Anda di halaman 1dari 172

BUKU AJAR

BUDAYA
ORGANISASI
BUKU AJAR

BUDAYA
ORGANISASI

Oleh:
A.A Ngurah Gede Sadiartha

Denpasar
2015
Buku Ajar
Budaya Organisasi

Oleh: A.A Ngurah Gede Sadiartha

Editor: I Gusti Agung Paramita

Tata Letak: I Komang Sudiana

ISBN:
x + 162 halaman; 14 x 21 cm

Penerbit: PT. Percetakan Bali


Cetakan I: Desember 2015
Pengantar Penulis

Penulis menghaturkan puji syukur kehadapan Ida


Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Pengasih,
Sang Hyang Aji Saraswati, karena atas asung kertha
waranugraha-Nya, penulis dapat menyusun dan
menerbitkan buku ajar berjudul “Budaya Organisasi”.
Buku ini sengaja disusun dan diterbitkan untuk
dijadikan referensi dan bahan bacaan para peserta
didik atau mahasiswa, sehingga mereka mengetahui
lebih jauh tentang apa itu Budaya Organisasi. Atas
dasar itu, buku ini dibuat lebih sistematis dan
didasarkan pada capaian kompetensi yang sudah
dirancang sebelumnya.
Adapun beberapa topik yang dibahas dalam buku
ajar ini yakni pengertian tentang Budaya Organisasi,
proses pembentukan Budaya Organisasi, karakteristik
Budaya Organisasi, sampai pada fungsi Budaya
Organisasi, dan strategi implementasi Budaya
Organisasi. Dalam buku ini, penulis mencoba
memberikan pemahanan secara umum dan khusus

v
tentang praktik Budaya Organisasi di lapangan.
Materi ini penting dipahami oleh mahasiswa sebelum
mereka terjun langsung dalam praktik-praktik
Budaya Organisasi.
Selain itu, penulis juga memberi refleksi tentang
bagaimana membangun Budaya Organisasi pada
dunia usaha. Dalam buku ini, penulis berupaya
menyajikan dua contoh budaya unggul yang
diterapkan dalam dunia usaha khususnya perbankan.
Penulis juga berupaya menelaah Budaya Organisasi
berbasis kearifan lokal yang diterapkan di Lembaga
Perkreditan Desa, juga nilai-nilai Budaya Organisasi
dalam organisasi tradisional Bali. Upaya memberikan
contoh konkret tersebut sangat penting untuk
mengimbangi antara materi yang bersifat teoretik dan
praktis dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula format
dan isi buku ini yang belum sepenuhnya sempurna.
Untuk itu, bilamana ada saran, kritik dan masukan
dari pembaca untuk penyempurnaan buku ini lebih
lanjut penulis akan terima dengan senang hati dan
lapang dada. Akhirnya, penulis berharap semoga
buku ini ada manfaatnya baik secara teoretis maupun
praktis untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mahasiswa tentang Budaya Organisasi.

Denpasar, 1 November 2015

Penulis
Dr. Anak Agung Ngurah Gede Sadiartha, SE, MM

vi
Daftar Isi

Pengantar Penulis........................................................... v
Daftar Isi......................................................................... vii

BAB I
Budaya Organisasi.................................................1
1.1 Pengertian Budaya Organisasi.............................1
1.2 Proses Pembentukan Budaya Organisasi.........10
1.3 Proses Mempertahankan Budaya Organisasi..15
1.4 Karakteristik Budaya Organisasi ......................17
1.5 Fungsi Budaya Organisasi.................................19
1.6 Soal Latihan...........................................................20

BAB II
STRATEGI IMPLEMENTASI Budaya
Organisasi.................................................................21
2.1 Proses Sosialisasi Budaya Organisasi.................21
2.2 Peran Kepemimpinan dalam Sosialisasi............26
2.3 Pendelegasian Tugas dan Tangung Jawab Ke-
pada Bawahan.......................................................32
2.4 Komunikasi Internal dan Eksternal ..................37
2.5 Pemberdayaan Karyawan....................................40
2.6 Latihan soal/kasus...............................................48

BAB III
Budaya Organisasi, KREATIVITAS DAN
INOVASI.........................................................................49

vii
3.1 Membangun Jalinan Antar Departemen...........49
3.2 Membentuk Focus Group Discussion ..............53
3.4 Memberi Pelayanan Prima Bagi Kepentingan
Masyarakat............................................................71
3.5 Latihan soal/kasus...............................................77

BAB IV
Budaya Organisasi DAN EFEKTIVITAS
KERJA..............................................................................79
4.1 Implikasi Budaya Organisasi pada Tantangan
Global.....................................................................79
a. Pemenguatkan Budaya Organisasi/Perusa-
haan.................................................................. 82
b. Peningkatan Daya Saing
Produk Indonesia........................................... 86
4.2 Implikasi Budaya Organisasi pada Manajemen
Perubahan .............................................................90
4.3 Implikasi Budaya Organisasi pada Efektivitas
Kerja .......................................................................92
4.4 Latihan soal/kasus...............................................97

BAB V
IMPLIKASI Budaya Organisasi PADA
PRODUKTIVITAS.........................................................99
5.1 Pengertian Produktifitas .....................................99
5.2 Sumber Produktivitas Kerja..............................103
5.3 Prinsip-Prinsip Produktivitas Kerja.................104
5.4 Faktor Penentu Produktivitas...........................105
a. Pelatihan......................................................... 105
b. Mental dan kemampuan fisik karyawan... 106
c. Hubungan antara atasan dan bawahan...... 106
5.5 Indikator Produktifitas......................................107
a. Kemampuan................................................... 107

viii
b. Meningkatkan hasil yang dicapai............... 107
c. Semangat kerja............................................... 108
d. Pengembangan diri....................................... 108
e. Mutu ............................................................... 108
f. Efisiensi............................................................ 108
5.6 Latihan soal/kasus.............................................109

BAB VI
MEMBANGUN BUDAYA UNGGUL......................111
PADA DUNIA USAHA..............................................111
6.1 Karateristik Budaya Unggul.............................111
6.2 Budaya Unggul pada Perbankkan...................117
6.3 Budaya Unggul Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) ...................................................................123
6.4 Budaya Unggul Usaha Mikro Kecil dan Menen-
gah (UMKM).......................................................130
6.5 Latihan soal/kasus.............................................135

BAB VII
AGAMA HINDU DAN Budaya Organisasi..137
7.1 Nilai Dasar Budaya Organisasi Menurut Agama
Hindu ..................................................................137
7.2 Nilai-Nilai Budaya Organisasi dalam Organ-
isasi Tradisional di Bali .....................................140
a. Tat Twam Asi................................................. 141
b. Tri Kaya Parisudha......................................... 141
c. Catur Asrama................................................. 143
d. Catur Purusa Artha....................................... 146
7.3. Nilai Budaya Organisasi Hindu dalam Dinami-
ka Perusahaan.....................................................148
7.4 Latihan soal/kasus..............................................153
Daftar Pustaka..............................................................155
Profil Penulis.................................................................159

ix
BAB I

Budaya Organisasi

Pada bab ini secara menyeluruh diharapkan mahasiswa/


mahasiswi mampu memahami hal-hal sebagai berikut:
• Mengetahui konsep/pengertian Budaya Organisasi
• Mengetahui proses pembentukan Budaya Organisasi
• Mengetahui karakteristik Budaya Organisasi
• Mengetahui fungsi Budaya Organisasi

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


pengetahuan Budaya Organisasi.

TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasi konsep dasar/


pengertian Budaya Organisasi, proses pembentukan
Budaya Organisasi, karakteristik Budaya Organisasi, dan
fungsi Budaya Organisasi

1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Kata budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa


Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan

1
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan


akal manusia. Dalam Bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata latin colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan, bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
dalam bahasa Inggris diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai “kultur”.
Menurut Koentjaraningrat (1998:5), budaya adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia. Budaya atau kebudayaan seperti sebuah
piramida berlapis tiga. Lapisan di atas adalah hal-hal
yang dapat dilihat kasat mata seperti bentuk
bangunan, pakaian, tarian, musik, teknologi, dan
barang-barang lain. Lapisan tengah adalah perilaku,
gerak-gerik dan adat istiadat yang sering kali dapat
juga dilihat. Lapisan bawah adalah kepercayaan-
kepercayaan, asumsi, dan nilai-nilai yang mendasari
lapisan di atasnya.
Sedangkan menurut Edward Burnett Tylor (dalam
Koentjaraningrat, 2005), “Culture or civilization, take in
its wide technografhic sense, is that complex whole which
includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and
any other capabilities and habits acquired by men as a
member of society” (budaya atau peradaban mempunyai
pengertian teknografis yang luas, adalah merupakan
suatu keseluruhan yang kompleks mencakup
pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan
yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat).

2
Budaya Organisasi

Edgar H. Schein (1992:16) dalam karyanya


Organizational Culture and Leadership yang banyak
menjadi referensi penulisan mengenai Budaya
Organisasi, mendefinisikan dengan lebih luas bahwa
budaya adalah: “A pattern of share basic assumption that
the group learner as it solved its problems of external
adaptation and internal integration, that has worked
well enough to be considered valid and therefore, to be
taught to new members as the correct way to perceive, think
and feel in relation to these problems”. Pendapat tersebut
diartikan bahwa kebudayaan adalah suatu pola
asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai
pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang resmi dan
terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan
kepada anngota-anggota baru sebagai cara yang tepat
untuk memahami, memikirkan dan merasakan terkait
dengan masalah-masalah tersebut”.
Menurut Edgar H. Schein (1992), Budaya Organisasi
mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggotanya untuk membedakan
organisasi itu terhadap organisasi lain. Schein
menjelaskan unsur-unsur budaya, yaitu: ilmu
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-
istiadat, perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat,
asumsi dasar, sistem nilai, pembelajaran/pewarisan,
dan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Selanjutnya Schein membagi budaya menjadi tiga
lapisan atau tingkatan, yaitu:

3
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

a) Artefacts, tingkat pertama/atas dimana kegiatan


atau bentuk organisasi terlihat seperti struktur
organisasi maupun proses, lingkungan fisik
organisasi dan produk- produk yang dihasilkan.
b) Espoused Values, tingkat kedua adalah nilai-
nilai yang didukung, terdiri dari strategi,
tujuan, dan filosofi organisasi. Tingkat ini
mempunyai arti penting dalam kepemimpinan,
nilai-nilai ini harus ditanamkan pada tiap-tiap
anggota organisasi.
c) Underlying Assumption, asumsi yang mendasari,
yaitu suatu keyakinan yang dianggap sudah
harus ada dalam diri tiap-tiap anggota mengenai
organisasi yang meliputi aspek keyakinan,
pemikiran dan keterikatan perasaan terhadap
organisasi.
Schein juga membagi Budaya Organisasi menjadi
tiga dimensi, yaitu dimensi adaptasi eksternal (external
adaptation tasks), dimensi integrasi internal (internal
intergration tasks) dan dimensi asumsi-asumsi dasar
(basic underlying assumtions). Pertama, dimensi
adaptasi eksternal mencakup indikator-indikator
meliputi: misi, tujuan, sarana dasar, pengukuran
keberhasilan dan strategi cadangan. Pada organisasi
bussines (private) yang berorientasi pada profit, misi
merupakan upaya adaptasi terhadap kepentingan-
kepentingan investor dan stakeholder, penyedia
barang-barang yang dibutuhkan untuk produksinya,
manager, karyawan, masyarakat, pemerintah dan
konsumen.

4
Budaya Organisasi

Kedua, dimensi integrasi internal mencakup


indikator-indikator, yaitu: bahasa yang sama, batasan
dalam kelompok, penempatan status/kekuasaan,
hubungan dalam kelompok, penghargaan dan
bagaimana mengatur yang sulit diatur. Ketiga,
dimensi asumsi-asumsi dasar (basic underlying
assumtions) mencakup indikator-indikator, yaitu:
hubungan dengan lingkungan, hakekat kegiatan
manusia, hakekat kenyataan dan kebenaran, hakekat
waktu, hakekat kebenaran manusia, hakekat
hubungan antar manusia, homogenitas versus
heterogenitas.

- Pengertian Organisasi
Sementara itu, organisasi didefinisikan sebagai
suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu
(orang), yang saling berinteraksi menurut suatu pola
yang terstruktur dengan cara tertentu, sehingga setiap
anggota organisasi mempunyai tugas dan fungsinya
masing-masing, dan sebagai suatu kesatuan
mempunyai tujuan tertentu, dan juga mempunyai
batas-batas yang jelas, sehingga organisasi dapat
dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Davis,
Raphl, 1951).
Pengertian organisasi menurut berbagai ahli dari
hasil penelitian yang telah dilakukan, antara lain oleh
J.R.Schermerhorn: Organization is a collection of people
working together in a division of labor to achieve a common
purpose (organisasi adalah kumpulan orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama).

5
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Sedangkan menurut Philiph Selznick organisasi


adalah pengaturan personil guna memudahkan
pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan
melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab. Unsur-
unsur organisasi, yaitu kumpulan orang, kerjasama,
tujuan bersama, sistem koordinasi, pembagian tugas
dan tanggung jawab, sumber daya organisasi.
Menurut Gibson (1989:23) dalam Dewi (2006:12)
organisasi merupakan kesatuan yang memungkinkan
orang untuk bekerja sama mencapai tujuan.
Sedangkan Robbins (1994:5) menyatakan organisasi
merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan
secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif terus
menerus berpartisipasi secara teratur untuk mencapai
suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Sondang P. Siagian, mendefinisikan organisasi
ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang
atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal
terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang
telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat
seseorang/beberapa orang yang disebut atasan
dan seorang/ sekelompok orang yang disebut
dengan bawahan.
Malayu S.P Hasibuan mengatakan organisasi ialah
suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan
terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama
dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya
merupakan alat dan wadah saja. Sementara ahli lain,
Pradjudi Armosudiro mengatakan organisasi adalah
struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan

6
Budaya Organisasi

kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang


bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama.

- Pengertian Budaya Organisasi


Budaya Organisasi ialah common understanding
(kebersamaan pengertian) para anggotanya untuk
berperilaku sama, baik di luar maupun di dalam
organisasinya. Sebagai bahan perbandingan, berikut
dikutip beberapa definisi para pakar awal-awal
dekade 1990-an. Menurut Ouchi (1981) Budaya
Organisasi adalah “a set of symbols, ceremoniies, and
myths that communicate the underlying values and beliefs
of that organization to its employees” (seperangkat nilai-
nilai, dan mitos yang mengkomunikasikan landasan
nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan kepada para
karyawannya).
Miller (1984) mendefinisikan Budaya Organisasi
adalah “a set of primary values systems consisting of eight
principles, namely of purpose, of consesnsus, of exellence, of
performance, of empirism, of unity, of intimacy, and of
integrity, as norms or giudance for the corpotate members
in their behavior and solve corporate problems”
(seperangkat sistem nilai-nilai primer yang terdiri
atas delapan asas, yaitu asas tujuan, konsensus,
keunggulan, prestasi, empirisme, kesatuan,
keakraban, dan integritas, sebagai norma atau
pedoman bagi para anggota korporat dalam perilaku
mereka dan memecahkan masalah-masaalah
korporat)”. Semua korporat tentu meggunakan nilai-
nilai ini, tetapi belum tentu menyadari dan

7
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

mengunakannya sebagai Budaya Organisasi untuk


mencapai tujuan korporat. Korporat-korporat di
Amerika yang secara sadar membudayakan sekurang-
kurangnya delapan nilai-nilai primer ini, menurut
Miller dan teman-temannya adalah korporat-korporat
yang inovatif, produktif, dan efektif.
Charles Hampden Turner (1994) mendefinisikan
Budaya Organisasi sebagai perilaku yang tepat,
ikatan-ikatan dan motivasi individu, dan menegaskan
solusi bila ada kemenduaan. Ini menentukan cara
dari organisasi memproses informasi, hubungan
internal, dan nilai-nilai yang ada. Budaya Organisasi
harus difungsikan pada setiap tingkat organisasi dari
keadaan yang samar-samar menjadi suatu yang
nampak. Kendali dan pemahaman Budaya Organisasi
merupakan tanggung jawab pimpinan dan alat utama
pimpinan (manager) mendorong kinerja yang tinggi
dan memelihara nilai-nilai kebersamaan.
Miller (1984) mengatakan bahwa masa mendatang
ditandai oleh kompetisi global dan perusahaan yang
sukses ialah yang mampu mengelola budaya baru
dengan nilai-nilai yang mengembangkan perilaku ke
arah keberhasilan yang komperatif. Observasi yang
dilakukan oleh Miller selama 14 tahun pada berbagai
perusahaan di Amerika disimpulkan setidak-tidaknya
ada 8 nilai primer yang menjadi seni budaya
perusahaan yang sukses yaitu:
1) Asas tujuan: Perusahaan yang paling berhasil
ialah yang menetapkan tujuannya untuk
menghasilkan produk dan jasa yang bermanfaat

8
Budaya Organisasi

bagi pelanggannya.
2) Asas konsensus: Suatu perusahaan yang sukses
di masa mendatang ialah yang pemimpinnya
berhasil membuat kearifan kolektif dalam
membuat keputusan.
3) Asas keunggulan: Keunggulan merupakan
semangat yang menguasai kehidupan dan jiwa
seseorang atau perusahaan.
4) Asas kesatuan: Kita semua adalah perkerja,
tetapi juga manajer.
5) Asas prestasi: Hukum utama bagi perilaku
manusia adalah bahwa perilaku merupakan
fungsi dari konsekuensi-konsekuensi dan
perilaku yang dihargai dan meningkatkan
prestasi.
6) Asas empiris: Keberhasilan perusahaan di masa
mendatang sangat tergantung pada kemampuan
untuk berfikir realistik.
7) Asas kekerabatan: Kekerabatan adalah
kemampuan berbagi rasa dengan cara yang
utuh dan penuh percaya yang pada gilirannya
akan memberikan penghargaan yang tulus dan
penuh perhatian mengenai kepentingan-
kepentingan pribadi yang bersangkutan.
8) Asas integrasi: Kepemimpinan itu membutuhkan
pengikut. Pengikut mengikuti pemimpinnya.
Karena yakin bahwa langkah-langkah yang
diambil oleh pemimpinnya itu adalah benar.

9
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

1.2 Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Menurut proses pembentukan Budaya Organisasi


tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri
organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikut:
1) Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa
serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, perspektif,
artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya
kepada para karyawan.
2) Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi
satu sama lain untuk memecahkan masalah-
masalah pokok organisasi yakni masalah
integrasi internal dan adaptasi eksternal.
3) Secara perorangan, masing-masing anggota
organisasi boleh menjadi seorang pencipta
budaya baru (culture creator) dengan
mengembangkan berbagai cara untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan individual
seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan
pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar
bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang
diajarkan kepada generasi penerus.
Budaya Organisasi terbentuk melalui beberapa
proses. Berikut ini adalah proses pembentukan
Budaya Organisasi menurut para ahli:

1. Robbins
Robbins menyatakan bahwa proses penciptaan
Budaya Organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama,
para pendiri hanya mempekerjakan dan

10
Budaya Organisasi

mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir


sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka
tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan
mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara
berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi
berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai
penentu utama keberhasilan. Pada titik ini,
keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam
ke dalam Budaya Organisasi.
Robbins membedakan budaya yang kuat dan
budaya yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai
dampak yang lebih besar pada perilaku karyawan
dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-
over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti
organisasi dipegang secara mendalam dan dianut
bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang
menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen
mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat
budaya tersebut. Budaya yang kuat juga
memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan
anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh
organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya
membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen
organisasi.

2. Brown
Brown menyatakan bahwa para pemimpin
menyampaikan budaya melalui apa yang mereka
katakan dan apa yang mereka lakukan. Schein
mengemukakan peranan pemimpin dalam Budaya

11
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Organisasi, dimana para pemimpin mempunyai


potensi yang paling besar dalam menanamkan
budaya dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan
mekanisme sebagai berikut :

a. Perhatian (attention)
Pemimpin di dalam menjalankan kepemimpinannya
akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-
nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan,
memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan
kritik.
Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald
dikenal kebersihannya karena secara berulang-ulang
pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia
mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para
pelanggan yang sedang menikmati hidangannya
tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini
diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan
sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada
pelanggannya.

b. Reaksi Terhadap Krisis


Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis,
merupakan potensi bagi para pegawai untuk
mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan
keuangan cukup serius tetapi menghindari
pemberhentian pegawai (PHK) dan membuat
kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja
dengan waktu lebih pendek dan dengan demikian

12
Budaya Organisasi

menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut


mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia
mempertahankan pekerjaan para pegawai, dan
berdasarkan perilakunya tersebut para pegawai
meyakini bahwa pemimpinnya menjunjung tinggi
nilai kebersamaan.

c. Pemodelan Peran
Pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan
harapan-harapan mereka melalui tindakan mereka
sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan
yang memperlihatkan kesetiaan istimewa,
pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa
yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat
sebuah kebijakan atau prosedur tetapi tidak
memberikan perhatian yang besar terhadap hal
tersebut maka dalam hal ini pemimpin
mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah
penting atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin
yang bekerja keras dan selalu tepat waktu, misalnya,
akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan
tepat waktu merupakan hal yang penting dan dihargai
dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu
meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia
sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia
menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan
menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang
penting dalam organisasi.

13
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

d. Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar
untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti
peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan
apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi
tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara
seremonial dan pujian yang tidak formal
mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang
pemimpin. Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi
dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal
tersebut bukan merupakan hal yang penting.
Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-
orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa
yang penting dalam perusahaan. Pembedaan status
yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan bahwa
organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika
Serikat relatif menggunakan simbol-simbol perbedaan
status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan
Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa
ruang makan dan tempat parkir khusus.

e. Kriteria Menyeleksi dan Memberhentikan


Karyawan
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya
dengan merekrut orang yang memiliki nilai-nilai,
keterampilan-keterampilan, atau ciri-ciri tertentu dan
mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan.
Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining
dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan

14
Budaya Organisasi

ada juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan


seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada pelamar
informasi yang realistis tentang kriteria dan
persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi.
Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan
untuk mengeluarkan atau memberhentikan para
anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan
juga nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.

1.3 Proses Mempertahankan Budaya Organisasi

Mempertahankan Budaya Organisasi merupakan


suatu perilaku yang mudah. Sekali suatu budaya
terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi
bertindak mempertahankan budaya dengan
memberikan kepada para karyawan seperangkat
pengalaman yang serupa. Robbins menyatakan
bahwa terdapat tiga kekuatan yang merupakan
bagian yang sangat penting dalam mempertahankan
Budaya Organisasi, yaitu:

a. Praktik Seleksi       
Tujuan utama dari proses seleksi adalah
mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-
individu yang mempunyai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan
pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi.
Proses seleksi memberikan informasi kepada para
pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar
mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika

15
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka


dengan nilai organisasi, maka mereka dapat
menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh
karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan
memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk
memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya
terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses seleksi
mendukung suatu Budaya Organisasi dengan
menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin
menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.

b. Manajemen Puncak       
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai
dampak besar pada Budaya Organisasi. Lewat apa
yang mereka katakan dan bagaimana mereka
berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-
norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi,
misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan,
berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh
para manajer kepada bawahan mereka, pakaian
apakah yang pantas dan tindakan apakah akan
dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran
lain.

c. Sosialisasi       
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan
suatu organisasi dalam perekrutan dan seleksi,
karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi
dalam Budaya Organisasi itu. Yang paling penting,
karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal

16
Budaya Organisasi

baik Budaya Organisasi yang ada. Oleh karena itu,


organisasi tampaknya akan berpotensi membantu
karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya.
Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi yang
meliputi tiga tahap yaitu:
a) Tahap pra-kedatangan, yaitu periode
pembelajaran di mana proses sosialisasi yang
dilakukan sebelum karyawan baru bergabung
dalam organisasi. 
b) Tahap perjumpaan, yaitu tahap dalam proses
sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa
yang sesungguhnya organisasi itu dan
persimpangan yang mungkin dan kenyataan
yang ada. 
c) Tahap metamorfosis, yaitu tahap dalam proses
sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan
menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan
organisasi.

1.4 Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya Organisasi memiliki karakteristik


tersendiri. Karakterisik Budaya Organisasi adalah
terdapat pada inisiatif individu, toleransi, mempunyai
arah, terintegrasi, dukungan dari manajemen dan
lain-lain.
Robbins (2007), menyatakan untuk menilai kualitas
Budaya Organisasi suatu organisasi dapat dilihat dari
sepuluh faktor utama, yaitu sebagai berikut:
1) Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung

17
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

jawab, kebebasan dan independensi yang


dipunyai individu.
2) Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu
sejauhmana para pegawai dianjurkan untuk
bertindak agresif, inovatif, dan berani
mengambil resiko.
3) Arah, yaitu sejauhmana organisasi tersebut
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan
mengenai prestasi.
4) Integrasi, yaitu tingkat sejauhmana unit-unit
dalam organisasi didorong untuk bekerja
dengan cara yang terkoordinasi.
5) Dukungan manajemen, yaitu tingkat
sejauhmana para manajer memberi komunikasi
yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap
bawahan mereka.
6) Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan
pengawasan langsung yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku
pegawai.
7) Identitas, yaitu tingkat sejauhmana para
anggota mengidentifikasi dirinya secara
keseluruhan dengan organisasinya daripada
dengan kelompok kerja tertentu atau dengan
bidang keahlian profesional.
8) Sistem imbalan, yaitu tingkat sejauhmana
alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi)
didasarkan atas kriteria prestasi pegawai
sebagai kebalikan dari senioritas, pilih kasih,
dan sebagainya.

