Anda di halaman 1dari 14

Nama : Fadia Zulfah Fazrin

Kelas : 2B Ekonomi Pembangunan

NIM : 11190840000070

“Game Theory”

Game Theory adalah suatu pendekatan matematis untuk merumuskan situasi persaingan dan konflik
antara berbagai kepentingan. Teori ini dikembangkan untuk menganalisa proses pengambilan keputusan
dari situasi-situasi persaingan yang berbeda-beda dan melibatkan dua atau lebih kepentingan. Misal,
para manajer pemasaran bersaing dalam memperebutkan bagian pasar, para pimpinan serikat dan
manajemen yang terlibat dalam penawaran kolektif, para jenderal tentara yang ditugaskan dalam
perencanaan dan pelaksanaan perang, dan para pemain catur, yang semuanya terlibat dalam usaha
untuk memenangkan permainan.

Game Theory adalah teknik multi-disiplin untuk mempelajari perilaku manusia. Ini umumnya digunakan
dalam ilmu sosial, ekonomi, dan matematika. Ketika kita melihat atau mendengar kata "permainan"
dengan asumsi-asumsi ini, apa yang akan kita pikirkan? Game Theory sebenarnya berarti hubungan
sosial terpimpin yang bertentangan dengan kebijakan orang-orang yang terlibat. Konsep ini digunakan
oleh sebagian besar manajer bisnis untuk membuat keputusan intelektual terkait dengan solusi
pekerjaan rumah teori nilai dan permainan.

Teori game adalah studi tentang model matematika yang berkaitan dengan konflik maupun kerja sama
antara para pembuat keputusan yang cerdas dan rasional. Teori game terkait dengan tindakan yang
dilakukan oleh para pengambil keputusan, dan mereka menyadari bahwa pilihan tindakan yang diambil
akan mempengaruhi satu sama lain. Dalam permainan, pihak pertama disebut dengan pemain baris
sedangkan pihak kedua disebut pemain kolom. Anggapannya adalah bahwa setiap pemain (individual
atau kelompok) mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan secara bebas dan rasional. Setiap
pemain dianggap mempunyai suatu seri rencana atau suatu set strategi untuk dipilih. Strategi
menunjukkan untuk setiap situasi yang timbul dalam proses permainan dipergunakan untuk
memutuskan tindakan apa yang harus diambil.

Agar game dapat dimodelkan secara matematis, diperlukan 4 elemen dasar dari sebuah game: 1.
Pemain 2. Tindakan 3. Payoff 4. Informasi. Keempat elemen itu disebut juga Rules of The Game. Para
pemain berusaha memaksimalkan payoff mereka, dengan cara memilih strategi yang tepat berdasarkan
informasi yang mereka miliki. Keadaan di mana setiap pemain telah menentukan strategi yang optimal
disebut keseimbangan (equilibrium). Dengan mengetahui keseimbangan dari suatu game, pemodel
dapat mengetahui tindakan/strategi apa yang dipilih oleh para pemain yang terlibat, dan juga outcome
dari game tersebut.

Asumsi-asumsi Dasar:

1. Setiap pemain memiliki strategi yang berhingga banyaknya (finite), dan mungkin berbeda dengan
pemain lainnya.

2. Setiap pemain bersikap rasional. Ia selalu berusaha memilih strategi yang memberikan hasil paling
optimal untuk dirinya, berdasarkan payoff dan jenis game yang dimainkan.

Asumsi-asumsi Tambahan didasarkan pada jenis game yang dimainkan:

1. Game sekuensial: pemain melakukan tindakan secara bergantian. Pemain berikutnya mengetahui
(mungkin secara tidak utuh) tindakan yang diambil oleh pemain sebelumnya.

2. Game simultan: pemain melakukan tindakan secara bersamaan. Pada saat mengambil tindakan,
pemain yang terlibat tidak mengetahui tindakan yang dipilih oleh pemain lainnya. Dalam hal ini, jeda
waktu pengambilan tindakan antara sesama pemain tidak berpengaruh terhadap pilihan yang diambil
oleh pemain yang bersangkutan.

3. Game dengan informasi sempurna: pemain mengetahui dengan pasti tindakan yang diambil oleh
lawannya, sebelum ia memilih tindakan, asumsi ini hanya dapat dipenuhi oleh game sekuensial.

4. Game dengan informasi tidak sempurna: pemain tidak mengetahui tindakan yang dipilih lawannya
sebelum permainan berakhir.

5. Game dengan informasi lengkap (bedakan dengan sempurna): pemain mengetahui payoff lawannya.
6. Game dengan informasi tidak lengkap: pemain tidak memiliki informasi lengkap tentang payoff
lawannya.

