Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN


KASUS HIPERTENSI PADA LANSIA

Dosen Pembimbing : Sunanto, SKM.,M.Kes

Oleh :
IMROATUN NAFISAH

PRODI DIII KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATAY ZAINUL HASAN


GENGGONG PADJARAKAN
2020
KONSEP
KEPERAWATAN GERONTIK

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Gerontik


2.1.1    Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam,
dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.1.2    Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis)
b. Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
c. Lansia
d. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
e. Lansia risiko tinggi
f. Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
g. Lansia potensial
h. Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
i. Lansia tidak potensial
j. Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
2.1.3        Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho,
2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008). Tipe tersebut dapat dibagi
sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
2.2    Teori – Teori Penuaan
1. Teori Biologik

a. Teori Genetik dan Mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram


oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
b. Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

c. Autoimun

Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.

d. Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi


jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan
stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
e. Teori radikal bebas

Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan


bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan
sel-sel tidak dapat regenerasi.

2. Teori Sosial

a. Teori aktifitas

Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial
b. Teori Pembebasan

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai


melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun
kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :
1) Kehilangan peran

2) Hambatan kontrol sosial

3) Berkurangnya komitmen

c. Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan


lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :

1) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu,
dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan
2) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti

3) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi

3. Teori Psikologi

a. Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow

Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 11111954).
Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan
dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada
tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan
tersebut tercapai.
b. Teori individual jung

Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari


seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda
dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian
individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran
bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar
atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert).
Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan
merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang
mempengaruhi penuaan adalah sebagai berikut:
a. Hereditas (Keturunan/Genetik)
b. Nutrisi (Asupan Makanan)
c. Status Kesehatan
d. Pengalaman Hidup
e. Lingkungan
f. Stress