18
Budaya Organisasi

9) Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat


sejauhmana para pegawai didorong untuk
mengemukakan konflik kritik secara terbuka.
10) Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauhmana
komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki
kewenangan yang formal.
Apabila 10 faktor utama di atas terintegrasi dalam
kerja-kerja organisasi maka tidak bisa dipungkiri
organisasi tersebut memiliki kualitas budaya yang
cukup handal dan kemungkinan saja bisa menaikkan
pamor organisasi itu sendiri.

1.5 Fungsi Budaya Organisasi.

Budaya Organisasi mempunyai beberapa fungsi.


1) Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal
itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan
pembedaan yang jelas antara satu organisasi
dengan yang lain.
2) Budaya Organisasi membawa suatu rasa
indentitas bagi anggota–anggota organisasi.
3) Budaya Organisasi mempermudah timbul
pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang
lebih luas dari pada kepentingan dari invidual.
4) Budaya Organisasi itu meningkatkan
kemantapan sistem sosial (Robbins, 2001)

Menurut Gordon (1991: 11), dalam hubungannya


dengan segi sosial, budaya berfungsi sebagai perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu

19
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

dengan memberikan standar-standar yang tepat


untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh
para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai
mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku para
karyawan.
Budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-
kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan
sesuatu, tanpa perlu dipertanyakan lagi. Karena
berakar dalam tradisi, budaya mencerminkan apa
yang dilakukan, dan bukan apa yang akan berlaku
(Pastin, 1986). Dengan demikian, fungsi Budaya
Organisasi adalah sebagai perekat sosial dalam
mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai
tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau
nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh
para karyawan. Hal ini dapat berfungsi pula sebagai
kontrol atas perilaku para karyawan.

1.6 Soal Latihan

1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan Budaya


Organisasi
2) Jelaskan pula pengertian dari nilai budaya dan
berikan contohnya.
3) Jelaskan tiga jenjang budaya menurut Schein.
4) Menurut Robbins (2007) terdapat sepuluh faktor
utama yang menentukan kualitas Budaya
Organisasi? Jelaskan.
5) Menurut anda apa fungsi Budaya Organisasi?

20
BAB II

STRATEGI IMPLEMENTASI
Budaya Organisasi

Pada bab ini secara menyeluruh diharapkan mahasiswa/


mahasiswi mampu memahami strategi implementasi Budaya
Organisasi yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
• Sosialisasi Budaya Organisasi
• Peranan pemimpin dalam sosialisasi Budaya Organisasi
• Pendelegasian tugas kepada bawahan
• Komunikasi internal dan eksternal organisasi
• Pemberdayaan karyawan

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


kemampuan untuk memahami strategi implementasi
Budaya Organisasi.

TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasikan strategi


implementasi Budaya Organisasi yang meliputi: sosialisasi
Budaya Organisasi, peranan pemimpin dalam sosialisasi
Budaya Organisasi, pendelegasian tugas kepada bawahan,
komunikasi internal dan eksternal organisasi, dan
pemberdayaan karyawan.

2.1 Proses Sosialisasi Budaya Organisasi

Menurut Greenberg (1995) sosialisasi dapat


diartikan sebagai proses dimana individu

21
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi


sebagai anggota organisasi yang efektif. Sedangkan
Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu
aktivitas yang dilakukan organisasi untuk
mengintegrasikan tujuan organisasional maupun
individual. Proses sosialisasi juga dapat diartikan
sebagai proses onboarding (carpenter, bauer, dan
erdogan 1969). Onboarding adalah proses ketika
karyawan baru mempelajari sikap, pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk
berfungsi secara efektif dalam sebuah organisasi.
Sosialisasi mencakup kegiatan dimana anggota
mempelajari seluk beluk organisasi serta bagaimana
mereka harus berinteraksi berkomunikasi antara
anggota organisasi untuk menjalankan seluruh
aktivitas organisasi. Umumnya, sosialisasi
menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan
masalah mikro. Masalah makro berkaitan dengan
pekerjaan yang dihadapi karyawan, sedangkan
masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan,
struktur dan Budaya Organisasi.
Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung
pada dua hal utama (Susanto, 1997), yaitu : Derajat
keberhasilan mencapai kesesuaian nilai–nilai yang
dimiliki karyawan baru dengan organisasi, dan
metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak
dalam mengimplementasikan budayanya.
Di samping itu, organisasi yang dibantu oleh
manajemen puncak juga harus mampu melaksanakan
kegiatan sosialisasi budaya pada sumber daya

22
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

manusianya, agar hasil proses sosialisasi memberi


dampak positif pada produktivitas, komitmen serta
turnover sumber daya manusia tersebut. Pada
akhirnya, implementasi sosial Budaya Organisasi
akan mendukung dan mendorong sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Tujuan dan manfaat sosialisasi Budaya Organisasi
adalah :
1) Membentuk sikap dasar, kebiasaan dan nilai–
nilai yang dapat memupuk kerja sama, integritas,
dan komunikasi dalam organisasi
2) Memperkenalkan Budaya Organisasi pada
anggota
3) Meningkatkan komitmen dan daya inovasi
anggota
Bagi anggota, sosialisasi budaya memberikan
gambaran yang jelas mengenai organisasi yang
dimasukinya, sehingga anggota baru terbantu dalam
membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan situasi
yang dihadapinya. Selain itu, sosialisasi budaya juga
memudahkan anggota dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain
intraorganisasi.
Bagi organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat
sebagai alat komunikasi untuk semua hal yang
berhubungan dengan aktivitas dan Budaya Organisasi
sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan anggota untuk
memahami segala sesuatu mengenai organisasi.
Upaya sosialisasi budaya khususnya ditujukan bagi
calon karyawan baru yang akan bergabung dengan

23
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

perusahaan atau anggota yang baru saja diterima


menjadi anggota, karena mereka belum mengenal
Budaya Organisasi secara komprehensif.
Menurut Robbing (1994), proses sosialisasi Budaya
Organisasi dilakukan melalui tahap prearrival,
encounter, dan metamorphosis, yakni productivity,
commitment, dan turnover. Tahap prearrival
(kedatangan) merupakan tahap sebelum karyawan
bergabung dengan organisasi. Mereka datang dengan
serangkaian nilai–nilai, sikap dan tuntutan yang
sudah ada. Tahap encounter (perjumpaan) terjadi
ketika individu menghadapi persimpangan yang
mungkin terjadi antara harapan/bayangan mengenai
pekerjaan, rekan kerja, atasan dan organisasi itu
secara umum. Terakhir, tahap metamorfosis, yakni
tahap ketika anggota baru harus menyesuaikan diri
selama masa perkenalan dengan sesamanya. Ini
berarti dapat disebut melewati perubahan–perubahan
yang disebut metamorfosis.
Menurut Luthans (1998) proses sosialisasi Budaya
Organisasi dapat dilakukan melalui tahap–tahap
berikut ini:
1) Seleksi calon karyawan. Sejak awal pemilihan
calon karyawan, organisasi dapat
mempertimbangkan berbagai kemungkinan
apakah calon karyawan tertentu akan dapat
menerima kultur yang ada atau justru akan
merusak kultur yang telah terbangun.
2) Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan
tertentu, dengan tujuan menciptakan kohesivitas

24
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

diantara karyawan.
3) Pendalaman bidang pekerjaan. Ini dimaksudkan
agar seseorang anggota semakin mengenal
dengan baik dan menyatu dengan bidang
tugasnya serta memahami apa yang menjadi
tugas dan tanggung jawab masing–masing.
4) Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan.
Ini dimaksudkan agar karyawan dapat
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
ketentuan organisasi sebagai salah satu norma
budaya serta dapat lebih intensif menerapkannya
di masa datang.
5) Menanamkan kesetiaan pada nilai–nilai luhur
yang dimiliki organisasi
6) Memperluas cerita dan berita tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan Budaya Organisasi.
Misalnya cerita tentang pemutusan hubungan
kerja kepada seseorang karyawan karena
menyalahgunakan kekuasaan/wewenang
untuk kepentingan pribadi meskipun karyawan
tersebut sangat potensial. Hal tersebut
menekankan betapa pentingnya moral bagi
setiap karyawan dan nilai moral ini tidak dapat
ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki.
7) Pengakuan atas kinerja dan promosi. Poin ini
diberikan kepada karyawan yang mampu
melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung
jawabnya dengan baik serta dapat menajdi
teladan karyawan lain, khususnya karyawan
yang baru bergabung.

25
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Untuk dapat memberikan pengakuan, organisasi


harus memiliki kriteria/ukuran baku yang dapat
diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti
dengan transparan oleh karyawan lain. Beberapa hal
yang dapat dijadikan tolak ukur, misalnya :
a) Kemampuan teknik
b) Human relation skill/team work
c) Kepribadian
d) Potentiality
e) Managerial skill (bagi manajer / supervisor)

2.2 Peran Kepemimpinan dalam Sosialisasi

Crosby (1996) menekankan perlunya seorang


pemimpin untuk memiliki agenda yang jelas yang
menyangkut diri dan organisasi sehingga ia tahu
kemana arah yang dituju. Agenda tersebut seyogyanya
menyangkut tujuan jangka panjang dan strategi
jangka pendek yang hendak dicapai dengan
mengantisipasi kemungkinan–kemungkinan yang
terjadi jika situasi menjadi rancu dan ambigu.
Pendapat di atas sesuai dengan Steere, Jr. (dalam
Hesselbein, Goldsmith, Beckhard, 1996). Ia
mengatakan bahwa bagian terpenting dari tugas
seorang pemimpin adalah bertanggung jawab dalam
pembentukan dan pengembangan budaya
perusahaan, yang dilakukan dengan jalan:
a) Mengidentifikasi dan mengkomunikasikan
nilai–nilai dan prinsip dasar yang memandu
jalannya perusahaan dan pembentukan

26
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

keputusan organisasi
b) Menetapkan perilaku yang menjadi contoh dari
nilai–nilai dan prinsip organisasi dengan
memberi teladan
c) Serta menguasai budaya perusahaan secara
keseluruhan
d) Mengenal dengan baik segi positif dan
negatifnya, dan
e) Memperkuat nilai–nilai pada hal–hal yang
diharapkan oleh organisasi
Oleh karena itu seorang pemimpin hendaknya
memiliki visi yang jelas, wawasan yang luas,
pandangan yang jernih terhadap situasi yang
dihadapi, dengan demikian ia dapat membuat sutu
keputusan yang didasari oleh keinginan untuk
mencapai kesejahteraan bersama. Dengan visi yang
jelas, ia dapat mempengaruhi orang lain agar dapat
memaksimalkan pengembangan pribadi dan
organisasi. Semua ini tidak terlepas dari personal
mastering yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang
akan tercantum dengan jelas dalam agenda
pribadinya.
Kualitas seorang pemimpin akan sangat
menentukan mudah tidaknya dia menjalankan
perannya sebagai sosialisator dan pemelihara Budaya
Organisasi. Syarat agar Budaya Organisasi dapat
dipelihara dengan baik menurut Susanto (1997) :
1) Pemimpin harus selalu memberikan dorongan
kepada para manajer dan karyawan untuk
mengimplementasikan budaya perusahaannya

27
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

dalam setiap kegiatan penting, terutama yang


berupa ritual/kebiasaan.
2) Pemimpin harus dapat memberikan keteladanan,
terutama dalam lingkungan yang bersifat
paternalistik yang menempatkan seorang
pemimpin sebagai fitur sentral. Begitu juga
dengan para manajer sebagai pemimpin suatu
unit kerja yang dipimpinnya.
3) Perusahaan atau organisasi harus mampu
beradaptasi dengan subkultur yang ada (yang
tidak bertentangan dengan budaya perusahaan)
dan ikut memperkaya main culture atau dominant
culture diperusahaan tersebut.
4) Pemimpin dan para manajer memberikan
bimbingan agar kelompok yang memiliki
subkultur tertentu dapat memahami dan
menoleransi kelompok lain dengan subkultur
yang berbeda, bahkan berusaha untuk
membantunya dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
5) Pemimpin dan para manajer senantiasa
memberikan, menjelaskan dan menekankan
bahwa perusahaan akan semakin kaya dan kuat,
karena dibangun dengan beberapa subkultur
yang ada di perusahaan

Contoh sosialisasi pendirian LPD


Secara umum, best practice sosialisasi para
pemimpin masyarakat Bali ditunjukkan dalam proses
pendirian lembaga perkreditan desa (LPD). Sebagai

28
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

lembaga keuangan milik desa adat, pendirian LPD


tidak lepas dari peran Gubernur Ida Bagus Mantra
(alm). Pendirian LPD didasari oleh rasa kegundahan
beliau pada dekade 1980-an saat melihat rakyat Bali
di pedesaan yang kesulitan keuangan akibat dililit
utang para rentenir. Kondisi itu menggerakkan beliau
untuk mendirikan “sebuah lembaga milik desa adat”
yang memberdayakan masyarakat desa adat itu
sendiri. Untuk itu, beliau beserta sejumlah staf
Pemerintah Provinsi Bali melakukan studi banding
untuk melihat keberadaan lembaga simpan pinjam,
yaitu Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Padang,
Sumatra Barat. Pada Februari 1984 dilaksanakan
Seminar tentang Lembaga Keuangan Desa (LKD) di
Semarang. Hasilnya adalah rekomendasi
pembentukan lembaga perkreditan di pedesaan yang
mampu membantu pengusaha kecil yang saat itu
belum tersentuh oleh lembaga keuangan seperti bank.
Hasil kunjungan ke Padang, Sumtara Barat dan
rekomendasi seminar Semarang (1984) dijadikan
dasar untuk membentuk lembaga perkreditan (LPD)
di Bali. Proses pendirian LPD ditunjukkan pada Tabel
2.1.

29
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Tabel 2.1
Proses Sosialisasi Pendirian LPD di Bali
Periode
Kegiatan Out put
(tahun)

1984 Studi banding ke Padang, Keberadaan Lumbung


Sumatra Barat untuk me- Pitih Nagari (LPN) akan
lihat lembaga perkredi- diadopsi dan didirikan
tan rakyat setempat: ke- di Bali.
beradaan Lumbung Pitih
Nagari (LPN)

Februari Seminar tentang Lemba- Rekomendasi pemben-


1984 ga Keuangan Desa (LKD) tukan lembaga perkredi-
di Semarang tan di pedesaan yang
mampu membantu raky-
at Bali di pedesaan yang
saat itu belum tersentuh
oleh lembaga keuangan
seperti bank.

1985 Pilot project pembentu- Di tiap kabupaten/kota


kan 9 LPD berdasarkan terbentuk 1 LPD
Surat Keputusan (SK)
Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Bali tertanggal
1 November 1984 No.972

1990- Sosialisasi pendirian LPD Desa adat mulai mener-


2000 di semua desa adat di Bali ima LPD, karena LPD
(oleh tim provinsi dan memberikan keuntun-
Kab/kota setempat) gan langsung kepada
krama desa adat setem-
pat

2009 LPD telah berkembang di Sebanyak 1.379 unit LPD


sebagian besar desa adat telah didirikan (PT Bank
di Bali Pembangunan Daerah
Bali, 2010).

30
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

2015 LPD kian berkembang Sebanyak 1.433 unit LPD


dan diterima oleh ma- telah didirikan di selu-
syarakat Bali ruh wilayah Bali dengan
aset sekitar 14 triliun
(LPLPD Provinsi Bali,
2016).

Pada tahap awal, masyarakat Bali tidak serta merta


menerima ide pembentukan LPD. Tim provinsi Bali
dan Kabupaten/Kota terus melakukan sosialisasi
agar setiap desa adat mau mendirikan LPD. Pada
tahun 1985 dilakukan pilot project pembentukan 9 LPD
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali tertanggal 1 November 1984
No.972. Hasilnya adalah di tiap kabupaten/kota telah
terbentuk 1 LPD.
Pada kurun waktu 1990-2000, upaya sosilisasi
pendirian LPD di semua desa adat di Bali (oleh tim
provinsi dan Kab/kota setempat) terus digencarkan.
Desa adat mulai menerima LPD, karena LPD
memberikan keuntungan langsung kepada krama
desa adat setempat.
Sampai tahun 2009, LPD telah berkembang di
sebagian besar desa adat di Bali, sebanyak 1.379 unit
LPD telah didirikan (PT Bank Pembangunan Daerah
Bali, 2010). Selanjutnya pada tahun 2015 LPD kian
berkembang dan diterima oleh masyarakat Bali.
Sebanyak 1.433 unit LPD telah didirikan di seluruh
wilayah Bali dengan aset sekitar 14 triliun (LPLPD
Provinsi Bali, 2016).

31
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

2.3
Pendelegasian Tugas dan Tangung Jawab
Kepada Bawahan

Untuk mencapai tujuan organisasi, seorang


manajer tidak dapat bekerja sendiri. Ia membutuhkan
kerjasama bawahan. Salah satu bentuk dari kerjasama
itu adalah pedelegasian tugas. Pendelegasian
diartikan sebagai pengalihan sebagian wewenang
formal manajer kepada bawahannya. Delegasi
biasanya dibagi dalam beberapa aspek, yaitu:
pengalokasian tugas, pelimpahan wewenang dan
pemberian tanggung jawab kepada bawahan dan
menerima pertanggungjawaban.
Seorang manajer tidak mungkin mengerjakan
seluruh tugas yang diberikan kepadanya sekaligus.
Ada beberapa tugas yang mungkin bisa diberikan
kepada bawahan untuk dikerjakan. Ada beberapa
alasan mengapa pendelegasian penting dilakukan
untuk memberdayakan karyawan. Pertama,
pendelegasian membantu mengembangkan bawahan.
Pendelegasian merupakan alat yang tepat untuk
mendorong bawahan meningkatkan kapabilitas kerja
dan pengetahuan.
Selain itu pendelegasian juga membantu bawahan
untuk mengembangkan keterampilan dalam
mengambil keputusan dan mempersiapkan mereka
untuk jenjang karir di masa akan datang. Kedua,
pendelegasian meningkatkan komitmen bawahan
untuk bekerja. Dengan memberikan wewenang
kepada bawahan diharapkan ia akan lebih antusias

32
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

dalam bekerja. Ketiga, pendelegasian meningkatkan


hubungan manajer-bawahan. Delegasi
memperlihatkan keyakinan dan kepercayaan manajer
atas kemampuan bawahannya. Hal ini dapat
mengarahkan hubungan kerja menjadi lebih baik.
Keempat, pendelegasian membantu manajer untuk
bekerja lebih efisien. Dengan memberikan sebagian
tugas dan wewenang kepada bawahan, maka manajer
dapat lebih memfokuskan diri pada pekerjaan yang
lebih penting. Dengan kata lain pendelegasian
membantu manajer untuk melakukan prioritas kerja.
Delegasi dibutuhkan karena manajer tidak selalu
mempunyai pengetahuan mendalam untuk membuat
keputusan. Ada sejumlah hal yang detailnya lebih
dikuasai oleh staf bawahan. Pelaksanaan tugas
tertentu, perlu diberikan kepada tingkatan organisasi
yang lebih rendah di mana terdapat cukup
keterampilan dan informasi di bidangnya sehingga
keputusan yang akan dibuat akan lebih baik.
Tidak semua manajer yang mau mendelegasikan
pekerjaannya kepada bawahan dengan berbagai
alasan. Satu alasan mengapa manajer tidak
mendelegasikan kerja adalah karena ia tidak percaya
kepada kemampuan bawahan dan takut jika pekerjaan
tersebut gagal dikerjakan. Hal itu mengakibatkan ia
cenderung untuk mengerjakan semua pekerjaannya
sendiri.
1) Di bawah ini beberapa hambatan lain dari
seorang manajer pada saat mendelegasikan
tugas:

33
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

2) Manajer merasa lebih dipercaya jika tetap


mengerjakan tugasnya sendiri dan tetap
mempertahankan hak pembuatan keputusan
3) Manajer merasa takut dianggap malas bekerja
oleh atasannya
4) Manajer takut dengan adanya pedelegasian
maka posisinya akan terancam
5) Pendelegasian diberikan kepada orang yang
kurang tepat
Hambatan proses pendelegasian tidak terjadi dari
sisi manajer saja. Bawahan mungkin juga dapat
menjadi sumber hambatan. Ada bawahan yang
menolak pendelegasian karena ia enggan untuk
mendapatkan tambahan pekerjaan. Alasan lainnya
adalah karena tidak mau mendapatkan konsekuensi
jika tugas yang dilimpahkan kepada mereka kurang
berhasil. Ketiga, banyak bawahan yang kurang
mempunyai kepercayaan diri dan merasa tertekan
bila dilimpahi wewenang pembuatan keputusan yang
lebih besar cakupannya.

Pendelegasian yang efektif


Agar proses pendelegasian berjalan dengan efektif
dan hambatan-hambatan di atas dapat diatasi
diperlukan beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
Secara garis besar ada dua persyaratan utama dalam
melakukan pendelegasian.
Pertama adalah komitmen manajemen untuk
memberikan ‘kebebasan’ kepada bawahan dalam
melaksanakan tugas yang sudah didelegasikan

34
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

kepadanya. Kedua adalah pengembangan komunikasi


antar pribadi manajer dan bawahannya, untuk
meningkatkan saling pengertian dan membuat
delegasi lebih efektif. Faktor-faktor lain yang juga
mendukung pendelegasian efektif:
a) Kejelasan tugas yang akan didelegasikan berikut
tujuan pendelegasian. Manajer harus mengerti
dan mengetahui tugas apa saja yang bisa
didelegasikan. Di pihak lain bawahan harus
diberitahukan dengan jelas apa dan mengapa
tugas tersebut didelegasikan kepadanya.
Kejelasan tugas mencakup akan persamaan
akan bentuk tugas yang didelegasikan, kejelasan
sasaran atau tujuan dari tugas tersebut.
b) Manajer mengetahui kemampuan dan kesiapan
bawahan. Dengan mengetahui kemampuan
bawahan, maka manajer dapat lebih mudah
mendelegasikan suatu tugas kepada orang yang
tepat. Hal itu dapat dilakukan dengan
membandingkan karakteristik tugas yang akan
didelegasikan dengan kapabilitas atau
kemampuan bawahan. Selain itu delegasi dapat
diberikan kepada bawahan yang punya antusias
untuk berkembang yang membutuhkan
tantangan dalam pekerjaannya. Perlu diingat
bahwa tidak selalu pendelegasian itu diberikan
kepada orang yang paling berpengalaman atau
paling ahli dalam pekerjaan tersebut.
c) Menegaskan batasan tanggung jawab dan
wewenang yang didelegasikan. Bawahan diberi

35
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

informasi tentang apa yang menjadi tanggung


jawabnya dan sumberdaya organisasi apa yang
menjadi wewenangnya. Kejelasan batasan
wewenang perlu diberikan sehingga pada saat
pelaksanaannya tidak terjadi konflik
kepentingan dan pelaksanaan tugas antar
penerima delegasi tahu bahkan dengan
manajernya.
d) Jika perlu, sebelum mendapatkan pendelegasian
dilakukan pelatihan terlebih dahulu.
Pendelegasian seharusnya mencakup
kesempatan untuk berlatih bagi para bawahan
untuk membuktikan kemampuan mereka. Agar
hasil pendelegasian lebih baik maka manajer
dapat menyelenggarakan pelatihan-pelatihan
yang terkait dengan tugas tersebut.
e) Memberikan motivasi kepada bawahan. Manajer
dapat memotivasi bawahan melalui perhatian
pada kebutuhan dan tujuan individu bawahan,
agar mereka bekerja dengan baik. Biasanya
tugas akan dijalankan dengan baik jika bawahan
merasa bahwa tugas tersebut dapat memenuhi
kebutuhan dan kepentingannya.
f) Memberitahukan pihak-pihak lain dalam
organisasi mengenai pendelegasian tersebut.
Tidak hanya manajer dan bawahan saja yang
perlu mengetahui proses pendelegasian yang
terjadi, tetapi semua pihak dalam organisasi
yang akan terpengaruh atau terkait dengan
proses tersebut perlu mengetahui. Hal itu akan

36
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

memperlancar kerja dari bawahan yang


mendapat delegasi tersebut.
g) Membuat sistem pengendalian yang baik. Sistem
pengendalian dirancang agar manajer dapat
mengetahui sejauh mana delegasi yang diberikan
berjalan dengan baik. Pengendalian dimulai
sejak delegasi mulai diberikan. Persetujuan
waktu penyelesaian tugas, sistem pelaporan
(progress report), pengawasan berkala dan
memberikan umpan balik segera, merupakan
contoh-contoh dari pengendalian yang dapat
dilakukan manajer.

