Anda di halaman 1dari 33

RONDE KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG

RAWAT INAP MADINAH RSI IBNU SINA

Topik : Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. H dengan diagnosa Keperawatan nyeri
akut b.d agen cidera fisik, intoleransi aktivitas
Sasaran : Tn. H (19 tahun)
Hari/Tanggal : Senin, 8 juli 2019
Waktu : 10:30-11:00 WIB

A. Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tadak lengkap.
(Prince & Wilson, 2006 dalam Helmi, 2012).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita frakturakibat kecelakaan lalu
lintas. Fraktur merupakan suatu kondisi dimanaterjadi diintegritas tulang. Penyebab
terbanyak fraktur adalah kecelakaan,baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan
sebagainya. Tetapifraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degenerative
danpatologi (Depkes RI, 2005 dalam Fadliyah, 2014).
Dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur padaekstremitas bawah
akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggidiantara fraktur lainnya yaitu
sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengankasus fraktur ekstremitas bawah akibat
kecelakaan, 19.629 orangmengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami
frakturcruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia,970 orang mengalami frakturpada
tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula(Depkes RI2011)
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang atau osteoporosis. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. (Muttaqin, 2008).
Pada saat terjadi fraktur atau patah tulang, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh dimana akan terjadi edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Dampak
dari fraktur ini dapat menyebabkan nyeri, terganggunya mobilitas fisik, selain itu dalam
waktu panjang dapat mengakibatkan ansietas, karena fraktur yang tidak kunjung sembuh,
sehingga dapat terjadi dilakukannya amputasi bagian tubuh tertentu. Selain itu
memungkinkan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
(Muttaqin, 2008)

B. Tujuan Ronde Keperawatan


1. Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah-masalah klien yang belum teratasi meliputi : nyeri akut,
ganguan mobilitas fisik, resiko cidera , resiko infeksi ,
2. Tujuan khusus:
a) Menjustifikasi masalah yang belum teratasi
b) Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan professional pemberi asuhan
keperawatan
c) Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien

C. Sasaran
Tn. H berumur 19 tahun yang dirawat diruang madinah RSI Ibnu Sina pekanbaru kelas
1.

D. Materi
a) Teori asuhan keperawatan dengan fraktur femur
b) Masalah-masalah keperawatan yang muncul pada pasien fraktur femur dan post
operasi orif
c) Intervensi keperawatan pada pasien fraktur femur post orif dengan diagnosa
keperawatan : nyeri akut, ganguan mobilitas fisik dan gangguan integritas kulit.

E. Metode
Diskusi dan bedside teaching

F. Media
a. Sarana diskusi : buku dan pena
b. Status rekam medis pasien
c. Materi yang disampaikan secara lisan

G. Proses Ronde
No Tahap dan Kegiatan Waktu Penanggun Tempat Kegiatan
g jawab Pasien
1 Pra Ronde: 6 juli PP Ruang
1. Menentukan kasus dan 2019 madinah
topic
2. Menentukan tim Ronde Jam
3. Mencari literature 10.00-
4. Membuat proposal 13.00 wib
5. Diskusi pelaksanaan
2 Ronde 9 juli Ruang
1. Pembukaan 2019 Kepala Madinah
a. Salam pembukaaan Ruangan
b. Memperkenalkan
tim Ronde jam
c. Menyampaikan 10:30-
identitas dan 11:00 wib
masalah pasien
d. Menjelaskan tujuan Waktu ( 5
ronde menit)
2. Penyajian masalah
a. Memberi salam
dan
memperkenalkan
pasien dan
keluarga kepada
tim ronde
b. Menjelaskan PP
riwayat penyakit Waktu
dan keperawatan (15 menit)
pasien
c. Menjelaskan
masalah pasien dan
rencana tindakan
yang telah
dilakukan dan
menetapkan
prioritas masalah
dan tindakan yang
perlu didiskusikan

