Topik : Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. H dengan diagnosa Keperawatan nyeri
akut b.d agen cidera fisik, intoleransi aktivitas
Sasaran : Tn. H (19 tahun)
Hari/Tanggal : Senin, 8 juli 2019
Waktu : 10:30-11:00 WIB
A. Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tadak lengkap.
(Prince & Wilson, 2006 dalam Helmi, 2012).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita frakturakibat kecelakaan lalu
lintas. Fraktur merupakan suatu kondisi dimanaterjadi diintegritas tulang. Penyebab
terbanyak fraktur adalah kecelakaan,baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Tetapifraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degenerative
danpatologi (Depkes RI, 2005 dalam Fadliyah, 2014).
Dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur padaekstremitas bawah
akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggidiantara fraktur lainnya yaitu
sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengankasus fraktur ekstremitas bawah akibat
kecelakaan, 19.629 orangmengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami
frakturcruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia,970 orang mengalami frakturpada
tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula(Depkes RI2011)
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang atau osteoporosis. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. (Muttaqin, 2008).
Pada saat terjadi fraktur atau patah tulang, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh dimana akan terjadi edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Dampak
dari fraktur ini dapat menyebabkan nyeri, terganggunya mobilitas fisik, selain itu dalam
waktu panjang dapat mengakibatkan ansietas, karena fraktur yang tidak kunjung sembuh,
sehingga dapat terjadi dilakukannya amputasi bagian tubuh tertentu. Selain itu
memungkinkan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
(Muttaqin, 2008)
C. Sasaran
Tn. H berumur 19 tahun yang dirawat diruang madinah RSI Ibnu Sina pekanbaru kelas
1.
D. Materi
a) Teori asuhan keperawatan dengan fraktur femur
b) Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada pasien fraktur femur dan post
operasi orif
c) Intervensi keperawatan pada pasien fraktur femur post orif dengan diagnosa
keperawatan : nyeri akut, ganguan mobilitas fisik dan gangguan integritas kulit.
E. Metode
Diskusi dan bedside teaching
F. Media
a. Sarana diskusi : buku dan pena
b. Status rekam medis pasien
c. Materi yang disampaikan secara lisan
G. Proses Ronde
No Tahap dan Kegiatan Waktu Penanggun Tempat Kegiatan
g jawab Pasien
1 Pra Ronde: 6 juli PP Ruang
1. Menentukan kasus dan 2019 madinah
topic
2. Menentukan tim Ronde Jam
3. Mencari literature 10.00-
4. Membuat proposal 13.00 wib
5. Diskusi pelaksanaan
2 Ronde 9 juli Ruang
1. Pembukaan 2019 Kepala Madinah
a. Salam pembukaaan Ruangan
b. Memperkenalkan
tim Ronde jam
c. Menyampaikan 10:30-
identitas dan 11:00 wib
masalah pasien
d. Menjelaskan tujuan Waktu ( 5
ronde menit)
2. Penyajian masalah
a. Memberi salam
dan
memperkenalkan
pasien dan
keluarga kepada
tim ronde
b. Menjelaskan PP
riwayat penyakit Waktu
dan keperawatan (15 menit)
pasien
c. Menjelaskan
masalah pasien dan
rencana tindakan
yang telah
dilakukan dan
menetapkan
prioritas masalah
dan tindakan yang
perlu didiskusikan
H. Setting Tempat
KETERANGAN:
: Kepala Ruangan
: Ka Tim
: Perawat Pelaksana
: Pasien
: pegawai ruangan
: Keluarga pasien
: Tempat Tidur
I. Kriteria Hasil
a. Struktur
1) Ronde keperawatan dilaksanakan di ruang madinah
2) Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
3) Persiapan dilakukan sebelum pelaksanaan ronde keperawatan
b. Proses
1) Tim ronde keperawatan mengikuti ronde keperawatan dari awal hingga akhir
2) Seluruh perserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan.
c. Hasil
1)
2)
J. Pengorganisasian
a. Kepala ruangan : Dewi Rosiana
b. Ketua Tim 1 : Dean Yuliantina
PP 1 : Rahmat Hidayat
PP 2 : Hasri Wanda
c. Ketua Tim II : Siti Fatimah
Pp 1 : Lohot hamonangan
Pp 2 : Sri Wahyuni
B. Klasifikasi
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan melalui
kepala femur (capital fraktur):
a) Hanya di bawah kepala femur.
b) Melalui leher dari femur
2. Ekstrakapsuler.
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokanter kecil.
