Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

PNC SC INDIKASI LETAK LINTANG


DI RUANG MATERNITAS
RSUD GENTENG

Oleh :
Fani Mohamad Yunus
2017.04.006

Program Studi Profesi Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Banyuwangi
2018
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : Fani Mohamad Yunus

NIM : 2017.04.006

JUDUL LP : PNC SC Indikasi Letak Lintang

Laporan pendahuluan dengan PNC SC Indikasi Letak Lintang telah di setujui pada tgl dan
disahkan oleh :

Banyuwangi, April 2018

Mahasiswa

( )

Pembimbing Klinik Pembimbing Institute

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
A. KONSEP DASAR NIFAS
1. DEFINISI
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Muchtar, 1998 : 115).
Periode post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai setelah
kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan.
(Bobak, 2000 : 716).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira
6 minggu. (Hanifa, 1999 : 237).
Post partum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini meliputi beberapa minggu pada
waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil yang normal. (Cuningham,
1995 : 281).
Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
“Masa nifas disebut juga post partum atau puerperium, adalah masa penyembuhan dan
pulihnya kembali alat-alat reproduksi sejak selesai melahirkan sampai pada keadaan normal,
seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6 minggu.
2. PERIODE NIFAS
1) Periode Immediate post partum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
2) Periode Early post partum : terjadi setelah 24 jam post partum sampai akhir minggu
pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu post partum,
hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic.
3) Periode late post partum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam
sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.
3. ADAPTASI FISIOLOGIS POST PARTUM
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk
menghindari terjadinya komplikasi.
Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan
menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi. Setelah
operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan
perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada
anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon
klien terhadap adanya nyeri.
2) Sistem Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami
perubahan antara lain :
a) Cardiak Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari
pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan
adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi
hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg
yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi
vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa
saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi).
Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan
uteri.
b) Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada
sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar
hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post
partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya
mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 %
dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi.
Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien
post partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak
dibanding persalinan normal (600-800 cc).
3) Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan
tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan
kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik
dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada
pengosongan usus. Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu
klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena
pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal
anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya.
4) Sistem Reproduksi
a) Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi
korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan
meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI.
Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan
dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras
dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi.
Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu,
sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat
kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon
sehingga ASI dapat keluar.
b) Involusi Uterus
Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya
akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar yang
bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara
progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama post partum
sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada
minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang
lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir
perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah dengan rasa nyeri
akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam
post operasi.
c) Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama
lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang
berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium pulih
kembali dalam minggu kedua dan ketiga.
d) Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum
Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks
dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan
mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal.
Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.
e) Lochea
Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas
inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan
uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan
desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea
dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu:
 Lochea Rubra
Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga post partum. Warna merah terdiri
dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan
sisa-sisa selaput ketuban.
 Lochea Serosa
Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan
warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan post
partum.
 Lochea Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-
sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2-6
post partum (Cuningham, 195 : 288).
Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea
berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri
yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan
terjadi infeksi intra uterin.
5) Sistem Endokrin
Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan
kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus.
6) Sistem Perkemihan
Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena
letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak
dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post
operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK,
sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar,
jumlahnya dan baunya.
7) Sistem Persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan
kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada
anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas
bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama.
Kesadaran biasanya
8) Sistem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat
dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa wanita
ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi
yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan
seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon
progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok.
9) Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama
menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding
abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi,
secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat
berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien post partum dengan
seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.
4. ADAPTASI PSIKOLOGIS ORANGTUA
Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi.
Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi
perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh
respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga, perlu
mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota keluarga baru.
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :
1) Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu
merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan
tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering
menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada
orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu :
 kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama dari respon
menjadi orangtua dalam perawatan bayi.
 Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis dalam
perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi
orangtua.
2) Fase maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal Phases”
yaitu:
 Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus
pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha
untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
 Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini
secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus
perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya,
mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat
yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
 Letting go (fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai
menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas
bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima
kenyataan.

3) Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat)


Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara
orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika pertama kali bertemu. Attachment
adalah suatu perasaan ksih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan
bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746).
Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa
kekeluargaan. Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment
melalui touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma.
4) Adaptasi ayah
Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh
keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga,
identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang
cultural
5) Adaptasi sibling
Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau
saudara, anak pertama le bih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik
barunya.

B. KONSEP DASAR LETAK LINTANG


1. PENGERTIAN LETAK LINTANG
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu
mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan
tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi besar akan terjadi benturan bahu
depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan distosia bahu (Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu
merupakan bagian terendah janin(Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu
berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan
(dorsoanterior), di belakang( dorsoposterior), di atas
(dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior), (Sarwono, 2005).
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;
1) Menurut letak kepala terbagi atas;
a. LLi I : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
b. LLi II : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
2) Menurut posisi punggung terbagi atas;
a. Dorso anterior : Apabila posisi punggung janin berada di depan.
b. Dorso posterior : Apabila posisi punggung janin berada di belakang.
c. Dorso superior : Apabila posisi punggung janin berada di atas.
d. Dorso inferior : Apabila posisi punggung janin berada di bawah.
2. ETIOLOGI
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen
akibat multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang
terlalu kecil atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit,
hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang
dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya tumor
di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Distosia
bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas
empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita
nullipara.
3. PATOFISIOLOGI
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan
uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang.
Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya kepala
atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak lintang (Harry Oxorn William R.
Forte. 2010)
4. PATHWAY

KELAINAN LETAK
LINTANG
ETIOLOGI PATOFISIOLOGI
 Multiparitas Relaksasi dinding abdomen pada
 Panggul sempit perut yang menggantung
 Kehamilan premature menyebabkan uterus beralih ke
 Kehamilan kembar depan, sehingga menimbulkan
 Plasenta previa defleksi sumbu memanjang bayi
 Kelainan bentuk rahim menjauhi sumbu jalan lahir

Penanganan letak lintang dalam persalinan

Belum kasep Kasep

Selaput Ketuban (+) Selaput Ketuban (-) Janin mati Janin hidup

Pembukaan Seksio Sesaria Embriotomi Seksio Sesarea


indikasi Letak
Lintang
< 4cm > 4cm

Penjabaran
Syarat Versi Luar Pathway
 Usia Kehamilan 36-38 minggu Janin mati Janin hidup berikutnya pada
 Pembukaan < 4 cm konsep teori
 Bagian terendah masuk atau Tunggu pembukaan selanjutnya
masih dapat dikeluarkan dari lengkap Primi
PAP Multi
 Bayi masih dapat lahir
pervaginam Embriotomi
Riwayat Obstetri

VL
Baik Jelek
Berhasil Tidak Berhasil

Percobaan persalinan Seksio Sesaria


vaginal

Tunggu Lengkap

VE

Seksio sesaria
5. MANIFESTASI KLINIS
1) Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus uteri
membentang sedikit diatas umbilikus.
2) Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilan.
3) Pada palpasi :
a. Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri
b. Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka dan bokong
pada fosa iliaka yang lain.
c. Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative
4) Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior suatu dataran
keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada punggung posterior
bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang sama.
5) Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilicus
6. PENATALAKSANAAN
1) Sewaktu Hamil
Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan
janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk
mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan korset, dan
dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin
2) Sewaktu Partus
Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang janin
menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan
ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian
terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat
lahir pervagina. Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan –
pertimbangan sebagai berikut : bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks
dengan baik, sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi lama dan
pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian janin yang menahan
tekanan intra – uteri pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban
sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli, dan pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa
faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan
kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan di awasi
sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi.
Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang wanita
tersebut bangun dan meneran. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap
dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban
pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat
ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau
mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi
untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan
lancer atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila
setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada
letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila
janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan
pada janin yang sudah mati dilahirkan per vaginam dengan dekapitasi atau
embriotomi.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan
kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau lebih.
2) Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;
 Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
 Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
 Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan
klavikula.
 Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.

