Berikut adalah beberapa dimensi validitas instrumen, berturut-turut dari konsep yang paling
konkrit ke konsep yang paling abstrak
A. VALIDITAS MUKA.
B. VALIDITAS ISI.
Validitas isi adalah kesahihan yang memper- soalkan kemampuan instrumen meliputi
semua substansi variabel yang hendak diukur. Sebagai contoh, Windsor et al. (1984)
mencoba mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan pasien diabet dalam
merawat diri. Kemampuan perawatan diabetes merupakan variabel yang kompleks
sifatnya, yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam banyak aspek. Oleh
karena itu, Windsor membentuk panel terdiri atas para pakar dari berbagai aspek,
termasuk diet, pemakaian insulin, tes air seni, perwatan kaki (pedikur) dan kulit,
penanganan aspek keamanan, komplikasi dan informasi umum. Semua variabel itu
diperhitungkan dalam pembuatan instrumen yang bermaksud mengukur kemampuan
perawatan diabetik pada penderita diabet, agar memenuhi syarat validitas isi. Validitas isi
instrumen bersifat sementara, sebab substansi variabel berubah dari waktu ke waktu.
Demikian pula, validitas instrumen pengukuran kemampuan perawatan pasien diabet
akan makin menurun, sejalan dengan makin majunya pengetahuan perawatan diabetik
yang lebih baik.
C. VALIDITAS KRITERIA.
Sering dijumpai sebuah instrumen mengukur dengan sangat akurat, tetapi (sayangnya)
mahal atau tidak praktis untuk diterapkan. Untuk mengatasi problem itu lalu dicarilah
instrumen baru yang lebih murah dan mudah diterapkan. Instrumen baru itu bisa akurat,
bisa juga ngawur Maka dengan validitas kriteria dimaksudkan kesahihan yang
mempersoalkan akurasi instrumen yang baru (murah), relatif dibarndingkan dengan
instrumen yang ideal (mahal nstrumen yang banu dikatakan memiliki validitas kriteria
yang tinggi. Jika la berkorelasi kuat dengan instrumen ideal terscbut. Contoh sebuäh
peneitian hendak nempelajari hubungan antara intake nalrium (garam) dan tekanan darah
tinggi. Salah satu metode pengukuran intake natrium yang akurat adalah mengukur
natrium yang dickskresikan kedalam urine selama 24 jam, tujuh hari berturut-turut (1u, et
al, 1979). Meski ideal, metode itu merepotkan bagi kebanyakan orang Oleh karena itu
dicari metode lain yang lebih praktis, yaitumengumpulkan sampel urine satu malam
untuk mengukur natrium dan kreatinin. Maka persoalan validitas kriteria di sini adalah,
apakah metode mampu memberikan intormasl yang seakurat metode penyampelan 24
Jam selama tujuh hari berturut-turut. Berdasarkan waktu melakukan penilaian validitas,
maka validitas kriteria dibagi menjadi dua jenis:
Instrumen yang memiliki validitas sewaktu belum tentu memiliki validitas prediktif.
Instrumen yang baik sekaligus sangat maju ke depan (antisipatif) memiliki kedua aspek
vialiditas kriteria tersebut
D. VALIDITAS KONSTRUK.
Validitas konstruk adalah kesahihan yang mempersoalkan relevansi. Pengukuran
instrumen terhadap konteks teori yang berlaku. Pengukuran instrumen memiliki validitas
konstruk yang tinggi jika mempunyai korelasi kuat dengan konteks teori yang berlaku.
Validitas Konstruk mencakup dua aspek. yaitu:
1. Validitas konvergen
2. Validitas diskriminan.
Sebuah instrumen memiliki validitas diskriminan yang tinggi jika tidak mengukur
variabel- variabel yang mempunyai korelasi rendah dengan variabel yang seharusnya
diukur. Contoh: sebuah instrumen dikembangkan untuk mengukur kecemasan.
Menurut pengetahuan dan teori yang berlaku respons kecemasan dapat berwujud:
a. Perubahan fisiologik (detak Jantung dan frekuensi nafas meningkat, tekanan darah
naik. penabahan warna kulit);
Jika sebuah instrumen yang bermaksud mengukur kecemasan. juga mengukur detak
jantung. frekuensi pernafasan, tekanan darah, wama kulit, kemampuan mengingat, dan
kemampuan memutuskan, maka instrumen itu memilki validitas konvergen. Di samping
itu, jika instrumen tersebut tidak mengukur variabel-variabel yang menurut pengetahuan
yang berlaku, tidak ada hubungannya dengan kecemasan (misalnya, kadar kolesterol
darah. kadar trigliserida gender, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat kebotakan
kepala), maka instrumen itu memiliki validitas diskriminan.