C. Etiologi
Menurut (Padila 2012), etiologi fraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari fraktur femur (Mutaqqin,2008) yaitu:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai tulang dimobilisasi.
2. Deformitas (terlihat maupun teraba).
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan di bawah lokasi fraktur.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
D. Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen
tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.
Pada fraktur femur jarang terjadi dibanding fraktur tulang pendek. lainnya karena
periost yang melapisi tulang femur lebih tebal dibandingkan tulang pendek lainnya,
terutama pada daerah depan yang dilapisi kulit lebih tebal sehingga tulang ini tidak
mudah patah dan karena trauma dari luar sehingga dapat terjadi fraktur pada tulang
femur.
E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur femur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera.
(Bararah, T.& Jauhar, M 2013)
F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu reduksi dan imobilisasi:
1) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya atau
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat.
2) Imobilisasi
Imobilisasi dapat digunakan dengan metode eksterna dan interna mempertahankan
dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyambungan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
G. Komplikasi
Komplikasi pada fraktur frmur menurut Mutaqqin (2008) di antaranya yaitu:
1. Komplikasi awal
a) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT
(capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematom melebar dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada bagian yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome compartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau perdarahan yang
menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar seperti gips, pembebatan
dan penyangga.
c) Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang mengakibatkan
komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar
oksigen dalam darah menurun. Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan,
takikardi, hipertensi,takipnea dan demam.
d) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga pada
penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan OREF) dan plat
yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada kasus fraktur resiko infeksi yang
terjadi lebih besar baik karena penggunaan alat bantu maupun prosedur invasif.
e) Nekrosis avaskuler
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis
tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia.
f) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kepiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
2. Komplikasi lanjut
a) Delayed union
Kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ruang
untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah ketulang menurun.
b) Non-union
Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh antara 6 sampai 8
bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat infeksi tetapi dapat juga
terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoarthosis. Sehingga
fraktur dapat menyebabkan infeksi
c) Mal- union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat deformitas
(perubahan bentuk tulang) yang berbentuk angulasi
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini semua data di
kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian
harus di lakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial
maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien (Asmadi, 2008)
Menurut Wahid (2013), pengkajian pada fraktur meliputi:
1. Identitas klien berupa nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, status perkawinan, suku bangsa, tanggal masuk, nomor registrasi dan diagnosa
keperawatan
2. Keluhan utama, pada umumnya keluhan pada fraktur adalah rasa nyeri
3. Riwayat penyakit sekarang, berupa kronologi kejadian terjadinya penyakit sehingga
bisa terjadi penyakit seperti sekarang.
4. Riwayat penyakit dahulu,ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
5. Riwayat penyakit keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur
6. Riwayat psikososial merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat yang mempengaruhi dalam kehidupan
sehari-hari
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur biasanya klien merasa takut akan mengalami kecacatan, maka klien
harus menjalani penatalaksanaan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu diperlukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
penggunaan alkohol, klien melakukan olahraga atau tidak.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi yang lebih dari kebutuhan sehari-hari
seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C untuk membantu proses
penyembuhan.