2.4 Komunikasi Internal dan Eksternal

Dinamika Budaya Organisasi sangat ditentukan


oleh faktor komunikasi yang dikembangkan. Secara
umum terdapat dua proses komunikasi dalam
organisasi, yaitu proses komunikasi internal dan
proses komunikasi eksternal. Pertama, komunikasi
internal adalah pertukaran gagasan di antara para
administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan
dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran
gagasan secara horisontal dan vertikal di dalam
perusahaan, sehingga pekerjaan berjalan (operasi dan
manajemen). Terdapat empat dimensi komunikasi
internal dalam organisasi, meliputi:
a) Downward communication, yaitu komunikasi
yang berlangsung ketika orang-orang yang
berada pada tataran manajemen mengirimkan

37
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

pesan kepada bawahannya. Fungsi arus


komunikasi dari atas ke bawah ini adalah
pemberian instruksi kerja (job instruction), antara
lain berupa:
- Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa
suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job
retionnale)
- Penyampaian informasi mengenai peraturan-
peraturan yang berlaku (procedures and
practices)
- Pemberian motivasi kepada karyawan untuk
bekerja lebih baik.
b) Upward communication, yaitu komunikasi yang
terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim
pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi
dari bawah ke atas ini adalah:
- Penyampaian informasi tentang pekerjaan
ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
- Penyampaian informasi tentang persoalan-
persoalan pekerjaan ataupun tugas yang
tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
- Penyampaian saran-saran perbaikan dari
bawahan
- Penyampaian keluhan dari bawahan tentang
dirinya sendiri maupun pekerjaannya

Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan


menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil
manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara
memperoleh informasi dari bawah. Komunikasi

38
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

dengan staf/karyawan menjadi hal yang penting.


Namun, dalam praktinya bukan hal yang mudah
untuk dilakukan. Dalam kaitan ini, Sharma (1979)
mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke
atas terlihat amat sulit:
- Kecenderungan bagi pegawai untuk
menyembunyikan pikiran mereka
- Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik
kepada masalah yang dialami pegawai
- Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas
yang dilakukan pegawai
- Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan
tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai
c) Horizontal communication, yaitu komunikasi yang
berlangsung di antara para karyawan ataupun
bagian yang memiliki kedudukan yang setara.
Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
- Memperbaiki koordinasi tugas
- Upaya pemecahan masalah
- Saling berbagi informasi
- Upaya pemecahan konflik
- Membina hubungan melalui kegiatan
bersama

d) Interline communication, yaitu tindak komunikasi


untuk berbagi informasi melewati batas-batas
fungsional. Spesialis staf biasanya paling aktif
dalam komunikasi lintas-saluran ini karena
biasanya tanggung jawab mereka berhubungan
dengan jabatan fungsional. Karena terdapat

39
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

banyak komunikasi lintas-saluran yang


dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya
yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai
perintah lain, diperlukan kebijakan organisasi
untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.

e) Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal adalah komunikasi antara
pimpinan organisasi (perusahaan) dengan
berbagai pihak di luar organisasi. Contoh dari
komunikasi eksternal, yaitu :
- Komunikasi dari organisasi kepada khalayak
yang bersifat informatif seperti informasi dan
publikasi organisasi melalui press release/
media release, artikel surat kabar atau
majalah, pidato, brosur, poster, konferensi
pers, dll.
- Komunikasi dari khalayak kepada organisasi.

2.5 Pemberdayaan Karyawan

Ada beberapa definisi pemberdayaan (empowerment)


yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Noe et.al
(1994) pemberdayaan merupakan pemberian
tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerjaan
untuk mengambil keputusan menyangkut semua
pengembangan produk dan pengambilan keputusan.
Sedangkan menurut Khan (1997) pemberdayaan
merupakan hubungan antar personal yang
berkelanjutan untuk membangun kepecayaan antar

40
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

karyawan dan manajemen. Byars dan Rue (1997)


memberi pengertian empowerment merupakan bentuk
desentralisasi yang melibatkan pada bawahan dalam
membuat keputusan.
Berdasarkan definisi pemberdayaan di atas, maka
secara umum dapat disimpulkan bahwa pengertian
pemberdayaan adalah:
- Pertama, pemberian tanggung jawab dan
wewenang kepada karyawan.
- Kedua, menciptakan kondisi saling percaya
antar manajemen dan karyawan.
- Ketiga, adanya employee involvement yaitu
melibatkan karyawan dalam pengambilan
keputusan.
Pemberdayaan SDM diperlukan agar organisasi
mampu berkembang sesuai dengan tuntutan
kemajuan. Oleh karena itu, organisasi harus
mempunyai proses atau model yang jelas dalam
memberdayakan karyawannya. Khan (dalam Priansa,
2011:183) menawarkan sebuah model pemberdayaan
yang dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi
untuk menjamin keberhasilan proses pemberdayaan
dalam organisasi (lihat Gambar 2.1).

Desire Trust Confident

Communication Accountability Credibility

Gambar 2.1: Model Pemberdayaan SDM

41
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1, proses


pemberdayaan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi dilakukan melalui beberapa tahap.
Pertama, adanya pendelegasian wewenang (desire)
dan pekerjaan kepada staf/karyawan dengan cara:
a) pekerja diberi kesempatan untuk
mengidentifikasi permasalahan yang sedang
berkembang.
b) memperkecil directive personality dan
memperluas keterlibatan pekerja.
c) mendorong terciptanya perspektif baru dan
memikirkan strategi kerja
d) menggambarkan keahlian tim dan melatih
karyawan untuk mengawasi pekerjaannya
sendiri (self control).

Kedua, membangun kepercayaan (trust) antara


manajemen dan karyawan. Hal-hal yang termasuk
dalam trust antara lain:
a) memberi kesempatan pada karyawan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan
b) menyediakan waktu dan sumber daya yang
mencukupi bagi karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan
c) menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi
kebutuhan kerja
d) menghargai perbedaan pandangan dan
menghargai kesuksesan yang diraih karyawan
e) menyediakan akses informasi yang cukup

42
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

Ketiga, membangun rasa percaya diri (confident)


karyawan dengan menghargai kemampuan yang
dimiliki oleh karyawan. Hal ini termasuk tindakan
yang dapat menimbulkan confident antara lain:
a) mendelegasikan tugas yang penting kepada
karyawan
b) menggali ide dan saran dari karyawan
c) memperluas tugas dan membangun jaringan
antar departemen
d) menyediakan jadwal job instruction dan
mendorong penyelesaian yang baik

Kempat, menjaga kredibilitas (credibility) dengan


penghargaan dan mengembangkan lingkungan
kerja yang mendorong kompetisi yang sehat
sehingga tercipta organisasi yang memiliki performance
yang tinggi. Hal yang termasuk credibility antara lain:
a) memandang karyawan sebagai partner strategis
b) peningkatan target di semua bagian pekerjaan
c) memperkenalkan inisiatif individu untuk
melakukan perubahan melalui partisipasi
d) membantu menyelesaikan perbedaan-
perbedaan dalam penentuan tujuan dan prioritas

Kelima, adanya pertanggung jawaban


(accountability) karyawan atas wewenang yang
diberikan. Hal yang termasuk dalam accountability
antara lain:
a) menggunakan jalur training dalam mengevaluasi
kinerja karyawan

43
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

b) memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang


jelas
c) melibatkan karyawan dalam penentuan standar
dan ukuran
d) memberikan bantuan kepada karyawan dalam
penyelesaian beban kerja
e) memberikan kesempatan untuk menyampaikan
saran dan umpan balik kepada manajemen

Keenam, adanya komunikasi (communication) yang


terbuka untuk menciptakan saling memahami antara
karyawan dan manajemen. Keterbukaan ini dapat
diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap
hasil dan prestasi yang dilakukan karyawan. Hal
yang termasuk dalam communication antara lain:
a) menetapkan kebijakan open communication
b) menyediakan waktu untuk mendapatkan
informasi dan mendiskusikan permasalahan
secara terbuka
c) menciptakan kesempatan untuk cross training

Menurut Cook dan Macaulay (dalam Suwatno


dkk, 2011), strategi dalam pemberdayaan sumber
daya manusia didasarkan atas delapan buah langkah
menuju keberhasilan, yaitu: pertama, pemberdayaan
(empowerment) dilakukan dengan mengacu pada visi
dan misi organisasi.
Kedua, upaya pemberdayaan sumber daya
manusia perlu dilakukan dengan strategi dan
langkah-langkah yang dapat direalisasikan. Visi dan

44
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

misi organisasi yang telah ditetapkan perlu


diterjemahkan ke dalam strategi dan langkah yang
riil sehingga setiap staf atau karyawan dapat
menjalankannya sesuai dengan peran dan tanggung
jawab mereka di perusahaan.
Ketiga, proses pemberdayaan sumber daya
manusia perlu dilakukan dengan mengembangkan
sistem komunikasi yang dialogis dan efektif. Segenap
unsur di dalam organisasi, termasuk pihak karyawan
selalu dilibatkan secara aktif untuk kemajuan
perusahaan.
Keempat, upaya pemberdayaan yang berhasil
memerlukan perubahan struktur organisasi.
Perubahan struktur organisasi ini dilakuan agar setiap
individu dalam organisasi dapat terlibat dalam
pengambilan keputusan untuk kemajuan perusahaan.
Kelima, pemberdayaan sumber daya manusia
membutuhkan dukungan kerja tim yang solid.
Dengan kerja tim yang kompak, maka pengembangan
organisasi bisa dilakukan lebih dinamis.
Keenam, pemberdayaan dilakukan dengan
mendorong pengembangan pribadi, yakni
memberikan bantuan dan dorongan untuk
membangun rasa percaya diri staf/karyawan. Dengan
rasa percaya diri yang kuat, maka setiap karyawan
akan lebih mandiri dan memiliki keputusan sendiri
demi kemajuan perusahaan.
Ketujuh, memberikan layanan yang terfokus
kepada pelanggan. Hasil akhir empowerment adalah
berupa naiknya tingkat jasa layanan kepada

45
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

pelanggan, sehingga karyawan yang berada di garis


depan dan karyawan yang berhubungan dengan
pelanggan internal harus didorong untuk bertanggung
jawab untuk memuaskan pelanggan mereka.
Kedelapan, mengukur tingkat perkembangan
organisasi. Organisasi perlu menentukan ukuran
keberhasilan dan membantu agar ukuran ini dapat
dipahami oleh setiap orang dengan membuat atau
menentukan cara agar keberhasilan individu dapat
dikenali.
Beberapa teori dan konsep pemberdayaan di atas,
dijadikan acuan dalam perumusan indikator
pemberdayaan sumber daya manusia. Sebagaimana
yang dinyatakan oleh Noe (dalam Rokhman, 2002),
pemberdayaan sumber daya manusia meliputi enam
indikator sebagai berikut.
1) Keterlibatan staf/karyawan, yakni memberi
kesempatan kepada karyawan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.
Keterlibatan karyawan dalam menentukan
standar dan ukuran dalam perusahaan sehingga
diharapkan mereka ikut terlibat dalam
menentukan keberhasilan perusahaan.
2) Pendelegasian tugas yang penting kepada
bawahan. Staf/karyawan perlu dilibatkan dan
diberi kesempatan dalam pemecahan suatu
permasalahan perusahaan. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kredibilitas mereka
terhadap tanggung jawab dan wewenang yang
dibebankan kepadanya. Selain itu,

46
Strategi Implementasi
Budaya Organisasi

pendelegasian dilakukan untuk memberi


kesempatan kepada karyawan untuk
merencanakan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi implementasi rencana kerja yang
menjadi tanggung jawabnya.
3) Memberikan penghargaan kepada staf/
karyawan yang berprestasi. Perusahaan perlu
memberikan penghargaan atas kemampuan,
keahlian dan prestasi kerja yang dicapai
karyawannya.
4) Memberikan pengakuan atas eksistensi staf/
karyawannya. Perusahaan perlu mengakui
otoritas karyawannya, agar mereka dapat
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
5) Menciptakan sistem komunikasi yang terbuka
sehingga tercipta rasa saling memahami antara
karyawan dan manajemen. Keterbukaan ini
dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan
saran terhadap hasil dan prestasi yang dicapai
karyawan.
6) Menjaga kredibilitas organisasi dengan
pemberian penghargaan dan mengembangkan
lingkungan kerja yang mendorong kompetisi
yang sehat sehingga tercipta organisasi yang
memiliki performance yang tinggi. Dengan
mengakui bahwa staf/karyawan merupakan
partner perusahaan yang strategis, maka
kredibilitas dan kinerja organisasi bisa
ditingkatkan.

47
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

2.6 Latihan soal/kasus

1) Mengapa perlu sosialisasi Budaya Organisasi ?


2) Bagaimana peranan pemimpin dalam sosialisasi
Budaya Organisasi?
3) Apa yang anda ketahui tentang pendelegasian
tugas kepada bawahan?
4) Komunikasi internal dan ekternal organisasi
mengapa penting?
5) Apa yang dimaksud pemberdayaan karyawan?

48
BAB III

Budaya Organisasi,
KREATIVITAS DAN
INOVASI

Pada bab ini secara menyeluruh diharapkan mahasiswa/


mahasiswi mampu memahami peranan Budaya Organisasi
dalam membangun kreativitas dan inovasi yang menyangkut
hal-hal sebagai berikut:
• Membangun jalinan antar departemen
• Membentuk focus group discussion
• Mengembangkan kreativitas dan inovasi organisasi
• Mengembangan layanan prima bagi masyarakat

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


kemampuan untuk memahami peranan Budaya
Organisasi dalam membangun kreativitas dan inovasi

TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasi strategi implementasi


Budaya Organisasi dalam membangun kreativitas dan
inovasi yang meliputi: upaya membangun jalinan antar
departemen, membentuk focus group discussion, kreativitas
organisasi, inovasi dalam organisasi, dan pengembangan
layanan terbaik bagi masyarakat

3.1 Membangun Jalinan Antar Departemen

Banyak perusahaan yang melaporkan bahwa

49
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

strategi perusahaan yang berhubungan dengan


kualitas sering kali gagal meraih tujuan yang sudah
direncanakan. Hal ini terjadi karena interaksi antar
departemen di dalam perusahaan berjalan tidak
efektif (Morgan dan Piercy, 1998: 190). Untuk
meningkatkan strategi yang berhubungan dengan
kualitas agar lebih efektif tidak terlepas dari fungsi-
fungsi manajemen yang terdapat dalam perusahaan.
Manajemen perusahaan berfungsi menyediakan
pelayanan dan dukungan yang diperlukan terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan masalah kualitas
(Oakland, dalam Morgan dan Piercy, 1998: 190).
Agar dapat menjalankan fungsi tersebut dengan
efektif maka salah satu aspek yang harus diperhatikan
adalah interaksi antar departemen. Dengan semakin
efektifnya interaksi antar departemen maka
diharapkan kualitas produk (layanan) juga
mengalami peningkatan. Adanya peningkatan
kualitas tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi
kinerja pasar perusahaan.
Menurut Kohli dan Jaworski (1990: 9), interaksi
antar departemen sebagai interaksi dan hubungan
baik formal maupun informal yang terjadi diantara
departemen-departemen dalam perusahaan.
Terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi
interaksi antar departemen yaitu: sistem organisasi
(Menon, Jaworski dan Kohli, 1997: 191), keterlibatan
manajer dan perencanaan strategik mengenai
kualitas (Morgan dan Piercy, 1998: 194-196).
Sementara itu beberapa aspek dari interaksi antar

50
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

departemen adalah: keeratan hubungan dan konflik


(Menon, Jaworski dan Kohli 1997: 188-190); Kohli
dan Jaworski (1990: 9-10); Narver dan Slater 1990:
22). Lebih lanjut Menon, Jaworski dan Kohli (1997:
195) memberikan arahan untuk penelitian selanjutnya
mengenai perlunya meneliti peran aspek lain dari
interaksi antar departemen yaitu komunikasi.
Kohli dan Jaworski (1990: 9-10) berpendapat
bahwa interaksi antar departemen memberikan
kemudahan bagi perusahaan dalam merespon
kepekaan pelanggan terhadap kualitas dari produk
yang ditawarkan perusahaan. Aspek pertama yang
dilihat oleh Kohli dan Jaworski adalah konflik dalam
interaksi antar departemen. Konflik dapat terjadi
secara alami karena antara satu departemen dan
departemen yang lain saling bersaing untuk menjadi
departemen yang paling kuat dan paling penting.
Lebih lanjut, konflik yang terjadi dapat menghalangi
proses komunikasi dan kerjasama antar departemen
dan pada akhirnya menghalangi proses interaksi
antar departemen. Aspek yang kedua adalah
keeratan hubungan (connectedness) antar
departemen. Aspek ini adalah derajat sejauh mana
kontak langsung baik formal maupun nonformal
terjadi diantara karyawan antar departemen.
Keeratan hubungan merupakan aspek penting
dari interaksi antar departemen. Keeratan hubungan
memberikan akses atau kemudahan bagi
berlangsungnya interaksi antar departemen dan
pada akhirnya mempengaruhi proses pengembangan

51
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

kualitas produk perusahaan. Sementara itu


McClelland dan Wilmot (1990: 32) menyatakan
bahwa komunikasi merupakan proses penyebaran
dan saling bertukar informasi antar departemen di
seluruh perusahaan. Melalui komunikasi karyawan
antar departemen dan para manajer dapat saling
berinteraksi dan bertukar pendapat tentang proses-
proses yang berhubungan dengan kualitas dan biaya
produk, nilai-nilai perusahaan, visi perusahaan,
perubahan kondisi pasar dan pelanggan. McClelland
dan Wilmot (1990: 33) berpendapat bahwa
komunikasi merupakan aspek penting dalam
hubungan antar departemen.
Departemen-departemen dalam perusahaan
sering melakukan komunikasi saat terdapat masalah-
masalah yang berkembang. Banyak karyawan
perusahaan yang menyetujui bahwa komunikasi
yang erat dan rutin dapat menghemat waktu dan
mencegah masalah-masalah yang berkembang
menjadi lebih serius. Oleh karena itu komunikasi
lateral antar departemen perlu dikembangkan agar
interaksi antar departemen dapat menjadi lebih
efektif. Narver dan Slater (1990: 22) menyatakan
bahwa koordinasi antar fungsi dalam perusahaan
merupakan sumber perusahaan untuk menciptakan
superior value bagi pelanggan yang menjadi sasaran
dari perusahaan.
Dalam rangka menciptakan superior value tersebut
saling kebergantungan antar departemen khususnya
bagian pemasaran terhadap bagian-bagian yang lain

52
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

harus secara sistematis disusun dan dimasukkan ke


dalam strategi pemasaran perusahaan. Dengan
demikian koordinasi antar fungsi merupakan aspek
penting yang harus diperhatikan. Selanjutnya,
koordinasi antar fungsi tersebut memerlukan
dukungan dan kepemimpinan dari para manajer
agar tiap departemen dapat beroperasi dan
berinteraksi dengan baik.
Dalam mengembangkan koordinasi antar fungsi
yang efektif, departemen dalam perusahaan harus
sensitif dan responsif terhadap persepsi dan
kebutuhan dari departemen yang lain. Sedangkan
menurut Gupta, Raj dan Wilemon (dalam Menon,
Jaworski dan Kohli, 1997: 187) menekankan bahwa
dalam proses kualitas layanan, kegiatan untuk
meraih tujuan perusahaan yang berhubungan
dengan kualitas pelayanan didasarkan pada
pengelolaan interaksi antar departemen dalam
perusahaan. Adanya interaksi antar departemen
yang efektif akan menciptakan suatu sistem yang
efisien guna menciptakan kualitas layanan yang
prima.

3.2 Membentuk Focus Group Discussion

Sebuah organisasi atau perusahaan akan solid


apabila setiap karyawannya turut terlibat dalam
proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi atas
usaha atau program organisasi yang bersangkutan.
Salah satu teknik dalam upaya pelibatan staf atau

53
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

karyawan dalam pengembangan perusahaan adalah


melalui Diskusi kelompok terarah atau Focus Group
Discussion (FGD). Diskusi kelompok terarah atau
Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu proses
pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang
sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto,
1998). Menurut Henning dan Coloumbia (1990),
diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari
sekelompok kecil orang yang dipimpin oleh seorang
narasumber atau moderator yang secara halus
mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka
dan spontan tentang hal yang dianggap penting yang
berhubungan dengan topik diskusi saat itu.
Interaksi diantara peserta merupakan dasar untuk
memperoleh informasi. Peserta mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengajukan dan
memberikan pernyataan, menanggapi, komentar
maupun mengajukan pertanyaan.

Tujuan FGD
Tujuan FGD adalah untuk memperoleh masukan
maupun informasi mengenai suatu permasalahan
yang bersifat lokal dan spesifik. Penyelesaian tentang
masalah ini ditentukan oleh pihak lain setelah
masukan diperoleh dan dianalisa.

Karakteristik FGD
• Peserta terdiri dari 6–12 orang dengan maksud
agar setiap individu mendapat kesempatan
untuk mengeluarkan pendapatnya. 

54
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

• Umumnya FGD dilaksanakan pada populasi


sasaran yang homogen (mempunyai ciri-ciri
yang sama) ciri-ciri yang sama tersebut
ditentukan oleh tujuan dari penelitian. 
Ada beberapa alasan dipergunakannya FGD.
Menurut Irwanto (2006: 3- 6), terdapat tiga alasan
perlunya melakukan FGD, yaitu alasan filosofis,
metodologis, dan praktis.

1) Alasan Filosofis
• Pengetahuan yang diperoleh dalam
menggunakan sumber informasi dari
berbagai latar belakang pengalaman tertentu
dalam sebuah proses diskusi, memberikan
perspektif yang berbeda dibanding
pengetahuan yang diperoleh dari komunikasi
searah antara peneliti dengan responden.
• Penelitian tidak selalu terpisah dengan aksi.
Diskusi sebagai proses pertemuan
antarpribadi sudah merupakan bentuk aksi.

2) Alasan Metodologis
• Adanya keyakinan bahwa masalah yang
diteliti tidak dapat dipahami dengan metode
survei atau wawancara individu karena
pendapat kelompok dinilai sangat penting.
• Untuk memperoleh data kualitatif yang
bermutu dalam waktu relatif singkat.
• FGD dinilai paling tepat dalam menggali
permasalahan yang bersifat spesifik, khas,

55
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

dan lokal. FGD yang melibatkan masyarakat


setempat dipandang sebagai pendekatan
yang paling sesuai.

3) Alasan Praktis
Penelitian yang bersifat aksi membutuhkan
perasaan memiliki dari objek yang diteliti- sehingga
pada saat peneliti memberikan rekomendasi dan aksi,
dengan mudah objek penelitian bersedia menerima
rekomendasi tersebut. Partisipasi dalam FGD
memberikan kesempatan bagi tumbuhnya kedekatan
dan perasaan memiliki.
Menurut Koentjoro (2005: 7), kegunaan FGD di
samping sebagai alat pengumpul data adalah sebagai
alat untuk meyakinkan pengumpul data (peneliti)
sekaligus alat re-check terhadap berbagai keterangan/
informasi yang didapat melalui berbagai metode
penelitian yang digunakan atau keterangan yang
diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang sejenis
maupun yang bertentangan.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan
dalam kaitannya dengan penelitian, FGD berguna
untuk: (a) Memperoleh informasi yang banyak secara
cepat; (b)   Mengidentifikasi dan menggali informasi
mengenai kepercayaan, sikap dan perilaku  kelompok
tertentu; (c) Menghasilkan ide-ide untuk penelitian
lebih mendalam; dan (d) Cross-check data dari sumber
lain atau dengan metode lain.

56
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

Pelaksanaan Teknis FGD

FGD merupakan wahana yang efektif untuk


pengembangan organisasi/perusahaan. FGD secara
periodik bisa dilakukan untuk membahas isu-isu
prioritas terkait dengan pengembangan perusahaan.
Dalam pelaksanaan FGD dibutuhkan 1 (satu) orang
moderator, 1 (satu) pencatat proses, 1 (satu)
pengembang peserta dan 1 (satu) atau 2 (dua) orang
logistik dan blocker (Irwanto, 1998). Tugas utama
moderator atau fasilitator adalah :
1) Menjamin terbentuknya suasana yang akrab,
saling percaya dan yakin diantara peserta.
Peserta harus saling diperkenalkan. 
2) Menerangkan tatacara berinteraksi dengan
menekankan bahwa semua pendapat dan saran
mempunyai nilai yang sama dan sama
pentingnya dan tidak ada jawaban yang benar

57
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

atau salah. 
3) Cukup mengenal permasalahannya sehingga
dapat mengajukan pertanyaan yang sesuai dan
bersifat memancing peserta untuk berfikir. Perlu
adanya garis besar topik yang akan didiskusikan
untuk menentukan arah diskusi. 
4) Moderator harus bersikap santai, antusias,
lentur, terbuka terhadap saran-saran, bersedia
diinterogasi, bersabar dan harus dapat
mengendalikan suaranya. 
5) Memperhatikan keterlibatan peserta, tidak
boleh berpihak atau membiarkan beberapa
orang tertentu memonopoli diskusi dan
memastikan bahwa setiap orang mendapat
kesempatan yang cukup untuk berbicara. 
6) Memperhatikan komunikasi atau tanggapan
yang berupa bahasa tubuh atau non verbal. 
7) Mendengarkan diskusi sebaik-baiknya sambil
memperhatikan waktu dan mengarahkan
pembicaraan agar dapat berpindah dengan
lancar dan tepat pada waktunya sehingga semua
masalah dapat dibahas sepenuhnya. Lama
pertemuan tidak lebih dari 90 menit, untuk
menghindari kelelahan. 
8) Peserta diskusi adalah orang dari populasi
sasaran terpilih secara acak sehingga dapat
mewakili populasi sasaran. Tetapi seringkali
cara ini tidak mungkin dilakukan atau tidak
diinginkan karena adanya keterbatasan
ekonomi, demografis atau kebudayaan, maka

58
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

lebih baik membentuk kelompok yang


umumnya, yaitu dengan menyaring berdasarkan
karakteristik tertentu.
3.3 Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi
Perusahaan akan mampu berkembang apabila
terus melakukan inovasi dan kreativitas. Pandangan
Heerwagen (2003: 1) tentang keterkaitan kreativitas
dan inovasi relevan dijadikan sebagai pengantar
dalam memahami state of the science kreativitas.
Heerwagen menyatakan kreativitas dan inovasi
merupakan konsep kembar yang saling berhubungan,
namun seringkali dikaji secara terpisah dengan
menggunakan metode dan model yang berbeda.
Mengingat kreativitas dipahami sebagai kapabilitas
melahirkan, mengembangkan dan mengubah
gagasan, proses, produk, mode, model, pelayanan
dan perilaku tertentu, maka inovasi adalah proses
penerapan kreativitas secara faktual ke dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan,
inovasi sekolah termasuk di dalamnya inovasi
pengajaran juga mengalami terobosan yang sangat
cepat, sehingga sekolah yang tidak memprioritaskan
program inovasi akan ditinggalkan oleh masyarakat.
Terdapat hubungan erat antara konsep kreativitas
dan inovasi yang keduanya sangat diperlukan dalam
mengembangkan sekolah. Kreativitas tanpa inovasi
bagaikan pisau tajam yang tidak pernah dipakai,
sedangkan inovasi tanpa dilandasi kreativitas tidak
menghasilkan sesuatu yang baru bagi organisasi
sekolah. Dengan pengertian tersebut, inovasi secara

59
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

sederhana dapat dipahami sebagai proses pengenalan


cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai
hal dalam lembaga pendidikan (sekolah).
Inovasi tidak selalu berwujud perubahan radikal
lembaga pendidikan namun dapat juga berupa
perubahan kecil dan sederhana yang melibatkan
berbagai komponen sekolah. Inovasi tidak harus
didominasi perubahan dengan teknologi tinggi, tetapi
sentuhan teknologi hanyalah merupakan salah satu
faktor inovasi dalam mengelola sekolah. Inovasi bisa
juga ditemukan dalam perubahan administratif
sekolah dengan menerapkan model database baik
untuk guru dan siswa maupun pendukung sekolah
lainnya (tenaga administrasi). Dalam bahasa yang
lebih eksplisit inovasi tidak mengisyaratkan atau
mengharuskan pembaharuan absolut. Inovasi tidak
harus setara dengan proses penemuan modul
pembelajaran “Quantum Learning”.