3. Validasi data KARU


a. Mencocokkan dan
menjelaskan
kembali data yang
telah disampaikan
b. Diskusikan antar
anggota tim dan
pasien tentang
masalah
keperawatan pasien
c. Pemberian
justifikasi oleh
perawat
primer/Karu
tentang masalah
pasien serta
rencana tindakan
yang akan
dilakukan
d. Menentukan
tindakan
keperawatan pada
masalah prioritas
yang telah
ditetapkan
3 Pasca Ronde Waktu Kepala Ruang
1. Evaluasi dan (10 menit) Ruangan Teratai
rekomendasi intervensi PP
keperawatan
2. Penutup

H. Setting Tempat

KETERANGAN:
: Kepala Ruangan
: Ka Tim
: Perawat Pelaksana
: Pasien
: pegawai ruangan
: Keluarga pasien
: Tempat Tidur

I. Kriteria Hasil
a. Struktur
1) Ronde keperawatan dilaksanakan di ruang madinah
2) Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
3) Persiapan dilakukan sebelum pelaksanaan ronde keperawatan
b. Proses
1) Tim ronde keperawatan mengikuti ronde keperawatan dari awal hingga akhir
2) Seluruh perserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan.
c. Hasil
1)
2)

J. Pengorganisasian
a. Kepala ruangan : Dewi Rosiana
b. Ketua Tim 1 : Dean Yuliantina
PP 1 : Rahmat Hidayat
PP 2 : Hasri Wanda
c. Ketua Tim II : Siti Fatimah
Pp 1 : Lohot hamonangan
Pp 2 : Sri Wahyuni

MATERI RONDE KEPERAWATAN


FRAKTUR FEMUR
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Price & Wilson,2006
Dalam Helmi 2012)
Fraktur femur atau patah tulang paha merupakan rusaknya kontiunitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Fraktur tulang femur dapat terjadi
mulai dari proximal sampai distal. Untuk mematahkan batang femur pada orang
dewasa, diperlukan gaya yang besar. Secara klinis, fraktur femur terdiri atas pada tulang
paha terbuka dan pada tulang paha tertutup (Mutaqqin, 2008).
Fraktur femur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan. Fraktur terbuka adalah
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak dapat terbentuk dari dalam atau dari luar (Mutaqqin,2008).

B. Klasifikasi
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan melalui
kepala femur (capital fraktur):
a) Hanya di bawah kepala femur.
b) Melalui leher dari femur
2. Ekstrakapsuler.
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokanter kecil.

C. Etiologi
Menurut (Padila 2012), etiologi fraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari fraktur femur (Mutaqqin,2008) yaitu:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai tulang dimobilisasi.
2. Deformitas (terlihat maupun teraba).
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan di bawah lokasi fraktur.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

D. Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen
tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.
Pada fraktur femur jarang terjadi dibanding fraktur tulang pendek. lainnya karena
periost yang melapisi tulang femur lebih tebal dibandingkan tulang pendek lainnya,
terutama pada daerah depan yang dilapisi kulit lebih tebal sehingga tulang ini tidak
mudah patah dan karena trauma dari luar sehingga dapat terjadi fraktur pada tulang
femur.

E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur femur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera.
(Bararah, T.& Jauhar, M 2013)

F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu reduksi dan imobilisasi:
1) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya atau
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat.
2) Imobilisasi
Imobilisasi dapat digunakan dengan metode eksterna dan interna mempertahankan
dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyambungan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

G. Komplikasi
Komplikasi pada fraktur frmur menurut Mutaqqin (2008) di antaranya yaitu:
1. Komplikasi awal
a) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT
(capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematom melebar dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada bagian yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome compartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau perdarahan yang
menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar seperti gips, pembebatan
dan penyangga.
c) Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang mengakibatkan
komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar
oksigen dalam darah menurun. Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan,
takikardi, hipertensi,takipnea dan demam.
d) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga pada
penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan OREF) dan plat
yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada kasus fraktur resiko infeksi yang
terjadi lebih besar baik karena penggunaan alat bantu maupun prosedur invasif.
e) Nekrosis avaskuler
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis
tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia.
f) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kepiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.

