Laporan Nutrisi Saufa Asvia
Laporan Nutrisi Saufa Asvia
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Nurul Hidayah
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul Koleksi Bahan Pakan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah Nutrisi Ikan dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.
Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman
Pakan adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan ternak
(peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi
dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup. Zat yang
terpenting dalam pakan adalah protein. Protein merupakan senyawa kimia yang
tersusun dari asam–asam amino. Kebutuhan protein tiap ternak berbeda-beda
menurut jenis kelamin, umur dan bobot badan namun perbandingan asam amino
esensial ternak adalah sama (Samadi, 2012).
Pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga
dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan
rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, dan
perbaikan metabolisme lemak. Pertumbuhan merupakan parameter yang
mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting dalam budidaya ikan. Parameter
pertumbuhan yang biasa diukur adalah berat dan panjang badan ikan (Sutisna dan
Ratno, 2010).
Usaha budidaya ikan yang telah berkembang ke arah budidaya intensif,
menuntut tersedianya pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan
berkesinambungan. Masalah pengadaan pakan perlu ditangani dengan sungguh-
sungguh. Pengadaan pakannya tidak seimbang dengan usaha intensifikasi yang
semakin meningkat, hasilnya akan tidak memuaskan. Pembuatan pakan dengan
memformulasikan / meramu berbagai macam bahan, akan memudahkan pengaturan
nilai gizi yang terdapat di dalam pakan (Rukmini, 2012).
Kegiatan memformulasikan dan membuat pakan diperlukan pemilihan
bahan baku yang tepat kualitas, tepat harga, dan jumlah serta memiliki kontinuitas
pasokan perlu dipertimbangkan dengan cermat (Tacon, 1997 dalam Suprayudi et
al., 2011). Selama ini pakan ikan umumnya masih bertumpu pada tepung ikan, hasil
sampingan dari kegiatan peternakan, tepung daging dan tulang sebagai sumber
protein utama. Penurunan produksi tepung ikan dan meningkatnya permintaan
tepung ikan menyebabkan terjadinya peningkatan harga tepung ikan secara
signifikan. Oleh karena itu perlu dicari bahan pakan alternatif untuk menggantikan
atau mengurangi penggunaan tepung ikan. Kriteria yang harus dipenuhi bahan
pakan alternatif tersebut adalah memiliki nutrien yang dibutuhkan ikan dalam
jumlah yang cukup, lebih murah, bahan baku tersedia dalam jumlah besar, tidak
berkompetisi dengan kebutuhan manusia dan terjamin kontinuitasnya (Suprayudi
et al., 2011).
Keuntungan pakan buatan yang dapat diperoleh dari penggunaan pakan
buatan diantaranya bahan baku pakan dapat berupa limbah industri pertanian,
perikanan, peternakan, dan makanan yang bernilai ekonomi rendah, tetapi masih
mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Pakan buatan juga dapat disimpan dalam
waktu relatif lama, tanpa terjadi perubahan kualitas yang drastis. Dengan demikian
kebutuhan pakan dapat terpenuhi setiap saat. Selain itu pakan buatan juga dapat
mengubah warna dan rasa, contohnya pada ikan. Penambahan lemak pada jumlah
tertentu menjadikan daging ikan bertambah gurih (Millamena, 2012).
Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrisi dalam pakan buatan adalah
dengan menggunakan probiotik. Bakteri yang terdapat dalam probiotik memiliki
mekanisme untuk menghasilkan beberapa enzim untuk pencernaan makanan seperti
amilase, protease, lipase dan selulose. Enzim tersebut yang akan membantu
menghidrolisis nutrient pakan (molekuk kompleks), seperti memecah karbohidrat,
protein dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana akan mempermudah
proses pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan ikan (Putra, 2010).
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan yang
mengambang di permukaan air (gulma), memiliki daun yang tebal dan
“gelembung” yang membuatnya mengapung (Wijaya et al., 2016). Eceng gondok
adalah tanaman yang hidup bebas di permukaan air, dapat berkembang dengan
cepat dan dapat tumbuh sepanjang tahun. Eceng gondok memiliki tinggi 0,4 – 0,8
m, batang yang terbuka dengan diameter 1 – 2,5 cm. Panjang batang mencapai 30
cm. Eceng gondok memiliki daun bergaris tengah mencapai 1,5 m dengan bentuk
lentur agak bulat, berwarna hijau terang dan berkilau jika berada di bawah sinar
matahari. Kelopak dari bunganya berwarna ungu muda. Setiap bunga memiliki
kepala putik yang dapat menghasilkan 500 bakal biji setiap tangkai (Rahmaningsih,
2009).
Eceng gondok termasuk mikrophyta akuatik yang mampu menyerap
senyawa-senyawa kimia dalam perairan. Eceng gondok mampu berkembang biak
secara generatif (seksual) dan vegetatif (aseksual). Tumbuhan eceng gondok terdiri
atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan
stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Rahmaningsih,
2006).
Klasifikasi eceng gondok (Eichornia crassipes) menurut (Steenis, 1987)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnaliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes
Tanaman eceng gondok memberikan manfaat bagi manusia, terutama bila
kepentingan manusia terhadap tumbuhan tersebut bersifat subyektif. Ekstrak
metanol eceng gondok menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok memiliki
kandungan metabolit sekunder sebagian besar menjadi alkaloid, komponen fenol,
dan terpenoid (Shanab et al., 2010). Eceng gondok juga mengandung senyawa
flavonoid (luteolin, apigenin, tricin, chrysoeriol, kaempferol, azaeleatin,
gossypetin, dan orientin), asam amino (metionin, valine, asam teonin glutamate,
tryptofan, tyrosin, leusin, dan lysine), fosfor, protein, komponen organik, dan
sianida (Nyananyo et al., 2007).
Tanaman eceng gondok diduga memiliki potensi sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses
oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat
yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan alami
dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu. Metabolit
sekunder dalam tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, saponin,
kuinon, tanin, steroid/ triterpenoid. Senyawa bioaktif ini dapat diperoleh dengan
metode ekstraksi dengan berbagai pelarut (Wijaya et al., 2016).
