SOAL:
2. Salah satu hal yang menentukan penemuan hukum adalah pilihan akan teori
hukum. Jelaskan maksud hal tersebut. Lalu Anda sendiri mazhab pemikiran
hukumnya adalah yang mana? Mengapa Anda memilih itu? (Bobot 50 Poin)
JAWABAN:
1
Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 4, Diskursus Pembatalan Putusan MK no 137/ PUU-XII/2015,
Desember 2018, hlm. 36
2. Penemuan Hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat
penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa
hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil
keputusan. Van Apeldorn menyatakan, seorang hakim dalam tugasnya melakukan
pembentukan hukum harus memperhatikan dan teguh-teguh mendasari pada
asas :2
Akan tetapi para ahli hukum mengetahui bahwa Undang-undang tidak akan
pernah lengkap. Disitulah letak peran Hakim untuk menyesuaikan peraturan
Undang-undang dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat agar dapat
mengambil keputusan hukum yang sungguh-sungguh adil sesuai tujuan hukum.
Namun demikian tidak semua ahli hukum sependapat dengan hal tersebut di atas
dan sebagai reaksinya lahirlah aliran yang yang menolak dan menerima penemuan
hukum oleh hakim:3
Sebagai reaksi aliran ini lahir pula penentangnya yang berpandangan lebih
modern yaitu Aliran Progresif yang di pelopori oleh Van Eikema Hommes teori
dan pendapatnya disebut materi Yuridis, yang di Jerman dipertahankan oleh
Oscar Bullow, Eugen Ehrlich, dan di Perancis oleh Francois Geny serta di Amerika
oleh Oliver Wendel Holmes dan Jerome Frank. Geny menentang penyalahgunaan
cara berfikir yang abstrak logistis dalam pelaksanaan hukum dan fiksi bahwa
2
Ahmad Rifai. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. (Jakarta: Sinar Grafika.
2010) hlm. 78
3
Ibid., hlm 101
Undang-undang berisikan hukum yang berlaku. Oliver Wendel Holmes & J. Frank
menentang pendapat yang mengatakan bahwa hukum yang ada itu lengkap yang
dapat menjadi sumber bagi Hakim dalam memutuskan peristiwa konkrit.
Penemuan hukum lebih menggunakan pandangan Mazhab historis yang
dipelopori oleh Carl Von Sevigny yaitu Hakim perlu juga memperhatikan
kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, karena setiap bangsa itu
memiliki jiwa bangsanya masing-masing (Volkgeist) yang berbeda untuk setiap
tempat. Hukum precedent dinegara-negara Anglo Saxon adalah hasil penemuan
hukum yang otonom sepanjang pembentukan peraturan & penerapan peraturan
dilakukan oleh hakim berdasarkan hati nuraninya tetapi juga sekaligus bersifat
heteronom karena Hakim terikat kepada keputusan-keputusan terdahulu
(faktor-faktor diluar diri hakim).
Saya sendiri memilih aliran kedua, yaitu progresif, karena hal ini lebih sesuai
dengan kondisi negara Indonesia yang majemuk dengan berbagai suku bangsa,
sehingga setiap daerah mempunyai kebiasaan hukum yang berbeda. Menurut saya, dalam
melaksanakan tugasnya dalam melakukan penemuan hukum, hakim harus
mempertimbangkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang tumbuh di masyarakat ini, agar
tercipta asas kemanfaatan serta keadilan hukum. Dalam konteks ini, perdebatan memang
sangat mungkin terjadi terkait kepastian hukum, namun menurut saya masalah ini bisa
teratasi dengan memasukkan unsur interpretasi hakim dalam regulasi kita, seperti
dimasukkannya unsur living law dalam RKUHP saat ini. Selain itu para hakim juga harus
dilatih untuk menggunakan metode penemuan hukum dalam memecahkan kasus. Menurut
saya, metode ini lebih pas dengan Indonesia, karena tanpa adanya living law yang
dimasukkan ke dalam undang-undang pun, Indonesia sudah sejak lama menggunakan
sistem hukum Hibrida akibat warisan kolonialisme, yaitu sistem hukum yang bercampur
antara Hukum Adat, Hukum Nasional, dan Hukum Islam.