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau dan jumlah feses untuk mengetahui
adanya kesulitan atau tidak. Hal yang perlu dikaji dalam eliminasi berupa BAB
dan BAK
d) Pola tidur dan istirahat
Klien biasanya merasa nyeri dan gerakannya terbatas sehingga dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien
e) Pola aktifitas
Adanya nyeri dan gerak yang terbatas, aktifitas klien menjadi berkurang dan
butuh bantuan dari orang lain.
f) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karenamenjalani
rawat inap di Rumah Sakit.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien fraktur akan timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur,rasa cemas,
rasa ketidakmampuan melakukan aktifitas secara optimal dan gangguan citra
tubuh
h) Pola sensori dan kognitif
Berkurangnya daya raba terutama pada bagian distal fraktur
i) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta nyeri
j) Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, takut mengalami
kecacatan dan fungsi tubuh.
k) Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik karena rasa nyeri dan
keterbatasan fisik
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon klien, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Tahap diagnosa keperawatan memungkinkan perawat untuk menganalisis data yang telah
di kelompokkan dan di cantumkan di bawah pola kesehatan dan divisi diagnosa
disfungsional (Asmadi, 2008)
Menurut Wahid (2013), diagnosa keperawatan pada kasus fraktur antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spaseme otot, gerakan fragmen tulang, edema,cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stree atau anisetas
2. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edem, pembentukan trombus)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neurovaskuler,
nyeri, terapi restriktif (immobilisasi)
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif atau traksi tulang
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pajanan atau salah satu interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat atau lengkapnya informasi yang ada.
C. Intervensi
Intervensi atau rencana tindakan adalah desain spesifik yang membantu mencapai kriteria
hasil atau suatu aktifitas yang di perlukan untuk membatasi faktorfaktor pendukung
terhadap suatu permasalahan (Efendi & Makhfudli, 2009).
Intervensi pada fraktur menurut Helmi (2012) antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edem,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stree atau anisetas.
Tujuan : klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktifitas, tidur, istirahat dengan tepat,
menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas terapeutik.
Intervensi :
a) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,berat atau
traksi
Rasional : mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
b) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
Rasional : meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edem atau nyeri
c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif atau aktif.
Rasional : mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (massase, perubahan posisi)
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
e) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan nafas dalam,relaksasi
pendengaran musik mozart, imajinasi visual)
Rasional : mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan control terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.
f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan
Rasional : menurunkan edem dan mengurangi nyeri
g) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : menurunkan nyeri melalui penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
h) Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal,perubahan tanda-
tanda vital)
Rasional : mengetahui perkembangan kondisi klien terutama keluhan Nyeri
A. GAMBARAN KASUS
Seorang klien berinisial Tn. H berusia 19 tahun datang ke RSI Ibnu Sina Pekanbaru
tgl 04 juli 2019 ,klien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru ,klien
masuk ke ruangan Madinah klien akan melakuan operasi orif dan bone graf pada pukul
16.00, saat dilakukan pengkajian apada tangal 06 juli 2019 klien 3 hari setelah post
pemasangan orif dan bone graf saat ini klien mengalami nyeri pada daerah bekas operasi
pada kaki sebelah kiri dan sulit untuk bergerak dan merasakan nyeri pada pinggul bekas
bone grafnya, nyeri ini dirasaakan saat bergerak. Keluarga mengatakan klien pernah jatuh
kecelakaan pada 28 Desember 2017 lalu kemudian selama satu bulan dirawat , kemudian
pada bulan Juni 2018 klien riwayat operasi cangkokan tulang, setelah satu minggu post op
pasen mengikuti fisioterapi sleama 2 minggu, setelah sebulan post op , luka pada kaki
tidak tertutup dan mengeluarkan cairan dan mengalami infeksi, kemudian di bulan Juli
2019 klien kembali melakuan operasi ke 3. Saat dilakukan pengkajian didapatkan data
pemeriksaan TTV TD : 130/80 mmHg, Frekuensi Nadi : 88 kali/menit, Suhu : 36,5◦ C,
Frekuensi Nafas: 22 kali/menit, CRT : <3 detik. BB : 55 kg, TB : 169 cm, IMT : 19
kg/m2, Klien terpasang drain,terpasang kateter . Drain tanggal 6 Juli 2019 180 cc. Infus
RL 20 tetes/menit tangan kiri.
Hasil laboratorium didapatkan HB :15,2 g/dL (N: 14.0 – 18,0) WBC : 10,11 x
10˄3/μL (N : 4.8-10.8) trombosit : 223.000 HCT : 43,1 %.
