Anda di halaman 1dari 20

Tugas Individu

Keperawatan Maternitas
“ SAP Kontrasepsi Sterilisasi ”

Dosen Pembimbing : Eva Yunitasari, M.Kep


Disusun oleh : Nada Firdaus Pratiwi (1801037)
Semester : 4 A (Empat)

PRODI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS


AISYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2020
PRE PLANNING
PENDIDIKAN KESEHATAN KB TUBEKTOMI
DI DESA TITIWANGI

A. LATAR BELAKANG
Sterilisasi pada wanita disebut tubektomi atau tubal ligation.
Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba falopi) dan
menutup kedua-duanya sehiagga sel telur tidak dapat keluar dan sel
sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak
terjadi kehamilan (Solehuddin, 2017)
Ulama’ berpendapat bahwa alasan jumlah anak yang dimiliki telah
sampai pada jumlah yang dianjurkan dalam program Keluarga Berencana
tidak cukup kuat untuk membenarkan pelaksanaan vasektomi dan
tubektomi. Tidak mustahil seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk
memperoleh anak kembali karena alasan-alasan tertentu. (Solehuddin,
2017)
Sterilisasi wanita merupakan satu-satunya metode kontrasepsi
wanita yang permanen. Metode ini pertama kali dilontarkan oleh
Hipocrates, tetapi metode ini tidak digambarkan dengan sempurna sampai
pada tahun 1834 oleh Von Blundell. Pada saat itu sterilisasi wanita adalah
prosedur yang sangat berbahaya yang melibatkan pembedahan abdomen
dan perawatan di rumah sakit dengan waktu yang lama (Everett, 2007
dalam Pratiwi, 2018).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2014 dalam
Pratiwi, 2018), pada pencapaian peserta KB aktif mencapai 35.202.908
peserta. Dimana penggunaan KB suntikan sebesar 16.734.917 (47,54%),
pil sebesar 8.300.362 (23,58%), kondom sebesar 1.110.341 (3,15%), IUD
sebesar 3.896.081 (11,07%), implant sebesar 3.680.816 (10,46%), MOP
sebesar 241.642 (0,69%), MOW sebesar 1.238.749 (3,52%).

1
Cakupan peserta KB baru dan KB aktif di Indonesia pada tahun
2014 sebanyak 47.019.002. Peserta KB baru sebesar 7.761.961
(16,15%)
meliputi suntik sebanyak 3.855.254 (49,67%), pil KB sebanyak 1.951.252
(25,14%), kondom sebanyak 441.141 (5,68%), implan sebanyak 826.627
(10,65%), IUD (Intra Uterine Device) sebanyak 555.241 (7,15%), Metode
Operasi Wanita (MOW) sebanyak 116.384 (1,5%), Metode Operasi Pria
(MOP) sebanyak 16.062 (0,2%). Sedangkan peserta KB aktif sebanyak
35.202.908 meliputi IUD sebanyak 3.896.081 (11,07%), MOW sebanyak
1.238.749 (3,52%), MOP sebanyak 241.642 (0,69%), implant sebanyak
3.680.816 (10,46%), kondom sebanyak 1.110.341 (3,15%), suntikan
sebanyak 16.734.917 (47,54%), dan pil KB sebanyak 8.300.362 (29,58%)
(Depkes RI, 2014 dalam Pratiwi, 2018).
Sementara itu menurut hasil dari data Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang Bari pada Tahun 2014 yang melakukan tubektomi berjumlah
54 jiwa, tahun 2015 berjumlah 81 jiwa, tahun 2016 berjumlah 117 jiwa,
dan pada bulan Januari 2017 - Oktober 2017 yang melakukan tubektomi
berjumlah 74 jiwa (Pratiwi, 2018).