2. Komplikasi lanjut
a) Delayed union
Kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ruang
untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah ketulang menurun.
b) Non-union
Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh antara 6 sampai 8
bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat infeksi tetapi dapat juga
terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoarthosis. Sehingga
fraktur dapat menyebabkan infeksi

c) Mal- union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat deformitas
(perubahan bentuk tulang) yang berbentuk angulasi

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini semua data di
kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian
harus di lakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial
maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien (Asmadi, 2008)
Menurut Wahid (2013), pengkajian pada fraktur meliputi:
1. Identitas klien berupa nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, status perkawinan, suku bangsa, tanggal masuk, nomor registrasi dan diagnosa
keperawatan
2. Keluhan utama, pada umumnya keluhan pada fraktur adalah rasa nyeri
3. Riwayat penyakit sekarang, berupa kronologi kejadian terjadinya penyakit sehingga
bisa terjadi penyakit seperti sekarang.
4. Riwayat penyakit dahulu,ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
5. Riwayat penyakit keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur
6. Riwayat psikososial merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat yang mempengaruhi dalam kehidupan
sehari-hari
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur biasanya klien merasa takut akan mengalami kecacatan, maka klien
harus menjalani penatalaksanaan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu diperlukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
penggunaan alkohol, klien melakukan olahraga atau tidak.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi yang lebih dari kebutuhan sehari-hari
seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C untuk membantu proses
penyembuhan.

c) Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau dan jumlah feses untuk mengetahui
adanya kesulitan atau tidak. Hal yang perlu dikaji dalam eliminasi berupa BAB
dan BAK
d) Pola tidur dan istirahat
Klien biasanya merasa nyeri dan gerakannya terbatas sehingga dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien
e) Pola aktifitas
Adanya nyeri dan gerak yang terbatas, aktifitas klien menjadi berkurang dan
butuh bantuan dari orang lain.
f) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karenamenjalani
rawat inap di Rumah Sakit.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien fraktur akan timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur,rasa cemas,
rasa ketidakmampuan melakukan aktifitas secara optimal dan gangguan citra
tubuh
h) Pola sensori dan kognitif
Berkurangnya daya raba terutama pada bagian distal fraktur
i) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta nyeri
j) Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, takut mengalami
kecacatan dan fungsi tubuh.
k) Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik karena rasa nyeri dan
keterbatasan fisik

Pemeriksaan fisik menurut Helmi (2012) menyampaikan bahwa terdapat dua


pemeriksaan umum pada fraktur yaitu gambaran umum dan keadalan lokal berupa:
1. Gambaran umum
Pemeriksa perlu memperhatikan pemeriksaan secara umum, meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
berikut ini:
1) Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah dan komposmentis.
2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat, dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda- tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
4) Pemeriksaan dari kepala ke ujung jari kaki atau tangan harus diperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler.
2. Keadaan local
a) Look : adanya suatu deformitas (angulasi atau membentuk sudut, rotasi atau
pemutaran dan pemendekan), jejas, tulang yang keluar dari jaringan lunak,
sikatrik (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi),
warna kulit, benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal) serta posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas). Adanya
luka kulit, laserasi atau abrasi, dan perubahan warna dibagian distal luka
meningkatkan kecurigaan adanya fraktur terbuka
b) Feel : adanya respon nyeri atau ketidaknyamanan, suhu disekitar trauma, fluktuasi
pada pembengkakan, nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (⅓
proksimal, tengah atau distal).
c) Move : adanya gerakan abnormal ketika menggerakkan bagian yang cedera dan
kemampuan rentang gerak sendi (ROM) mengalami gangguan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon klien, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Tahap diagnosa keperawatan memungkinkan perawat untuk menganalisis data yang telah
di kelompokkan dan di cantumkan di bawah pola kesehatan dan divisi diagnosa
disfungsional (Asmadi, 2008)
Menurut Wahid (2013), diagnosa keperawatan pada kasus fraktur antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spaseme otot, gerakan fragmen tulang, edema,cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stree atau anisetas
2. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edem, pembentukan trombus)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neurovaskuler,
nyeri, terapi restriktif (immobilisasi)
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif atau traksi tulang
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pajanan atau salah satu interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat atau lengkapnya informasi yang ada.