Pemeriksaan diagnostik hasil dari Radiologi Ronthen : Foto thorak dengan hasilnya
dengan corakan bronkovascular normal sinus costoph renitus bilateral lancip kedua
diafragma licin tak mendatar. Kesan : pulmo tidak ada kelainan dan cor normal.
Terapi yang diberikan: inj ceftriaxone 2x1, inj caterolac 2 x 1, ranitidine 2x1, gentacin
2x1.
B. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal Pengkajian : Sabtu, 06 Juli 2019
Pukul Pengkajian : 10.00 WIB
Ruangan : Madinah
1. INFORMASI UMUM
a. Nama Pasien : Tn. H
b. Tanggal Lahir : 27 Februari 2000
c. Umur : 19 Tahun
d. Jenis Kelamin : laki-laki
e. Pekerjaan : Mahasiswa
f. Alamat : Taman karya
g. No. MR : 49-49-13
h. Tanggal Masuk : 04 Juli 2019
i. Diagnosa Medis : post op orif + bone graf
2. KELUHAN UTAMA
a. Alasan Masuk / Dirawat
Pasien masuk poli orthopedi tanggal 4 Juli 2019. klien rujukan dari RS Awal
Bros dengan alasan untuk melakukan operasi ke 3 pemasangan orif dan bone
graf.
3. RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI
Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi di paha sebelah kiri. Klien mengatakan sulit
untuk menggerakkan kaki nya. Skala nyeri 6. Klien tampak lemah, kaki terpasang
balutan, tarpasang drain dan kateter urin.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluarga mengatakan klien pernah jatuh kecelakaan pada 28 Desember 2017 lalu
kemudian selama satu bulan dirawat , kemudian pada bulan Juni 2018 klien riwayat
operasi cangkokan tulang, setelah satu minggu post op pasen mengikuti fisioterapi
sleama 2 minggu, setelah sebulan post op , luka pada kaki tidak tertutup dan
mengeluarkan cairan dan mengalami infeksi, kemudian di bulan Juli 2019 klien
kembali melakuan operasi ke 3
5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Genogram 3 Generasi / Penyakit yang sama / Penyakit Menular / Herediter
keluarga pasien
ayah ibu
Ket :
: klien Ny. Y
: Laki-laki
: Perempuan
X : meninggal
: tinggal serumah
NB : Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dengan pasien
b. AKTIVITAS – LATIHAN
Makan : Total self -care
Mandi : Total self-care
Toileting : Total self-care
Berpakaian : Total self-care
Mobilisasi : Total self-care
Berhias : Total self-care
Gaya Berjalan : Pasien tirah baring
kekuatan Otot 5555 5555
5555 4444
c. ELIMINASI
BAB
Pola BAB : Keluarga mengatakan pasien sudah 3 hari tidak BAB
semenjak masuk rumah sakit
Penggunaan Laksatif : Tidak ada
Konsistensi Feses : Tidak ada (pasien belum ada BAB)
Riwayat Pendarahan : Tidak ada
Hemoroid : Tidak ada
BAK
Frekuensi: terpasang kateter Volume: 300 cc
Retensi : Tidak ada
Karakterisitik Urin : Berwarna kuning khas
Penggunaan Diuretik : Tidak ada
IWL : (15 X BB) = 15 X 55 = 825 cc/24 jam
EWL : Drain : -180 cc ml/hari WSD : - ml/hari
Muntah : - ml/hari
d. TIDUR – ISTIRAHAT
DARAH LENGKAP:
golongan darah A
Hemostatis
INH 1.08
O. OBAT – OBATAN
Inj. Ceftriaxone Ceftriaxone adalah antibiotik IV. jam 20.00 jam 08.00 1 gr
yang berguna untuk pengobatan
sejumlah infeksi bakteri
00 00WIB
Inj. Ranitidine Mengobati/mencegah penyakit IV.Jam 18 , 06 25 mg
asam lambung. Menghambat 1
kompetitif histamin pada
peseptor sel-sel parietal
lambung, volume lambung dan
konsentrasi ion hidrogen
berkurang
00 00WIB
Gentamicin Antiboitik yang digunakan untuk IV.Jam 18 , 06 80 mg
mengobati infeksi yag
disebabkan terutama oleh bakteri
gram negatif
Ya 15
30
10
Lemas
20
Terganggu
Tidak menyadari
keterbatsan diri 15
50
Total
Interpretasi Hasil :
No Data Diagnosa
1. Data Subjektif Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri
pada daerah luka operasi
ketika bergerak
Pasien mengatakan nyeri
berlangsung selama 3-5
