Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran

timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah,bisa terus menerus atau hilang

timbul. Sekret yang keluar bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah.

Apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan,maka otitis media akut dengan

perforasi membran timpani bisa menjadi otitis media supuratif kronis. Tetapi

apabila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut.1

2.2 Klasifikasi

Menurut Soepardi (2007) OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa / tipe aman).

OMSK tipe benigna biasanya pada mukosa saja dan tidak mengenai

tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang

menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat

kolesteotoma.

2. OMSK tipe maligna (tipe tulang/ tipe bahaya)

OMSK tipe maligna disebut juga tipe attikoantral atau tipe bahaya. Tipe

maligna adalah tipe atiko-antral karena biasanya proses dimulai di daerah tersebut.

OMSK tipe ini melibatkan daerah atik dan posterosuperior pada celah telinga

tengah. Ada perforasi atik atau marginal pada kuadran posterosuperior pars tensa.

Pada OMSK tipe maligna terdapat kolesteatoma. Karena tipe ini sering
berhubungan dengan resiko komplikasi yang serius dan bisa menyebabkan erosi

tulang akibat kolesteatoma, maka tipe ini disebut juga tipe bahaya atau tidak

aman. Terkadang juga ditemukan kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi

subtotal. Granulasi dan osteitis ditemukan pada banyak kasus.

 Inaktif: kantong retraksi self-cleaning pada pars tensa posterosuperior atau

daerah atik dengan potensi adanya kolesteatoma

 Aktif: Kolesteatoma aktif mengerosi tulang, membentuk granulasi dan ada

discharge yang berbau. OMSK tipe ini disebut juga tipe tulang karena

penyakit ini menyebabkan erosi tulang. Komplikasi yang muncul dari

OMSK tipe maligna cukup berbahaya.Bahkan pada kasus yang lebih

lanjut, dapat terlihat abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga),

polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam

telinga tengah yang dapat ditandai dengan cairan berupa darah, terlihat

kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas

(aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan kolesteatoma pada rontgent

mastoid.
Tabel 2.1
Perbedaan OMSK Tipe Benigna Dengan Tipe Maligna

Karakteristik OMSK Benigna OMSK Maligna


Sifat Aman, tubotimpani Bahaya, attikoantral
Otorea
Bau Tidak berbau Berbau busuk
Banyak cairan Umumnya banyak Umumnya sedikit
Tipe Umumnya mukoid Umumnya purulent
Periodisitas Umumnya hilang timbul Umumnya terus menerus
Perforasi Sentral Atik/marginal
Polip Pucat Merah seperti daging
Kolesteatoma Tidak ada Ada
Komplikasi intrakranial Tidak pernah Tidak jarang

2.3 Anatomi telinga

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara

kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan

diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan

organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan

mentransmisikan gelombang bunyi ke otak di mana bunyi tersebut akan dianalisa

dan diintrepetasikan. Telinga dibagi menjadi 3 bagian seperti pada gambar 2.1

(Saladin, 2014).
Anatomi Telinga

a) Anatomi telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus

acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga

dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Kearah liang telinga

lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua

pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat

erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan

berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan

panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar

3500 Hz.

Sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan yang banyak mengandung

kelenjar serumen dan rambut, sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari

tulang dengan sedikit serumen (Pearce, 2016).


b) Anatomi telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrana timpani,

cavum timpani, tuba eustachius, dan tulang pendengaran. Bagian atas membran

timpani disebut pars flaksida (membran Shrapnell) yang terdiri dari dua lapisan,

yaitu lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan lapisan dalam

dilapisi oleh sel kubus bersilia. Bagian bawah membran timpani disebut pars tensa

(membran propria) yang memiliki satu lapisan di tengah, yaitu lapisan yang terdiri

dari serat kolagen dan sedikit serat elastin (Saladin, 2014).

Tulang pendengaran terdiri atas maleus (martil), inkus (landasan), dan

stapes (sanggurdi) yang tersusun dari luar kedalam seperti rantai yang

bersambung dari membrana timpani menuju rongga telinga dalam. Prosesus

longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan

inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang

berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran

merupakan persendian. Tuba eustachius menghubungkan daerah nasofaring

dengan telinga tengah (Saladin, 2014).