3.3.1 Mengembangkan Kreatifitas


Organisasi atau perusahaan yang ingin maju,
bukan dijalankan secara pasif tergantung respon yang
datangnya dari luar organisasi, tetapi sengaja
“dijalankan secara aktif” dengan kreativitas dan
inovasi. Di banyak organisasi, terutama pada
organisasi atau perusahaan besar dan progresif telah
melaksanakan kreativitas organisasi guna percobaan-
percobaan untuk langkah operasional. Ada beberapa
alasan mengapa organisasi ini menerapkan aspek
kreativitas bagi pengembangan dan perubahan

60
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

organisasinya. Suatu organisasi yang tidak mampu


berubah, dapat dipastikan bahwa organisasi ini akan
“mati.” Di lain pihak, organisasi yang terlampau
cepat berubah atau hanya berubah demi perubahan
itu sendiri, besar kemungkinan pengembangan
organisasi yang akan dijalankan menjadi tidak efektif.
Proses krativitas organisasi, menurut Hicks,
dimulai dari sebuah ide, dan kemudian ide ini secara
otomatis ditransformasi menjadi sebuah kegiatan
inovatif. Banyak ide baru diciptakan oleh orang-orang
yang tidak memiliki kewenangan dan tanggung
jawab dalam tugas organisasi (Jones, 1998).
Seharusnya ide-ide dari mereka ini ditampung dan
disalurkan melalui saluran struktur yang ada guna
perbaikan proses layanan dan proses operasional
organisasi. Ide-ide yang ”liar” dan tidak tertampung
ini akan berakibat menjadi semacam keluhan dari
orang-orang yang memiliki ide tadi. Maka masalah
pokok organisasi bukan dikarenakan oleh
“kemiskinan” kreativitas, tetapi media penampungan
dan penyaluran ide agar ide dan gagasan yang datang
dari berbagai macam ini dapat diimplementasikan
dalam bentuk manfaat praktis.
Metode penyediaan tampungan dan penyaluran
ide ini harus didukung oleh orang-orang yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam
organisasi. Sesungguhnya, kreativitas itu bukan
barang langka, justru yang langka adalah implementasi
dari ide itu sendiri. Menurut West (2000), ciri individu
yang secara konsisten kreatif, adalah sebagai berikut:

61
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

1. Nilai-nilai intelektual dan artistik.


2. Ketertarikan pada kompleksitas.
3. Kepedulian pada pekerjaan dan pencapaian.
4. Ketekunan.
5. Pemikiran yang mandiri.
6. Toleransi terhadap ambiguitas.
7. Otonom.
8. Kepercayaan diri.
9. Kesiapan mengambil risiko.
Heflin dalam bukunya, Kewirausahaan dan Inovasi
Bisnis (2004) menyebutkan bahwa kreativitas
organisasi perlu ditumbuhkan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Persiapan (preparation), menyiapkan pikiran dan
berpikir kreatif, karyawan perlu dididik untuk
mengembangkan ide baru.
b) Penyelidikan (investigation), organisasi
memerlukan penelitian mendalam untuk
menciptakan ide dan konsep baru.
c) Transformasi (transformation), kemampuan
melihat perbedaan dan kesamaan dengan pihak
lain untuk membangun kesuksesan dengan
menghindari kegagalan yang dilakukan orang
lain.
d) Inkubasi (incubation), organisasi melakukan
sesuatu yang tidak terkait dengan tugas utama
dan melakukan yang lain dalam rangka
membangun ide baru.
e) Penerangan (illumination), organisasi melakukan
penciptaan ide inovatif yang datang secara

62
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

mendadak setelah keluar dari masalah yang


sedang dihadapi organisasi.
f) Verifikasi (verification), pembuktian ide yang
akurat dengan melakukan eksperimen, simulasi,
tes, dll.
g) Implementasi (implementation), membuat
kenyataan atas ide-ide inovatif  yang telah
ditemukan.
Kreativitas organisasi dapat diciptakan melalui
proses sinergi antara lingkungan (environment),
kreativitas anggota organisasi (creativity), dan
organisasi (organization). Ketiga elemen ini saling
berpengaruh, sehingga organisasi harus mampu
mengelola ketiga elemen ini, dengan tujuan agar
organisasi dapat memiliki nilai lebih dan daya saing
(value added and competitive capability).

3.3.2 Mengembangkan Inovasi


Inovasi merupakan konsep yang terus berkembang
dari waktu ke waktu. Tren dari keberhasilan pada
masa sekarang merupakan indikasi dari terwujudnya
dampak inovasi. Inovasi banyak memberikan dampak
terhadap kondisi organisasi maupun kreatifitas
dimana inovasi berasal, baik perorangan maupun
organisasi. Dinamika perubahan lingkungan yang
begitu cepat yang ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi menuntut sumber daya
manusia yang berkualitas dan selalu belajar.
Inovasi merupakan upaya mempertahankan
keberadaan organisasi dalam lingkungan. Inovasi

63
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

dalam suatu organisasi menjadi hal yang penting


dilakukan untuk membawa organisasi menjadi lebih
baik dalam pencapaian tujuan dan tepat sasaran
secara efektif dan efisien. Adanya inovasi organisasi
diharapkan dapat menanggapi kompleksitas
lingkungan dan dinamisasi perubahan lingkungan,
terutama dalam persaingan yang ketat dan
menciptakan sumber-sumber bagi keunggulan
bersaing. Inovasi merupakan proses teknologis,
manajerial dan sosial, yang mana gagasan atau konsep
baru pertama kali diperkenalkan untuk dipraktekkan
dalam suatu kultur (Quinnet al., 1996).
Menurut West (2000) pengertian inovasi adalah
pengenalan cara baru yang lebih baik dalam
mengerjakan berbagai hal di tempat kerja. Inovasi
tidak mengisyaratkan pembaharuan secara absolut
dan perubahan bisa dipandang sebagai suatu inovasi
jika perubahan tersebut dianggap baru bagi seseorang,
kelompok, atau organisasi yang memperkenalkannya.
Daft (1992), memandang proses inovasi sebagai
proses yang melibatkan lima tahap/unsur, yaitu
sebagai berikut:
1) Kebutuhan: suatu kesenjangan kinerja dikenali
dan alternatif inovasi dipertimbangkan.
2) Ide: suatu ide cara kerja baru yang lebih baik
diketengahkan. Ide ini kemudian disesuaikan
dengan kebutuhan.
3) Adopsi: terjadi ketika para pembuat keputusan
mendukung implementasi ide yang diajukan.
4) Implementasi: terjadi ketika anggota organisasi

64
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

mulai menggunakan ide, teknik, atau proses


baru tersebut pada praktek, dalam pekerjaan
mereka.
5) Sumber-sumber: energi manusia dan kegiatan
diperlukan untuk menghasilkan perubahan.

Inovasi organisasi tergantung pada kepekaan


organisasi tersebut untuk menerima atau menolak
inovasi itu sendiri. Sejauh mana organisasi itu peka
terhadap inovasi (lebih cepat menerima inovasi). Ada
beberapa variabel yang mempengaruhi kepekaan
organisasi terhadap inovasi, yaitu:
1) Ukuran suatu organisasi. Makin besar ukuran
suatu organisasi makin cepat menerima inovasi.
2) Karakteristik struktur organisasi, yang
mencakup ;
a. Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan
dalam organisasi dikendalikan oleh beberapa
orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan
negatif terhadap kepekaan organisasi.
b. Kompleksitas. Artinya suatu organisasi
terdiri dari orang-orang yang memiliki
keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal
ini mempunyai hubungan positif terhadap
kepekaan organisasi.
c. Formalitas. Artinya organisasi ini selalu
menekankan pada prosedur dan aturan-
aturan baku dalam berorganisasi. Hal ini
mempunyai hubungan negatif terhadap
kepekaan organisasi.

65
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

d. Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini


juga jelas mempunyai hubungan positif
terhadap kepekaan organisasi.
e. Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana
organisasi mau menerima sumber dari luar
yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal
ini mempunyai hubungan positif terhadap
kepekaan organisasi.
f. Karakteristik perorangan (pemimpin). Ketika
seorang pemimpin memiliki sikap yang
terbuka terhadap inovasi maka semakin cepat
organisasi itu menerima inovasi.
3) Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini
berkaitan dengan sistem yang dianut oleh
organisasi. Apabila organisasi tersebut
menganut sistem terbuka dalam arti mau
menerima pengaruh dari luar sistem, maka
organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.
Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
organisasi dalam mengimplementasikan sebuah
inovasi:

1) Life Cycle
Seperti halnya manusia, suatu organisasi juga
mengalami siklus hidup dengan berbagai tingkatan
dan perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker,
1977). Tingkat perkembangan organisasi pada saat
inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai perubahan
organisasi.

66
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

2) Culture
Semua organisasi memiliki budaya masing-masing.
Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi
bagaimana penerimaan terhadap inovasi. Walaupun
terkadang tidak selalu inovasi dan kebudayaan yang
ada pada organisasi cocok.

3) Strategic Plan
Salah satu aspek yang mendukung implementasi
inovasi adalah adanya rencana strategis organisasi.
Ketika inovasi selaras dengan rencana strategi
organisasi, maka pelaksana inovasi mempunyai
tambahan argument kuat untuk mendapatkan
dukungan manajemen dan meyakinkan kelompok
user.

4) External Conditions
Akan selalu ada kondisi eksternal yang
mempengaruhi organisasi. Hal–hal semacam ini
harus juga dipertimbangkan ketika mengaplikasikan
sebuah inovasi. Karena hal tersebut akan memberikan
pengaruh yang signifikan secara tidak langsung
terhadap jalannya inovasi dan organisasi.
Inovasi merupakan salah satu faktor penentu dari
kesuksesan perusahaan yang dapat memberikan
pengaruh terhadap peningkatan yang
berkesinambungan serta perbaikan. Inovasi yang
berkelanjutan dapat dilakukan dengan look outside
selama masa ketidakpastian dalam antisipasi
perubahan pasar, teknologi, kompetisi untuk

67
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

mendorong pengembangan teknologi yang baru


maupun produk yang baru. Apabila melihat jenisnya,
Machfoedz (2004; 24) mengemukakan bahwa inovasi
terdiri dari empat jenis yaitu penemuan,
pengembangan, duplikasi dan sintesis sebagaimana
pada gambar.

Gambar Inovasi dilihat dari Jenisnya (visualisasi dan modifikasi)

1. Dikatakan penemuan apabila merupakan kreasi


suatu produk, jasa atau proses baru yang belum
pernah dilakukan sebelumnya. Konsep ini
cenderung disebut revolusioner.
2. Untuk hal pengembangan adalah merupakan
kelanjutan perubahan, perbaikan dari suatu
produk, jasa maupun proses yang sudah ada
sebelumnya, dan konsep seperti ini menjadikan
aplikasi ide yang telah ada dan berbeda.
3. Halnya dengan duplikasi, ini merupakan
peniruan suatu produk, jasa maupun proses

68
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

yang telah ada, namun demikian upaya duplikasi


bukan semata-mata meniru melainkan
menambah sentuhan kreatif untuk memperbaiki
konsep agar lebih mampu memenangkan
persaingan.
4.
Sedangkan sintesis merupakan perpaduan
konsep dan faktor-faktor yang sudah ada
menjadi formula baru. Proses ini meliputi
pengambilan sejumlah ide atau produk yang
sudah ditemukan dan dibentuk sehingga
menjadi produk yang dapat diaplikasikan
dengan cara baru.
Inovasi organisasi terkait dengan pengambilan
keputusan. Secara umum, terdapat dua tipe
pengambilan keputusan inovasi yang sering
digunakan dalam organisasi, perbedaannya adalah
sejauh mana anggota organisasi dapat ikut
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
kedua tipe itu ialah keputusan otoritas dan keputusan
kolektif.
Pertama, keputusan otoritas dibuat oleh seorang
atau sekelompok kecil orang-orang yang sering
disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam
suatu organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk
menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada
anggota organisasi oleh para petinggi organisasi. Ada
dua macam keputusan otoritas yang sering dgunakan
dalam organisasi formal yaitu:
§ Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota
organisasi (pendekatan partisipatif). Rogers dan

69
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Soemaker (1971) membuat hipotesa bahwa


kecepatan penerimaan inovasi lebih cepat
dengan menggunakan pendekatan otoritatif.
§ Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota
organisasi (pendekatan otoritatif). Zaltman,
Duncan dan Holbek (1973) mengemukakan
bahwa perubahan yang disebarkan dengan
menggunakan pendekatan otoritatif banyak
yang tidak berkelanjutan daripada perubahan
yang disebarkan menggunakan pendekatan
partisipatif.
§ Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih
efisien karena urutan pentahapan proses
pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam
waktu yang lebih singkat.
Kedua, keputusan kolektif. Rogers dan Soemaker
(1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai
suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial
untuk menerima atau menolak inovasi dengan
kesepakatan bersama dan semua anggota harus
menerima keputusan yang telah dibuat bersama
tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh
organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya
organisasi kesenian atau olahraga. Menurut Schein,
ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya
pengambilan keputusan, yaitu: 
§ Anggota minoritas sering merasa tidak cukup
waktu pada saat mendiskusikan hal yang
diputuskan itu, sehingga mereka belum
memahami secara mendalam.

70
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

§ Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam


pemungutan suara itu terjadi dua kelompok
yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka
akan menunggu kesempatan untuk berjuang
mendapatkan kemenangan pada pemungutan
suara di waktu yang akan datang.
Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas
proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain: (a)
terjadi mekanisme umpan balik secara internal, (b)
setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat
memahami akan kebutuhan inovasi, (c) memberikan
kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi,
dan (d) meningkatnya kerja sama antar anggota
dalam proses keputusan inovasi juga akan
mempengaruhi kelancaran implementasi.
Selain itu, proses keputusan inovasi secara kolektif
sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila
partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa: (a)
inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan
keperluannya, (b) mereka memiliki kemampuan
untuk memulai dan menerapkan inovasi, (c) mereka
mempunyai kewenangan untuk menggunakan
inovasi, dan (d) apabila persyaratan tersebut tidak
terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan
kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.

3.4 Memberi Pelayanan Prima Bagi Kepentingan


Masyarakat

Organisasi/perusahaan yang berkembang dinamis

71
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

tentumemiliki keunggulan-keunggulan tersediri.


Diantaranya adalah terus melakukan upaya inovasi
dalam memberikan layana berkualitas atau layan
prima keopada para konsumennya. Pelayanan prima
biasanya berhubungan erat dengan bisnis jasa
pelayanan yang dilakukan dalam upaya untuk
memberikan rasa puas dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap pelanggan ataukonsumen,
sehingga pelanggan merasa dirinya dipentingkan
atau diperhatikan dengan baik danbenar.
Pentingnya pelayanan prima terhadap pelanggan
juga merupakan strategi dalam rangka memenangkan
persaingan. Akan tetapi tidak cukup hanya
memberikan rasa puas dan perhatian terhadap
pelanggan saja, lebih dari itu adalah bagaimana cara
merespon keinginan pelanggan, sehingga dapat
menimbulkan kesan positif dari pelanggan. Pelayanan
prima harus ditunjang oleh kualitas sumber daya
manusia yang handal, mempunyai visi yang jauh ke
depan dan dapat mengembangkan strategi dan kiat
pelayanan prima yang mempunyai keunggulan.
Di samping itu, harus diupayakan terus menerus
untuk meningkatkan kemampuan para petugas
pelayanan agar dapat menumbuhkan dedikasi dan
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
pelanggan untuk tetap setia menggunakan produk
barang dan jasa kita, tanpa sempat lagi melirik atau
memakai produk lain. Betapa pentingnya pelayanan
prima terhadap pelanggan karena keberhasilan
pelayanan prima dapat juga menimbulkan hal-hal

72
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

sebagai berikut:
1) Pelayanan prima dapat menimbulkan keputusan
pihak pelanggan untuk segera membeli produk
yang kita tawarkan pada saat itu juga.
2) Pelayanan prima dapat menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap produk kita.
3) Pelayanan prima diharapkan dapat
mempertahankan pelanggan agar tetap loyal
(setia) menggunakan produk kita.
4) Pelayanan prima diharapkan dapat mendorong
pelanggan untuk kembali lagi membeli produk
kita.
5) Pelayanan prima dapat menghindarkan
terjadinya tuntutan-tuntutan terhadap penjual
yang tidak perlu.
Terdapat tiga konsep dasar yang harus diperhatikan
dalam mewujudkan pelayanan prima. Pertama,
konsep sikap (attitude). Keberhasilan bisnis industri
jasa pelayanan akan sangat tergantung pada orang-
orang yang terlibat didalamnya. Sikap pelayanan
yang diharapkan tertanam pada diri para karyawan
adalah sikap yang baik, ramah, penuh simpatik, dan
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap
perusahaan. Jika kalian menjadi karyawan suatu
perusahaan, sikap kalian akan menggambarkan
perusahaan kalian. Kalian akan mewakili citra
perusahaan baik secara langsung atau tidak langsung.
Pelanggan akan menilai perusahaan dari kesan
pertama dalam berhubungan dengan orang-orang
yang terlibat dalam perusahaan tersebut. Sikap yang

73
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

diharapkan berdasarkan konsep pelayanan prima


adalah: (a) Sikap pelayanan prima berarti mempunyai
rasa kebanggaan terhadap pekerjaan, (b) Memiliki
pengabdian yang besar terhadap pekerjaan, (c)
Senantiasa menjaga martabat dan nama baik
perusahaan, dan (d) Sikap pelayanan prima adalah:
“benar atau salah tetap perusahaan saya “(right or
wrong is mycorporate).
Kedua, konsep perhatian (attention). Dalam
melakukan kegiatan layanan, seorang petugas pada
perusahaan industri jasa pelayanan harus senantiasa
memperhatikan dan mencermati keinginan
pelanggan. Apabila pelanggan sudah menunjukkan
minat untuk membeli suatu barang/jasa yang kita
tawarkan, segera saja layani pelanggan tersebut dan
tawarkan bantuan, sehingga pelanggan merasa puas
dan terpenuhi keinginannya.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut
bentuk-bentuk pelayanan berdasarkan konsep
perhatian adalah sebagai berikut: (a) Mengucapkan
salam pembuka pembicaraan, (b) Menanyakan apa
saja keinginan pelanggan, (c) Mendengarkan dan
memahami keinginan pelanggan, (d) Melayani
pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah, (e)
Menempatkan kepentingan pelanggan pada nomor
urut 1.
Ketiga, konsep tindakan (action). Pada konsep
perhatian, pelanggan “menunjukkan minat” untuk
membeli produk yang kita tawarkan. Pada konsep
tindakan pelanggan sudah ”menjatuhkan pilihan”

74
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

untuk membeli produk yang diinginkannya.


Terciptanya proses komunikasi pada konsep tindakan
ini merupakan tanggapan terhadap pelanggan yang
telah menjatuhkan pilihannya, sehingga terjadilah
transaksi jual-beli. Bentuk-bentuk pelayanan
berdasarkan konsep tindakan adalah sebagai berikut:
(a) segera mencatat pesanan pelanggan, (b)
menegaskan kembali kebutuhan/pesanan pelanggan,
(c) menyelesaikan transaksi pembayaran pesanan
pelanggan, dan (d) mengucapkan terima kasih diiringi
harapan pelanggan akan kembali lagi.
Penerapan prinsip-prinsip pelayanan prima
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pada
pelanggan atau konsumen agar lebih maksimal dan
berhasil. Jadi, penerapan prinsip-prinsip tersebut
merupakan tujuan utama dari pencapaian pelayanan.
Prinsip pelayanan prima diperlukan untuk mengatur
langkah-langkah, cara-cara atau strategi dalam
menjalankan fungsi perusahaan atau organisasi untuk
melayani pelanggannya.
Di dalam prinsip pelayanan prima biasanya
terdapat suatu target yang ingin dicapai. Hasil-hasil
yang ingin dicapai itu dapat berupa meningkatnya
kepuasan pelanggan, pelanggan-pelanggan yang
potensial dan menguntungkan dapat dipertahankan,
meningkatnya jumlah pelanggan-pelanggan yang
loyal, mendapatkan pelanggan baru, dan tercapainya
konsep pelayanan prima yang dijadikan sebagai
tujuan utama dari suatu perusahaan atau organisasi.
Prinsip dapat diartikan sebagai suatu pernyataan

75
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

fundamental atau kebenaran umum maupun


individual yang dijadikan oleh seseorang/kelompok
sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau
bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah
perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan
akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan
oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.
Prinsip pelayanan prima dalam kegiatan pemasaran
dapat dipahami sebagai suatu pedoman bagi
perusahaan atau organisasi untuk melaksanakan
suatu kegiatan pelayanan prima yang ingin diterapkan
pada para pelanggan atau konsumen yang ingin
dicapainya. Melalui prinsip pelayanan prima ini,
suatu perusahaan maupun organisasi akan diarahkan
pada pencapaian tujuan yang hendak dicapainya,
terutama dalam meningkatkan pelayanannya kepada
masyarakat khususnya pada para pelanggan.
Layanan prima adalah kemampuan maksimum
seorang melalui sentuhan kemanusiaan dalam
melayani atau berhubungan dengan orang lain.
Layanan prima juga dapat berarti upaya maksimum
yang mampu diberikan oleh perusahaan jasa
pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelanggan untuk mencapai suatu tingkat kepuasan
tertentu, serta memberikan pelayanan secara prima
kepada para pelanggan dengan tujuan untuk
memenangi persaingan. Tujuan pelayanan prima
adalah: (1) Untuk menimbulkan kepercayaan dan
kepuasan kepada pelanggan, (2) Untuk menjaga agar
pelanggan merasa dipentingkan dan diperhatikan,

76
Budaya O rganis as i, Kreativitas Dan Inovasi

dan (3) Untuk mempertahankan pelanggan agar tetap


setia menggunakan barang dan jasa yang ditawarkan.

3.5 Latihan soal/kasus

1) Membangun Jalinan Antar Departemen,


mengapa penting? Apa kaitannya dengan
kualitas produk?
2) Mengapa Focus Group Discussion penting bagi
perusahaan? Apa yang bisa didiskusikan melalui
FGD?
3) Apa yang ada ketahui tentang kreativitas dan
inovasi organisasi?
4) Bagaimana cara mengembangan layanan prima
bagi masyarakat?

77
BAB IV

Budaya Organisasi
DAN EFEKTIVITAS KERJA

Dengan pembahasan materi ini secara menyeluruh, diharapkan


mahasiswa/mahasiswi mampu memahami Budaya Organisasi
dan efektivitas kerja yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
• Implikasi Budaya Organisasi pada tantangan global
• Implikasi Budaya Organisasi pada manajemen perubahan
• Implikasi Budaya Organisasi pada efektivitas kerja

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


kemampuan untuk memahami Budaya Organisasi dan
efektivitas kerja.

TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasikan Budaya Organisasi


dan efektivitas kerja yang meliputi: implikasi Budaya
Organisasi pada tantangan global, implikasi Budaya
Organisasi pada manajemen perubahan, dan implikasi
Budaya Organisasi pada efektivitas kerja.