2.3 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung
rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin
bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada
lansia adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan Biologis
a.       Sel
Jumlah sel menjadi menurun atau lebih sedikit, ukuran sel lebih besar,
berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di
otak; otot; ginjal; darah dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel. Otak menjadi atrofi (beratnya
berkurang 5-10%), lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan
melebar.
b.      Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia.
Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel syaraf
yang tidak bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis dan neuro
transmitter utama. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga
lansia memerlukan waktu yang lebih lama untukmerespons dan
bereaksi.
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan
menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang
sensitif terhadap sentuhan.
Waktu reaksi yang lama menyebabkan lansia beresiko mengalami
kecelakaan dan cedera. Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat
terjadi bila orang tersebut berdiri terlalu cepat dari posisi berbaring
atau duduk. Perawat harus menasehati orang tersebut untuk menunggu
waktu merespons terhadap rangsang dan bergerak lebih pelan.
Kebingungan yang terjadi tiba-tiba mungkin merupakan gejala awal
infeksi atau perubahan kondisi fisik (pneumonia, infeksi saluran
kencing, interaksi obat, dehidrasi dan lainnya).
c.       Perubahan Penglihatan
Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata,
maka sel tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi kuning, kaku,
padat dan berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih elastic untuk
berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat.
Lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan gelap dan terang dan memerlukan sinar yang
lebih terang untuk melihat benda yang sangat dekat. Meskipun kondisi
visual patologis bukan merupakan bagian penuaan normal, namun
terjadi peninekatan penyakit mata pada lansia.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.
d.      Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada berfrekuensi
tinggi terjadi pada usia pertengahan. Ini disebabkan karena perubahan
telinga dalam yang irreversible. Lansia sering tidak mampu mengikuti
percakapan karena nada konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch,
sh, b, t, p) semuanya terdengar sama. Ketidakmampuan
berkomunikasi, membuat mereka terasa terisolasi dari menarik diri
dari pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan pendengaran, maka
harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
e.       Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian pada
semua kelompok umur termasuk lansia. Angka kematian akibat
penyakit kardiovaskuler juga meningkat dengan meningkatnya usia.
Perubahan structural yang normal dari penuaan yang terjadi pada
jantung dan system vascular mengakibatkan kemampuannya untuk
berfungsi secara efisien menurun.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur
ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal
±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f.       Perubahan Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan
antara lain: temperatur tubuh menurun (hipotermi) yang secara
fisiologis keadaan ini akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan
reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. Pada kondisi ini, lanjut usia
akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah.
g. Perubahan Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang
mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi yang berikut :
peningkatan diameter anterioposterior dada, kolaps osteoporotic
vertebra yang mengakibatkan kifosis (peningkatan kurvatura konveks
tulang belakang), kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas
alveoli. Peningkatan rigiditas atau hilangnya recoil elastisitas paru
mengakibatkan peningkatan volume residual paru dan penurunan
kapasitas vital.
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya
aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Fungsi traktus gastrointestinal biasanya tetap adekuat sepanjang
hidup. Namun demikian beberapa orang lansia mengalami
ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat. Peristaltic di
esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter
gastroesofagus gagal berelaksasi dan keluhan utama biasanya berpusat
bpada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan.
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
Peningkatan kesehatan untuk sistem gastrointestinal pada lansia
dapat dipandu untuk meningkatkan fungsi gastrointestinalnya untuk
mengikuti praktik peningkatan kesehatan seperti; menggosok gigi
setiap hari, perawatan gigi yang teratur, menghindari aktivitas berat
setelah makan, makan makanan tinggi serat, diet rendah lemak, minum
banyak air, menjaga kebiasaan defekasi secara teratur, dan
menghindari laksatif dan antasida.
i. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya
menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita
sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas
jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse
berefek pada seks sekunder.
Peningkatan kesehatan sistem genitourinaria dilakukan dengan
mengonsumsi cairan yang mencukupi sangat penting untuk mencegah
infeksi kandung kemih dan memelihara keseimbangan cairan.
Masalah kontinensia urin dan sering berkemih dapat dikurangi
bila individu lansia mengikuti petunjuk berikut:
1) Selalu dekat dengan fasilitas kamar mandi
2) Berkemih secara teratur
3) Melatih otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul sangat berguna dalam mengurangi
gejala stress dan dorongan inkontinensia. Karena untuk mencapai
control muskulus yang baik diperlukan latihan beberapa minggu,
maka individu lansia harus didorong untuk melakukan latihan secara
teratur.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone,
dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan
pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum
usia 40 tahun. Kehilangan densitas tulang yang massif akan
mengai]kibatkan osteoporosis. Kondisi ini kebanyakan terjadi pada
wanita pasca menopausedan berhubungan dengan inaktivitas, masukan
kalsium yang tidak adekuat, dan kehilangan estrogen. Perubahan
tersebut mengakibatkan penurunan mobilitas, keseimbangan dan
fungsi organ internal berkurangnya ukuran otot dan kehilangan
kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanannya sebagai akibat penurunan
aktivitas pada lnsia yang ditandai dengan nyeri punggung.  
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
Peningkatan kesehatan tulang pada lansia dengan osteoporosis.
Osteoporosis  merupakan masalah yang sering terjadi pada wanita
lansia. Demineralisasi yang terjadi pada osteoporosis dipercepat
dengan hilangnya estrogen, inaktivitas, dan diet rendah kalsium tinggi
fosfat. Perawat dapat menganjurkan:
a.    Masukan tinggi kalsium
b.    Diet rendah fosfor
c.    Olahraga
Peningkatan kesehatan untuk fungsi musculoskeletal dengan
melaksanakan Program olahraga rutin harus dijalankan seumur hidup
atau dimulai pada lansia. Aksioma ”gunakan atau kamu kehilangan”
sangat sesuai dengan kapasitas fisik lansia.
Hambatan terbesar untuk berolahraga adalah perilaku
masyarakat secara keseluruhan dan perilaku negative lansia itu
sendiri. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dengan
mmberi semangat dan menantang lansia untuk berpartisipasi dalam
program olahraga dengan teratur.
m. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita antara lain
vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus
mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva, selaput lendir vagina
menurun. Sedangkan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi
pria antara lain ada penurunan secara berangsur-angsur meskipun
testis masih dapat memproduksi spermatzoa, dan sebanyak ±75% pria
usia di atas usia 65 tahun mengalami pembesaran prostat.

2.      Perubahan Mental


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:

a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari
faktor waktu.
3.      Perubahan Psikososial

a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang


menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
g. Penyakit kronis.
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
i. Gangguan syaraf panca indra.
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga.
l. Berkurangnya kekuatan fisik
4.    Perubahan kultural
a.   Kolektifitas Etnis
Adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan
memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan
dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma
yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka. (Harwood, 1981)
b.    Shok Budaya
Adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar
belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang
tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi
yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara
komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda
akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan.
a. Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan
bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu
cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn 1972, bahwa
tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan
interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya
dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan.
Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu
berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk
menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari
bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk
menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti
maksudnya .

b. Jarak Pribadi dan Kontak Jarak pribadi


adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang
jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan
proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien.
Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin
keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan
perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk
mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan
jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
e.    Pandangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala
cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana,
dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah –
masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan.
Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka
terdapat variasi dari perilaku pelayanan kesehatan, status kesehatan,
dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya
yang berbeda – beda.