7. Game kooperatif: para pemain membuat komitmen yang mengikat (binding commitment) untuk
meningkatkan outcome mereka.

8. Game nonkooperatif: para pemain tidak membuat komitmen yang mengikat.


9. Zero-sum game: jumlah payoff dari setiap pemain sama dengan nol. Untuk game dengan 2 pemain,
besar keuntungan di satu pihak sama dengan besar kerugian di pihak lain

10.Non-zero-sum game: tidak demikian.

Nilai pembayaran dalam suatu permainan disebut pay off. Matriks pay off merupakan matriks yang
elemen-elemennya merupakan matriks jumlah nilai yang harus dibayarkan dari pihak pemain yang kalah
kepada yang menang pada akhir suatu permainan. Pengertian pay off tidak selalu berarti pembayaran
uang, akan tetapi bisa juga kenaikan / penurunan market share. Payoff dari sebuah Game adalah sebuah
bilangan yang merepresentasikan derajat hasil (utilitas) yang diinginkan oleh pemain yang bersangkutan.
Semakin besar nilai payoff, semakin menguntungkan bagi pemain. Dalam sebuah game, payoff dapat
direpresentasikan dalam bentuk matriks payoff. Untuk game non-zero-sum dengan 2 pemain, payoff
direpresentasikan dalam bentuk bimatriks. Untuk game zero-sum dengan 2 pemain, payoff dapat
direpresentasikan dalam bentuk matriks dan bimatriks.
Periode Awal Game Theory (1910-1930)

Konsep pertama dari game theory pada periode ini adalah strictly competitive game, atau lebih dikenal
dengan nama zero-sum games. Dalam game ini tidak dimungkinkan adanya cooperation dalam bentuk
apapun; bila satu outcome menjadi preferensi bagi seorang player, maka player yang lain mempunyai
preferensi yang 180 derajat berbeda. Aplikasi yang mutlak bisa digunakan sebagai contoh adalah
permainan catur atau judi. Sedangkan aplikasi zero-sum games dalam ilmu ekonomi dan ilmu politik
kurang begitu dapat dilakukan. Banyak dari konsep dan hasil dari zero-sum games ini yang sampai
sekarang dapat diaplikasikan secara luas dan menjadi fondasi kunci untuk teori yang lebih umum.
Berikut adalah konsep-konsep penting dari Game theory yang dikembangkan pada tahap periode ini.
The Tree Form of a Game: Menyajikan deskripsi formal yang lengkap tentang bagaimana sebuah game
dimainkan, spesifikasi dari sekuen dimana player mulai bergerak, apa yang player ketahui pada saat
mereka bergerak sampai dengan payoff untuk masing-masing pemain pada akhir game. Konsep ini
diperkenalkan oleh Von Neumann (1928). Konsep Dasar dari Strategy seorang Player didefinisikan
sebagai rencana lengkap untuk seorang player bermain dalam sebuah game, sebagai fungsi dari apa
yang diobservasi selama permainan, permainan pemain lawan, dan peluang munculnya kemungkinan
dalam mempengaruhi game. Untuk kasus game dengan dua players, bentuk strategis dari sebuah game
biasa ditampilkan dalam sebuah matrix dimana lajur dan kolom mewakili strategi dari player 1 dan 2
yang berisi masing-masing payoff (Matrix Form of a Game). Dapat dikatakan bahwa ide menggambarkan
sebuah game dalam bentuk matrix adalah sumbangan konsep terpenting pada periode ini untuk Game
Theory.

Konsep Mixed atau Random Strategy: Permainan Rational secara umum tidak bisa dijelaskan dalam
sebuah single strategy. Secara rasional, permainan lebih sering bersifat non-deterministik dengan
probabilitas yang mungkin terjadi dari setiap single strategy. Ketika random strategy dijalankan maka
payoff harus digantikan dengan expected payoff. 1 Konsep Individual Rationality: Suatu outcome
dikatakan sebagai individually rational bila outcome tersebut memenuhi tingkat yang aman yaitu tingkat
jumlah maximin dari payoff yang dijamin dapat diperoleh dalam melakukan sebuah permainan apapun
langkah yang dilakukan oleh pemain lawan.

