Anda di halaman 1dari 112

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN

KOLEKSI BAHAN PAKAN

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Nurul Hidayah

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul Koleksi Bahan Pakan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah Nutrisi Ikan dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum ..................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 7
3.1. Waktu dan Tempat.. .................................................................. 7
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 7
3.3. Prosedur Praktikum .................................................................. 7
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 9
4.1. Hasil .......................................................................................... 9
4.2. Pembahasan ............................................................................... 12
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 15
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 15
5.2. Saran .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang Digunakan .................................................................... 7
3. 2. Bahan yang Digunakan ................................................................ 7
4. 1. Bahan Pakan Nabati ..................................................................... 9
4. 2. Bahan Pakan Hewani.................................................................... 11
4. 3. Rendemen Bahan Nabati .............................................................. 12
4. 4. Rendemen Bahan Hewani ............................................................ 12
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Koleksi bahan pakan dapat diartikan sebagai pengumpulan berbagai


macam bahan pakan yang digunakan sebagai contoh atau sampel dalam rangka
suatu kegiatan penelitian, praktikum dan sumber referensi dari bahan terkait. Secara
umum, pekerjaan koleksi bahan pakan meliputi pengumpulan berbagai jenis bahan,
pengeringan, penjemuran, pemanasan, pencacahan, penyaringan dan identifikasi
serta pencatatan informasi yang berhubungan dengan koleksi dilengkapi dengan
pemberian label. Tujuan dari koleksi bahan pakan ini untuk memberikan
pengalaman praktis mengenai kegiatan koleksi bahan pakan, khususnya untuk
bahan – bahan berkhasiat yang dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan
sekitar.
Bahan pakan ikan adalah sesuatu yang dapat dimakan oleh ikan, dicerna,
diserap baik sebagian maupun seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada ikan
yang memakannya. Bahan pakan ikan bisa berasal dari bagian – bagian tubuh
hewan (bahan hewani) ataupun dari bahan tumbuhan (bahan nabati). Bahan – bahan
baku tersebut diformulasikan menjadi satu untuk membuat pakan ikan (pelet).
Menurut Mujiman (2000), dalam hal pembuatan pakan ikan yang perlu
diperhatikan adalah tentang pemilihan bahannya, bahan – bahan tersebut harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu: mempunyai nilai gizi tinggi, mudah diperoleh,
mudah diolah, tidak mengandung racun, harga relatif murah dan tidak termasuk
bahan pokok makanan manusia.
Bahan – bahan baku yang dipakai dalam pembuatan pakan berfungsi
sebagai sumber protein, energi, mineral dan vitamin. Penggunaan bahan lokal
potensial untuk kepentingan budidaya tidak hanya bermanfaat untuk menekan biaya
produksi, melaikan sekaligus menjamin kontinuitas bahan untuk kepentingan
pembuatan pakan. Penggunaan bahan lokal pada pembuatan pakan dapat berfungsi
sebagai bahan pakan alternatif yang dapat mengganti bahan pakan biasa tanpa
mengurangi nutrisi yang diperlukan. Pakan bermutu umumnya tersusun dari bahan
baku pakan yang bermutu yang dapat berasal dari berbagai sumber dan sering kali
digunakan karena sudah tidak lagi dikonsumsi oleh manusia (Suryaingsih, 2010).
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya ikan terutama
dalam energi ikan dalam melakukan aktifitas, berkembang, dan reproduksi. Di alam
ikan dapat memenuhi kebutuhan makanannya dengan pakan yang tersedia di alam
pakan yang berasal dari alam selalu sesuai dengan selera ikan tetapi di lingkungan
budidaya ikan tidak bisa memilih ikan tergantung kepada pakan buatan. Pakan
buatan adalah pakan yang dibuat dari berbagai macam bahan baku hewani dan
nabati dengan memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan yang akan
mengkonsumsi pakan tersebut dengan cara dibuat oleh manusia dengan bantuan
peralatan pakan (Handajani, 2010).
Pakan yang berkualitas kegizian dan fisik merupakan kunci untuk
mencapai tujuan – tujuan produksi dan ekonomis budidaya ikan. Pengetahuan
tentang gizi ikan pada ikan berperan penting di dalam mendukung perkembangan
budidaya perairan (Aquaculture) dalam mencapai tujuan tersebut. Konversi yang
efesien dalam memberi pakan ikan sangat penting bagi pembudidaya ikan sebab
pakan merupakan komponen yang cukup besar dari total biaya produksi. Bagi
pembudidaya ikan, pengetahuan tentang gizi bahan baku dan pakan merupakan
sesuatu yang sangat kritis sebab akan menghabiskan biaya 40 – 50% dari biaya
produksi.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui potensi dan


ketersediaan bahan baku pakan ikan baik sebagai sumber protein hewani maupun
sumber protein nabati.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan ternak
(peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi
dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup. Zat yang
terpenting dalam pakan adalah protein. Protein merupakan senyawa kimia yang
tersusun dari asam–asam amino. Kebutuhan protein tiap ternak berbeda-beda
menurut jenis kelamin, umur dan bobot badan namun perbandingan asam amino
esensial ternak adalah sama (Samadi, 2012).
Pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga
dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan
rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, dan
perbaikan metabolisme lemak. Pertumbuhan merupakan parameter yang
mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting dalam budidaya ikan. Parameter
pertumbuhan yang biasa diukur adalah berat dan panjang badan ikan (Sutisna dan
Ratno, 2010).
Usaha budidaya ikan yang telah berkembang ke arah budidaya intensif,
menuntut tersedianya pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan
berkesinambungan. Masalah pengadaan pakan perlu ditangani dengan sungguh-
sungguh. Pengadaan pakannya tidak seimbang dengan usaha intensifikasi yang
semakin meningkat, hasilnya akan tidak memuaskan. Pembuatan pakan dengan
memformulasikan / meramu berbagai macam bahan, akan memudahkan pengaturan
nilai gizi yang terdapat di dalam pakan (Rukmini, 2012).
Kegiatan memformulasikan dan membuat pakan diperlukan pemilihan
bahan baku yang tepat kualitas, tepat harga, dan jumlah serta memiliki kontinuitas
pasokan perlu dipertimbangkan dengan cermat (Tacon, 1997 dalam Suprayudi et
al., 2011). Selama ini pakan ikan umumnya masih bertumpu pada tepung ikan, hasil
sampingan dari kegiatan peternakan, tepung daging dan tulang sebagai sumber
protein utama. Penurunan produksi tepung ikan dan meningkatnya permintaan
tepung ikan menyebabkan terjadinya peningkatan harga tepung ikan secara
signifikan. Oleh karena itu perlu dicari bahan pakan alternatif untuk menggantikan
atau mengurangi penggunaan tepung ikan. Kriteria yang harus dipenuhi bahan
pakan alternatif tersebut adalah memiliki nutrien yang dibutuhkan ikan dalam
jumlah yang cukup, lebih murah, bahan baku tersedia dalam jumlah besar, tidak
berkompetisi dengan kebutuhan manusia dan terjamin kontinuitasnya (Suprayudi
et al., 2011).
Keuntungan pakan buatan yang dapat diperoleh dari penggunaan pakan
buatan diantaranya bahan baku pakan dapat berupa limbah industri pertanian,
perikanan, peternakan, dan makanan yang bernilai ekonomi rendah, tetapi masih
mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Pakan buatan juga dapat disimpan dalam
waktu relatif lama, tanpa terjadi perubahan kualitas yang drastis. Dengan demikian
kebutuhan pakan dapat terpenuhi setiap saat. Selain itu pakan buatan juga dapat
mengubah warna dan rasa, contohnya pada ikan. Penambahan lemak pada jumlah
tertentu menjadikan daging ikan bertambah gurih (Millamena, 2012).
Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrisi dalam pakan buatan adalah
dengan menggunakan probiotik. Bakteri yang terdapat dalam probiotik memiliki
mekanisme untuk menghasilkan beberapa enzim untuk pencernaan makanan seperti
amilase, protease, lipase dan selulose. Enzim tersebut yang akan membantu
menghidrolisis nutrient pakan (molekuk kompleks), seperti memecah karbohidrat,
protein dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana akan mempermudah
proses pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan ikan (Putra, 2010).
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan yang
mengambang di permukaan air (gulma), memiliki daun yang tebal dan
“gelembung” yang membuatnya mengapung (Wijaya et al., 2016). Eceng gondok
adalah tanaman yang hidup bebas di permukaan air, dapat berkembang dengan
cepat dan dapat tumbuh sepanjang tahun. Eceng gondok memiliki tinggi 0,4 – 0,8
m, batang yang terbuka dengan diameter 1 – 2,5 cm. Panjang batang mencapai 30
cm. Eceng gondok memiliki daun bergaris tengah mencapai 1,5 m dengan bentuk
lentur agak bulat, berwarna hijau terang dan berkilau jika berada di bawah sinar
matahari. Kelopak dari bunganya berwarna ungu muda. Setiap bunga memiliki
kepala putik yang dapat menghasilkan 500 bakal biji setiap tangkai (Rahmaningsih,
2009).
Eceng gondok termasuk mikrophyta akuatik yang mampu menyerap
senyawa-senyawa kimia dalam perairan. Eceng gondok mampu berkembang biak
secara generatif (seksual) dan vegetatif (aseksual). Tumbuhan eceng gondok terdiri
atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan
stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Rahmaningsih,
2006).
Klasifikasi eceng gondok (Eichornia crassipes) menurut (Steenis, 1987)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnaliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes
Tanaman eceng gondok memberikan manfaat bagi manusia, terutama bila
kepentingan manusia terhadap tumbuhan tersebut bersifat subyektif. Ekstrak
metanol eceng gondok menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok memiliki
kandungan metabolit sekunder sebagian besar menjadi alkaloid, komponen fenol,
dan terpenoid (Shanab et al., 2010). Eceng gondok juga mengandung senyawa
flavonoid (luteolin, apigenin, tricin, chrysoeriol, kaempferol, azaeleatin,
gossypetin, dan orientin), asam amino (metionin, valine, asam teonin glutamate,
tryptofan, tyrosin, leusin, dan lysine), fosfor, protein, komponen organik, dan
sianida (Nyananyo et al., 2007).
Tanaman eceng gondok diduga memiliki potensi sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses
oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat
yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan alami
dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu. Metabolit
sekunder dalam tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, saponin,
kuinon, tanin, steroid/ triterpenoid. Senyawa bioaktif ini dapat diperoleh dengan
metode ekstraksi dengan berbagai pelarut (Wijaya et al., 2016).
Tanaman eceng gondok mengandung bahan organik sebesar 36.59%,
karbon (C) 21.23%, total nitrogen 0.28%, total fospor 0.0011%, total kalium
0.016%, rasio C/N 75.8% dan serat kasar sebesar 20.6% (Ratri et al., 2007).
Kusrinah et al., (2016) juga melaporkan bahwa eceng gondok kering mengandung
bahan organik sebesar 75.8%; total nitrogen 1.5%, kadar abu 24.2%, total fosfor
7.0%s, potasium 28.7%, sodium 1.8%, kalsium 12.8%, dan klorida 21.0%
(Nainggolan et al., 2018).
Tepung ikan rucah adalah ikan atau bagian – bagian ikan yang minyaknya
diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling. Kegunaan utama tepung ikan
adalah sebagai bahan campuran pada makanan ikan (Afrianto dan Liviawaty,
2010). Kandungan pada tepung ikan rucah yaitu protein (26-28%), lemak kasar
(1,49%), karbohidrat (1,76%), abu (4,82%), serat (4,10%) serta kandungan air
(59,57%) (Asyari dan Muflikhah, 2005).
Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga,
jamur dan mikroorganisme patogen. Tepung ikan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan terutama ternak ayam dan babi selain itu juga sebagai komponen
makanan ikan. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut : butiran – butirannya harus seragam bebas dari sisa – sisa tulang, mata ikan
dan benda asing, warna halus bersih, seragam, serta bau khas ikan amis (Afrianto
dan Liviawaty, 2010).
Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk.
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat
bahan baku (Yuniarifin et al., 2006). Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan
perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat
biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100% (Sani et al., 2014). Nilai rendemen
juga berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada
Eichorrnia crassipes. Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung
dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat
bagi kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Prabowo et al., 2014)
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Nutrisi Ikan tentang Koleksi Bahan Pakan dilaksanakan pada
tanggal 26 Maret – 6 April 2019 Pukul 14.00 – 16.00 WITA bertempat di
Laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum dapat dilihat ditabel
sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang Digunakan
No. Nama Alat Keterangan
1. Pisau Memotong bahan
2. Saringan Mengayak bahan
3. Toples Tempat koleksi bahan
4. Lesung pipih Menumbuk koleksi bahan
5. Blender Mengahaluskan bahan
6. Timbangan Mengetahui berat pakan
7. Nampan Alas menjemur pakan
Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan
No. Nama Bahan Keterangan
1. Tepung Kulit Rambutan Bahan Pakan Tresia Ratna Indra Sari
2. Tepung Daun Singkong Bahan Pakan Rahma Wati
3. Tepung Daun Eceng Gondok Bahan Pakan Saufa Asvia
4. Tepung Daun Bandotan Bahan Pakan M. Ihsan Riefffani
5. Tepung Kayapu Bahan Pakan Ahmad Hidaytullah .F.
6. Tepung Kacang Hijau Bahan Pakan Kelompok 10
7. Tepung Ikan Rucah Bahan Pakan Kelompok 10

3.3. Prosedur Kerja


Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum adalah sebagai berikut :
− Mengumpulkan beberapa bahan baku pakan baik dari sumber hewani maupun
nabati.
− Mengeringkan bahan di bawah panas matahari.
− Memblender dan menyaring bahan hingga berbentuk tepung.
− Memasukkan bahan ke dalam toples dan diberi label.
− Melengkapi dengan hasil analisis kandungan gizi bahan sesuai pustaka yang
mendukung.
− Menghitung rendemen bahan pakan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑏
% Rendemen = x 100%
𝑎

Keterangan : a = Berat bahan baku awal (berat basah)


b = Berat produk akhir (tepung halus)
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum koleksi bahan pakan ini adalah sebagai
berikut :

Tabel 4.1. Bahan Pakan Nabati

No. Bahan Gambar Keterangan

1. Daun Singkong
Rahma Wati

2. Daun Eceng
Saufa Asvia
Gondok
3. Kulit Tresia Ratna
Rambutan Indra Sari

4. Kayapu Muhammad Ihsan


Rieffani

5. Daun Bandotan Ahmad


Hidayatullah
Farisie
6.
Kacang Hijau Kelompok 10

Tabel 4.2. Bahan Pakan Hewani


No. Bahan Gambar Keterangan

1. Ikan Rucah Kelompok 10


Tabel 4.3. Rendemen Bahan Nabati
Berat Berat Tepung Kasar Tepung Rendemen
No.
Basah (gr) Kering (gr) (gr) Halus (gr) (%)
1. 6000 1000 26 974 16,23
2. 6000 900 150 750 12,5
Rerata 950 200 750 14,365

974
% Rendemen Tepung Daun Eceng Gondok = x 100 %
6000
= 16,23 %
750
% Rendemen Tepung Kacang Hijau = x 100 %
6000
= 12,5 %
Tabel 4.4. Rendemen Bahan Hewani
Berat Berat Tepung Kasar Tepung Rendemen
No.
Basah (gr) Kering (gr) (gr) Halus (gr) (%)
1. 6000 1100 100 1000 16,66
Rerata 1100 100 1000 16,66