C. KONSEP DASAR SEKSIO SESARIA


1. PENGERTIAN
Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 2008 : 511).
Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari
28 minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010 : 229)
Seksio sesaria adalh pembedahan untuk melhirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono Prawiroharjo , 2008 : 863)
Pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa “ Seksio sesaria adalah suatu cara persalinan melalui sayatan pada dinding
abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) yang masih utuh dengan berat
janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28 minggu.
2. INDIKASI DILAKUKAN SEKSIO SESARIA
Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan perslinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya.
Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman.
Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu :
1) Indikasi ibu
a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi
terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat
melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu
dan janin.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga
menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka
selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya
bagi ibu maupun janin.
c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya
bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.
d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang
kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan,
sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan.
e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi
ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.
f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan,
disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak
persalian yang lama(lebih dari delapan tahun)
2) Indikasi janin
a) Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit
melahirkannya
b) Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah
dengan kepala ke bawah/ sefalik
c) Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan
d) Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta terjadi peleberan
sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat
berakomodasi dengan jalan lahir.
Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila
telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan sebelumnya
“Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi
seperti seksio sesaria klasik, miomektomi (Muhtar, 2010 :289)” misalnya ibu
dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan
berikutnya dengan seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri
saat kontraksi uterus pada peresalinan spontan.
3. JENIS-JENIS OPERASI SEKSIO SESARIA
1) Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang pada segmen atas
uterus.
2) Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada segmen bawah uterus.
Teknik ini paling sering dilakukan.
3) Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak dibuka, dulu
dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang
dilakukan.
4) Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan histerektomy
dengan indikasi atonia uteri, plasenta previa, mioma uteri, infeksi intra uterin yang
berat.
4. KONTRA INDIKASI
1) Janin mati
2) Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi
3) Kelainan congenital berat
5. KOMPLIKASI YANG SERING MUNCUL PADA TINDAKAN SEKSIO
SESARIA
1) Pada Ibu
a. Infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu
beberapa hari saja, sedang yaitu kenikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi
dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik.
b. Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan
terluka pada saat operasi.
c. Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat melakukan
seksio sesaria.
d. Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami
pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat menciptakan garis
kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
e. Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium.
2) Pada Bayi
a. Hipoxia
b. Depresi pernapasan
c. Sindrom gawat pernapasaN
d. Trauma persalinan
6. PATHWAY
Indikasi Letak Lintang

Cefalo Pelvic Disproporsi

Sectio Sesaria

Post Operasi SC

Post Anastesi Spinal Luka Post Operasi Nifas

Jaringan Jaringan Uterus Laktasi


Penurunan
Penurunan terputus terbuka
saraf
saraf
ekstremitas
otonom
bawah Merangsa Proteksi Tidak Progresteron dan estrogen menurun
Adekuat
ng area kurang adekuat
sensorik
Penurunan saraf motorik Prolaktin meningkat
Kelumpu Pengelup
vegetatif Invasi Atonia
han asan
bakteri uretri
desidua Pertumbuhan kelenjar susu
Penurunan Nyeri terangsang
Kurang Imobilitas peristaltik
Resti Perdarah
pengetahu usus
infeksi Lochea
an an Isapan bayi
mengenai G3 Perdarahan
keadaanya Mobilitas Resiko
Oksitosin
fisik Konstipasi Hipovole Anemia
Hilangnya meningkat
cairan dalam mik
Cemas tubuh
Hb02 Ejeksi ASI
Kekura menurunme
Penurunan ngan nurun

sirkulasi tubuh/ volume Efektif Tidak Efektif


cairan Metabolis
inadekuat
me
anaerob
ASI Tidak
ASI Keluar Keluar

Efektif Laktasi
Inefektif laktasi
Suplai 02
dalam tubuh Asam
menurun laktat Kurang
meningkat pengetahuan
Respon pada perawatan
hipofisis/ payudara
Suplai 02 ke Kelelahan
termoregulasi
jaringan menurun
Ketidak
Suhu tubuh Intoleransi efektifan
Nekrose pemberian ASI
menurun aktifitas