Tanaman eceng gondok mengandung bahan organik sebesar 36.59%,
karbon (C) 21.23%, total nitrogen 0.28%, total fospor 0.0011%, total kalium
0.016%, rasio C/N 75.8% dan serat kasar sebesar 20.6% (Ratri et al., 2007).
Kusrinah et al., (2016) juga melaporkan bahwa eceng gondok kering mengandung
bahan organik sebesar 75.8%; total nitrogen 1.5%, kadar abu 24.2%, total fosfor
7.0%s, potasium 28.7%, sodium 1.8%, kalsium 12.8%, dan klorida 21.0%
(Nainggolan et al., 2018).
Tepung ikan rucah adalah ikan atau bagian – bagian ikan yang minyaknya
diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling. Kegunaan utama tepung ikan
adalah sebagai bahan campuran pada makanan ikan (Afrianto dan Liviawaty,
2010). Kandungan pada tepung ikan rucah yaitu protein (26-28%), lemak kasar
(1,49%), karbohidrat (1,76%), abu (4,82%), serat (4,10%) serta kandungan air
(59,57%) (Asyari dan Muflikhah, 2005).
Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga,
jamur dan mikroorganisme patogen. Tepung ikan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan terutama ternak ayam dan babi selain itu juga sebagai komponen
makanan ikan. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut : butiran – butirannya harus seragam bebas dari sisa – sisa tulang, mata ikan
dan benda asing, warna halus bersih, seragam, serta bau khas ikan amis (Afrianto
dan Liviawaty, 2010).
Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk.
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat
bahan baku (Yuniarifin et al., 2006). Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan
perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat
biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100% (Sani et al., 2014). Nilai rendemen
juga berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada
Eichorrnia crassipes. Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung
dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat
bagi kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Prabowo et al., 2014)
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
𝑏
% Rendemen = x 100%
𝑎
4.1. Hasil
Hasil yang didapat dari praktikum koleksi bahan pakan ini adalah sebagai
berikut :
1. Daun Singkong
Rahma Wati
2. Daun Eceng
Saufa Asvia
Gondok
3. Kulit Tresia Ratna
Rambutan Indra Sari
974
% Rendemen Tepung Daun Eceng Gondok = x 100 %
6000
= 16,23 %
750
% Rendemen Tepung Kacang Hijau = x 100 %
6000
= 12,5 %
Tabel 4.4. Rendemen Bahan Hewani
Berat Berat Tepung Kasar Tepung Rendemen
No.
Basah (gr) Kering (gr) (gr) Halus (gr) (%)
1. 6000 1100 100 1000 16,66
Rerata 1100 100 1000 16,66
1000
% Rendemen Tepung Daun Eceng Gondok = x 100 %
6000
= 16,66 %
4.2.Pembahasan
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya ikan terutama dalam
energi ikan dalam melakukan aktifitas, berkembang, reproduksi serta seluruh
aktivitas biokimia tubuh. Di alam ikan dapat memenuhi kebutuhan makanannya
dengan pakan yang tersedia di alam. Pakan yang berasal dari alam selalu sesuai
dengan selera ikan tetapi di lingkungan budidaya ikan tidak bisa memilih ikan
tergantung kepada pakan buatan. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari
berbagai macam bahan baku hewani dan nabati dengan memperhatikan kandungan
gizi, sifat dan ukuran ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut dengan cara
dibuat oleh manusia dengan bantuan peralatan pakan (Samadi, 2012)
Persiapan bahan baku merupakan langkah awal dalam membuat pakan.
Semua bahan baku yang dipakai dalam praktikum ini bukan merupakan makanan
pokok manusia, sehingga ketersediaannya cukup baik untuk jangka panjang.
Penggunaan bahan baku limbah untuk pembuatan pakan disebabkan nutrien bahan
baku yang tinggi protein dan lemak agar mampu berkonsentrasi pada pertumbuhan
ikan. Pertimbangan lain dalam memilih bahan baku tersebut dikarenakan adanya
bahan alternatif yang memiliki faktor harga relatif murah dan mudah didapat
bahkan dapat diperoleh dengan cuma – cuma. Hal ini sejalan dengan Handajani dan
Widodo (2010) pada umumnya bahan pakan alternatif untuk ikan berasal dari
berbagai limbah yang kandungan nutrisinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pakan ikan. Dalam pemilihan bahan pakan sebaiknya dipertimbangkan sesuai
dengan ketentuan bahan pakan yaitu mudah didapat, harganya murah, kandungan
nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan manusia.
Pada praktikum koleksi bahan pakan terdapat dua bahan pakan yaitu bahan
nabati dan bahan hewani. Bahan pakan nabati yang praktikan kumpulkan adalah
daun singkong (Manihot esculenta), daun eceng gondok (Eichornia crassipes),
kulit rambutan (Nephelium lappaceum), kayapu (Pistia stratiotes), daun bandotan
(Ageratum conyzoides L.), kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) sedangkan bahan
pakan hewani adalah ikan rucah.
Pakan dari pelet ikan komersial harganya relatif mahal sehingga perlu
dilakukan upaya pembuatan pelet dari bahan baku yang melimpah dan murah.
Menurut (Puji dkk, 2016) Pelet dari ikan rucah memiliki kandungan gizi yang
tinggi, terutama kandungan proteinnya sehingga sangat sesuai untuk bahan pakan
pada budidaya ikan lele. Hasil panen tambak umumnya dijual ke pasar, pengepul
atau pabrik, namun demikian harga ikan sering turun, bahkan tidak laku di pasar
ketika ukuran ikan terlalu kecil, menyebabkan banyaknya ikan yang terbuang
(limbah). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah ikan rucah
melalui pemanfaatan ikan rucah sebagai pelet atau pakan ikan. Pelet ikan tersebut
dapat digunakan sendiri oleh para petani tambak atau dijual di pasar.
Ikan rucah memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan protein 29,70%,
lemak 18,83%, karbohidrat 1,94%, kadar air 8,97%, dan serat kasar 1,07% sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan budidaya, salah satunya ikan lele. Ikan
rucah tersebut dapat diolah menjadi pakan buatan yang umumnya disebut pelet.