KONSEP PENYAKIT

3.1 PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001) Menurut WHO tekanan darah sama
dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
3.2 KLASIFIKASI
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik
terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

3.3 ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c. Kebiasaan hidup
d. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
e. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
f. Kegemukan atau makan berlebihan
g. Stress
h. Merokok
i. Minum alcohol
j. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


1. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor.
2. Vascular ; Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, dan Vaskulitis.
3. Kelainan endokrin ; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed
4. Saraf ; Stroke, Ensepaliti.
5. Obat – obatan ; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid

3.4 TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

3.5 PATOFISIOLOGI
NARASI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapahal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
6. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
8. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
9. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
10. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat
11. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi

3.6 PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Menghentikan merokok
d. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-
80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling
baik 5 x perming
2. Edukasi Psikologis
a. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien
dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION,
EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA,
1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
2. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan, Diganti jenis lain dari obat pilihan
pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain
4. Step 4
Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi
dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
ASUHAN KEPERAWATAN

4 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ tertunda.
c. Integritas Ego
1) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan.
2) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu).
e. Makanan/cairan
2) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir akhir ini (meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic
3) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema,
glikosuria.
f. Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saatbangun dan menghilangkan secara
spontansetelah beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan genggaman
tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),
sakitkepala.
h. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum, riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori
pernafasan bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perbahan
frekuensi jantung
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas
3. Nyeri kronis (sakit kepala) berhubungan dengan agen fisiologis
4. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

DIAGNOSA PRIORITAS

No Diagnosa keperawatan Ditemukan Teratasi Paraf


1. Nyeri kronis (sakit kepala)
berhubungan dengan agen fisiologis

2. Intoleransi aktifitas berhubungan


dengan imobilitas

3. Gangguan pola tidur berhubungan


adanya nyeri

4. Kurangnya perawatan diri


berhubungan dengan kelemahan

5. Resiko penurunan curah jantung


berhubungan dengan perbahan
frekuensi jantung
3. Rencana Tindakan
Dx: Nyeri kronis berhubungan dengan agen fisiologis
No Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan 1. Keluhan nyeri Observasi
tindakan menurun  Identifikasi lokal, karakteristik,
keperawatan 2. Gelisah menurun frekuensi, kualitas
diharapkan nyeri 3. Kesulitan tidur  Identifikasi skala nyala
berkurang menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Ketegangan otot  Identifikasi faktor mempererat dan
menurun memperingan nyeri
5. Frekuensi nadi  Identifikasi pengaruh nyeri psda
membaik kualitas hidup
6. Tekanan darah
 Monitor efek samping penggunaan
membaik
analgetik
7. Nafsu makan
Terapeutik
membaik
 Berikan teknik non farmakologis
8. Pola tidur membaik
 Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab nyeri
 Jelaskan cara meredakan nyeri
 Ajarkan teknik non farmakologis
untuk meredakan nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Dx: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas


No Tujuan Kriteria hasil Intervensi
2 Setelah dilakukan 1. Frekuensi nadi Observasi
tindakan meningkat  Identifikasi indikasi dilakukan
keperawatan 2. Kemudahan dalam latihan
diharapkan tingkat beraktivitas  Identifikasi keterbatasan pergerakan
aktivitas klien meningkat sendi
membaik 3. Kekuatan tubuh  Monitor lokasi ketidaknyamanan
meningkat atau nyeri saat bergerak
4. Keluhan lelah Terapeutik
menurun  Gunakan pakaian longgar
5. Perasaan lemah  Cegah terjadinya cedera selama
menurun latihan
6. Dispnea saat  Lakukan gerakan pasif dengan
aktivitas menurun bantuan sesuai indikasi
7. Tekanan darah
 Berikan dukungan positif pada saat
membaik
melakukan latihan gerak
8. Warna kulit
Edukasi
membaik
 Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
 Anjurkan duduk di tempat tidur atau
di kursi, jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latiham,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,

Ed.1.1. Dewan pengurus Pusat Persatuan Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Ed.1.1

cetakan ke 2. Dewan pengurus Pusat Persatuan Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Ed.1.1

cetakan ke 2. Dewan pengurus Pusat Persatuan Nasional Indonesia.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC.

http://www.scribd.com/doc/45725767/hipertensi-pada-lansia diakses tanggal 16


Januari 2012
http://www.scribd.com/doc/50762215/BAB-I diakses tanggal 16 Januari 2012

Anda mungkin juga menyukai