Prosessus mastoideus merupakan bagian tulang temporalis yang terletak di

belakang telinga. Ruang udara yang berada pada bagian atasnya disebut antrum

mastoideus yang berhubungan dengan rongga telinga tengah. Infeksi dapat

menjalar dari rongga telinga tengah sampai ke antrum mastoideus yang dapat

menyebabkan mastoiditis (Saladin, 2014).


c) Anatomi telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin

membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis semi

sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus

koklearis, dan duktus semi sirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh lapisan

tipis periosteum internal atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula

(susunannya menyerupai spons) (Pearce, 2016).

Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau

puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala vestibuli

(sebelah atas) dan skala timpani (sebelah bawah). Diantara skala vestibuli dan

skala timpani terdapat skala media (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala

timpani berisi perilimfa dengan 139 mEq/l, sedangkan skala media berisi

endolimfa dengan 144 mEq/l mEq/l. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar

skala vestibuli disebut membrana vestibularis (Reissner’s Membrane) sedangkan

dasar skala media adalah membrana basilaris. Pada membran ini terletak organ

corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer

pendengaran.

Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi 3.000 sel

dan tiga baris sel rambut luar yang berisi 12.000 sel. Ujung saraf aferen dan eferen

menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat

stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar,
dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh

suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus (Pearce, 2016).

Gambar . Koklea

Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu:

nervus vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran). Serabut-

serabut saraf vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada

titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, kemudian menuju cerebelum.

Sedangkan, serabut saraf nervus kokhlear mula-mula dipancarkan kepada sebuah

nukleus khusus yang berada tepat di belakang thalamus, kemudian dipancarkan

lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian

bawah lobus temporalis (Paulsen dan Waschke, 2013).

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A.

Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis.

Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.

Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A.


Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N.

Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis. A. Vestibulokohlearis

sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal

vestibularis dan cabang kohlear.

Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis

semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion

spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan

mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea

mengitari modiolus. Vena dialirkan ke V. Labirintin yang diteruskanke sinus

petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus

vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior (Pearce, 2016).

Persarafan telinga dalam melalui N. Vestibulokohlearis (N. akustikus)

yang dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus

internus bersatu pada sisi lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara

pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis

dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus

internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion

spiralis corti terletak di modiolus (Pearce, 2016).

2.4 Histologi telinga

Berdasarkan histologi, kombinasi dari material keratin dan stratified

squamous epithelium merupakan diagnosis patologik untuk kolesteatoma. Adanya

epitel skuamosa di telinga tengah adalah abnormal. Pada keadaan normal telinga

tengah dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia di bagian anterior dan inferior kavum
timpani serta epitel kuboidal di bagian tengah dari kavum timpani dan di atik.

Tidak seperti yang terdapat pada epidermis kulit, epitel skuamosa ini tidak

mempunyai struktur adneksa. Hal ini mungkin karena letaknya berbatasan dengan

jaringan granulasi atau fibrosa yang mengalami inflamasi, dan juga reaksi giant

cell pada material keratin (Grewal, Hathiram & Saraiya 2007; Caponetti,

Thompson & Pantanowitz 2009; Mills 2009).

2.5 Fisiologi Pendengaran

Fungsi telinga adalah sebagai alat pendengaran yang menangkap dan

mendengar bunyi- bunyi yang datang dari eksternal,dan sebagai alat

keseimbangan.Bunyi yang datang berupa gelombang atau getaran dihantarkan

udara ditangkap oleh daun telinga.Getaran tersebut masuk ke meatus austikus

eksterus dan menggerakkan membrane timpani,kemudian gelombang tersebut di

teruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran yang akan

mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah dimaplifikasi ini akan di teruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.

Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe

sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran

tektoria.proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi streosilia sel-sel rambut,sehingga kanal ion bermuatan listrik dari badan

sel.Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan


neurotransmitter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius.