1000
% Rendemen Tepung Daun Eceng Gondok = x 100 %
6000
= 16,66 %
4.2.Pembahasan
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya ikan terutama dalam
energi ikan dalam melakukan aktifitas, berkembang, reproduksi serta seluruh
aktivitas biokimia tubuh. Di alam ikan dapat memenuhi kebutuhan makanannya
dengan pakan yang tersedia di alam. Pakan yang berasal dari alam selalu sesuai
dengan selera ikan tetapi di lingkungan budidaya ikan tidak bisa memilih ikan
tergantung kepada pakan buatan. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari
berbagai macam bahan baku hewani dan nabati dengan memperhatikan kandungan
gizi, sifat dan ukuran ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut dengan cara
dibuat oleh manusia dengan bantuan peralatan pakan (Samadi, 2012)
Persiapan bahan baku merupakan langkah awal dalam membuat pakan.
Semua bahan baku yang dipakai dalam praktikum ini bukan merupakan makanan
pokok manusia, sehingga ketersediaannya cukup baik untuk jangka panjang.
Penggunaan bahan baku limbah untuk pembuatan pakan disebabkan nutrien bahan
baku yang tinggi protein dan lemak agar mampu berkonsentrasi pada pertumbuhan
ikan. Pertimbangan lain dalam memilih bahan baku tersebut dikarenakan adanya
bahan alternatif yang memiliki faktor harga relatif murah dan mudah didapat
bahkan dapat diperoleh dengan cuma – cuma. Hal ini sejalan dengan Handajani dan
Widodo (2010) pada umumnya bahan pakan alternatif untuk ikan berasal dari
berbagai limbah yang kandungan nutrisinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pakan ikan. Dalam pemilihan bahan pakan sebaiknya dipertimbangkan sesuai
dengan ketentuan bahan pakan yaitu mudah didapat, harganya murah, kandungan
nutrisi tinggi dan tidak bersaing dengan manusia.
Pada praktikum koleksi bahan pakan terdapat dua bahan pakan yaitu bahan
nabati dan bahan hewani. Bahan pakan nabati yang praktikan kumpulkan adalah
daun singkong (Manihot esculenta), daun eceng gondok (Eichornia crassipes),
kulit rambutan (Nephelium lappaceum), kayapu (Pistia stratiotes), daun bandotan
(Ageratum conyzoides L.), kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) sedangkan bahan
pakan hewani adalah ikan rucah.
Pakan dari pelet ikan komersial harganya relatif mahal sehingga perlu
dilakukan upaya pembuatan pelet dari bahan baku yang melimpah dan murah.
Menurut (Puji dkk, 2016) Pelet dari ikan rucah memiliki kandungan gizi yang
tinggi, terutama kandungan proteinnya sehingga sangat sesuai untuk bahan pakan
pada budidaya ikan lele. Hasil panen tambak umumnya dijual ke pasar, pengepul
atau pabrik, namun demikian harga ikan sering turun, bahkan tidak laku di pasar
ketika ukuran ikan terlalu kecil, menyebabkan banyaknya ikan yang terbuang
(limbah). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah ikan rucah
melalui pemanfaatan ikan rucah sebagai pelet atau pakan ikan. Pelet ikan tersebut
dapat digunakan sendiri oleh para petani tambak atau dijual di pasar.
Ikan rucah memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan protein 29,70%,
lemak 18,83%, karbohidrat 1,94%, kadar air 8,97%, dan serat kasar 1,07% sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan budidaya, salah satunya ikan lele. Ikan
rucah tersebut dapat diolah menjadi pakan buatan yang umumnya disebut pelet.
Pelet merupakan bentuk pakan buatan yang dibuat dari beberapa bahan yang diolah
dan dicetak menjadi bentuk batang atau bulat (Zaenuri dkk, 2014).
Tepung ikan rucah dengan berat basah 6000 gr, berat kering 1100 gr,
tepung kasar 100 gr dan tepung halus 1000 gr. Rendemen tepung ikan rucah
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah ikan rucah dikali 100% hasilnya
adalah 16,66%.
Tepung kacang hijau dengan berat basah 6000 gr, berat kering 900 gr,
tepung kasar 150 gr dan tepung halus 750 gr. Rendemen tepung kacang hijau
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah kacang hijau dikali 100% hasilnya
adalah 12,5%. Tepung eceng gondok dengan berat basah 6000 gr, berat kering 1000
gr, tepung kasar 26 gr dan tepung halus 974 gr. Rendemen tepung eceng gondok
dihitung dari tepung halus dibagi berat basah eceng gondok dikali 100% hasilnya
adalah 16,23%. Nilai rata – rata rendemen tepung nabati yang terdiri dari tepung
eceng gondok dan tepung kacang hijau adalah 14,365%. Rata – rata rendemen
tepung nabati diperoleh dari hasil penambahan rendemen tepung eceng gondok dan
rendemen tepung kacang hijau yang dibagi dengan jumlah berat basah tepung
bahan.
Menurut Nurhayati et al., (2009) bahwa nilai rendemen yang tinggi
menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya dan baik
untuk dijadikan bahan pakan. Hal ini sejalan dengan Dewatisari et al., (2017)
semakin besar rendemen yang dihasilkan, maka semakin efisien perlakuan yang
diterapkan dengan tidak mengesampingkan sifat-sifat lain. Pada praktikum koleksi
bahan pakan ini diperoleh rendemen masing – masing tepung eceng gondok
16,23%, tepung kacang hijau 12,5% dan tepung ikan rucah 16,66%. Berdasarkan
hasil presentase rendemen dapat disimpulkan tepung eceng gondok, tepung kacang
hijau dan tepung ikan rucah baik untuk dijadikan bahan pakan.
Bahan yang telah siap dapat disimpan dalam wadah yang kedap udara
agar tidak terkontaminasi udara dan bakteri dari luar yang menyebabkan
kerusakan bahan pembuat pakan. Bahan kemudian dapat digunakan untuk
kegiatan pembuatan pakan selanjutnya.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Bahan pakan yang dikoleksi adalah tepung daun eceng gondok, tepung daun
singkong, tepung kayapu, tepung daun bandotan, tepung kacang hijau dan
tepung ikan rucah.
2. Hasil rendemen tepung daun eceng gondok sebesar 16,23%, tepung kacang hijau
sebesar 12,5% dengan rerata rendemen tepung nabati sebesar 14,365% dan
tepung ikan rucah sebesar 16,66%.

5.2. Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum nutrisi ikan praktikan harus


meperhatikan bahan nabati dan bahan hewani yang dimiliki agar tersimpan pada
tempat yang kering dan tidak lembab.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 2010. Pakan Ikan. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.

Ansyari., dan Muflikhah, N. 2005. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Ikan


Rucah Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan
Baung (Mystus nemurus) dalam Sangkar. Jurnal ilmu – ilmu perairan dan
Perikanan Indonesia. 12 (2): 107 – 112.
Awik, Puji D.N. dkk, 2016. Bioprospek Limbah Tangkapan Ikan Menjadi Pelet
dalam Usaha Peningkatan Kesejahteraan Pada Kelompok Petani Tambak
Truno Djoyo Di Wonorejo. Rajawali Press: Surabaya.
Dewarisan, Whika Febria., Rumiyanti, Leni., Rakhmawati, Ismi. 2017. Rendemen
dan Skrining Fitokimia pada Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (3): 197-202
Djarijah S., 2010. Membuat Pellet Pakan Ikan. Kanisius : Yogyakarta.

Handajani, Hany. Widodo. Wahyu. 2010. Nutrisi Ikan. Univeristas Muhammadiyah


Malang (UMM) press: Malang.

Haryanto, 2012. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Khairuman. dan Amri, K. 2011. Teknologi Pakan Ikan. Yasa Guna : Jakarta.

Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap


Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 (1) : 67-76.
26.

Mujiman, A. 2000. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Nainggolan, Ellyas Alga. Situmeang, Ricardo Chandra, dan Silitonga. Anju. 2018.
Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Menggunakan Effective
Microorganism 4 (EM-4). Prosiding Seminar Nasional Penelitian &
Pengabdian pada Masyarakat. Pangkalpinang, 2 Oktober 2018.

Nyananyo BL, Ekeke C, Mensah SI. 2005. The morphology and phytochemistry of
water hyacinth, Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. (Family
Ponterderiaceae). Journal of Creativity and Scientific Studies (JOCSS.) 1
(2 and 3): 20-30.

Puji, Hariati., Haratadi, S., Reksohadiprodjo, S., Kusuma, Prawiro., dan S.


Lebdosoekoekojo. 2016. Pakan Budidaya Ikan Lele. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Prabowo, A.Y, T. Estiasih, I. Purwatiningrum. 2014. Umbi Gembili (Dioscorea
esculenta L.) sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3):129-135.

Putra, A.N. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Simbiotik untuk Meningkatkan
Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Institut
Pertanian Bogor.

Rahmaningsih, S., Willis, S., dan Mulyana, A. 2012. Bakteri Patogen dari Perairan
dan Kawasan Tambak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban. Ekologia. 12
(1), 1-5.

Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air. Karya Putra Darwati. Bandung.

Samadi, 2012. Konsep ideal protein (asam amino) fokus pada ternak ayam
pedaging. Jurnal Agripet. Vol. 12

Sani, R.N., Fithri C.N., Ria D.A., dan Jaya M.M. 2014. Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut (Tetraselmis chuii).
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2):121-126.

Suprayudi, A., dkk. (2011). Suplementasi Crude Enzim Cairan Rumen Domba pada
Pakan Berbasis Sumber Protein Nabati dalam Memacu Pertumbuhan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Budidaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor.

Suryaingsih., 2010. Makanan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta.

Sutisna, Dedy Haryadi., dan Ratno, 2010. Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.

Steenis, Van C.G.G.J. 1987. Flora. Diterjemahkan oleh Moeso S., 307-308,
Pradnya Paramita: Jakarta.

Wijaya, Dianty., Purnama Y, Putri., Setya A, Raffty., Rizal, Muhammad. 2016.


Screening Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Daun Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia.
1(1).

Yuniarifin, H., Bintoro, VP., Suwarastuti, A. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi


Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap Rendemen,
Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. Journal Indon Trop Anim Agric. 31(1)
: 55-61.

Zaenuri, Rohmad., Suharto, Bambang., dan Haji, Alexander Tunggul Sutan.


Kualitas Pakan Ikan Berbentuk Pelet Dari Limbah Pertanian. Jurnal
Sumberdaya Alam & Lingkungan. 21 (2): 31-36
LAMPIRAN

• Pengumpulan Bahan Nabati Kelompok

Gambar 1. Kacang Hijau Gambar 2. Tepung Kacang Hijau

❖ Pengumpulan Bahan Nabati Individu

Gambar 3. Eceng Gondok Gambar 4. Tepung Daun E. Gondok

❖ Pengumpulan Bahan Hewani Kelompok

Gambar 5. Ikan Rucah Gambar 6. Tepung Ikan Rucah


• Penjemuran bahan pakan

Gambar 7. Eceng Gondok Basah Gambar 8. Eceng Gondok Cacah

• Penghalusan

Gambar 9. Tepung Kacang Hijau Gambar 10. Tepung Ikan Rucah

Gambar 11. Tepung Kulit Rambutan Gambar 12. Tepung Daun Singkong

Gambar 13. Tepung Daun Bandotan Gambar 14. Tepung Kayapu


Gambar 15. Eceng gondok halus Gambar 16. Eceng gondok kasar

• Alat yang digunakan

Gambar 17. Saringan Gambar 18. Nampan

Gambar 19. Blender Gambar 20. Kuas

Gambar 21. Oven Gambar 22. Timbangan


LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
PENENTUAN KADAR AIR

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Muhammad Ihman

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Penentuan Kadar Air” sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.3. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.4. Tujuan Praktikum ..................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.. .................................................................. 5
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum .................................................................. 5
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6
4.1. Hasil .......................................................................................... 6
4.2. Pembahasan ............................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 9
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 9
5.2. Saran .......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang digunakan ..................................................................... 5
3. 2. Bahan yang digunakan ................................................................. 5
4. 1. Penentuan Kadar Air .................................................................... 6
BAB 1. PENDAHULUAN

1.3. Latar Belakang

Bahan pakan merupakan bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan


hasil industri yang mengandung zat gizi dan layak digunakan sebagai pakan
(Devani dan Sri, 2015). Dalam setiap bahan pakan baik nabati maupun hewani, baik
itu basah maupun kering tentunya memiliki kadar airnya masing – masing.
Kadar air dalam suatu bahan pakan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air bahan pangan tersebut
tidak memenuhi syarat maka bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan
fisik dan kimiawi yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada makanan
sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penentuan kadar air
dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air suatu bahan
pangan digunakan untuk menentukan banyaknya zat gizi yang dikandung oleh
bahan pangan tersebut. Dengan memanaskan suatu bahan pangan dengan suhu
tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan menguap dan berat bahan
pangan tersebut akan konstan. Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berarti
banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pakan dilakukan untuk mengetahui
dan menentukan banyaknya zat gizi yang terdapat dalam bahan pakan tersebut.
Sehingga apabila telah diketahui kadar air dari bahan pakan tersebut maka akan
lebih mudah untuk membuat formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan dari
hewan yang akan diberi pakan.
Prinsip penetapan kadar air dilakukan dengan metode pemanasan biasa
(gravimetri), metode ini dilakukan berdasarkan penguapan air yang ada dalam
bahan dengan jalan pemanasan, kemudian ditimbang sampai berat konstan.
Pengurangan bobot yang terjadi merupakan kandungan air yang terdapat dalam
bahan (Yuliandita, 2016). Selain metode gravimetri, penentuan kadar air dapat
dilakukan dengan pengeringan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu
sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan
kimia (Huriawati dkk, 2016).
Diberikannya perlakuan untuk penentuan kadar air bertujuan agar pakan
yang diformulasikan tahan lama, tidak terkontaminasi mikroorganisme dan layak
untuk dikonsumsi oleh hewan juga sesuai dengan kebutuhan nutrisi hewan.
Penentuan kadar air ini menggunakan bahan pakan nabati berupa tepung daun
eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan berat 2 gram dan metode penentuan
kadar air yang digunakan adalah metode pemanasan menggunakan oven dengan
suhu panas 105oC dengan waktu 2 jam.

1.4. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan nilai kadar air suatu
bahan pakan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Nutrisi pada pakan merupakan kandungan gizi yang dikandung. Pakan


yang diberikan kepada ikan peliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup
tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktifitas biota yang
dibudidayakan, tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Pembuatan pakan
ikan, analisis proksimat beberapa bahan baku dan pakan buatan pelet sangat
diperlukan untuk menjaga kualitasnya, demikian halnya untuk kebutuhan ikan baik
itu kandungan protein, lemak, serat, ekstraksi bebas nitrogen dan abu (Dajadi,
2010).
Analisis proksimat merupakan analisis kandungan makro zat dalam suatu
bahan makanan. Analisis proksimat adalah analisis yang dapat dikatakan
berdasarkan perkiraan saja, tetapi sudah dapat menggambarkan komposisi bahan
yang dimaksud. Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat dan mineral (Giatma,
2011).
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air dalam bahan pangan
sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut.
Penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses
pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat (Handajani
dan Widodo, 2010).
Kadar air yang ideal untuk pakan kurang dari 14%, hal ini menunjukkan
pakan uji memiliki kualitas yang baik. Kandungan air mutlak diperlukan, akan
tetapi dalam jumlah sedikit. Kelebihan air dalam pakan dapat menyebabkan pakan
mudah rusak dan terkontaminasi mikroorganisme (Mulia dkk, 2017).
Gunadi dkk (2010) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering
sekalipun, masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil. Bahan
yang paling banyak mengadung kadar air adalah tepung kedelai dengan nilai
18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan
nilai 99,7501. Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah, tergantung dari suhu
dan kelembaban dari suatu wilayah itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih
antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan
hingga ukurannya tetap (Handajani dan Widodo, 2010). Kadar air adalah persentase
kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet
basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui oven sangat
memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti
silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa
hilang pada pemanasan tersebut (Tesavrita, 2013).
Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditemukan dengan
berbagai cara lain, metode pengeringan, metode gravimetri dan metode distilasi
(Sudarmadji dkk dalam Hutapea, 2014).
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai
mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk
akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses
pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam
bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat
diperlambat. Kelembaban udara yang diperlukan untuk pengeringan sebesar 55 –
60% (Daud, 2004).
Metode gravimetri, prinsip dari metode ini adalah berdasarkan penguapan
air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, kemudian ditimbang sampai
berat konstan. Pengurangan bobot yang terjadi merupakan kandungan air yang
terdapat dalam bahan. Cara kerja metode ini yaitu dengan cawan kosong
dipanaskan dalam oven pada temperature 105oC, didinginkan dala eksikator, dan
ditimbang kembali (Yuliandita, 2016).
Prinsip penentuan kadar air dengan distilasi adalah menguapkan air
dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak
dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis kebih rendah daripada air.
Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluene, xylen, benzene,
tetrakhlorethilendan xylol (Sudarmadji dkk dalam Hutapea, 2014).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Nutrisi Ikan tentang Penentuan Kadar Air dilaksanakan pada
Selasa, 2 April 2019 pukul 14.00 WITA bertempat di Laboratorium Kualitas Air
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Provinsi Kalimantan Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum dapat dilihat ditabel
sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No. Alat Kegunaan
1. Oven merk Memmert Untuk mengukur kadar air
2. Penjepit Untuk menjepit
3. Tang kurs Untuk menjepit cawan
4. Cawan porselin Untuk memasukkan bahan
5. Timbangan Untuk menimbang
6. Desikator Untuk menghilangkan kadar air
7. Sarung tangan Untuk menahan panas

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan


No. Bahan Kegunaan
1. Tepung Eceng Gondok Sebagai bahan baku nabati
2. Tepung Daun Singkong Sebagai bahan baku nabati
3. Tepung Daun Bandotan Sebagai bahan baku nabati
4. Tepung Kacang Hijau Sebagai bahan baku nabati
5. Tepung Kayapu Sebagai bahan baku nabati
6. Tepung Kulit Rambutan Sebagai bahan baku nabati
7. Tepung Limbah Ikan Sebagai bahan baku hewani

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum adalah sebagai berikut :

Pengujian kadar air

Cawan di oven terlebih dahulu pada suhu 105oC selama 2 jam

Bahan – bahan ditimbang = A gram (4 gram)

Bahan – bahan dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang jadi “X gram”

Cawan di oven pada suhu 105oC selama 2 jam

Cawan dikeluarkan dan ditimbang jadi “Y gram”


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapat pada praktikum penentuan kadar air adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1. Jumlah kandungan kadar air
Berat awal
(cawan dan
Berat akhir
Nama bahan Selisih
No. setelah di Keterangan
Sampel sebelum di (W3)
oven (W2)
oven) /
(W1)
1. Tepung Daun 44,17 gram 43,79 gram 0,38 gram Rahma Wati
Singkong
Tepung Daun
2. Eceng 43,24 gram 42,80 gram 0,44 gram Saufa Asvia
Gondok
3. Tepung Kulit 43,71 gram 43,23 gram 0,48 gram Tresia Ratna
Rambutan Indra Sari
4. Tepung 44,25 gram 43,95 gram 0,3 gram Muhammad
Kayapu Ihsan Rieffani
Ahmad
5. Tepung Daun 45,23 gram 44,93 gram 0,3 gram Hidayatullah
Bandotan
Farisie
6. Tepung 42,75 gram 42,45 gram 0,3 gram Kelompok
Kacang Hijau Sepuluh
7. Tepung Ikan 45,45 gram 45,05 gram 0,4 gram Kelompok
Rucah Sepuluh

