminan dari pemerintah. Terutama adalah jaminan bahwa mereka tidak akan
mengalami nasionalisasi dan aneka klaim hak milik. Selain itu perusahaan
pertambangan asing juga dijamin dari ancaman terorisme dan sabotase. Secara
regulasi, perusahaan pertambangan asing juga terbebas dari ancaman pembatalan
kontrak, dan aturan-aturan kaku berkait persoalan perpajakan, eksplorasi dan
eksploitasi. Intinya, perusahaan pertambangan asing dapat melakukan akumulasi
kapital, dengan nyaman. Keringanan pajak, ketiadaan jaminan nasionalisasi, sistem
konsesi yang menguntungkan, serta bagi hasil yang tidak imbang sangat dirasakan
oleh investor.
Lantas mungkin demikianlah pemimpin negara kala itu merasa diyakinkan atau
dipermainkan sehingga kapitalisme tumbuh subur hingga hari ini, semoga penulis
salah akan statement nya.
KESIMPULAN AKHIR
Presiden Soekarno ketika itu memang sangat anti terhadap barat, dan memiliki anak
emas dari Angkatan Darat yang siap meneruskan visi misinya. Pihak asing yang ketika
itu punya keinginan untuk menguasai kekayaan negara, merasa perlu menumpas
calon suksesor Presiden Soekarno.
Dari kelima teori yang telah disampaikan, penulis merasa kelima teori tersebut
berjalan bersamaan dengan kepentingan masing-masing, lalu bermuara pada satu
tujuan dan dampak yang sama, yaitu kudeta. Secara kesimpulan mungkin dapat
berupa demikian :
1. Berawal dari Dokumen Gilchrist yang menandai adanya keinginan Inggris yang
bekerja sama dengan Angkatan Darat,
2. lalu atas dokumen tersebut PKI menuduh Angkatan Darat memiliki suatu badan
yang ingin mengudeta Presiden Soekarno. Bersamaan dengan PKI yang ingin
berkuasa di Indonesia, PKI akan membuat fitnah kepada Angkatan Darat
berupa Dewan Jenderal, lalu merancang gerakan “Saling Mendahului”, yaitu
menumpas Dewan Jenderal tersebut untuk mendapat posisi politik yang baik
di Indonesia
3. Tim medis Presiden memeriksa kesehatan Presiden Soekarno dan menyatakan
bahwa umurnya sebentar lagi. Mungkin saja tim dokter dari China ingin
mempercepat penguasaan komunis di Indonesia dengan membuat fake report
terhadap kesehatan Presiden Soekarno. Sehingga PKI, Angkatan Darat, dan
pihak asing ingin segera berlomba menggantikannya.
4. Gerakan 30 September dilancarkan, lalu Cornell Paper mengungkapkan adanya
Dewan Jenderal itu benar adanya, lalu Tesis Nugroho-Ismail Saleh
menyanggahnya.
5. Pasca G30S, Soeharto diangkat menjadi Pangkopkamtib, lalu merancang
Supersemar untuk naik takhta menggantikan Presiden Soekarno
“Lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang
saudara”
REFERENSI
Pour, J., 2013. G30S : Fakta atau Rekayasa. Jakarta : Kata Hasta Pustaka
Saelan, M., 2008. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa dari Revolusi 45 sampai
Kudeta 66. Jakarta : Visi Media
Nasution, A.H., 1965. 40 Hari Kegagalan G30S : 1 Oktober – 10 November 1965.
Jakarta : Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata
Kurasawa, A., 2015. Peristiwa 1965 : Persepsi dan Sikap Jepang . Jakarta : Penerbit
Buku Kompas
Kurasawa, A. & Toshio, M., 2016. G30S dan Asia Dalam Bayang-Bayang Perang
Dingin. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Surodjo, B. A. & Soeparno, J.M.V., 2001. Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan
Tanganku. Jakarta : ISAI
Katoppo, A., Kusumaningrat, P., Soeparno, JMV., Cholil, M., 2000. Menyingkap Kabut
Halim 1965. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Bintang Merah Nomor Spesial, 1963. Maju Terus Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar
Biasa) Partai Komunis Indonesia. Jakarta : Yayasan Pembaruan
Politburo PKI, 1971. Tegakkan PKI jang Marxis – Leninis untuk Memimpin Revolusi
Rakjat Indonesia : Lima Dokumen Penting Politburo CC PKI. Jakarta : Delegasi CC
PKI
https://historia.id/politik/articles/riwayat-masuknya-modal-asing-ke-indonesia-
DWVy1 diakses 27 Oktober 2019