B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
a. Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan tentang penggunaan alat
kontrasepsi sterilisasi (tubektomi), diharapkan ibu mampu
memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian tubektomi
b. Untuk mengetahui cara tubektomi
c. Untuk mengetahui efek samping tubektomi
d. Untuk mengetahui mekanisme kerja tubektomi
e. Untuk mengetahui keuntungan tubektomi
f. Untuk mengetahui kerugian tubektomi
g. Untuk mengetahui waktu pelaksanaan tubektomi
h. Untuk mengetahui kontra-indikasi tubektomi
i. Untuk mengetahui indikasi tubektomi

C. Sub Pokok Bahasan


Cara untuk menjelaskan kontrasepsi sterilisasi wanita yaitu tubektomi.

D. Sasaran
Ibu yang menggunakan KB sterilisasi (tubektomi).

E. Pelaksanaan Kegiatan
Hari/tanggal : Jumat/ 8 Mei 2020
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Rumah Ny W di Desa Titiwangi

F. Setting Tempat

1
2

3
4

Keterangan :

1. Penyaji
2. Media
3. Peserta
4. Fasilitator
G. Media
1. Lembar balik
2. Leaflet

H. Susunan Kepanitian
1. Penanggung jawab :
Tugas : Eva Yunitasari, M.Kep

2. Penyaji :
Tugas : Nada firdaus pratiwi

I. Metode
1. Peserta mendengarkan penyaji ( ceramah )
2. Diskusi dan tanya jawab

J. Materi
Terlampir
1. Kegiatan Penyuluhan

No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Penyuluh Metode Media Penyuluhan

1. Pendahuluan 3 menit 1. Salam dan Perkenalan Menjawab salam Ceramah Lisan


2. Menjelaskan tujuan Mendengarkan

2. Penyajian 1. Menyajikan dan Mendengarkan Ceramah Lembar balik


menjelaskan tentang materi Leaflet
tubektomi
a. Pengertian tubektomi
b. Cara tubektomi
c. Efek samping tubektomi
d. Mekanisme kerja tubektomi
e. Keuntungan tubektomi
f. Kerugian tubektomi
g. Waktu pelaksanaan tubektomi
h. Kontra-indikasi tubektomi
i. Indikasi tubektomi
Menjawab pertanyaan
2. Memberikan pertanyaan
a. Apa itu tubektomi?

b. Apa keuntungan tubektomi

c. Apa kerugian tubektomi?


Memberikan pertanyaan
3. Memberikan kesempatan pasien untuk
bertanya
3. Penutup 2 menit 1. Kesimpulan Mendengarkan Ceramah Lisan
2. Penutup Menjawab salam

5
2. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur :
1) Membuat pre planning.
2) Membuat dan menyiapkan lembar balik.
3) Membuat dan menyiapkan leaflet.
b. Evaluasi Proses :
1) Diharapkan ibu memahami materi yang disajikan penyaji yaitu
tentang tubektomi.
2) Diharapkan ibu aktif.
3) Diharapkan ibu dapat tanya jawab.
4) Diharapkan keadaan ruangan kondusif.
5) Fasilitator yang dapat mengontrol situasi dan merekam ketika
penyaji menjelaskan.
c. Evaluasi Hasil
1) Prosedur :
a) Pembukaan
b) Penyampaian materi
c) Penutup
2) Jenis tes :
a) Lisan
3) Soal :
a) Apa itu tubektomi ?
b) Apa keuntungan tubektomi ?
c) Apa kerugian tubektomi ?

6
3. Referensi

Arum, Dyah Setya Noviawati dan Sujiyati. (2009). Panduan Lengkap


Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta: Nuha Medika

BKKBN. (2012). Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN

Handayani,S. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana.