Pelet merupakan bentuk pakan buatan yang dibuat dari beberapa bahan yang diolah
dan dicetak menjadi bentuk batang atau bulat (Zaenuri dkk, 2014).
Tepung ikan rucah dengan berat basah 6000 gr, berat kering 1100 gr,
tepung kasar 100 gr dan tepung halus 1000 gr. Rendemen tepung ikan rucah
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah ikan rucah dikali 100% hasilnya
adalah 16,66%.
Tepung kacang hijau dengan berat basah 6000 gr, berat kering 900 gr,
tepung kasar 150 gr dan tepung halus 750 gr. Rendemen tepung kacang hijau
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah kacang hijau dikali 100% hasilnya
adalah 12,5%. Tepung eceng gondok dengan berat basah 6000 gr, berat kering 1000
gr, tepung kasar 26 gr dan tepung halus 974 gr. Rendemen tepung eceng gondok
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah eceng gondok dikali 100% hasilnya
adalah 16,23%. Nilai rata – rata rendemen tepung nabati yang terdiri dari tepung
eceng gondok dan tepung kacang hijau adalah 14,365%. Rata – rata rendemen
tepung nabati diperoleh dari hasil penambahan rendemen tepung eceng gondok dan
rendemen tepung kacang hijau yang dibagi dengan jumlah berat basah tepung
bahan.
Menurut Nurhayati et al., (2009) bahwa nilai rendemen yang tinggi
menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya dan baik
untuk dijadikan bahan pakan. Hal ini sejalan dengan Dewatisari et al., (2017)
semakin besar rendemen yang dihasilkan, maka semakin efisien perlakuan yang
diterapkan dengan tidak mengesampingkan sifat-sifat lain. Pada praktikum koleksi
bahan pakan ini diperoleh rendemen masing – masing tepung eceng gondok
16,23%, tepung kacang hijau 12,5% dan tepung ikan rucah 16,66%. Berdasarkan
hasil presentase rendemen dapat disimpulkan tepung eceng gondok, tepung kacang
hijau dan tepung ikan rucah baik untuk dijadikan bahan pakan.
Bahan yang telah siap dapat disimpan dalam wadah yang kedap udara
agar tidak terkontaminasi udara dan bakteri dari luar yang menyebabkan
kerusakan bahan pembuat pakan. Bahan kemudian dapat digunakan untuk
kegiatan pembuatan pakan selanjutnya.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 2010. Pakan Ikan. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.
Haryanto, 2012. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Khairuman. dan Amri, K. 2011. Teknologi Pakan Ikan. Yasa Guna : Jakarta.
Nainggolan, Ellyas Alga. Situmeang, Ricardo Chandra, dan Silitonga. Anju. 2018.
Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Menggunakan Effective
Microorganism 4 (EM-4). Prosiding Seminar Nasional Penelitian &
Pengabdian pada Masyarakat. Pangkalpinang, 2 Oktober 2018.
Nyananyo BL, Ekeke C, Mensah SI. 2005. The morphology and phytochemistry of
water hyacinth, Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. (Family
Ponterderiaceae). Journal of Creativity and Scientific Studies (JOCSS.) 1
(2 and 3): 20-30.
Putra, A.N. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Simbiotik untuk Meningkatkan
Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Institut
Pertanian Bogor.
Rahmaningsih, S., Willis, S., dan Mulyana, A. 2012. Bakteri Patogen dari Perairan
dan Kawasan Tambak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban. Ekologia. 12
(1), 1-5.
Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air. Karya Putra Darwati. Bandung.
Samadi, 2012. Konsep ideal protein (asam amino) fokus pada ternak ayam
pedaging. Jurnal Agripet. Vol. 12
Sani, R.N., Fithri C.N., Ria D.A., dan Jaya M.M. 2014. Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut (Tetraselmis chuii).
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2):121-126.
Suprayudi, A., dkk. (2011). Suplementasi Crude Enzim Cairan Rumen Domba pada
Pakan Berbasis Sumber Protein Nabati dalam Memacu Pertumbuhan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Budidaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor.
Sutisna, Dedy Haryadi., dan Ratno, 2010. Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.
Steenis, Van C.G.G.J. 1987. Flora. Diterjemahkan oleh Moeso S., 307-308,
Pradnya Paramita: Jakarta.
• Penghalusan
Gambar 11. Tepung Kulit Rambutan Gambar 12. Tepung Daun Singkong
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Muhammad Ihman
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Penentuan Kadar Air” sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.
Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan nilai kadar air suatu
bahan pakan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Hasil
Hasil yang didapat pada praktikum penentuan kadar air adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1. Jumlah kandungan kadar air
Berat awal
(cawan dan
Berat akhir
Nama bahan Selisih
No. setelah di Keterangan
Sampel sebelum di (W3)
oven (W2)
oven) /
(W1)
1. Tepung Daun 44,17 gram 43,79 gram 0,38 gram Rahma Wati
Singkong
Tepung Daun
2. Eceng 43,24 gram 42,80 gram 0,44 gram Saufa Asvia
Gondok
3. Tepung Kulit 43,71 gram 43,23 gram 0,48 gram Tresia Ratna
Rambutan Indra Sari
4. Tepung 44,25 gram 43,95 gram 0,3 gram Muhammad
Kayapu Ihsan Rieffani
Ahmad
5. Tepung Daun 45,23 gram 44,93 gram 0,3 gram Hidayatullah
Bandotan
Farisie
6. Tepung 42,75 gram 42,45 gram 0,3 gram Kelompok
Kacang Hijau Sepuluh
7. Tepung Ikan 45,45 gram 45,05 gram 0,4 gram Kelompok
Rucah Sepuluh
4.2. Pembahasan
Kadar air merupakan sejumlah air yang terkandung dalam suatu bahan
termasuk bahan pangan. Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu
bahan yang dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) dan berat kering (dry
basis) kadar air ini adalah parameter penentu mutu suatu bahan. Air dalam bahan
pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan daya simpan. Selain itu juga
sebagai penentu dalam proses pengolahan dan pendistribusian agar ditangani secara
tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya metode pengeringan atau pemanasan (gravimetri),
metode oven vakum, metode destilasi, metode kemis, metode fisis, metode khusus
dengan kromatografi, rapid mosture dilakukan dengan metode Oven. Metode
pengeringan untuk penentuan kadar air prinsipnya adalah penguapan air atau
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air telah diuapkan
(Handajani, 2010).