Teori Zermelo (1913): Menyatakan bahwa permainan catur adalah strictly determined (memiliki satu
payoff yang rasional untuk semua pemain—hasil seri atau draw). Hal ini terjadi karena permainan catur

1
Penggunaan konsep expected payoff dalam konteks ini telah mendorong pada pengembangan teori expected
utility pada periode-periode berikutnya.
tidak seperti halnya permainan lain seperti poker, kartu bridge memiliki satu kelebihan yaitu perfect
information tentang hal-hal relevan dengan permainan terhadap seluruh pemain. Teori Zermelo
kemudian dilengkapi nantinya oleh Kuhn (1953) dengan bukti bahwa setiap gamedengan n-players yang
bersifat perfect information akan mencapai keseimbangan dengan strategy murni (pure strategies).
Kuhn menggunakan terminologi subgame dari sebuah game, dimana bila semua player tahu segalanya
tentang apa yang telah terjadi, maka apa yang akan terjadi dikemudian hari seterusnya akan dihasilkan
oleh subgame. SubgamePerfect: Setiap keseimbangan dari subgamedapat diperluas untuk menjadi satu
keseimbangan keseluruhan game. Secara implisit ketika membuat suatu keputusan, seorang player akan
melihat jauh kedepan dan berasumsi bahwa pilihan-pilihan setelahnya juga pilihan-pilihan player lain
akan bersifat rasional.2

Teori Minimax dari Von Neumann (1928): Mengklaim bahwa untuk setiap two-person zero-sum game
dengan banyak strategi untuk masing-masing player yang ditentukan; dan mixed strategi dapat
dilakukan, gameini akan persis memiliki satu vector payoff yang rasional. Teori minimax ini sedemikian
populernya sehingga diterapkan pada banyak disiplin dan aspek lain seperti teori statistical decision,
linear programming, hingga evaluasi proyek.

Namun secara jelas juga terlihat bahwa pada periode awal ini game theory lebih banyak dikembangkan
pada wacana teoritis dan perkembangan konsep saja sehingga dapat dikatakan tidak ada satupun studi
empiris tentang game theory pada periode ini yang menggunakan pendekatan kuantitatif karena
kebanyakan darin studi empiris dalam periode ini dilakukan dalam bentuk eksperimental bersifat
kualitatif.

Periode II Konsep Game Theory (1930-1950)

Konsep game theory yang sumbangannya dianggap cemerlang pada periode ini adalah publikasi tahun
1944 dari John Von Neumann dan Oskar Mogenstern berupa buku: ”Theory of Games and Economic
Behavior”. Morgenstern adalah ahli ekonomi pertama yang secara jelas dan eksplisit menyadari bahwa
pelaku ekonomi harus melibatkan sifat asli interaktif dari ilmu ekonomi ketika membuat sebuah
keputusan. Dengan buku hasil karya Von Neumann dan Morgenstern, Game theory resmi menjadi satu
disiplin tersendiri dalam khazanah ilmu. Selain itu pada periode ini keluar pula satu pengembangan teori
expected utility menjadi lebih baik oleh Ramsey (1931). Dengan dipublikasikannya buku ini, aplikasi

2
Penggunaan konsep subgame perfection ini, secara jelas terlihat ada kaitannya dengan teori rational expectation
dari Robert Lucas.
game theory dalam ilmu ekonomi terutama menjadi lebih luas penggunaannya. Berikut adalah beberapa
tambahan konsep dan idea yang dihasilkan dalam periode ini terhadap game theory yang diantaranya
memang berhubungan secara tidak langsung dengan buku dari Von Neumann dan Morgenstern.

Cooperative Games: Sebuah game disebut cooperatives bila threats, komitmen, perjanjian, dan
promises adalah sepenuhnya binding dan bisa dipaksakan untuk setiap player. Konsep ini dikemukakan
oleh Harsanyi (1966) yang berpendapat bahwa dalam cooperative games, penekanannya adalah pada
kelompok bersama: dalam bentuk kerjasama apa, bagaimana pembagian payoff yang tersedia; bukan
dimulai dengan penekanan strategi individu seperti dalam non-cooperative games. Sebelumnya
cooperative games dianggap sebagai special case dari non-cooperative games karena bisa saja negosiasi
dan prosedur pemaksaan dibangun secara eksplisit dan memasukkannya dalam bentuk game yang non-
copperative. Solution Concepts: Adalah fungsi yang mengaitkan satu set dari outcomes dengan game.
Biasanya sebuah outcome dapat diidentifikasikan dengan profil dari payoffs bagi para player. Solution
concepts bukanlah prediksi untuk hasil gameapa yang terjadi namun lebih merupakan indikator seperti
halnya indikator dalam ilmu ekonomi. Selanjutnya konsep ini mengarah pada beberapa ide tentang
Stable Set, Domination, the Core and Imputations yang sayangnya tidak dapat diterangkan secara detail
dalam kesempatan penulisan makalah ini karena keterbatasan bahan bacaan dan knowledge penulis.