Perhitungan kadar air sebagai berikut :


Berat sebelum dioven - Berat sesudah dioven
% Kadar Air = x 100 %
Berat sebelum dioven
% Kadar Air Tepung daun singkong = (0,38 / 40,16) x 100%
= 0,94%
% Kadar Air Tepung daun eceng gondok = (0,44 / 39,12) x 100%
= 1,12%
% Kadar Air Tepung kulit rambutan = (0,48 / 40,21) x 100%
= 1,19%
% Kadar Air Tepung kayapu = (0,3 / 40,22) x 100%
= 0,74%
% Kadar Air Tepung daun bandotan = (0,3 / 41,24) x 100%
= 0,72%
% Kadar Air Tepung kacang hijau = (0,3 / 38,99) x 100%
= 0,76%
% Kadar Air Tepung ikan rucah = (0,4 / 41,51) x 100%
= 0,96%

4.2. Pembahasan

Kadar air merupakan sejumlah air yang terkandung dalam suatu bahan
termasuk bahan pangan. Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu
bahan yang dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) dan berat kering (dry
basis) kadar air ini adalah parameter penentu mutu suatu bahan. Air dalam bahan
pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan daya simpan. Selain itu juga
sebagai penentu dalam proses pengolahan dan pendistribusian agar ditangani secara
tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya metode pengeringan atau pemanasan (gravimetri),
metode oven vakum, metode destilasi, metode kemis, metode fisis, metode khusus
dengan kromatografi, rapid mosture dilakukan dengan metode Oven. Metode
pengeringan untuk penentuan kadar air prinsipnya adalah penguapan air atau
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air telah diuapkan
(Handajani, 2010).
Prinsip penetapan kadar air dengan metode pemanasan biasa (gravimetri)
adalah menguapkan air yang terkandung dalam bahan dengan jalan pemanasan.
Bahan tersebut dipanaskan sampai memiliki berat yang konstan. Berat yang konstan
menunjukkan bahwa kandungan air pada bahan telah menguap seluruhnya dan
hanya tersisa berat kering bahan itu sendiri.
Pada praktikum penentuan kadar air, bahan yang diukur kali ini adalah
tepung daun singkong (Manihot esculenta), tepung daun eceng gondok (Eichornia
crassipes), tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum), tepung kayapu (Pistia
stratiotes), tepung daun bandotan (Ageratum conyzoides L.), tepung kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) dan tepung ikan rucah yang sudah ditimbang sebanyak 2
gram. Sebelumnya cawan yang digunakan dioven terlebih dahulu dengan
ketinggian suhu 105°C dengan waktu selama 2 jam untuk mendapatkan cawan yang
steril, setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Setalah
didinginkan cawan di dalam desikator, cawan diangkat / diambil menggunakan
tangkrus dan dimasukan ke dalam timbangan neraca analitik untuk mengetahui
berapa berat cawan tanpa ada isi.
Cawan yang beratnya sudah ditimbang dimasukkan bahan pakan sebanyak
2 gram kedalam cawan. Cawan yang sudah berisi bahan pakan nabati dimasukkan
lagi ke dalam oven dengan ketinggian suhu 105°C selama 2 jam. Setelah itu dapat
dikeluarkan dan cawan ditimbang kembali untuk kedua kalinya, maka didapatkan
hasil setelah dioven. Terdapat perbedaan berat dari bahan pakan yang sebelum
dioven dan sesudah di oven. Bahan pakan yang sudah dioven akan mengalami
penurunan berat, nilai inilah yang menjadi nilai kadar air dari bahan pakan.
Tepung daun singkong (Manihot esculenta) dengan selisih 0,38 gram dan
kadar air 0,94%, tepung daun eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan selisih
0,44 gram dan kada air 1,12%, tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum)
dengan selisih 0,48 gram dan kadar air 1,19%, tepung kayapu (Pistia stratiotes)
dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,74%, tepung daun bandotan (Ageratum
conyzoides L.) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,72%, tepung kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) dengan selisih 0,3 gram dan kadar air 0,76%, serta tepung
ikan rucah dengan selisih 0,4 gram dan kadar air 0,96%. Nilai kadar air dari masing
– masing bahan terlihat bervariasi, hal ini disebabkan oleh ukuran dimensi / besar
kecilnya partikel dari bahan pakan.
Menurut Sutrisno (2016) air merupakan salah satu indikator bagus dan
layak tidaknya suatu bahan pakan menjadi salah satu bahan dalam formulasi
pakan. Pengujian kadar air dengan metode penguapan selanjutnya dibandingkan
berat sebelum diuapkan dengan berat sesudah diuapkan. Standart kadar air 12 –
13%, ini misal gandum kadar air 13% itu artinya bahan kering gandum adalah 87%,
semakin tinggi kadar bahan keringnya semakin bagus untuk menilai kualitas nutrien
bahan pakan, untuk disusun dalam satu formula komposisi pakan.
Tujuan penentuan kadar air ini juga meningkatkan daya simpan bahan
pakan. Semakin tinggi kadar air daya simpan bahan pakan semakin singkat, karena
mudah busuk dan mikroorganisme mudah tumbuh pada bahan tersebut. Bahan
pakan tepung daun eceng gondok memiliki kandungan air rendah yaitu 1,12% akan
menghasilkan dan menunjang pakan agar dapat mengapung lebih lama. Ikan yang
cocok untuk pakan terapung adalah ikan yang biasa makan pada permukaan air
seperti ikan gurame (Osphronemus gouramy) dan ikan nila (Oreochromis
niloticus).
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Prinsip penetapan kadar air dengan metode pengeringan atau pemanasan


biasa (gravimetri) adalah dengan menguapkan air yang terkandung dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Pada perhitungan diperoleh hasil kadar air pada masing –
masing bahan pakan yaitu tepung daun singkong (Manihot esculenta) dengan kadar
air 0,94%, tepung daun eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan kadar air
1,12%, tepung kulit rambutan (Nephelium lappaceum) dengan kadar air 1,19%,
tepung kayapu (Pistia stratiotes) dengan kadar air 0,74%, tepung daun bandotan
(Ageratum conyzoides L.) dengan kadar air 0,72%, tepung kacang hijau (Phaseolus
radiatus L.) dengan kadar air 0,76%, serta tepung ikan rucah dengan kadar air
0,96%.
5.2. Saran
Sebaiknya dalam praktikum penentuan kadar air bahan pakan yang akan
diukur dapat ditimbang terlebih dahulu sebelum waktu praktikum sehingga tidak
menunda waktu praktikum yang sangat terbatas dan pengujian dapat berjalan
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Daud, M. P. 2004. Rancang Bangun Alat Pengering Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam.
Jurnal Teknik Simetrika. Vol.3 No. 3: 255 – 259

Deviani, V dan Basriati, Sri. 2015. Optimasi Kandungan Nutrisi Pakan Ikan Buatan
dengan Menggunakan Multi Objective (Goal) Programming Model. Jurnal
Sains, Teknologi dan Industri. Vol.12, No. 2: 255 – 261

Dajadi, Gunawan. 2010. Pedoman Pembangunan Pabrik Pakan Skala Kecil Dan
Proses Pengolahan Pakan. Jakarta : Direktorat Budidaya Non Ternak
Ruminansia Dirjen Peternakan.

Giatman, M. 2011. Ekonomi Teknik. Jakarta : Rajawali Pers.

Gunadi, B., Febrianti, R., dan Lamanto. 2010. Keragaan Kecernaan Pakan
Tenggelam dan Terapung untuk Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) Dengan dan Tanpa Aerasi. Subang : Loka Riset Pemuliaan
dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.

Handajani, Hany., Widodo, wahyu. 2010. Nutrisi Ikan. Hal 1. Malang : Univeristas
Muhammadiyah Malang (UMM) press.

Huriawati, dkk. 2016. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan.
Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.
Jambi.

Hutapea, Paul. 2014. Penetapan Kadar Air (Metode Pengeringan atau Metode
Oven) dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa Sawit Mentah
(Crude Oil Palm). Tugas Akhir. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara: Medan.

Mulia, dkk. 2017. Uji Fisik Bahan Pakan Ikan yang Menggunakan Binder Tepung
Gaplek. Jurnal Riset Sains dan Teknologi. Vol. 1 No.1.

Sutrisno, Betha. 2016. Bumi Ternak. PT. Intan Pariwara. Klaten.

Tesavrita dan Meity Martaleo. 2013. Perancangan Pabrik Pengolahan Biji Kopi
dan Analisis Kelayakannya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.

Yuliandita, A.E. 2016. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap
Karakteristik Snack Nori Ikan Lele (Clarias sp.). Tugas Akhir. Fakultas
Teknik Universitas Pasundan: Bandung.
LAMPIRAN

Gambar 1. Sebelum dioven Gambar 2. Peletakan Cawan

Gambar 3. Oven Memmert Gambar 4. Setelah dioven

Gambar 5. Cawan Saufa Gambar 6. Proses Pemanasan


LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
FERMENTASI BAHAN PAKAN

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Noor Ilma Arifa

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Fermentasi Bahan Pakan” sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.5. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.6. Tujuan Praktikum ..................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 6
3.1. Waktu dan Tempat.. .................................................................. 6
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 6
3.3. Prosedur Praktikum .................................................................. 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 8
4.1. Hasil .......................................................................................... 8
4.2. Pembahasan ............................................................................... 9
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 11
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 11
5.2. Saran .......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat – Alat yang Digunakan ......................................................... 6
3. 2. Bahan – Bahan yang Digunakan .................................................. 6
4. 1. Hasil Fermentasi Bahan Nabati .................................................... 8
4. 2. Hasil Fermentasi Bahan Hewani .................................................. 9
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan merupakan kebutuhan terbesar dalam budidaya perikanan. Biaya


produksi untuk pakan mencapai 70% dari total biaya produksi. Dewasa ini volume
pakan komersil di pasar sangat beraneka baik jenis maupun komposisi. Hal ini tentu
menuntut sensitivitas dan selektifitas yang tinggi agar mampu memilih pakan yang
berkualitas untuk budidaya perikanan. Sejauh ini isu terpenting terkait masalah
pakan ikan adalah kesulitan memperoleh pakan yang memilki nutrisi dan sifat
sesuai dengan kebutuhan serta kondisi biologis ikan/biota kultur itu sendiri. Hal ini
menjadi salah satu inhibitor dalam pengembangan budidaya ikan (Mudjiman,
2004).
Pakan ikan dikatakan bermutu jika mengandung nilai nutrisi dan gizi yang
dibutuhkan oleh ikan. Menurut Murtidjo (2002) bahwa Pakan yang berkualitas
mengandung 70 % protein, 15 % karbohidrat, 10 % lemak, dan 5 % vitamin, air,
dan mineral. Kualitas pakan tidak hanya sebatas pada nilai gizi yang dikandungnya
melainkan pada sifat fisik pakan seperti kelarutannya, ketercernaanya, warna, bau,
rasa dan anti nutrisi yang dikandung. Kualitas pakan juga dipengaruhi oleh bahan
baku yang digunakan. Pemilihan baku yang baik dapat dilihat berdasarkan indikator
nilai gizi yang dikandungnya; digestibility (kecernaan) dan biovaibility (daya
serap).
Pakan yang berkualitas akan mendukung tercapainya tujuan produksi yang
optimal. Oleh karena itu pengetahuan tentang nutrisi, gizi, komposisi serta kualitas
secara fisik perlu diketahui (Suryaingsih, 2010).
Upaya untuk meningkatkan zat-zat makanan dan nilai energi, mengurangi
atau menghilangkan pengaruh negatif dari bahan pakan tertentu, dapat dilakukan
melalui proses fermentasi dengan penambahan mikroorganisme. Fermentasi adalah
suatu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologis yang menghasilkan energi
dimana donor dan aseptor elektron dalam senyawa organik, sehingga dihasilkan
produk khas. Sedangkan menurut Pederson (1971) fermentasi adalah hasil
pengembangbiakkan beberapa tipe mikrooganisme khususnya bakteri, ragi dan
kapang pada media tertentu yang aktifitasnya menyebabkan perubahan kimia pada
media tersebut.
Pakan fermentasi adalah pakan ternak yang diolah melalui proses
perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan bantuan enzim
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Tiga hal yang dilibatkan dalam proses
fermentasi, yaitu:
1. Mikroorganisme sebagai inokulum (yaitu kultur mikroba yang dapat
dikembangbiakkan dalam suatu media atau substrat)
2. Tempat / wadah terjadinya fermentasi
3. Substrat – substrat merupakan media tumbuh dan sumber nutrisi mikroba.
Proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme, mampu
menghidrolisis atau biodegradasi enzim sehingga substansi polimer menjadi lebih
sederhana dan mudah dicerna. Tujuan utama fermentasi atau penambahan
mikroorganisme ke dalam pakan adalah untuk mengawetkan pakan atau proses
silase, meningkatkan kualitas pakan yang rendah gizi, dan memperbaiki kondisi
rumen. Mikroorganisme dapat berupa probiotik (bakteri, jamur, khamir atau
campurannya) atau dapat berupa enzim yang merupakan produk fermentasi atau
produk ekstrak dari suatu proses fermentasi.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kemampuan mikroba


dalam proses fermentasi bahan pakan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan


anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik tanpa
ekspektor electron (Deliani, 2010). Sabrina et al (2013) menambahkan, Prinsip
fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan,
sehingga membentuk produk baru yang berbeda dari bahan asal.
Keuntungan fermentasi adalah untuk 1) Nilai gizi lebih baik daripada
bahan asalnya, karena terjadi pemecahan zat makanan yang tidak dapat dicerna oleh
manusia, misalnya serat akan diuraikan oleh enzim yang dihasilkan oleh kapang.
Mikroba akan memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana,
2) Makanan hasil fermentasi lebih mudah dikonsumsi, 3) Makanan hasil fermentasi
mempunyai cita rasa yang lebih baik, 4) Beberapa hasil fermentasi seperti alkohol
dan asam dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen di dalam makanan
(Mansi dan Bryce, 2001).
Teknologi fermentasi adalah suatu teknik penyimpanan substrat dengan
penanaman mikroorganisme dan penambahan mineral dalam substrat, dimana
diinkubasi dalam waktu dan suhu tertentu. Penggunaan teknologi fermentasi pada
umumnya dilakukan dengan menggunakan substrat padat dalam wadah yang
disebut fermentor. Pada proses teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan
sebagai penghasil enzim untuk memecah serat kasar dan meningkatkan kadar
protein (Pasaribu, 2011).
Mikroorganisme efektif (EM4) adalah suatu larutan yang terdiri dari kultur
campuran berbagai mikroba yang bermanfaat bagi tanaman dan berfungsi sebagai
bio-inokulan. Setiap species mikroba mempunyai fungsi dan peranan masing-
masing, bersifat saling menunjang dan bekerja secara sinergis. Mikroorganisme
utama dalam larutan ME terdiri dari bakteri fotosintetik (bakteri fototropik), bakteri
asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi (Djumali, 2010).
Effective Microorganisms-4 (EM-4) adalah salah satu jenis probiotik yang
merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman dan ternak yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk
meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme. Menurut Sudarsana
(2011), penggunaan EM-4 dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan
kualitas produksi tanaman dan ternak. EM-4 terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri
asam laktat (Lactobacillus sp), khamir (Saccharomyces sp) serta Actinomycetes
dan di dalam EM-4 juga terdapat jamur fermentasi (peragian) yaitu Penicillium sp
dan Aspergillus sp. Effective microorganism (EM4) berisi campuran
mikroorganisme seperti Lactobacillus sp., bakteri asam laktat lainnya, bakteri
fotosintetik, Streptornyces sp., jamur pengurai selulosa, bakteri pelarut fosfat.
Effective microorganism dikembangkan oleh seorang ahli dari Jepang. Di Jepang
dan negara lain, EM4 lebih banyak digunakan untuk perbaikan nutrisi tanah.
Penggunaan aktivator EM4 perlu dilakukan pengaktifkan terlebih dahulu
karena mikroorganisme dalam larutan EM4 berada dalam keadaan tidur (dorman).
Pengaktifan mikroorganisme didalam EM4 dapat dilakukan dengan menambahkan
air atau makanan (molases). Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi dengan EM4
dapat maksimal kerja dari mikroorganismenya yaitu dalam waktu 3-5 hari
(Yuwono, 2010). Penambahan EM4 pada kosentrasi yang semakin besar yaitu 0,5%
merupakan hasil terbaik untuk menurunkan C/N ratio karena bakteri - bakteri lebih
banyak untuk menguraikan bahan sesuai kinerjanya bakteri (Yuwono, 2012).
Salah satu cara dalam mengubah eceng gondok menjadi bahan pakan yang
mudah dicerna serta bernilai gizi baik bagi ternak adalah dengan menggunakan
teknologi fermentasi pada eceng gondok. Penelitian yang pernah ada terkait
penggunaan teknologi fermentasi sebagai proses pengolahan pakan ternak adalah
penelitian yang telah dilakukan oleh Pamungkas dan Khasani (2010), yaitu
memfermentasi pakan ternak dari limbah pertanian dan diimplementasikan pada
ruminansia. Penerapan teknologi fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan
mikrobia yang terdapat dalam Effective Microorganism (EM-4). Pada proses
pengomposan, EM-4 dapat mempercepat waktu pengomposan yaitu menjadi 3-5
hari (Yuwono dalam Nainggolan et al, 2018).
Eceng gondok terfermentasi diperoleh dengan beberapa tahapan proses,
sepeti pencacahan, pengeringan, pencampuran dengan, serta fermentasi. Proses
penambahan air dimaksudkan untuk mengaktifkan EM-4 yang digunakan dalam
proses fermentasi. Proses fermentasi EM-4 berpengaruh terhadap kandungan
protein kasar pada eceng gondok terfermentasi. Semakin lama waktu fermentasi
eceng gongok maka semakin tingi kandungan protein kasar pada eceng gondok
terfermentasi (Yuwono dalam Nainggolan et al, 2018).
Salah satu alternatif pemanfaatan limbah perikanan (ikan rucah) adalah
pembuatan tepung silase ikan. Silase ikan merupakan produk dari ikan utuh maupun
sisa olahan ikan yang dicairkan oleh enzim dengan cara difermentasikan dengan
bantuan asam maupun mikroba yang sengaja ditambahkan (Suharto dalam Jayanti
et al, 2018). Menurut Widiastuti (2013) fermentasi pada tepung ikan rucah pada
pakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap laju pertumbuhan dan jumlah
kadar protein kandungan di dalamnya, tetapi tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap efisiensi pakan.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Nutrisi ikan ini dilaksanakan pada Selasa, 26 Maret 2019, Pukul
13.30 - 17.00 Wita, bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan pada praktikum ini sebagai berikut :

Tabel 3.1. Alat – Alat yang Digunakan


No. Nama Alat Keterangan
1. Plastik Menyimpan bahan pakan fermentasi
2. Karet Mengikat plastik
3. Kompor gas Memanaskan bahan praktikum
4. Panci Mengukus bahan praktikum fermentasi
5. Jarum pentul Melobangi plastik fermentasi
6. Gelas ukur Mengukur air
7. Baskom Tempat mencampur probiotik
8. Spidol Menulis di label tempel
9. Timbangan digital Menimbang bahan pakan
10. Sendok Memasukan bahan ke fermentasi kedalam

Tabel 3.2. Bahan-bahan yang Digunakan


No. Nama Bahan Keterangan
1. Aquades Mencampur bahan dan mengencerkan
bakteri
2. Kertas label Memberi label
3. Gula Sumber makanan bakteri
4. Probiotik EM-4 Pemacu pertumbuhan bakteri
5. Alkohol Cairan perubahan dari glukosa menjadi
etanol dan karbondioksida
6. Kantong plastik Tempat menyimpan bahan fermentasi
7. Kertas koran Tempat lapisan bahan fermentasi
8. Tepung ikan rucah Bahan Hewani
9. Tepung kacang hijau Bahan Nabati
Tepung eceng gondok
Tepung kulit rambutan
Tepung daun singkong
Tepung daun bandotan
Tepung kayapu
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum kali adalah :
a. Membuat Larutan Probiotik
- Menyiapkan alat dan bahan
- Menyiapkan air sebanyak 1 liter dan probiotik EM-4 sebanyak 1 tutup botol.
- Mencampurkan semua bahan (probiotik, gula sebanyak 1 sendok makan dan air)
dalam wadah.
- Mengaduk hingga rata dan diamkan 10 - 15 menit.
b. Fermentasi bahan pakan
- Menyiapkan alat dan bahan
- Menimbang bahan sebanyak 50 gram
- Memasukkan bahan yang sudah ditimbang ke dalam plastik dan ditambah
akuades sebanyak 40 ml untuk bahan hewani tepung ikan rucah sampai
tercampur. Sedangkan bahan nabati tepung kacang hijau menggunakan aquades
50 ml dan tepung daun eceng gondok menggunakan aquades 190 ml.
- Meratakan bahan hingga menyatu lalu mengikat ujung plastik menggunakan
karet.
- Mengukus bahan hingga 30 menit sejak air mendidih.
- Mengangkat bahan dari panci dan mendinginkan bahan.
- Memasukkan probiotik dengan dosis satu tutup botol per 50 % dan mengikat
kembali dibagian ujung plastik.
- Membuat lubang-lubang pada kantong plastik menggunakan jarum pentul untuk
mendapatkan kondisi aerob.
- Menyimpan pada suhu ruang kemudian setelah 7 hari lalu diamati
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum permentasi tepung bahan hewani dan
nabati dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1. Fermentasi Bahan Pakan Nabati
Nama Bahan (gram) Persentase Gambar Keterangan
Bahan : Aquades Probiotik
(ml) (%)
Tekstur : Lembut
berserat
Bau : Kacang
Tepung hijau
Kacang 1 : 0,5 50 yang di
Hijau awetkan
Warna : Hijau
Kekuning
An
Tekstur : Gembur
Tepung Bau : Ampas the
Eceng 1 : 1,9 50 basi
Gondok Warna : Hitam
kecoklatan

Tekstur : Lembut
berserat
Tepung
Bau : Singkong
Daun 1 : 1,8 50
basi
Singkong
Warna : Hijau tua

Tekstur : Keras
Tepung berserat
Kulit Bau : Seperti
1 : 1,8 50
Rambuta kayu
n Warna : Coklat

Tekstur : Lembek
Tepung Bau : Daun
Daun 1 : 1,5 50 bandotan
Bandotan Warna : Hitam
Tekstur : Lembek
Bau : Kayapu
Tepung Warna : Hitam
1 : 1,5 50
Kayapu

Tabel 4.2. Fermentasi Bahan Pakan Hewani


Bahan (gram) Persentase
Nama
: Aquades Probiotik Gambar Keterangan
Bahan
(ml) (%)
Tekstur : Lembut
Tepung Bau : Ikan Asin
Ikan 1 : 0,4 50 Warna : Hitam
Rucah kecoklatan

4.3. Pembahasan

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi


senyawa yang lebih sederhana dengan melibatkan mikroorganisme. Fermentasi
adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa organik
(karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob
maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Fermentasi
bahan pakan mampu mengurai senyawa kompleks menjadi sederhana sehingga siap
digunakan larva. Selain itu, sejumlah mikroorganisme diketahui mampu
mensintesis vitamin dan asam-asam amino tertentu yang dibutuhkan oleh larva
hewan akuatik (Suheda, 2012).
Proses fermentasi diperlukan substrat sebagai media tumbuh mikroba yang
mengandung zat nutrisi yang sangat dibutuhkan selama proses fermentasi
berlangsung. Praktikum kali ini menggunakan gula sebagai media pakan mikroba.
Bahan dicampurkan dengan aquadest sebenyak 80 ml sehingga tekstrunya
homogen. Kukus bahan fermentasi selama 30 menit pada panci yang sudah
mendidih dan dinginkan. Pengukusan bertujuan untuk mensterilkan bahan dari
mikroba lain yang tidak diinginkan, setelah didinginkan, tambahakan larutan gula
yang sudah berisi mikroba probiotik dan bahan siap untuk diinkubasi.
Proses fermentasi terjadi reaksi dimana senyawa komplek diubah menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan molekul air. Kualitas
fermentasi tergantung pada jenis mikroba serta medium padat yang digunakan.
Menurut Suheda (2012), Produk terfermentasi umumnya mudah diurai secara
biologis dan mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari bahan asalnya, hal
tersebut selain disebabkan oleh sifat mikroba yang katabolik atau memecah
komponen-komponen yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga lebih
mudah dicerna, tetapi juga dapat mensintesis beberapa vitamin yang kompleks.
Praktikum yang dilakukan untuk proses fermentasi bahan pakan hewani
berupa tepung ikan rucah sebanyak 100 gram dan bahan nabati dari tepung daun
eceng gondok serta tepung kacang hijau masing – masingnya 100 gram. Proses
fermentasi dilakukan dengan penambahan probiotik Effective microorganisms
(EM4) yang berisi campuran mikroorganisme seperti Lactobacillus sp., bakteri
asam laktat lainnya, bakteri fotosintetik, Streptornyces sp., jamur pengurai selulosa,
dan bakteri pelarut fosfat. Sebelum probiotik digunakan, mikroba harus
dibangunkan terlebih dahulu karena berada dalam kondisi tidur (dorman). Cara
membangunkan mikroba pada probiotik dilakukan dengan pencampuran 1 L air : 1
tutup botol probiotik : 1 sendok makan gula. Setelah air, gula dan probiotik
tercampur dapat diaduk hingga larut lalu diamkan kurang lebih 10 – 15 menit.
Probiotik yang sudah aktif ditambahkan ke dalam bahan hewani fermentasi ikan
rucah dan bahan nabati fermentasi tepung daun eceng gondok dan tepung kacang
hijau sebanyak 50%
Setelah didiamkan selama 7 hari, dapat diketahui hasil dari fermentasi
bahan pakan nabati dan bahan pakan hewani. Terdapat perubahan dari tekstur, bau
dan warna dari masing – masing bahan pakan. Pada hasil fermentasi bahan pakan
nabati tepung kacang hijau terdapat perubahan tekstur dari halus kasar seperti
tepung menjadi keras berserat, dengan bau seperti kacang hijau yang diawetkan
serta warna menjadi lebih hijau kekuningan. Pradipta dan Putri (2015) menyatakan
hasil fermentasi dari suatu bahan akan menghasilkan bau awetan dan tekstur yang
berbeda dari produk awal. Fermentasi pada tepung kacang hijau akan menghasilkan
peningkatan kecerahan dari bahan, sebab kandungan pati pada kacang hijau
memiliki sifat birefringet yaitu granula pati yang mempunyai sifat merefleksikan
cahaya terpolarisasi. Hasil fermentasi dari suatu bahan akan menghasilkan bau
awetan dan tekstur yang berbeda dari produk awal.
Berdasarkan hasil fermentasi bahan pakan nabati tepung daun eceng
gondok dihasilkan tekstur bahan pakan menjadi gembur, dengan bau seperti ampas
teh basi dan warna hitam kecoklatan. Hal ini sesuai dengan Widodo (2010) daun
mempunyai kandungan air yang cukup tinggi namun dapat juga difermentasi
dengan hasil fermentasi bau seperti daun teh, warna hitam kecoklatan dan tekstur
gembur kenyal padat.
Macaulay (20014) menjelaskan tekstur silase dipengaruhi oleh kadar air
bahan pada awal fermentasi, silase dengan kadar air yang tinggi (>80%) akan
memperlihatkan tekstur yang berlendir dan lunak, sedangkan silase berkadar air
rendah (< 30%) mempunyai tekstur kering. Daun eceng gondok yang sudah
difermentasi memiliki tekstur gembur lembab yang menandakan bahwa pada awal
fermentsi bahan daun eceng gondok memiliki kadar air yang rendah dengan tekstur
kering seperti tepung.
Proses fermentasi pada tepung ikan rucah menghasilkan perubahan baik
dari fisik,biologi dan kimiawi bahan pakan. Tekstur tepung ikan rucah setelah
melalui proses fermentasi menjadi lebih lembut dan padat, dengan bau menyengat
ikan asin dan warna hitam kecoklatan. Hasil ini didukung oleh Yuliana (2007)
menyebutkan proses pengawetan tepung ikan rucah secara fermentasi akan
melibatkan proses enzimatis kimiawi dan mikrobial selama proses fermentasi yang
akhirnya menentukan karakteristik mikrobiologi, fisik dan kimia tepung ikan
fermentasi.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.3. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah kemampuan mikroba dalam


proses fermentasi bahan pakan mampu menghidrolisis atau biodegradasi enzim
sehingga substansi polimer menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna. Fermentasi
tepung eceng gondok, tepung ikan rucah dan tepung kacang hijau pada praktikum
kali menghasilkan beberapa berubahan.

5.4.Saran

Sebaiknya dalam pembuatan fermentasi harus di perhatikan dalam


pencampuran pakan dan air agar menghasilkan fermentasi yang sempurna karena
salah menanambahkan air akan menyebabkan terlalu kering atau terlalu lembab
sehingga mikroba yang diharapkan tidak mampu tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA

Deliani. 2010. Pengaruh Lama Fermetasi Terhadap Kadar Protein, Lemak,


Komposisi Asam Lemak Dan Asam Fitat Pada Pembuatan Tempe. Institut
Pertanian Bogor Press.
Djumali, M. 2010. Peningkatan Kadar Protein Kasar Ampas Kulit Nanas Melalui
Media Padat. Skripsi. Universitas Hasannudin.
Jayanti, Zella Dwi., Herpandi., & Lestari, Shanti Dwita. Pemanfaatan Limbah Ikan
Menjadi Tepung Silase dengan Penambahan Tepung Eceng Gondok
(Eichornia crassipes). Fishtech: Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. ISSN:
2302-6936. Vol. 7, No.1: 86-97
Kordi,. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Pusat Penyuluhan Kelautan
dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jepara.
Mansi, El-Mansi., Bryce, Charlie. 2001. Fermentation Microbiology and
Biotechnology. Taylor & Francis Group: British Library Cataloguing.
Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 (1) : 67-76. 26.
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Pengetahuan Lengkap Tentang Jenis-jenis
Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 192
Murtidjo, B. Agus. 2002. Budidaya dan pembenihan bandeng. Kasinius,
Yogyakarta.
Nainggolan, Ellyas Alga., Situmeang, Ricardo Chandra., & Silitonga, Anju. 2018.
Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Menggunakan Effective
Microorganism 4 (EM-4). Prosiding Seminar Nasional Penelitian &
Pengabdian pada Masyarakat. ISBN: 978-602-61545-0-7
Pasaribu, T. 2011. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan
Unggas Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sabrina, Y., Yellita, dan E. Syahfrudin. 2013. Pengaruh Pemberian Ubi Kayu
Fermentasi (KUKF) Terhadap Bobot Organ Fisiologis Ayam
Broiler. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (2): 20-25.
Sudarsana, K. 2011. Pengaruh Effective Microorganism-4 (EM-4) Dan Kompos
Terhadap Produksi Jagung Manis (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah
Entisols. Frontir. 32: 1-5.
Suryaingsih., 2010. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pederson, C. 1971. Microbiology and Food Fermentation. The AVI Publishing. Co.
Inc. Westport. Connecticut. Page: 537
Yuwono. D. 2012. Kompos Cara Aerob dan Anaerob Menghasilkan Kompos
Berkualitas. Seri Agritekno, Jakarta.

Yuliana, Neti. 2007. Profil Fermentasi “Rusip” yang dibuat dari Ikan Rucah. Jurnal
Agritech. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung.
LAMPIRAN

Gambar 1. Menyiapkan alat bahan Gambar 2. Membuat larutan probiotik

Gambar 3. Pengikatan ujung plastik Gambar 4. Memasukkan probiotik

Gambar 5. Bahan setelah pengukusan Gambar 6. Hasil fermentasi individu

Gambar 7. Hasil fermentasi Hewani Gambar 8. Hasil fermentasi Nabati


LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
PEMBUATAN PAKAN EMULSI, SUSPENSI DAN ROTI KUKUS

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Khairun Nisa

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan
Nutrisi Ikan yang berjudul “Pembuatan Pakan Emulsi, Suspensi dan Roti
Kukus” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tujuan disusunnya laporan ini
adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Nutrisi Ikan.
Laporan ini tentu bukan hasil kerja keras dari praktikan semata, melainkan
atas bantuan dari berbagai pihak. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kepada dosen
pengampu mata kuliah “Nutrisi Ikan” Bapak Ir. H. Muhammad Adrian, M.Si, ibu
Dr.Noor Arida Fauzana, S.Pi, M,Si, dan ibu Dr. Hj. Indira Fitriliyani, S.Pi., M.Si
dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
memberikan bantuan.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan. oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.7. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.8. Tujuan Praktikum ..................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.. .................................................................. 5
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum .................................................................. 5
3.3.1. Bentuk Larutan Emulsi ..................................................... 5
3.3.2. Bentuk Larutan Suspensi .................................................. 5
3.3.3. Bentuk Roti Kukus ............................................................ 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 7
4.1. Hasil .......................................................................................... 7
4.2. Pembahasan ............................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 10
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 10
5.2. Saran .......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang Digunakan .................................................................... 5
3. 2. Bahan yang Digunakan ................................................................ 5
4. 1. Hasil Pembuatan Pakan Bentuk Emulsi ....................................... 7
4. 2. Hasil Pembuatan Pakan Bentuk Suspensi .................................... 7
4. 3. Hasil Pembuatan Pakan Bentuk Roti Kukus ................................ 7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.3. Latar Belakang

Pertumbuhan sangat berkaitan erat dengan pakan. Pakan yang memenuhi


kebutuhan gizi dapat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan. Ketersediaan
pakan alami memiliki peran penting dalam budidaya ikan terutama pada stadia
benih. Pada budidaya intensif pengadaan pakan buatan sangat diperlukan. Pakan
buatan juga dapat melengkapi penyediaan nutrisi yang tidak terdapat pada pakan
alami (Arief dkk, 2011).
Salah satu cara praktis untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan adalah
dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan karena
lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan,
pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga
pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh pabrik
yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan diberi
makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran ikan,
daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan kebiasaan
makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih menarik
ikan-ikan yang akan diberi makan. Pakan buatan dapat diproleh di toko-toko pakan
atau dibuat sendiri (Abdullah, 2016).
Kebutuhan mutlak pertama adalah pakan, tentunya setiap makhluk hidup
membutuhkan pakan untuk tumbuh mulai dari lahir hingga akan mati. Kebutuhan
makan ikan berbeda menurut umurnya. Ikan yang baru menetas atau disebut juga
dengan larva, akan berbeda kebutuhan makannya dengan ikan dewasa. Pakan
digunakan untuk menghasilkan energi pada ikan. Kebutuhan energi ikan dalam
pakan lebih rendah daripada hewan darat. Ikan mempunyai kebutuhan energi lebih
rendah karena ikan tidak mempertahankan suhu tubuh secara tetap dan relatif
memerlukan lebih sedikit energi untuk mempertahankan posisi dan bergerak dalam
air. Pakan yang dikonsumsi ikan akan menyediakan energi yang sebagian besar
digunakan untuk metabolisme yang meliputi energi untuk beraktivitas, energi untuk
pencernaan makanan dan energi untuk pertumbuhan, sedangkan sebagian lainnya
dikeluarkan dalam bentuk feses dan bahan ekskresi lainnya. Masalah pakan,
terkadang terdapat sedikit kendala mengenai zat gizi yang menyebabkan
terhambatnya laju pertumbuhan. Pakan ikan harus memiliki kandungan gizi yang
baik mulai dari awal atau ketika ikan baru menetas hingga menjadi induk, hal
tersebut bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan yang baik. Dengan
demikian pengetahuan atau keterampilan dalam pembuatan pakan ikan yang sesuai
dengan kebutuhan nutrisi ikan perlu diketahui oleh pembudidaya, terutama bagi
ikan yang masih larva atau benih yang merupakan fase kritis terhadap mortalitas,
sehingga pakan harus tepat sesuai kebutuhan, ukuran bukaan mulut ikan, salah sat
pakan buatan untuk larva atau benih ikan adalah pakan ikan bentuk emulsi, suspensi
dan roti kukus (Aminah dkk, 2015).
Kebutuhan pakan terkadang terdapat sedikit kendala mengenai zat gizi
yang menyebabkan terhambatnya laju pertumbuhan. Pakan ikan harus memiliki
kandungan gizi yang baik mulai dari awal atau ketika ikan baru menetas hingga
menjadi induk, hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan yang
baik. Dengan demikian pengetahuan atau keterampilan dalam pembuatan pakan
ikan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan perlu diketahui oleh pembudidaya,
terutama bagi ikan yang masih larva atau benih yang merupakan fase kritis terhadap
mortalitas. Sehingga pakan harus sesuai kebutuhan dan ukuran bukaan mulut ikan.
Salah satu pakan buatan untuk larva atau benih ikan adalah pakan ikan berbentuk
emulsi, suspensi dan roti kukus.

1.4. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui proses pembuatan pakan bentuk larutan emulsi.
2. Mengetahui proses pembuatan pakan bentuk larutan suspensi.
3. Mengetahui proses pembuatan pakan bentuk roti kukus.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan ikan mempunyai kadar protein yang cukup tinggi sehingga apabila
penyimpanannya kurang baik akan mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur dan
dapat menyebabkan ikan menjadi sakit. Ikan bawal memiliki laju pertumbuhan
yang baik pada kadar protein dan konsentrasi energi optimum yakni 24-50%.
Makanan yang ditelan dan dicerna oleh ikan akan diubah menjadi energi yang
digunakan bagi berbagai fungsi dalam kehidupan ikan untuk tumbuh dan
bereproduksi atau untuk mengganti sel-sel yang rusak pada suatu jaringan. Ikan
dikenal sebagai binatang yang bersifat poikiloterm atau suhu tubuhnya mengikuti
suhu lingkungan air tempat hunian ikan. Hal ini akan menentukan laju metabolisme
ikan dan oleh karena itu, kebutuhan nutrisi berkaitan dengan suhu lingkungan.
Molekul pakan yang besar dan kompleks harus dipecah menjadi molekul yang lebih
kecil dan sederhana agar dapat diabsorpsi dan selanjutnya digunakan di dalam
tubuh. Pemecahan molekul dilakukan dengan cara pencernaan (Hanif et al., 2011).
Pakan memiliki peranan penting sebagai sumber energi untuk
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oleh sebab itu nutrisi
yang terkandung dalam pakan harus benar-benar terkontrol dan memenuhi
kebutuhan dari ikan tersebut. Pemberian pakan yang sesuai akan menghindarkan
ikan dari berbagai serangan penyakit, kususnya penyakit nutrisi. Penyakit nutrisi
ini biasanya menyerang ikan yang hanya diberi pakan sembarangan tanpa
memperhitungkan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan Penyakit nutrisi dapat
dihindari dengan pemberian kombinasi pakan alami dan pakan buatan dengan
komposisi yang lengkap. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas pakan
yang diberikan. Pakan yang sudah busuk atau pakan buatan yang kadaluarsa (tengik
/ berjamur) dapat menyebabkan ikan menjadi sakit (Lim, 2011).
Bentuk pakan bermacam-macam, umumnya yang sering digunakan dalam
budidaya antara lain: pakan berbentuk tepung, remah dan pelet. Bentuk pakan ini
biasanya disesuaikan dengan ukuran ikan. Jumlah pakan yang diberikan setiap hari
disesuaikan dengan berat ikan, sering disebut sebagai tingkat pemberian pakan
(TPP) atau feeding level. TPP untuk setiap jenis ikan dan tingkatan ukuran ikan
berbeda. Umumnya, ikan berukuran kecil membutuhkan TPP dan frekuensi
pemberian pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar.
Berdasarkan rata-rata berat individu ikan, maka dapat ditetapkan tingkat dan
frekuensi pemberian pakan. Berdasarkan berat total dapat ditetapkan jumlah pakan
yang dibutuhkan dalam satu hari maupun satu kali pemberian pakan. Untuk
mengetahui respon ikan terhadap pakan yang diberikan dilakukan evaluasi
pemberian pakan atau sering disebut sebagai efisiensi pemberian. Efisiensi adalah
perbandingan antara pertambahan bobot ikan dengan jumlah pakan yang diberikan,
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi tingkat efisiensi, semakin baik tingkat
efisiensi pakan (Gustiano dan Otong, 2010).
Penyimpanan pakan dapat dilakukan dalam 2 jenis, yaitu pakan basah dan
pakan kering. Pakan basah dapat berupa larutan dan roti kukus dimana memerlukan
ruangan dingin seperti lemari es baik freezer maupun refrigerator sehingga dapat
bertahan hingga 2-3 hari. Pakan kering dapat disimpan dalam beberapa ukuran,
untuk jumlah yang sedikit dapat menggunakan toples, sedangkan jika jumlahnya
agak banyak menggunakan drum plastik yang tertutup atau disimpan dalam karung
plastik (bagor). Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyimpanan, yakni
serangga, organisme mikroskopis dan perubahan deterioratif yang akan
menyebabkan kehilangan bobot, kualitas , resiko kesehatan dan ekonomis (Sutikno,
2011).
Pemberian pakan dari luar mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup
ikan budidaya. Pakan alternative yang bisa diberikan adalah emulsi kuning telur
sebab kuning telur mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan larva ikan
(Syarikin, 2018). Hal tersebut sesuai dengan Khaeruman dan Amri (2002)
menyebutkan pakan berbentuk cairan atau emulsi baik juga diberikan kepada ikan
dalam fase larva. Pakan yang berbentuk emulsi contohnya emulsi yang terbuat dari
kuning telur ayam. Sedangkan emulsi kuning telur yang diperkaya dengan minyak
jagung selain dapat menimbulkan bau yang enak pada pakan juga meningkatkan
kualitas pakan yang dapat mendukung pertumbuhan ikan yang optimal
(Djajasewaka dalam Syarikin 2018).
Pakan ikan bentuk roti kukus merupakan bentuk pakan ikan yang terbuat
dari adonan yang terdiri dari telur ayam / telur itik, tepung ikan, tepung terigu, susu
dan air yang dilengkapi vitamin. Roti kukus yang dingin ditaburi vitamin lalu
dibentuk menjadi gumpalan, pada campuran sambil diremas-remas sampai merata.
Sebelum digunakan, roti sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan cara
melarutkannya dalam air, dengan dibantu kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran buarayak yang diberi makan (Manurung dkk, 2013).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1.Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada Selasa, 2 April 2018 di Laboratorium
Ikhtiologi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.

3.2.Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 3.1. Alat yang Digunakan

No. Alat Keterangan


1. Sendok Mengaduk bahan pakan
2. Baskom Menempatkan adonan pakan
3. Mixer Mengocok telur
4. Panci Memanaskan air
5. Gelas Menempatkan bahan adonan
6. Loyang Tempat membuat roti kukus
7. Kertas label Memberikan keterangan
8. Plastik Wadah sampah
9. Timbangan Menimbang bahan pakan
Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan
No. Bahan Keterangan
1. Air Bahan pengencer adonan
2. Kuning telur Bahan baku pakan
3. Vitamin Vitamin tambahan
4. Tepung kacang hijau Bahan baku pakan
5. Tepung Ikan rucah Bahan baku pakan
6. Tepung Terigu Bahan baku pakan
7. Tepung Tapioka Bahan baku pakan
8. Susu Bubuk Bahan pakan

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum pada praktikum pembuatan pakan emulsi, suspensi
dan roti kukus adalah sebagai berikut:
3.3.1. Pembuatan Emulsi
- Mengambil 1 butir kuning telur yang telah matang dan dihaluskan
- Mencampurkan dengan tepung kacang hijau 40 gram, 5 gram tepung tapioka
- Melarutkan dengan air hangat sebanyak 200 ml
- Memasukkan vitamin 1 gram lalu aduk sampai merata
- Merebus bahan sampai mengental sambil di aduk
3.3.2. Pembuatan Suspensi
- Menambahkan 20 gram tepung kacang hijau dengan air sedikit demi sedikit
- Mencampurkan dengan 1 butir kuning telur yang telah direbus, diaduk sampai
bahan menyatu
- Memasukkan vitamin 1 gram, campur dengan air sedikit demi sedikit
- Mengaduk sampai merata (homogen)
3.3.3. Pembuatan Roti Kukus
- Mengambil 1 butir telur itik lalu dihaluskan menggunakan mixer
- Mencampurkan 100 gram tepung ikan, 50 gram tepung terigu dan 10 gram susu
bubuk
- Mencampurkan adonan pakan emulsi dan pakan suspensi ke dalam adonan roti
kukus
- Mengaduk dan tambahkan air sedikit demi sedikit
- Mengukus adonan selama 50 menit
- Menambahkan vitamin dan mineral dengan cara menaburkan pada roti kukus
yang sudah dingin.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil
Hasil yang di dapat pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Pakan Bentuk Emulsi
Gambar Tekstur Bau Warna

Kental dan padat,


Hijau Lumut
lembut, terdapat Kacang Hijau
Muda
serat

Tabel 4.2. Pakan Bentuk Suspensi


Gambar Tekstur Bau Warna

Sedikit kental dan


Kuning
lebih cair dari Kacang Hijau
Kehijauan
emulsi

Tabel 4.3. Pakan Bentuk Roti Kukus


Gambar Tekstur Bau Warna

Permukaan roti
halus tetapi
berpori, tekstur Ikan Asin Coklat
padat namun
lembek

4.4.Pembahasan

Praktikum pada pembuatan pakan berbentuk emulsi diawali dengan


merebus satu butir telur ayam kemudian mengambil kuning telur, dilanjutkan
dengan melarutkan kuning telur dalam air sebanyak 200 mL. Campuran air dan
kuning telur diaduk hingga rata dan dilakukan penambahan 40 g tepung kacang
hijau, 5 g tepung tapioka dan 1 g vitamin. Panaskan sambil terus hingga wujud
menjadi cairan kental kemudian disimpan didalam toples dan diberi label.
Tekstur yang dihasilkan cenderung kental, padat lembut dan terdapat serat.
Bau yang dihasilkan seperti bau bahan nabati dengan warna hijau lumut muda dan
kekuningan (kekuning-kuningan disebabkan warna kuning telur yang telah
ditambahkan pada bahan). Pembuatan larutan emulsi menggunakan kuning telur
yang sudah direbus setengah matang sebagai bahan baku.
Penggunaan air dalam pembuatan larutan emulsi harus disesuaikan agar
tidak membuat adonan terlalu encer ataupun terlalu pekat. Hal ini sesuai dengan
Abdullah (2016) bahwa pemberian air yang cukup pada larutan emulsi akan
menghasilkan adonan yang tidak terlalu encer atau terlalu kental, pemberian air
terlalu banyak akan menghasilkan emulsi menjadi lembek.
Pembuatan pakan bentuk suspensi dengan cara merebus satu butir telur
ayam kemudian setelah matang dilakukan pengambilan kuning telur untuk digerus
dalam dinding gelas plastic dan melarutkan dengan air secukupnya. Selanjutnya
mengaduk kuning telur dan air dengan menambahkan 20 gr tepung kacang hijau,
lalu aduk hingga merata. Pemberian 1 gr vitamin dilakukan diakhir setelah adonan
tercampur merata agar tidak menghilangkan kandungan nutrisi yang ada di dalam
vitamin tersebut. Menurut Syarikin (2018) pembuatan suspensi ini dilakukan untuk
larva yang memerlukan pakan dari luar tubuh ketika cadangan kuning telur pada
tubuhnya telah habis. Pemberian pakan dari luar mutlak diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya.
Tekstur yang dihasilkan dalam pembuatan larutan suspensi yaitu kental
tetapi tidak sekental larutan emulsi, tidak berserat apabila dipegang, cenderung
lebih cair dan lebih lembut dibandingkan larutan emulsi. Warna larutan suspensi
terlihat lebih terang dari larutan emulsi dan dinominasi oleh warna kuning yang
kehijauan dengan bau kuat akan bahan nabati dan campuran kuning telur.
Sama halnya dengan larutan emulsi, dalam pembuatan pakan larutan
suspensi juga harus mempertimbangkan kadar air yang digunakan. Sesuai dengan
Hanif et al (2011) pemberian air tidak dianjurkan terlalu berlebihan karena jika
adonan terlalu encer akan menyebabkan suspensi memiliki warna kuning telur yang
tidak merata.
Pembuatan roti kukus dilakukan dengan cara mengocok 1 butir telur ayam
hingga lumat dan mengembang, kemudian menambahkan 50 gr tepung terigu, 100
gr tepung ikan rucah dan 10 gr susu. Kemudian mengaduk – aduk bahan sambil
ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai membentuk adonan. Adonan dikukus
hingga masak selama 50 menit. Kemudian menambahkan vitamin dengan cara
menaburkan pada roti kukus yang sudah dingin dan roti kukus dimasukkan ke
dalam wadah plastik tahan panas dan disimpan dalam lemari pendingin. Pembuatan
pakan berbentuk roti kukus ini bermanfaat sebagai pakan tambahan dan memenuhi
kebutuhan nutrisi benih ikan.
Tekstur yang dihasilkan sedikit kental agak padat dengan warna coklat dan
kejingga-jinggaan (pada bagian atas) dan beraroma seperti ikan asin. Menurut
(Rizal dalam Vera dkk, 2014) roti kukus merupakan bentuk pakan ikan yang terbuat
dari adonan yang terdiri dari telur ayam, tepung ikan, susu, dan air yang dilengkapi
vitamin.
Menurut (Rahardjo dkk, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
pakan roti kukus yaitu dalam proses pembuatannya diantaranya keterampilan
praktikan dalam pencampuran dan pengadukan adonan yang merata sehingga
kematangan pakan roti kukus dapat merata juga. Jika ada tepung terigu yang
menggumpal/tidak merata maka gumpalan tersebut tidak akan matang pada saat
pengukusan roti kukus. Jika terlalu kekentalan maka hasilnya akan keras pada roti
kukus. Dengan demikian adonan harus seperti lem yang roti kukus ini matang
secara merata dan bertekstur kenyal, padat dan lembut.
Roti kukus yang telah melalui proses pengukusan dan pendinginan dengan
suhu kamar selama 10 – 15 menit dapat langsung disimpan dengan penyimpanan
suhu rendah yaitu kulkas. Penyimpanan roti kukus di dalam kulkas dapat
memperpanjang daya simpan pakan dan menghindari kontaminasi dari jamur dan
bakteri yang dapat merusak kandungan nutrisi dari pakan. Hal ini sejalan dengan
Handayani dkk (2014) menyatakan penyimpanan bahan pakan pada suhu rendah /
freezer dapat mengurangi fraksi air tak terbekukan, aktivitas mikroorganisme dan
enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pakan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.5. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan praktikum adalah:


1. Proses pembuatan pakan bentuk emulsi dilakukan dengan menghaluskan telur,
mencampurkan tepung kacang hijau 40 gram dan tepung tapioka 5 gram,
melarutkan dengan air hangat, menambahkan vitamin 1 gram dan pengadukan
bahan hingga kental merata.
2. Proses pembuatan pakan bentuk suspensi dilakukan dengan menambahkan
tepung kacang hijau 20 gram dengan air sedikit demi sedikit, mencampurkan 1
butir kuning telur dan mengaduk bahan hingga merata (homogen).
3. Proses pembuatan pakan bentuk roti kukus dilakukan dengan mengaduk 1 butir
telur itik dengan mixer. Menambahkan bahan tepung ikan rucah 100 gram,
tepung terigu 50 gram, dan susu bubuk 10 gram. Menambahkan adonan pakan
emulsi dan suspensi, mengaduk bahan, menambahkan air sedikit demi sedikit,
mengukus adonan selama 50 menit dan menambahkan vitamin mineral.
5.6.Saran

Sebaiknya pada saat prakikum berlangsung anggota kelompok praktikan


mau bekerja sama satu sama lain agar seluruh praktikan dalam kelompok
memahami cara pembuatan pakan emulsi, suspensi dan roti kukus.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. 2016. Hubungan antara Tingkat Penggunaan Pakan dengan Tingkat


Resiko Gangguan Kesehatan pada Ikan. Universitas Muhammadiyah.
Surakarta.
Aminah Siti, Novel Firdaus, Heru Sandra. 2015. Pembuatan Pakan Ikan Bentuk
Roti Kukus. Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Jatinangor.
Arif Wijaya, Djumali, Sabrina. 2011. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah
(Tor douronensis) Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal
Akuakultur Indonesia. VIII (1) : 67-76. 26.
Gustiano, R., dan Otong Z.A. 2010. Menjaring Laba dari Budidaya Ikan Nila
BEST. Penerbit IPB Press: Bogor. Halaman 1-3.
Handayani, Anna., Alimin., Rustiah, Wa Ode. 2014. Pengaruh Penyimpanan pada
Suhu Rendah (Freezer -3oC) Terhadap Kandungan Air dan Kandungan
Lemak pada Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam. Univeristas Negeri Makassar.
Hanif, Tatsuya, Lee Akinobu, dan Shuji Doshita. 2011 . An Efficient Two-Pass
Search Algorithm Using Word Trells Index, In Proccedings of ICSLP, pp.
1831-1834.
Lim, C. E., and C. D. Webster. 2011. Nutrient Requirement. Pp 469-501. In: C. E.
Lim and C. D. Webster, editors. Tilapia: Biology, culture and nutrion. The
Haworth Press, Inc., Binghamton, New York.
Rahardjo, Handayani, Suryaningsih. 2010. Pembuatan Pakan Buatan Ikan
Bandeng. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya. Jepara.
Sutikno. 2011. Pengaruh Effective Microorganism-4 (EM-4) Dan Kompos
Terhadap Produksi Jagung Manis (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah
Entisols. Frontir. 32: 1-5.
Vera, Melia, Suci. 2014. Pengaruh Effective Pakan Dan Kompos Terhadap
Produksi Pellet (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah Entisols. Frontir. 32:
1-5.
LAMPIRAN

• Pembuatan Pakan Emulsi

Gambar 1. Mengambil kuning telur Gambar 2. Pencacahan kuning telur

Gambar 3. Penambahan air Gambar 4. Penambahan bahan emulsi

Gambar 5. Pengadukan bahan emulsi Gambar 6. Hasil pakan emulsi


• Pembuatan Pakan Suspensi

Gambar 7. Mengambil kuning telur Gambar 8. Pencacahan kuning telur

Gambar 9. Penambahan air Gambar 10. Penambahan bahan suspensi

Gambar 11. Hasil pakan suspensi Gambar 12. Hasil pakan suspensi
• Pembuatan Pakan Roti Kukus

Gambar 13. Mengocok kuning telur Gambar 14. Penambahan bahan

Gambar 15. Pengadukan bahan Gambar 16. Penambahan tepung k. hijau

Gambar 17. Pengukusan bahan Gambar 18. Proses pengukusan


Gambar 19. Hasil pakan roti kukus Gambar 20. Pendinginan roti kukus

Gambar 21. Penebaran vitamin Gambar 22. Penebaran vitamin

Gambar 23. Hasil pakan roti kukus


LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
PEMBUATAN PAKAN PELET

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten : Rosadi Anwar

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan Nutrisi Ikan yang berjudul “Pembuatan Pakan Pelet” sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Praktikan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah “Nutrisi Ikan” dan para asisten praktikum yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.9. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.10. ....................................................................................... Tujuan
Praktikum................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.. .................................................................. 5
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum .................................................................. 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 7
4.1. Hasil .......................................................................................... 7
4.2. Pembahasan ............................................................................... 9
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 12
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 12
5.2. Saran .......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
3. 1. Alat yang digunakan ..................................................................... 5
3. 2. Bahan yang digunakan ................................................................. 5
4.1. Perhitungan formulasi pakan ........................................................ 7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menunjang


keberhasilan usaha dalam budidaya perikanan. Pakan merupakan biaya tertinggi
dalam budidaya ikan, terutama bila digunakan jenis pakan yang komersial, karena
harganya yang sangat mahal. Peran pakan sangat dominan dalam usaha budidaya
perikanan yang dikelola secara intensif. Alternatif yang telah dilakukan oleh
pengusaha budidaya, untuk mengurangi biaya pengadaan pakan, adalah dengan
membuat pakan buatan (Soeprapto, 2010).
Pakan ikan dikatakan bermutu jika mengandung nilai nutrisi dan gizi yang
dibutuhkan oleh ikan. Pakan yang berkualitas mengandung 70% protein, 15%
karbohidrat, 10% lemak dan 5% vitamin, air dan mineral. Kualitas pakan tidak
hanya sebatas pada nilai gizi yang dikandungnya melainkan pada sifat fisik pakan
seperti kelarutannya, kecernaannya, warna, bau, rasa dan anti nutrisi yang
dikandung (Murtidjo, 2001 dalam Wardani 2015). Kualitas pakan juga dipengaruhi
oleh bahan baku yang digunakan. Pemilihan baku yang baik dapat dilihat
berdasarkan indikator nilai gizi yang dikandungnya, digestibility (kecernaannya)
dan biovaibility (daya serap). Oleh karena itu pengetahuan tentang nutrisi, gizi,
komposisi serta kualitas secara fisik perlu diketahui.
Ilmu nutrisi pakan ikan tidak terbatas pada cara pembuatan pakan saja.
Pengetahuan tentang formulasi bahan dalam pembuatan pakan juga perlu diketahui.
Komposisi suatu pakan perlu diketahui baik sebelum atau sesudah pembuatan
pakan sebagai database dalam pembuatan pakan. Sebelum pembuatan pakan bobot
masing-masing bahan harus diketahui untuk menghasilkan jumlah pakan dengan
nilai nutrisi tertentu (Adiyanto, 2010).
Secara praktis komposisi pakan ikan dibedakan dalam sumber protein,
energi, lemak esensial, tambahan vitamin, tambahan mineral, dan komposisi khusus
untuk mempercepat pertumbuhan, pigmentasi, perkembangan seksual,
kelengkapan fisik, palatabilitas atau ketahanan pakan. Karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi komponen pokok dari bahan pakan. Bahan organik makronutrien
ini dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar metabolik, dan dapat
disimpan dalam tubuh untuk dimanfaatkan selanjutnya, atau ditumpuk dalam
materi penyusun pertumbuhan somatik hewan (Pamungkas, 2012).
Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam
bahan yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak sehingga
merupakan batangan atau bulatan kecil-kecil. Ukurannya berkisar antara 1-2 cm.
Jadi pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan
(Setyono, 2012).

1.6. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pembuatan pakan pelet kali ini, adalah sebagai
berikut:
1. Memperoleh susunan formulasi pakan dengan nilai kandungan protein 30%.
2. Membuat pakan ikan berbentuk pelet.
3. Menghitung analisi ekonomi pembuatan pakan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu


berdasarkan ertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan biasanya didasarkan
pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku dan nilai ekonomis.
Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai oleh
ikan serta aman bagi ikan (Dharmawan, 2010).
Salah satu pakan ikan buatan yang sering dijumpai dipasaran adalah pelet.
Pelet merupakan bentuk makanan yang terdiri atas beberapa macam bahan dan
dijadikan adonan, kemudian dicetak sehingga berbentuk seperti batang atau silinder
kecil dengan kisaran ukuran 1-2cm, serta memiliki diameter, panjang, dan tingkat
kepadatan tertentu. Jadi pelet bukan berbentuk butiran atau tepung, dan tidak pula
berupa larutan. Pakan ikan buatan dirumuskan sebagai upaya meningkatkan
jaminan mutu dan keamanan pangan, mengingat pakan buatan banyak
diperdagangkan serta berpengaruh terhadap kegiatan budidaya. Sehingga memiliki
karakteristik pelet yang dihasilkan yaitu mengandung protein berkisar 20-35%,
lemak berkisar 2-10%, abu kurang dari 12%, dan kadar air kurang dari 12%
(Setyono, 2012).
Alternatif pemecahan yang dapat diupayakan adalah dengan membuat
pakan buatan melalui teknik sederhana dengan memperhatikan kandungan nutrisi
yang baik terutama sumber protein. Protein merupakan salah satu faktor terpenting
dalam keberhasilan pembuatan pelet. Kualitas protein sangat tergantung dari
kemudahannya dicerna dan nilai biologis yang ditentukan oleh asam amino yang
menyusunnya, semakin lengkap kandungan asam aminonya maka kualitas protein
semakin baik. Bahan baku yang biasa digunakan masyarakat dalam pembuatan
pelet yaitu dengan memanfaatkan bahan dari tumbuhan maupun hewan. Bahan
yang berasal dari tumbuhan yaitu seperti bungkil kelapa, ampas tahu, tepung
kedelai, kacang tanah dan tepung daun singkong. Sedangkan bahan yang berasal
dari hewan yaitu memanfaatkan tepung ikan, telur ayam, tepung ulat sutra dan darah
(Afrianto et al, 2010)
Pakan ikan mempunyai kadar protein yang cukup tinggi sehingga apabila
penyimpanannya kurang baik akan mudah ditumbuhi bakteri maupun jamur dan
dapat menyebabkan ikan menjadi sakit. Bahwa ikan bawal memiliki laju
pertumbuhan yang baik pada kadar protein dan konsentrasi energi optimum yakni
24-50%. Makanan yang ditelan dan dicerna oleh ikan akan diubah menjadi energi
yang digunakan bagi berbagai fungsi dalam kehidupan ikan untuk tumbuh dan
bereproduksi atau untuk mengganti sel-sel yang rusak pada suatu jaringan. Ikan
dikenal sebagai binatang yang bersifat poikiloterm atau suhu tubuhnya mengikuti
suhu lingkungan air tempat hunian ikan. Hal ini akan menentukan laju metabolisme
ikan dan oleh karena itu, kebutuhan nutrisi berkaitan dengan suhu lingkungan
(Rahardjo et al, 2010).
Bentuk pakan bermacam-macam umumnya yang sering digunakan dalam
budidaya antara lain pakan berbentuk tepung, remah dan pelet. Bentuk pakan ini
biasanya disesuaikan dengan ukuran ikan. Jumlah pakan yang diberikan setiap hari
disesuaikan dengan berat ikan sering disebut sebagai tingkat pemberian pakan
(TPP) atau feeding level. TPP untuk setiap jenis ikan dan tingkatan ukuran ikan
berbeda. Umumnya ikan berukuran keil membutuhkan TPP dan frekuensi
pemberian pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar.
Berdasarkan rata-rata berat individu ikan maka dapat ditetapkan tingkat dan
frekuensi pemberian pakan. Berdasarkan berat total dapat ditetapkan jumlah pakan
yang dibutuhkan dalam satu hari maupun satu kali pemberian pakan. Untuk
mengetahui respon ikan terhadap pakan yang diberikan dilakukan evaluasi
pemberian pakan atau sering disebut sebagai efisiensi pemberian. Efisiensi adalah
perbandingan antara pertambahan bobot ikan dengan jumlah pakan yang diberikan
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi tingkat efisiensi semakin baik tingkat
efisiensi pakan (Gustiano, 2010).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Nutrisi Ikan tentang Pembuatan Pakan Pelet dilaksanakan pada


Sabtu, 6 April 2019 Pukul 09.00-11.00 WITA bertempat di Laboratorium Nutrisi
Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Pembuatan Pakan Pelet dapat dilihat
pada table sebagai berikut:
Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada praktikum
No. Alat Kegunaan
1. Baskom Untuk tempat bahan pakan
2. Alat pencetak pakan Untuk mencetak pakan
3. Nampan Untuk alas bahan pakan
4. Gelas ukur Untuk mengukur air
5. Sendok nasi Untuk mengaduk adonan
6. Sendok makan Untuk memotong panjang pakan
7. Kursi Sebagai tumpuan penggiling
8. Alat Tulis Untuk menulis laporan sementara
9. Panci Sebagai tempat merebus air
10. Oven Sebagai tempat mengeringkan pelet

3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pembuatan Pakan Pelet dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada praktikum
No. Bahan Kegunaan
1. Tepung Ikan Rucah Bahan Utama
2. Tepung Kacang Hijau Bahan Utama
3. Tepung Daun Singkong Bahan Utama
4. Tepung Eceng Gondok Bahan Utama
5. Tepung Daun Bandotan Bahan Utama
6. Tepung Kayapu Bahan Penunjang
7. Tepung Kulit Rambutan Bahan Penunjang
8. Tepung Terigu Bahan perekat
9. Minyak Sumber lemak
10. Vitamin Traktan
11. Air Media menyatu bahan pakan
3.3.Prosedur Praktikum

Prosedur kerja yang digunakan pada praktikum pembuatan pakan pelet


adalah sebagai berikut :
3.3.1. Tanpa Fermentasi
1. Meyiapkan alat dan wadah, menyiapkan bahan pakan (tidak difermentasi).
2. Memasukkan bahan pakan, diaduk sampai rata.
3. Memasukkan air hangat panas sedikit demi sedikit aduk sampai rata/mengental.
4. Menambahkan minyak 10 ml, aduk sampai rata.
5. Menambahkan vitamin 5 gram.
6. Menggiling adonan dengan alat pencetak pelet.
7. Menempatkan hasil adonan pada nampan dan beri label.
8. Menjemur di bawah sinar matahari atau masukkan kedalam oven.
3.3.2. Fermentasi
1. Meyiapkan alat dan wadah, menyiapkan bahan pakan (Fermentasi).
2. Memasukkan bahan pakan, diaduk sampai rata.
3. Memasukkan air hangat panas sedikit demi sedikit aduk sampai rata/mengental.
4. Menambahkan minyak 10 ml, aduk sampai rata.
5. Menambahkan vitamin 5 gram.
6. Menggiling adonan dengan alat pencetak pelet.
7. Menempatkan hasil adonan pada nampan dan beri label.
8. Menjemur di bawah sinar matahari atau masukkan kedalam oven.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Perhitungan formulasi pakan yang dilakukan adalah dengan metode


komposisi karena jumlah protein pada kandungan bahan baku nabati tidak
diketahui. Hasil perhitungan formulasi pembuatan pakan pelet sebagai berikut:
Tabel 4.1. Perhitungan Formulasi Pakan
Kadar protein Berat Bahan
No. Nama Bahan Bagian
(%) (gram)
1. Tepung Ikan Rucah 22,65 1 10,974
2. Tepung Kacang Hijau 37,42 3 32,921
3. Tepung Daun Singkong 23,42 2 21,947
4. Tepung Eceng Gondok 32 2 21,947
5. Tepung Daun Bandotan 22 1 10,974
6. Tepung Kayapu 12 1 0,617
7. Tepung Kulit Rambutan 8 1 0,617
Perhitungan bahan pakan
• Bahan utama
T. Ikan Rucah = 22,65 x 1 bagian = 22,65 %
T. Kacang Hijau = 37,42 x 3 bagian = 112,26 %
T. Daun Singkong = 23,42 x 2 bagian = 46,84 %
T. Daun Eceng Gondok = 32 x 2 bagian = 64 %
T. Daun Bandotan = 22 x 1 bagian = 22 % +
= 267,75 %
= 267,75 ÷ 9
= 29,75 %
• Bahan Penunjang
T. Kayapu = 12 x 1 bagian = 12 %
T. Kulit Rambutan = 8 x 1 bagian = 8 % +
= 20 %
= 20 ÷ 2
= 10 %
Protein Utama 29,75 % 20 %

30%

Protein Penunjang 10 % 0,25 % +


20,25 %
20 % 0,25 %
Bahan Utama = x 100% Bahan Penunjang = x100%
20,25 % 20,25 %
= 98,765 % = 1,234 %
Bahan Utama
T. Ikan Rucah = 1/9 x 98,765 % = 10,974
T. Kacang Hijau = 3/9 x 98,765 % = 32,921
T. Daun Singkong = 2/9 x 98,765 % = 21,947
T. Eceng Gondok = 2/9 x 98,765 % = 21,947
T. Daun Bandotan = 1/9 x 98,765 % = 10,974
Bahan penunjang
T. Kayapu = 1/2 x 1,234 % = 0,617
T. Kulit Rambutan = 1/2 x 1,234 % = 0,617

Nilai Kandungan Protein


T. Ikan Rucah = 10,974 x 22,65 % = 2,495
T. Kacang Hijau = 32,921 x 37,42 % = 12,319
T. Daun Singkong = 21,947 x 23,42 % = 5,139
T. Eceng Gondok = 21,947 x 32 % = 7,023
T. Daun Bandotan = 10,974 x 22 % = 2,414
T. Kayapu = 0,617 x 12 % = 0,074
T. Kulit Rambutan = 0,617 x 8 % = 0,049 +
= 29,513 %
= 30 %
Bahan untuk Membuat Pakan (500 gr)
T. Ikan Rucah = 10,974 x 5 = 54,87 gram
T. Kacang Hijau = 32,921 x 5 = 164,605 gram
T. Daun Singkong = 21,947 x 5 = 109,732 gram
T. Eceng Gondok = 21,947 x 5 = 109,732 gram
T. Daun Bandotan = 10,974 x 5 = 54,90 gram
T. Kayapu = 0,617 x 5 = 3,085 gram
T. Kulit Rambutan = 0,617 x 5 = 3,085 gram +
= 500 gram
Tabel 4.2. Hasil Pembuatan Pakan Pelet
Gambar Tekstur Bau Warna
Kasar dan Bau pakan Coklat
mudah remah, pada umumya
tidak teralu
padat dan
menyatu.
Sedikit lembut, Bau pakan Coklat tua
lebih halus dan pada pekat
tidak mudah umumnya
remah. Lebih namun lebih
padat dan harum, sedikit
menyatu. lebih
Fermentasi menyengat

Tabel 4.3. Hasil analisis ekonomi


Berat bahan Harga bahan
No. Bahan Biaya (Rp)
(gram) (Kg)
1. Ikan rucah 54,87 30.000 5.000
2. Kacang hijau 164,605 20.000 6.000
3. Daun singkong 109,732 Limbah 0
4. Daun eceng gondok 109,732 Limbah 0
5. Daun bandotan 54,90 Limbah 0
6. Kayapu 3,085 Limbah 0
7. Kulit Rambutan 3,085 15.000 3.000
8. Tepung terigu 20 5.000 1.500
9. Vitamin 10 50.000 500
Jumlah 120.000 16.000
Harga jual 19.500
Nilai keuntungan (Harga jual – Biaya) 3.500

4.2. Pembahasan

Praktikum pembuatan pakan bentuk pelet non – fermentasi dan fermentasi,


dalam tahapan ini dilakukan pembuatan pakan bentuk pelet tanpa fermentasi yaitu
dengan cara mengumpulkan atau menimbang bahan dengan formulasi yang telah
ditentukan yaitu dengan kandungan protein 30%. Bahan – bahan pelet tanpa
fermentasi ini terdiri dari 2 bahan yaitu bahan utama dan bahan penunjang. Bahan
utama yaitu tepung ikan rucang jumlah protein 22,65% dengan berat bahan 54,87
gram, tepung kacang hijau jumlah protein 37,42% dengan berat bahan 164,605
gram, tepung daun singkong jumlah protein 23,42% dengan berat bahan 109,732
gram, tepung daun eceng gondok jumlah protein 32% dengan berat bahan 109,732
gram, tepung daun bandotan jumlah protein 22% dengan berat bahan 54,90 gram.
Bahan penunjang yaitu tepung daun kayapu jumlah protein 12% dengan berat bahan
3,085 gram dan tepung kulit rambutan jumlah protein 8% dengan berat bahan 3,085
gram. Pada bahan – bahan pelet tanpa fermentasi juga diberikan bahan tambahan
seperti tepung terigu dengan berat bahan 50 gram, vitamin 5 gram, minyak sayur
sebanyak 10 mL dan air hangat. Berbeda sedikit dengan bahan – bahan pakan pelet
non – fermentasi, bahan pelet dengan fermentasi menggunakan seluruh bahan yang
sama dan berat bahan yang sama, tetapi sebelumnya telah melalui proses fermentasi
dengan tambahan probiotik dalam campurannya.
Bahan yang sudah ditimbang diletakkan dalam satu tempat kemudian
dilakukan pencampuran bahan dengan cara mencampurkan bahan yang lebih
banyak jumlahnya terlebih dahulu kemudian mencampurkan bahan yang jumlahnya
lebih sedikit hal ini dimaksudkan agar seluruh bahan terlihat dan adonan dapat
tercampur merata. Bahan yang sudah tercampur rata dibuat seperti gundukan
dengan kawah diatasnya, kawah tersebut untuk meletakkan air hangat agar semua
bahan menyatu atau homogen, penmabahan air hangat dilakukan sedikit demi
sedikit agar tidak berlebihan, setelah bahan menyatu dan bahan sudah sedikit dingin
campurkan minyak 10 mL dan vitamin sebanyak 5 gram.
Hal ini sesuai dengan Anggorodi (2015) yang menyatakan bahwa bahan
yang sudah ditimbang diletakkan dalam wadah kemudian dilakukan pencampuran
bahan dengan cara mencampurkan bahan yang lebih banyak jumlahnya terlebih
dahulu kemudian mencampurkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit agar
keseluruhan tercampur merata. Bahan yang sudah tercampur rata diberi air hangat
untuk menghomogenkan bahan. Dalam pebuatan pakan ikan dalam percampuran
harus di lakukan penggadukan yang rata dan pemakaian air yang cukup agar pakan
ikan tercampur dengan sempurna dan mengghasilkan pakan yang bagus pakan tidak
boleh terlalu basah akibatnya pakan tersebut akan susah di bentuk lalu akan
menghasilkan kadar air yang tinggi sehingga pakan cepat rusak dan tidak boleh
terlalu kering dapat mengakibatkan pakan tersebut susah di cetak oleh karena itu
pakan harus benar – benar sempurna dalam pebuatannya.
Setelah semua bahan dicampur secara merata campuran bahan tersebut
digiling untuk menghasilkan pakan dalam bentuk pelet. Pada saat pembuatan pakan
suhu pelet yang terasa hangat dan terasa lebih lengket. Tepung terigu selain sebagai
sumber energi, juga berperan sebagai bahan perekat yang baik (Mudjiman, 2014)
sehingga pakan yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan yang lebih baik.
Tahap akhir dalam pembuatan pelet adalah tahap pengeringan. Pelet yang
dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan baik dari bahan fermentasi dan non-
fermentasi. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan mencapai 10-
12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi kurang menguntungkan karena
mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga. Sebaliknya, pakan dengan
kadar air terlalu rendah juga kurang menguntungkan karena akan terjadi
peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Sehingga perlu dilakukan
penjemuran atau pengeringan pakan untk mengurangi kadar air. Pakan dikeringkan
sampai benar – benar kering agar kualitasnya bagus, daya simpannya awet namun
pakan yang sudah kering akan dilakukan pengujian mutu pakan untuk mengetahui
daya apung, daya tahan dan daya hancur pakan sebelum pakan diberikan kepada
ikan.
Pakan dari bahan fermentasi memiliki bau yang lebih menyengat daripada
bahan non – fermentasi. Tekstur sedikit lembut, lebih halus dan tidak mudah remah.
lebih padat dan juga menyatu. Warna pakan dari bahan fermentasi juga terlihat lebih
coklat pekat daripada pakan non – fermentasi. Bau menyengat diduga karena hasil
dari fermentasi bahan baku, oleh bakteri B. Licheniformis dan A. niger. Hidrolisis
pada fermentasi berpengaruh terhadap meningkatnya kadar NH3 (amoniak)
(Puastuti et al., 2014), sehingga bau pakan yang menggunakan bahan terfermentasi
cenderung menyengat.
Hasil pakan pelet non – fermentasi yang didapat memiliki tekstur kasar
dan mudah remah, tidak teralu padat dan menyatu. Warna pakan pelet non –
fermentasi memiliki warna kecoklatan yang lebih terang daripada pakan pelet
fermentasi yang memiliki warna coklat pekat gelap. Bau pakan pelet non –
fermentasi tidak begitu menyengat sedangkan bahan pakan pelet fermentasi berbau
lebih menyengat dan lebih harum.
Hasil analisis ekonomi pembuatan pakan yang dilakukan pada praktikum
memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan hasil perhitungan mendapatkan biaya
pembuatan sebesar Rp.16.000 dengan harga jual Rp.19.500, sehingga mendapatkan
keuntungan sebesar Rp.3.500. Apabila diperhitungkan, pembuatan pakan buatan
yang dikerjakan sendiri oleh pembudidaya akan memangkas sedikit biaya produksi
daripada membeli pakan buatan jadi. Hal ini dikarenakan dari bahan – bahan yang
digunakan dalam pembuatan pakan itu sendiri seperti ikan rucah, kacang hijau,
daun singkong, eceng gondok, daun bandotan, kayapu dan kulit rambutan yang
dapat diperoleh dengan mudah di alam dan limbah sisa. Secara tidak langsung
menghemat biaya pembuatan pakan tanpa diperlukan membeli bahan pakan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan praktikum adalah:


4. Penghitungan pakan yang dilakukan untuk membuat protein 30% terdiri dari
bahan utama dan bahan penunjang yang didalamnya terdapat bahan hewani serta
bahan nabati.
5. Pembuatan pakan pelet dilakukan dengan menghitung formulasi pakan terlebih
dahulu menggunakan metode empat persegi pearson’s. Langkah – langkah
dalam mengolah bahan menjadi pelet dimulai dari mencampurkan bahan-bahan
yang sudah dihaluskan kemudian mengaduknya dengan menambah sedikit demi
sedikit air hanga hingga homogen, dan pencetakan pakan pelet dengan alat
penggiling daging hingga penjemuran.
6. Pembuatan pakan pelet dapat dilakukan menggunakan bahan – bahan yang tidak
terpakai / limbah, sehingga pakan pelet buatan sendiri dapat menghemat biaya
karena lebih murah daripada pakan komersil.
5.2. Saran
Sebaiknya dalam praktikum pembuatan pakan pelet anggota kelompok
praktikum dapat bekerja sama dalam membuat pakan dan pembagian tugas, karena
apabila hanya satu atau dua orang saja yang membantu akan memakan waktu yang
lebih Panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto , Eddy., dan Evi, L. (2010). Pakan Ikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Fajri. 2015. Keragaan Kecernaan Pakan Tenggelam dan Terapung Untuk Ikan Lele
Dumbo Clarias gariepenus) dengan dan tanpa Aerasi. Jurnal Teknologi
Budidaya Air Tawar; 823-829.
Haryanto. 2012. Penentuan Komposisi Pakan pada Ikan Lele. Universitas
Udayana. Surakarta.
Kordi,. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Pusat Penyuluhan Kelautan
dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Jepara.
Millamena, 2012. Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis)
Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. VIII (1) : 67-
76. 26.
Nurwahid Khasbullah. 2014. Pembaerian Enzim dengan Dosis yang berbeda pada
Pakan Komersil terhadap Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar dan
Lemak kasar. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
Surabaya..
Pasaribu, T. 2011. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan
Unggas Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Rukmini, 2012. Teknologi Budidaya Biota Air . Karya Putra Darwati. Bandung.
Setyono, B. 2012. Pembuatan Pakan Buatan. Unit Pengelolaan Air Tawar.
Kepanjem. Malang.
Suryaingsih, 2010. Kandungan Nutrisi Bahan Baku Nabati Pakan Ikan. Bandung.
Vera, Melia, Suci. 2014. Pengaruh Effective Pakan Dan Kompos Terhadap
Produksi Pellet (Zea mays.L. saccharata) Pada Tanah Entisols. FRONTIR.
32: 1-5.
Wardani, Ratna Eka. 2015. Teknik Pembuatan Pakan Untuk Benih Ikan Lele
dengan Tambahan Azolla sp. Sebagai Bahan Substitusi di Instalasi
Budidaya Air Tawar Punten Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Laporan
Praktik Kerja Lapang. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga: ADLN – Perpustakaan Universitas Airlangga.
Wijaya, A., Martono, S., Yuswanto, A., and Rohman, A. 2015. FTIR Spectroscopy
in Combination With Chemometrics for Analysis of Wild Boar Meat in
Meatball Formulation. Asian Journal of Biochemistry. 10 (4): 165-172
LAMPIRAN

Gambar 1. Bahan tanpa fermentasi Gambar 2. Bahan fermentasi

Gambar 3. Persiapan non fermentasi Gambar 4. Persiapan bahan fermentasi

Gambar 5. Bahan pembuatan pelet Gambar 6. Pengadukan bahan

Gambar 7. Pengadukan bahan fermentasi Gambar 8. Bahan pakan fermentasi


Gambar 9. Penggilingan bahan pakan Gambar 10. Pelepasan penggiling

Gambar 11. Pelet tanpa fermentasi Gambar 12. Pelet Fermentasi

Gambar 13. Pelepasan spare part Gambar 14. Pelepasan spare part
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
PENGUJIAN MUTU PAKAN

Oleh :
Nama : Saufa Asvia
NIM : 1710712320014
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Asisten :

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan laporan
Nutrisi Ikan yang berjudul “Pengujian Mutu Pakan” sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Tujuan disusunnya laporan ini adalah sebagai syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Nutrisi Ikan.
Laporan ini tentu bukan hasil kerja keras dari praktikan semata, melainkan
atas bantuan dari berbagai pihak. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kepada dosen
pengampu mata kuliah “Nutrisi Ikan” Bapak Ir. H. Muhammad Adrian, M.Si, ibu
Dr.Noor Arida Fauzana, S.Pi, M,Si, dan ibu Dr. Hj. Indira Fitriliyani, S.Pi., M.Si
dan para asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
memberikan bantuan.
Praktikan menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat
kekurangan. oleh karena itu praktikan meminta maaf atas kekurangan dari laporan
ini. Praktikan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi praktikan dan pembaca.

Banjarbaru, Mei 2019

Praktikan
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum ...................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 5
3.1. Waktu dan Tempat.. .................................................................. 5
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 5
3.3. Prosedur Praktikum ................................................................... 5
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 7
4.1. Hasil .......................................................................................... 7
4.2. Pembahasan ............................................................................... 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 11
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 11
5.2. Saran .......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. 1. Alat yang Digunakan................................................................... 5
3. 2. Bahan yang Digunakan ............................................................... 5
4. 1. Hasil Pengujian Mutu Pakan Tanpa Fermentasi ......................... 7
4. 2. Hasil Pengujian Mutu Pakan Fermentasi .................................... 7
BAB 1. PENDAHULUAN

1.7. Latar Belakang

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis ikan
baik itu ukuran, kebutuhan protein dan kebiasaan ikan. Pakan buatan ini biasanya
dinamakan pellet. Pelet untuk ikan terbagi kedalam 2 jenis yaitu : pelet terapung
dan pelet tenggelam. Pakan alami adalah pakan yang biasa sudah tersedia di alam
seperti daun sente, daun talas, daun ubi jalar, plankton dan lain-lain. Untuk
pemberian pakan pada ikan, besaran pakan harus disesuaikan dengan besaran mulut
ikan begitu pula dengan kadar protein yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan
jenis ikan yang di budidaya (Suparjo, 2010).
Untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan, cara yang paling praktis adalah
dengan menggunakan pakan buatan. Alasan digunakannya pakan buatan adalah
lebih mudah diperoleh dalam jumlah cukup, tepat waktu dan berkesinambungan,
pakan lebih tahan lama, minimum selama satu musim pemeliharaan sehingga
pencariannya tidak perlu setiap hari, kandungan gizi pakan dapat diatur oleh pabrik
yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kebutuhan ikan yang akan diberi
makan, bentuk dan ukuran pakan buatan dapat diatur sesuai dengan ukuran ikan,
daya tahan pakan dalam air dapat diatur dan disesuaikan sesuai dengan kebiasaan
makan ikan, selain itu bau, rasa, dan warna dapat diatur sehingga lebih menarik
ikan-ikan yang akan diberi makan. Pakan buatan dapat diperoleh di toko-toko pakan
atau dibuat sendiri (Abdullah, 2016).
Pelet merupakan bentuk pakan yang dipadatkan dan dikompakan melalui
proses mekanik dan dapat dibuat dalam bentuk gumpalan atau silinder kecil yang
memiliki diameter, panjang dan tingkat kepadatan tertentu. Komposisi pelet berasal
dari bahan-bahan yang memiliki kandungan gizi tertentu dan proses produksi perlu
disusun komposisi nya menyesuaikan dengan sifat dan ukuran ikan. Pelet dibuat
untuk menggantikan asupan makanan dari alam yang ketersediaannya tidak dapat
dipastikan. Permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembuatan pelet
adalah bentuknya yang cepat rusak, rapuh dan patah selama proses produksi,
pengangkutan maupun penyimpanan. Kerusakan ini akan berpengaruh terhadap
tingkat penerimaan konsumen yang masih melihat kualitas pakan dari faktor fisik.
Bahan perekat berperan sangat penting dalam pembuatan pakan berbentuk pelet,
karena dapat membuat komponen penyusun pakan menjadi kompak, tidak mudah
rapuh akibat pengaruh kelembaban, sehingga ketegaran pakan lebih terjamin
(Dharmawan, 2012).
Tingkatan mutu pakan buatan dapat diketahui melalui pengujian. Pada
pokoknya ada 3 macam pengujian yaitu pengujian fisis, kimia dan biologis.
Pengujian fisis biasanya dilakukan untuk mengetahui kehalusan bahan baku,
kekerasan, daya tahan dalam air dan daya apungnya. Pengujian kimia dimaksudkan
untuk mengetahui kandungan zat-zat gizi pakan yang bersangkutan meliputi
protein, lemak, karbohidrat, abu, serat dan kadar air. Pellet yang baik kadar airnya
tidak boleh lebih dari 10% agar tidak cepat rusak dan ditumbuhi jamur. Pengujian
biologis dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh pakan tersebut dapat
memacu pertumbuhan ikan yang diberi pakan (Agustono, 2010).

1.8. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pengujian mutu pakan kali ini adalah :


1. Mengetahui daya apung pelet dalam air
2. Mengetahui daya hancur pelet dalam air
3. Mengetahui daya tenggelam pelet dalam air
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam


keberhasilan kegiatan budidaya karena menentukan pertumbuhan dan
perkembangan ikan. Ikan membutuhkan makanan dalam jumlah cukup serta
berkualitas untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Makanan berfungsi
sebagai sumber energi yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh, pengganti
jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan, aktifitas dan kelebihan makanan tersebut
digunakan untuk reproduksi. Ikan membutuhkan materi (nutrient) dan energi untuk
aktifitas kehidupannya. Nutrien yang dibutuhkan berupa protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral dalam jumlah yang memadai. Sebagai organisme
heterotrof, ikan membutuhkan semua itu yang berasal dari makanan (Winarno,
2010).
Pakan ikan terdiri dari dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan.
Pakan ikan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur
tangan manusia secara langsung. Pakan ikan alami biasanya digunakan dalam
bentuk hidup dan agak sulit untuk mengembangkannya. Pakan ikan buatan
merupakan makanan ikan yang dibuat dari campuran bahan-bahan alami dan atau
bahan olahan yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam
bentuk tertentu sehingga tercipta daya tarik ikan untuk memakannya dengan mudah
dan lahap. Pakan buatan dapat diartikan secara umum sebagai pakan yang berasal
dari olahan beberapa bahan baku pakan yang memenuhi nutrisi yang diperlukan
oleh ikan (Setyono, 2012).
Bahan kimia yang terdifusi dari makanan ke dalam air akan merangsang
sel kemosensori ikan. Kebiasaan makan ikan sangat dipengaruhi sifat campuran
bahan kimia yang terdapat dalam pakan, sehingga sel – sel kemosensori pada ikan
harus dirangsang agar menimbulkan respons terhadap pakan. Tingkah laku makan
pada ikan menunjukkan bahwa Olfactori (indera penciuman) dan Gustatori (indera
perasa) sensitif terhadap bahan makanan yang mirip dengan makanan ikan tersebut
(Khasani, 2013).
Pengujian mutu pakan secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu
membutuhkan biaya yang banyak. Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini
pelet ikan meliputi kekerasan pelet, stabilitas pelet dalam air, kecepatan tenggelam
pelet serta kadar kehalusan (Mujiman, 2011).
Berdasarkan evaluasi fisik, pakan buatan dianggap berkualitas baik apabila
mempunyai ukuran partikel bahan baku yang halus dan seragam serta homogenitas
tinggi. Selain itu, ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran ikan. Demikian juga,
kekerasan dan ketahanan dalam air (Water Stability) sesuai bagi kebutuhan ikan.
Daya apung pakan buatan dapat diukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
pakan tersebut kedalam benjana kaca yang telah diisi air hingga kedalam 15 – 25
cm. Waktu yang diperlukan oleh pakan sejak ditebarkan hingga tenggelam di dasar
bejana merupakan gambaran mengenai daya apung akan buatan tersebut.
Kekerasan pakan buatan dapat di uji dengan memberikan beban dengan bobot
tertentu hingga pakan tersebut hancur. Semakin berat bobot beban yang dapat
ditahan oleh pakan, menandakan pakan buatan tersebut semakin keras. Pakan
buatan dengan kekerasan lebih tinggi dibuat dari bahan baku yang relatif lebih halus
(Megawati, 2012).
Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet di
dalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan di dalam air. Selain
itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku
pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam air. Hal
ini dapat dideteksi dengan daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan
mengetahui daya tahan pakan buatan di dalam air akan sangat membantu para
praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan
oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan
di dalam air sebelum dimakan oleh ikan (Handajani, 2010).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

1.1. Waktu Dan Tempat

Praktikum Nutrisi Ikan membahas tentang Pengujian Mutu Pakan


dilaksanakan pada Selasa 16 April 2019 Pukul 15.00 - 16.00 WITA. Bertempat di
Laboratorium Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru.

1.2. Alat Dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum Pengujian Mutu Pakan dapat
dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No. Alat Kegunaan
1. Botol Plastik Wadah air dan pakan yang diuji
2. Stopwatch Petunjuk waktu
3. Penggaris Mengukur air
4. Alat Tulis Mencatat hasil pengamatan

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan


No. Bahan Kegunaan
1. Pakan pelet tanpa fermentasi Bahan yang diuji
2. Pakan pelet fermentasi Bahan yang diuji
3. Air Bahan menguji pakan pelet

3.3. Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum pada praktikum pengujian mutu pakan adalah sebagai
berikut :
Persiapan Botol Uji dan Pengamatan
− Menyiapkan botol uji.
− Memasukkan air ke dalam botol setinggi 15 cm.
− Memberi label pada botol uji untuk pakan fermentasi dan pakan non fermentasi.
− Menyiapkan masing – masing sampel pakan pelet dengan ukuran Panjang 1 cm,
5 buah untuk pakan fermentasi dan 5 buah untuk pakan non fermentasi.
− Membagi tugas untuk dokumentasi, panelis dan pemegang stopwatch.
Perhitungan Daya Apung Pelet
− Mencelupkan 5 sampel pakan buatan fermentasi dan non fermentasi pada botol.
− Menghitung waktu pelet untuk dapat mengapung.
− Mencatat waktu apung pelet dan reaksi yang ditimbulkan saat dan setelah pelet
mengapung.
Perhitungan Daya Hancur Pelet
− Mencelupkan 5 sampel pakan buatan fermentasi dan non fermentasi pada botol.
− Menghitung waktu pelet untuk dapat hancur.
− Mencatat waktu hancur pelet dan reaksi yang ditimbulkan saat dan setelah pelet
hancur.
Perhitungan Daya Tenggelam Pelet
− Mencelupkan 5 sampel pakan buatan fermentasi dan non fermentasi pada botol.
− Menghitung waktu pelet untuk tenggelam.
− Mencatat waktu tenggelam pelet dan reaksi yang ditimbulkan setelah pelet
tenggelam.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang didapatkan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


Tabel 4.1. Hasil Pengujian Mutu Pakan Tanpa Fermentasi
Daya Apung Kecepatan Tenggelam Daya Tahan
No.
(s) (cm/s) (s)
1. 20 25 1269
2. 24 28 >1800
3. 340 345 >1800
4. 423 430 >1800
5. > 1800 >1800 >1800

Tabel 4.2.Hasil Pengujian Mutu Pakan Fermentasi


Daya Apung Kecepatan Tenggelam Daya Tahan
No.
(s) (cm/s) (s)
1. 1,04 684 1099
2. 2,10 911 1935
3. 2,35 998 >1800
4. 4,09 1163 >1800
5. 6,05 1277 >1800

4.2. Pembahasan

Pelet yang sudah kering diuji daya apung, daya hancur dan daya
tenggelamnya menggunakan botol plastik yang sudah berisikan dengan air setinggi
15 cm dan stopwatch. Pengujian dilakukan terlebih dahulu dengan mempersiapkan
sampel pakan sebanyak 5 buah masing – masingnya untuk pakan fermentasi dan
non fermentasi. Dalam praktikum pengujian mutu pakan dilakukan tiga pokok
pengamatan yaitu daya apung, daya hancur dan daya tenggelam. Pengujian daya
apung dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan pakan selama
mengapung. Pengujian daya hancur dilakukan dengan menghitung waktu yang
dibutuhkan pakan untuk dapat hancur dan terurai. Sedangkan pengujian daya
tenggelam dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan pakan untuk
akhirnya dapat tenggelam. Sejalan dengan Mujiman (2011) pengujian mutu pakan
secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang banyak.
Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini pelet ikan meliputi kekerasan pelet,
stabilitas pelet dalam air, kecepatan tenggelam pelet serta kadar kehalusan.
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 4.1. hasil
pengujian mutu pakan tanpa fermentasi dan 4.2. hasil pengujian mutu pakan
fermentasi. Daya apung (floatability) dapat di ukur dengan menjatuhkan atau
menebarkan sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima
kali ulangan. Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 20
detik untuk mengapung, uji kedua 24 detik, uji ketiga 340 detik, uji keempat 420
detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji pertama
memakan waktu 1,04 detik untuk mengapung, uji kedua 2,10 detik, uji ketiga 2,35
detik, uji keempat 4,09 detik dan uji kelima 6,05 detik.
Secara menyeluruh, terdapat perbedaan waktu daya apung dari bahan
pakan tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa fermentasi lebih
cepat tenggelam dan memiliki daya apung yang rendah. Sedangkan bahan pakan
dengan fermentasi lebih lambat tenggelam dengan daya apung yang tinggi. Proses
fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan kemampuan daya
apung yang meningkat. Hal ini didukung oleh Zaman et al., (2018) menyatakan
fermentasi mampu memunculkan daya apung yang setara dengan kemampuan
mengapung yang dimunculkan oleh mesin ekstruder pada pakan ikan apung
pabrikan.
Perbedaan yang signifikan terlihat dari waktu apung masing – masing
sampel percobaan dari bahan pakan non fermentasi dan fermentasi. Hal ini
disebabkan kondisi pelet yang dicelupkan berbeda – beda. Pada saat pengeringan
pakan pelet pakan diletakkan di dalam nampan dan dijemur di bawah sinar
matahari. Tidak semua pakan pelet mendapatkan penyinaran yang maksimal sebab
tertumpuk oleh pakan lain dan penjemuran yang tidak merata. Pakan pelet yang
berada paling atas akan mendapatkan penyinaran maksimal sehingga hasilnya lebih
kering karena pengurangan kadar air yang tinggi dan lebih lama berada di atas air
(mengapung). Semakin lama pelet ikan terapung dipermukaan air, semakin baik
pula kualitas pelet tersebut. Pelet yang dibuat dengan daya apung rendah cocok
diberikan pada ikan yang mempunyai kebiasaan mencari pakan di dasar perairan
(bottom feeders).
Pakan pelet tanpa fermentasi memiliki daya apung yang lebih baik
dibandingkan dengan pakan pelet dengan fermentasi. Menurut Mulia (2017), pakan
yang baik memiliki ikatan antar agregat yang kuat sehingga mengurangi pori-pori
yang terbentuk, akibatnya memperlambat daya serap air dan akan meningkatkan
daya apungnya. Pori-pori pada pakan terbentuk karena ketidak rataan pada saat
mencampur semua bahan. Semakin tinggi pori-pori dan daya serap yang terbentuk
maka semakin rendah daya apung.
Pelet merupakan ransum berbentuk silinder atau tabung dengan diameter
tertentu, atau berbentuk bulat mengandung nutrien lengkap yang diformulasikan
sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan ikan. Dalam pembuatan pakan harus
memakai berat kering, karena kadar air yang terkandung dalam bahan ataupun
pakan bukan merupakan nutrient untuk ikan. Kadar air dan kadar abu
mempengaruhi daya tahan dan daya apung pakan buatan. Pakan buatan bersifat
mengapung di air karena mengandung bahan perekat. Semakin rendah mutu perekat
yang digunakan akan semakin mudah hancur dan tenggelam di dasar kolam, maka
pakan ini memiliki mutu rendah (Asriyana, 2012).
Daya tahan / hancur pakan di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima kali ulangan,
dilanjutkan dengan penghitungan waktu yang diperlukan untuk pakan dapat hancur.
Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 1269 detik untuk
dapat hancur, uji kedua > 1800 detik, uji ketiga > 1800 detik, uji keempat > 1800
detik dan uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji pertama
memakan waktu 1099 detik untuk hancur, uji kedua 1935 detik, uji ketiga > 1800
detik, uji keempat > 1800 detik dan uji kelima > 1800 detik.
Secara menyeluruh, terdapat perbedaan waktu daya tahan / hancur dari
bahan pakan tanpa fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa
fermentasi memiliki daya tahan yang lebih lama. Sedangkan bahan pakan dengan
fermentasi memiliki daya tahan yang lebih rendah dibanding bahan pakan tanpa
fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan
pakan yang lebih cepat hancur karena telah melewati proses oksidasi dan
pembesaran porositas pakan. Sehingga air lebih cepat memasuki bahan dan mudah
hancur.
Selain hancurnya bahan pakan, selama pengamatan daya tahan / hancur
terlihat reaksi yang dihasilkan dari tiap sampel pakan. Terlihat warna kekuningan
dan coklat pada sekitar pakan tepat sebelum hancur. Pada pelet tanpa fermentasi,
pakan lebih lama memerlukan waktu untuk hancur dan mengeluarkan reaksi. Pada
uji pertama reaksi warna dikeluarkan saat 6,16 detik, uji kedua 6,30 detik.
Sedangkan pada pelet dengan fermentasi reaksi warna dikeluarkan saat 5,19 detik,
uji kedua 5,29 detik dan uji ketiga 5,49 detik. Saat hancurnya pelet dengan
fermentasi disertai dengan gelembung oksigen, yang menandakan pakan pelet
tersebut menyerap air.
Daya tahan pelet dalam air dapat disiasati dengan beberapa cara, antara
lain yaitu dengan mempergunakan perekat, lama pengeringan yang optimal juga
merata dan memperbesar ukuran pelet seoptimal mungkin. Pelet umumnya dibuat
dari campuran beberapa macam bahan pakan dan umumnya kemudian ditambahkan
perekat baik alami maupun kimiawi. Salah satu bahan perekat yang murah dan
mudah didapat adalah kanji yang berasal dari tepung tapioka. Semakin lama
dilakukan pengeringan akan semakin keras pelet tersebut (Handajani dan Wahyu,
2010).
Daya tenggelam / larut di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
sampel pakan tersebut kedalam botol yang telah di isi air dengan lima kali ulangan.
Pakan buatan tanpa fermentasi pada uji pertama memakan waktu 25 detik untuk
dapat tenggelam, uji kedua 28 detik, uji ketiga 345 detik, uji keempat 430 detik dan
uji kelima > 1800 detik. Pakan buatan dengan fermentasi pada uji pertama
memakan waktu 684 detik untuk tenggelam, uji kedua 911 detik, uji ketiga 998
detik, uji keempat 1163 detik dan uji kelima 1277 detik.
Terdapat perbedaan waktu daya tenggelam dari bahan pakan tanpa
fermentasi dan dengan fermentasi. Bahan pakan tanpa fermentasi lebih cepat
tenggelam dan memiliki daya apung yang rendah. Sedangkan bahan pakan dengan
fermentasi lebih lambat tenggelam dengan daya apung yang tinggi. Proses
fermentasi yang dilakukan pada bahan pakan menghasilkan kemampuan daya
tenggelam yang tinggi pada pakan dengan fermentasi. Menurut Kordi (2010) daya
tenggelam / larut pakan dalam air (water stability feed) dapat diukur dengan cara
merendam pakan dalam air di dalam gelas. meletakkan pengukur waktu di dekat
gelas. Mencatat waktu yg diperlukan untuk pelet sampai ke dasar perairan dimana
baik daya larutnya antara 2-3 jam. Apabila lebih dari batas tersebut, berarti pakan
sulit dicerna. Sedangkan bila kurang, bisa jadi pakan tersebut tidak ditemukan
(tidak dimakan) udang karena terlalu cepat melarut.
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum didapatkan kesimpulan sebagai berikut :


1. Daya apung lebih tinggi dimiliki oleh pelet pakan non fermentasi.
2. Daya hancur lebih tinggi dimiliki oleh pelet pakan fermentasi sebab melalui
proses oksidasi saat fermentasi dan pelebaran porositas permukaan bahan pakan
yang menyebabkan pakan lebih cepat menyerap air.
3. Daya tenggelam lebih tinggi dimiliki oleh pelet pakan fermentasi sebab daya
apung yang rendah.

5.2. Saran
Diharapkan dengan adanya laporan praktikum ini, dapat membantu para
pembaca untuk lebih memahami mengenai daya apung masing masing jenis pelet
berbeda – beda tergantung dengan jenisnya sehingga saat pemberian pakan pada
ikan dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat makan ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. 2016. Hubungan antara Tingkat Penggunaan Pakan dengan Tingkat


Resiko Gangguan Kesehatan pada Ikan. Universitas Muhammadiyah.
Surakarta.
Agustono, H. Setyono, T. Nurhajati, M. Lamid, dan W. D. Lokapirnasari. 2010.
Praktikum Teknologi Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. 48 hal.
Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Askara : Jakarta.
Dharmawan, B. 2012. Usaha Pembuatan Pakan Ikan Konsumsi. Pustaka Baru
Press: Jogyakarta.
Handajani, dan Widodo, 2010. Nutrisi Ikan. Universitas Muhamadiyah Malang
Press. Malang.
Khasani, I. 2013. Atraktan Pada Ikan: Jenis, Fungsi, dan Respons Ikan. Media
Akuakultur. Vol. 8. No. 2.
Kordi dan Gufron. 2010. Buku Pintar Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis
di Keramba Jaring Apung. Lily publisher: Jogjakarta.
Megawati R.A., M. Arief dan M. A. Alamsjah, 2012. Pemberian Pakan Dengan
Kadar Serat Kasar Yang Berbeda Terhadap Daya Cerna Pakan Pada Ikan
Berlambung Dan Ikan Tidak Berlambung. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. Vol. 4 No. 2.
Mujiman, A. 2011. Makanan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta.
Mulia et al. 2017. Uji Fisik Pakan Ikan yang Menggunakan Binder Tepung Gaplek.
Jurnal Riset Sains dan Teknologi. Vol. (1) :1 Maret 2017.
Setyono, B. 2012. Pembuatan Pakan Buatan. Unit Pengelola Air Tawar. Kepanjen.
Malang.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan
Analisis Serat. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Jember.
Winarno, F. G. 2010. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Zaman, Asep Badru., Sriherwanto, Catur., Yunita, Ethyn., dan Suja’i, Imam. 2018.
Karakteristik Fisik Pakan Ikan Apung Non – Ekstruksi yang Dibuat Melalui
Fermentasi Rhizopus Oryzae. Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia.
Vol. (5): 1.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran tinggi air Gambar 2. Penandaan botol sampel

Gambar 3. Pemilihan pelet sampel Gambar 4. Persiapan pelet dan alat

Gambar 5. Penulisan hasil praktikum

Anda mungkin juga menyukai