Menurut NANDA (2015), diagnosa dari klien fraktur antara lain:


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (misalnya infeksi, iskemia,
neoplasma), agens cedera fisik (mis abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan), agens cedera
kimiawi
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, gangguan
neuromuskular, gangguan sensori perseptual, gaya hidup kurang gerak, kaku sendi,
keengganan memulai pergerakan, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat,
kerusakan integritas struktur tulang, keterlambatan perkembangan, kontraktur, kurang
dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial), kurang pengetahuan tentang nilai
aktivitas fisik, malnutrisi, nyeri, penurunan kekuatan otot, penurunan kendali otot,
penurunan ketahanan tubuh, penurunan massa otot, program pembatasan gerak
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif, gangguan
memori, kurang informasi, kurang minat untuk belajar, kurang sumber pengetahuan,
salah pengertian terhadap orang lain.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, ancaman pada status terkini,
hereditas, hubungan interpersonal, kebutuhan yang tidak di penuhi, konflik nilai,
konflik tentang tujuan hidup, krisis maturasi, krisis situasi, pajanan pada toksin,
penularan interpersonal, penyalahgunaan zat, perubahan besar (misalnya status
ekonomi, lingkungan, status kesehatan, fungsi peran, status peran), riwayat keluarga
tentang ansietas, stressor
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens cedera kimiawi fisik
6. Resiko Infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen, malnutrisi, obesitas, penyakit kronis, prosedur invasif.

C. Intervensi
Intervensi atau rencana tindakan adalah desain spesifik yang membantu mencapai kriteria
hasil atau suatu aktifitas yang di perlukan untuk membatasi faktorfaktor pendukung
terhadap suatu permasalahan (Efendi & Makhfudli, 2009).
Intervensi pada fraktur menurut Helmi (2012) antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edem,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stree atau anisetas.
Tujuan : klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktifitas, tidur, istirahat dengan tepat,
menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas terapeutik.
Intervensi :
a) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,berat atau
traksi
Rasional : mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
b) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
Rasional : meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edem atau nyeri
c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif atau aktif.
Rasional : mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (massase, perubahan posisi)
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
e) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan nafas dalam,relaksasi
pendengaran musik mozart, imajinasi visual)
Rasional : mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan control terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.
f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan
Rasional : menurunkan edem dan mengurangi nyeri
g) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : menurunkan nyeri melalui penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
h) Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal,perubahan tanda-
tanda vital)
Rasional : mengetahui perkembangan kondisi klien terutama keluhan Nyeri

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neurovaskuler,


nyeri, terapi restriktif (immobilisasi)
Tujuan : klien dapat meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan
kekuatan atau fungsi yang sakit dengan kompensasi bagian tubuh
Intervensi :
a) Pertahankan pelaksanaan aktifitas rekreasi terapeutik sesuai keadaan.
Rasional : memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri, membantu
menurunkan isolasi sosial.
b) Bantu latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang sakit sesuai keadaan klien
Rasional :meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur dan merabsorbsi kalsium
karena mobilisasi.
c) Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter atau tangan sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional ekstremitas
d) Bantu dan dorong perawatan diri sesuai keadaan klien
Rasional : meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi
e) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
Rasional : menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan
f) Dorong atau pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml perhari
Rasional : mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi
urinarius dan kontipasi
g) Berikan diet TKTP
Rasional : kalori dan protein diperlukan untuk proses penyembuhan dan
mempertahankan fungsional tubuh
h) Kolaborasi penggunaan fisioterapi
Rasional : kerjasama dengan fisioterapi untuk menyusun program
aktifitas fisik secara individual
i) Evaluasi kemampuan mobilisasi dan program immobilisasi
Rasional : menilai perkembangan masalah klien
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
Tujuan : klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
mencegah kerusakan kulit, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
a) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman
Rasional : menurunkan resiko kerusakan kulit yang lebih luas
b) Massase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat atau gips
Rasional : meningkatkan sirkulasi perifer, kelemasan kulit dan otot terhadap
tekanan yang relatif konstan pada immobilisasi
c) Lindungi kulit dan gips pada area perinatal
Rasional : mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi
fekal
d) Observasi keadaan kulit, penekanan gips, insersi traksi
Rasional : menilai perkembangan masalah klien
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. GAMBARAN KASUS
Seorang klien berinisial Tn. H berusia 19 tahun datang ke RSI Ibnu Sina Pekanbaru
tgl 04 juli 2019 ,klien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru ,klien
masuk ke ruangan Madinah klien akan melakuan operasi orif dan bone graf pada pukul
16.00, saat dilakukan pengkajian apada tangal 06 juli 2019 klien 3 hari setelah post
pemasangan orif dan bone graf saat ini klien mengalami nyeri pada daerah bekas operasi
pada kaki sebelah kiri dan sulit untuk bergerak dan merasakan nyeri pada pinggul bekas
bone grafnya, nyeri ini dirasaakan saat bergerak. Keluarga mengatakan klien pernah jatuh
kecelakaan pada 28 Desember 2017 lalu kemudian selama satu bulan dirawat , kemudian
pada bulan Juni 2018 klien riwayat operasi cangkokan tulang, setelah satu minggu post op
pasen mengikuti fisioterapi sleama 2 minggu, setelah sebulan post op , luka pada kaki
tidak tertutup dan mengeluarkan cairan dan mengalami infeksi, kemudian di bulan Juli
2019 klien kembali melakuan operasi ke 3. Saat dilakukan pengkajian didapatkan data
pemeriksaan TTV TD : 130/80 mmHg, Frekuensi Nadi : 88 kali/menit, Suhu : 36,5◦ C,
Frekuensi Nafas: 22 kali/menit, CRT : <3 detik. BB : 55 kg, TB : 169 cm, IMT : 19
kg/m2, Klien terpasang drain,terpasang kateter . Drain tanggal 6 Juli 2019 180 cc. Infus
RL 20 tetes/menit tangan kiri.