Transferable Utility: Pada periode ke-2 ini lahir pula konsep tentang utility atau payoff yang dapat
ditransferkan antar player dalam sebuah game terutama cooperative games. Belakangan, pada periode
berikutnya, konsep ini akan berkembang lebih lanjut menjadi non-transferable utility yang banyak
dibahas dan dianalisa dalam banyak karya makalah Aumann dan Schelling. Single Play: Von Neumann
dan Morgenstern menekankan bahwa analisis mereka dapat disebut sebagai one-shot games, games
yang dimainkan hanya sekali, dimana setelahnya para player akan tidak melakukan interaksi lagi. Ketika
hal ini tidak terjadi, player harus melihat situasi secara keseluruhan-termasuk didalamnya interaksi yang
diharapkan dari player yang sama pada masa yang akan datang.

Expected Utility: Ketika random strategi digunakan dalam strategic game, maka payoff harus digantikan
dengan expected payoff. Karena game hanya dimainkan sekali saja karenanya sangat tidak
memungkinkan untuk cara menghitung expected payoff. Dengan konsep probability yang melibatkan
random strategi karenanya Von Neumann dan Morgenstern menjustifikasi penggunaan ekspektasi
utility.
Berbeda dengan sumbangan konsep dan ide terhadap game theory pada periode awal, aplikasi game
theory dalam berbagai aspek mulai terasa pada periode ke dua ini. Bidang ekonomi dan politik
merupakan dua aspek yang analisa pembahasannya banyak menggunakan pendekatan game theory.
Suatu masalah dan issue ekonomi dapat diambil sebagai topik, selanjutnya adalah tahap formulasi
game, kemudian menemukan solusi game theory, kemudian menterjemahkan arti solusi game theory
menjadi istilah dan bahasa ekonomi. Dalam bidang politik, issue dan masalah voting adalah salah satu
aplikasi game theory yang sangat luas. Dalam bukunya ini, Von Neumann dan Mogenstern juga banyak
membahas masalah ekonomi khususnya sistem persaingan pasar seperti monopoli, monopsoni dan
oligopoli dan menyelesaikannya dengan pendekatan game theory.

Periode III Konsep Game Theory (1950-1970)

Periode tahun 50-an merupakan jangka waktu yang sangat berarti bagi pengembangan disiplin game
theory. John Nash meletakkan dasar yang kuat untuk teori umum non-cooperative dan teori cooperative
bargaining pada periode ini. Nash (1951) menelurkan suatu konsep pure dan mixed game strategy
profile dimana tiap player akan berusaha memaksimumkan payoff-nya given bahwa player lain
menggunakan strategynya dengan tujuan yang sama. Dalam ilmu ekonomi konsep Keseimbangan Nash
ini menjadi satu konsep penyelesaian masalah yang paling sering digunakan, masalah masalah seperti
persaingan oligopoli, kasus market entry dan exit, penentuan tingkat keseimbangan, penentuan lokasi,
mekanisme pelelangan, asuransi, masalah principle-agent, penyediaan barang dan jasa publik. Dalam
bidang ilmu politik, kasus-kasus seperti pengambilan suara (voting), kontrol senjata juga telah menjadi
aspek yang solusinya didekati dengan metode Nash Equilibrium.

Milnor dan Shapley (1957) dan Luce and Raiffa (1957) memperkenalkan konsep stochatic dan dynamic
games. Dimana mereka mengembangkan gameyang dimainkan dalam beberapa tahapan dalam struktur
waktu yang stationer, dengan atau tanpa informasi yang lengkap. Stochastic game mengarahkan bahwa
satu titik fisik dimana tindakan sekarang akan mempengaruhi peluang di masa yang akan datang. Dalam
kasus strictly competitive game, dengan payoff yang diskontokan pada tingkat yang tetap, Shaple (1953
menunjukkan bahwa stochastic game adalah determined; dan optimal strategy yang dihasilkan adalah
stasioner, dengan kata lain dipengaruhi oleh game yang berjalan (bukan pada data historis). Kemudian
muncul pula teori repeated games, sebuah model gamedengan dasar sisi informasi psikologi dari
hubungan yang sedang berjalan. Fenomena seperti cooperation, altruism, trust, punishment dan
revenge dapat diprediksikan oleh teori ini.Dengan kata lain fenonena bersifat informasi subyektif karena
issue-nya dalah informasi tentang perilaku para players. Dari teori repeated games ini muncul pula hasil
dasar dari berjalannya repeated games, yaitu Folk Theorem yang menyatakan bahwa outcome yang
merupakan keseimbangan dalam satu set repeated games akan menyinggung langsung rasional
outcome dari individu yang feasible dan sangat kuat dalam one shot game. Karenanya Folk Theorem
menitikberatkan pada hubungan yang erat antara repeated games dan cooperative games. Pengulangan
adalah suatu mekanisme yang bersifat pemaksaan; agreement akan bersifat memaksa lewat peranan
punishing terhadap player yang menyimpang dalam tahap gameselanjutnya.