Kemudian gelombang suara mekanis diubah menjadi energy elektrokimia

agar dapat di transmisikan melalui saraf kranialis VIII, dilanjutkan ke nucleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.

2.6 Etiologi

Bakteri pada kasus OMSK dapat bersifat aerob (Pseudomonas

aeruginosa,Escherichia coli, S.aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus

mirabilis, Klebsiella species) maupun bersifat anaerob(Bacteriocides,

Peptostreptococcus, Propionibacterium). Bakteri-bakteri tersebut umumnya

jarang ditemukan pada bagian kanalis eksterna tetapi apabila terjadi trauma,

inflammasi, laserasi atau kelembaban yang tinggi menyebabkan bakteri – bakteri

tersebut berproliferasi.

Perforasi yang bersifat kronik dapat meningkatkan jumlah bakteri yang

masuk ke dalam telinga tengah.2 P.aeruginosa merupakan bakteri yang paling

berperan dalam kejadian OMSK karena menyebabkan kerusakan yang dalam dan

progresif pada telinga tengah dan mastoid. Racun serta enzim yang dihasilkan

oleh P.aeruginosa dapat merusak jaringan, mengganggu sistem pertahanan tubuh

dan menonaktifkan kerja dari antibiotik.6,11

P.aeruginosa dapat berkembang biak dengan baik pada lingkungan dalam

telinga dan sulit untuk dibasmi karena dapat menghindar dari mekanisme

pertahanan inangnya dengan cara membungkus dirinya menggunakan lapisan


epitel yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi

darah yang mengalir menuju daerah tersebut.6

S.aureus dan P.mirabilis juga ditemukan pada hasil isolasi bakteri yang

dilakukan di negara Malawi oleh Chirwa et al, keduanya merupakan bakteri yang

umum ditemui pada kasus OMSK. Gejala klinis pasien OMSK yang disebabkan

P.mirabilis berupa discharge yang keluar terus – menerus, perforasi sentral dan

otalgia . Discharge berulang dan kurang pendengaran yang persisten adalah gejala

klinis yang ditimbulkan oleh S.aureus.12

2.7 Faktor Resiko

Faktor pejamu yang menyebabkan otitis media supuratif adalah:

a) Sistem imun

Sistem imun yang belum sempurna pada anak-anak atau system imun yang

terganggu pada pasien dengan defisiensi imun kongenital, infeksi HIV atau

diabetes berperan pada perkembangan otitis media. Otitis media merupakan

penyakit infeksi yang berkembang pada lingkungan yang pertahanan imunnya

menurun. Hubungan antara patogen dan pertahanan imun pejamu memegang

peranan penting dalam progresifitas penyakit. Kebanyakan data perkembangan

alami kekebalan terhadap pneumococcus dan otitis media berfokus pada antibodi

serum Ig G terhadap polisakarida pneumococcus.

Ig A spesifik mukosa polisakarida pneumococcus dan antibodi serum Ig G

pada anak setelah terpapar perlahan-lahan meningkat sejalan dengan

perkembangan usia melalui serotipe yang sesuai. Antibodi Ig G dalam serum

muncul untuk melindungi perkembangannya menjadi otitis media tetapi tidak


menurunkan transfer nasofaringeal. Serotipe-antibodi Ig A mukosa spesifik

mengurangi kolonisasi oleh serotipe tertentu. Namun antibodi ini tidak

melindunginya dari kolonisasi dengan serotipe bakteri lain.

Ada kemungkinan bahwa anak dengan OMA berulang memproduksi

serotipe dan antibodi spesifik tetapi gagal mengembangkan respon antibodi yang

luas untuk melindungi antigen protein yang masih ada. Imunodefisiensi ini

mungkin adalah mekanisme yang membuat anak-anak tertentu lebih rentan

terhadap otitis media.

b) Genetik

Faktor genetik mungkin berperan dalam pengaruh seorang individu

menjadi rentan terhadap timbulnya otitis media. Dalam sebuah studi di Norwegia

yang meneliti pada 2750 pasangan kembar menyimpulkan bahwa kemungkinan

otitis media diturunkan adalah 74% pada perempuan dan 45% pada laki-laki. Gen

HLA-A2 dinyatakan berhubungan dengan OMA rekuren tapi tidak termasuk

OME (Kong dan Coates, 2009).