Prinsip penetapan kadar air dengan metode pemanasan biasa (gravimetri)
adalah menguapkan air yang terkandung dalam bahan dengan jalan pemanasan.
Bahan tersebut dipanaskan sampai memiliki berat yang konstan. Berat yang konstan
menunjukkan bahwa kandungan air pada bahan telah menguap seluruhnya dan
hanya tersisa berat kering bahan itu sendiri.
Pada praktikum penentuan kadar air, bahan yang diukur kali ini adalah
tepung daun singkong (Manihot esculenta), tepung daun eceng gondok (Eichornia
crassipes), tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum), tepung kayapu (Pistia
stratiotes), tepung daun bandotan (Ageratum conyzoides L.), tepung kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) dan tepung ikan rucah yang sudah ditimbang sebanyak 2
gram. Sebelumnya cawan yang digunakan dioven terlebih dahulu dengan
ketinggian suhu 105°C dengan waktu selama 2 jam untuk mendapatkan cawan yang
steril, setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Setalah
didinginkan cawan di dalam desikator, cawan diangkat / diambil menggunakan
tangkrus dan dimasukan ke dalam timbangan neraca analitik untuk mengetahui
berapa berat cawan tanpa ada isi.
Cawan yang beratnya sudah ditimbang dimasukkan bahan pakan sebanyak
2 gram kedalam cawan. Cawan yang sudah berisi bahan pakan nabati dimasukkan
lagi ke dalam oven dengan ketinggian suhu 105°C selama 2 jam. Setelah itu dapat
dikeluarkan dan cawan ditimbang kembali untuk kedua kalinya, maka didapatkan
hasil setelah dioven. Terdapat perbedaan berat dari bahan pakan yang sebelum
dioven dan sesudah di oven. Bahan pakan yang sudah dioven akan mengalami
penurunan berat, nilai inilah yang menjadi nilai kadar air dari bahan pakan.
Tepung daun singkong (Manihot esculenta) dengan selisih 0,38 gram dan
kadar air 0,94%, tepung daun eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan selisih
0,44 gram dan kada air 1,12%, tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum)
dengan selisih 0,48 gram dan kadar air 1,19%, tepung kayapu (Pistia stratiotes)
dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,74%, tepung daun bandotan (Ageratum
conyzoides L.) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,72%, tepung kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,76%, serta tepung
ikan rucah dengan selisih 0,4 gram dan kadar air 0,96%. Nilai kadar air dari masing
– masing bahan terlihat bervariasi, hal ini disebabkan oleh ukuran dimensi / besar
kecilnya partikel dari bahan pakan.
Menurut Sutrisno (2016) air merupakan salah satu indikator bagus dan
layak tidaknya suatu bahan pakan menjadi salah satu bahan dalam formulasi
pakan. Pengujian kadar air dengan metode penguapan selanjutnya dibandingkan
berat sebelum diuapkan dengan berat sesudah diuapkan. Standart kadar air 12 –
13%, ini misal gandum kadar air 13% itu artinya bahan kering gandum adalah 87%,
semakin tinggi kadar bahan keringnya semakin bagus untuk menilai kualitas nutrien
bahan pakan, untuk disusun dalam satu formula komposisi pakan.
Tujuan penentuan kadar air ini juga meningkatkan daya simpan bahan
pakan. Semakin tinggi kadar air daya simpan bahan pakan semakin singkat, karena
mudah busuk dan mikroorganisme mudah tumbuh pada bahan tersebut. Bahan
pakan tepung daun eceng gondok memiliki kandungan air rendah yaitu 1,12% akan
menghasilkan dan menunjang pakan agar dapat mengapung lebih lama. Ikan yang
cocok untuk pakan terapung adalah ikan yang biasa makan pada permukaan air
seperti ikan gurame (Osphronemus gouramy) dan ikan nila (Oreochromis
niloticus).
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Daud, M. P. 2004. Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam.
Jurnal Teknik Simetrika. Vol.3 No. 3: 255 – 259
Deviani, V dan Basriati, Sri. 2015. Optimasi Kandungan Nutrisi Pakan Ikan Buatan
dengan Menggunakan Multi Objective (Goal) Programming Model. Jurnal
Sains, Teknologi dan Industri. Vol.12, No. 2: 255 – 261
Dajadi, Gunawan. 2010. Pedoman Pembangunan Pabrik Pakan Skala Kecil Dan
Proses Pengolahan Pakan. Jakarta : Direktorat Budidaya Non Ternak
Ruminansia Dirjen Peternakan.
Gunadi, B., Febrianti, R., dan Lamanto. 2010. Keragaan Kecernaan Pakan
Tenggelam dan Terapung untuk Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) Dengan dan Tanpa Aerasi. Subang : Loka Riset Pemuliaan
dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
Handajani, Hany., Widodo, wahyu. 2010. Nutrisi Ikan. Hal 1. Malang : Univeristas
Muhammadiyah Malang (UMM) press.
Huriawati, dkk. 2016. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan.
Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.
Jambi.
Hutapea, Paul. 2014. Penetapan Kadar Air (Metode Pengeringan atau Metode
Oven) dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa Sawit Mentah
(Crude Oil Palm). Tugas Akhir. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara: Medan.
Mulia, dkk. 2017. Uji Fisik Bahan Pakan Ikan yang Menggunakan Binder Tepung
Gaplek. Jurnal Riset Sains dan Teknologi. Vol. 1 No.1.
Tesavrita dan Meity Martaleo. 2013. Perancangan Pabrik Pengolahan Biji Kopi
dan Analisis Kelayakannya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Yuliandita, A.E. 2016. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap
Karakteristik Snack Nori Ikan Lele (Clarias sp.). Tugas Akhir. Fakultas
Teknik Universitas Pasundan: Bandung.
