Surat Keterangan Kematian (SKK) adalah surat yang menerangkan bahwa seseorang
telah meninggal dunia. Surat keterangan kematian berisi identitas, saat kematian dan
sebab kematian. Kewenangan penerbitan surat keterangan kematian ini adalah dokter
yang telah diambil sumpahnya dan memenuhi syarat administratif untuk menjalankan
praktik kedokteran.
Pada saat menuliskan surat keterangan kematian, maka keadaan orang sebelum
meninggal tersebut dapat diperoleh dari rekam medis, keterangan dokter yang
merawat dirumah sakit/puskesmas/klinik dan dari keluarga yang meninggal sebelum
jenazah dikuburkan atau dikremasi.
Manusia hidup di dunia selalu tercatat. Manusia lahir tercatat dalam bentuk akta
kelahiran atau surat keterangan kelahiran. Jika suatu saat meninggal, maka manusia
juga seharusnya tercatat dalam surat keterangan kematian. Banyak kegunaan dari
pembuatan surat ketearangan kematian secara baik dan tepat, dengan kegunaan
diantaranya adalah :
Untuk kepentingan pemakaman jenazah
Kepentingan statistik
Dalam dunia kesehatan ,pencatatan atau pemberian surat keterangan kematian penting
dilakukan sebagai salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan suatu
penyakit dan penyebab kematian pada masyarakat.
Menurut peraturan bersama Mendagri dan Menkes No. 15 Tahun 2010, nomor
162/MENKES/PB/I/2010, tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian,
menyebutkan :
Surat keterangan kematian alamiah harus dihadiri oleh dokter sebelum surat tersebut
dikeluarkan. Pada surat keterangan kematian ini juga harus dicantumkan penyebab
dari kematiannya. Dokter yang membuat surat keterangan kematian tersebut harus
yakin bahwa orang tersebut benar-benar meninggal dan/atau tidak dalam mati suri,
serta yakin penyebab kematiannya adalah sebab alamiah. Jika di curigai adanya
penyebab kematian yang tidak alamiah/tidak wajar, dokter harus melakukan
pemeriksaan luar atau memberikan opsi untuk dilakukan pemeriksaan dalam (autopsi)
kepada jenazah.
Surat keterangan kematian adalah surat yang menyatakan bahwa seseorang sudah
meninggal. Surat keterangan kematian dibuat atas dasar pemeriksaan jenazah,
minimal pemeriksaan luar. Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana,
pastikan bahwa prosedur hukum telah dilakukan sebelum dikeluarkannya surat
keterangan kematian. Suatu surat keterangan kematian tidak boleh dikeluarkan atas
seseorang yang meninggal diduga akibat suatu peristiwa pidana/mati tidak wajar,
tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu. Pembuatan surat keterangan
kematian harus dibuat secara hati-hati, mengingat aspek hukum yang luas, mulai dari
urusan pensiun, administrasi sipil, warisan santunan asuransi, hingga adanya
kemungkinan pidana sebagai penyebab kematian.
Surat keterangan kematian minimal berisi identitas korban, tanggal kematian, jenis
pemeriksaan dan sebab kematian. Pada rumah sakit yang sudah terdapat dokter
spesialis Forensik dan sistem pengeluaran jenazah satu pintu ke Bagian Forensik,
maka surat keterangan kematian untuk seluruh jenazah yang meninggal dirumah sakit
dikeluarkan oleh dokter spesialis Forensik. Jika kematian korban akibat suatu
tindakan pidana, maka surat keterangan kematian boleh dikeluarkan setelah dilakukan
pemeriksaan forensik terhadap jenazah.
Medical Certification of Cause of Death – WHO
Frame A
Penyebab langsung kematian dimasukkan pada bagian 1 (a). Jika kematian adalah
konsekuensi dari penyakit atau kondisi lain, dan ini merupakan penyebab yang
mendasarinya maka harus dimasukkan pada 1 (b). Jika ada lebih banyak peristiwa
yang menyebabkan kematian, tulislah ini dalam urutan 1 (c) dan 1 (d).
Poin penting:
Kolom di sebelah kanan sertifikat kematian adalah untuk merekam perkiraan interval
waktu antara awal kondisi dan kematian. Interval waktu harus dimasukkan untuk
semua kondisi yang dilaporkan pada sertifikat kematian, terutama untuk kondisi yang
dilaporkan di bagian 1. Interval ini biasanya ditetapkan oleh dokter berdasarkan
ketersediaan informasi. Dalam beberapa kasus, intervalnya harus diperkirakan.
Periode waktu seperti menit, jam, hari, minggu, bulan atau bertahun-tahun dapat
digunakan.
Jika waktu onset tidak diketahui atau tidak dapat ditentukan, tulis ‘tidak diketahui’.
Ini sangat penting. Jangan biarkan kolom ini kosong. Informasi ini berguna untuk
Frame B
Beberapa detail sering dilupakan dalam Bagian 1 dan 2 (Frame A). Karena itu,
pertanyaan terpisah menanyakan detail seperti operasi sebelumnya, cara kematian dan
tempat kematian. Penting untuk mencatat informasi tambahan dalam Frame B untuk
memastikan bahwa semua informasi yang tersedia disediakan untuk memastikan
dipastikannya penyebab kematian yang mendasarinya (UCOD).
Misalnya, ada pertanyaan dalam Frame B tentang apakah wanita yang meninggal itu
hamil, yang akan membantu meningkatkan pelaporan kematian ibu. Demikian pula,
informasi tentang operasi dan alasan operasi akan membantu dalam memastikan
UCOD.
Frame B dapat diselesaikan oleh non-dokter yang dekat dengan catatan medis
almarhum, tetapi harus ditinjau oleh dokter untuk akurasi dan kelengkapannya.
Selain sertifikat kematian yang terstandarisasi, WHO juga merilis formulir tambahan
untuk melaporkan detail kematian perinatal. Negara-negara disarankan untuk
menggunakan definisi WHO tentang periode perinatal - yaitu, mulai dari 22 minggu
yang lengkap (154 hari) kehamilan (waktu ketika berat lahir biasanya 500 gram) dan
berakhir tujuh hari setelah kelahiran. Identifikasi yang benar dari penyebab kematian
perinatal sangat penting dalam memandu pengembangan kebijakan nasional tentang
kesehatan ibu dan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja DS. Tatacara dan Pelayanan Pemeriksaan serta Pengawetan Jenazah pada
Kematian Wajar. Jakarta; 2004.
Dimaio VJ. Forensic Pathology 2nd ed. USA: CRC Press; 2001.
Idries, Abdul Mun’im. Saat Kematian. Dalam : Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik,
Edisi I, Binarupa Aksara: 1997; h 53-80.
Sampurna, Budi, Zulhasmar Samsu, Tjetjep Dwija Siswaja. Mekanisme dan Sebab
Kematian. Dalam : Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum, Cetakan
Pertama, Jakarta: 2008; h 111.
World Health Organization (2016). International statistical classification of diseases
and related health problems, 10th revision, vol. 2, 10th edn, World Health
Organization, Geneva.