Berikutnya adalah sumbangan yang sangat berarti sekali dalam disiplin game theory, yaitu Prisoner’s
Dilemma, dimana dinyatakan bahwa bila individu bertindak dengan dasar hanya kepentingannya sendiri,
hasil yang diperoleh adalah hasil yang buruk bagi semua pihak dalam struktur game. Player yang gagal
untuk bekerjasama untuk manfaat mutual dengan player lain tidak selalu berarti bodoh atau irasional,
pada prakteknya mereka bisa saja bertindak rasional secara sempurna. Hasil dari bentuk game yang
bersifat prisoner’s dilemma memang hanya terjadi dalam one-shot game, karena experiment yang
dilakukan oleh beberapa ahli seperti Axelrod (1984) menunjukkan bahwa dalam keadaan yang bersifat
repeated games, outcome yang diperoleh mengarah pada cooperative strategy yang menghasilkan
outcome yang merupakan preference bagi setiap player, dan jelas-jelas merupakan titik keseimbangan
Nash.

Untuk issue tentang cooperatives, Nash (1950) juga telah menyumbangkan satu konsep tentang
pentingnya bargaining problem. Bila dua player melakukan suatu bargaining, mereka mungkin akan
mencapai satu keputusan dimana payoff profile yang mereka dapatkan adalah terbaik bagi mereka; bila
mereka gagal dan tidak tercapai hasil bargaining, mereka tidak akan mendapat apa-apa. Payoff profile
yang diharapkan tentunya diharapkan untuk bersifat simetris dan efisien. Harsanyi pada tahun 1956 lalu
meneruskan konsep bargaining ini dalam kerangka disiplin ilmu ekonomi. Yang menarik dari konsep ini
adalah bahwa hasil yang diharapkan sangat sensitif pada player yang bersifat rist averter. Para risk taker
dan risk neutral yang melakukan bargaining akan mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan risk
averter. Keinginan untuk mengambil resiko mengarah pada keuntungan yang lebih baik, walaupun pada
akhirnya resiko itu sendiri sebenarnya tidak diambil sama sekali. Sebagai ilustrasi adalah bila dua orang
dihadapkan pada keputusan untuk membagi sejumlah uang Rp. 6 juta terserah mereka. Bila keduanya
tidak mencapai suatu agreement mereka tentunya tidak akan mendapatkan apa-apa. Namun bila
melihat fungsi utility masing misalnya player 1 u 1 = ($x) = x dan player 2 u 2 = ($x) = x1/2 dimana player 1
adalah risk neutral dan player 2 risk aversion. Bila game dijalankan dan mereka harus mencapai satu
agreement, maka outcome yang diperoleh dan bersifat keseimbangan Nash adalah uang dibagi menjadi
Rp 4 jt untuk player 1 dan Rp. 2 jt untuk player 2, tentunya untuk keuntungan player yang risk neutral.
Intuisi yang dapat diambil adalah bahwa individu yang menghindari resiko (risk averse person) tidak
dapat melakukan bargaining yang baik; mereka akan memiliki willingness to pay yang lebih kecil untuk
menghindari resiko dari player lain yang berhasil membentuk opini mereka tentang beratnya
menghadapi resiko.