Hasil laboratorium didapatkan HB :15,2 g/dL (N: 14.0 – 18,0) WBC : 10,11 x
10˄3/μL (N : 4.8-10.8) trombosit : 223.000 HCT : 43,1 %.

Pemeriksaan diagnostik hasil dari Radiologi Ronthen : Foto thorak dengan hasilnya
dengan corakan bronkovascular normal sinus costoph renitus bilateral lancip kedua
diafragma licin tak mendatar. Kesan : pulmo tidak ada kelainan dan cor normal.

Terapi yang diberikan: inj ceftriaxone 2x1, inj caterolac 2 x 1, ranitidine 2x1, gentacin
2x1.

B. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal Pengkajian : Sabtu, 06 Juli 2019
Pukul Pengkajian : 10.00 WIB
Ruangan : Madinah

1. INFORMASI UMUM
a. Nama Pasien : Tn. H
b. Tanggal Lahir : 27 Februari 2000
c. Umur : 19 Tahun
d. Jenis Kelamin : laki-laki
e. Pekerjaan : Mahasiswa
f. Alamat : Taman karya
g. No. MR : 49-49-13
h. Tanggal Masuk : 04 Juli 2019
i. Diagnosa Medis : post op orif + bone graf

2. KELUHAN UTAMA
a. Alasan Masuk / Dirawat
Pasien masuk poli orthopedi tanggal 4 Juli 2019. klien rujukan dari RS Awal
Bros dengan alasan untuk melakukan operasi ke 3 pemasangan orif dan bone
graf.
3. RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI
Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi di paha sebelah kiri. Klien mengatakan sulit
untuk menggerakkan kaki nya. Skala nyeri 6. Klien tampak lemah, kaki terpasang
balutan, tarpasang drain dan kateter urin.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluarga mengatakan klien pernah jatuh kecelakaan pada 28 Desember 2017 lalu
kemudian selama satu bulan dirawat , kemudian pada bulan Juni 2018 klien riwayat
operasi cangkokan tulang, setelah satu minggu post op pasen mengikuti fisioterapi
sleama 2 minggu, setelah sebulan post op , luka pada kaki tidak tertutup dan
mengeluarkan cairan dan mengalami infeksi, kemudian di bulan Juli 2019 klien
kembali melakuan operasi ke 3
5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Genogram 3 Generasi / Penyakit yang sama / Penyakit Menular / Herediter
keluarga pasien

ayah ibu
Ket :