Hipotermi
7. PERAWATAN SETELAH OPERASI
Tindakan seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehingga
memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi kejadiannya lebih dini.
Observasi trias komplikasi meliputi :
1) Kesadaran penderita
a. Pada anestesi lumbal
Kesadaran penderita baik oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua
proses persalinan
b. Pada anestesi umum
Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberiokan o2 menjelang
akhir operasi.
2) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital
a. pengukuran :
- tensi, nadi, temperatur dan pernapasan
- keseimbangan cairan melalui produksi urine, dengan perhitungan :
 produksi urine normal 500-600 cc
 pernapasan 500-600 cc
 penguapan badan 900-1000 cc
- pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20
tetes/menit (= 1 cc/menit)
- infus setelah operasi sekitar 2x24 jam
b. Pemeriksaan
- Paru-paru :
 bersihan jalan napas
 ronchi basal, untuk mengetahui adanya edema paru
- Bising usus, menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus)
- Perdarahan local pada luka operasi
- Kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah
 Perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran lochea, atonia uteri
meningkatkan perdarahan, perdarahan berkepanjangan.
3) Provilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril, infeksi asenden
karena manipulasi vagina sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk
menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
• Bersifat provilaksis
• Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
• berpedoman pada hasil sensitivitas
• kualitas antibiotika yang akan diberikan
• cara pemberian antibiotika.
4) Mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar, sehingga pulihnya
fungsi alat vital dapat segera tercapai.
a) Mobilisasi fisik :
- setelah sadar pasien boleh miring
- berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus
- infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b) Mobilisasi usus
- setelah hari pertama dan keadaan baik penderita boleh minum
- diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur
- hari keempat kelima nasi biasa dan boleh pulang.
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Data Subyektif
1) Biodata
a. Nama ; untuk lebih mengenal pasien
b. Umur ; untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan dengan dengan
umur ibu
c. Suku bangsa ; untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
d. Agama ; untuk mengetahui agama serta cara pandangnya terhadap kehamilan
e. Pendidikan ; untuk mengetahui tingkat intelektual karena pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang
f. Pekerjaan ; untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan dan untuk menilai social ekonomi
g. Alamat ; untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang lain bila ada
keperluan yang mendesak
2) Keluhan pasien

Keluhan utama ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-keluhan yang


mengandung pada trimester ke-3. keluhan fisiologis yang sering dialami ibu yaitu
meningkatnya keletihan, sukar tidur, sakit pinggang bagiang bawah.

3) Riwayat penyakit keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit keturunan yang
mungkin menurun pada pasien dimana penyakit tersebut erupakan rsiko terhadap
kehamila seperti hipertensi dan DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang
menderita penyakit kanker, jantung, asma, keturunan kembar, dan penyakit lain
yang mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.

4) Riwayat kesehatan pasien

Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita yang
merupakan risiko tinggi terhadap kehamilan seperti DM, hipertensi, jantung,
ginjal, hepatitis, paru-paru. Dikaji juga apakah pasien sebelumnya pernah
menderita panyakit berat, lama, dan terapinya agar dapat diberikan asuhan
keperawatan secara tepat dan berkesinambungan.

5) Riwayat obstetrik
- Riwayat menstruasi
a. Menorche
Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16 tahun. Oleh sebab
tertentu yang dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama
menjadi awal. Menarche sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan
wanita. Perubahan tersebut adalah tumbuh rambut kemaluan, rambut
ketiak, payudara membesar, putting menghitam.
b. Dismenorhoe
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum
dan selama haid sehingga dikatakan dismenorhoe jika nyeri haid begitu
hebatnya.
c. Siklus haid
Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari, dengan rata-rata
29 hari. Tetapi pada wanita yang haidnya teraturpun dapat terjadi
kemelesetan beberapa hari baik maju maupun mundur. Siklus haid
dihitung sejak hari pertama haid hingga hari terakhir sebelum haid
berikutnya
d. HPHT
Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan partus
menurut naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1. bila hari pertama
haid terakhir tidak diingat lagi maka sebagai pegangan dapat dinyatakan
antara lain gerakan janin, umurnya pada primigravida, gerakan janin
dirasakan ibunya pada kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada
kehamilan 16 minggu.
- Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Pada multi dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan misalnya
vakum atau SC serta besarnya berat bayi waktu dilahirkan.

6) Riwayat keluarga berencana

Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat kontrasepsi


berikutnya.