Sumbangan berikutnya yang sangat berarti pada game theory adalah the Value yang dikemukakan oleh
Shapley (1952) dimana suatu outcome yang dihasilkan dari sebuah game yang memungkinkan adanya
koalisi antar player, merupakan suatu outcome arbitrase dan kompromistis, given adanya suatu
kekuatan dari player. Dalam ilustrasi ekonomi, dimisalkan adanya dua perusahaan yang menghasilkan
barang untuk satu pembeli (monopsony). Dengan alasan berlakunya transferable utility maka outcome
yang mungkin diperoleh adalah (2,1,1) dimana masing-masing perusahaan memproduksi 1 pada
pembeli, sehingga pemebeli memperoleh 2 sebagai outcome akhir. Namun tanpa adanya transferable
utility (Non-Transferable Utility) outcome yang paling ekstrem dan unik, kemungkinannya adalah (1,0,0)
yang secara ekonomi berarti berkompetisi secara penuh dan jelas menguntungkan pembeli. Namun
perusahaan sadar mereka memiliki kekuatan pasar, dimana bila mereka tidak berproduksi sama sekali,
pembeli akan mengalami kerugian. Bila secara legal maupun illegal dimungkinkan adanya kolusi, maka
dua perusahaan akan berupaya mengambil keuntungan dengan melakukan bargaining dengan pembeli
dimana kemungkinan yang bisa terjadi adalah (1/2, ¼, ¼) namun karena kolusi dapat mengakibatkan
suatu insentif untuk berbuat curang, maka hasil akhir yang diperoleh bisa saja adalah (2/3, 1/6, 1/6)
yaitu hasil antara solusi cartel dan solusi persaingan sempurna. Kartel dimungkinkan, tapi tidak pasti
karena tidak stabil keberadaannya.

Axiomatics adalah sumbangan berikut yang berarti sekali dalam menjelaskan bagaimana dalam suatu
konteks sosial, walaupun secara relatif terdapat beberapa kondisi beralasan yang dapat memuaskan
semua pihak, namun pada akhirnya outcome yang dihasilkan sebuah gameadalah kontradiktif, dengan
kata lain tidak terdapat konsep akhir yang memuaskan semua pihak. Sebagai contoh adalah Arrow’s
Impossibility Theorem untuk fungsi kesejahteraan sosial via pengambilan keputusan berdasarkan voting
yang pastinya akrab ditelinga para ekonomi yang mempunyai keahlian di bidang keuangan publik.
Arrows’ Impossibility theorem menyatakan bahwa takkan ada suatu hasil keputusan politik antar dua
pengambil keputusan (terutama di bidang pemerintahan legislatif) untuk kepentingan kesejahteraan
sosial berdasarkan voting yang mengutamakan pendekatan median voter. Hal ini diakibatkan karena
voter tidak memiliki single peak preference, dengan kata lain memiliki multi peak preference yang
bersifat tidak efisien dan mungkin mengarah pada situasi non transitivity. Secara singkat dapat
diterangkan bahwa aksioma dari game theory dihasilkan dari kenyataan bahwa konsep solusi yang
sempurna adalah satu tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh player dalam sebuah game. Ada sesuatu
yang salah dan mengimplisitkan bahwa beberapa solusi terbaik yang berbeda dapat dikategorikan
sebagai hasil yang dipilih oleh semua pihak yang mungkin satu sama lain menginginkannya, namun disisi
lain merupakan hal yang ingin dihindari karena adanya interest pribadi dan golongan.

Periode tahun 60-an adalah dekade pengembangan game theory dengan incomplete information.
Karenanya dengan melihat pelanggaran asumsi sistem pasar persaingan sempurna dimana pada
kenyataannya sistem dalam suatu pasar tidaklah selalu terdapat free flow of information 3,
perkembangan game theory sebagai satu alat analisa yang dapat diaplikasikan dalam hal-hal realita.
Harsanyi (1967) membangun satu sumbangan teori untuk sebuah games tanpa adanya informasi yang
lengkap (dikenal juga dengan istilah differential game, assymetric game atau I-Game). Upaya beliau
didasari pada pernyataan Luce dan Raiffa (1957) yang menyatakan:

“Each player ...... is fully aware of the rules of the game and the utility functions for each players .... this
is a serious idealization which only rarely is met in actual conditions (hal. 49)”

Postulasi dari Harsanyi menyebutkan bahwa setiap player mungkin merupakan satu dari beberapa
types, dimana setiap type akan menentukan sendiri, baik fungsi utility-nya sendiri dan juga kemungkinan
distribusi personalnya pada type player yang lain. Setiap player akan hanya tahu type-nya sendiri. Hal ini
memungkinkan player untuk menghitung apa yang dia pikir tentang type dari player yang lain—
demikian juga tingkat utility type player lainnya. Labih lanjut distribusi personel seorang player
memungkinkan player tersebut untuk mengukur apa yang dia pikir type player lain berpikir tentang
type-nya sendiri, dan tentunya berapa tingkat utility-nya juga. Rasionalitas ini akan terus berlanjut
secara tak terhingga dan seterusnya akan menghasilkan outcome dari game tersebut.