: klien Ny. Y

: Laki-laki

: Perempuan

X : meninggal

: tinggal serumah

NB : Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dengan pasien

6. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN FUNGSIONAL


a. NUTRISI – METABOLIK
BB : 55 Kg IMT : 19 Kg/m2
TB : 169 cm
Jenis Diet : MB / ML / MC, Sebutkan : MB
Pola Makan : Teratur
Jenis minuman : Air Mineral
Intake Parenteral : Jenis RL : 500 ml
Nausea : Tidak ada
Vomiting : Tidak ada
Jika ada kali Karakteristik
Jumlah ml / hari
Nafsu Makan : berkurang
Gangguan Menelan : Tidak ada gangguan menelan
Masalah Gigi : Tidak ada masalah pada gigi
Malasah Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ada lesi/luka, turgor kulit
elastis, CRT < 3 detik ,akral teraba hangat.
Membran Mukosa : Membran mukosa tidak ada masalah
Konjuntiva : Tidak anemis
CRT : < 3 detik
Bising Usus : 15 x / menit

b. AKTIVITAS – LATIHAN
Makan : Total self -care
Mandi : Total self-care
Toileting : Total self-care
Berpakaian : Total self-care
Mobilisasi : Total self-care
Berhias : Total self-care
Gaya Berjalan : Pasien tirah baring
kekuatan Otot 5555 5555
5555 4444

Irama Jantung : sinus rytem


Bunyi Jantung : S1 S2, terdengar lup dup
Pola Napas : teratur
Suara Napas : Vesikuler
Inspeksi thoraks : Dada simetris kiri dan kanan , jejas (-), tidak ada
penggunaan otot bantu nafas
Palpasi thoraks : Pengembangan paru simetris ,akral teraba hangat
Perkusi thoraks :
- Perkusi paru : sonor di kedua lapang paru
- Perkusi jantung : dullness dari ICS 2 dextra – ICS 5 –7 sinistra

c. ELIMINASI
BAB
Pola BAB : Keluarga mengatakan pasien sudah 3 hari tidak BAB
semenjak masuk rumah sakit
Penggunaan Laksatif : Tidak ada
Konsistensi Feses : Tidak ada (pasien belum ada BAB)
Riwayat Pendarahan : Tidak ada
Hemoroid : Tidak ada
BAK
Frekuensi: terpasang kateter Volume: 300 cc
Retensi : Tidak ada
Karakterisitik Urin : Berwarna kuning khas
Penggunaan Diuretik : Tidak ada
IWL : (15 X BB) = 15 X 55 = 825 cc/24 jam
EWL : Drain : -180 cc ml/hari WSD : - ml/hari
Muntah : - ml/hari

d. TIDUR – ISTIRAHAT

Pola Tidur / Istirahat :Pasien mengalami sulit tidur karena


merasakan nyeri pada lua operasi

Penggunaan Obat Penenang : Tidak ada


Kegiatan Menjelang Tidur : Tidak ada
Jam Tidur / Istirahat : 11. 00 wib
Gangguan Tidur : nyeri luka operasi
Akibat Gangguan Tidur :-

e. PERSEPSI – KONSEP DIRI

Pola Suara dan Bicara : Artikulasi jelas


Gelisah / Tenang : Tenang
Asertif / Pasif : Aktif
b. GENERAL SURVEY
1. TANDA-TANDA VITAL
Tekanan Darah : 130/80 mm/hg
Frekuensi Napas : 22 kali/menit
Frekuensi Nadi : 88kali/menit
Suhu : 36,5 0C
M. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tanggal : 04 juli 2019

N. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal : 04 juli 2019

Jenis Pemeriksaan Temuan Hasil Normal Satuan

DARAH LENGKAP:

HB 15,2 (N) 14 -18 g/dl

leukosit 10.110 4.000-11.000 /ul

trombosit 223.000 150.000-450.000 /ul

hematokrit 43.1 37-47 %

golongan darah A

Hemostatis

APTT 28,8 30-41 detik

Protrombin time 13,8

INH 1.08

O. OBAT – OBATAN

Nama Obat Mekanisme Kerja Rute Pemberian Dosis

Inj. Ceftriaxone Ceftriaxone adalah antibiotik IV. jam 20.00 jam 08.00 1 gr
yang berguna untuk pengobatan
sejumlah infeksi bakteri