Hubungan antara genetik dan otitis media walaupun sudah dibuktikan

pada beberapa studi namun masih sulit dipisahkan dengan faktor lingkungan.

Belum ditemukan gen spesifik yang berhubungan dengan penyebab otitis media.

Seperti kebanyakan proses penyakit lain, efek dari paparan lingkungan pada

ekspresi gen mungkin berperan penting pada patogenesis otitis media (Kvestad et

al., 2008).

c) Kelainan kongenital
Kejadian OMA banyak ditunjukkan pada anak-anak dengan Down

Syndrom, palatoskisis yang tidak di repair dan gangguan kranio fasial. Tingginya

kejadian penyakit ini berhubungan dengan tuba Eustachius yang tidak berfungsi

dengan baik bersamaan dengan kondisi kurangnya fungsi mencegah aspirasi

sekret dari nasofaring (Kong dan Coates, 2009).

d) Alergi

Alergi atau atopi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk OMSK.

Alergen dalam ruangan dan alergi pada saluran pernapasan seperti rinitis alergi

berkontribusi pada timbulnya OMSK. Prevalensi kondisi atopik, termasuk rhinitis

alergi pada pasien OMSK berkisar dari 24% sampai dengan 89%. Bukti baru dari

biologi seluler dan imunologi menjelaskan alergi sebagai penyebab obstruksi tuba

eustachius. Orang dengan kondisi alergi atau atopic lebih beresiko untuk

menderita OMSK. Adanya abnormalitas sinonasal dan rinitis alergi mendukung

patogenesis terjadinya OMSK. Abnormalitas sinonasal akan menyebabkan

disfungsi tuba eustachius yang berperan dalam perkembangan OMSK (Zhang et

al., 2014).

2.8 Patofisiologi

Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan

dengan tuba eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun faktor

anatomik. Tuba eustakhius memiliki fungsi penting yang berhubungan dengan

kavum timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi proteksi, dan fungsi drainase.

Penyebab endogen maupun eksogen dapat mengganggu fungsi tuba dan

menyebabkan otitis media. Penyebab endogen misalnya gangguan silia pada tuba,
deformitas palatum, atau gangguan otot-otot dilatator tuba. Penyebab eksogen

misalnya infeksi atau alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.13,17

Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis media akut

(OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga dapat terjadi akibat

kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube) pada kasus otitis media

efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan, sehingga

mudah terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari

lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang persisten.12,13

Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorokan

dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius sehingga kavum timpani

mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan otorea terus-menerus

atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses

kongesti vaskuler, mengakibatkan terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya

terjadi titik nekrotik yang berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat

penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya

perforasi membran timpani.

Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu

berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari kanalis

auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam

kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani menyebabkan

infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan

kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan penggolongan stadium didasarkan

pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran patologi


disebabkan oleh proses yang bersifat eksaserbasi atau persisten, efek dari

kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan sikatrik.10

Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa

sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau

mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama

menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan

atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga

menghalangi drainase. Keadaan seperti ini menyebabkan OMSK menjadi penyakit

persisten.10

Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses

penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga

tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi telinga

tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita

sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi pertumbuhan

kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga

mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaian tulang

pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolagenase yang

dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel.18

Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan

membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini

akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.17


Gambar. Patofisiologi OMSK

2.9 Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara (Kimitsuki et al. 2001; Migirov

2003; Dhingra 2007; Lee, Hong, Park & Jung 2007; Trojanowska et al. 2007;

Chole & Nason 2009):

a) Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita

seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang

paling sering dijumpai adalah telinga berair dan berbau busuk. Jika terdapat
jaringan granulasi atau polip, sekret yang keluar bisa bercampur dengan darah.

Ada kalanya penderita datang dengan keluhan gangguan pendengaran, sakit

kepala, hoyong, bengkak ataupun lubang di belakang telinga, dan mulut mencong.

b) Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi. Dari

perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

c) Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai

hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan

pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.

d) Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional seperti foto polos proyeksi Schüller berguna untuk

menilai kasus kolesteatoma. Pemeriksaan CT Scan lebih efektif menunjukkan

anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. CT Scan merupakan pemeriksaan

penting sebelum operasi pada setiap kasus infeksi telinga tengah dengan

komplikasi. MRI lebih baik daripada CT Scan dalam menunjukkan kolesteatoma,

namun kurang memberikan informasi tentang keadaan pertulangan.

e) Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan

antibiotika yang tepat.

2.10 Diagnosis Banding

Banyak proses infeksi, neoplastik dan autoimun dapat mempengaruhi

telinga. Masalah yang harus dipertimbangkan termasuk berikut:


a) Histiositosis sel langerhan

b) Neoplasia

c) Benda asing

d) Kolesteatoma

e) Trombosis sinus sigmoid

f) Abses otak

g) Hidrosefalus otitik

h) Abses ekstradural

i) Meningitis

j) Tuberkulosis

k) Petrositis

l) Labirinitis

m) Wegener granulomatosis (medscape omsk)

2.11 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,

dimana pengobatan dapat dibagi atas konservatif dan operasi. Pada jenisnya juga

dibedakan sebagai berikut :

a) OMSK Benign Tenang

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.

Tujuan pembersihan telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai

untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media

yang baik bagi perkembangan mikroorganisme (Nursiah, 2003).


2. Pemberian antibiotika topikal dan sistemik

i. Pemberian antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak

tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif

lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid (Berman,

2006). Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai

telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya

neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang

paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi

(Paparella, 1997). Bubuk telinga yang digunakan seperti (Paparella, 1997):

 Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

 Terramycin.

 Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Menurut panduan pengobatan OMSK dari WHO tahun 2004, disebutkan

bahwa antibiotik tetes telinga lebih efektif dari antibiotik oral. Selain itu, juga

didapatkan rekomendasi WHO bahwa antibiotik quinolone lebih baik dari

antibiotic non-quinolone. Dengan demikian, penggunaan antibiotik quinolone

topikal (contoh:ofloxacin) sangat direkomendasikan oleh WHO. Akan tetapi, ada

hipotesis yang menduga bahwa penambahan corticosteroid topikal pada

pengobatan ofloxacin akan membantu penyembuhan otitis media (WHO, 2015).

Sebanyak 110 pasien OMSK diacak untuk mendapatkan tetes telinga

ofloxacin atau tetes telinga kombinasi ofloxacin + dexamethasone kemudian

dievaluasi pada hari ke-5, ke-10, dan ke-15. Parameter yang dievaluasi adalah
kesembuhan klinis dan eradikasi mikrobiologi. Hasil yang didapatkan adalah

kesembuhan klinis pasien yang mendapat ofloxacin vs pasien yang mendapat

ofloxacin + dexamethasone 84,61% (Panchasara, 2015).

ii. Pemberian antibiotik sistemik

Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai

pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan

faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat

dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung

kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya

golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba

yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak

menambah

daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

Suatu percobaan menemukan bahwa mezlocillin intravena dan ceftazidime

lebih efektif dari toilet aural saja dalam menyelesaikan otore dan memberantas

bakteri telinga tengah (100% dan 8%, masing-masing). Percobaan lain

menemukan bahwa pasien OMSK yang diberi IV ceftazidime sebelum

mastoidektomi memiliki telinga yang lebih kering (93%) dari mereka yang tidak

(42%) (WHO, 2004).

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada otitis media kronik

adalah :(Helmi, 2005).

Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin

P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin


P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin

Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida

E. coli : Ampisilin atau sefalosforin

S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

B. fragilis : Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat

derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat

diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16

tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan

seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara

parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum

pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut

Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotic

(sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama

2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu (Djaafar, 2007; Helmi,

2007).

b) OMSK Maligna

Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif

dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya

dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Djaafar ZA,


2007). Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan

pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benign atau maligna, antara lain:

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4. Miringoplasti

5. Timpanoplasti

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi

atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

2.12 Jenis Pembedahan pada OMSK

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan

pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe aman atau bahaya, antara lain

mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan

modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, pendekatan ganda timpani plasti

(Soepardi, 2007).

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau

kolesteatoma, sarana yang tersedia serta pengamanan operator. Sesuai dengan

luasnya infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan

kombinasi dari jenis operasi itu atau dimodifikasinya.

a) Mastoidektomi Sederhana
Mastoidektomi dilakukan untuk menghilangkan sel-sel udara mastoid

yang sakit. Sel-sel ini berada di suatu rongga di tengkorak, di belakang telinga.

Sel-sel yang sakit sering hasil dari infeksi telinga yang telah menyebar ke dalam

tengkorak (Phillips, 2012). Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang

dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini

dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah

supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi

pendengaran tidak diperbaiki (Soepardi, 2007). Ahli bedah membuka tulang

mastoid, menghilangkan sel-sel udara yang terinfeksi, dan menguras telinga

tengah (Phillips, 2012).

b) Mastoidektomi Radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau

kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum

timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang

telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga

ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan (Soepardi, 2007). Operasi

untuk pengelolaan kolesteatoma luas melibatkan exenteration dari sisa sel mastoid

udara dan penghapusan posterior dan dinding superior kanal auditori eksternal dan

sisa-sisa membran timpani dan telinga tengah ossicles untuk exteriorize rongga

mastoid dan telinga tengah melalui saluran pendengaran eksternal (Farlex, 2012)

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan

mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur


hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi

infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat

pendidikan dan karier pasien (Soepardi, 2007). Ahli bedah dapat menghapus

gendang telinga dan telinga tengah struktur. Kadang-kadang cangkok kulit

ditempatkan di telinga tengah (Phillips, 2012).

Modifikasi operasi ini adalah dengan memasang tandur (graft) pada

rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi

kering permanen. Tetap terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telnga luar

menjadi lebar (Soepardi, 2007).

c) Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (operasi Bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik,

tetap belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan

dinding posterior liang telinga direndahkan (Soepardi, 2007). Ini adalah bentuk

kurang parah dari mastoidektomi radikal. Tidak semua tulang telinga tengah

dikeluarkan dan gendang telinga tersebut dibangun (Phillips, 2012). Tujuan

operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan

mempertahankan pendengaran yag masih ada (Soepardi, 2007).

d) Miringoplasti

Miringoplasti adalah operasi khusus dirancang untuk menutup membran

timpani yang rusak. Pendekatan untuk telinga dapat dilakukan dengan transkanal,

endaural, atau retroauricular. Pendekatan transkanal membutuhkan pencahayaan

yang lebih sedikit bedah dan menyebabkan penyembuhan lebih cepat.

Kerugiannya adalah keterbatasan potensi eksposur. Pendekatan endaural dapat


meningkatkan eksposur di telinga dengan jaringan lunak lateral atau tulang rawan

tumbuh dengan cepat, tapi sekali lagi, ia cenderung untuk membatasi pandangan

bedah. Pendekatan retroauricular memungkinkan untuk eksposur maksimal tetapi

membutuhkan sayatan kulit eksternal (Roland, 2015)

e) Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang

lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan

medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta

memperbaiki pendengaran (Soepardi, 2007) Timpanoplasti dilakukan untuk

memberantas penyakit dari telinga tengah dan merekonstruksi mekanisme

pendengaran, dengan atau tanpa okulasi dari membrane timpani (Roland, 2015).

Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus

dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi

tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang

dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum

rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan

atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang

pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan operasi ini terpaksa

dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan (Soepardi, 2007).

f) Timpanoplasti dengan Pendekatan Ganda (Combine Approach

Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada

kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang

luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki

pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan

dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatoma dari jaringan

granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach)

yaitu melalui liang telinga dari rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi

posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati para ahli.

Oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali (Soepardi, 2007).

g) Timpanomastoidektomi

Menurut Mosby's Medical Dictionary (2009) timpanomastoidektomi

adalah mastoidektomi dengan timpanektomi, dilakukan sebagai salah kavitas

tertutup atau kavitas terbuka pada telinga.