Yogyakarta: Pustaka Rihama

Hartanto,H. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi/Hanafi


Hartanto Cet. 5. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Kemenkes RI. (2013). Rencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga


Berencana Tahun 2014-2015. Jakarta: Kemenkes RI

Pratiwi, A. (2018). Analisis Pengetahuan Pasien Tentang Kontrasepsi


Tubektomi Di Rumah Sakit Umm Daerah Palembang Bari Tahun
2017. Jurnal Aisyiyah Medika. 1 (2), 191-208

Solehuddin, H. (2017). Hukum Vasektomi dan Tubektomi Dalam


Pernikahan. Hukumah. 01 (1), 1-10

Mengetahui, Pringsewu, 8 Mei 2020


Pembimbing Mahasiswa

(Eva Yunitasari, M.Kep) ( Nada Firdaus pratiwi )


4. Lampiran
Lampiran 1: Materi

Topik Penyuluhan (Kontrasepsi Sterilisasi Wanita (Tubektomi))

A. Definisi Tubektomi
Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada kedua saluran telur
wanita yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak akan mendapat
keturunan lagi. Kontrasepsi ini hanya digunakan untuk jangka panjang,
walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali seperti semula.
Tubektomi yaitu oklusi tuba falllopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak
dapat bertemu.
Sterilisasi pada wanita disebut tubektomin atau tubal ligation. Caranya
ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba fallopi) dan menutup
kedua-duanya sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak
dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi
kehamilan (Yakub, 2003: 7 dalam Solehuddin, 2017: 4-5).

B. Cara Tubektomi
Menurut Handayani (2010) dan Hartanto (2004) beberapa cara tubektomi
antara lain :
1. Saat Operasi
Tubektomi dapat dilakukan pascakeguguran, pascapersalinan, dan
masa interval sesudah keguguran tubektomi dapat langsung dilakukan.
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan 24 jam atau
selambatnya 48 jam setelah persalinan. Tubektomi yang dilakukan
lewat dari 48 jam pascapersalinan akan dpersulit oleh adanya edema
tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari
ke-7 sampai 10 pascapersalinan, tubektomi yang dilakukan setelah hari
itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menyusut
dan mudah berdarah.
2. Cara mencapai tuba
Ada beberapa cara yang digunakan yaitu laparotomi, laparotomi mini,
dan laparoskopi.
a. Laparotomi
Ini merupakan cara yang banyak digunakan di Indonesia.
Tubektomi dilakukan bersamaan dengan bedah sesar, dimana
kehamilan selanjutnya tidak diinginkan lagi. Laparotomi saja untuk
kontap wanita tidak dianjurkan

b. Laparotomi mini
Laparotomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah
dilakukan 1-2 hari pascapersalinan. Dengan sayatan kecil
sepanjang 1-2 cm dibawah pusat. Apabila dilakukan 3-5 hari pasca
persalinan, maka akan dilakukan insisi mediana karena uterus dan
tuba telah berinvolusi. Insisi mediana setinggi dua jari dibawah
fundus uteri (sepanjang 1-2 cm).
Penutupan peritoneum pada sterilisasi laparotomi mini cukup
dengan jahitan kantong tembakau, fasia dengan 1-2 jahitan silang,
dan kulit dengan 1-2 jahitan sutera atau dengan benang larut
(catgut) secara subkutis. Apabila dilakukan 1-2 hari
pascapersalinan, perawatan tidak lebih lama daripada persalinan
biasa. Pada masa interval atau pascakeguguran, perawatan cukup
dilakukan selama 6 jam pascabedah. Anestesi dapat dilakukan
dengan neuroleptanalgesia, spinal, atau lokal.
1) Keuntungan laparotomi mini
a) Mudah dipelajari
b) Dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis yang memiliki
dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah
c) Hanya memerlukan alat sederhana dan tidak mahal
d) Komplikasi umumnya hanya komplikasi minor
e) Dapat dilakukan segera setelah melahirkan
2) Kerugian laparotomi mini
a) Waktu operasi sedikit lebih lama dibandingkan dengan
laparoskopi; rata-rata memerlukan 10 - 20 menit
b) Sukar pada wanita yang sangat gemuk, bila perlekatan-
perlekatan pelvis atau pernah mengalami operasi pelvis
c) Meninggalkan bekas luka parut kecil yang masih dapat
terlihat
d) Rasa sakit abdomen yang singkat karena luka insisi
terjadi pada 50% wanita
e) Angka kejadian infeksi luka operasi lebih tinggi
dibandingkan dengan laparoskopi
3) Efektivitas laparotomi mini
a) Angka kegagalan : 0 - 2,7 kehamilan per 100 wanita
b) Bila kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik (0,02 -
0,31 per 100 wanita akseptor dalam dua tahun setelah
kontap). Dari penelitian didapatkan kehamilan ektopik
dapat terjadi setiap saat setelah kontap wanita, dari dua
bulan sampai delapan tahun.
4) Komplikasi laparotomi mini
a) Komplikasi mayor
(1) Terjadi pada < 2%
(2) Terdapat dua indikasi yang menunjukkan terjadinya
komplikasi berat yaitu perawatan di rs bertambah
lama dan perlu dilakukan laparotomi
b) Komplikasi minor
Terjadi pada 0 – 7,3%, berupa:
(1) Infeksi luka operasi
Subcuticular abses, abses karena benang catgut (lebih
baik memakai benang sutera).
(2) Pendarahan sedikit/hematoma subkutis.
(3) Perforasi uterus saat manipulasi uterus.
(4) Perforasi kandung kemih.
(5) Rasa sakit