7) Riwayat perkawinan

Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang memungkinkan dapat


timbulnya faktor resiko seperti hipertensi, riwayat perkawinan dikaji tentang umur
berapa menikah, berapa kali menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan
keadaan kehamilannya dan faktor resiko.
8) Pola kehidupan sehari-hari
a. Pola nutrisi

Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan gizi ibu sudah
terpenuhi atau belum, kelebihan atau kekurangan. Ibu hamil yang makannya
terpenuhi akan mendapat kenaikan berat badan yang cukup baik. Kenaikan
berat badan selama hamil adalah 6,5-16 kg.
b. Pola eliminasi

Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya pasien sering
kencing karena penekanan rahim pada kandung kemih, tetapi sebaliknya
pasien sering mengeluh sukar BAB. Hal ini dikarenakan menurunnya tavus
otot-otot traktus digestifus sehingga motilitas seluruh traktus digestifus juga
berkurang.

c. Personal hygiene

Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan pasien untuk menjaga
kebersihan diri.

d. Pola kativitas

Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat tidak terpenuhi
bisa menyebabkan komplikasi obstetric, seperti hipertensi yang menjadi pre
eklamsi atau eklamsi, solution plasenta, plasenta previa yang kemungkinan
bisa terjadi pada trimester III.

e. Pola istirahat dan tidur

Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau berlebihan, istirahat yang
normal kira-kira 6-8 jam setiap harinya.

f. Pola peran dengan orang lain

Untuk mengetahui apakah pasien dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap


tetangganya atau orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah
hubungan bila keadaan mendesak dan membutuhkan bantuan.

g. Pola hubungan sexual

Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya
dihentikan pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga
panggul karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan.

h. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan


pasien.

i. Pola pengetahuan ibu

Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh ibu mengetahui tentang proses


kehamilan.

j. Koping dan toleransi stress


Untuk mengetahui seberapa besar pasien dapat mengetahui dan mengatasi masalah
yang dihadapinya.

k. Data spiritual

Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan pasien.

9) Keadaan psikologis

Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap kehamilannya,


penerimaan suami atau keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan
keluarga terhadap upaya-upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.

 Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum

Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah lemah,
pucat, atau baik.

b. Pemeriksaan TTV
• Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai
140/90 mmHg dan tidak boleh kurang dari 90/50 mmHg.
• Nadi ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
• Suhu ; suhu normal 360C-370C
• Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus
tertekan oleh uterus yang membesar kea rah diafragma, sehingga
diafragma kurang leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan

Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap minggu
setelah kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak boleh
lebih dari 1 kg setiap minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat badan
seluruhnya pada wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm, kemungkinan
panggul sempit perlu diperhatikan.
2) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
b. Rambut ; dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak. Bila mudah dicabut
kemungkinan menunjukan defisiensi vitamin A dan B.
c. Kulit kepala ; kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan atau adanya tumor.
d. Mata ; diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat, konjungtiva, bila pucat
maka kemungkinan menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik atau
tidak.
e. Hidung ; diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
f. Mulut ; diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan lidah kotor atau
tidak.
g. Leher ; diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti vena lebar yang
terdistensi dan penonjolan terutama pada daerah kelenjar.
h. Dada
• Dinding thorak ; diperiksa simetris atau tidak dan adanya penonjolan.
• Payudara ; ukuran payudara simetris atau tidak, perubahan warna kulit,
dapat menunjukan infeksi atau penyakit dermatologis yang dievaluasi.
Putting susu menonjol, areola menghitam, adakah kolostrum.
• Aksila ; diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran limfa.
i. Abdomen
• Observasi ; untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk mengetahui
adanya striae pada dinding abdomen.
• Palpasi ; untuk mengetahui adanya pembesaran hepar, limpa, daerah nyeri
tekan dan kemungkinan masa, tinggi fundus uteri mulai dari 24-37 cm di
atas simfisis.
• Perkusi ; untuk mengetahui udara di dalam ssaluran pernafasan.
• Auskultasi ; untuk mengetahui gerak peristaltic usus, gerak janin, dan DJJ
normal mulai dari 120 hingga 160 dpm.
j. Ekstremitas

Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu pula kaki ada tidak
varises dan oedema.
k. Genetalia
 Genetalia Luar (Externa)
o Varises
o Perdarahan
o Luka
o Cairan yang keluar
o Pengeluaran dari uretra dan skene
o Kelenjar bartholini : bengkak(massa), cairan yang keluar
 Genetalia dalam (Interna)
o Servik meliputi cairan yang keluar, luka (lesi), kelunakan, posisi,
mobilitas, tertutup atau terbuka
o Vagina meliputi cairan yang keluar, luka, darah
o Ukuran adneksa, bentuk, posisi, nyeri, kelunakan, massa (pada
trimester pertama)
o Uterus meliputi : ukuran, bentuk, mobilitas, kelunakan, massa pada
trimester pertama
Pada genetalia juga diperiksa mengenai lochea atau cairan yang keluar dari
cavum uteri dan vagina dalam masa nifas, lochea terbagi atas jenis :
Lochea Rubra, Lochea Sangulenta, Lochea Serosa, Lochea Alba,
Lochea Purulenta, Lochiustatis. Jumlah rata-rata pengeluarannya kira-
kira 240-270 ml.
l. Anus

Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.

m. Reflek patella

Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau
patella, yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus
berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1.
3) Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
• Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya
oedema.
• Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
• Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang
membesar ke samping), striae gravidarum, atau bekas luka.
b. Palpasi
• Leopod I

Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin yang
terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang
melenting. Pada letak lintang fundus uteri kosong.

• Leopod II

Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas. Kadang-


kadang di samping terdapat kepala atau bokong pada letak lintang.

Leopod III

Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin sudah
masuk PAP atau belum.

• Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa masuknya
bagian bawah ke dalam PAP.

c. Auskultasi

Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau tidak.
Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq
atau dopler.
d. Reflek patella

Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau
patella, yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus
berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1.
e. Panjang uterus

Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran berat janin.

Cara menghitung TBJ menurut Johnson Tausak;

· TFU (dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I) · TFU (dalam cm) –
11x155 (bila penurunan kepala H II)
4) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)

Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan
kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau
lebih.
b. Pemeriksaan dalam (VT)

Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;

• Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
• Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
• Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan
klavikula.
• Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
c. Pemeriksaan diagnostic penunjang
• Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht, LED
• Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau glukosa.
• Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
• Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.
• Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan,
kedudukan, dan presentasi janin.
• Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.
• Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon janin terhadap
gerakan atau stress dari pola kontraksi uterus.
• Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status janin atau aktivitas
uterus.
5) Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi SC
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi dan post
anastesi Intervensi Keperawatan
d. Hipotermi berhubungan dengan proses konveksi suhu tubuh akibat papaan
suhu ruangan yang rendah dan post ops perdarahan
e. Resiko kekurangan volume cairan b/d terjadinya perdarahan post ops
f. Cemas berhubungan dengan diagnosis dan pasca pembedahan
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
6) Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.
Dengan Kriteria Hasil :
• Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
• Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
• Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
• TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-370C, TD : 120/80 mmHg, RR :
18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
2) Intervensi
• Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri
R/ Pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat
• Pertahankan tirah baring selama masa akut
R/ Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi
• Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
• Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi seperti nafas panjang
R/ Pengurangan persepsi nyeri
• Kolaborasi pemberian analgetik
R/ mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian
analgetik oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi SC
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.
Dengan Kriteria Hasil :
• Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka post op : kemerahan, rasa
panas, bengkak, fungsio laesa
2) Intervensi
• Kaji kondisi keluaran/ dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
dari luka operasi.
R/ Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dischart keluar.
Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin
merupakan tanda infeksi.
• Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post
operasi.
R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
• Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
• Lakukan perawatan luka
R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.
• Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksiobat
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi;
demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy
R/ Mengurangi resiko infeksi pada klien.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi dan post
anastesi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
dapat melakukan akivitas tanpa adanya komplikasi.
Dengan Kriteria :
• Klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
2) Intervensi
• Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan
masif perlu diwaspadai untuk mencegah kondisi klien lebih buruk
• Kaji pengaruhaktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ
reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondsi luka post operasi dan
berkurangnya energi.
• Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R/ Mengistirahatkan klien secara optimal
• Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/
kondisi klien
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak
sangat diperlukan.
• Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
R/ Menilai kondisi umum klien.
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy obat
R/ Membantu mempercepat mobilitas fisik klien.
4. Hipotermi berhubungan dengan proses konveksi suhu tubuh akibat paparan
suhu ruangan yang rendah dan post ops perdarahan
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperaatan selama 60 menit diharapkan hipotermi
pada pasien dapat teratasi.
Dengan Kriteria Hasil :
• Suhu tubuh pasien dalam batas normal
• Tidak tampak tanda-tanda hipotermi
• Tidak ada cyanosis
• Akral hangat
2) Intervensi
• Pantau tanda-tanda vital pasien
R/ Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital pada pasien secara dini.
• Observasi suhu tubuh pasien.
R/ Untuk mengetahui perkembangan suhu tubuh pada pasien secara dini.
• Berikan selimut pasien untuk menjaga suhu tubuh pasien agar tetap
hangat
R/ Untuk mengurangi terjadinya hipotermi pada pasien.