2.13 Komplikasi

Komplikasi otitis media supuratif kronik mulai dari gangguan pendengaran ringan

sampai berat seperti intrakranial. Komplikasi intratemporal termasuk kelumpuhan

saraf wajah, labyrinitis, fistula labirin, mastoiditis, subperiosteal abses, fistula post

auricular, dan petrositis. Jika infeksi menyebar diluar batas batas tulang temporal,

komplikasi intra kranial seperti abses epidural,subdural,tromboflebitis,sinus

lateral,meningitis,dan abses otak bisa terjadi.

Komplikasi sangat sering terjadi pada otitis media supuratif kronik tipe maligna

karena adanya kolesteatom.Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatoma

berupa:
a) Erosi kanalis semisirkularis

b) Erosi kanalis tulang

c) Erosi segmen timpani dan abses ekstradural

d) Erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses

subperiosteal

e) Erosi pada sinus sigmoid

Menurut penelitian Hasniah et al(2013),distribusi penyakit otitis media supuratif

kronik berdasarkan komplikasi tersering dan terbanyak didapatkan adalah erosi

tulang,sedangkan komplikasi paling sedikit adalah tuli saraf.

Pembagian komplikasi omsk menjadi : paparella dan samrich 1980

a) komplikasi otologik

1. mastoiditis koalesen

2. petrositisi

3. paresis vasialis

4. labirinitis

b) komplikasi intrakranial

1. abses ekstradural

2. trombosis sinus lateralis

3. abses subdural

4. meningitis

5. abses otak

6. hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi:


a) penyebaran hematogen

b) Penyebaran melalui erosi tulang

c) Penyebaran melalui jalan yang sudah ada

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intrakranial harus melewati 3

lintasan , yaitu:

a) Dari rongga telinga tengah ke selaput otak

Melalui jalan yang sudah ada, dapat memudahkan masuknya bakteri. Hal

ini dapat melalui garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau

defek karena pembedahan.

b) menembus selaput otak

Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis.

Dura sangat resisten terhadap penyabaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan

lebih melekat ke tulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan

ruang subdura yang berdekatan.

c) masuk ke jaringan otak

Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrrikel dan

permukaan korteks atau lobus tengah cerebelum. Cara penyebaran infeksi ke

jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke

ruang virchow robin yang berakhir di daerah vaskular subkorteks.

2.13.1 Komplikasi OMSK dengan kolesteatoma

Karena kapasitasnya untuk menyebabkan erosi tulang, yang terdapat pada

80% kasus, kolesteatoma bertanggung jawab terhadap komplikasi ekstrakranial


dan intrakranial. Bila komplikasi ini muncul, menyebabkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi (Vitale & Riberio 2007).

Komplikasi OMSK dengan kolesteatoma dapat berupa (Friedland, Pensak

& Kveton 2009):

1. Intratemporal

a. Mastoiditis

b. Petrositis

c. Paralisis nervus fasialis

d. Labirinitis

e. Abses subperiosteal

f. Fistel retroaurikular

2. Intrakranial

a. Abses ekstradural

b. Abses subdural

c. Meningitis

d. Abses otak
KERANGKA TEORI
- Sistem imun
- Genetik
- Kelainan Bakteri aerob
Otitis media akut & anaerob
kongenital
- Alergi

- Terlambat terapi
- Terapi tidak adekuat
- Gizi kurang
- Higine buuruk

- Respon imun Perforasi membran


- Pelepasan mediator timpani

Otitis Media Supuratif


Kronik

Kolesteatoma (+)
Kolesteatoma (-)
OMSK maligna
OMSK Benigna

Erosi tulang telinga


Kelainan terbatas pada
tengah
mukosa telinga tengah
Komplikasi

Intratemporal Intrakranial

KERANGKA KONSEP

Umur

Jenis Kelamin

Tingkat pendidikan

Pekerjaan

Keluhan Utama
Otitis Media Supuratif
Etiologi Kronik Maligna

Pemeriksaan Radiologi

terapi

Tindakan operasi

Temuan intraoperasi

Komplikasi
Keterangan:

= variabel dependen

= variabel independen

Anda mungkin juga menyukai