c. Kolpotomi
Di Indonesia cara ini jarang digunakan dibandingkan dengan cara
abdominal. Prosedurnya pasien diposisikan litotomi. Dinding
belakang vagina dijepit pada jarak 1- 3 cm dari serviks dengan dua
cunam. Lama perawatan 2 – 3 hari, sedang anastesi yang dipakai
yaitu anastesi umum dan spinal. Angka kegagalan bervariasi 1-
1,9%.
1) Kontra-indikasi kolpotomi
a) Uterus anteversi dan terfixeer
b) Infeksi
c) Massa adnexa
d) Perlekatan-perlekatan
e) Obesitas ekstrem
f) Vagina yang sempit, dalam atau stenotik
2) Keuntungan Kolpotomi
a) Dapat dilakukan secara rawat jalan
b) Hanya memerlukan waktu 5 - 15 menit
c) Cukup dengan neurolept-analgesia + anastesi local
d) Rasa sakit post-operatif lebih kecil dibandingkan cara-cara
kontap lainnya
e) Tidak ada insisi abdominal sehingga tidak ada bekas luka
parut eksternal
f) Peralatan yang dipakai sederhana, murah dan mudah
pemeliharaannya
g) Morbiditas dan komplikasi mayor rendah
h) Angka kegagalan rendah (kira-kira 1%)
3) Efektifitas kolpotomi
a) Angka kegagalan : 0 - 5,2 %
b) Tidak ada yang menganjurkan kolpotomi sebagai cara
kontap post-partum , karena masih ada cara kontap yang
lain
c) Bila terjadi kegagalan/kehamilan setelah kolpotomi untuk
kontap wanita, ingat selalu kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik

d. Laparoskopi
Pasien diposisikan litotomi. Kanula rubin dipasang pada kanalis
servikalis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum
bersama-sama. Pemasangan alat ini untuk mengontrol uterus selagi
operasi dilakukan. Pasien dapat dipulangkan setelah 6-8 jam
apabila dipakaikan neuroleptanalgesia.
1) Kontra-indikasi peritoneal
a) Infeksi peritoneal
b) Penyakit jantung atau paru-paru berat
2) Kontra-indikasi relatif (tidak dianjurkan)
a) Hernia umbilikalis
b) Pernah mengalami operasi abdomen
c) Obesitas yang ekstrem
d) Inflamasi pelvis yang akut atau kronis
3) Komplikasi laparoskopi
a) Komplikasi minor
(1) Reflex vaso-vagal : mual, muntah, dll
b) Komplikasi mayor
(1) Emphysema sub-kutaneous / emphysema mediastinal
(2) Problem kardiovaskuler : bradikardia
(3) Perforasi organ-organ : uterus, usus
(4) Luka bakar kulit yang local
(5) Pendarahan
(6) Kematian
4) Efektivitas laparoskopi
a) Angka kegagalan laparoskopi wanita : 0,2 - 1,3 per 100
wanita
b) Angka kegagalan untuk :
(1) Clips : 0,2 per 100 wanita
(2) Ring : 0,4 per 100 wanita
(3) Koagulasi unipolar : 0,2 per 100 wanita
(4) Koagulasi bipolar : 0,4 per 100 wanita
5) Keuntungan laparoskopi
a) Komplikasi rendah
b) Cepat (rata-rata 5-15 menit)
c) Insisi kecil sehingga luka parut sedikit sekali
d) Dapat dipakai juga untuk diagnostik maupun terapi
e) Kurang menyebabkan rasa sakit
6) Kerugian laparoskopi
a) Risiko komplikasi dapat serius (bila terjadi)
b) Lebih sukar dipelajari
c) Harga peralatannya mahal dan memerlukan perawatan
yang teliti
d) Tidak dianjurkan untuk digunakan segera post-partum

3. Cara penutupan tuba


Ada beberapa cara penutupan tuba yaitu cara pomeroy, cara kroner,
cara irving, pemasangan cincin falope, pemasangan klip, elektro
koagulasi dan pemutusan tuba.
a. Cara Pomeroy
Tuba dijepit kira-kira pada pertengahannya, kemudian diangkat
sampai melipat. Tujuan pemakaian catgut agar segera diabsorpsi
sehingga kedua ujung tuba yang dipotong bisa segera terpisah.
Tekhnik pomeroy memusnahkan tuba fallopi sepanjang kurang
lebih 3-4 cm.
1) Keuntungan tekhnik pomeroy :
a) Mudah mengerjakannya
b) Sangat efektif (angka kegagalan : 0 - 0,4 % )
c) Dapat dilakukan segera post-partum
d) Morbiditas rendah
2) Kerugian tekhnik pomeroy : Tidak ada
b. Cara Kroner
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari
jepitan diikat dengan sehelai benang sutera atau dengan catgut yang
tidak mudah diabsorpsi. Bagian tuba distal dari jepitan dipotong
(fimbriektomi).
1) Keuntungan fimbriektomi kroner :
a) Hampir 100% efektif sebagai prosedur interval
b) Mudah dikerjakan baik transabdominal maupun
transvaginal
2) Kerugian fimbriektomi knoner : Kurang efeketif pada keadaan
post partum (transabdominal)
c. Cara Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung
potongan diikat dengan catgut kromik. Ujung potongan proksimal
ditanamkan didalam miometrium dinding depan uterus. Ujung
potongan distal ditanamkan didalam ligamentum latum. Tubektomi
ini dilakukan pada laparotomi besar seperti bedah sesar.
1) Keuntungan tekhnik irving : Hampir 100 % efektif
2) Kerugian tekhnik irving : Lebih sukar mengerjakannya dan
reversibilitas sangat rendah.
d. Pemasangan cincin Falope
Cincin falope (Yoon Ring) terbuat dari silikon, dewasa ini banyak
digunakan dengan aplikaror bagian ismus tuba ditarik dan cincin
dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba
tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah
lagi dan akan menjadi fibrotik.
e. Pemasangan Klip
Keuntungan klip filshine dapat digunakan pada tuba yang edema.
f. Elektro Koagulasi dan pemutusan tuba
Banyak ditinggalkan. Dulu caranya dengan memasukkan grasping
forceps melalui laparoskop, tuba dijepit kurang lebih 2 cm dari
koruna kemudian diangkat menjauhi uterus dan alat panggul
lainnya.
g. Tekhnik madlener
Bagian tengah tuba fallopi diangkat sehingga membentuk suatu
loop.
1) Keuntungan tekhnik madlener
a) Morbiditas rendah
b) Mudah dikerjakan
c) Dapat dilakukan melalui beberapa cara dalam mencapai
tuba fallopi
2) Kerugian tekhnik madlener : Angka kegagalan tinggi ( 1 -2 % )
h. Tekhnik unchida
Larutan garam fisiologis - adrenalin disuntikkan dibawah serosa
pars ampullaris, sehingga terjadi spasme vaskuler lokal dan
pembengkakan dari mesosalpinx, dan terjadi pemisahan dari
permukaan serosa dengan bagian muskularis tuba fallopi
1) Keuntungan tekhnik uchida : Sangat efektif
2) Kerugian tekhnik uchida : Mengerjakannya jauh lebih sukar
dibandingkan dengan metode ligasi lainnya
C. Efek Samping Tubektomi
Jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi kehamilan ektopik,
merasa berduka dan kehilangan (Everett, 2007 dalam Pratiwi, 2018).