5. Resiko kekurangan volume cairan b/d terjadinya perdarahan post ops


1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindaka keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan cairan terpenuhi dan mengurangi terjadinya kekurangan
volume cairan.
Dengan Kriteria Hasil :
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
• Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
• Turgor kulit dalam batas normal
• Membrane mukosa lembab
2) Intervensi
• Pertahankan cairan catatan intake dan output yang akurat
R/ Untuk mengetahui jumlah input dan output uang akurat
• Monitor status dehidrasi (kelembapan membrane mukosa, nadi
adekuat)
R/ Untuk mengetahui secara dini tanda-tanda terjadinya kekurangan
volume cairan pada pasien.
• Monitor vital sign
R/ Untuk mengetahui perubahan status tanda-tanda akibat kekurangan
volume cairan.
• Kolaborasi pemberian cairan IV
R/ untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh pada pasien.
6. Cemas berhubungan dengan diagnosis dan pasca pembedahan
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien
mengungkapkan ansietas berkurang.
Dengan Kriteria Hasil :
• Pasien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup
• Mengungkapkan pemahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca
operasi
• Postur tubuh rileks
2) Intervensi
• Jelaskan apa yang terjadi selama periode pasca operasi termasuk status
keadaan setelah teranastesi, alasan status puasa dan program pasca
operasi.
R/ Pengetahuan tentang apa yang diperlukan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan kerjasama pasien selama pemulihan
• Informasikan pasien bahwa ada suara serak dan ketidak nyamanan
menelan dapat dialami setelah pembedahan, tetapi akan hilang secara
bertahap dengan berkurangnya bengkak kurang lebih 3-5 hari.
R/ Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi
ansietas.
• Ajarkan dan biarkan pasien mempraktekkan bagaimana menyokong
leher untuk menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat
tidur atau batuk.
R/ Praktek aktifitas-aktifitas pasca operasi membantu menjamin penurunan
program pasca operasi terkomplikasi.
• Biarkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang
pengalaman pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk
pertanyaan kusus tentang pembedahan kepada ahli bedah.
R/ Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan
memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan
yang dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem
pendukung bagi pasien. Agar efektif, sistem pendukung harus
mempunyai mekanisme yang kuat.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil :
• Klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
2) Intervensi
• Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan
masif perlu diwaspadai untuk mencegah kondisi klien lebih buruk
• Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ
reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan
berkurangnya energi
• Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Mengistirahatkan klien secara optimal.
• Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/
kondisi klien
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak
sangat diperlukan
• Evaluasi perkembangan kemampua klien melakukan aktivitas
R/ Menilai kondisi umum klien
DAFTAR PUSTAKA

-----. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta; Tridasa Printer

-----. 2010. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC


Bagian Obstetri & Ginekologi. 2009. Obstetric Patologi. Bandung; FK UNPAD

Cunningham, Gary. 2008. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta; EGC

Doenges, E. Marilynn. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Farrer, Helen. 2009. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta; EGC

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media
Aesculapius

Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta; EGC

NANDA International. 2010. Nursing Diagnosis 2009-2011. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta;


Tridasa Printer

Anda mungkin juga menyukai