LAMPIRAN
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Noor Ilma Arifa
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Fermentasi Bahan Pakan” sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.
Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman
Praktikum Nutrisi ikan ini dilaksanakan pada Selasa, 26 Maret 2019, Pukul
13.30 - 17.00 Wita, bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Alat dan bahan yang dipergunakan pada praktikum ini sebagai berikut :
4.1. Hasil
Hasil yang didapat dari praktikum permentasi tepung bahan hewani dan
nabati dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1. Fermentasi Bahan Pakan Nabati
Nama Bahan (gram) Persentase Gambar Keterangan
Bahan : Aquades Probiotik
(ml) (%)
Tekstur : Lembut
berserat
Bau : Kacang
Tepung hijau
Kacang 1 : 0,5 50 yang di
Hijau awetkan
Warna : Hijau
Kekuning
An
Tekstur : Gembur
Tepung Bau : Ampas the
Eceng 1 : 1,9 50 basi
Gondok Warna : Hitam
kecoklatan
Tekstur : Lembut
berserat
Tepung
Bau : Singkong
Daun 1 : 1,8 50
basi
Singkong
Warna : Hijau tua
Tekstur : Keras
Tepung berserat
Kulit Bau : Seperti
1 : 1,8 50
Rambuta kayu
n Warna : Coklat
Tekstur : Lembek
Tepung Bau : Daun
Daun 1 : 1,5 50 bandotan
Bandotan Warna : Hitam
Tekstur : Lembek
Bau : Kayapu
Tepung Warna : Hitam
1 : 1,5 50
Kayapu
4.3. Pembahasan
5.3. Kesimpulan
5.4.Saran
Yuliana, Neti. 2007. Profil Fermentasi “Rusip” yang dibuat dari Ikan Rucah. Jurnal
Agritech. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung.
LAMPIRAN
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Khairun Nisa
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan
Nutrisi Ikan yang berjudul “Pembuatan Pakan Emulsi, Suspensi dan Roti
Kukus” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tujuan disusunnya laporan ini
adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Nutrisi Ikan.
Laporan ini tentu bukan hasil kerja keras dari praktikan semata, melainkan
atas bantuan dari berbagai pihak. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kepada dosen
pengampu mata kuliah “Nutrisi Ikan” Bapak Ir. H. Muhammad Adrian, M.Si, ibu
Dr.Noor Arida Fauzana, S.Pi, M,Si, dan ibu Dr. Hj. Indira Fitriliyani, S.Pi., M.Si
dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
memberikan bantuan.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan. oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.
Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman
Pakan ikan mempunyai kadar protein yang cukup tinggi sehingga apabila
penyimpanannya kurang baik akan mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur dan
dapat menyebabkan ikan menjadi sakit. Ikan bawal memiliki laju pertumbuhan
yang baik pada kadar protein dan konsentrasi energi optimum yakni 24-50%.
Makanan yang ditelan dan dicerna oleh ikan akan diubah menjadi energi yang
digunakan bagi berbagai fungsi dalam kehidupan ikan untuk tumbuh dan
bereproduksi atau untuk mengganti sel-sel yang rusak pada suatu jaringan. Ikan
dikenal sebagai binatang yang bersifat poikiloterm atau suhu tubuhnya mengikuti
suhu lingkungan air tempat hunian ikan. Hal ini akan menentukan laju metabolisme
ikan dan oleh karena itu, kebutuhan nutrisi berkaitan dengan suhu lingkungan.
Molekul pakan yang besar dan kompleks harus dipecah menjadi molekul yang lebih
kecil dan sederhana agar dapat diabsorpsi dan selanjutnya digunakan di dalam
tubuh. Pemecahan molekul dilakukan dengan cara pencernaan (Hanif et al., 2011).
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab itu nutrisi
yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi
kebutuhan dari ikan tersebut. Pemberian pakan yang sesuai akan menghindarkan
ikan dari berbagai serangan penyakit, kususnya penyakit nutrisi. Penyakit nutrisi
ini biasanya menyerang ikan yang hanya diberi pakan sembarangan tanpa
memperhitungkan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan Penyakit nutrisi dapat
dihindari dengan pemberian kombinasi pakan alami dan pakan buatan dengan
komposisi yang lengkap. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas pakan
yang diberikan. Pakan yang sudah busuk atau pakan buatan yang kadaluarsa (tengik
/ berjamur) dapat menyebabkan ikan menjadi sakit (Lim, 2011).
Bentuk pakan bermacam-macam, umumnya yang sering digunakan dalam
budidaya antara lain: pakan berbentuk tepung, remah dan pelet. Bentuk pakan ini
biasanya disesuaikan dengan ukuran ikan. Jumlah pakan yang diberikan setiap hari
disesuaikan dengan berat ikan, sering disebut sebagai tingkat pemberian pakan
(TPP) atau feeding level. TPP untuk setiap jenis ikan dan tingkatan ukuran ikan
berbeda. Umumnya, ikan berukuran kecil membutuhkan TPP dan frekuensi
pemberian pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar.
Berdasarkan rata-rata berat individu ikan, maka dapat ditetapkan tingkat dan
frekuensi pemberian pakan. Berdasarkan berat total dapat ditetapkan jumlah pakan
yang dibutuhkan dalam satu hari maupun satu kali pemberian pakan. Untuk
mengetahui respon ikan terhadap pakan yang diberikan dilakukan evaluasi
pemberian pakan atau sering disebut sebagai efisiensi pemberian. Efisiensi adalah
perbandingan antara pertambahan bobot ikan dengan jumlah pakan yang diberikan,
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi tingkat efisiensi, semakin baik tingkat
efisiensi pakan (Gustiano dan Otong, 2010).
Penyimpanan pakan dapat dilakukan dalam 2 jenis, yaitu pakan basah dan
pakan kering. Pakan basah dapat berupa larutan dan roti kukus dimana memerlukan
ruangan dingin seperti lemari es baik freezer maupun refrigerator sehingga dapat
bertahan hingga 2-3 hari. Pakan kering dapat disimpan dalam beberapa ukuran,
untuk jumlah yang sedikit dapat menggunakan toples, sedangkan jika jumlahnya
agak banyak menggunakan drum plastik yang tertutup atau disimpan dalam karung
plastik (bagor). Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyimpanan, yakni
serangga, organisme mikroskopis dan perubahan deterioratif yang akan
menyebabkan kehilangan bobot, kualitas , resiko kesehatan dan ekonomis (Sutikno,
2011).
Pemberian pakan dari luar mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup
ikan budidaya. Pakan alternative yang bisa diberikan adalah emulsi kuning telur
sebab kuning telur mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan larva ikan
(Syarikin, 2018). Hal tersebut sesuai dengan Khaeruman dan Amri (2002)
menyebutkan pakan berbentuk cairan atau emulsi baik juga diberikan kepada ikan
dalam fase larva. Pakan yang berbentuk emulsi contohnya emulsi yang terbuat dari
kuning telur ayam. Sedangkan emulsi kuning telur yang diperkaya dengan minyak
jagung selain dapat menimbulkan bau yang enak pada pakan juga meningkatkan
kualitas pakan yang dapat mendukung pertumbuhan ikan yang optimal
(Djajasewaka dalam Syarikin 2018).
Pakan ikan bentuk roti kukus merupakan bentuk pakan ikan yang terbuat
dari adonan yang terdiri dari telur ayam / telur itik, tepung ikan, tepung terigu, susu
dan air yang dilengkapi vitamin. Roti kukus yang dingin ditaburi vitamin lalu
dibentuk menjadi gumpalan, pada campuran sambil diremas-remas sampai merata.
Sebelum digunakan, roti sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan cara
melarutkannya dalam air, dengan dibantu kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran buarayak yang diberi makan (Manurung dkk, 2013).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
4.1.Hasil
Hasil yang di dapat pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Pakan Bentuk Emulsi
Gambar Tekstur Bau Warna
Permukaan roti
halus tetapi
berpori, tekstur Ikan Asin Coklat
padat namun
lembek
4.4.Pembahasan
5.5. Kesimpulan
Gambar 11. Hasil pakan suspensi Gambar 12. Hasil pakan suspensi
• Pembuatan Pakan Roti Kukus
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Rosadi Anwar
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Pembuatan Pakan Pelet” sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.
Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang digunakan ..................................................................... 5
3. 2. Bahan yang digunakan ................................................................. 5
4.1. Perhitungan formulasi pakan ........................................................ 7
BAB 1. PENDAHULUAN
Tujuan dari praktikum pembuatan pakan pelet kali ini, adalah sebagai
berikut:
1. Memperoleh susunan formulasi pakan dengan nilai kandungan protein 30%.
2. Membuat pakan ikan berbentuk pelet.
3. Menghitung analisi ekonomi pembuatan pakan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pembuatan Pakan Pelet dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada praktikum
No. Bahan Kegunaan
1. Tepung Ikan Rucah Bahan Utama
2. Tepung Kacang Hijau Bahan Utama
3. Tepung Daun Singkong Bahan Utama
4. Tepung Eceng Gondok Bahan Utama
5. Tepung Daun Bandotan Bahan Utama
6. Tepung Kayapu Bahan Penunjang
7. Tepung Kulit Rambutan Bahan Penunjang
8. Tepung Terigu Bahan perekat
9. Minyak Sumber lemak
10. Vitamin Traktan
11. Air Media menyatu bahan pakan
3.3.Prosedur Praktikum
4.1. Hasil
30%
4.2. Pembahasan
5.1. Kesimpulan
Afrianto , Eddy., dan Evi, L. (2010). Pakan Ikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Fajri. 2015. Keragaan Kecernaan Pakan Tenggelam dan Terapung Untuk Ikan Lele
Dumbo Clarias gariepenus) dengan dan tanpa Aerasi. Jurnal Teknologi
Budidaya Air Tawar; 823-829.
Haryanto. 2012. Penentuan Komposisi Pakan pada Ikan Lele. Universitas
Udayana. Surakarta.
Kordi,. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Pusat Penyuluhan Kelautan
dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jepara.
Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. VIII (1) : 67-
76. 26.
Nurwahid Khasbullah. 2014. Pembaerian Enzim dengan Dosis yang berbeda pada
Pakan Komersil terhadap Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar dan
Lemak kasar. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
Surabaya..
Pasaribu, T. 2011. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan
Unggas Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air . Karya Putra Darwati. Bandung.
Setyono, B. 2012. Pembuatan Pakan Buatan. Unit Pengelolaan Air Tawar.
Kepanjem. Malang.
Suryaingsih, 2010. Kandungan Nutrisi Bahan Baku Nabati Pakan Ikan. Bandung.
Vera, Melia, Suci. 2014. Pengaruh Effective Pakan Dan Kompos Terhadap
Produksi Pellet (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah Entisols. FRONTIR.
32: 1-5.
Wardani, Ratna Eka. 2015. Teknik Pembuatan Pakan Untuk Benih Ikan Lele
dengan Tambahan Azolla sp. Sebagai Bahan Substitusi di Instalasi
Budidaya Air Tawar Punten Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Laporan
Praktik Kerja Lapang. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga: ADLN – Perpustakaan Universitas Airlangga.
Wijaya, A., Martono, S., Yuswanto, A., and Rohman, A. 2015. FTIR Spectroscopy
in Combination With Chemometrics for Analysis of Wild Boar Meat in
Meatball Formulation. Asian Journal of Biochemistry. 10 (4): 165-172
LAMPIRAN
Gambar 13. Pelepasan spare part Gambar 14. Pelepasan spare part
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
PENGUJIAN MUTU PAKAN
Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten :
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan
Nutrisi Ikan yang berjudul “Pengujian Mutu Pakan” sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Tujuan disusunnya laporan ini adalah sebagai syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Nutrisi Ikan.
Laporan ini tentu bukan hasil kerja keras dari praktikan semata, melainkan
atas bantuan dari berbagai pihak. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kepada dosen
pengampu mata kuliah “Nutrisi Ikan” Bapak Ir. H. Muhammad Adrian, M.Si, ibu
Dr.Noor Arida Fauzana, S.Pi, M,Si, dan ibu Dr. Hj. Indira Fitriliyani, S.Pi., M.Si
dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
memberikan bantuan.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan. oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.
Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis ikan
baik itu ukuran, kebutuhan protein dan kebiasaan ikan. Pakan buatan ini biasanya
dinamakan pellet. Pelet untuk ikan terbagi kedalam 2 jenis yaitu : pelet terapung
dan pelet tenggelam. Pakan alami adalah pakan yang biasa sudah tersedia di alam
seperti daun sente, daun talas, daun ubi jalar, plankton dan lain-lain. Untuk
pemberian pakan pada ikan, besaran pakan harus disesuaikan dengan besaran mulut
ikan begitu pula dengan kadar protein yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan
jenis ikan yang di budidaya (Suparjo, 2010).
Untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan, cara yang paling praktis adalah
dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan adalah
lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan,
pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga
pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh pabrik
yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan diberi
makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran ikan,
daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan kebiasaan
makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih menarik
ikan-ikan yang akan diberi makan. Pakan buatan dapat diperoleh di toko-toko pakan
atau dibuat sendiri (Abdullah, 2016).
Pelet merupakan bentuk pakan yang dipadatkan dan dikompakan melalui
proses mekanik dan dapat dibuat dalam bentuk gumpalan atau silinder kecil yang
memiliki diameter, panjang dan tingkat kepadatan tertentu. Komposisi pelet berasal
dari bahan-bahan yang memiliki kandungan gizi tertentu dan proses produksi perlu
disusun komposisi nya menyesuaikan dengan sifat dan ukuran ikan. Pelet dibuat
untuk menggantikan asupan makanan dari alam yang ketersediaannya tidak dapat
dipastikan. Permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembuatan pelet
adalah bentuknya yang cepat rusak, rapuh dan patah selama proses produksi,
pengangkutan maupun penyimpanan. Kerusakan ini akan berpengaruh terhadap
tingkat penerimaan konsumen yang masih melihat kualitas pakan dari faktor fisik.
Bahan perekat berperan sangat penting dalam pembuatan pakan berbentuk pelet,
karena dapat membuat komponen penyusun pakan menjadi kompak, tidak mudah
rapuh akibat pengaruh kelembaban, sehingga ketegaran pakan lebih terjamin
(Dharmawan, 2012).
Tingkatan mutu pakan buatan dapat diketahui melalui pengujian. Pada
pokoknya ada 3 macam pengujian yaitu pengujian fisis, kimia dan biologis.
Pengujian fisis biasanya dilakukan untuk mengetahui kehalusan bahan baku,
kekerasan, daya tahan dalam air dan daya apungnya. Pengujian kimia dimaksudkan
untuk mengetahui kandungan zat-zat gizi pakan yang bersangkutan meliputi
protein, lemak, karbohidrat, abu, serat dan kadar air. Pellet yang baik kadar airnya
tidak boleh lebih dari 10% agar tidak cepat rusak dan ditumbuhi jamur. Pengujian
biologis dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh pakan tersebut dapat
memacu pertumbuhan ikan yang diberi pakan (Agustono, 2010).
Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum Pengujian Mutu Pakan dapat
dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No. Alat Kegunaan
1. Botol Plastik Wadah air dan pakan yang diuji
2. Stopwatch Petunjuk waktu
3. Penggaris Mengukur air
4. Alat Tulis Mencatat hasil pengamatan
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
Pelet yang sudah kering diuji daya apung, daya hancur dan daya
tenggelamnya menggunakan botol plastik yang sudah berisikan dengan air setinggi
15 cm dan stopwatch. Pengujian dilakukan terlebih dahulu dengan mempersiapkan
sampel pakan sebanyak 5 buah masing – masingnya untuk pakan fermentasi dan
non fermentasi. Dalam praktikum pengujian mutu pakan dilakukan tiga pokok
pengamatan yaitu daya apung, daya hancur dan daya tenggelam. Pengujian daya
apung dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan pakan selama
mengapung. Pengujian daya hancur dilakukan dengan menghitung waktu yang
dibutuhkan pakan untuk dapat hancur dan terurai. Sedangkan pengujian daya
tenggelam dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan pakan untuk
akhirnya dapat tenggelam. Sejalan dengan Mujiman (2011) pengujian mutu pakan
secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang banyak.
Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini pelet ikan meliputi kekerasan pelet,
stabilitas pelet dalam air, kecepatan tenggelam pelet serta kadar kehalusan.
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 4.1. hasil
pengujian mutu pakan tanpa fermentasi dan 4.2. hasil pengujian mutu pakan
fermentasi. Daya apung (floatability) dapat di ukur dengan menjatuhkan atau
menebarkan sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima
kali ulangan. Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 20
detik untuk mengapung, uji kedua 24 detik, uji ketiga 340 detik, uji keempat 420
detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji pertama
memakan waktu 1,04 detik untuk mengapung, uji kedua 2,10 detik, uji ketiga 2,35
detik, uji keempat 4,09 detik dan uji kelima 6,05 detik.
Secara menyeluruh, terdapat perbedaan waktu daya apung dari bahan
pakan tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa fermentasi lebih
cepat tenggelam dan memiliki daya apung yang rendah. Sedangkan bahan pakan
dengan fermentasi lebih lambat tenggelam dengan daya apung yang tinggi. Proses
fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan kemampuan daya
apung yang meningkat. Hal ini didukung oleh Zaman et al., (2018) menyatakan
fermentasi mampu memunculkan daya apung yang setara dengan kemampuan
mengapung yang dimunculkan oleh mesin ekstruder pada pakan ikan apung
pabrikan.