00 00WIB
Inj. Ranitidine Mengobati/mencegah penyakit IV.Jam 18 , 06 25 mg
asam lambung. Menghambat 1
kompetitif histamin pada
peseptor sel-sel parietal
lambung, volume lambung dan
konsentrasi ion hidrogen
berkurang

Obat Ketorolac adalah salah satu 00 00WIB


Katerolax jenis obat antiinflamasi IV.Jam 18 , 06 30 mg
nonsteroid (NSAIDs) yang
biasanya dipakai untuk
meredakan peradangan dan rasa
nyeri (analgesik). Biasanya
dokter akan menganjurkan untuk
menggunakan obat Ketorolac
setelah pasien melakukan
operasi pada mata.

00 00WIB
Gentamicin Antiboitik yang digunakan untuk IV.Jam 18 , 06 80 mg
mengobati infeksi yag
disebabkan terutama oleh bakteri
gram negatif

PEMERIKSAAN SKALA MORSE

Risiko Skala Skor Pasien

Riwayat jatuh baru saja Tidak 0 0


atau dalam 3 bulan
terakhir Ya 25

Diagnosis lain Tidak 0 15

Ya 15

Bantuan Berjalan Tidak ada / tidak 0 15


baring / dikursi
roda / dibantu
perawat / tongkat /
walker furnitur 15

30

Memakai terapi per Tidak 0 0


IV/heparin (saiine) lock /
dipasang alat medis
(misal Faley Kateter) Ya 20

Cara berjalan / berpindah Normal / tirah / 0 20


baring / imobilisasi

10
Lemas

20
Terganggu

Status Mental Orientasi sesuai 0 0


kemampuan diri

Tidak menyadari
keterbatsan diri 15

50

Total

Interpretasi Hasil :

Resiko tinggi > 45 √ Resiko sedang 25-44 Resiko rendah 0-24


Analisa Data

No Data Diagnosa
1. Data Subjektif Nyeri Akut
 Pasien mengatakan nyeri
pada daerah luka operasi
ketika bergerak
 Pasien mengatakan nyeri
berlangsung selama 3-5
menit
 Pasien mengatakan nyerinya
seperti tertusuk-tusuk
Data Objektif
 Pasien tampak meringis
 Pasien tampak lemah
 Skala nyeri 6 (sedang)
 Terpasang perban elastis
 Terpasang vacum drain
 Ttv: Td: 130/80
 Nadi: 88x/menit
 Suhu: 36,5
 Rr: 22x/menit

2. Data Subjektif Gangguan Moblitas Fisik


 Pasien mengatakan sulit
mengerakkan kaki sebelah
kiri didaerah operasi
 Keluarga mengatakan
aktivitas sehari-hari dibantu

Data Objektif
 Pasien tampak tirah baring
 Pasien tampak meringis saat
mengerakkan kaki
 Kekuatan otot 5 5
5 3
 Terpasang Dc

3. Data Subjektif Resiko Infeksi


-
Data objektif
 Terpasang vacum drain
 Drain tanggal 06 juli 2019,
108 cc
 APTT 28,8
 Protrombin time 13,8
 INH 1,0
4 Data subjektif Resiko kerusakan integritas kulit
-

Data objektif :

-Pasien post op 3 hari obne graf dan


pemasangan orif
-Luka masi terbalut
-Drain terpasang
-

1. Diagnosa keperawatan :
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
- Ganguan mobilitas fisik b/d
- Resiko nfeksi b/d
- keruskan integritas kulit b/d .
-
intervensi keperawatan :

Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Domain :4 aktifitas/istirahat