4.1 Implikasi Budaya Organisasi pada Tantangan


Global

Budaya Organisasi merupakan saranan untuk


meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk itu, Budaya

79
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Organisasi harus mampu beradaptasi dengan keadaan


yang berubah. Bilamana suatu perusahaan masih
mempertahankan dengan budaya lama, dan merasa
tidak perlu memperkaya budaya yang ada dengan
hal-hal baru yang menguatkan daya saing perusahaan,
maka budaya perusahaan akan kehilangan kekuatan
untuk menjawab tantangan kompetisi bisnis di era
global saat ini.
Sebagaimana Negara-negara lainnya, dewasa ini
Indonesia dihadapkan kepada era persaingan global,
Indonesia dihadapkan pada serangkaian tantangan
yang cukup kompleks. Salah satu tantangan yang ada
di depan mata adalah AFTA (Asean Free Trade Area) 
dan AEC (Asean Economic Community) yang akan
diberlakukan mulai tahun 2015. AFTA adalah suatu
perjanjian kerjasama yang dibuat oleh negara-negara
anggota ASEAN untuk menciptakan sebuah kawasan
perdagangan bebas di Asia Tenggara. Sehingga
nantinya, produk-produk dari negara ASEAN dapat
dengan mudah masuk ke Indonesia, begitu pula
sebaliknya. Sedangkan, yang dimaksud dengan AEC
adalah kesepakatan antar negara-negara ASEAN di
bidang tenaga kerja, dimana semua masyarakat di
negara ASEAN dapat bekerja lintas negara dengan
mudah tanpa membutuhkan surat ijin atau visa kerja.
Warga Negara Malaysia dan Thailand misalnya dapat
melamar pekerjaan menjadi supir taxi di Indonesia
dengan syarat yang sama dengan pelamar dari
Indonesia.
Dengan diberlakukannya AFTA dan AEC, iklim

80
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

persaingan di Indonesia akan menjadi semakin ketat.


Penetapan AFTA membuat produk-produk dari
negara ASEAN semakin membanjiri pasar tanah air.
Sehingga dikhawatirkan produk Indonesia dapat
kalah bersaing dengan produk impor dari negara lain.
Apalagi dengan tingkat varian harga yang cukup
murah dan kualitas yang ditawarkan cukup bagus.
Misalnya produk tekstil yang diimpor dari Bangkok.
Produk tersebut banyak dijual di Indonesia karena
harganya sangat murah dan kualitasnya pun cukup
bagus.
Sedangkan penetapan AEC tentunya akan
menimbulkan persaingan ketat tenaga kerja dalam
hal mendapat pekerjaan. Apabila tenaga kerja
Indonesia tidak mempunyai kualifikasi keahlian yang
dibutuhkan oleh perusahaan pencari kerja, maka
dapat dipastikan perusahaan akan mengganti orang
tersebut dengan tenaga kerja yang lebih ahli. Tidak
menutup kemungkinan bahwa perusahaan tersebut
juga akan menerima tenaga kerja asing yang rela
dibayar dengan gaji cukup murah dan mempunyai
keahlian yang lebih bagus. Hal ini dapat berakibat
pada meningkatnya angka pengangguran dan
munculnya sejumlah masalah dalam bidang sosial
dan ekonomi.
Dalam menghadapi fenomena tersebut, dibutuhkan
peran entrepreneur dalam menciptakan peluang bagi
masyarakat di sekitarnya. Untuk itu, inovasi dan ide
kreatif harus selalu ditumbuhkan. Dengan adanya
inovasi, seorang entrepreneur dapat menciptakan

81
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

produk yang unik dan berbeda. Nilai tambah yang


disajikan oleh entrepreneur tersebut diharapkan
menjadi salah satu keunggulan agar produk dapat
bersaing di tengah persaingan global.
 Selain itu, perlu ditanamkan rasa nasionalisme
pada masyarakat agar kita lebih bangga menggunakan
produk Indonesia dibandingkan menggunakan
produk buatan luar negeri. Jika masyarakat lebih
bangga menggunakan produk sendiri, maka industri
lokal akan terus bertahan. Sektor ekonomi kreatif
seperti industri seni, pariwisata, dan kebudayaan
dapat dikembangkan secara maksimal karena industri
ini dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah
banyak. Begitu pula dalam hal penerimaan tenaga
kerja, seharusnya kita lebih mengutamakan tenaga
kerja dari Indonesia.
Bangsa Indonesia harus terus maju dan bergerak
dalam menciptakan karya dan inovasi baru. Untuk
menjadi negara maju, diperlukan entrepreneur
sebanyak 2% dari keseluruhan jumlah warganya.
Sedangkan, jumlah entrepreneur di Indonesia saat ini
hanya sekitar 1,56%.Untuk itu, diantara implikasi
Budaya Organisasi dalam menjawab tantangan global
dewasa ini adalah upaya penguatan budaya
perusahaan, dan peningktan daya saing produk
Indonesia.

a. Pemenguatkan Budaya Organisasi/Perusahaan.


Untuk menghadapi tantangan global tersebut,
maka perlu dilakukan upaya pemenguatkan Budaya

82
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

Organisasi/perusahaan. Budaya perusahaan adalah


satu-satunya aset yang dapat menciptakan
keunggulan kompetitif secara berkelanjutan.Oleh
karena itu, perusahaan harus secara terus-menerus
berkembang bersama budaya yang kuat dan unggul.
Budaya perusahaan merupakan energi yang dapat
menggerakkan orang-orang untuk bekerja. Untuk itu,
budaya perusahaan perlu diperkuat.
Budaya perusahaan yang sering dikenal sebagai
budaya korporat merupakan nilai-nilai dominan yang
disebarluaskan di dalam organisasi dan digunakan
sebagai acuan atau pedoman kerja karyawan.
Menurut Schein (2004), budaya korporat mengacu
kepada suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi
itu dengan organisasi lainnya. Sedangkan menurut
Robbins (1990), budaya korporat disebut juga sebagai
filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan
organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah.
Dalam kaitan ini, Robbins (2001) menyodorkan tujuh
karakteristik Budaya Organisasi sebagai berikut: (1)
Inovasi dan keberanian mengambil resiko, (2)
Perhatian terhadap detail, (3) Berorientasi pada hasil,
(4) Berorientasi pada manusia, (5) Berorientasi tim, (6)
Agresif, dan (7) Stabil (Robbins, 2001).
Terdapatnya nilai-nilai yang dirasakan maknanya
oleh seluruh anggota organisasi, merupakan hal yang
urgen dalam budaya korporat. Nilai-nilai itu menjadi
perekat organisasi untuk mengikat anggota-anggota
organisasi. Ditinjau dari sistem informasi, budaya

83
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

korporat berguna sebagai instrumen untuk


mempertahankan dan menyebarkan pengetahuan,
kepercayaan, dan tingkah laku. Matsumoto dalam
Moeljono (2003), mendefinisikan budaya korporat
sebagai seperangkat sikap, nilai-nilai, keyakinan dan
perilaku yang dipegang oleh sekelompok orang dan
dikomunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian, budaya korporat tidak hanya
menekankan pada sistem nilai-nilai yang diyakini,
tetapi juga diajarkan untuk semua anggota organisasi.
Secara umum, budaya dalam perusahaan dapat
dibagi dalam lima peran, yaitu:
a) Budaya memberikan rasa memiliki identitas dan
kebanggaan bagi karyawan, yaitu menciptakan
perbedaan yang jelas antara organisasinya
dengan yang lain.
b) Budaya mempermudah terbentuknya komitmen
dan pemikiran yang lebih luas daripada
kepentingan pribadi seseorang.
c) Memperkuat standar perilaku organisasi dalam
membangun pelayanan superior pada
pelanggan.
d) Budaya menciptakan pola adaptasi.
e) Membangun sistem kontrol organisasi secara
menyeluruh (Poerwanto, 2008)
Para pendiri perusahaan merupakan faktor penting
terbentuknya budaya awal perusahaan, Mereka
membentuk visi dan misi perusahaan yang akan
memberikan bentuk perusahaan. Menurut Schein
(dalam Robbins, 1994), budaya perusahaan

84
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

merupakan hasil dari interaksi antara (1) bias dan


asumsi para pendirinya dan (2) apa yang dipelajari
oleh para anggota pertama perusahaan yang
dipekerjakan oleh para pendiri, dari pengalaman
mereka sendiri. Budaya perusahaan yang dibangun
oleh para pendiri merupakan jiwa bagi anggota-
anggotanya, karena itu perlu contoh atau keteladanan
dari para pendiri kepada anggota organisasi sehingga
budaya yang telah ada dapat menjadi moral dalam
menjalankan perusahaan. Dalam hal ini, pendiri
harus mampu membangun komunikasi organisasi
yang dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
melanggengkan budaya perusahaan. Budaya
perusahaan yang sudah terbentuk, perlu
dipertahankan agar dia tetap hidup. Pemberian
pengalaman yang sama kepada sejumlah pegawai
merupakan cara agar budaya perusahaan tetap eksis.
Keberhasilan perusahaan dalam membangun
budaya perusahaan yang kuat dan berkelanjutan,
sangatlah ditentukan oleh aliran energi integritas
yang menguatkan karakter kepemimpinan dan
karyawan. Bila energi integritas mampu mengalir ke
dalam perilaku kerja sehari-hari di dalam perusahaan,
maka kesadaran dan kemauan setiap orang untuk
menciptakan budaya perusahaan yang kuat akan
menjadi kenyataan.
Budaya perusahaan yang kuat selalu membuat
nilai-nilainya hidup dalam dominasi atas nilai-nilai
pribadi.Nilai-nilai dijadikan energi inti yang
memberikan arah berperilaku kepada setiap individu

85
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

di dalam perusahaan.Setiap individu didoktrin agar


selalu patuh pada nilai-nilai perusahaan, dan setiap
individu wajib melakukan internalisasi nilai-nilai
perusahaan ke dalam perilaku kerja sehari-hari.
Semakin kuat nilai-nilai perusahaan mempengaruhi
setiap orang di dalam perusahaan, semakin kuatlah
budaya perusahaan dalam membangun fondasi
budaya yang unggul.Budaya perusahaan yang kuat
selalu menyiapkan keyakinan yang optimis dan
positif, asumsi yang terhitung risikonya, serta
pendekatan kerja yang terukur di dalam etika dan
integritas.
Bila budaya perusahaan sudah sangat kuat, maka
setiap orang di dalam perusahaan akan memiliki
mental yang unggul dalam menghadapi lingkungan
bisnis yang keras dan kompetitif. Termasuk, siap
mental dalam menghadapi ketidakpastian bisnis
akibat resesi ekonomi, dan juga selalu siap dengan
perubahan untuk menghadapi hal-hal sulit.
Para pemimpin di perusahaan tidaklah boleh
berpuas diri atau gagal memahami perubahan. Sebab,
budaya adalah energi kehidupan yang selalu harus
beradaptasi dengan perubahan.Oleh karena itu,
pemimpin harus selalu memastikan bahwa budaya
perusahaan mampu mengikuti perubahan, dan
memperkaya budaya yang sudah ada dengan hal-hal
baru yang muncul dari perubahan lingkungan bisnis.

b. Peningkatan Daya Saing Produk Indonesia


Menurut Organisation for Economic Co-operation and

86
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

Development (OECD), daya saing adalah kemampuan


perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar
daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan
faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan
berkesinambungan untuk menghadapi persaingan
internasional. Oleh karena daya saing industri
merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan,
maka kebijakan pembangunan industri nasional
didahului dengan mengkaji sektor industry secara
utuh sebagai dasar pengukurannya. Tingkat daya
saing suatu negara di kancah perdagangan
internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh
dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif
(comparative advantage) dan faktor keunggulan
kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor
keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai
faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan
kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat
acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan.
Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu
negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa
yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA)
atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini
terutama dalam kerangka menghadapi tingkat
persaingan global yang semakin lama menjadi
sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive
(Tambunan, 2001).
Analisis persaingan yang super ketat (hyper
competitive analysis) menurut D’Aveni dalam (Hamdy,
2001), merupakan analisis yang menunjukkan bahwa

87
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan


atau menemukan suatu strategi yang tepat, agar
negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan
pada kondisi persaingan global yang sangat sulit.
Menurut Hamdy Hadi, strategi yang tepat adalah
strategi SCA (Sustained Competitive Advantage
Strategy) atau strategi yang berintikan upaya
perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu,
yang mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan
internal demi pencapaian tujuan jangka pendek
maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan
dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable
real income secara efektif dan efisien.
Menurut The Global Competitiveness Report, tahun
2011 peringkat daya saing Indonesia mengalami
penurunan menjadi 46 dibanding tahun 2010 yang
berada di posisi. Hal ini menuntut perlunya dilakukan
kaji ulang terhadap kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan yang dilakukan selama ini.
Kementerian dan lembaga yang membidangi setiap
pilar dan indikator yang mengalami penurunan
peringkat perlu bekerja lebih dari biasa untuk
menaikkan peringkat pada masing-masing indikator
dan pilar daya saing tersebut. Selain itu, berbagai
faktor umum yang menghambat peningkatan daya
saing sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.1 perlu
dibenahi dengan cepat agar tahun depan dan
seterusnya peringkat daya saing Indonesia tidak
merosot melainkan meningkat dengan konstan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya saing

88
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

produk antara lain dipengaruhi beberapa faktor bisnis


sebagaimana dalam Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Faktor-faktor Penghambat Daya Saing
NO FAKTOR BISNIS SKOR
1 Korupsi 15.4
2 Birokrasi pemerintah yang tidak efisien 14.3
3 Infrastruktur yang tidak memadai 9.5
4 Ketidakstabilan politik 7.4
5 Akses pada pembiayaan 7.2
6 Tenaga kerja terdidik yang memadai 6.3
7 Etika kerja yang buruk 6.2
8 Ketidakstabilan pemerintah 6.1
9 Inflasi 6.1
10 Peraturan pajak 6.0
11 Tingkat pajak 4.2
12 Peraturan buruh yang membatasi 3.6
13 Kriminalitas dan pencurian 2.7
14 Kesehatan umum yang buruk 2.5
15 Peraturan mata uang asing 2.3
Sumber: World Economic Forum (WEF), 2011

Berbagai macam faktor yang mempelemah


kemampuan daya saing ini perlu direduksi. Berbagai
pihak, terutama pelaku dunia usaha perlu proaktif
untuk mengantisipasi lemahnya daya saing dan
mengembangkan diri agar mampu bersaing secara
kompetitif. Pihak pemerintah juga wajib memberikan
aiststensi dan dukungan politik sepenuhnya kepada
pelaku usaha, agar daya saing nasional bisa
ditingkatkan.

89
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

4.2 Implikasi Budaya Organisasi pada Manajemen


Perubahan

Memasuki millenium ke-3 (abad ke-21) ini, berbagai


jenis organisasi (organisasi niaga, organisasi di
lingkungan pemerintahan, organisasi yang bersifat
nirlaba) akan menghadapi perubahan dengan variasi,
intensitas, dan cakupan yang belum pernah dialami
sebelumnya. Dengan demikian, organisasi tersebut
hanya akan berkembang dan maju apabila cepat
tanggap terhadap perubahan yang pasti akan terjadi.
Pemimpin masa kini dan masa depan dituntut untuk
tidak sekedar bersikap luwes dan beradaptasi dengan
lingkungan yang bergerak sangat dinamis, akan tetapi
juga mampu mengantisipasi berbagai bentuk
perubahan daan secara proaktif menyusun berbagai
program perubahan yang diperlukan.
Para pemimpin sebagai salah satu pihak yang
berkepentingan berada pada garis terdepan dalam
mewujudkan perubahan. Pemimpin dituntut dan
diberi tanggung jawab oleh berbagai pihak mampu
menjalankan roda organisasi. Keberhasilan para
pemimpin merespon perubahan memerlukan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan
perubahan tersebut. Dalam hal ini, faktor Budaya
Organisasi (culture organization) menjadi penting.
Budaya Organisasi merupakan salah satu faktor
penting yang sangat menentukan terhadap berhasil
tidaknya organisasi tersebut. Untuk itu, peranan
pemimpin dalam upaya membentuk dan membangun

90
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

Budaya Organisasi yang kondusif bagi pencapaian


tujuan organisasi sangatlah menentukan. Di sini
pulalah peran pemimpin menjadi penting dalam
proses pemberdayaan (empowerment) karyawan.
Mengikuti konsep pemberdayaan yang dikemukakan
Pranarka dan Moelijarto (dalam Prijono dan Pranarka,
1996:56-57), maka dituntut kesiapan dan kerelaan
pemimpin untuk memberikan atau mengalihkan
sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan
kepada karyawan agar mereka menjadi lebih berdaya.
Keadaan tersebut sangat ditentukan oleh Budaya
Organisasi yang ada dalam organisasi tersebut.
Sesuai dengan tantangan globalisasi, suatu
organisasi/perusahaan dapat bertahan jika dapat
melakukan perubahan. Sobirin (2005) menyatakan
ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan,
yaitu faktor eksternal seperti perubahan teknologi
dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional
serta faktor internal organisasi yang mencakup dua
hal pokok yaitu (1) perubahan perangkat keras
organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut
dengan perubahan struktural, yang meliputi
perubahan strategi, stuktur organisasi dan sistem
serta (2) perubahan perangkat lunak organisasi (soft
system tools) atau perubahan kultural yang meliputi
perubahan perilaku manusia dalam organisasi,
kebijakan sumber daya manusia dan Budaya
Organisasi. Menurut Robbins (2003), perubahan
organisasi meliputi empat indikator yaitu: (1)
perubahan struktur organisasi, (2) perubahan strategi

91
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

organisasi, (3) perubahan manajemen sumber daya


manusia, dan (4) penerapan teknologi pendukung
perubahan organisasi.

4.3 Implikasi Budaya Organisasi pada Efektivitas


Kerja

Penguatan budaya orgabisasi dapat menciptakan


efektifitas kerja. Keefektifan suatu organisasi juga
sangat dipengaruhi oleh budaya yang kuat,
sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (1994: 483)
“Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari
organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan
baik, dan dirasakan bersama secara luas. Makin
banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti,
menyetujui jajaran tingkat kepentingannya, dan
merasa sangat terikat kepadanya, maka makin kuat
budaya tersebut. Charles H. Levine dalam Robbins
(1994;484) menyatakan bahwa apakah pengaruh dari
suatu budaya yang kuat  terhadap keefektifan
organisasi? Jawabannya adalah keefektifan
mensyaratkan bahwa budaya, strategi, lingkungan
dan teknologi sebuah organisasi bersatu.Makin kuat
budaya suatu organisasi, makin penting bahwa
budaya tersebut cocok dengan variabel-variabel
tersebut.
Efektivitas kerja merupakan suatu keadaan
tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki
melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian

92
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

efektivitas menurut para ahli diantaranya sebagai


berikut. menurut Siagian (2007:24) efektivitas adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang
atas jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas
menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya
sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan
semakin mendekati sasaran berarti makin tinggi
efektivitasnya. Apabila dicermati bahwa efektivitas
kerja pada suatu organisasi baik swasta maupun
pemerintah maka sasarannya tertuju pada proses
pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan
yang dilakukan oleh para pegawai itu sendiri.
kegiatan yang dimaksud adalah usaha yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
organisasi tersebut. Istilah efektif (effektive) dan
(efficien) merupakan istilah yang saling berkaitan dan
patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan
suatu organisasi. Pada prinsipnya efektivitas individu
para anggotanya didalam melaksanakan tugas sesuai
dengan kedudukan dan peran mereka masing-
masing dalam organisasi tersebut.
Menurut Umar (2003:121) efektivitas merupakan
harapan yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat dicapai. Sedangkan menurut
Hadyaningrat (1989:38) efektivitas adalah kemampuan
seseorang atau sekelompok orang yang sedang
melaksanakan aktivitas untuk mendapatkan atau
melahirkan hasil dari kegiatan itu. Disamping itu

93
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Schermerhon (1998:5), mengatakan bahwa efektivitas


kerja merupakan suatu ukuran tentang pencapaian
suatu tugas dan tujuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
meliputi faktor internal dan faktor ekternal. Pertama,
faktor internal. Faktor internal ini meliputi sebagai
keseluruhan faktor yang ada dan berkaitan dengan
organisasi itu sendiri terdapat sekelompok orang
yang melakukan aktivitas kerjasama untuk mencapai
tujuan tertentu, faktor-faktor itu saling mempengaruhi
lebih jauh diuraikan pula bahwa terdapat azas-azas
penting dalam faktor internal sebagai berikut: (a)
Departemenisasi, kegiatan menyusun satuan-satuan
organisasi, (b) Fleksibilitas, keadaan dimana struktur
organisasi mudah diubah untuk disesuaikan dengan
tuntutan dan kebutuhan yang datangnya dari
lingkungan organisasi, (c) Rentangan kontrol,
terbanyak satuan bawahan langsung yang dapat
dipimpin dengan baik oleh atasan, (d)
Berkelangsungan, kondisi organisasi untuk
memberikan dukungan dengan berbagai sumber
daya yang dimilki agar aktivitas organisasi berjalan
terus, (e) kepemimpinan, (leading) yaitu proses
pemerintah dan mempengaruhi agar kegiatan atau
pekerjaan yang saling terkait dapat diarahkan untuk
mencapai tujuan organisasi, (f) keseimbangan,
satuan-satuan organisasi ditempatkan pada struktur
organisasi sesuai dengan perannya.
Kedua, faktor eksternal. Faktor eksternal mencakup
suatu jaringan hubungan-hubungan pertukaran

94
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

dengan sejumlah organisasi dan melibatkan diri


dengan transaksi-transaksi dengan tujuan untuk
memperoleh dukungan, mengatasi hambatan,
melakukan pertukaran sumber daya, menata
lingkungan organisasi yang konduktif dan proses
transformasi nilai inovasi maupun norma sosial yang
ada.
Jones (dalam Tangkilisan, 2002:64), mengemukakan
tiga faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi
maupun norma-norma sosial yang ada yaitu: (a)
lingkungan organisasi, dimana organisasi beroperasi
selalu berhadapan dengan sistem yang tidak menentu
bagi yang meliputi dukungan pelanggan, pemasok
bahan-bahan maupun tantangan dari pelaku yang
lain, (b) lingkungan teknologi, dimana organisasi
dapat bertahan jika mampu memberikan pelayanan
dan produk yang sebaik-baiknya dan untuk mencapai
hal itu maka dibutuhkan penyesuaian yang tepat
guna, (c) proses organisasi, dimana organisasi akan
mampu berkembang bila menerapkan strategi yang
tepat untuk keluar dari suatu krisis yang dialaminya.
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi
efektivitas kerja, seperti yang dikemukakan oleh
Steers (1985:8), sebagai berikut:
1) Karakteristik Organisasi, adalah hubungan yang
sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber
daya manusia yang terdapat dalam organisasi.
Struktur merupakan cara yang unik
menempatkan manusia dalam rangka
menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur,

95
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu


hubungan yang relatif tetap yang akan
menentukan pola interaksi dan tingkah laku
yang berorientasi pada tugas.
2) Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek.
Aspek pertama adalah lingkungan eksteren
yaitu lingkungan yang berada diluar batas
organisasi dan sangat berpengaruh terhadap
organisasi, terutama dalam pembuatan
keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek
kedua adalah lingkungan interen yaitu yang
dikenal sebagai iklim organisasi yaitu
lingkungan yang secara keseluruhan dalam
organisasi.
3) Karakteristik Pekerja, merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap efektivitas.
Didalam diri setiap individu akan ditemukan
banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran
individu akan perbedaan itu sangat penting
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi
apabila suatu organisasi menginginkan
keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat
mengintegrasikan tujuan individu dan tujuan
organisasi. Pekerja merupakan modal utama di
dalam organisasi yang akan berpengaruh besar
terhadap efektivitas, karena walaupun tehnologi
yang digunakan merupakan teknologi yang
canggih dan didukung oleh adanya struktur
yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka
semua itu tidak ada gunanya.

96
Budaya O rganisasi dan Efektivitas Ker ja

4) Karakteristik Manajemen, adalah strategi


dan mekanisme kerja yang dirancang untuk
mengkondisikan semua hal yang didalam
organisasi sehingga efektivitas tercapai.
Kebijakan dan praktek manajemen harus
memperhatikan manusia, tidak hanya
mementingkan strategi dan mekanisme kerja
saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan
tujuan strategi, pencarian dan pemanfaatan
atas sumber daya, penciptaan lingkungan
prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan
pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap
perubahan lingkungan inovasi organisasi.
Dengan makin rumitnya proses teknologi dan
perkembangannya lingkungan maka peranan
manajemen dalam hal ini kepemimpinan dalam
mengkoordinasi orang sangatlah perlu guna
meningkatkan efektivitas kerja organisasi.

4.4 Latihan soal/kasus

1) Apa yang adna ketahui tentang AFTA (Asean Free


Trade Area)  dan AEC (Asean Economic Community)?
2) Apa yang perlu disipakan untuk menghadapi
tantangan global tersebut?
3) Apa yang dimaksud budaya korporat menurut
Robbins?
4) Apa yang dimaksud efektivitas kerja?
5) Apa saja factor yang mempengaruhi efektifotas
kerja tersebut?

97
BAB V

IMPLIKASI Budaya
Organisasi PADA
PRODUKTIVITAS

Dengan pembahasan materi ini secara menyeluruh, diharapkan


mahasiswa/mahasiswi mampu memahami implikasi Budaya
Organisasi pada produktivitas yang menyangkut hal-hal sebagai
berikut:
• Pengertian Produktifitas
• Sumber Produktifitas
• Prinsip-prinsip Produktifitas
• Faktor Penentu Produktivitas
• Indikator Produktifitas

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


kemampuan untuk memahami implikasi Budaya
Organisasi pada produktivitas

TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasikan implikasi Budaya


Organisasi pada produktivitas yang meliputi: pengertian
produktifitas, sumber produktifitas, prinsip-prinsip
produktifitas, faktor penentu produktivitas, dan indikator
produktifitas

5.1 Pengertian Produktifitas

Produktivitas kerja berasal dari bahasa inggris,

99
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

product: result, outcome berkembang menjadi kata


productive, yang berarti menghasilkan, dan
productivity: having the ability make or kreate, creative.
Perkataan itu dipergunakan di bahasa Indonesia
menjadi produktivitas yang berarti kekuatan atau
kemampuan menhasilkan sesuatu, karena dalam
organisasi. Kerja yang akan dihasilkan adalah
perwujudan tujuannya. Dilihat dari segi Psikologi
produktivitas menunjukkan tingkah laku sebagai
keluaran (output) dari suatu proses berbagai macam
komponen kejiwaan yang melatarbelakanginya.
Produktivitas tidak lain daripada berbicara mengenai
tingkah laku manusia atau individu, yaitu tingkah
laku produktivitasnya. Lebih khusus lagi di bidang
kerja atau organisasi kerja (Sedarmayanti, 2004).
Produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap
yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa
metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode
kerja kemarin. Hasil yang dapat diraih esok harus
lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil yang
diraih hari ini (Komaruddin, 1992).
The Liang Gie (1988: 31), mengatakan bahwa
produktivitas adalah perbandingan antara hasil
kerja yang berupa barang- barang atau jasa dengan
sumber atau tenaga yang dipakai dalam suatu
proses produksi tersebut. Sedangkan menurut
penelitian formulasi National Productivity Board
Singapure, dikatakan bahwa produktivitas adalah
sikap mental yang mempunyai semangat untuk
melakukan peningkatan perbaikan. Perwujudan

100
Im plikas i Budaya O rganisasi Pada P roduktivitas

sikap mental, dalam berbagai kegiatan antara lain


sebagai berikut: (1) hal yang berkaitan dengan diri
sendiri dapat dilakukan melalui peningkatan: a)
pengetahuan b) ketrampilan c) kedisiplinan, d) upaya
pribadi, dan e) kerukunan kerja. (2) hal yang berkaitan
dengan pekerjaan, dapat dilakukan melalui: a)
manajemen dan metode kerja yang lebih baik b)
penghematan biaya, c) ketepatan waktu, dan d)
system dan teknologi yang lebih baik.
Dalam Rome Conference Eorupan Productivity
Agency tahun 1958 disebutkan bahwa produktivitas
adalah tingkat efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan elemen produktivitas. Produktivitas
merupakan sikap mental yan selalu mencari
perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu
keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan
pekerjaan lebih baik hari ini dari pada kemarin dan
hari esok yang lebih baik dari hari ini. Produktivitas
adalah sikap mental yang mementingkan usaha terus
menerus untuk menyesuaikan aktivitas ekonomi
terhadap kondisi yang berubah. Sikap mental untuk
menerapkan teori serta metode-metode dan
kepercayaan yang teguh akan kemajuan umat
manusia (Ramayani,2004).
Menurut Siagian (2002), produktivitas kerja adalah
kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya
dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan
menghasilkan output yang optimal, kalau mungkin
yang maksimal. Menurut Kendrick dan Creamer
(1986), produktivitas merupakan definisi fungsional

101
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

untuk produktivitas parsial, produktivitas total, dan


faktor total produktivitas. Tinggi rendahnya suatu
produktivitas berkaitan dengan efisiensi dari sumber-
sumber daya (input) dalam menghasilkan suatu
produk atau jasa (output) (Bain, 1982). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas
berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam
memproduksi output (barang dan/atau jasa),
sehingga rumusan produktivitas adalah sebagai
berikut:
Keluaran (output)
Produktivitas = -------------------------
Masukan (input)

Produktivitas memiliki arti penting bagi organisasi.


Pengukuran produktivitas kerja terutama digunakan
untuk menganalisis dan mendorong efisiensi kerja.
Sejak awal pekembangannya sampai sekarang telah
banyak definisi produktivitas yang
telahdikembangkan.Beberapa definisi dari
produktivitas adalah sebagai berikut. Menurut Umar
(1998:45), Produktivitas mengandung arti sebagai
perbandingan antara hasil yang dicapai (output)
dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan
(input). Dengan kata lain bahwa produktivitas
memliliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah
efektivitas yang mengarah kepada pencapaian target
berkaitan dengan kuaitas, kuantitas dan waktu. Yang
kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya
membandingkan input dengan realisasi

102
Im plikas i Budaya O rganisasi Pada P roduktivitas

penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut


dilaksanakan, selanjutnya produktivitas adalah
perbandingan output dengan input, dimana
outputnya harus mempunyai nilai tambah dan teknik
pengerjaan yang lebih baik.

5.2 Sumber Produktivitas Kerja

Sumber produktivitas kerja adalah manusia


sebagai tenaga kerja, baik secara individual maupun
secara kelompok, yang sepenuhnya terarah pada
upaya mencari cara yang memungkinkan manusia
meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja,
terutama berkenaan dengan peningkatan kualitas
dalam melaksanakan pekerjaannya. Sumber
produktivitas kerja tersebut adalah:
1) Penggunaan pikiran. Produktivitas kerja
dikatakan tinggi jika untuk memperoleh hasil
yang maksimal dipergunakan cara kerja yang
paling mudah, dalam arti tidak memerlukan
banyak pikiran yang rumit dan sulit
2) Penggunaan tenaga jasmani/fisik. Produktivitas
kerja dikatakan tinggi bilamana dalam
mengerjakan sesuatu diperoleh hasil yang
jumlahnya terbanyak dan mutunya terbaik.
3) Penggunaan waktu. Produktivitas dari segi
waktu, berkenaan dengan cepat atau lambatnya
mencapai suatu hasil dalam bekerja.
4) Penggunaan ruangan. Suatu pekerjaan dikatakan
produktif bila menggunakan ruang yang

103
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

luasnya wajar, sehingga tidak memerlukan


mobilitas yang jauh.
5) Penggunaan material/bahan dan uang. Suatu
pekerjaan dikatakan produktif, jika penggunaan
material/bahan baku dan peralatan lainnya
tidak terlalu banyak yang terbuang dan
harganya tidak terlalu mahal, tanpa mengurangi
mutu hasil yang dicapai, dan pekerjaan tersebut
dikatakan hemat (Sedarmayanti,2004).
International Labour Organization (ILO),
mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana
maksud dari produktivitas adalah perbandingan
secara ilmu hitunga antara jumlah yang dihasilkan
dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama
produksi berlangsung, sumber- sumber itu berupa:
a. Tanah
b. Bahan baku dan bahan pembantu
c. Pabrik, mesin-mesin dan alat-alat
d. Tenaga kerja manusia.(Hasibuan, 1996)

5.3 Prinsip-Prinsip Produktivitas Kerja

Produktivitas secara umum diartikan sebagai


hubungan antara keluaran ( barang-barang atau jasa )
dengan masukan ( tenaga kerja, bahan, uang ).
Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif.
Suatu perbandingan hasil antara keluaran dan
masukan. Masukan sering dibatasi dengan tenaga
kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan
fisik, bentuk, dan nilai.

104
Im plikas i Budaya O rganisasi Pada P roduktivitas

Di bidang industri, produktivitas mempunyai arti


ukuran yang relatif nilai atau ukuran yang ditampilkan
oleh daya produksi, yaitu sebagai campuran dari
produksi dan aktivitas; sebagai ukuran seberapa baik
kita menggunakan sumber daya manusia dalam
mencapai hasil yang diinginkan.
Produktivitas memiliki sejumlah prinsip yang
mendasarinya. Adapun Prinsip-prinsip produktivitas
kerja adalah sebagai berikut:
1) Apabila input turun, output tetap maka
produktivitas meningkat.
2) Apabila input turun, output naik maka
produktivitas meningkat.
3) Apabila input tetap, output naik maka
produktivitas naik
4) Apabila input naik, output naik dimana jumlah
kenaikan output lebih besar dari kenaikan input.
5) Apabila input turun, output turun dimana
turunnya output lebih kecil dari turunya input
(Wahyudi, 2010).

5.4 Faktor Penentu Produktivitas

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi


produktivitas kerja. Adapun beberapa Faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan.
Menurut Simanjuntak (dalam Sutrisno 2010) yaitu;

a. Pelatihan
Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi

105
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang


tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu
latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai
pelengkap,akan tetapi sekaligus untuk memberikan
dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan
berarti para karyawan belajar untuk mengerjakan
sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat
memperkecil atau meninggalkan kesalahan-kesalahan
yang pernah dilakukan. Stoner (1991), mengemukakan
bahwa peningkatan produktivitas bukan pada
pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada
pengembangan karyawan yang paling utama. Dari
hasil penelitian, beliau menyebutkan 75% peningkatan
produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan
pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan, alokai
tugas.

b. Mental dan kemampuan fisik karyawan


Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan
hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi
organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
produktivitas kerja karyawan.

c. Hubungan antara atasan dan bawahan.


Hubungan atasan dan bawahan akan memengaruhi
kegiatan yang dilakukan sehari - hari. Bagaimana
pendangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana
bawahan diikutsertakan dalam penentu an tujuan.
Sikap yang saling jalin menjalin telah mampu

106
Im plikas i Budaya O rganisasi Pada P roduktivitas

meningkatkan produktivitas karyawan dalam


bekerja. Dengan demikian, jika karyawan
diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut
akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses
produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas.

5.5 Indikator Produktifitas

Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan


suatu indikator. Menurut Menurut Sutrisno (2010),
indikator produktivitas kerja meliputi:

a. Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
tugas. Kemampuan seorang karyawan sangat
bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta
profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini
memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang diembannya kepada mereka.

b. Meningkatkan hasil yang dicapai


Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai.
Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan
baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati
hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk
memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-
masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

107
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

c. Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari
kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari hasil yang
dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan
dengan hari sebelumnya.

d. Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningka
tkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat
dilakukan dengan melihat tantanagn dan harapan
dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat
tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan.
Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada
gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan
karyawan untuk meningkatkan kemampuan.

e. Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih
baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil
pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja
seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan
untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada
gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan
dirinya sendiri.

f. Efisiensi
Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan.
Masukan dan keluaran merupakan aspek
produktivitas yang memberikan pengaruh yang

108
Im plikas i Budaya O rganisasi Pada P roduktivitas

cukup signifikan bagi karyawan.

5.6 Latihan soal/kasus

1) Apa yang anda ketahui tentang Produktifitas?


2) Apa saja sumber Produktifitas?
3) Ada beberapa prinsip produktifitas. Coba anda
jelaskan
4) Apa saja faktor penentu produktivitas?
5) Terakhir, apa saja indikator produktifitas?

109
BAB VI

MEMBANGUN BUDAYA
UNGGUL
PADA DUNIA USAHA
Dengan pembahasan materi ini secara menyeluruh, diharapkan
mahasiswa/mahasiswi mampu memahami Budaya Unggul Pada
Dunia Usaha yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
• Karateristik budaya unggul
• Budaya unggul pada Perbankkan
• Budaya unggul pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
• Budaya unggul pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM)

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


budaya unggul pada dunia usaha

TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasikan strategi


implementasi budaya unggul pada dunia usaha yang
meliputi: karateristik budaya unggul, budaya unggul
pada perbankan, budaya unggul pada LPD, dan budaya
unggul pada UMKM.

6.1 Karateristik Budaya Unggul

Menurut Gibson et.al (1994), Budaya Organisasi


unggul atau kuat mempunyai lima karakterisktik,
antara lain: (1) mempelajari, yaitu kultur diperlukan

111
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

dan diwujudkan dalam belajar, observasidan


pengalaman. (2) saling berbagi, yaitu individu dalam
kelompok, keluarga saling berbagi kultur dan
pengalaman. (3) transgenerasi, merupakan kumulatif
dan melampaui satu generasi ke generasi berikutnya.
(4) persepsi pengaruh, yaitu membentuk perilaku dan
struktur bagaimana seseorang menilai dunia. (5)
adaptasi, yaitu kultur didasarkan pada kapasitas
seseorang berubah atau beradaptasi.
Karakteristik Budaya Organisasi kuat/unggul di
sebuah organisasi berdasarkan hasil kesimpulan para
peneliti menurut Robbins (2007) ada tujuh karakteristik
utama yang merupakan hakikat Budaya Organisasi,
antara lain: Menurut Robbins (2007), ciri-ciri Budaya
Organisasi ada 7, yaitu :
1) Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana
karyawan didorong untuk menjadi inovatif dan
berani mengambil resiko Perhatian terhadap
detail. Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, menunjukkan kecermatan,
analisis dan perhatian terhadap detail.
2) Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen
berfokus pada hasil bukannya pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
3) Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-
keputusan manajemen mempertimbangkan efek
dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam
organisasi.
4) Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan

112
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

kerja diorganisasikan sekitar tim-tim,


5) bukannya individu.
6) Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif
dan kompetitif daripada santai.
7) Stabilitas atau kemantapan. Sejauh mana
kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam
perbandingannya dengan pertumbuhan.
Budaya perusahaan yang berkualitas terbentuk
dari fondasi organisasi yang unggul bersama nilai-
nilai, tata kelola, sistem, perilaku, kinerja,
kepemimpinan, etos kerja, dan lingkungan kerja yang
membuat setiap karyawan mampu berprestasi
dengan kekuatan kolaborasi yang solid.
Budaya perusahaan yang kuat menjadi penentu
yang mengharmoniskan kehidupan kerja.Semakin
sadar kepemimpinan membangun kerangka budaya
untuk menguatkan struktur organisasi, semakin kuat
dan unggul struktur organisasi tersebut dalam
menjalankan fungsi dan peran. Keberhasilan
perusahaan dalam membangun budaya perusahaan
yang kuat dan berkelanjutan, sangatlah ditentukan
oleh aliran energi integritas yang menguatkan
karakter kepemimpinan dan karyawan. Bila energi
integritas mampu mengalir ke dalam perilaku kerja
sehari-hari di dalam perusahaan, maka kesadaran
dan kemauan setiap orang untuk menciptakan
budaya perusahaan yang kuat akan menjadi
kenyataan.
Budaya perusahaan yang kuat selalu membuat

113
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

nilai-nilainya hidup dalam dominasi atas nilai-nilai


pribadi.Nilai-nilai dijadikan energi inti yang
memberikan arah berperilaku kepada setiap individu
di dalam perusahaan.Setiap individu didoktrin agar
selalu patuh pada nilai-nilai perusahaan, dan setiap
individu wajib melakukan internalisasi nilai-nilai
perusahaan ke dalam perilaku kerja sehari-hari.
Semakin kuat nilai-nilai perusahaan mempengaruhi
setiap orang di dalam perusahaan, semakin kuatlah
budaya perusahaan dalam membangun fondasi
budaya yang unggul.Budaya perusahaan yang kuat
selalu menyiapkan keyakinan yang optimis dan
positif, asumsi yang terhitung risikonya, serta
pendekatan kerja yang terukur di dalam etika dan
integritas.
Bila budaya perusahaan sudah sangat kuat, maka
setiap orang di dalam perusahaan akan memiliki
mental yang unggul dalam menghadapi lingkungan
bisnis yang keras dan kompetitif. Termasuk, siap
mental dalam menghadapi ketidakpastian bisnis
akibat resesi ekonomi, dan juga selalu siap dengan
perubahan untuk menghadapi hal-hal sulit. Para
pemimpin di perusahaan tidaklah boleh berpuas diri
atau gagal memahami perubahan.Sebab, budaya
adalah energi kehidupan yang selalu harus
beradaptasi dengan perubahan.Oleh karena itu,
pemimpin harus selalu memastikan bahwa budaya
perusahaan mampu mengikuti perubahan, dan
memperkaya budaya yang sudah ada dengan hal-hal
baru yang muncul dari perubahan lingkungan bisnis.

114
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

Budaya perusahaan adalah satu-satunya aset yang


dapat menciptakan keunggulan kompetitif secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, perusahaan harus
secara terus-menerus berkembang bersama budaya
yang kuat dan unggul. Dalam buku berjudul
“Corporate Cultures, The Rite and Ritual of Corporate
Life”, Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy
mengatakan bah¬wa sedikitnya terdapat 5 elemen
penentu Budaya Perusahaan: lingkungan bisnis,
sistem nilai (value), figur panutan (hero), tata cara
kerja (rite) dan ritual, dan jaringan kultural (cultural
network).
Pertama, setiap perusahaan memiliki lingkungan
bisnis yang khas. Setiap perusahaan menghadapi
realitas yang berbeda-beda di pasar tergantung pada
produk, pesaing, konsumen, teknologi, pengaruh
pemerintah, dan sebagainya.Untuk sukses, masing-
masing perusahaan harus melakukan berbagai
aktivitas tertentu secara baik.Lingkungan bisnis ini
merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi
pembentukan Budaya Perusahaan.
Kedua, sistem nilai merupakan konsep dan
keyakinan dasar sebuah organisasi.Karenanya
me¬rupakan “jantung” Budaya Perusahaan.Sistem
nilai ini menentukan sukses dalam bentuk kongkrit
bagi karyawan “Jika Anda melakukannya, Anda juga
akan sukses” dan menetapkan standar prestasi dalam
organisasi.Perusahaan berbudaya kuat mempunyai
sistem nilai yang kaya dan kompleks.Dan hal ini
harus dijalankan seluruh karyawan.

115
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Ketiga, figur panutan merupakan sosok atau


personifikasi dari sistem nilai dan menjadi contoh-
tauladan bagi karyawan.Sebagian figur panutan
dilahirkan dan sebagian lainnya “dibuat” oleh
berbagai momen penting yang terjadi dalam
kehidupan perusahaan setiap hari.Perusahaan
berbudaya kuat memiliki banyak figur panutan. Di
General Electric, misalnya, figur panutan termasuk
Thomas Edison, sang penemu; Charles Steinmetz,
insinyur yang hebat; Gerald Swope dan, sekarang,
Jack Welch, CEO terkemuka; dan banyak lagi figur
penting yang mungkin kurang dikenal.
Keempat, tata cara kerja dan ritual merupakan
program rutin dan sistematik kehidupan perusahaan
setiap hari: Dalam manifestasi biasa yang disebut
dengan ritual hal ini memuat tingkah laku karyawan
yang diharapkan. Dan, dalam bentuk ekstravaganza
yang disebut dengan upacara-upacara hal ini
memberikan contoh nyata untuk apa perusahaan
berdiri.
Kelima, jaringan kultural yang bertindak sebagai
“carrier” sistem nilai dan mitos heroik perusahaan.
Bekerjanya jaringan kultural secara efektif adalah
satu-satunya cara agar semuanya bekerja secara baik
atau memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Itulah beberapa karakteristik budaya unggul dalam
perusahaan. Dengan keunggulan Budaya Organisasi
yang dimilikinya, suatu perusahaan bisa eksis bahkan
mampu berkembang sesuai tantangan pasar yang
semakin kompetitif.

116
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

6.2 Budaya Unggul pada Perbankkan

Budaya perusahaan yang yang unggul memiliki


konstruksi nilai-nilai, tata kelola, sistem, perilaku,
kinerja, kepemimpinan, etos kerja, dan lingkungan
kerja yang membuat setiap karyawan mampu
berprestasi dengan kekuatan kolaborasi yang solid.
Keunggulan budaya perusahaan ini bisa
mengantarkan perusahaan tersebut tetap eksis dan
mampu berkembang di tengah-tengah persaingan
bisnis yang semakin kompetetif dewasa ini.
Budaya unggul perusahaan antara lain tersurat
pada visi, misi dan tata nilai yang diusungnya. Untuk
melihat Budaya Organisasi yang unggul pada
lembaga perbankkan, di sini diberikan contoh bufaya
unggul perusahaan BNI 46 dan BCA.
BNI 46 berdiri sejak 1946. Sebelumnya, BNI dikenal
sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank
pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah
Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan
alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan
Pemerintah Indonesia, yakni ORI atau Oeang
Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal
30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak
pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut
diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional,
sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal
5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.
Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang
merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai

117
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi


peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi
atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu
ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan
kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai
bank devisa, dengan akses langsung untuk transaksi
luar negeri. 
Sehubungan dengan penambahan modal pada
tahun 1955, status Bank Negara Indonesia diubah
menjadi bank komersial milik pemerintah.Perubahan
ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi
sektor usaha nasional.
Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun
pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan,
nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan
mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan
Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai ‘BNI
46’. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah
diingat – ‘Bank BNI’ – ditetapkan bersamaan dengan
perubahaan identitas perusahaan tahun 1988.
Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah
menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero),
sementara keputusan untuk menjadi perusahaan
publik diwujudkan melalui penawaran saham
perdana di pasar modal pada tahun 1996. Kemampuan
BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan
kemajuan lingkungan, sosial-budaya serta teknologi
dicerminkan melalui penyempurnaan identitas
perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa.
Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI

118
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

terhadap perbaikan kualitas kinerja secara terus-


menerus.
Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang
diperbaharui mulai digunakan untuk menggambarkan
prospek masa depan yang lebih baik, setelah
keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit.
Sebutan ‘Bank BNI’ dipersingkat menjadi ‘BNI’,
sedangkan tahun pendirian – ’46’ – digunakan dalam
logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan
sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada akhir
tahun 2011, Pemerintah Republik Indonesia
memegang 60% saham BNI, sementara 40% saham
selebihnya dimiliki oleh pemegang saham publik baik
individu maupun institusi, domestik dan asing.
Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia
berdasarkan total aset, total kredit maupun total dana
pihak ketiga. Kapabilitas BNI untuk menyediakan
layanan jasa keuangan secara menyeluruh didukung
oleh perusahaan anak di bidang perbankan syariah
(Bank BNI Syariah), pembiayaan (BNI Multi Finance),
pasar modal (BNI Securities), dan asuransi (BNI Life
Insurance).
Dengan total aset senilai Rp 299,1 triliun dan lebih
dari 23.639 karyawan pada akhir tahun 2011, BNI
mengoperasikan jaringan pelayanan yang luas
mencakup 1.364 outlet domestik dan 5 cabang luar
negeri di New York, London, Tokyo, Hong Kong dan
Singapura, 6.227 unit ATM milik sendiri, serta fasilitas
Internet banking dan SMS banking yang memberikan

119
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

kemudahan akses bagi nasabah.


Bank BNI 46 memiliki VISI & MISI, nilai (value)
serta budayaperusahaan yang jelas. Adapun Visi BNI
adalah: Menjadi bank yang unggul, terkemuka dan
terdepan dalam layanan dan kinerja. Dengan visi ini,
BNI berupaya menjadi Bank yang menunjukkan
kinerja unggul untuk memberikan nilai investasi yang
memuaskan bagi para pemegang saham, menjadi the
bank of choice dengan menyajikan kualitas layanan
yang terbaik, serta menjadi dominant player (market
leader) dengan menyajikan produk/jasa bernilai tinggi
di segmen pasar yang dilayani. Selanjuthnya visi ini
didabarkan ke dalam beberapa misi, yang meliputi:
• Memberikan layanan prima dan solusi yang
bernilai tambah kepada seluruh nasabah, dan
selaku mitra pillihan utama (the bank choice)
• Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi
investor.
• Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat
kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi.
• Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab
terhadap lingkungan dan sosial.
• Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata
kelola perusahaan yang baik.

BNI 46 memiliki prinisp budaya kerja tersendiri.


Budaya Kerja BNI”PRINSIP 46”merupakan Tuntunan
Perilaku Insan BNI, terdiri dari Empat Nilai Budaya
Kerja, yakni: profesionalisme, integritas, orientasi
pelanggan, dan perbaikan tiada henti. Selanjutnya

120
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

enam Nilai Perilaku Utama Insan BNI adalah: (1)


meningkatkan kompetensi dan memberikan hasil
terbaik, (2) jujur, tulus dan ikhlas, (3) disiplin,
konsisten dan bertanggungjawab, (4) memberikan
layanan terbaik melalui kemitraan yang sinergis, (5)
senantiasa melakukan penyempurnaan, (6) kreatif
dan inovatif (Lihat Tabel 6.1).

Tabel 6.1
Nilai Budaya Organisasi BNI 46 dan BCA

6 NILAI
4 NILAI
PERILAKU
BUDAYA Tata Nilai BCA
UTAMA
KERJA BNI
 INSAN BNI
·
Profesi- Meningkatkan 1. Fokus pada Nasabah
o n a l i s m e  Kompetensi dan (Customer Focus)
(Profession- Memberikan Hasil Memahami, mendalami
alism) Terbaik dan memenuhi kebutu-
han pelanggan dengan
cara terbaik

Integritas • Jujur, Tulus dan 2. Integritas (Integrity)


(Integrity) Ikhlas Jujur, tulus, dan lurus.
• Disiplin, Kon- Nasabah memiliki Bank
sisten dan Ber- yang dipercaya.
tanggungjawab Kepercayaan dibangun
melalui tindakan yang
mencerminkan integri-
tas dan etika bisnis yang
tinggi secara konsisten.

121
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Orientasi • M e m b e r i k a n 3. Kerja Sama Tim (Team


Pelanggan Layanan Ter- Work)
(Customer baik Melalui Tim adalah himpunan
Orientation ) Kemitraan orang yang memiliki
yang Sinergis pertalian khas, komit-
men, tata cara dan sin-
ergi untukmencapai
satu tujuan.

Perbaikan • Senantiasa 4.Berusaha Mencapai


Tiada Henti Melakukan Pe- yang Terbaik
(Continuous nyempurnaan (Continuous Pursuit of
Improvement) • Kreatif dan Ino- Excellence)
vatif S e n a n t i a s a
melakukan yang
terbaik dengan cara
dan kualitas terbaik

Sebagaimana BNK 46, BCA sebagai bank swasta


nasional memiliki budaya Budaya Perusahaan yang
unggul. Budaya perusahaan BCA jelas tercantum
dalam visi, misi dan tata nilai BCA. Adapun Visi BCA
adalah: “Bank pilihan utama andalan masyarakat, yang
berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia”.
Visi ini diterjemahkan ke dalam misi BCA, yaitu: (1)
Membangun institusi yang unggul di bidang
penyelesaian pembayaran dan solusi keuangan bagim
nasabah bisnis dan perseorangan, (2) Memahami
beragam kebutuhan nasabah dan memberikan
layanan finansial yang tepat demi tercapainya
kepuasan optimal bagi nasabah, dan (3) Meningkatkan
nilai francais dan nilai stakeholder BCA.
Selain visi-misi, BCA memiliki tata niai tersendiri,

122
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

yakni Tata Nilai BCA sebagai berikut. Pertama, fokus


pada nasabah (Customer Focus). BCA berupaya
memahami, mendalami dan memenuhi kebutuhan
pelanggan dengan cara terbaik. kedua, integritas
(integrity), yakni jujur, tulus, dan lurus. nasabah
memiliki bank yang dipercaya. kepercayaan dibangun
melalui tindakan yang mencerminkan integritas dan
etika bisnis yang tinggi secara konsisten. ketiga, kerja
sama tim (team work). tim adalah himpunan orang
yang memiliki pertalian khas, komitmen, tata cara
dan sinergi untuk mencapai satu tujuan. Keempat,
berusaha mencapai yang terbaik (continuous pursuit of
excellence), senantiasa melakukan yang terbaik dengan
cara dan kualitas terbaik.
Visi, Misi, dan Tata Nilai BCA telah memberikan
landasan, arah, dan panduan bagi segenap jajaran
BCA dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Tata
Nilai BCA ditetapkan untuk dijadikan panduan moral
bagi segenap jajaran BCA dalam mengemban misi
dan mencapai visi perusahaan.

6.3 Budaya Unggul Lembaga Perkreditan Desa


(LPD)

Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan


perekonomian desa, pemerintah terus
mengembangkab lembaga keuangan bank dan
nonbank di pedesaan. Pelayanan jasa keuangan
masyarakat di desa dilakukan oleh Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), koperasi dan pegadaian serta Lembaga

123
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Perkreditan Desa (LPD). Di antara lembaga keuangan


nonbank di Bali, LPD merupakan lembaga nonbank
yang asetnya terbesar. Sampai dengan akhir tahun
2015 aset LPD se-Bali telah mencapai Rp 14,7 trilyun
atau bertambah 17% dibanding dengan periode tahun
sebelumnya (LPLPD Provinsi Bali, 2016).
Sebagai lembaga keuangan milik desa adat, LPD
melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana masyarakat di suatu wilayah adminitrasi desa
adat dengan dasar kekeluargaan antarwarga desa.
Dengan mengandalkan jumlah warga desa dan ikatan
kekeluargaan yang erat dalam desa LPD terus
mengembangkan lembaganya. Dana pihak ketiga
pada LPD di daerah Bali yang terbentuk dalam
tabungan dan deposito yang sampai akhir tahun 2015
mencapai Rp. 12,2 trilyun atau tumbuh sebesar 16,5
%dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Dana tersebut berasal dari 1,895,446
nasabah LPD. Dana kredit yang mampu disalurkan
oleh LPD di Bali mencapai 11,03 trilyun dengan total
debitor426,359 debitor (LPLPD Provinsi Bali, 2016).
Besarnya pertumbuhan kredit yang dicapai oleh LPD
terutama disebabkan oleh sistem dan persyaratan
adminitrasi yang cukup sederhana, aksesibilitas yang
sangat mudah dijangkau, serta sistem kekerabatan
yang membantu pengendalian kualitas kredit yang
disalurkan.
LPD menghimpun dana krama desa dalam bentuk
tabungan dan deposito. Di samping itu, LPD juga
menyalurkan pinjaman kepada krama desa, menerima

124
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum


sebesar 100% dari jumlah modal, termasuk cadangan
dan laba ditahan, dan menyimpan kelebihan
likuiditasnya pada BPD dengan imbalan bunga
bersaing dan pelayanan yang memadai. Secara
umum, tujuan LPD adalah (1) mendorong
pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui
tabungan dan penyaluran modal yang efektif, (2)
membrantas ijon, gadai gelap, dan sejenisnya, (3)
menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha
bagi warga desa dan tenaga kerja di pedesaan, (4)
meningkatkan daya beli masyarakat dan melancarkan
lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa.
Untuk memenuhi tujuan tersebut maka LPD
seharusnya terus meningkatkan kinerjanya agar tetap
menjadi utama desa yang terpercaya.
LPD memiliki Budaya Organisasi berbasiskan Tri
Hita Karana (THK) yang unggul. Filosofi THK sudah
diterapkan oleh sebagian besar masyarkat di Bali,
bahkan bukan hanya yang beragama Hindu,
melainkan yang non Hindu pun telah menerapkan
filosofi THK. Filosofi THK telah diterapkan dalam
pegelolaan dan pengembangan Budaya Organisasi
LPD. Budaya Organisasi LPD berbasiskan Tri Hita
Karana dapat dilihat padat Tabel 6.2.

125
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Tabel 6.2
Implementasi Budaya Organisasi LPD berbasis THK
Implementasi Budaya Organisasi LPD
Filosofi Tri Internal Organisasi
Hita Karana Eskternal(Krama
(Pengurus/Pengelola
Desa/Nasabah)
LPD)

Parahyangan Karyawan dan pen- Kontribusi LPD


(hubungan gurus LPD berupaya dalam:
harmonis ma- mentatai dan melak- • kegiatan ke-
nusia dengan sanakan ajaran aga- agamaan
Tuhan Yang manya sebagai bukti • p e m b a n g u -
Maha Esa) atas hubungan ham- nan fasilitas ke-
rmonsi antara manusai agamaan
dengan tuhannya.
Tujuan dan strategi
LPD dilandasi pada
keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa

Pawongan Harmonisasi hubun- • Keterlibatan ma-


(hubungan gan antar kary- syarkat desa adat
harmonis ma- awan dan pen- tempat sebagai
nusia dengan gurus melalui tun- karyawan LPD
sesamanya) tunan strategi dan • Program LPD un-
tujuan LPD tuk:
o m a s y a r a k a t
yang kurang
mampu
o untuk kredit
usaha kecil
o p e m b e r i a n
beasiswa un-
tuk anak-anak
berprestasi
yang kurang
mampu
• Kontribusi LPD
dalam pesantian,
kidung, sekehe, dan
lain-lain

126
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

Palemahan Strategi dan tujuan • penghijauan desa


(hubungan LPD diarahkan un- adat
harmonis ma- tuk melestarikan ling- • pengelolaan sam-
nusia dengan kungan pah
lingkungan • membantu dalam
alam) pembangunan
pura desa dan
lain-lain
Sumber: dialoh dari berbagai sumber (Agung Sadiarta, 2016).

Sebagaimana konsep yang dikemukakan Schein


(2004), budaya organisasi merupakan asumsi dasar,
nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan sikap bersama
yang dianut organisasi yang dijadikan acuan dalam
memahami lingkungan internal dan ekternal demi
tercapainya tujuan organisasi. Sebagaimana
ditunjukan pada Tabel 6.2, implementasi Budaya
Organisasi LPD berbasis THK, secara internal dan
eksternal, karyawan dan pengurus LPD amat
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang bersumber
dari filosofis THK, baik aspek parhyangan, pawongan
maupun palemahan. Filosofi Budaya Organisasi LPD
berbasis THK ini termansifestasi dalam produk LPD
yang berupaya mengembangan layanan prima
kepada nasabahnya, yakni layanan yang terus
membina kepercayaan nasabah dengan terus
melakukan inovasi layanan yang memuaskan
nasabah. Adapun produk LPD Desa Adat Kuta
meliputi produk tabungan dan deposito, produk
pinjaman, dan produk layanan jasa.
Pertama, keharmonisan hubungan manusia
dengan tuhan (parhyangan). Secara internal organisasi,

127
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

karyawan dan pengurus LPD berupaya mentatai dan


melaksanakan ajaran agamanya sebagai bukti atas
hubungan hamrmonsi antara manusai dengan
tuhannya. Budaya Organisasi LPD diwujudkan dalam
bentuk komitmen mereka dalam menjabarkan tujuan
dan strategi LPD yang dilandasi pada keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya secara
ekternal, Budaya Organisasi LPD diimplemetasikan
dalam bentuk kontribusi LPD pada kegiatan ritual
keagamaan, renovasi pura, kesejahteraan pemangku,
bantuan untuk masyarakat yang kurang mampu
dalam melaksanakan ritual keagamaan Desa Adat
Kuta. Sesuai dengan Peda Provinsi Bali No.8, Tahun
2002, sebanyak 20% keuntungan LPD dialokasikan
sebagai dana pembangunan desa setempat. Program
taksu punia misalnya merupakan program tabungan
khusus krama Desa Adat Kuta yang berfungsi sebagai
dana sosial dan non profit. Peserta hanya menyetor Rp
100.000,00 selanjutnya manfaat yang akan diperoleh
pada saat yang bersangkutan meninggal dunia akan
mendapat santunan dari LPD Desa Adat Kuta sebesar
Rp 2.500.000,00. Konsep produk ini sesuai dengan
falsafah orang Bali yakni menyama braya atau tolong-
menolong, dari LPD Desa Adat Kuta kepada krama
Desa Adat Kuta (Sadiartha, 2011).
Kedua, yang berhubungan dengan filosofi
pawongan, yaitu hubungan harmonis antara manusia
dengan sesamanya. Secara internal, Budaya Organisasi
LPD, khususnya aspek pawongan dicerminkan dengan
adanya harmonisasi hubungan antar karyawan dan

128
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

pengurus melalui tuntunan strategi dan tujuan LPD


di Desa Adat. Selanjutnya secara ekternal organisasi,
Budaya Organisasi LPD pawongan diimplementasikan
dalam bentuk pemberian askes bagi krama Desa Adat
menjadi karyawan LPD setempat, serta pengembangan
produk LPD untuk pemberdayaan masyarakat Desa
Adat, baik produk tabungan dan deposito, maupun
produk simpan pinjaman dan layanan jasa (Tabel 6.3).

Tabel 6.3
Produk dan jenis layanan LPD di Desa Adat
Produk Jenis layanan

Tabungan Simpanan Desa Adat Kuta (Sidesaku), Simpanan


dan deposito Masa Depan (Simade), Simpanan Cerdas Anak
Sekolah (Sicerdas) serta Taksu Punia

Pinjaman Pinjaman Nyama Braya LPD, Pinjaman Kredit


Kepemilikan Rumah (KPR) Krama LPD,
Pinjaman Program Community Base Development
(CBD)

layanan jasa Pembayaran listrik, telepon, rekening air PDAM,


samsat kendaraan Kabupaten Badung dan Kota
Denpasar, serta jasa fotocopy

Sumber: LPD Desa Adat Kuta, 2015 (Sumber: Sadiartha, 2011)

Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.3, kegiatan


usaha LPD di bidang simpan pinjam bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi krama desa adat
tentunya diperlukan produk-produk yang dapat
dipergunakan sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan krama desa adat. Kepercayaan krama desa
merupakan tulang punggung usaha, dan untuk

129
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

menjaga kepercayaan krama desa, salah satu strategi


yang diterapkan Kepala LPD Desa Adat adalah
pelayanan prima.
Ketiga, yang berhubungan dengan filosofi
palemahan yaitu hubungan harmonis dengan
lingkungan sekitarnya. Secara internal, Budaya
Organisasi LPD, khususnya aspek palemahan tercermin
dalam strategi dan tujuan LPD diarahkan untuk
melestarikan lingkungan. Selanjutnya secara ekternal,
Implementasi Budaya Organisasi, khususnya aspek
palemahan dapat dilihat dalam kontribusi LPD Desa
Adat dalam upaya menjaga kebersihan dan
lingkungan di sekitar LPD, misalnya ikut dalam
penghijauan desa adat, pengelolaan sampah dan
membantu dalam pembangunan dan pemeliharaan
Pura Desa setempat.

6.4
Budaya Unggul Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)

Dalam perekonomian Indonesia UMKM


merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah
paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai
macam goncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha
yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan
Menengah telah diatur dalam payung hukum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk
mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro,

130
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

Kecil dan Menengah.


Menurut Rahmana (2008), beberapa lembaga atau
instansi bahkan memberikan definisi tersendiri pada
Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah
Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat
Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994. Definisi
UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM),
bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK),
termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha
yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan
tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara
itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha
milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan
bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi
UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil
merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah
tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha
menengah merupakan entitias usaha yang memiliki
tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai

131
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

perorangan atau badan usaha yang telah melakukan


kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset
per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau
aset/aktiva setinggitingginya Rp 600.000.000 (di luar
tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1)
badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2)
perorangan (pengrajin/industri rumah tangga,
petani, peternak, nelayan, perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa).
Sebagai wahana pemberdayaan ekonomi rakyat,
UMKM terus dikembangkan. Oleh karena itu, semua
bank pemerintah dan swasta diharapan bis
amenujamhg program UMKM ini. pemerintah
memberikan kredit bagi rakyat untuk mengembangkan
UMKM. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
(UMKM) menurut UU Nomor 20 Tahun 2008
digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang
dimiliki oleh sebuah usaha.

Tabel 6.4
Kriteria UMKM
Usaha Kriteria Asset Omzet
Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 Juta – 2,5 Miliar
Usaha Mene- > 2,5 Miliar – 50
> 500 Juta – 10 Miliar
ngah Miliar
Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2012

Selain berdasar Undang-undang tersebut, dari


sudut pandang perkembangannya Rahmana (2008)
mengelompokkan UMKM dalam beberapa kriteria,
yaitu:

132
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

1) Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil


Menengah yang digunakan sebagai kesempatan
kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum
dikenal sebagai sektor informal. Contohnya
adalah pedagang kaki lima.
2) Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil
Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan.
3) Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha
Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan
subkontrak dan ekspor
4) Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil
Menengah yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan
transformasi menjadi Usaha Besar (UB).

Sebagai upaya membangun perekonomian rakyat,


UMKM terus diberdayakan. Dalam rangka
pemberdayaan UMKM di Indonesia, Bank Indonesia
(2011) mengembangkan filosofi lima jari/ Five finger
philosophy, maksudnya setiap jari mempunyai peran
masing-masing dan tidak dapat berdiri sendiri serta
akan lebih kuat jika digunakan secara bersamaan.
1) Jari jempol, mewakili peran lembaga keuangan
yang berperan dalam intermediasi keuangan,
terutama untuk memberikan pinjaman/
pembiayaan kepada nasabah mikro, kecil dan
menengah serta sebagai Agents of development
(agen pembangunan).

133
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

2) Jari telunjuk, mewakili regulator yakni


Pemerintah dan Bank Indonesia yang berperan
dalam Regulator sektor riil dan fiskal,
Menerbitkan ijin-ijin usaha, Mensertifikasi tanah
sehingga dapat digunakan oleh UMKM sebagai
agunan, menciptakan iklim yang kondusif dan
sebagai sumber pembiayaan.
3) Jari tengah, mewakili katalisator yang berperan
dalam mendukung perbankan dan UMKM,
termasuk Promoting Enterprise Access to Credit
(PEAC) Units, perusahaan penjamin kredit.
4) Jari manis, mewakili fasilitator yang berperan
dalam mendampingi UMKM, khususnya usaha
mikro, membantu UMKM untuk memperoleh
pembiayaan bank, membantu bank dalam hal
monitoring kredit dan konsultasi pengembangan
UMKM.
5) Jari kelingking, mewakili UMKM yang berperan
dalam pelaku usaha, pembayar pajak dan
pembukaan tenaga kerja.
Kebersamaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) dan bank komersial merupakan salah satu
dari sekian banyak bentuk simbiosis mutualisme
dalam ekonomi. Kebersamaan tersebut bukan saja
bermanfaat bagi keduanya, tetapi juga bagi
masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menikmati
ketersediaan lapangan kerja dan pemerintah
menikmati kinerja ekonomi berupa naiknya
Pendapatan Domestik Bruto (PDB), yang
menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia.

134
M em bang un Budaya Ung gul pada Dunia Usaha

Namun demikian, kerja sama tersebut tetap perlu


memegang prinsip kehati-hatian untuk memastikan
terwujudnya manfaat bagi kedua pihak.
UMKM bisa berkebang apabila memegang Budaya
Organisasi yang unggul. Sebagai wahana
berwirausaha, UMKM harus dikembangkan dengan
Budaya Organisasi yang inovatif dan berorientasi
pada hasil. Dalam kaitan ini, Robbins (2007)
menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama
dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi
pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan
bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari
nilai-nilai organisasi yang mencakup tujuh
karakteristik Budaya Organisasi wirausaha sebagai
berikut: (1) inovasi dan keberanian mengambil resiko;
(2) perhatian terhadap detail; (3) berorientasi pada
hasil; (4) erorientasi kepada manusia; (5) berorientasi
pada tim; (6) agresivitas; dan (7) stabilitas.

6.5 Latihan soal/kasus

1) Apa saja karateristik budaya unggul menurut


anda?
2) Apa saja Budaya unggul pada Perbankan?
Berikan contohnya!
3) Budaya unggul pada LPD mengacu pada Tri
Hita Karana, coba anda jelaskan!
4) Apa yang ada ketahui tentang budaya unggul
pada UMKM? Berikan contohnya!

135
BAB VII

AGAMA HINDU DAN


Budaya Organisasi

Pada bab ini secara menyeluruh diharapkan mahasiswa/


mahasiswi mampu memahami Agama Hindu dan Budaya
Organisasi yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
• Nilai dasar Budaya Organisasi menurut Agama Hindu
• Nilai-nilai Budaya Organisasi dalam organisasi tradisional
di Bali
• Nilai Budaya Organisasi Hindu dalam dinamika perusahaan

TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa memiliki


pemahaman tentang Agama Hindu dan Budaya
Organisasi.
TIK : Mahasiswa dapat mengidentifikasikan dan memahami
agama Hindu dan Budaya Organisasi yang meliputi: nilai
dasar Budaya Organisasi menurut agama Hindu, nilai-
nilai Budaya Organisasi dalam organisasi tradisional di
Bali, nilai Budaya Organisasi Hindu dalam dinamika
perusahaan.

7.1 Nilai Dasar Budaya Organisasi Menurut Agama


Hindu

Hindu sebagai sebuah agama telah menuntun


penduduk Bali dalam berbagai ritual keagamaan

137
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

sebagai suatu bentuk pengorbanan atau yadnya.


Ritualitas keagamaan bagi penduduk Bali yang
beragama Hindu lebih sering diekspresikan dengan
berbagai ungkapan batin sebagai simbol rasa bhakti
kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa. Rasa bhakti ini diungkap dalam berbagai
pengorbanan yang tulus ikhlas seperti dikenal dengan
sebutan Panca Yadnya yang meliputi pengorbanan
yang tulus ikhlas kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa
dengan segala manifestasinya atau dikenal dengan
sebutan Dewa Yadnya.
Keberadaan alam semesta dan kehidupan manusia
yang bersumber dari Tuhan menjadikan kekuatan
adikodrati yang dimiliki-Nya. Kekuatan adikodrati
Tuhan ini dibutuhkan oleh manusia untuk hidup,
berlindung dan memohon pertolongan. Mediasi
kelemahan manusia dengan harapan pertolongan
dari Ida Sanghyang Widhi Wasa dilakukan berbagai
ritual keagamaan. Salah satunya adalah dengan
melaksanakan praktik keagamaan Dewa Yadnya,
yakni upacara keagamaan pada saat hari suci seperti
misalnya Hari Raya Galungan, Kuningan, Saraswati,
Pagerwesi, Nyepi, dan lain sebagainya.
Agama Hindu bukanlah hanya sekedar tradisi
yang dijalankan oleh para pemeluknya, tetapi juga
mengajarkan tentang pentingnya kemajuan dan
dinamika kehidupan. Agama Hindu memberikan
nilai-nilai yang kontruktif bagi pengembang Budaya
Organisasi perusahaan. Secara umum, Agama Hindu
menyodorkan konsep Budaya Organisasi berbasis Tri

138
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

Hita Karana.
Filosofi Tri Hita Karana sebagai nilai kultur
masyarakat Bali terdiri dari tiga kata yaitu, Tri artinya
tiga, Hita artinya Kebahagiaan, dan Karana artinya
penyebab sehingga Tri Hita Karana dapat diartikan
sebagai tiga penyebab kebahagiaan. Ketiga penyebab
kebahagiaan tersebut: parhyangan yang artinya
hubungan yang harmonis antara manusia dan Tuhan,
pawongan yang artinya hubungan yang harmonis
antara manusia dan sesamanya, palemahan yang
artinya hubungan yang harmonis antara manusia dan
lingkungannya. Ungkapan secara umum Tri Hita
Karana dapat dimaknai sebagai konsep harmoni dan
kebersamaan (Windia dan Dewi, 2011).
Budaya Organisasi berbasis Tri Hita Karana
mengandung asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan,
perilaku dan sikap bersama yang dianut organisasi
yang dijadikan acuan dalam memahami lingkungan
internal dan eksternal demi tercapainya tujuan
organisasi (Schein, 2004). Dalam mendefinisikan
budaya suatu organisasi atau perusahaan secara
aktual, Schein (2004) membagi kedalam 3 tingkatan
(level) yaitu aspek kebendaan (artifaks), nilai-nilai yang
dianut (espoused values) dan asumsi-asumsi dasar.
Budaya Organisasi berbasis Tri Hita Karana (THK)
diimplementasikan dalam berbagai organisasi
tradisional di Bali. Diantaranya THK diterapkan
dalam kehidupan organisasi desa adat (pakraman),
organisasi subak, dan Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) yang ada di setiap desa adat. Implementasi

139
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

konsep Tri Hita Karana telah diterapkan dalam


kehidupan masyarakat Bali yaitu pada organisasi
sosial subak dan desa adat, maupun pada kegiatan
bisnis hotel–hotel di Bali (Windia, dkk, 2005; Dalem;
2007, Ashrama; 2005).
Dalam LPD, prinsip Parhyangan dapat
diimplemetasikan dalam seberapa besar kontribusi
LPD pada kegiatan ritual keagamaan, renovasi pura,
kesejahteraan pemangku, bantuan untuk masyarakat
yang kurang mampu dalam melaksanakan ritual
keagamaan. Dalam konteks bisnis berupa hubungan
antar karyawan dan hubungan lembaga dengan
masyarakat. Implementasi pawongan pada LPD adalah
berapa persen karyawan LPD berasal dari masyarakat
tempat LPD berdiri, keikutsertaan LPD pada program
penanggulangan kemiskinan, dan lain-lain. Secara
umum filosofi THK, palemahan merupakan dimensi
yang berhubungan dengan aspek fisik dari lingkungan
di sekitar kita atau perusahaan. Di Bali palemahan
berhubungan dengan tata letak perusahaan dan
bangunan yang hendaknya disesuaikan dengan
keyakinan agama dan kultur tempat perusahaan
berada.

7.2 Nilai-Nilai Budaya Organisasi dalam Organisasi


Tradisional di Bali

Menurutnya Mondy dan Noe (1996), Budaya


Organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan
dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi

140
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya


untuk menciptakan norma-norma perilaku. Budaya
Organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai
yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai
dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh
lingkungannya (Lathans, 1998). Tri Hita Karana adalah
tatanan nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan
organisasi tradisional masyarakat Hindu Bali.
Di samping Tri Hita Karana, semua organisasi
tradisional di Bali juga mengacu pada nilai-nilai
Budaya Organisasi yang bersumber dari ajaran agama
Hindu yang meliputi: Tat Twam Asi, Tri Kaya Parisudha,
Catur Asrama dan Catur Purusa Artha.

a. Tat Twam Asi


Tat Twam Asi terdiri dari tiga kata, yaitu Tat berarti
itu (dia), Twam berarti kamu, Asi berarti adalah. Jadi,
Tat Twam Asi artinya itu/dia adalah kamu/engkau,
dan juga saya adalah kamu. Tat Twam Asi adalah kata-
kata dalam filsafat Hindu yang mengajarkan
kesusilaan tanpa batas. Pada dasarnya semua mahluk
adalah sama, sama-sama diciptakan oleh Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Tat Twam Asi (itu adalah kamu),
yaitu tidak saling menyakiti kepada semua mahluk.

b. Tri Kaya Parisudha


Tri Kaya Parisudha berasal dari kata “Tri” yang
berarti tiga, “Kaya” berarti perilaku atau perbuatan,
dan “Parisudha” yang berarti baik, bersih, suci atau

141
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

disucikan. Jadi Tri Kaya Parisudha artinya tiga perilaku


manusia berupa pikiran, perkataan, dan perbuatan
yang harus disucikan. Tri Kaya Parisudha dapat juga
diartikan sebagai tiga dasar prilaku manusia yang
harus disucikan, yaitu manacika, wacika, dan kayika.
Manacika berarti pikiran baik, wacika berarti perkataan
baik, dan kayika berarti perbuatan yang baik. Adanya
pikiran yang baik akan mendasari perkataan yang
baik, sehingga terwujudlah perbuatan yang baik pula.
Pada dasarnya, Tri Kaya Parisudha menjadi nafas
kehidupan umat Hindu Bali. Tiga macam
implementasi pengendalian pikiran (manacika) dalam
usaha untuk menyucikannya yaitu: (1) tidak
menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal, (2)
tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain, dan
(3) tidak mengingkari hukum karma phala.
Dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak terdapat
empat macam perbuatan melalui perkataan (wacika)
yang patut dikendalikan, yaitu: (1) tidak suka mencaci
maki, (2) tidak berkata-kata kasar pada siapapun, (3)
tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk
lain, dan (4) tidak ingkar janji atau berkata bohong.
Terakhir perbuatan fisik (Kayika). Terdapat tiga
macam perbuatan fisik (Kayika) yang harus
dikendalikan yaitu: (1) tidak menyakiti, menyiksa,
apalagi membunuh-bunuh makhluk lain, (2) tidak
berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa
saja, dan (3) tidak berjinah atau yang serupa itu.