Pendapat Luce dan Raiffa sebelumnya mengabaikan satu hal yang juga sangat penting yaitu asumsi
adanya common knowledge dalam sebuah games. Setiap pemain dalam sebuah game harus sadar
bahwa player lainpun sadar tentang player lainnya. Singkatnya kesadaran terhadap deskripsi sebuah
gameoleh semua player harus menjadi bagian dalam deskripsi itu sendiri. D.K. Lewis (1969)

3
Dalam textbook-textbook ilmu ekonomi modern, bahasan information economics telah menjadi suatu chapter
yang wajib dipelajari. Dengan bantuan pendekatan game theory dan teori probabilitas terhadap utility dari Von
Neumann dan Morgenstern, maka praktek-praktek ekonomi seperti bisnis asuransi, negosiasi pasar dan pelelangan
barang menjadi lebih mudah untuk dipelajari dan dianalisa mekanismenya.
mendefinisikan suatu event sebagai common knowledge diantara satu player dengan lainnya bila semua
player tahu hal tersebut.

Sumbangan yang dapat dilihat dalam periode ke III ini adalah the Equivalence Principle. Fenomena yang
sangat menakjubkan dalam teori ilmu ekonomi dan game theory adalah hubungan antara keseimbangan
harga dalam pasar persaingan sempurna dengan hampir seluruh konsep solusi utama untuk game yang
berhubungan dengan keseimbangan harga pasar tersebut. 4 Secara singkat equivalence principle
menyatakan bahwa kelembagaan dari harga pasar timbul secara alami dari kekuatan dasar yang bekerja
dalam mekanisme pasar, tidak perduli apa yang diasumsikan tentang cara bagaimana kekuatan itu
berkerja. Ilustrasinya dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam sebuah pasar persaingan sempurna,
pelaku pasar sangatlah banyak hingga setiap individu pelaku tidak memiliki pengaruh signifikan dalam
menentukan harga keseimbangan. Dalam game theory, analisa terbentuknya harga keseimbangan pasar
persaingan sempurna dimulai dengan pendekatan assymptotic, bila jumlah pelaku pasar mendekati tak
terhingga, hal ini langsung menunjukkan bahwa secara logis konsep solusi: core, value, bargaining set
atau strategi keseimbangan cenderung mengarah kepada satu set alokasi yang juga kompetitif. Demkian
pula halnya dengan pendekatan continuum, para pelaku pasar akan menyatakan diri mereka continuum
dan akhirnya dapat membuktikan bahwa konsep solusi sebenarnya sama dengan satu set alokasi yang
juga kompetitif. Hingga pada akhirnya alokasi yang kompetitif ini menyebabkan setiap individu pelaku
pasar lagi-lagi secara endownment-nya tidak memiliki kekuatan signifikan dalam mempengaruhi harga
keseimbangan. Sumbangan konsep game theory yang juga dikembangkan dalam periode ke III ini
tentunya adalah game dengan banyak player (large games atau many players games). Konsep ini
didasarkan pada konsep equivalence principle dalam berbagai bidang penting seperti penentuan tingkat
keseimbangan dalam ilmu ekonomi dan penentuan kebijakan keuangan publik melalui mekanisme
voting dalam ilmu politik. Beberapa studi seperti Aumann and Shapley (1974), Artstein (1972), dan
Milnor and Shapley (1978) mempelajari game theory dengan pendekatan mixed and large games
strategy.

Dalam dekade tahun 1970-an pulalah game theory sebagai sebuah disiplin mulai diakui eksistensinya
secara mendunia. Lokakarya ke-4 tentang game theory di Cornell University, USA pada tahun 1978
menghadirkan hampir 100 peserta dari seantero dunia, dibandingkan pertemuan pertama di Jerusalem
tahun 1965 yang hanya dihadiri oleh kurang lebih 17 orang saja. The International Journal of Game

4
Stable set adalah konsep solusi dalam game theory yang sama sekali tidak dapat digunakan dalam menganalisa
hubungan antara keseimbangan harga dalam pasar persaingan sempurna, karena tidak akan tercapai satu tingkat
keseimbangan dimana stable set solution concept akan memiliki lebih dari satu keseimbangan.
Theory diterbitkan pada tahun 1972 dan hingga sekarang menjadi acuan bagi studi teoritis maupun
empiris praktis tentang game theory. Buku-buku textbook ternama tentang ilmu ekonomi mikro dan
manajerial khususnya pada dekade ini mulai mencantumkan salah satu bab-nya dengan bahasan game
theory yang secara explisit dituliskan dalam judul bab 5. Pendekatan alokasi biaya dalam literatur
akuntansi mulai menggunakan pendekatan game theory (e.g. Roth and Verecchia, 1979).