menit
Pasien mengatakan nyerinya
seperti tertusuk-tusuk
Data Objektif
Pasien tampak meringis
Pasien tampak lemah
Skala nyeri 6 (sedang)
Terpasang perban elastis
Terpasang vacum drain
Ttv: Td: 130/80
Nadi: 88x/menit
Suhu: 36,5
Rr: 22x/menit
Data Objektif
Pasien tampak tirah baring
Pasien tampak meringis saat
mengerakkan kaki
Kekuatan otot 5 5
5 3
Terpasang Dc
Data objektif :
1. Diagnosa keperawatan :
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
- Ganguan mobilitas fisik b/d
- Resiko nfeksi b/d
- keruskan integritas kulit b/d .
-
intervensi keperawatan :
DO
- Nyeri skala 6
- Nyeri hilang timbul dengan lam lebih kurang 5
mnit
Noc Nic
- Nyeri akut - Manajemen nyeri
Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri :
selama 2 x 2 jam diharapkan klien dapat Berikan informasi dan petunjuk
mengontrol nyeri yang dibuktikan dengan antisipasi mengenai penyebab
Criteria hasil : ketidaknyamanan dan intervensi yang
Klien menyatakan nyeri hilang/ tepat
terkontrol Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi.
Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa Perhatikan perubahan perilaku (bedakan
menahan sakit antara kegelisahan karena nyeri atau
Kualitas nyeri menunjukkan skala 0-3 kehilangan darah akibat dari proses
Perilaku relaksasi pembedahan.
TD 120/80 – 130/90 mmHg Ubah posisi klien, kurangi rangsangan
Nadi 90x/ menit yang berbahaya dan anjurkan
Pola nafas efektif 24x/ menit penggunaan teknik pernafasan dan
relaksasi dan distraksi (rangsangan
jaringan kutan)
Kolaborasi :
- Pemberian analgetik
FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn
Ruangan : madnah
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit
Batasan Karakteristik :
Ds :
- -asien post op hari k3
DO
- Pasien terpasang drain
- Terpasang balutan
- Balutan kering
-
Noc Nic
Tissue Integrity : Skin and - Pressure Management
Mucous Membranes
Wound Healing : primer dan
sekunder
-
Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
Hindari kerutan pada tempat tidur
keperawatan selama….. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
kerusakan integritas kulit dan kering
pasien teratasi dengan Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
kriteria hasil: Monitor kulit akan adanya kemerahan
Integritas Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
kulit yang baik bisa derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dipertahankan Monitor status nutrisi pasien
(sensasi, elastisitas, Observasi luka : lokasi, dimensi,
temperatur, hidrasi, kedalaman luka, karakteristik,warna
pigmentasi) cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda
infeksi lokal, formasi traktus
Tidak ada Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
luka/lesi pada kulit perawatan luka
Perfusi Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
jaringan baik Lakukan tehnik perawatan luka dengan
Menunjukka steril
n pemahaman dalam Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
proses perbaikan kulit
dan mencegah kolaborasi
Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
DAFTAR PUSTAKA
Efendi F dan Makhfudli. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
keperawatan. Jakarta :Salemba Medika
Grace, Piece A dan Neil R Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah.Edk 5. Jakarta: Erlangga
Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Ganguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Bedah Kedokteran EGC
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Defisiensi Dan Klasifikasi 2015-2017. Edk 10.
Jakarta: EGC
Padila. 2012. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Nuha Medika