Perbedaan yang signifikan terlihat dari waktu apung masing – masing
sampel percobaan dari bahan pakan non fermentasi dan fermentasi. Hal ini
disebabkan kondisi pelet yang dicelupkan berbeda – beda. Pada saat pengeringan
pakan pelet pakan diletakkan di dalam nampan dan dijemur di bawah sinar
matahari. Tidak semua pakan pelet mendapatkan penyinaran yang maksimal sebab
tertumpuk oleh pakan lain dan penjemuran yang tidak merata. Pakan pelet yang
berada paling atas akan mendapatkan penyinaran maksimal sehingga hasilnya lebih
kering karena pengurangan kadar air yang tinggi dan lebih lama berada di atas air
(mengapung). Semakin lama pelet ikan terapung dipermukaan air, semakin baik
pula kualitas pelet tersebut. Pelet yang dibuat dengan daya apung rendah cocok
diberikan pada ikan yang mempunyai kebiasaan mencari pakan di dasar perairan
(bottom feeders).
Pakan pelet tanpa fermentasi memiliki daya apung yang lebih baik
dibandingkan dengan pakan pelet dengan fermentasi. Menurut Mulia (2017), pakan
yang baik memiliki ikatan antar agregat yang kuat sehingga mengurangi pori-pori
yang terbentuk, akibatnya memperlambat daya serap air dan akan meningkatkan
daya apungnya. Pori-pori pada pakan terbentuk karena ketidak rataan pada saat
mencampur semua bahan. Semakin tinggi pori-pori dan daya serap yang terbentuk
maka semakin rendah daya apung.
Pelet merupakan ransum berbentuk silinder atau tabung dengan diameter
tertentu, atau berbentuk bulat mengandung nutrien lengkap yang diformulasikan
sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan ikan. Dalam pembuatan pakan harus
memakai berat kering, karena kadar air yang terkandung dalam bahan ataupun
pakan bukan merupakan nutrient untuk ikan. Kadar air dan kadar abu
mempengaruhi daya tahan dan daya apung pakan buatan. Pakan buatan bersifat
mengapung di air karena mengandung bahan perekat. Semakin rendah mutu perekat
yang digunakan akan semakin mudah hancur dan tenggelam di dasar kolam, maka
pakan ini memiliki mutu rendah (Asriyana, 2012).
Daya tahan / hancur pakan di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima kali ulangan,
dilanjutkan dengan penghitungan waktu yang diperlukan untuk pakan dapat hancur.
Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 1269 detik untuk
dapat hancur, uji kedua > 1800 detik, uji ketiga > 1800 detik, uji keempat > 1800
detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji pertama
memakan waktu 1099 detik untuk hancur, uji kedua 1935 detik, uji ketiga > 1800
detik, uji keempat > 1800 detik dan uji kelima > 1800 detik.
Secara menyeluruh, terdapat perbedaan waktu daya tahan / hancur dari
bahan pakan tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa
fermentasi memiliki daya tahan yang lebih lama. Sedangkan bahan pakan dengan
fermentasi memiliki daya tahan yang lebih rendah dibanding bahan pakan tanpa
fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan
pakan yang lebih cepat hancur karena telah melewati proses oksidasi dan
pembesaran porositas pakan. Sehingga air lebih cepat memasuki bahan dan mudah
hancur.
Selain hancurnya bahan pakan, selama pengamatan daya tahan / hancur
terlihat reaksi yang dihasilkan dari tiap sampel pakan. Terlihat warna kekuningan
dan coklat pada sekitar pakan tepat sebelum hancur. Pada pelet tanpa fermentasi,
pakan lebih lama memerlukan waktu untuk hancur dan mengeluarkan reaksi. Pada
uji pertama reaksi warna dikeluarkan saat 6,16 detik, uji kedua 6,30 detik.
Sedangkan pada pelet dengan fermentasi reaksi warna dikeluarkan saat 5,19 detik,
uji kedua 5,29 detik dan uji ketiga 5,49 detik. Saat hancurnya pelet dengan
fermentasi disertai dengan gelembung oksigen, yang menandakan pakan pelet
tersebut menyerap air.
Daya tahan pelet dalam air dapat disiasati dengan beberapa cara, antara
lain yaitu dengan mempergunakan perekat, lama pengeringan yang optimal juga
merata dan memperbesar ukuran pelet seoptimal mungkin. Pelet umumnya dibuat
dari campuran beberapa macam bahan pakan dan umumnya kemudian ditambahkan
perekat baik alami maupun kimiawi. Salah satu bahan perekat yang murah dan
mudah didapat adalah kanji yang berasal dari tepung tapioka. Semakin lama
dilakukan pengeringan akan semakin keras pelet tersebut (Handajani dan Wahyu,
2010).
Daya tenggelam / larut di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima kali ulangan.
Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 25 detik untuk
dapat tenggelam, uji kedua 28 detik, uji ketiga 345 detik, uji keempat 430 detik dan
uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji pertama
memakan waktu 684 detik untuk tenggelam, uji kedua 911 detik, uji ketiga 998
detik, uji keempat 1163 detik dan uji kelima 1277 detik.
Terdapat perbedaan waktu daya tenggelam dari bahan pakan tanpa
fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa fermentasi lebih cepat
tenggelam dan memiliki daya apung yang rendah. Sedangkan bahan pakan dengan
fermentasi lebih lambat tenggelam dengan daya apung yang tinggi. Proses
fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan kemampuan daya
tenggelam yang tinggi pada pakan dengan fermentasi. Menurut Kordi (2010) daya
tenggelam / larut pakan dalam air (water stability feed) dapat diukur dengan cara
merendam pakan dalam air di dalam gelas. meletakkan pengukur waktu di dekat
gelas. Mencatat waktu yg diperlukan untuk pelet sampai ke dasar perairan dimana
baik daya larutnya antara 2-3 jam. Apabila lebih dari batas tersebut, berarti pakan
sulit dicerna. Sedangkan bila kurang, bisa jadi pakan tersebut tidak ditemukan
(tidak dimakan) udang karena terlalu cepat melarut.
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Diharapkan dengan adanya laporan praktikum ini, dapat membantu para
pembaca untuk lebih memahami mengenai daya apung masing masing jenis pelet
berbeda – beda tergantung dengan jenisnya sehingga saat pemberian pakan pada
ikan dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat makan ikan.
DAFTAR PUSTAKA