Periode ke IV Konsep Game Theory (1980- 1990an)

Pada dekade tahun 1980-an, penerapan game theory yang tadinya hanya dilakukan pada ilmu-ilmu
sosial didobrak oleh satu fenomena penting dengan adanya aplikasi game theory terutama konsep
strategic equilibirium dalam bidang ilmu eksakta yaitu biologi. John Maynard Smith (1982)
menggunakan konsep evolutionary stable set dalam masalah biologi, yang kemudian diteruskan oleh
Axelrod (1984) yang menerangkan bagaimana suatu hewan secara akurat dijelaskan perilakunya dalam
melindungi anak-anaknya atau bahkan dirinya sendiri dari serangan para hewan predator melalui tit for
tat game.6

Pada periode ini pula konsep-konsep baru seperti bounded rationality dikembangkan. Hal ini diakibatkan
fakta bahwa game theory terutama aplikasinya dalam bidang ilmu ekonomi terlalu banyak
mengasumsikan rationality dari players. Sebagai contoh bila kita ingin melihat bagaimana kasus
prisoner’s dilemma dianalisa dengan menggunakan pola repeated games sebanyak 100 kali. Karenanya
kita akan memiliki sekitar 4100 buah strategi (atau sekitar 1,607 60 buah).7 Tidak akan cukup waktu dan
tenaga yang dibutuhkan untuk memperoleh outcome akhir dari game tersebut karena rationality dari
player akan terus diasumsikan keberadaannya. Disadari bahwa dibutuhkan satu batasan strategi yang
dapat memperoleh outcome yang menjamin Nash ekuilibriumnya, karena bila tidak dibatasi, maka hasil
dari berbagai tingkat outcome ekulibriumnya akan secara drastis berubah. Robert Aumann sendiri
tercatat pernah menulis satu makalah pada tahun 1997 tentang Rationality and Bounded Rationality.
Neyman (1998) kemudian memperlihatkan bahwa bila repeated games diaplikasikan pada kasus
prisoner’s dilemma, maka hasil outcome yang diperoleh sangat mirip dengan konsep Folk Theorem,
tentunya bila ukuran rationality dari player dibatasi keberadaannya.

Aplikasi Ekonomi Dari Teori Permainan:


5
Contohnya adalah textbook Economics karya Paul A, Samuelson dan William Nordhauss.
6
Strategi yang menyatakan bahwa strategi optimal bagi seorang player adalah melakukan tindakan apa yang
dilakukan player lawan.
7
Scientific Calculator saya sendiri bahkan tidak mampu memperlihatkan angka sesungguhnya karena jumlah
display digit yang terbatas!!!
1. Belajar dari oligopoly (yang hanya mengandung beberapa perusahaan).

2. Belajar dari kartel.

3. bealajar eksternalitas menggunakan sumber daya umum seperti perikanan.

4. belajar dari strategi militer.

5. belajar dari negosiasi internasional.

6. tawar menawar.

Point-Point Penting dalam Game Theory

Harus disadari bahwa game theory tidak memiliki kandungan moral sama sekali dengan kata lain secara
etika dikatakan value netral. Dalam kasus game dengan 2 orang player misalnya, kita tidak dapat
mengklasifikasikan kedua player tersebut dalam dua kategori: misalnya Good Guys and Bad Guys, jagoan
dan penjahat, setan dan malaikat dan sebagainya. Dengan atmosfir berpikir dibanyak negara
berkembang terutama yang mengusung nilai-nilai lokal secara tidak proporsional dan sangat alergi
dengan apa yang dinamakan konsep bebas nilai, memang konsep game theory tidak akan terlalu banyak
diminati dan dipelajari secara mendalam.
Terdapat dua hal yang membuat game theory begitu sulit untuk dipelajari. Hal pertama adalah metode
matematika yang sangat kuat. Dasar matematika yang lemah terutama pada individu-individu yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan membuat aplikasi dan implementasi game theory dalam
bidang manajerial misalnya menjadi sangat sulit. Hal kedua adalah bahwa tidak dibutuhkan terlalu
banyak pengetahuan tentang hafalan atau langkah-langkah standar dalam memecahkan masalah game
theory, karena yang sangat dibutuhkan adalah berpikir strategis.

Daftar Pustaka
1. http://repository.upi.edu/366/6/S_FPMIPA_0700085_CHAPTER%203.pdf

2. file:///C:/Users/user/Downloads/Teori%20Game.pdf

3. https://www.academia.edu/9683093/Teori_Permainan_dan_Aplikasi_mikro

4.
https://www.academia.edu/17796713/GAME_THEORY_SEBUAH_RINGKASAN_LEWAT_TINJAUAN_KRON
OLOGIS

Anda mungkin juga menyukai