142
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

c. Catur Asrama
Catur Asrama terdiri atas dua kata yakni “Catur”,
yang berarti empat dan “Asrama”, berarti tahapan
atau jenjang. Catur Asrama berarti empat jenjang
kehidupan yang harus dijalani manusia untuk
mencapai moksa, empat lapangan atau tingkatan
hidup manusia atas dasar keharmonisan hidup
dimana pada tiap-tiap tingkat kehidupan manusia
diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang
berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa
lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat
dipisahkan.
Pertama, Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi
orang-orang yang sedang menuntut ilmu
pengetahuan. Kehidupan para pelajar dimulai dengan
upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang
kedua. Mereka harus dibuat tabah dan sederhana
dalam kebiasaan–kebiasaan mereka harus bangun
pagi–pagi, mandi melakukan sandhya & java gayatri
serta mempelajari kitab–kitab suci. Menurut ajaran
Agama Hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa
dilarang mengumbar hawa nafsu sex. Adapun
hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari
dapat diketahui melalui istilah berikut :
a) Sukla brahmacari, yakni orang yang tidak kawin
semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu,
melainkan karena mereka sudah berkeinginan
untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.
b) Sewala brahmacari, yakni orang yang menikah
sekali dalam masa hidupnya.

143
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

c) Kresna brahmacari, pemberian ijin untuk menikah


maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak
memungkinkan diberikan oleh sang istri, seperti
istri tidak dapat menghasilkan keturunan, sang
istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya
memberikan ijin.
Kedua, Grhasta Asrama atau tahap berumah tangga.
Tahapan ini dimasuki pada saat perkawinan. Tahapan
ini merupakan hal yang sangat penting, karena
menunjang yang lainnya. Perkawinan merupakan
salah satu acara suci bagi seorang Hindu. Istri
merupakan rekan dalam kehidupan (Ardhangini), ia
tidak dapat melakukan ritual agama tanpa istrinya.
Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang
berlandaskan dharma dan dipergunakan dengan cara
yang pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari
penghasilannya untuk amal. Beberapa kewajiban
yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga:
1) Melanjutkan keturunan
2) Membina rumah tangga
3) Bermasyarakat
4) Melaksanakan panca yajnya, yang meliputi:
Dewa Yajna : persembahan kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya, Rsi
Yajna: persembahan pada para rsi, guru,
maupun tokoh atau pemuka agama, Manusa
Yajnya: persembahan pada sesama manusia,
Pitra Yajna: persembahan pada para leluhur,
dan Bhuta Yajna: persembahan kepada para
bhuta.

144
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

Ketiga, Wanaprastha Asrama. Tahapan ini


merupakan suatu persiapan bagi tahap akhir yaitu
sannyasa. Setelah melepaskan segala kewajiban
seorang kepala rumah tangga, ia harus meninggalkan
menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar
kota untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada
masalah spiritual yang lebih tinggi. Dalam masa ini
kewajiban kepada keluarga sudah berkurang,
melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang
sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/
moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat masuki
tahap wanaprastha ini adalah: usia yang sudah lanjut,
mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu
mengatasi gelombang pahit getirnya kehidupan, serta
mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran
agama dan ilmu pengetahuan. Telah memiliki
keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan
dan mampu hidup mandiri, serta tidak bergantung
lagi pada orang tua baik dibidang ekonomi maupun
yang lainnya.
Keempat, Sannyasin/Bhiksuka sebagai tahap yang
terakhir. Bila seseorang laki-laki menjadi seorang
sannyasin. Ia meninggalkan semua miliknya, segala
perbedaan golongan, segala upacara ritual dan segala
keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama
tertentu. Ia hidup sendiri dan menghabiskan
waktunya dalam meditasi. Bila ia mencapai keadaan
yang indah dari meditasinya yang mendalam, ia
menggembirakan dalam dirinya sendiri. Ia

145
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

sepenuhnya tak tertarik pada kenikmatan duniawi. Ia


bebas dari rasa suka dan tidak suka, keinginan,
keakuan, nafsu, kemarahan, kesombongan dan
ketamakan. Ia memiliki visi yang sama dan pikiran
yang seimbang dan ia mencintai semuanya.
Ia mengembara dengan bahagia dan menyebarkan
Brahma Jnana atau pengetahuan sang diri. Ia sama
ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam,
berhasil maupun gagal. Ia sekarang adalah
Atiwarnasrami yang mengatasi warna dan asrama. Ia
seorang laki–laki yang bebas sepenuhnya. Ia tak
terikat oleh suatu kebiasaan adat masyarakat.
Sannyasin adalah seoang laki-laki idaman. Ia telah
mencapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia adalah
Brahman sendiri. Ia seoarang Jiwanmukta atau seorang
bijak yang bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu
yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.

d. Catur Purusa Artha


Catur Purusa Artha terdiri dari tiga kata yaitu catur
yang berarti empat, purusa yang berarti hidup dan
artha yang berarti tujuan. Jadi Catur Purusa Artha
artinya empat tujuan hidup sebagai manusia. Tujuan
hidup menurut ajaran Agama Hindu dinyatakan
dalam Brahma Purana 228,45 sebagai berikut: “Dharma,
artha, kama, moksana sarira sadhanam”. Pertama, Dharma
merupakan kebenaran absolut yang mengarahkan
manusia untuk berbudi pekerti luhur sesuai dengan
dasar agama yang menjadi hidupnya.
Dharma itulah yang mengatur dan menjamin

146
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

kebenaran hidup manusia. Keutamaan Dharma


merupakan sumber datangnya kebahagiaan,
memberikan keteguhan budi dan menjadi dasar
segala tingkah laku manusia. Kedua, Artha dalam
bahasa sansekerta diartikan tujuan. Segala sesuatu
yang menjadi alat untuk mencapai tujuan juga disebut
artha. Mendapatkan dan memiliki harta mutlak
adanya, tetapi yang perlu diingat agar jangan sampai
diperbudak oleh nafsu keserakahan yang berakibat
mengaburnya Wiweka (pertimbangan rasional)
sehingga tidak mampu membedakan mana yang
benar dan salah.
Artha perlu diamalkan (Dana Punia) bagi
kemanusiaan seperti fakir miskin, orang cacat, yatim
piatu dan sebagainya. Ketiga, Kama adalah keinginan
untuk memperoleh kenikmatan (wisaya). Kama
berfungsi untuk menunjang hidup yang bersifat tidak
kekal. Kama dinyatakan sebagai salah satu tujuan
hidup adalah untuk mengubah Wisaya Kama menuju
Sriya Kama, artinya dari ingin mengumbar hawa nafsu
atau Wisaya menuju pada keinginan mencapai
keindahan rohani atau Sriya. Keempat, Moksa adalah
kelepasan atau kebebasan yaitu menyatunya atman
dengan Brahman sebagai tujuan yang tertinggi. Catur
Purusa Artha ini menjadi dasar dalam segala aspek
kehidupan orang Hindu Bali, termasuk dalam
berorganisasi.

147
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

7.3. Nilai Budaya Organisasi Hindu dalam Dinamika


Perusahaan

Semua nilai-nilai budaya Hindu yang bersumber


dari ajaran Agama Hindu di atas dapat
diimplementasikan dalam pengembangan Budaya
Organisasi. Dua nilai dasar, yakni Catur Asrama dan
Catur Purusa Artha bahkan sangat selaras dengan
siklus hidup kemajuan perusahaan atau siklus hidup
produk (product life cycle).
Siklus hidup produk (Product Life Cycle) dianggap
sebagai nilai strategik bagi suatu perusahaan, maka
manajernya harus dapat menentukan dimana posisi
siklus hidup produk (Product Life Cycle) produknya.
Identifikasi tahapan siklus hidup produk ini dapat
ditentukan dengan kombinasi tiga faktor yang
menunjukan ciri status produk dan membandingkan
hasilnya dengan pola yang umum.
Tahap siklus hidup produk suatu produk dapat
ditentukan dengan mengidentifikasikan statusnya
dalam market volume, rate of change of market volume.
Dalam keempat tahap dari analisa siklus hidup
produk ini memiliki beberapa strategi (Kotler 1997)
yaitu: tahap perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap
kedewasaan dan tahap penurunan.
Pertama, tahap Perkenalan (Introduction). Tahap
Perkenalan dalam perkembangan perusahaan ini
selaras dengan nilai Budaya Organisasi budaya Hindu
Bali, yakni Brahmacari, yakni fase belajar, tumbuh,
berkembang) dalam Catur Asrama dan Dharma (belajar

148
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

tentang kewajiban dan hak) dalam Catur Purusa Artha.


Pada tahap ini biasanya perusahaan menerapkan: (a)
strategi peluncuran cepat (rapid skimming strategy).
Peluncuran produk baru pada harga tinggi dengan
tingkat promosi yang tinggi. Perusahaan berusaha
menetapkan harga tinggi untuk memperoleh
keuntungan yang mana akan digunakan untuk
menutup biaya pengeluaran dari pemasaran, (b)
strategi peluncuran lambat (slow skimming strategy),
merupakan peluncuran produk baru dengan harga
tinggi dan sedikit promosi. Harga tinggi untuk
memperoleh keuntungan sedangkan sedikit promosi
untuk menekan biaya pemasaran, (c) Strategi penetrasi
cepat (rapid penetration strategy). Merupakan
peluncuran produk pada harga yang rendah dengan
biaya promosi yang besar. Strategi ini menjanjikan
penetrasi pasar yang paling cepat dan pangsa pasar
yang paling besar, dan (d) Strategi penetrasi lambat
(slow penetration strategy) merupakan peluncuran
produk baru dengan tingkat promosi rendah dan
harga rendah. Harga rendah ini dapat mendorong
penerimaan produk yang cepat dan biaya promosi
yang rendah.

149
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

Tabel 7.1
Nilai Budaya Organisasi Hindu dan Dinamika Perusahaan
Catur Purusa Product Life
No Catur Asrama
Artha Cycle
Brahmacari (masa Dharma (belajar Tahap
belajar, tumbuh, tentang kewajiban Perkenalan
1
berkembang) dan hak) (Introduction)

Artha Tahap
Grahasta (mencari
(memperkuat Pertumbuhan
2 bekal hidup)
financial) (Growth)
Kama Tahap
Wana prasta
(mengendalikan Kedewasaan
3 (masa krisis)
nafsu) (Maturity)
Biksuka Tahap
4 Moksa (sejahtera
(mantapnya Penurunan
lahir-batin)
jasmani-rohani) (Decline)
Sumber: Diaolah dari berbagai Sumber (Sadiartha: 2016)

Kedua, tahap pertumbuhan (Growth). Perusahaan


dalam masa pertumbuhan ini selaras dengan nilai
dasar Budaya Organisasi Hindu Bali yakni Grahasta,
mencari bekal hidup, serta Artha, yakni memperkuat
financial. Dalam masa perkembangan, manusia Bali
berupaya meningkatkan wawasan dan kapasitasnya
serta bekal hidup finansialnya seoptimal mungkin.
Selama tahap pertumbuhan perusahaan menggunakan
beberapa strategi untuk mempertahankan
pertumbuhan pasar yang pesat selama mungkin
dengan cara: (a) meningkatkan kualitas produk serta
menambahkan keistimewaan produk baru dan gaya
yang lebih baik, (b) perusahaan menambahkan
model–model baru dan produk–produk penyerta

150
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

(yaitu, produk dengan berbagai ukuran, rasa, dan


sebagainya yang melindungi produk utama), (c)
perusahaan memasuki segmen pasar baru, (d)
perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya
dan memasuki saluran distribusi yang baru, (e)
perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang
menyadari produk (product awareness advertising) ke
iklan yang membuat orang memilih produk (product
preference advertising), dan (f) perusahaan menurunkan
harga untuk menarik pembeli yang sensitif terhadap
harga dilapisan berikutnya.
Ketiga, tahap kedewasaan (Maturity). Pada tahap
ini, perusahaan melakukan berbagai upaya untuk
memajukan perusahaannya. Pengendalian
perusahaan pada masa dewasa ini perlu hati-hati
karena persaingan semakin ketat. Untuk itu, pada
tahap awal kedewasaan ini, perusahaan juga
menghadapi situasi krisis. Hal ini sesuai dengan
prinisp Catur Asrama bahwa manusia mengalami
situasi krisis (wana prasta). Ketika sedang menaiki
tangga kesuksesan hidup, manusia perlu melangkah
dengan hati-hati. Ia harus mampu mengendalikan
nafsu (Kama dalam prinsip Catur Purusa Artha).
Dalam masa pertumbuhan ini, perusahaan
melakukan berbagai upaya. Diantaranya adalah
dengan: (a) meninggalkan produk mereka yang
kurang kuat dan lebih berkonsentrasi pada produk
yang lebih menguntungkan dan pada produk baru,
(b) memodifikasi pasar dimana perusahaan berusaha
untuk memperluas pasar untuk merek yang mapan,

151
buku aJAR
B u d aya O r g a n i s a s i

(c) perusahaan mencoba menarik konsumen yang


merupakan pemakai produknya, (d) menggunakan
strategi peningkatan keistimewaan (feature
improvement) yaitu bertujuan menambah keistimewaan
baru yang memperluas keanekagunaan, keamanan
atau kenyaman produk, (e) strategi defensif dimana
perusahaan untuk mempertahankan pasar yang mana
hasil dari strategi ini akan memodifikasi bauran
pemasaran, (f) strategi peningkatkan mutu yang
bertujuan meningkatkan kemampuan produk,
misalnya daya tahan, kecepatan, dan kinerja produk,
(g) strategi perbaikan model yang bertujuan untuk
menambah daya tarik estetika produk seperti model,
warna, kemasan dan lain–lain, dan (h) menggunakan
take-off strategy yang mana marupakan salah satu
strategi yang digunakan untuk mencapai fase
penerimaan konsumen baru, strategi ini dapat
memperbaharui pertumbuhan pada saat produk
masuk dalam kematangan.
Keempat, tahap penurunan (decline). Kinerja
perusahaan mengalami anti klimak atau penurunan,
namun semangat harus tetap tinggi. Begitu pula
dalam perkembangan hidup manusia. Pada tahap
keempat ini, kehidupan manusia Bali memasuki
tahap Biksuka (dalam Catur Arsama), yakni tahap
mantapnya kondisi rohani seseorang, serta tahap
moksa (dalam Catur Purusa Artha), yakni tahap
kematangan seseorang, sejahtera lahir-batin.

152
Agam a H indu dan Budaya Organisasi

Gambar 7.1:
Kurve Product Life Cycle

Pada tahap penurunan (usia tua) ini, perusahaan


melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan
roda kehidupan perusahaannya. Langkah yang
umum dilakukan oleh perusahaan adalah: (a)
manambah investasi agar dapat mendominasi atau
menempati posisi persaingan yang baik, (b) mengubah
produk atau mencari penggunaan/manfaat baru
pada produk, (c) mencari pasar baru, (d) tetap pada
tingkat investasi perusahaan saat ini sampai
ketidakpastian dalam industri dapat diatasi, (e)
mengurangi investasi perusahaan secara selektif
dengan cara meninggalkan konsumen yang kurang
menguntungkan, (f) harvesting strategy untuk
mewujudkan pengembalian uang tunai secara cepat,
dan (g) meninggalkan bisnis tersebut dan menjual
aset perusahaan.

153
7.4 Latihan soal/kasus

1) Coba anda jelaskan mengapa Tri Hita Karana


sebagai nilai dasar Budaya Organisasi?
2) Nilai-nilai Budaya Organisasi apa saja yang
diterapkan dalam organisasi tradisional di Bali?
3) Dua nilai dasar, yakni Catur Asrama dan Catur
Purusa Artha bahkan sangat selaras dengan
siklus hidup kemajuan perusahaan atau Siklus
Hidup Produk (Product Life Cycle). Coba anda
jelaskan?

154
Daftar Pustaka

Barclay, Donald W., 1991, “Interdepartmental Conflict


in Organizational Buying:
Cooper, Donald R., dan C. William Emory, 1998,
Metode Penelitian Bisnis, Erlangga, Jakarta
Day, George, 1993, “New Direction for Corporations :
Conditions for Successful
Decision Sciences 25 (5/6) : 669 – 689
Droge, Cornelia, Shawnee Vickery, and Robert E.
Markland, 1995, “Source and Outcomes of
Competitive Advantage: An Exploratory
Study in the Furniture Industry”,
Evans, James R., 1994 Berfikir Kreatif dalam
Pengambilan Keputusan dan Manajemen.
Jakarta : Bumi Aksara.
Fassett, Wayne, 1992, “Merging Two Cultures”, Bank
Management68 (2) : 21 – 23
Ferdinand, Augusty, 1999, Strategic Pathways
TowardSustainable Competitive
Advantage, Unpublished DBA Thesis,
SouthernCross, Lismore, Australia
Fritz, R. , 1995, Think Like A Manager, SSMB
Publishing Division.

155
Garvin, David A., 1993, “Building a Learning
Organization”,
Gupta, Ashok K., S.P. Raj, and David Wilemon, 1986,
“A Model for Studying R&D-
Harsey, Paul & Blanchard, Kenneth H. 1982.
Management of Organization Behaviour,
Utilizing Human Resources. Englewood
Cliffs. New Jersey: USA.
Hartline, Michael D., and O.C. Ferrell, 1996,“The
Management of Customer-Contact Service
Employees: An Empirical Investigation”,
Journal of Marketing 60 (4) : 52 – 71
Harvard Business Review71 (July/August) : 78 – 91
Harvey, Don dan Robert Bruce Bowin. 1996. Human
Resource Management: An Experiential
Approach. Prentice-Hall International, Inc.
Hubeis, M. 1997, Manajemen Industri Kecil Profesional
di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan
Manajemen Industri, Orasi Ilmiah. Institut
Pertanian Bogor.
Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta :
Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Indrapradja, F.X.T. 1992. Manajemen Konsensus
dalam Bisnis. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial. Vol.
3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
J. Jaworski, 1990, “Market Orientation: The Construct,
Research Propositions, and Managerial
Implications”, Journal of Marketing54

156
(April) : 1 – 18
Jaworski, Bernard J., and Ajay K. Kohli,1993, “Market
Orientation: Antecedents and
Consequences”, Journal of Marketing57
(July) : 53 – 70 Kohli, Ajay K., and Bernard
Kotabe, Masaaki, Dale F. Duhan, David K. Smith Jr,
and R. Dale Wilson, 1991, “The perceived
Veracity of PIMS Strategy Principlesin
Japan: An Empirical Inquiry”, Journal of
Marketing55 (1) : 26 – 41
Longenecker,J.G., More, J.W. Petty, 2001, Small
Business Management, An Entrepreneurial
Enphasis, South Western Publishing
Company, Cincinati.
Lubis, S.B. Hari, Martani Huseini. 2009. Pengantar
Teori Organisasi, Suatu Pendekatan
Makro).
Luthans, Fred. 1989. Organizational Behaviour.
Singapore: Mc. Graw-Hill International
Edition.
Madura, Jeff. 2007. Pengantar Bisnis, Edisi 4 Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat
Marketing Interface in the Product Innovation
Process”, Journal of Marketing50 (April) : 7
– 17
Meredith, Geoffrey G.et al, 2005, The practice of
Entrepreneurship, International Labour
Organization, Geneva.
Moh. As’Ad, 2003, Psikologi Industri, Yogyakarta,
Penerbit Liberty

157
Penerbit Kanisius.
Prijono, Onny S. dan A.M.W. Pranarka (penyunting).
1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan,
dan Implementasi. Jakarta: Centre For
Strategic and International Studies.
Pulich, Delegate with Confidence (artikel)
Rahmayanti, http://rahmayantiblog.blogspot.
com/2013/01/pengembangan-dan-
inovasi-dalam.organisasi.html (diakses
tanggal 14 Januari 2015)
Renewal”, European Manajement Journal (2) : 229 –
237
Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi: Struktur,
Desain, dan Aplikasi. (alih bahasa: Jusuf
Udayana). Jakarta: Arcan.
Robbins,S. , 1989, Training in Interpersonal Skills,
TIPS for Managing People at Work. Prentice
Hall
Schein, Edger H. 1985. Organizational Culture and
Leadership. San Francisco: Jossey Bass.
Sutrisno, Edy, 2010, Budaya Organisasi, Kecana,
Jakarta.
The Impact of the Organizational Context”, Journal of
Marketing Research (May) : 145 – 159
West, Michael A, 2000, Mengembangkan Kreatifitas
Dalam Organisasi, Yogyakarta
Wibowo, 2011 , Managing Chance , Pengantar
Manajemen Perubahan , Edisi 3.
Winardi. 2003, Entrepreneur dan Entrepreneurship,
Prenada Media. Jakarta

158
Profil Penulis

Penulis bernama Dr. Anak Agung Ngurah Gede


Sadiartha, SE.MM merupakan putra kelahiran Bali
pada tanggal 5 Mei 1961 dan lahir di Denpasar,
beragama Hindu leluhur berasal dari Puri Kaleran
Kediri Tabanan, sedangkan istri Kelahiran Tabanan
dari Puri Dangin Tabanan bernama Anak Agung
Sagung Mas Lestari, SH sebagai wiraswata. Penulis
dikaruniai dua orang anak perempuan dan dua orang
anak laki-laki. Kami berdomisili di Jalan Pucuk 14,
Sumerta Denpasar.
Penulis merupakan dosen program studi
manajemen di Universitas Hindu Indonesia yang
berlokasi di Denpasar–Bali dengan mata kuliah yang
diampu seperti Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank, Manajemen Perbankan, Budaya Organisasi.
Selain sebagai dosen di tingkat sarjana penulis juga
merupakan dosen pada program Pascasarajana
Universitas Hindu Indonesia (UNHI). Selain sebagai
dosen penulis juga mengisi berbagai seminar-seminar
terkait dengan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) serta
sebagai narasumber pada beberapa perguruan tinggi.
Penulis juga diterima sebagai Fasilitator/Pengajar di

159
Sekolah Kepribadian di John Robert Powers Denpasar
Tahun 2003-2007.
Penulis menyelesaikan studi pada program Doktor
di Universitas Udayana pada program studi Kajian
Budaya pada Tahun 2011 sedangkan pendidikan
magister mengambil program studi manajemen di
Universitas Udayana Lulus Tahun 2005 dan di tingkat
sarjana mengambil jurusan Manajemen Perbankan di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ABI Surabaya lulus
Tahun 1986.
Aktivitas pengalaman kerja yang telah dilalui
adalah sebagai tenaga honorer setelah tamat sarjana
Tahun 1986 di Dolog Bali kemudian memilih bekerja
pada Bank Duta Denpasar (Tahun 1989 - 2002) dengan
mengikuti berbagai pelatihan internal maupun
eksternal dan menjadi officer saat bertugas. Dengan
adanya proses merger pada berbagai perbankan di
Indonesia dan Bank Duta terkena proses merger
tersebut kemudian penulis memilih sebagai
wiraswasta dengan terlibat dalam kegiatan
keanggotaan HIPMI Bali dan Tahun 2005 sebagai
dosen pada Universitas Hindu Indonesia (UNHI)
dengan jenjang karier stuktural pernah menjadi Pj.
Dekan Fakultas Teknik tahun (2009-2010), Asisten
Direktur 2 pada Program Pascasarjana Unhi. (2010-
2012), kemudian sebagai Wakil Rektor Bidang
Administrasi dan Keuangan (2012-2015), kemudian
sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Widya Kerthi
selaku Badan Penyelenggara Universitas Hindu
Indonesia.

160
Selain sebagai dosen, penulis juga pernah dilibatkan
dalam Tim Penyusunan Perubahan Peraturan Daerah
Tentang Lembaga Pekreditan Desa (LPD) oleh
Pemerintah Provinsi Bali yang selanjutnya menjadi
Perda No, 4 Tahun 2012 kemudian pada Tahun 2016
juga ditunjuk sebagai Kelompok Ahli dalam Tim
Penyusunan Perubahan Peraturan Daerah Tentang
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dalam menyikapi
berbagai tantangan lokal, nasional maupun global
sehingga kedudukan LPD sebagai lembaga keuangan
tradisional milik desa pakraman masih bisa eksis
dalam kekinian.
Demikian profil penulis semoga bermanfaat untuk
para pembaca.


Penulis

Dr. Anak Agung Ngurah Gede Sadiartha,SE.MM


NIK. 010049

161

Anda mungkin juga menyukai