D. Mekanisme Kerja Tubektomi


1. Sebelum operasi, dokter akan memeriksa kesehatan terlebih dahulu,
untuk memastikan cocok atau tidak.
2. Operasi dilakukan oleh dokter
3. Saluran telur yang membawa sel telur dalam rahim akan dipotong atau
diikat. Setelah operasi yang dihasilkan akan diserap kembali oleh
tubuh tanpa menimbulkan penyakit.
4. Perawat tubektomi hanya 6 jam setelah operasi untuk menunggu reaksi
anti bius saja. Luka yang diakibatkannya sebaiknya tidak terkena air
selama 3-4 hari.
5. Pemeriksaan ulang dilakukan oleh dokter, setelah satu minggu, 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun setelah operasi dilakukan
(Solehuddin, 2017).

E. Keuntungan Tubektomi
Menurut Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Pascapersalinan di
Fasilitas Kesehatan (BKKBN dan Kemenkes RI, 2012) :
1. Kontrasepsi
a. Efektifitasnya tinggi 99,5% (0,5 kehamila per 100 perempuan
selama tahun pertama penggunaan)
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui
c. Tidak bergantung pada faktor senggama
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius
e. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
f. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual
2. Non Kontrasepsi
a. Berkurangnya risiko kanker ovarium

F. Kerugian Tubektomi
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap menurut Noviawati
dan Sujiyati (2009) yaitu antara lain:
1. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak
dapat dipulihkan kembali
2. Klien dapat menyesal dikemudian hari
3. Risiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anastesi umum
4. Rasa sakit ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesialis
ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi
6. Tidak melindungi diri dari IMS

G. Waktu Pelaksanaan Tubektomi


Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan tubektomi
dapat dilakukan pada:
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional
klien tersebut tidak hamil.
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
3. Pascapersalinan
Mini laparatomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6
minggu atau 12 minggu pascapersalinan setelah dinyatakan ibu dalam
keadaan tidak hamil.
4. Pascakeguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara mini laparatomi atau
laparoskopi setelah triwulan pertama pascakeguguran dalam waktu 7
hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan
kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik,
tubektomi dapat dilakukan dengan cara mini laparatomi saja.
H. Kontraindikasi Tubektomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya
tidak menjalani tubektomi yaitu:
1. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
2. Perdarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu
disembuhkan atau dikontrol
4. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi dimasa depan
5. Belum memberikan persetujuan tertulis

I. Indikasi Tubektomi
1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup.
2. Umur 30 tahun dengan 3 anak hidup
3. Umur 35 tahun dengan dua anak hidup
Ada juga indikasi medis misalnya kelainan jiwa, kemungkinan
kehamilan yang dapat membahayakan jiwa ibu, serta penyakit keturunan
(Handayani, 2010).

Lampiran 2: Evaluasi
Jenis: Lisan
1. Apa itu tubektomi ?
2. Apa keuntungan tubektomi ?
3. Apa kerugian tubektomi ?

Anda mungkin juga menyukai