gangguan neuromuskular Class :2 aktifitas/olahraga (00085)
Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi
Pergerakan Terapi Latihan : Mobilitas (Pergerakan) Sendi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen eraawatan skin trkasi
diharapkan pergerakan teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
1. Monitor status nerurologis terkait pemasangan gips dan
Indikator Awal Target skintraksi (5P) adanya nyeri , rabaan nadi , sensai , perubhan
Gerakan otot 1 3 warna kulit
Gerakan sendi 1 3 2. lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan
Bergerak 3 4 selama pergerakan/aktivitas
Mandiri
1. Bantu untuk melakukan pergerakan sendi agar tidak kaku
2. Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang optimal untuk
pergerakan sendi pasif
3. Latihan rom pasif untuk kaki bangaian bawah
Edukasi
edukasi bahwa pasien mengenai kondisi terkait perkembangan
kesehatan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan
dan menerapkan sebuah program latihan
FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn
Ruangan : madnah
Diagnosa Keperawatan 2
Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko
Batasan Karakteristik :
DO
- Post op orif
- Post op bone graft
- Terpasang kateter
- Terpasang drain
Noc Nic
- Resiko infeksi - Manajemen resiko infeksi
Tujuan : Aktivitas :
setelah dilakukan tindakan keperawatn a. Observasi
selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Pantau tand-tanda vital
infeksi 2. Monitor adanya tanda infeksi
Kriteria Hasil : sistemik (hipertermi)
- Jumlah leukosit naik b. Mandiri
- Suhu tubuh normal 36,5-37,5 1. Pertahankan teknik aseptik setiap
- Tidak ada tanda infeksi sistemik melakukan tindakan infasif
2. Cuci tangan setiap tindakan.
3. Meningkatkan asupan nutrisi yang
adekuat
4. Dorong istirahat
5. Batasi kunjungan ke pasien
c. Edukasi
1. Edukasi ibu dan keluarga untuk
selalu menjaga kebersihan
lingkungan dan pasien
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat
(antibiotik)
FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn
Ruangan : madnah
Diagnosa Keperawatan 3
Myeri akut b/d agencidera
Batasan Karakteristik :
Ds :
Pasien mengeluh nyeri

DO
- Nyeri skala 6
- Nyeri hilang timbul dengan lam lebih kurang 5
mnit
Noc Nic
- Nyeri akut - Manajemen nyeri
Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri :
selama 2 x 2 jam diharapkan klien dapat Berikan informasi dan petunjuk
mengontrol nyeri yang dibuktikan dengan antisipasi mengenai penyebab
Criteria hasil : ketidaknyamanan dan intervensi yang
 Klien menyatakan nyeri hilang/ tepat
terkontrol  Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi.
 Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa Perhatikan perubahan perilaku (bedakan
menahan sakit antara kegelisahan karena nyeri atau
 Kualitas nyeri menunjukkan skala 0-3 kehilangan darah akibat dari proses
 Perilaku relaksasi pembedahan.
 TD 120/80 – 130/90 mmHg  Ubah posisi klien, kurangi rangsangan
 Nadi 90x/ menit yang berbahaya dan anjurkan
Pola nafas efektif 24x/ menit penggunaan teknik pernafasan dan
relaksasi dan distraksi (rangsangan
jaringan kutan)
Kolaborasi :
- Pemberian analgetik
FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn
Ruangan : madnah
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit
Batasan Karakteristik :
Ds :
- -asien post op hari k3

DO
- Pasien terpasang drain
- Terpasang balutan
- Balutan kering
-
Noc Nic
Tissue Integrity : Skin and - Pressure Management
Mucous Membranes
Wound Healing : primer dan
sekunder
-
Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
Hindari kerutan pada tempat tidur
keperawatan selama…..  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
kerusakan integritas kulit dan kering
pasien teratasi dengan Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
kriteria hasil: Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Integritas Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
kulit yang baik bisa derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dipertahankan Monitor status nutrisi pasien
(sensasi, elastisitas, Observasi luka : lokasi, dimensi,
temperatur, hidrasi, kedalaman luka, karakteristik,warna
pigmentasi) cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda
infeksi lokal, formasi traktus
 Tidak ada  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
luka/lesi pada kulit perawatan luka
 Perfusi  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
jaringan baik  Lakukan tehnik perawatan luka dengan
 Menunjukka steril
n pemahaman dalam  Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
proses perbaikan kulit
dan mencegah kolaborasi
 Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Efendi F dan Makhfudli. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
keperawatan. Jakarta :Salemba Medika

Grace, Piece A dan Neil R Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah.Edk 5. Jakarta: Erlangga

Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Ganguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Bedah Kedokteran EGC

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Defisiensi Dan Klasifikasi 2015-2017. Edk 10.
Jakarta: EGC

Padila. 2012. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Nuha Medika

Wahid, A. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :


Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai